• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

1. Kondisi Sebelum Dilakukan Proses Pembelajaran

Penelitian diawali dengan pemberian pre-test pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pre-test diberikan untuk mengetahui apakah kondisi awal kedua kelompok relatif sama atau berbeda. Hasil uji kesetaraan pre-test kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah pada kelompok eksperimen diperoleh skor rata-rata sebesar 65,74. Kemudian hasil uji kesetaraan pre-test

86

kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah pada kelompok kontrol diperoleh skor rata-rata sebesar 65,65. Hasil tersebut kemudian dikuatkan lagi dengan uji-t. Dari hasil uji-t diperoleh thitung sebesar 0,104 sedangkan ttabel sebesar 1,6852. thitung < ttabel (0,104 < 1,6852) dan nilai signifikansinya adalah 0,918 lebih kbesar dari 0,05 (0,918>0,05) maka Ho diterima sehingga hasil pre-test dari kedua kelompok tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada kondisi awal.

Dari hasil uji-t pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh kesimpulan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kondisi kemampuan awal yang relatif sama sehingga penelitian dapat dilanjutkan. Kondisi awal yang relatif sama ini dikarenakan kedua kelompok menggunakan model pembelajaran yang sama yaitu ceramah, tanya jawab dan, penugasan. Setelah mendapat hasil tersebut, kemudian peneliti memberikan perlakuan kepada kelompok eksperimen yaitu siswa kelas V SD Negeri 2 Glagah. Kelompok eksperimen menerima pembelajaran dengan model discovery learning. Sedangkan siswa kelas V SD Negeri 3 Glagah sebagai kelompok kontrol menerima pembelajaran seoerti biasa yaitu metode ceramah, tanya jawab dan, penugasan. 2. Kondisi Setelah Dilakukan Proses Pembelajaran

Setelah kelompok eksperimen diberi perlakuan model discovery learning dan kelompok kontrol melaksanakan pembelajaran seperti biasa dengan metode ceramah, tanya jawab dan, penugasan, maka kedua kelompok diberi post-test untuk mengetahui kemampuan akhir kedua kelompok tersebut. Dari hasil post-test kelompok eksperimen diperoleh skor tertinggi sebesar 94,44 skor terendah sebesar

87

77,78 dan skor rata-rata sebesar 86,90. Kemudian hasil post-test kelompok kontrol diperoleh skor tertinggi sebesar 88,89 skor terendah sebesar 66,67 dan skor rata-rata sebesar 78,19. Perolehan skor rata-rata-rata-rata kelompok eksperimen mengalami peningkatan sebesar 21,16 dari kondisi awal, sedangkan pemerolehan skor rata-rata kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 12,63.

Dari data diatas juga didukung dengan uji-t sebagai analisis datanya. Hasil uji-t pada skor rata-rata post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen diperoleh thitung>ttabel yaitu 4.912>1,6852 dan nilai signifikansinya adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05 (0,00<0,05) maka Ho ditolak. Berdasarkan hasil uji-t tersebut, dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah pada pembelajaran IPA kelas V SD Se-gugus III Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten.

Berdasarkan hasil observasi pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti, pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata pre-test pada kedua kelompok relatif sama yaitu 65,74 pada kelompok eksperimen dan 65,56 pada kelompok kontrol. Sedangkan nilai rata-rata post-test pada kedua kelompok terdapat perbedaan yang signifikan yaitu 86,90 pada kelompok eksperimen dan 78,19 pada kelompok kontrol. Selain itu pengaruh yang positif dan signifikan kemampuan berpikir kitis dalam pemecahan masalah dapat ditunjukkan dengan bukti lain seperti perbandingan hasil pre-test dan post-test soal tertulis pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil perbandingan yang diperoleh

88

yaitu adanya perbedaan jawaban siswa. Pada kelompok eksperimen jawaban siswa lebih kritis jika dibandingkan dengan jawaban siswa pada kelompok kontrol. Hasil post-test dan pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat pada lampiran 15-18 halaman 122-128. Dengan demikian peneliti dapat mmengambil kesimpulan bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan model discovery learning lebih efektif daripada menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru, yaitu metode ceramah, tanya jawab dan, penugasan.

Siswa pada kelompok eksperimen yang menerapkan metode discovery learning aktif melakukan percobaan, bertanya, berpendapat, berdiskusi maupun mempresentasikan hasil percobaan dan diskusinya selama pembelajaran berlangsung sehingga didapatkan pengalaman yang bersifat konkret. Siswa Sekolah Dasar berada dalam tahap perkembangan operasional konkret, yang berarti dalam mempelajari atau memecahkan suatu masalah dibutuhkan hal-hal yang bersifat konkret. Guru membimbing siswa untuk menghubungkan fakta-fakta yang ditemui oleh siswa itu sendiri untuk ditarik kesimpulan.

Pembelajaran dengan menggunakan metode discovery learning memungkinkan siswa untuk belajar dengan hakikat belajar itu sendiri, yaitu belajar dengan cara melakukan sendiri sehingga siswa dapat menguasai aspekaspek kognitif dengan baik. Menurut Slameto (2003:167) model discovery learning menekankan bahwa yang terpenting dalam proses belajar bukanlah penghafalan fakta-fakta, tetapi proses penerimaan pengetahuan. Belajar merupakan jenis pemikiran dimana melaui informasi-informasi yang didapatkan siswa menemukan gambaran baru dan generalisasi. Metode discovery learning dinilai efektif dalam

89

pembelajaran sebab siswa menerima lebih banyak dorongan yang timbul dari rasa keinginahuan dalam dirinya. Siswa tertarik untuk turut aktif dalam pembelajaran karena timbul hasrat keingintahuan yang tinggi pada hal-hal yang ditemui. Pembelajaran discovery learning berupaya membimbing siswa untuk menemukan suatu konsep atau prinsip yang telah ditetapkan. Hal ini siswa mendorong siswa untuk berfikir kritis selama kegiatan penemuan berlangsung.

Model discovery learning terbukti mampu meningkatkan kemampyan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah. Dalam kelompok eksperimen siswa tidak hanya belajar memahami konsep yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian, tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola pikir kritis.

Dokumen terkait