• Tidak ada hasil yang ditemukan

Contoh Makalah Zakat dan Wakaf Tentang Manajemen Zakat dan Wakaf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Contoh Makalah Zakat dan Wakaf Tentang Manajemen Zakat dan Wakaf"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah membantu hamba-Nya dalam menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen zakat dan wakaf”. Tanpa pertolonganNya, mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk membantu mahasiswa memahami tentang zakat dan wakaf.

Zakat dan wakaf merupakan nilai instrumental system ekonomi islam. Kedua lembaga ini merupakan sarana yang sangat erat dengan pemilikan. Dilihat dari sudut pandang islam, pemilikan adalah soal yang sangat penting, sebab ia menyangkut hubungan manusia dengan harta kekayaan yang dimiliki, mengenai cara memperolehnya, fungsi hak milik, dan cara memanfaatkannya.

Mengenai cara memanfaatkan harta atau rezeki yang diberikan Tuhan, ajaran islam memberikan pedoman dan wadah yang jelas. Diantaranya melalui zakat, sebagai sarana distribusi pendapatan dan pemerataan rezeki dan kemudian wakaf sebagai sarana berbuat kebajikan bagi kepentingan masyarakat.

Dalam penyusunan makalah ini kami telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kami. Namun sebagai manusia biasa, penyusun tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian penyusun berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat sederhana.

Demikianlah, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk lebih memahami tentang zakat dan wakaf. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat membangun sehingga dapat menjadi lebih sempurna dimasa yang akan datang.

Jambi, oktober 2012

(2)

KATA PENGANTAR….….……… i DAFTAR ISI……….……… ii BAB 1 PENDAHULUAN..…..………

BAB II PEMBAHASAN………..………

BAB III PENUTUP………...

DAFTAR PUSTAKA….………..

ii

BAB I PENDAHULUAN

(3)

dengan tali, karena ia menunjukkan ikatan atau hubungan antara manusia dengan Tuhan dan anatar manusia dengan manusia.

Kedua hubungan itu harus berjalan secara serentak dan simultan. Kalau dilukiskan, garis ke atas (vertikal) menunjukkan hubungan manusia yang bersifat langsung dan tetap dengan Tuhan. Garis mendatar, horizontal, menunjukkan hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, lingkungan dan dirinya sendiri, selama ia hidup di dunia ini. Yang dituju adalah keselarasan dan kemantapan hubungan dengan Allah dan dengan sesame manusia, termasuk dirinya sendiri dan lingkungannya. Inilah aqiqah dan ini pulalah wasilah (jalan) yang dibentangkan oleh ajaran Islambagi manusia, terutama manusia yang memeluk ajaran agama itu.

Salah satu lembaga yang dianjurkan oleh ajaran Islam untuk dipergunakan oleh seseorang sebagai sarana penyaluran rezeki yang diberikan oleh Tuhan kepadanya adalah wakaf. Ada tiga sumber pengetahuan yang harus dikaji untuk memahami lembaga itu, yaitu (1) ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits serta Ijtihad para mujtahid, (2) peraturan perundang-undangan, baik yang dikeluarkan oleh Pemerintah Belanda dahulu maupun yang dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia, dan (3) wakaf yang tumbuh dalam masyarakat.

Wakaf telah mengakar dan menjadi tradisi umat Islam di manapun juga. Di Indonesia, lembaga ini telah menjadi penunjang utama perkembangan masyarakat. Hampir semua rumah ibadah, perguruan Islam dan lembaga-lembaga keagamaan Islam lainnya dibangun di atas tanah wakaf (A.Q. Basalamah, 1985 :V).

BAB II PEMBAHASAN

A. Arti dan Definisi Zakat

(4)

tumbuh dan berkembang serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka menurut ajaran Islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya). Jika dirumuskan, maka zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu pula. Syarat-syarat tertentu itu adalah nisab, haul dan kadar-nya. Menurut hadits, yang berasal dari Ibnu Abbas, ketika Nabi Muhammad mengutus Mu’az bin Jabal ke Yaman untuk mewakili beliau menjadi gubernur di sana, antara lain Nabi menegaskan bahwa zakat adalah harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak menerimanya, antara lain fakir dan miskin.

B. Prinsip-prinsip Zakat

Menurut M. A. Mannan dalam bukunya Islamic Economics: Theory and Practice (Lahore, 1970 : 285), zakat mempunyai enamprinsip, yaitu prinsip keyakinan keagamaan (faith), prinsip pemerataan (equity) dan keadilan, prinsip produktivitas (productivity) dan kematangan, prinsip nalar (reason), prinsip kebebasan (freedom), prinsip etik (ethic) dan kewajaran.

(5)

C. Tujuan Zakat

Yang dimaksud dengan tujuan zakat, dalam hubungan ini adalah sasaran praktisnya. Tujuan tersebut, selain yang telah disinggung diatas, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Mengangkat derajat fakir-miskin dan membantunya ke luar dari kesulitan hidup serta penderitaan.

2. Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh paragharimin, ibnussabil dan mustahiq lainnya.

3. Membentangkan dan membina talipersaudaraan sesama umat Islam dan manusia pada umumnya.

4. Menghilangkan sifat kikir.

5. Membersihakan sifat dengki dan iri (kecemburuan social) dari hati orang-orang miskin.

6. Menjebatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu masyarakat.

7. Mengembangkan rasa tanggung jawab social pada diri seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.

8. Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya (Pedoman zakat (4), 1982 : 27 – 28).

9. Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.

D. Hikmahnya

Zakat sebagai lembaga Islam mengandung hikmah yang bersifat rohaniah dan filosofis, hikmah itu digambarkan dalam berbagai ayat al –Qur’an (2 : 261, 2 : 267, 9 : 103, 30 : 39) dan al-Hadist. Diantara hikmah-hikmah itu adalah :

1. Mensyukuri karunia Ilahi, menumbuhsuburkan harta dan pahala serta membersihkan diri dari sifat-sifat kikir, dengki, iri serta dosa.

2. Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan. 3. Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih saying antara sesame manusia.

4. Manifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa. 5. Mengurangi kefakimiskinan yang merupakan masalah sosial.

6. Membina dan mengembangkan stabilitas sosial salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial.

(6)

Menurut para ahli hokum Islam, ada bebrapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syarat-syarat itu adalah :

1. Pemilikan yang pasti, artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.

2. Berkembang, artinya harta itu berkembnag baik secara alami berdasarkan sunnatullah maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia.

3. Melebihi kebutuhan pokok, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.

4. Bersih dari hutang, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nazar, wasiat) maupun hutang kepada sesame manusia.

5. Mencapai nisab, artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.

6. Mencapai haul, artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen (Abdullah Nasih Ulwan, 1985 : 9-15).

F. Macam-macam Zakat Zakat terdiri atas :

1. Zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga dalam hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Pada umumnya didalam kitab-kitab hukum fikih Islam harta kekayaan yang wajib dizakati atau dikeluarkan zakatnya digolongkan ke dalam kategori emas, perak, dan uang (simpanan), barang yang diperdagangkan, hasil peternakan, hasil bumi, hasil tambang dan barang temuan. Masing-masing kelompok itu berbeda nisab dan kadarnya.

(7)

setengah kg pada waktu itu, wajib membayar zakat fitrah sebagai upaya pendidikan agar orang gemar membelanjakan hartanya untuk kepentingan orang lain, kedatipun setelah mengeluarkan zakat fitrah itu ia berhak menerima bagian yang mungkin lebih besar dari yang dikeluarkannya (Yusuf al-Qardhawi, A.A. Basyir, 1975 : 51 -52).

G. Penerima Zakat

Mengenai penerima zakat dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu yang berhak dan yang tidak berhak menerima zakat sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini :

1. Yang berhak menerima zakat

Yang berhak menerima zakat menurut ketentuan al-Qur’an surah 9 (at-Taubah ayat 60, adalah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil (seperti berulang-ulang telah disebut di atas).

2. Yang tidak berhak menerima zakat

Yang tidak boleh menerima zakat adalah kelompok orang-orang berikut adalah keturunan Nabi Muhammad berdasarkan hadist Nabi sendiri, kelompok orang kaya, keluarga Muzzaki yakni keluarga orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat, orang yang sibuk beribadah sunnat untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi meluoakan kewajibannya mencari nafkah untuk diri dan keluarga dan orang-orang yang menjadi tanggungannya, dan orang yang tidak mengakui adanya Tuhan dan menolak ajarang agama. Mereka disebut mulhid atau atheis (Abdullah Nasih Ulwan, 1986 : 70-74, pedoman zakat (3), 1982 : 35-38).

H. Beberapa Permasalahan Zakat di Indonesia 1. Pemahaman Zakat

Yang dimaksud dengan pemahaman disini adalah pengertian umat Islam tentang lembaga zakat itu. Pengertian mereka sangat terbatas kalau dibandingkan dengan pengertian mereka tentang shalat dan puassa, misalnya. Ini disebabkan karena pendidikan keagamaan Islam dimasa yang lampau kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat ini. Akibatnya, karena kurang paham, umat Islam kurang pula melaksanakannya (Pedoman Zakat (2), 1982:9).

2. Konsepsi Fikih Zakat

(8)

lalu, yang dipengaruhi oleh situasi dankondisi masa itu. Perumusan tersebut banyak yang tidak tepat lagi untuk dipergunakan mangatur zakat dalam masyarakat modern sekarang saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sekarang, yang mmepunyai sektor-sektor industry, pelayanan jasa, misalanya, tidak tertampung oleh fikih zakat yang telah ada itu. Dalam fikih zakat yang ada sekarang, yang wajib dizakati hanyalah emas, perak, barang-barang niaga, makanan yang mengenyangkan, binatang peliharaan seperti unta, domba dan sebagainya. Yang demikian memang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat Islam di masa yang lalu, tetapi tidak cocok lagi dengan keadaan sekarang.

3. Pembenturan Kepentingan

Yang dimaksud dengan pembenturan kepentingan adalah pembenturan kepentingan organisasi-organisasi atau lembaga-lembaga sosial Islam yang memungut zakat selama ini dengan misalnya Bazis atau Baz sebagai lembaga atau organisasi amil zakat baru. Kalau pengumpulan zakat dilakukan secara terkoordinasi dalam badan-badan baru itu, lembaga yang lama merasa khawatir kepentingannya akan terganggu (Pedoman Zakat (1), 1982:16). Sesungguhnya, kekhawatiran ini tidak perlu ada asal saja semua dilaksanakan dengan tertib dan berencana, baik mengenai pengumpulan maupun tentang pendayagunaannya. 4. Sikap Kurang Percaya

Di samping kesadaran yang makin tumbuh dalam masyarakat Islam Indonesia tentang pelaksanaan zakat, dalam masyarakat ada juga sikap kurang percaya terhadap penyelenggaraan zakat itu. Sikap ini adalah peninggalan sejarah, seperti sikap kurang percayanya orang terhadap penyelenggaraan koperasi, karena kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pengurusnya. Namun sikap ini sangat dapat dikurangi, jika tidak dapat dihapuskan samasekali, kalau diciptakan organisasi yang baik terutama system administrasinya, pengawas yang ketat dan sempurna. 5. Sikap Tradisional

(9)

dijalan Allah. Cara dan siakp ini tidak sepenuhnya salah, namun sikap tersebut seharusnya ditinggalkan. Diantaranya untuk menghindari penumpukan harta (zakat) pada orang tertentu, padahal salah satu dari tujuan zakat adalah pemerataan rezeki untuk mencapai keadilan sosial.

I. Berbagai Upaya Pemecahan

1. Penyebarluasan Pengertian Zakat

Usaha penyebarluasan pengertian zakat secara baik dan benar, sebaiknya dilakukan melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Secara masal penyebaluasan pengertian zakat itu dapat dilakukan mellaui oenyuluhan, terutama tentang hukumnya, barang yang wajib dizakiati,pendayagunaan dan pengorganisasiannya, sesuai dengan perkembangan zaman.

2. Membuat atau Merumuskan Fikih Zakat Baru

Untuk keperluan ini harus ada kerjasama antara para ahli berbagai bidang yang erat hubungannya dengan zakat, misalnya sekeddar contoh,para ahli pengetahuan Islam, ahli (hukum) fikih, sarjana hukum, sarjana ekonomi dan sarjana sosial. Fikih zakat yang baru itu diharapkan dapat menampung perkembangan yang ada dan bakal ada di Indonesia. Mengenai barang yang wajib dizakati, sebagai sumber zakat, hendaknya disebutkan jenis barang yang bernilai ekonomis yang ada dalam masyarakat Indonesia sekarang. Di samping itu disebutkan juga penghasilan tetap dan tidak tetap seseorang yang perlu dikeluarkan zakatnya agar penghasilan yang diperoleh seseorang itu menjadi bersih dari hak orang lain dan berkah.

J. Zakat dan peundang-undangan

Potensi zakat, baik penerimaan maupun pengeluarannya cukup besar. Supaya ia menjadi riil sebagai dana untuk menanggulangi kemiskinan dan sarana pemerataan pendapatan untuk menciptakan keadilan sosial, pengelolaan sosial, pengelolaan zakat sebaiknya diatur oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan. Pengaturan melalui peraturan perundang-rundangan ini, setidak-tidaknya dengan peraturan pemerintah, tidak hanya akan memperlancar proses pengelolaan dan pendayagunaannya, tetapi juga untuk memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan pelaksanaan pengumpulan zakat. Sebagai ajaran yang menekankan pada rasa persaudaraan dan rasa kasih sayang terhadap sesama manusia.

K. Pengertian wakaf

(10)

menahan sesuatu. Pengertian menghentikan ini (kalau) dihubungkan dengan ilmu baca al-Qur’an (ilmu tajwid) adalah tata cara menyebut huruf-hurufnya, dari mana dimulai dan dimana harus berhenti. Wakaf dalam pengertian ilmu tajwid ini mengandung makna menghentikan bacaan, baik seterusnya maupun untuk mengambil nafas sementara. Menurut aturannya seorang pembaca tidak boleh berhenti di pertengahan suku kata, harus pada akhir kata di penghujung ayat agar bacaannya sempurna. Pengertian wakaf dalam makna berdiam di tempat, dikaitkan dengan wuquf yakni berdiam di Arafah pada tanggal9 Zulhijjah ketika menunaikan ibadah haji. Tanpa wuquf di Arafah tidak ada haji bagi seseorang.

Pengertian menahan (sesuatu) dihubungkan dengan harta kekayaan, itulah yang dimaksud dengan wakaf dalam uraian ini. Wakaf adalah menahan sesuatu benda untuk diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran Islam.

Di dalam kepustakaan, sinonim waqf adalah habs. Kedua-duanya kata benda yang berasal dari kata kerja waqafa dan habasa, artinya menghentikan, menahan seperti yang dikemukakan di atas. Bentuk jamaknya adalah awqaf untuk waqf dan ahbas untuk habs. Perkataan habs atau ahbas biasanya dipergunakan di Afrika Utara di kalangan pengikut mazhab Maliki.

Di dalam al-Qur’an surah al-Haj (22) ayat 77 Tuhan memerintahkan agar manusia berbuat kebaikan supaya hidup manusia itu bahagia.di surah lain Allah memrintahkan manusia untuk membelanjakan (menyedekahkan) hartanya yang baik (2 :267). Dalam surah al-Imran (3) ayat 92 Tuhan menyatakan bahwa manusia tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali jika ia menyedekahkan sebagian dari harta yang disenanginya (pada orang lain). Menurut hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Muslim berasal dari Abu Hurairah, seorang manusia yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal perbuatannya,kecuali pahala tiga amalan yaitu pahala amalan shadaqah jariyah (sedekah yang pahalanya tetap mengalir) yang diberikannya selama ia hidup, pahala ilmu yang bermanfaat (bagi orang lain) yang diajarkannya selama hayatnya, dan doa anak (amal) saleh yakni anak yang membalas guna orang tuanya dan mendoakan ayah-ibunya kendatipun orangtuanya itu telah tiada bersama dia di dunia ini. Para ahli sependapat bahwa yang dimaksud dengan (pahala) shadaqah jariyah dalam hadist itu adalah (pahala) wakaf yang diberikannya di kala seseorang masih hidup (A. A. Basyir, 1977 : 7).

(11)

hibah maupun dengan warisan, serta untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan ajaran Islam.

L. Unsur-Unsur Wakaf

1. Orang yang Mewakafkan Hartanya (Wakif)

Orang yang mewakafkan hartanya, dalam istilah hukum Islam disebut wakif. Seorang wakif haruslah memenuhi syarat untuk mewakafkan hartanya, di antaranya adalah kecakapan bertindak, telah dapat mempertimbangkan baik buruknya perbuatan yang dilakukannya dan benar-benar pemilik harta yang diwakafkan itu. Mengenai harta yang diwakafkan perlu dicatat bahwa harta itu harus bebas dari beban hutang pada orang lain. Kalau ada, beban itu harus diangkat lebih dahulu supaya dengan tindakannya itu wakif tidak merugikan orang lain. Seorang wakif tidak boleh mencabut kembali wakafnya dan dilarang pula menuntut agar harta yang sudah diwakafkan dikembalikan ke dalam (bagian) hak miliknya.

2. Harta yang Diwakafkan (Mauquf)

Barang atau benda yang diwakafkan (mauquf) haruslah memenuhi syarat-syarat berikut. Pertama, harus tetap zatnya dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama, tidak habis sekali pakai. Pemanfaatan itu haruslah untuk hal-hal yang berguna,halal dan sah menurut hukum. Kedua, harta yang diwakafkan itu haruslah jelas wujudnya dan pasti batas-batasnya (jika berbentuk tanah). Ketiga, benda itu sebagaimana disebutkan diatas, harus benar-benar kepunyaan wakif dan bebas dari segala beban. Keempat, harta yang diwakafkan itu dapat berupa benda dapat juga berupa benda bergerak seperti buku-buku, saham, surat-surat berharga dan sebagianya. Kalau ia berupa saham atau modal, haruslah diusahakan agar penggunaan modal itu tidak untuk usaha-usaha yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan hukum Islam, misalnya untuk mendirikan atau membiayai tempat perjudian atau usaha-usaha maksiat lainnya (A.A. Basyir, 1977:10:A. Wasit Aulawi, 1975:3).

3. Tujuan Wakaf (Mauquf ’alaih)

(12)

Tujuan wakaf itu harus dapat dimasukkan ke dalam kategori ibadah pada umumnya, sekurang-kurangnya tujuannya harus merupakan hal yang mubah menurut ukuran (kaidah) hukum Islam. Adalah mubah atau jaiz atau boleh saja kalau misalnya orangmewakafkan tanahnya untuk kuburan, pasar,lapangan olahraga, dan sebaginya dalam rangka pelaksanaan ibadah umum atau ibadah amah. Kalau tujuan wakaf itu untuk kepentingan umum, maka harus ada badan yang mengurusnya.

4. Pernyataan (Sighat) Wakif

Pernyataan wakif yang merupakan tanda oenyerahan barang atau benda yang diwakafkan itu, dapat dilakukan dengan lisan atau tulisan. Dengan penyataan itu, tanggallah hak wakif atas benda yang diwakafkannya.

M. Syarat-syarat Wakaf

Di samping rukun-rukun wakaf tersebut di atas, ada pula syarat-syarat sahnya suatu pewakafan benda atau harta seseorang. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut : 1. Perwakafan benda itu tidak dibatasi untuk jangka waktu tertentu saja, tetapi untuk untuk selama-lamanya. Wakaf yang dibatasi waktunya untuk lima tahun saja misalnya, adalah tidak sah.

2. Tujuannya haruis jelas, tanpa menyebutkan tujuan secara jelas,pewakafan tidak sah.namun apabila seorang wakif menyerahkan tanahnya kepada suatu badan hukum tertentu yang sudah jelas tujuan dan usahanya, wewenang untuk penentuan tujuan wakaf itu berada pada badan hukum yang bersangkutan sesuai dengan tujuan badan hukum itu

3. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakif tanpa menggantungkan pelaksanaannya pada suatu peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

N. Macam Wakaf

1. Wakaf Keluarga atau Wakaf Ahli

(13)

2. Wakaf Umum

Yang dimaksud dengan wakaf khairi atau wakaf umum adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk mesjid, madrasah,pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim-piatu, tanah pekuburan dan sebagainya. Wakaf khairi atau wakaf umum inilah yang paling sesuai dengan ajaran Islam dan yang dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun ia telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih dapat diambil manfaatnya. Dari bentuk-bentuknya tersebut diatas, wakaf khairi ini jelas merupakan wakaf yang benar-benar dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat dan merupakan salah satu sarana penyelenggaraan kesejahteraan masyarakat baik dalam bidang keagamaan maupun dalam bidang ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan (A.A. Basyir, 1977:15).

O. Pemilikan Harta Wakaf

Para ahli hukum (fikih) Islam sependapat bahwa sebelum harta yang diwakafkan, pemiliknya adalah orang yang mewakafkannya. Dan setelah harta wakaf itu diwakafkan oleh wakif, pemilikannya beralih kepada Allah dan manfaatnya menjadi hak mauqul ‘alaih ( : orang atau orang yang berhak memperoleh hasil harta wakaf itu). Sebab, menurut pendapat umum, begitu wakif selesai mengucap ikrar wakaf seketika itu juga pemilikan harta yang di wakafkannya tanggal (lepas) dari tangannya dan berpindah (kembali) menjadi milik Allah, tidak pada orang atau badan yang disebut dalam tujuan wakaf itu. Dengan kalimat lain, pemilikan atas harta wakaf, setelah ikrar wakaf diucapkan oleh wakif, berpindah (kembali) kepada Allah, tidak tetap di tangan wakif dan tidak pula berpindah menjadi milik mauquf ‘alaih.

Dengan demikian, harta wakaf itu menjadi amanat Allah yang memerlukan orang atau badan hukum mengurus atau mengelolanya. Orang atau badan yang mengurus wakaf disebut nadzir atau mutawalli.

P. Pengurus Wakaf : Nadzir atau Mutawalli

(14)

telah dewasa, berakal sehat, dapat dipercaya dan mampu menyelenggarakan segala urusan yang berkenaan dengan harta wakaf.

Nadzir berhak mendapatkan upah untuk jerih payahnya mengurus harta wakaf, selama ia melaksanakan tugasnya dengan baik. Besarnya sesuai ketentuan wakif, biss sepersepuluh, seperdelapan dari hasil tanah yang diwakafkannya atau berapa saja yang pantas menurut pertimbangan wakif. Nadzir wakaf adalah orang yang memegang amanat pemeliharaan dan pengurusan wakaf sesuai dengan wujud dan tujuannya. Yang berhak menentukan nadzir wakaf adalah wakif. Mungkin ia sendiri yang menjadi nadzir, mungkin pula diserahkannya kepada orang lain, baik perorangan maupun organisasi. Agar pewakafan dapat terselenggara dengan sebaik-baiknya,pemerintah berhak campur tangan mengeluarkan berbagai peraturan mengenai perwakafan, termasuk menentukan nadzirnya (A.A.Basyir, 1977:19, Abdoerraoef, 1970:131).

Q. Penerapan Fikih Wakaf di Indonesia

Penerapan fikih wakaf di Indonesia, terdapat perkembangan. Kalau sebelum tahun tujuh puluhan, untuk memahami fikih wakaf di Indonesia hanya dipergunakan pendapat ahli mazhab Syafi’I, namun, setelah tahun tujuh puluhan ketika para hakim pengadilan agama telah banyak dijabat oleh alumni IAIN, tampak perubahan orientasi, tidak terbatas lagi hanya pada fikih Islam mazhab Syafi’i, tetapi sudah meluas, berkembang meliputi juga paham yang tumbuh dalam mazhab hukum (fikih) Islam lainnya. Dengan demikian, pemahaman dan penerapan fikih wakaf di tanah air kita telah berkembang pula baik dalam teori maupun dalam putusan Badan Pengadilan Agama.

R. Bentuk Wakaf di Indonesia

(15)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

(16)

optimal. Dengan adanya BAZNAS dan LAZ diharapkan pengelolaan zakat lebih terarah sehingga tujuan orang berzakat dapat tercapai. Diharapkan juga undang-undang Wakaf dan Badan Wakaf Indonesia segera terealisasi, sehingga wakaf dapat dikelola secara prodoktif dan dapat mewujudkan kesejahteraan dan keadilan social dalam masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Menjelang dan pada awal pembaharuan (1800 M) umat Islam diberbagai negara, telah menyimpang dari ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.. Pemyimpangan itu

Ajaran agama Islam yang bersumber dari Al Quraan dan hadits serta diajarkan oleh Nabi Muhammad, untuk seorang negarawan harus memiliki beberapa karakter

49 Kinerja Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Dalam Membina Peningkatan Profesionalisme Guru Pada Lembaga Pendidikan Islam (Studi Multi Kasus Di SDI Surya Buana Dan SD

 Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan al- Hadits,

Bahwa kelahiran dan peran serta Lembaga Dakwah Islam Indonesia yang dilandasi oleh semangat melaksanakan ajaran agama Islam berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits

Materi sumber Hukum Islam mengajak mahasiswa untuk memahami sumber- sumber ajaran Islam yakni Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijtihad, sehingga mereka meyakini bahwa Al-Qur’an adalah wahyu

Dalam prakteknya, semua orang dapat melakukan ijtihad dalam bidang tertentu yang menjadi spesialisasinya atau yang disebut dengan al-Mujtahid al-Juz’i, yakni seseorang

Qur’an Hadits merupakan unsur mata pelajaran PAI pada madrasah yang memberikan pendidikan kepada siswa untuk memahami al-Qur’an dan Al-hadits sebagai sumber ajaran Agama Islam dan