• Tidak ada hasil yang ditemukan

GEOGRAFI DIALEK BAHASA MENTAWAI DI KECAMATAN SIBERUT SELATAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GEOGRAFI DIALEK BAHASA MENTAWAI DI KECAMATAN SIBERUT SELATAN."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA MENTAWAI

DI KECAMATAN SIBERUT SELATAN

TESIS

Tesis ini Ditulis sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

RIA FEBRINA

BP. 1121215026

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS ANDALAS

(2)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA MENTAWAI DI KECAMATAN SIBERUT SELATAN

Oleh: Ria Febrina

(Pembimbing I: Prof. Dr. Hj. Nadra, M.S., II: Dr. Fajri Usman, M.Hum.)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan variasi fonologis, morfologis, dan leksikal; (2) mendeskripsikan daerah sebaran masing-masing variasi fonologis, morfologis, dan leksikal; dan (3) menentukan klasifikasi variasi bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan berdasarkan hasil penghitungan dialektometri.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data. Pada tahap pengumpulan data, digunakan metode Simak Bebas Libat Cakap (SBLC) dan metode Simak Libat Cakap (SLC). Pada tahap analisis data, semua isolek dari semua daerah pengamatan dibandingkan, dilihat perbedaan-perbedaannya, dan digunakan untuk memperkirakan batas-batas dialek yang ada di Kecamatan Siberut Selatan. Perbedaan fonem, diftong, morfem, dan leksikal pada daerah pengamatan dimasukkan ke dalam daerah sebaran dialek. Untuk membagi daerah bahasa tersebut ke dalam daerah dialek, secara statistik digunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode dialektometri. Pada tahap penyajian hasil analisis data, digunakan metode formal (tanda dan lambang), serta metode informal (uraian dengan kata-kata biasa).

(3)

Salappak (titik pengamatan 2); (3) Subdialek Muntei (titik pengamatan 3); dan (4) Subdialek Maileppet dan Muara Siberut (titik pengamatan 4—5).

Bahasa Mentawai yang digunakan di Kecamatan Siberut Selatan ditemukan bervariasi karena kondisi geografis daerah yang terletak di pedalaman dan pesisir pantai. Bahasa Mentawai yang digunakan di pedalaman, seperti Desa Salappak dan Desa Magossi ditemukan sedikit memiliki variasi. Hal tersebut disebabkan oleh daerah yang terisolir. Sementara itu, bahasa Mentawai yang digunakan di pesisir pantai, seperti Desa Muntei, Desa Maileppet, dan Desa Muara Siberut ditemukan banyak memiliki variasi. Hal tersebut disebabkan oleh penduduk yang bervariasi datang dari luar Kecamatan Siberut Selatan.

(4)

GEOGRAPHY DIALECT OF MENTAWAI IN DISTRICT OF SOUTH SIBERUT

By: Ria Febrina

(Supervisor I: Prof. Dr. Hj. Nadra, M.S., II: Dr. Fajri Usman, M. Hum.)

ABSTRACT

This research aims to (1) describe the phonological, morphological, and lexical variations, (2) describe the distribution area of each of the various phonological, morphological, and lexical variations, and (3) determine the classification of language variation of Mentawai in the District of South Siberut based on the results of the dialektometri calculation.

This research is the descriptive qualitative and quantitative study. This research was conducted through three steps. There are the data collection, data analysis, and presenting the results of analysis. The data are collected by using observational method. The data are analyzed by observing of all isolect regions compared. Reseacher looked the differences and they are used to estimate the dialect boundaries in the District of South Siberut. The variation of phonemes, diphthongs, morphemes, and lexical are incorporated into the local dialect distribution. Dividing of the area into language dialect is done by using quantitative approach. The presenting the result is by using formal (signs and symbols) and informal methods (description of ordinary words).

(5)

The language variety found in the Southen Siberut is caused by the geographic condition: the areas are in the rural and along the beach. The number of varieties in the rural (Salappak and Magossi) was found sewer compared to the language used along the beach (Muntei, Maileppet, and Muara Siberut). The speakers from the rural are isolated from others, weres the speakers from along the beach are heterogence. Many visitors come in and out of the areas every time. The variety was found so many.

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa Mentawai merupakan bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Bahasa Mentawai digunakan untuk

berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari, termasuk dalam aktivitas di sekolah, di kantor, di tempat keagamaan, di pasar, dan di berbagai fasilitas umum lainnya. Meskipun demikian, bahasa Mentawai yang dituturkan oleh masyarakat di Kabupaten

Kepulauan Mentawai juga memiliki variasi yang bersifat lokal. Nadra (1997:1—2) menyatakan bahwa dalam suatu bahasa terdapat berbagai variasi yang bersifat lokal.

Variasi yang bersifat lokal tersebut dapat diketahui melalui penelitian geografi dialek. Penelitian geografi dialek akan memetakan dialek yang terdapat dalam satu wilayah bahasa yang sama. Hal tersebut juga diperlukan dalam memetakan dialek di

Kabupetan Kepulauan Mentawai yang berada dalam satu wilayah bahasa, yaitu bahasa Mentawai. Di Kabupaten Kepulauan Mentawai, terdapat variasi bahasa Mentawai

yang bersifat lokal. Novita (2009:238—239) menyatakan bahwa masyarakat Mentawai memiliki dialek yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Masyarakat di Kecamatan Pulau Siberut misalnya, menggunakan dialek yang memiliki kekhasan

(7)

dengan masyarakat di Kecamatan Siberut Selatan. Namun, dialek bahasa Mentawai

yang dibedakan oleh Novita (2009) di Kabupaten Kepulauan Mentawai tersebut belum digambarkan secara lengkap karena daerah pengamatan yang dipilih oleh Novita

sangat terbatas. Padahal, penelitian geografi dialek diharapkan dapat memetakan dialek yang tersebar pada keseluruhan wilayah bahasa yang sama. Oleh karena itu, diperlukan lagi penelitian lebih lanjut mengenai geografi dialek bahasa Mentawai.

Masyarakat yang menuturkan bahasa Mentawai pada Kecamatan Siberut Selatan dicurigai memiliki variasi dalam menuturkan kata tertentu jika dilihat pada beberapa

daerah yang terdapat di dalamnya. Misalnya, perbedaan antara masyarakat yang berada di daerah pesisir pantai dan di daerah pedalaman. Salah satu penyebabnya adalah jarak

geografis yang berjauhan antara pesisir pantai dengan pedalaman di Kecamatan Siberut Selatan. Bahkan, dari pengamatan di lapangan pada masa penelitian di bulan Oktober (2012) lalu, perbedaan justru banyak terjadi antara masyarakat di pedalaman hulu dan

pedalaman hilir. Kedua wilayah ini dihubungkan oleh sungai yang sama, namun masyarakat menilai dari bukti-bukti linguistik yang tampak secara leksikal bahwa

dialek yang berkembang di pedalaman hulu—yang secara geografis berada di pedalaman dan jauh dari pesisir pantai—memiliki kesamaan dengan dialek yang berada di pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan. Sementara itu, dialek yang

(8)

Variasi bahasa yang bersifat lokal di Kecamatan Siberut Selatan dapat dilihat

pada data yang diperoleh dari informan yang berada di pedalaman ketika mengungkapkan kata-kata tertentu—yang ternyata memiliki perbedaan, baik secara bunyi maupun secara leksikal—jika dibandingkan dengan kata-kata yang dituturkan oleh masyarakat di pesisir pantai.

Variasi bunyi dapat dilihat pada kata ‘sedikit’ yang dituturkan oleh masyarakat bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan sebagai berikut.

Desa Magossi [boyso?]

Desa Salappak [boyro?] Desa Muntei [goyso?]

Desa Maileppet [goyso?] Desa Muara Siberut [goyso?]

Variasi leksikal, dapat dilihat pada kata ‘pertama’ yang dituturkan oleh masyarakat Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan sebagai berikut.

Desa Magossi [boyki?]

Desa Salappak [panandan niya] Desa Muntei [siboyki?] Desa Maileppet [sikasara]

Desa Muara Siberut [sikasara]

Pada kelima daerah tersebut, ditemukan variasi bahasa yang perlu dilakukan

(9)

Kecamatan Siberut Selatan beserta penyebarannya. Variasi bahasa yang ditemukan

juga akan dikemukakan dalam bentuk peta unsur bahasa.

Dalam menentukan variasi bahasa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan,

akan dipertimbangkan beberapa tolok ukur pembeda dialek dan bahasa. Tolok ukur pembeda dialek dan bahasa dinyatakan sebagai berikut.

Tolok ukur yang dapat digunakan itu antara lain adalah: (1) tolok ukur saling memahami; (2) bahasa adalah tuturan yang digunakan di daerah yang mempunyai angkatan bersemjata; (3) sikap penutur; (4) faktor geografis; (5) faktor politis, (6) faktor historis, (7) budaya, dan (8) otonomi. (Nadra dan Reniwati, 2009:14)

Berbagai tolok ukur yang digunakan untuk menentukan adanya perbedaan dialek

atau bahasa tersebut, menurut Nadra dan Reniwati (2009:19), masih mempunyai kelemahan. Oleh karena itu, diperlukan penghitungan secara statistik untuk mengukur

persentase perbedaan dialek atau bahasa yang sedang diperbandingkan antardesa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan. Dalam penelitian tersebut, penghitungan secara statistik akan menggunakan metode dialektometri untuk mengukur persentase

perbedaan yang ditemukan antardesa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan. Bertitik tolak dari gambaran tersebut, penelitian mengenai variasi bahasa yang

bersifat lokal yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan akan dilakukan dalam

“Geografi Dialek Bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan”. Dalam penelitian

ini, akan dijelaskan variasi bahasa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan. Variasi

(10)

Siberut Selatan tersebut ke dalam kategori perbedaan dialek, subdialek, wicara, atau

justru tidak ada perbedaan.

1.2 Ruang Lingkup dan Pembatasan Masalah

Bahasa Mentawai memiliki variasi bahasa yang bersifat lokal atau disebut dengan dialek. Dialek yang terdapat dalam bahasa Mentawai akan terlihat jika

dijelaskan dalam peta bahasa dan diukur dengan menggunakan penghitungan perbedaan secara statistik melalui metode dialektometri. Pemetaan sebuah bahasa

diharapkan mampu menjelaskan penyebaran dialek-dialek yang ada di dalamnya. Apalagi, bahasa Mentawai diprediksi masih memiliki keaslian karena interaksi yang

terjadi antara masyarakat di dalamnya masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penelitian bahasa Mentawai perlu dilakukan karena penelitian yang berkaitan dengan bahasa tersebut juga masih terbatas.

Penelitian ini akan dibatasi pada “Geografi Dialek Bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan”. Variasi bahasa yang diteliti akan dilihat pada penggunaan bahasa Mentawai oleh masyarakat yang berada di wilayah pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan dan masyarakat yang berada di wilayah pedalaman Kecamatan Siberut Selatan. Isolek-isolek yang dituturkan masyarakat yang berada di pedalaman dan

pesisir pantai tersebut akan dijelaskan variasi-variasi yang terdapat pada daerah yang menjadi titik pengamatan di Kecamatan Siberut Selatan. Daerah yang menjadi titik

(11)

tersebut disebabkan oleh isolek yang dituturkan oleh masyarakat di pedalaman dan

pesisir pantai berbeda. Bahkan, perbedaan juga terlihat pada daerah pedalaman hulu dan hilir. Kedua wilayah ini dihubungkan oleh sungai yang sama, namun masyarakat

menilai dari bukti-bukti linguistik yang tampak secara leksikal bahwa isolek yang berkembang di pedalaman hulu—yang secara geografis berada di pedalaman dan jauh dari pesisir pantai—memiliki kesamaan dengan dialek yang berada di pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan. Sementara itu, dialek yang berkembang di pedalaman hilir—yang berdekatan dengan pesisir pantai Kecamatan Siberut Selatan—justru memiliki perbedaan tersendiri secara leksikal. Perbedaan ini dicurigai dengan tingginya tingkat migrasi masyarakat di pedalaman hulu ke daerah pesisir pantai,

sementara masyarakat di pedalaman hilir cenderung menetap dan tidak mengalami perpindahan. Oleh karena itu, variasi bahasa yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan akan menjadi pembatasan masalah pada penelitian ini.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Variasi fonologis, morfologis, dan leksikal apa sajakah yang terdapat dalam

bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan?

2) Di manakah daerah sebaran masing-masing variasi fonologis, morfologis, dan

(12)

3) Seberapa besar perbedaan variasi bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut

Selatan berdasarkan hasil penghitungan dialektometri sehingga dapat diklasifikasikan ke dalam kelompok dialek, subdialek, atau wicara?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan sebagai

berikut.

1) Menggambarkan variasi fonologis, morfologis, dan leksikal yang terdapat

dalam bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan.

2) Menjelaskan daerah sebaran masing-masing variasi fonologis, morfologis, dan

leksikal yang terdapat dalam bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan. 3) Mengelompokkan dialek, subdialek, atau wicara dalam dialek bahasa

Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis, hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan linguistik, khususnya dialektologi. Pengembangan linguistik dalam

dialektologi dapat dilihat dari analisis yang akan dilakukan dalam penelitian Geografi Dialek Bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan, khususnya mengenai pemerian

bahasa secara fonologis, morfologis, dan leksikal.

(13)

mempertajam atau meningkatkan pengetahuan mengenai fonologi. Selain itu, data

kebahasaan yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian akan dianalisis untuk memperlihatkan variasi bahasa Mentawai yang bersifat lokal di Kabupaten Siberut

Selatan yang terdapat pada daerah sebaran. Dengan analisis tersebut, penelitian ini akan bermanfaat secara praktis bagi peneliti untuk mengetahui variasi bahasa dan daerah sebaran Geografi Dialek Bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan.

Hasil penelitian ini tentu akan sangat bermanfaat bagi Universitas Andalas karena dapat menjadi sumber referensi bagi peneliti lainnya yang akan melakukan

penelitian bahasa di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Penelitian ini bermanfaat untuk mendorong peneliti lain di Universitas Andalas untuk melakukan penelitian bahasa di

Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Selain itu, secara praktis hasil penelitian ini akan digunakan juga untuk kerja sama dengan Yayasan Citra Mandiri Mentawai. Yayasan Citra Mandiri Mentawai

merupakan lembaga nonprofit yang juga melakukan penelitian secara antropologis di Kecamatan Siberut Selatan. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk membantu

masyarakat pedalaman di Kecamatan Siberut Selatan, khususnya di bidang pendidikan, seperti siswa putus sekolah. Yayasan ini mendampingi peneliti dalam melakukan penelitian di Kecamatan Siberut Selatan, khususnya dalam menemukan informan asli

bahasa Mentawai yang telah diseleksi berdasarkan kriteria.

Dari hasil pengamatan di pedalaman Kecamatan Siberut Selatan pada saat

(14)

Bahkan, mereka juga menyandingkan dengan bahasa Minangkabau. Hal ini diperoleh

dari fakta yang ditemukan di lapangan bahwa bahasa dan budaya Minangkabau pernah menjadi muatan lokal di seluruh sekolah di Kecamatan Siberut Selatan. Hal ini

mengakibatkan adanya kemungkinan bahasa Mentawai mengalami penurunan secara kuantitatif bagi anak-anak Mentawai dalam berkomunikasi sehari-hari. Di samping itu, tentu akan mengalami penurunan secara kualitatif untuk penggunaan bahasa Mentawai

tersebut sesuai dengan dialek asli.

Berdasarkan analisis tersebut, hasil penelitian ini akan bermanfaat oleh

Yayasan Citra Mandiri Mentawai untuk membantu mengembangkan kembali dialek asli bahasa Mentawai di Kecamatan Siberut Selatan, khususnya dalam pengajaran

bahasa Mentawai kepada siswa putus sekolah di pedalaman Kecamatan Siberut Selatan. Selain itu, Pemerintah Kecamatan Siberut Selatan juga akan memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai sumber pembelajaran bahasa Mentawai kepada anak usia

sekolah. Hal tersebut khususnya tertuang dalam kurikulum pembelajaran yang menyangkut muatan lokal berupa mata pelajaran bahasa dan budaya Mentawai.

1.6 Sistematika Penulisan

Penyajian hasil penelitian ini disusun sebagai berikut: Bab I merupakan

pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang, ruang lingkup dan pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II merupakan Kajian Pustaka dan Landasan Teoretis. Bab III merupakan Metode Penelitian. Bab IV merupakan Gambaran Daerah Penelitian. Bab V merupakan

(15)

penganalisisan secara sinkronis mengenai fonem dan diftong, serta variasi-variasi

bahasa Mentawai yang terdapat di Kecamatan Siberut Selatan; serta pengelompokkan variasi tersebut berdasarkan titik-titik pengamatan ke dalam daerah dialek. Bab VI

Referensi

Dokumen terkait

Oleh sebab itu, berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan pengobatan tradisional di wilayah kerja Puskesmas

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan

Hal itu sejalan dengan UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 di dalam penjelasannya, dika takan: “Bahasa daerah itu merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup; bahasa

Jadi dapat dilihat bahwa yang mendorong terjadinya campur kode dalam tuturan guru dalam mengajar di MTsS Al- Muhtadin Muara Sikabaluan Kecamatan Siberut Utara Kabupaten

Hasil analisis data dalam penelitian ini berwujud penjelasan yang berkaitan dengan bentuk leksikon, arti leksikal, arti kultural serta bentuk suplemen bahan teks

kopra secara jelas dan lengkap sesuai dengan data yang diperoleh di lapangan. Data dalam penelitian ini adalah kosakata pembuatan kopra dalam BMDP di Desa Jeruju

Perbedaan unsur kebahasaan berkaitan dengan faktor geografis yang berhubungan dengan pemetaan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat pada daerah pengamatan

Dalam hal persebaran unsur-unsur bahasa Madura di daerah peisir Probolinggo, tidak dijumpai adanya wilayah-wilayah.. persebaran yang secara tegas dan konsisten berlaku untuk