• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE PADA MATA PELAJARAN IPS DI SD NEGERI 1 SAJEN TRUCUK KLATEN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE PADA MATA PELAJARAN IPS DI SD NEGERI 1 SAJEN TRUCUK KLATEN."

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

i

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE PADA MATA PELAJARAN IPS DI SD NEGERI 1 SAJEN TRUCUK

KLATEN

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Marlita Diah Milaningsih NIM 13108244024

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

ii

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS VA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE PADA MATA PELAJARAN IPS DI SD NEGERI 1 SAJEN TRUCUK

KLATEN

Oleh

Marlita Diah Milaningsih 13108244024

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis menggunakan model pembelajaran kooperatif think pair share mata pelajaran IPS untuk siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen, Trucuk, Klaten pada tahun pelajaran 2016/2017.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) mengacu model spiral dari Kemmis dan Taggart. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen, Klaten dengan jumlah siswa sebanyak 26 siswa terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Teknik pengumpulan data menggunakan tes dan observasi. Keabsahan data ini menggunakan uji validitas dari expert judgement. Teknik analisis data menggunakan statistik deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model kooperatif tipe think pair share dalam pembelajaran IPS dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen. Peningkatan keterampilan berpikir kritis dapat dilihat dari nilai rata-rata dan persentase ketuntasan pra tindakan, siklus I, dan siklus II. Hasil tes keterampilan berpikir kritis pra tindakan rata-rata 54,81 dengan ketuntasan 23% (6 siswa) meningkat pada siklus I menjadi 71,35 dengan ketuntasan 61% (16 siswa). Rata-rata kelas pada siklus II adalah 79,61 dengan persentase ketuntasan mencapai 81% (sudah mencapai kriteria minimal). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS.

(3)

iii

THE EFFORT TO INCREASE CRITICAL THINKING SKILL STUDENT AT GRADE VA THROUGH COOPERATIVE LEARNING MODEL THINK PAIR SHARE ON SOCIAL SCIENCE AT SD NEGERI 1 SAJEN TRUCUK KLATEN

Marlita Diah Milaningsih 13108244024

ABSTRACT

This research aims to know increased critical thinking skill use cooperative learning model type of think pair share at social science at grade VA student SD Negeri 1 Sajen, Trucuk Klaten at 2016/2017 academic year.

This research was classroom action research which refered to spiral model from Kemmis and Taggart. Subject of this research was VA class students SD Negeri 1 Sajen that consist of 11 male students and 15 female students. Data is collected and observation. This validity datas use validity test from expert judgement. The analize of data use descriptive quantitative statistic.

The result of the research shows that cooperative learning think pair share on social science can increase critical thinking skill students at grade VA class. The increasing of critical thinking skill is showed by average and increasing persentase of compeateness in before action, cycle I and cycle II. The result of critical thinking test before action at 54,81 with presentase of completness 23% (6 students) increased at cycle I become 71,35 with presentase of completness 61% (16 students). The classoom mean at cycle II is 79,61 with presentase of completness 81% (has been reach minimal criteria). Based that result, it can be concluded that using kooperatif learning model type think pair share can increase critical thinking at social science.

(4)
(5)
(6)

vi

(7)

vii MOTTO

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan

hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” (Terjemahan QS. Al Insyirah,6-8)

I think, therefore i am

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini, dipersembahkan untuk:

1. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan dukungan dan doa. 2. Universitas Negeri Yogyakarta

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS di SD Negeri 1 Sajen Trucuk Klaten”.

Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan Studi Strata I untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan sehingga penulisan skripsi ini berjalan lancar.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memberikan ijin dalam pelaksanaan penelitian untuk menyusun skripsi.

3. Bapak Dr. Anwar Senen, M.Pd., sebagai Dosen Pembimbing Skipsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pemikirannya untuk membimbing, memotivasi, serta memberikan saran dalam proses penyusunan skripsi ini.

(10)

x

5. Ibu Samiyem, S.Pd., sebagai guru kelas VA SD Negeri 1 Sajen, serta siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

6. Keluarga yang telah memberikan doa dan dukungan bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat semua yang telah setia memberikan dukungan untuk menyelesaikan tugas akhir,

8. Teman-teman Prodi PGSD Kelas B angkatan 2013 yang telah menemani perjuangan meraih gelar S.Pd.

9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan dalam penyusunan skripsi ini

Akhirnya, penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca yang budiman. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut mendapat balasan yang sesuai dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.

Yogyakarta, 19 Mei 2017

(11)

xi

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1.Keterampilan Berpikir Kritis ... 11

2.Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share ... 17

(12)

xii

4.Mata Pelajaran IPS di SD ... 29

5.Pembelajaran IPS dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe think pair share ... 34

6.Perkembangan Anak Usia SD ... 37

B. Kajian Penelitian yang Relevan ... 38

C. Kerangka Berpikir ... 41

D. Pertanyaan Penelitian ... 43

E. Definisi Operasional ... 43

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 45

J. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Waktu Penelitiam... 60

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60

2. Deskripsi Waktu Penelitian ... 61

B. Hasil Penelitian 1. Pra Tindakan ... 62

2. Deskripsi Siklus I ... 67

3. Deskripsi Siklus II ... 88

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 110

(13)

xiii BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 117

B. Saran ... 118

DAFTAR PUSTAKA ... 119

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tabel SK dan KD Kelas V... 33

Tabel 2. Kisi-kisi Tes Keterampilan Berpikir Kritis Pra Tindakan ... 51

Tabel 3. Kisi-kisi Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siklus I ... 52

Tabel 4. Kisi-kisi Tes Keterampilan Bepikir Kritis Siklus II ... 53

Tabel 5. Kisi-kisi Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Kooperatif Tipe think pair share oleh Guru ... 54

Tabel 6. Kisi-kisi Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Kooperatif Tipe think pair share oleh Siswa ... 55

Tabel 7. Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Bepikir Kritis Siswa ... 56

Tabel 8. Kriteria Ketuntasan Hasil Observasi Aktivitas Berpikir Kritis Siswa ... 58

Tabel 9. Klasifikasi Capaian Hasil Belajar ... 59

Tabel 10. Nilai Hasil Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pra Tindakan ... 65

Tabel 11. Persentase Hasil Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pra Tindakan Per Indikator ... 66

Tabel 12. Nilai Hasil Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus I . 83 Tabel 13. Perbandingan Nilai Rata-rata Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Pra Tindakan dan Siklus I ... 83

Tabel 14. Persentase Hasil Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Siklus I Per Indikator ... 84

Tabel 15. Rata-rata Hasil Observasi Aktivitas Berpikir Kitis Siswa Per Indikator Pada Siklus I ... 85

Tabel 16. Refleksi Hasil Penelitian Siklus I ... 88

(15)

xv

Tabel 19. Persentase Hasil Tes Keterampilan Berpiki Kritis Siswa Per

Indikator Pra Tindakan, Siklus I dan Siklus II... 105 Tabel 20. Peningkatan Hasil Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siswa

Per Indikator Pra Tindakan, Siklus I dan Siklus II ... 107 Tabel 21. Rata-rata Hasil Observasi Aktivitas Berpikir Kritis Siswa

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Desain Penelitian Menurut Kemmis dan Taggart ... 46 Gambar 2. Diagram Pencapaian Hasil Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Siswa Pra Tindakan Per Indikator ... 66 Gambar 3. Diagram Perbandingan Ketuntasan Siswa Pra Tindakan dan

Siklus I ... 83 Gambar 4. Diagram Rata-rata Hasil Tes Keterampilan Bepikir kritis

Siswa Pra Tindakan dan Siklus I ... 84 Gambar 5. Diagram Hasil Observasi Aktivitas Berpikir Kritis Siswa

Siklus I Per Indikator ... 86 Gambar 6. Diagram Perbandingan Ketuntasan Siswa dari Pra

Tindakan, Siklus I Hingga Siklus II ... 104 Gambar 7. Diagram Rata-rata Hasil Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Siswa Pra Tindakan, Siklus I dan Siklus II ... 105 Gambar 8. Diagram Pencapaian Hasil Tes Keterampilan Berpiki Kritis

Siswa Pra Tindakan, Siklus I dan Siklus II Per Indikator .... 106 Gambar 9. Diagram Peningkatan Hasil Tes Keterampilan Berpikir

Kritis Siswa Per Indikato dari Pra Tidakan, Siklus I dan

Siklus II ... 108 Gambar 10. Diagram Rata-rata Hasil Observasi Aktivitas Berpikir

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Subyek Penelitian ... 122 Lampiran 2. Lembar Observasi

2a. Lembar Observasi Guru ... 123 2b. Lembar Observasi Siswa... 124 2c. Lembar Observasi Aktivitas Berpikir Kritis Pada

Siswa ... 126 Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 132 Lampiran 4. Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis

4a. Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis Pra Tindakan .. 149 4b. Soal Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siklus I ... 152 4c. Soal TesKeterampilan Berpikir Kritis Siklus II ... 153 Lampiran 5. Kunci Jawaban dan Rubrik Penilaian Soal Keterampilan

Berpikir Kritis

5a. Kunci Jawaban dan Rubrik Penilaian Soal

Keterampilan Berpikir Kritis Pra Tindakan ... 155 5b. Kunci Jawaban dan Rubrik Penilaian Soal

Keterampilan Berpikir Kritis Siklus I... 158 5c. Kunci Jawaban dan Rubrik Penilaian Soal

Keterampilan Berpikir Kritis Siklus II ... 161 Lampiran 6. Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Kooperatif tipe think pair share oleh Guru

6a. Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe think pair share oleh Guru Siklus I ... 164 6b. Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe think pair share oleh Guru Siklus II ... 169 Lampiran 7. Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Kooperatif tipe think pair share oleh Siswa

(18)

xviii

7b. Hasil Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe think pair share oleh Siswa Siklus II ... 179 Lampiran 8. Hasil Observasi Aktivitas Berpikir Kritis Siswa

8a. Hasil Observasi Aktivitas Berpikir Kritis Siswa

Siklus I ... 183 8b. Hasil Observasi Aktivitas Berpikir Kritis Siswa

Siklus II ... 185 Lampiran 9. Hasil Observasi Aktivitas Berpikir Kritis Siswa Per

Aspek ... 187 Lampiran 10. Daftar Nilai Keterampilan Berpikir Kritis Pra Tindakan,

Siklus I dan Siklus II

10.a Daftar Nilai Tes Keterampilan Berpikir Kritis Pra

Tindakan ... 188 10.b Daftar Nilai Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Siklus I ... 189 10.c Daftar Nilai Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siklus II ... 190 Lampiran 11. Perbandingan Nilai Hasil Tes Keterampilan Berpikir

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan suatu bangsa atau negara dapat dipengaruhi oleh mutu pendidikan. Mutu pendidikan yang baik akan menghasilkan warga negara yang cerdas yang berkarakter. Pendidikan menjadi sarana yang strategis untuk mengembangkan sumber daya manusia. Siswa dapat mengembangkan potensi dirinya dan meningkatkan pengetahuan, sikap maupun keterampilan yang sesuai dengan kebutuhannya masing-masing melalui kegiatan pembelajaran di kelas. Keterampilan-keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran di kelas nantinya dapat digunakan siswa dalam memahami informasi dan permasalahan yang ada di masyarakat. Kegiatan pendidikan secara formal dimulai dari jenjang pendidikan paling dasar yaitu Sekolah Dasar (SD)

(20)

2

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan degan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi,bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasioal dan global.

(Susanto, 2014: 32)

Tujuan IPS adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan, nilai-nilai budaya, berpikir kritis, dan sikap sosial serta keterampilan yang berguna bagi siswa.

(21)

3

Pada Pembelajaran IPS, siswa yang menjawab pertanyaan guru secara lisan hanya 4-5 siswa dari setiap pertemuan. Jawaban yang disampaikan oleh siswa belum menunjukkan konsep dasar tetapi hanya hafalan. Keterampilan bertanya siswa juga rendah yang ditunjukkan dengan siswa tidak memanfaatkan kesempatan bertanya ketika guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya. Hal tersebut menunjukkan keingintahuan siswa untuk belajar IPS rendah.

Pada proses pembelajaran IPS, siswa masih sering mendapat tugas untuk menghafal materi yang diajarkan di kelas. Selain itu, siswa terbiasa dihadapkan pada soal pilihan ganda atau isian pendek sehingga siswa terbiasa untuk menyelesaikan soal dengan jawaban singkat. Apabila siswa dihadapkan dengan soal esai yang memerlukan keterampilan berpikir tinggi siswa memilih untuk menjawab dengan jawaban singkat atau tidak menjawab sama sekali. Tugas yang diberikan guru juga kurang variatif sehingga siswa kurang antusias dalam mengerjakan tugas. Indikasi lainnya yaitu keingintahuan siswa dalam pembelajaran IPS rendah dari pada pembelajaran dalam mata pelajaran lainnya. Hal tersebut berdasarkan wawancara peneliti dengan siswa bahwa siswa tidak antusias untuk mencari pengetahuan yang mendukung materi yang dipelajari.

(22)

4

penjelasan materi secara lisan di depan kelas tanpa mengikutsertakan partisipasi siswa.

Pembelajaran IPS di kelas VA SD Negeri 1 Sajen juga condong ke teacher centered. Pada praktik pembelajaran, guru menjadi penentu utama berjalannya

pembelajaran sehingga siswa kurang aktif dan kurang mandiri. Siswa hanya menerima apa yang diberikan guru tanpa mengetahui bagaimana dan mengapa hal tersebut dipelajari. Media pembelajaran yang digunakan guru pada mata pelajaran IPS terbatas berupa gambar, peta, dan buku cetak. Media pelajaran hanya digunakan pada materi yang sesuai dengan penggunaan media pembelajaran tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen masih rendah. Rendahnya keterampilan berpikir kitis siswa mempengaruhi hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS yang ditunjukkan dengan rerata kelas sebesar mencapai 63,9 atau belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 68. Dari 26 siswa, jumlah siswa yang telah mencapai KKM adalah 42% siswa yaitu sebanyak 11 siswa dan yang belum mencapai KKM adalah 58% siswa yaitu sebanyak 15 siswa. Nilai rerata kelas yang rendah dipengaruhi oleh keterampilan berpikir kritis siswa yang rendah.

(23)

5

menganalisis, mengkritisi, memutuskan, mengevaluasi, membandingkan dan menaksir. Keterampilan berpikir kritis pada siswa berguna agar dapat menyeleksi informasi yang dapat dipertanggung jawabkan mengingat penyebaran informasi yang tidak terbatas serta perkembangan teknologi yang semakin canggih. Apabila siswa memiliki keterampilan berpikir kritis, maka siswa akan lebih mudah dalam memahami permasalahan yang ada, menganalisis masalah dan pada akhirnya dapat mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pada kegiatan pembelajaran IPS, keterampilan berpikir kritis sangat berguna pada pembelajaran di dalam kelas maupun kegiatan di luar kelas. Misalnya pada mata pelajaran IPS terkait dengan menghargai perjuangan bangsa Indonesia menghadapi penjajah, yaitu menentukan mana yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Pada kegiatan pembelajaran, siswa diberi suatu pertanyaan terkait dengan materi pokok, kemudian diminta untuk menganalisisnya secara individu maupun berpasangan sehingga didapatkan solusi untuk pertanyaan tersebut.

(24)

6

dalam memilih model pembelajaran sebaiknya disesuaikan dengan cakupan materi, keterampilan siswa, partisipasi siswa, tujuan pembelajaran dan keterampilan guru. Model pembelajaran yang telah ditentukan kemudian dijadikan dasar dalam menentukan strategi, metode dan kemudian teknik yang sesuai.

Upaya yang dapat diterapkan yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang inovatif yang dapat meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Siswa yang partisipatif dalam kegiatan pembelajaran menunjukkan bahwa siswa juga aktif berpikir atau dapat mengasah keterampilan berpikir. Model pembelajaan yang dapat memfasilitasi keterampilan berpikir kritis siswa dapat berupa model pembelajaran yang berbasis kelompok. Piaget dan Vygotsky (dalam Majid, 2013 :174) menekankan pentingnya interaksi dengan teman sebaya melalui pembentukan kelompok belajar, dan siswa diberikan kesempatan secara aktif untuk mengungkapkan sesuatu dipikirkan kepada temannya. Selanjutnya, Hal itu akan membantunya untuk memahami berbagai pandangan bahkan melihat ketidaksesuaian pandangan mereka sendiri. Dalam belajar secara kelompok, siswa dapat belajar mempertahankan pandangannya dengan mempertimbangkan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(25)

7

pair, share memiliki tiga tahapan yaitu tahap thinking, pairing dan sharing. Pada tahap thinking dituntut untuk merespon pertanyaan yang diberikan guru. Menurut Shoimin (2016:208), model ini memperkenalkan ide “waktu berpikir atau waktu tunggu” yang menjadi faktor kuat dalam meningkatkan keterampilan siswa dalam merespon pertanyaan. Selanjutnya pada tahap pairing, siswa berdiskusi mengerjakan tugas secara kelompok yang heterogen. Pada tahapan ini, siswa memiliki tanggung jawab ganda yaitu menyelesaikan tugas dan membantu pasangan belajarnya sehingga akan terbentuk tutor sebaya. Brown dan Campione (dalam Santock, 2007: 296) mengungkapkan bahwa pengajaran ini memberikan kesempatan tak ternilai untuk berdiskusi mengenai pembelajaran, memberi siswa tanggung jawab dan tujuan, menumbuhkan kerjasama di antara teman sebaya. Selain itu, siswa yang belajar dengan teman sebaya lebih mampu untuk mengungkapkan idenya karena siswa merasa lebih nyaman. Pada tahap sharing, siswa diminta untuk menyampaikan hasil diskusinya di depan kelas serta meminta siswa untuk memberi tanggapan. Siswa akan terdorong untuk berani bertanya dan menyampaikan pendapat yang dipercayainya.

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh guru, guru belum pernah menggunakan model kooperatif tipe think pair share. Berdasarkan hal tesebut maka penelitian melaksanakan tindakan dengan menggunakan model kooperatif tipe think pair share pada materi perjuangan dalam upaya mempersiapkan kemerdekaan bagi Indonesia.

(26)

8

terjadi peningkatan pada keterampilan berikir kritis siswa. Penelitian tersebut dapat diketahui dengan melihat hasil observasi dan nilai tes yang diperoleh siswa menunjukkan bahwa pada setiap siklusnya sebagian besar siswa mengalami peningkatan. Pada penelitian tersebut, instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan berpikir kritis yaitu berupa soal dan lembar observasi.

Atas dasar uraian di atas, melalui penelitian tindakan kelas, penulis memilih judul, “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Kelas VA Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Pada Mata Pelajaran IPS di SD Negeri 1 Sajen Trucuk Klaten Tahun Pelajaran 2016/2017”, sehingga keterampilan berpikir kritis siswa dapat mengalami peningkatan.

B. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang permasalahan yang ada, maka dapat dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Keterampilan berpikir kritis dari sebagian besar siswa di kelas VA SD Negeri 1 Sajen masih rendah ditunjukkan dengan partisipasi siswa dalam mengikuti pembelajaran masih rendah;

2. Model pembelajaran yang digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran IPS masih monoton belum bervariasi;

3. Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran masih rendah;

4. Tugas yang diberikan kepada siswa kurang mendukung dalam melatih

(27)

9

5. Media pembelajaran yang ada tidak digunakan secara optimal karena guru di SD tersebut dalam menyampaikan materi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah-maslah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada:

1. Keterampilan berpikir kritis pada siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen masih rendah, dan

2. Model pembelajaran kooperatif Think pair share digunakan guru dalam pembelajaran IPS agar pembelajaran tidak monoton.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disusun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Bagaimana menggunkana model pembelajaran kooperatif tipe think, pair, share dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam berpikir kritis pada pembelajaran IPS siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen?”

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPS pada siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen Trucuk Klaten melalui model pembelajaran kooperatif Think Pair Share. F. Manfaat Penelitian

(28)

10 1. Bagi Siswa

Membantu siswa meningkatkan keterampilan berpikir kritis melalui model yang lebih variatif.

2. Bagi Guru

Sebagai referensi model pembelajaran terutama penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe think, pair, share.

3. Bagi Sekolah

Sebagai acuan dalam kegiatan pembelajaran di SD Negeri 1 Sajen Trucuk Klaten terutama dalam peningatan keterampilan berpikir kritis melalui model pembelajaran kooperatif tipe think, pair, share.

4. Bagi Peneliti

(29)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Kajian Teori

1. Keterampilan Berpikir Kritis

a. Pengertian Keterampilan Berpikir Kritis

Menurut Paulus (dalam Kuswana, 2012: 208) berpikir kritis merupakan pentingnya kepercayaan diri dan keterampilan seseorang untuk menggunakan alasan yang tepat, untuk memecahkan masalah dan menjawab berbagai pertanyaan. Richard Paul dengan sumber yang sama mengungkapkan bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan kemampuan menemukan dan menunjukkan sebagai seorang egosentris dan sosiosentris dilihat dari ciri-ciri pemikiran, yaitu komitmen moral, kebajikan intelektual, dan transfer berpikir dari suatu kebiasaan berpikir sempit ke luas. Hal serupa juga disampaikan oleh Ennis (2011: 1) bahwa, critical thinking is reasonable and reflective thinking focused on deciding what to believe or do. Pendapat Ennis tersebut dapat diterjemahkan bahwa berpikir kritis adalah pemikiran yang memiliki alasan dan pemikiran reflektif yang fokus pada memutuskan apa yang dipercaya atau dilakukan.

(30)

12

dalam, mempertahanan agar pikiran tetap terbuka tehadap segala pendekatan dan pandangan yang berbeda, dan berpikir secara reflektif dan bukan hanya menerima penyataan-pernyataan dan melaksanakannya tanpa pemahaman dan evaluasi.

Menurut Surya (2013: 45) berpikir kritis adalah berpikir untuk: (1) membandingkan dan mempertentangkan berbagai gagasan, (2) memperbaiki dan memperhalus, (3) bertanya dan verifikasi, (4) menyaring, memilih dan mendukung gagasan, (5) membuat keputusan dan timbangan, (6) menyediakan landasan untuk suatu tindakan.

Glaser (dalam Fisher, 2009: 3) mendefinisikan berpikir kritis sebagai: (1) suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan

hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya

Berdasarkan pendapat Glaser di atas maka dapat dipahami bahwa berpikir kritis merupakan sikap yang didorong kemauan untuk berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan pengalaman-pengalaman yang disertai dengan pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan cara-cara penaksiran dan penalaran logis.

(31)

13

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kritis

Dalam berpikir kritis terdapat faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi. Menurut Fisher (2009: 11) faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut :

Dalam hal berpikir kritis, jelas seseorang yang dapat memiliki keterampilan-keterampilan yang relevan tetapi mungkin tidak menghiraukan atau memilih untuk menggunakannya dalam situasi-situasi yang tepat; misalnya, mereka mungkin memperlihatkan mereka memiliki keterampilan itu dengan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang memiliki kredibilitas yang tepat dalam ujian, tetapi meraka mungkin tidak menampakannya dalam pekerjaan mereka lainnya atau dalam situasi sehari-hari.

Berdasarkan pendapat Fisher tersebut, maka dapat dipahami bahwa seseorang bisa memiliki keterampilan berpikir kritis namun tidak semua orang dapat menggunakannya dengan baik. Hal tersebut berarti, keterampilan berpikir kritis seseorang dapat berkembang atau tidak itu tergantung pada kemauan orang tersebut untuk mengembangkannya. Dapat disimpulkan bahwa faktor internal dari dalam diri memiliki peranan penting dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Hassoubah (2007: 89) menyatakan bahwa latar belakang kepribadian dan kebudayaan seseorang dapat mempengaruhi usaha seseorang untuk berpikir secara kitis terhadap suatu masalah.

(32)

14

dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial sangat berperan dalam mengembangkan pemikiran anak sehingga pada akhirnya anak dapat berpikir secara lebih kritis.

Berdasarkan pendapat ahli di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa keterampilan berpikir kritis dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri siswa dan dari luar diri siswa. Faktor dari dalam diri siswa diantaranya kemauan siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran IPS dan dari latar belakang kepribadian siswa yang beragam. Faktor dari luar anak yaitu lingkungan sosial dimana anak berinteraksi dengan orang lain dalam kegiatan pembelajaran IPS di kelas.

c. Indikator Keterampilan Berpikir Kritis

Ennis (dalam Susanto, 2016: 125-126) menyebutkan indikator-indikator dari masing-masing aspek berpikir kritis yang berkaitan dengan materi pelajaran, yaitu:

a. Memberikan penjelasan sederhana, yang meliputi; (1) memfokuskan pertanyaan; (2) menganalisis pertanyaan; dan (c) bertanya dan menjawab tentang suatu penjelasan atau tantangan.

b. Membangun keterampilan dasar, yang meliputi; (1) mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya; (2) mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi.

(33)

15

d. Memberikan penjelasan lanjut, yang meliputi; (1) mendefinisikan istilah dan pertimbangan definisi dalam tiga dimensi; (2) mengidentifikasi asumsi.

e. Mengatur stategi dan taktik, yang meliputi: (1) menentukan tindakan; (2) berinteraksi dengan orang lain.

Faiz (2012: 5) mengungkapkan bahwa ciri-ciri orang yang berpikir kritis adalah sebagai berikut: (1) menggunakan fakta-fakta secara tepat dan jujur; (2) mengorganisasi pikiran dan mengungkapkannya dengan jelas, logis atau masuk akal; (3) membedakan antara kesimpulan yang didasarkan pada logika yang valid dengan logika yang tidak valid; (4) mengidentifikasi kecukupan data; (5) menyangal suatu argumen yang tidak relevan dan menyampaikan argumen yang relevan; (6) mempertanyakan suatu pandangam dan mempertanyakan implikasi dari suatu pandangan; (7) menyadari bahwa fakta dan pemahaman seseorang selalu terbatas; (8) mengenali kemungkinan keliru dari suatu pendapat dan kemungkinan bias dalam pendapat.

(34)

16

Berdasarkan uraian pendapat ahli di atas maka indikator-indikator berpikir kritis yang menjadi acuan dalam penelitian ini sebagai berikut; (1) Mampu menganalisis pokok-pokok pertanyaan dengan cermat; (2) Menggunakan fakta-fakta secara tepat dan jujur; (3) Mengorganisasikan pikiran dan mengungkapkannya dengan jelas, logis atau masuk akal; (4) Menyangkal argumen yang tidak relevan dan menyampaikan argumen yang relevan dan (5) merumuskan kesimpulan yang valid.

d. Ciri-Ciri Aktivitas Berpikir Kritis

Ennis dalam buku karangan Hassoubah (2007: 91) yang berjudul “Mengasah Pikiran Kreatif dan Kritis” menyatakan bahwa terdapat beberapa kecenderungan orang dalam berpikir kritis sebagai berikut; (1) mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan; (2) mencari alasan; (3) berusaha mengetahui informasi dengan baik; (4) memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya; (5) memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan; (6) berusaha tetap relevan dengan ide utama; (7) mengingat kepentingan yang asli dan mendasar; (8) mencari alternatif; (9) bersikap dan berpikiran terbuka; (10) mengambil posisi ketika ada bukti yang cukup untuk melakukan sesuatu; (11) mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan; (12) bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah; dan (13) peka terhadap tingkat keilmuan dalam keahlian orang lain.

(35)

17

kritis, pikiran harus terbuka, jelas, dan berdasarkan fakta. Pemikir kritis harus mampu memberi alasan atas pilihan keputusan yang diambilnya. Pemikir kritis harus terbuka terhadap perbedaan keputusan dan pendapat orang lain serta sanggup menyimak alasan-alasan mengapa orang lain memiliki pendapat dan keputusan yang berbeda.

Berdasarkan pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas maupun ciri-ciri berpikir kritis yaitu; (1) berusaha mengetahui informasi dengan baik; (2) berusaha tetap relevan dengan ide utama; (3) bersikap secara sistematis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruhan masalah; (4) terbuka terhadap perbedaan keputusan dan pendapat orang lain

e. Tujuan Berpikir Kritis

Sapriya (2012:87) mengungkapkan bahwa tujuan berpikir kritis ialah untuk menguji suatu pendapat atau ide. Selanjutnya Sapriya menjelaskan termasuk dalam proses ini adalah melakukan pertimbangan atau pemikiran yang didasarkan pendapat yang diajukan. Pertimbangan-pertimbangan itu biasanya didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggung jawabkan.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think pair share a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

(36)

18

kelompok yang bersifat heterogen. Menurut Sujarwo (2011:100), pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat keterampilan yang berbeda. Pembelajaran kooperatif ditandai adanya kerjasama antar peserta didik dan kebersamaan dalam urutan tugas, tujuan dan penghargaan.

Majid (2013:176) juga mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar dari pengalaman mereka dan peran aktif dalam kelompok kecil. Dalam kegiatan pembelajaran berkelompok dapat membantu siswa belajar keterampilan sosial, sementara itu secara bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berpikir.

Isjoni (2010:20-22) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif didefinisikan sebagai satu pendekatan mengajar di mana murid bekerja sama satu sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru. Teknik pembelajaran kooperatif sesuai dengan kelas yang berisi siswa-siswa yang mempunyai berbagai tingkat kecerdasan. Isjoni menambahkan bahwa prosedur pembelajaran kooperatif didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil. Model pembelajaran ini dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usia.

b. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

(37)

19

bahagia dan memberikan kontribusi. Susanto (2014:206) mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif diciptakan untuk meningkatkan partisipasi siswa, memberikan kesempatan kepada siswa dalam berekspresi, mengenal dan membentuk kepemimpinan dalam kelompok, memberi pengalaman membuat keputusan bersama, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan saling belajar dalam perbedaan latar belakang, baik sosial, ekonomi, budaya, gender, maupun tingkat kemampuan masing-masing siswa. Majid (2013:175) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tujuan, diantaranya:

1) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model kooperatif ini memiliki keunggulan dan membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit;

2) Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belakang;

3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa; berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat dan bekerja dalam kelompok.

c. Prinsip Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Sujarwo (2011:112), pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur dasar sebagai berikut:

1) Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

(38)

20

3) Siswa harus melihat bahwa semua anggota kelompok memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab sama di dalam kelompok. 5) Siswa akan diberikan hadiah atau evaluasi yang dikenakan pada anggota

kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses pembelajaran.

7) Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

d. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Lie (2004:31-35) mengemukakan bahwa model kooperatif memiliki lima unsur yaitu:

1) Saling Ketergantungan Pribadi

Dalam menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikan sehingga setiap individu dapat menyelesaikan tugasnya sehingga dapat mencapai tujuan kelompok.

2) Tanggung Jawab Perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur yang pertama. Jika tugas dan pola penilaian menurut prosedur model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

3) Tatap Muka

(39)

21

akan lebih kaya daripada hasil pemikiran dari satu orang saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

4) Komunikasi antar anggota

Guru sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara dengan baik. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya anggotanya untuk saling mendengarkan dan keterampilan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Proses ini sangat bemanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5) Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu memberikan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama siswa agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebh efektif. Waktu evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif.

Isjoni (2010: 60-61) mengadopsi pendapat Bennet bahwa unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif terdiri dari:

(40)

22

tanggung jawabnya, yang mendorong setiap anggota kelompok untuk bekerja sama.

2) Interaction face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar sesama anggota kelompok.

3) Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi pelajaran dalam anggota kelomp sehingga siswa terdorong membantu temannya, karena tujuan dalam pembelajaran kooperatif adalah menjadikan setiap anggota kelompok menjadi lebih kuat pribadinya.

4) Menumbuhkan keluwesan yaitu menciptakan hubungan antar siswa, mengembangkan kemampuan kelompok dan memelihara hubungan kerja yang efektif.

5) Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah, yaitu siswa belajar keterampilan bekerjasama dan berhubungan.

e. Prosedur Model Pembelajaran Kooperatif

Majid (2013:180) berpendapat bahwa dalam mengimplementasikan pembelajaran kooperatif, dapat ditempuh prosedur sebagai berikut:

1) Penjelasan materi

Tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pembelajaran sebelum siswa belajar dan bekerja dalam kelompok. Tujuan utama tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

2) Belajar kelompok

(41)

23 3) Penilaian.

Penilaian dalam pembelajarn kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis yang dilakukan secara individu dan kelompok. Tes individu akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya.

f. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif

Sujarwo (2011: 114) mengemukakan pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan antara lain; (a) menumbuhkan sikap kooperatif atau kerjasama antar siswa; (b) menumbuhkan jiwa kompetitif pada siswa; (c) menumbuhkan motivasi belajar siswa; (d) memupuk sikap gotong royong, toleransi, kepekaan sosial, sikap demokratis, saling menghargai, dan memupuk keterampilan berinteraksi sosial; dan (e) menumbuhkan rasa tanggung jawab dan keberanian dalam proses pembelajaran.

Susanto (2014:251) menjelaskan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif siswa akan memiliki motivasi yang tinggi karena didorong dan didukung rekan sebaya, menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan keterampilan berpikir kritis, membentuk hubungan persahabatan, memperoleh berbagai informasi, belajar menggunakan sopan santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sikap dalam sekolah dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik serta membantu siswa dalam menghargai pokok pikiran orang lain.

(42)

24

menuju tahap pemikiran tingkat tinggi dengan berinteraksi dengan sudut pandang yang berbeda dengan sudut pandang orang lain. Kagan melanjutkan bahwa setiap siswa membawa seperangkat informasi dan cara menafsirkan informasi tersebut. Biasanya siswa cenderung untuk mempertahankan pendapatnya hingga timbul tantangan karena interaksi dengan siswa lain yang memiliki informasi dengan cara pandang yang belum tentu sama. Dalam pembelajaran ini siswa didorong untuk menuju tahap pemikiran yang lebih tinggi.

g. Model Pembelajaran Kooperatif TipeThink Pair Share

Model pembelajaran kooperatif think pair share merupakan strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Frank Lyman, dkk di Universitas Maryland pada tahun 1985. Menurut Majid (2013: 191), think pair share merupakan strategi pembelajaran yang memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak kepada siswa untuk berpikir, menjawab dan membantu satu sama lain. Selanjutnya, Seandainya guru telah menyelesaikan penyajian dan siswa telah membaca tugas maka guru meminta siswa memikirkan secara lebih mendalam apa yang telah dijelaskan atau dialami.

Huda (2003:206) mengungkapkan bahwa think pair share merupakan strategi pembelajaran yang memperkenalkan gagasan tentang waktu ‘tunggu atau berpikir’ (wait or think time) pada elemen interaksi pembelajaran kooperatif yang saat ini menjadi salah satu faktor ampuh dalam meningkatkan respon siswa terhadap pertanyaan. Pada sumber yang sama Huda menyatakan bahwa Think pair share memberikan manfaat yaitu memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan

(43)

25

kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Laura dkk (2014: 80) mengemukakan bahwa think pair share memberi siswa kesempatan untuk memproses informasi, merumuskan ide (mengembangkan pemikiran), dan kemudian berbagi pikiran dengan orang lain (komunikasi). Piaget dan Vygotsky (Majid: 174) juga menekankan pentingnya interaksi dengan teman sebaya melalui pembentukan kelompok belajar, dan siswa diberikan kesempatan secara aktif untuk mengungkapkan ide yang dipikirkan kepada temannya.

Isjoni (2010: 67) berpendapat bahwa tipe think pair share memberikan kesempatan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan dari teknik ini yaitu optimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberi kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi aktif kepada orang lain

Slavin (2015:257) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif think pair share ketika guru menyampaikan pelajaran kepada siswa di kelas, para

siswa duduk berpasangan dengan timnya masing-masing. Selanjutnya, Slavin menjelaskan, guru memberikan pertanyaan kepada kelas. Siswa diminta untuk memikirkan sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu berpasangan dengan pasangannya untuk mencapai sebuah kesepakatan jawaban. Akhirnya, guru meminta para siswa untuk berbagi jawaban yang telah mereka sepakati dengan seluruh kelas.

(44)

26 1) Tahap Thinking

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

2) Tahap Pairing

Guru meminta siswa agar berpasangan dengan siswa yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi antar siswa pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban dan berbagi gagasan jika suatu pemasalahan telah diidentifikasi. Biasanya guru memberikan alokasi waktu 4-5 menit untuk berdiskusi.

3) Tahap Sharing

Pada tahap yang terakhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Tahap ini akan lebih efektif jika dilakukan bergiliran antar pasangan, dan dilanjukan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapatkan kesemapatn untuk melaporkan tentang apa yang telah siswa bicarakan.

(45)

27

(f) setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagi atau menyampaikan idenya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan model pembelajaran merupakan model pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk memproses informasi belajar melalui diskusi dalam kelompok dengan kemampuan yang berbeda.

3. Hubungan Model Kooperatif Tipe think pair share dan Keterampilan Berpikir Kritis

Model Pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan model pembelajaran merupakan model pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk memproses informasi belajar melalui diskusi dalam kelompok dengan kemampuan yang berbeda. Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share memiliki tiga tahapan yaitu tahap thinking, pairing dan sharing. Hubungan antara model kooperattif tipe think pair share dengan keterampilan berpikir kritis adalah terletak pada langkah-langkah model pembelajaran tersebut yang mampu mengakomodasi keterampilan berpikir kritis siswa.

(46)

28

demikian siswa dituntut untuk mencari jawaban sehingga menjadikan mereka banyak berpikir. Siswa juga diberi kesempatan bertanya serta diberi waktu yang cukup untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan. Hal tersebut juga dilaksanakan pada tahapan sharing.

Pada tahap pairing, siswa belajar dalam kelompok yang heterogen mendiskusikan tugas yang telah diberikan. Menurut Asma (2006: 91), pembentukan kelompok dalam model kooperatif yang heterogen dapat meningkatkan tutoring teman sebaya, membantu memecahkan kendala-kendala di antara tipe-tipe siswa yang berbeda dan mendorong perilaku pada tugas. Sealin itu, Brown dan Campione (dalam Santock b, 2007: 296) menciptakan satu program inovatif, Fostering Community of Learners (FCL) yang sangat tepat untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kritis bagi anak usia 6 hingga 12 tahun. Program ini memiliki strategi yaitu anak mengajar anak. Brown dan Campione mengungkapkan bahwa pengajaran ini memberikan kesempatan tak ternilai untuk berdiskusi mengenai pembelajaran, memberi siswa tanggung jawab dan tujuan, menumbuhkan kerjasama di antara teman sebaya. Konsep “anak mengajar anak” pada FCL sama dengan kegiatan siswa pada tahap pairing, yaitu siswa belajar secara berpasangan teman sebayanya untuk mendiskusikan tugas yang diberikan.

Joyce, Weil dan Calhoum (dalam Sujarwo, 2011: 113) juga mengungkapkan bahwa “Recent research indicates that teams of heterogeneous learners can increase the collaborative skill, self-esteem, and achievement of

(47)

29

penelitian baru-baru ini mengindikasikan tim pembelajaran yang heterogen dapat menambah keterampilan kooperatif, penaksiran diri dan pencapaian hasil belajar.

Sujarwo (2012: 101) mengungkapkan bahwa dengan model ini siswa belajar bersama untuk berdiskusi atau saling membantu menyelesaikan tugas atau permasalahan. Sujarwo melanjutkan bahwa model pembelajaran ini sangat membantu siswa dalam menumbuhkan kerjasama, keterampilan berpikir kritis, kemampuan membantu teman sekelompok dalam memahami materi dan menyelesaikan tugas dan mengembangkan keterampilan sosial. Hal tersebut didukung dengan pendapat Ennis (dalam Hassoubah, 2007:89-90) bahwa secara psikologis, apabila berpikir kritis dilakukan dalam kelompok seseorang yang memiliki ide akan mendapat mendapat pengakuan dari orang lain karena memiliki penafsiran serupa. Ennis melanjutkan bahwa seseorang juga akan menyadari bahwa masih ada orang yang berbeda pendapat dengannya sehingga tidak akan ragu untuk mengikuti cara sendiri dalam berpikir kritis. Jadi dapat dikatakan bahwa melalui langkah-langkah model kooperatif tipe think pair share memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan keteramilan berpikir kritis siswa.

4. Mata Pelajaran IPS di SD

Savage dan Armstrong (1996:9) mengadopsi definisi Social studies dari National Council for the Social Studies (NCSS) bahwa:

(48)

30

citizens of culturally diverse, democratic society in an interdependent world.

Dari penjelasan National Council for the Social Studies (NCSS) di atas prinsipnya bahwa Social Studies adalah suatu kajian terbaru dari ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu kemanusiaan untuk meningkatkan kemampuan kewarganegaraan. Di dalam program pendidikan di sekolah, Social Studies menyediakan kejadian terkoordinasi dan sistematis dengan mengambil dari disiplin-disiplin sosial, seperti antropologi, arkeologi, ekonomi, geografi, sejarah, hukum, ilmu politik, agama dan sosiologi. Social Studies juga disesuaikan dengan ilmu-ilmu kemanusiaan, seperti matematika dan ilmu-ilmu lain. Tujuan utama Social Studies adalah untuk membantu generasi muda mengembangkan kemampuan untuk menghasilkan informasi dan keputusan yang beralasan untuk warga negara yang baik di kebudayaan yang beragam, masyarakat demokratis di dunia yang mandiri. Di Indonesia sendiri istilah social studies mengacu pada pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang sering disingkat dengan IPS. Susanto (2016: 137) juga menjelaskan bahwa IPS merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar, manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang mendalam kepada siswa, khususnya tingkat dasar dan menengah.

(49)

31

values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik.

Peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji disiplin ilmu dari ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan yang dikemas secara ilmiah. Tujuan IPS yaitu untuk mempersiapkan siswa agar menguasai pengetahuan, nilai dan keterampilan yang digunakan untuk menghasilkan informasi dan keputusan dalam berpartisipasi menjadi warga negara yang baik.

Sapriya (2012: 20) menjelaskan bahwa istilah IPS di sekolah dasar merupakan nama mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai integrasi dari sejumlah konsep disiplin ilmu sosial, humaniora, sains bahkan berbagai isu dalam sosial kehidupan. Sapriya menjelaskan lebih lanjut, materi IPS untuk jenjang sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena yang lebih dipentingkan adalah dimensi pedagogik dan psikologis serta karakteristik keterampilan berpikir peserta didik.

(50)

32

dan memenuhi kebutuhan siswa di masyarakat. Akbar & Sriwiyana (2010: 78) juga mengungkapkan bahwa mata pelajaran IPS di SD dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan masyarakat yang dinamis.

Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi menyatakan bahwa pendidikan IPS di SD memiliki tujuan, yaitu:

a. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan degan kehidupan masyarakat dan lingkungannya.

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial. c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan

kemanusiaan.

d. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasioal dan global. Susanto (2014: 37) menjelaskan bahwa hakikat pembelajaran IPS adalah untuk membekali siswa memiliki keterampilan dasar berpikir logis dan kritis sehingga mampu memecahkan masalah, memahami nilai sosial dan berkomunikasi. Susanto melanjutkan bahwa tiga keterampilan tersebut diharapkan siswa akan mampu membuat keputusan-keputusan, sehingga mereka mampu memecahkan masalah pribadinya dan membentuk kebijakkan umum dengan cara berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial. Keterampilan dalam memecahkan masalah memerlukan keterampilan berpikir pada siswa.

Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut ini; (a) manusia, tempat, dan lingkungan; (b) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; (c) sistem sosial dan budaya; dan (d) perilaku ekonomi dan kesejahteraan.

(51)

33

Standar isi dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdiri dari standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sapriya (2009: 200) mengungkapkan bahwa standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian dan penilaian. Guru dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan standar proses dan standar penilaian. Adapun standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS kelas V dijabarkan sebagi berikut:

Tabel 1. SK dan KD Kelas V

STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1.Menghargai berbagai peninggalan dan tokoh sejarah yang berskala nasional pada masa Hindu-Budha dan Islam, keragaman kenampakan alam dan suku bangsa, serta kegiatan ekonomi di Indonesia.

1.1 Mengenal makna peninggalan-peninggalan sejarah yang berskala nasional dari masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia.

1.2 Menceriterakan tokoh-tokoh sejarah pada masa Hindu-Budha dan Islam di Indonesia.

1.3 Mengenal keragaman kenampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu di Indonesia dengan menggunakan peta/atlas/globe dan media lainnya.

1.4 Menghargai keragaman suku bangsa dan budaya di Indonesia. 1.5 Mengenal jenis-jenis usaha dan kegiatan ekonomi di Indonesia

2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankaan kemerdekaan Indonesia.

2.1 Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

2.2 Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

2.3 Menghargai jasa dan peranan tokoh

dalam memproklamasikan

kemerdekaan.

(52)

34

kemerdekaan Indonesia dengan kompetensi dasar 2.2 menghargai jasa dan peranan tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti IPS untuk jenjang SD tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena yang lebih mementingkan dimensi sikap, keterampilan-keterampilan dasar serta karakteristik keterampilan-keterampilan berpikir peserta didik. Berdasarkan hal tersebut maka pembelajaran IPS harus mengajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar, sikap, minat di samping pemahaman materi pembelajaran.

5. Pembelajaran IPS dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

Susanto (2014: 37) menjelaskan bahwa hakikat pembelajaran IPS adalah untuk membekali siswa memiliki keterampilan dasar berpikir kritis sehingga mampu memecahkan masalah, memahami nilai sosial dan berkomunikasi. Hal tersebut juga terdapat pada Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi menyatakan bahwa pendidikan IPS. Sapriya (2012: 20) menjelaskan, pembelajaran IPS untuk jenjang sekolah dasar tidak terlihat aspek disiplin ilmu karena yang lebih dipentingkan adalah dimensi pedagogik dan psikologis serta karakteristik keterampilan berpikir peserta didik. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pembelajaran IPS di SD mementingkan aspek afektif dan psikomotor dari pada aspek kognitif termasuk didalamnya pengembangembangan keterampilan berpikir kritis.

(53)

35

kritis. Santrock (2006:216) mengungkapkan bahwa untuk berpikir secara kritis atau mempelajari setiap pengetahuan baru, anak-anak harus mengambil peran yang aktif di dalam belajar. Beyer (dalam Sapriya, 2009: 147) mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran IPS dapat ditempuh dengan pembelajaran direktif atau langsung. Beyer melanjutkan bahwa dengan pembelajaran direktif siswa diberikan kesempatan untuk menguasai dan memahami betul komponen dalam keterampilan berpikir kritis.

Slavin (dalam Susanto, 2014: 222) mengungkapkan bahwa model pembelajaan kooperatif dapat membantu guru untuk menumbuhkan suasana pembelajaran yang membangun siswa untuk telibat secara optimal selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Slavin melanjutkan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran siswa bukan objek semata, melainkan juga berperan sebagai tutor bagi siswa lainnya. Hal tersebut terjadi karena siswa memiliki tanggung jawab dasar ganda, yaitu mempelajari dan memahami materi, serta membantu teman belajarnya untuk mampu memahani dan mengerti sebagaimana yang ada pada dirinya.

(54)

36

pasangan belajar yang heterogen untuk mendiskusikan lembar kerja siswa (LKS) dengan saling membantu antar teman sehingga akan terbentuk tutor sebaya (peer teaching). Santrock (2007: 268) menerangkan bahwa melalui teman sebaya siswa

mendapat umpan balik tentang keterampilan-keterampilan mereka dalam kelompok sebaya. Siswa juga mampu mengevaluasi dengan membandingkan apakah yang dilakukan lebih baik daripada apa yang dilakukan oleh siswa lain. Sulit melakukan ini di umah karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih muda. Pada tahap sharing, siswa menyampaikan hasil pekerjaannya di depan kelas secara perwakilan setiap kelompok satu siswa.

Pembelajaran IPS melalui model pembelajaran kooperatif tipe think pair share tidak mementingkan pencapaian hasil belajar saja tetapi siswa juga dapat mengembangkan keterampilan siswa meliputi keterampilan sosial maupun keterampilan berpikir. Siswa dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis melalui merespon pertanyaan, diskusi dengan teman sebaya dan memberi tanggapan.

6. Perkembangan Anak Usia SD

Piaget (dalam Jahja 2011: 115) membagi skema yang perkembangan anak menjadi:

a. Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun). b. Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun). c. Tahap operasional konkrit (usia 7-11 tahun).

(55)

37

Melihat anak usia SD antara tujuh sampai sebelas atau dua belas tahun, anak usia SD berdasarkan teori Piaget masuk kedalam tahap operasional konkret.

Desmita (2011: 35) menyatakan bahwa anak usia SD memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda. Siswa senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan sesuatu secara langsung. Selanjutnya, Syah (2010: 71-72) mengutip pendapat Piaget bahwa pemahaman terhadap aspek kuantitatif materi merupakan ciri khas perkembangan kognitif anak berusia 7-11 tahun. Perolehan keterampilan tersebut diiringi dengan banyak kurangnya egosentris anak. Anak sudah mulai memiliki kemampuan mengkoordinasikan pandangan-pandangan orang lain dengan padangannya sendiri, dan memiliki persepsi positif bahwa pandangannya hanyalah satu dari berbagai pandangan orang lain. Jadi, pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari sudut karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa.

(56)

38

pesat mengembangkan keterampilan kognitifnya. Slavin melanjutkan bahwa siswa juga memiliki keterampilan memikirkan pemikiran siswa sendiri dan mempelajari bagaimana belajar.

Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat dipahami bahwa pada tahap operasional konkret ini siswa mengalami peningkatan keterampilan berpikir seperti mampu mempertimbangkan secara logis yang diiringi dengan menurunnya egosentris pada siswa. Siswa juga menyukai kegiatan bekerja dalam kelompok sehingga dalam kegiatan pembelajaran siswa menyuaki kegiatan diskui. Selain itu, siswa mampu mengkoordinasikan pandangan-pandangan orang lain dengan padangannya sendiri dalam kegiatan kelompok atau sosial sehingga dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu:

(57)

39

dengan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dengan siswa yang tidak diberi perlakuan (kelompok kontrol). Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan yang nyata maka dilakukan analisis statistik dengan uji-t, yang didapatkan harga t sebesar 5,297. Dengan demikian penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe think pair share terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas IV.

2. “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS melalui model Think pair share dengan Media Audio Visual pada Siswa Kelas IV SDN Ngijo 01 Kota Semarang”, oleh Feri Adi Setyawan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SD N Ngijo 01 Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Keterampilan guru pada siklus I memperoleh skor 26 dengan kategori baik, siklus II memperoleh skor 29 dengan kategori baik dan pada siklus III memperolah 31 dengan kategori sangat baik. (2) Aktivitas siswa pada siklus I memperoleh skor 22,1 kategori cukup, pada siklus II memperoleh skor 28,25 kategori baik dan pada siklus II memperoleh skor 31,05 kategori sangat baik, (3) Persentase ketuntasan klasikal pada siklus I 40%, meningkat pada siklus II menjadi 55%, dan meningkat pada siklus III menjadi 80%. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa penerapan model kooperatif think pair share pada pembelajaran IPS dapat menningkatkan kualitas pembelajaran IPS kelas IV SDN Ngijo 01 Kota Semarang.

(58)

40

Puluhan Klaten”, oleh Nurul Ma’rifah. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran PKn siswa kelas V SD Negeri 3 Puluhan Klaten. Hasil penelitian menunjukkan skor rerata pra tindakan sebesar 64,5 menjadi 69,63 pada siklus I dan meningkat menjadi 78,25 pada siklus II. Selain itu, siswa yang mencapai kriteria keberhasilan mengalami peningkatan dari 43,75% pada pra tindakan menjadi 65,5% pada siklus I dan meningkat menjadi 87,5% pada siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif think pair share dalam pembelajaran PKn dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Dari hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan prestasi belajar maupun kualitas dalam pembelajaran IPS pada siswa SD kelas IV. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Nurul Ma’rifah bahwa model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran PKn.

C.Kerangka Berpikir

(59)

41

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menyediakan bekal bagi siswa dalam memberikan keterampilan agar mampu memecahkan masalah pribadi dan sosial secara kritis. Keterampilan berpikir kritis diperlukan bagi siswa Sekolah Dasar (SD) dalam menghadapi masalah maupun menerima pengetahuan. Keterampilan ini menuntut siswa untuk merumuskan masalah, menganalisis, membandingkan atau menaksir dan memutuskan kesimpulan yang disertai alasan yang dapat dipercaya.

Mengingat keterampilan berpikir kritis siswa masih rendah maka perlu adanya suatu tindakan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan didorong untuk berlatih berpikir dan bertanggung jawab menyelesaikan tugasnya melalui kerja sama. Selain itu, pembelajaran kooperatif juga mendorong untuk aktif dalam mengemukakan idenya. Dalam kegiatan ini, siswa cenderung untuk mempertahankan pendapatnya hingga timbul tantangan karena interaksi dengan siswa lain yang memiliki informasi dan cara pandang yang belum tentu sama, sehingga siswa berlatih untuk berpikir secara kritis.

(60)

42

pertanyaan agar siswa mampu mengungkapkan pendapatnya dan mengajukan pertanyaan. Pada tahap Pairing, siswa mendiskusikan permasalahan atau pertanyaan yang diberikan oleh guru secara berpasangan. Pada tahap ini siswa akan terdorong untuk memahami dan mempertimbangkan pandangan orang lain. Pada akhirnya siswa akan membagikan hasil kegiatan diskusinya di depan kelas pada tahapan sharing. Pada tahap sharing siswa selain menyampaikan hasil pekerjaannya juga diberi kesempatan untuk memberi tanggapan hasil pekejaan temannya sehingga mendorong siswa untuk mengungkapkan pendapat yang dipercayainya. Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share memberikan kesempatan untuk siswa berpikir secara mendalam tentang permasalahan atau pertanyaan.

(61)

43 D.Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti dapat merumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Keterampilan berpikir kritis pada siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen Trucuk Klaten dapat ditingkatkan menggunakan model pembelajaran kooperatif think pair share.

E.Definisi Operasional

1. Keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan berpikir seseorang secara mendalam tentang bebagai hal dengan ciri-ciri mampu menganalisis pokok-pokok pertanyaan dengan cermat, menggunakan fakta-fakta secara tepat dan jujur, mengorganisasikan pikiran dan mengungkapkannya dengan jelas, logis atau masuk akal, menyangkal argumen yang tidak relevan dan menyampaikan argumen yang relevan dan merumuskan kesimpulan yang valid.

2. Model Pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan model pembelajaran merupakan model pembelajaran dimana siswa diberi kesempatan untuk memproses informasi belajar melalui diskusi dalam kelompok dengan kemampuan yang berbeda. Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share memiliki tiga tahapan yaitu tahap thinking, pairing dan sharing. Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share dengan sintaks

(62)

44

(63)

45 BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Supardi dkk (2015: 194-197) PTK merupakan suatu penelitian yang akar permasalahannya muncul di kelas, dan dirasakan langsung oleh guru yang bersangkutan sehingga sulit dibenarkan jika ada anggapan bahwa permasalahan dalam PTK diperoleh dari persepsi/renungan seorang peneliti. Supardi (2015:197) melanjutkan bahwa fokus pada PTK terletak pada tindakan-tindakan alternatif yang direncanakan oleh pendidik, kemudian dicobakan dan kemudian dievaluasi apakah tindakan-tindakan alternatif itu dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi oleh pendidik atau tidak. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe think pair share untuk dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas VA yang dilakukan secara bersiklus pada mata pelajaran IPS di SD Negei 1 Sajen Trucuk Klaten.

B.Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VA SD Negeri 1 Sajen Trucuk Klaten dan guru kelas yang bersangkutan. Jumlah siswa kelas VA yang akan menjadi subyek penelitian berjumlah 26 siswa terdiri dari 11 siswa putra 15 siswa putri.

C.Setting Penelitian

Gambar

Tabel 1. SK dan KD Kelas V
Gambar 1. Desain Penelitian Menurut Kemmis dan Taggart (Madya,
Tabel 2. Kisi-kisi Tes Keterampilan Berpikir Kritis Pra Tindakan
Tabel 3. Kisi-kisi Tes Keterampilan Berpikir Kritis Siklus I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maksud penelitian ini adalah untuk meninjau kondisi kinerja sistem pelayanan distribusi air bersih yang dihasilkan oleh PDAM Tirta Meulaboh terhadap pelanggan PDAM di

Dari hasil uji ketebalan rumah keong pompa pendingin sekunder yang dilaksanakan pada bulan juni 2005 menggunakan ultrasonic single layer diketahui telah

menguasainya. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa dengan menguasai bahasa. Mentawai seseorang akan lebih mudah memahami tata nilai dan berc bagai aspek

- Terdapat variasi font di dalam satu mukasurat, tiada kekemasan.. -Penggunaan effect pada font adalah melebihi

Pada hubungan balok kolom,dengan lebar balok lebih besar daripada lebar kolom, tulangan transversal yang ditentukan pada 23.4(4) harus dipasang pada hubungan tersebut

Kognitif adalah kebolehan individu untuk berfikir, memberi pendapat, memahami, mengingati perkara-perkara yang berlaku di persekitaran masing-masing.Oleh itu,aktiviti yang dilakukan

HOWS PRODUCT DESIGN WORKS.. PENENTUAN KELOMPOK

Atas dasar tersebut dilakukan penelitian pembesaran ikan selais dengan pemberian pakan dari produk berbeda dalam kantong jaring apung di perairan Tasik Betung.. Tujuan