• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAN KEMAUAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY) PASIEN INSTALASI RAWAT INAP RSUD HAJI KOTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAN KEMAUAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY) PASIEN INSTALASI RAWAT INAP RSUD HAJI KOTA"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

DAN KEMAUAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY) PASIEN INSTALASI RAWAT INAP RSUD HAJI KOTA

MAKASSAR

RIO ARISTO BIRAWA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(2)

i

DAN KEMAUAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY) PASIEN INSTALASI RAWAT INAP RSUD HAJI KOTA

MAKASSAR

Sebagai salah satu peryaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

disusun dan diajukan oleh RIO ARISTO BIRAWA

A111 11 270

kepada

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2018

(3)
(4)
(5)
(6)

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Dengan mengucap syukur alhamdulillah dan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, karunia dan anugerah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa penulis kirimkan kepada Rasulullah Saw, beserta orang – orang yang tetap setia meniti jalannya sampai akhir zaman.

Skripsi dengan judul ”ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY) DAN KEMAMPUAN MEMBAYAR (ABILITY TO PAY) PASIEN INSTALASI RAWAT INAP RSUD HAJI KOTA MAKASSAR ” disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan, bimbingan, serta saran – saran dari berbagai pihak. Dari keseluruhan potongan di skripsi ini bagi penulis Prakata adalah bagian yang paling mengharukan, ingatan penulis akan bergerak mengalur mundur mengingat kembali setiap langkah dan orang – orang yang menemani langkah tersebut.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orangtuaku Bapak Darmawansyah dan Ibu Andi Muhartina. Terima kasih kalian telah menjadi orang tua yang sabar, bisa menjadi teman disaat peneliti pusing dengan berbagai revisi, terima kasih atas kasih sayang yang tulus, pengorbanan, dan doa dan dukungannya untuk peneliti. Semoga kelak peneliti dapat memberikan suatu yang terbaik untuk kalian. Kemudian kepada saudaraku Sujiwo Darma P.P. & M. Faiz Rizqillah yang tidak henti selalu memberikan semangat untuk peneliti. Juga kepada Kedua nenek saya, Nenek Aisyah dan Mama Sinar yang selalu mendoakan untuk cucunya agar bisa sukses. Ucapan terima kasih juga peneliti berikan kepada:

(7)

Fakultas yang mengawal perjalanan penulis hingga saat ini:

- Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina, M.A. selaku Rektor Universitas Hasanuddin berserta jajarannya.

- Bapak Prof. Dr. Abd. Rahman Kadir, S.E., M.Si., CIPM. selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Ibu Prof. Dr.Mahlia Muis, S.E., M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas

Ekonomi dan Bisnis, Ibu Dr. Kartini, S.E., M.Si., AK. C.A. selaku Wakil Dekan II Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Bapak Dr. Madris, S.E., DPS., M.Si. selaku Wakil Dekan III Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

- Bapak Drs. Muhammad Yusri Zamhuri, M.A., Ph.D. selaku Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Terima kasih atas segala bantuan yang senantiasa diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu Ekonomi.

- Prof. Dr. Rahmatiah. SE, MA. dan Ibu Dr. HJ. Fatmawati, SE, M.Si selaku dosen pembimbing dan Orang Tua selama di kampus terima kasih banyak atas segala arahan, dorongan, bimbingan, saran, waktu yang diberikan kepada peneliti selama penyusunan skripsi. Doa terbaik untuk beliau–beliau yang paling berjasa selama penyusunan skripsi ini. Semua doa yang terbaik untuk beliau selalu.

- Bapak Dr.Hamrullah, SE, M.Si., Ibu Dr. Retno Fitrianti, SE, M.Si., Drs. Bachtiar Mustari, M.Si selaku dosen penguji yang memberikan motivasi, saran dan inspirasi bagi peneliti untuk terus belajar dan berusaha menjadi lebih baik dari sebelumnya.

- Dr. Nur Dwiana Sari, SE.,M.Si selaku penasihat akademik yang juga berperan penting selama menjalankan studi di Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, terima kasih banyak atas perhatian, arahan maupun motivasi kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik, doa terbaik untuk beliau selalu.

- Kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis, khususnya jurusan Ilmu Ekonomi terima kasih telah memberikan ilmu pengetahuan, arahan, bimbingan, dan

(8)

- Segenap Pegawai Departemen Ilmu Ekonomi, Pegawai Akademik, Kemahasiswaan dan Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin Makassar. Pak Aspar, Ibu Saharibulan, Ibu Susi, Pak Mase, Pak Parman, Pak Akbar, Pak Safar, Pak Umar, Pak Bur dan Pak Budi terima kasih telah membantu dalam pengurusan

administrasi selama masa studi penulis.

- Bapak dan Ibu Pegawai RSUD Haji Kota Makassar dan Ibu pegawai pada Kantor Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Prov. Sul-Sel yang telah

memberikan izin dan membanti peneliti dalam proses pengumpulan data guna penyelesaian skripsi ini.

- Teman Rega11ans yang membantu peneliti dalam memberikan saran, memberikan semangat, Akbar Mandela, Tio, Ashadi, Taury, Adi, Awal, Andri, Takdir, Yogi, Feybe, Rini dan kepada semuanya yang tidak sempat di sebutkan namanya.

- Kanda senior dan Junior yang setia membantu walaupun sibuk, memberikan saran dan masukan.

- Chaerunnisa AR yang Selalu memberi dorongan, motivasi, saran, dukungan dan pengaruh yang sangat besar selama masa studi dan dalam penyelesaian penelitian ini - Seluruh keluarga besar HIMAJIE terima kasih yang tak terhingga peneliti ucapkan atas

segala dukungan yang telah diberikan untuk peneliti.

- Teman-teman KKN Gel.87 Unhas di Kabupaten Bone, Khususnya pada Kecamatan Lamuru, Desa Sengeng Palie, Chaerunnisa, Novianasary, Dewi, Rara, Suratman dan Arie.

- Teman-teman Kompleks Perumahan Dosen Unhas Tamalanrea, Iqra,Rammenk, Imam, Minha, Daus, Yudi, Fadel, Subhan dan tidak sempat disebutkan namanya. Terima kasih karena selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan Studi.

- Teman-teman VOICE yang selalu memberikan arahan dan pengaruh positif

- Teman-teman CALBOT, Nisa, Novi, Anisa, Uppi, Ainun, Iin dan Ayu yang selalu memberikan bantuan dan dorongan unk menyelesaikan penelitian ini.

(9)

Aamiin Ya Robbal Alamiin.

Wassalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh.

Makassar, 14 Agustus 2018

Rio Aristo Birawa

(10)

ABSTRAK

ANALISIS KEMAMPUAN MEMBAYAR (ABILITY TO PAY) DAN KEMAUAN MEMBAYAR (WILLINGNESS TO PAY) PASIEN INSTALASI

RAWAT INAP RSUD HAJI KOTA MAKASSAR Rio Aristo Birawa

Rahmatiah Fatmawati

Pembiayaan kesehatan merupakan masalah besar di bidang kesehatan, terutama dalam sistem pelayanan yang fee for service. Seringkali harga yang ditetapkan tidak sesuai dengan kemauan membayar willingness to pay (WTP) masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran tentang kemampuan membayar (Ability To Pay / ATP) serta kemauan membayar pasien

(Willingness To Pay / WTP) di RSUD Haji Kota Makassar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan survei deskriptif untuk memperoleh suatu gambaran mengenai kemampuan membayar (ability to pay) dan kemauan membayar (willingness to pay) pasien umum rawat inap di

RSUD Haji Kota Makassar. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 876 pasien dan diperoleh sampel sebanyak 105 pasien.

Hasil dari penelitian menunjukkan kemampuan membayar berdasarkan ATP 1 yang terbesar adalah kisaran Rp. 5.000.000 – Rp. 9.999.999 per tahun sebanyak 31 responden (29,5%) sedangkan kemampuan

responden membayar berdasarkan ATP 1 yang terendah adalah kisaran Rp. 15.000.000 – Rp. 19.999.999 sebanyak 11 responden (10,5%) Sedangkan ATP 2 menunjukkan bahwa kemampuan membayar

berdasarkan pengeluaran untuk non makan yang terbesar yaitu berada pada kisaran Rp. 150.000 – Rp. 299.999 per tahun sebanyak 77

responden (73,3%), sedangkan yang terendah berada pada kisaran Rp.300.000 – Rp. 449.999 sebanyak 8 responden (7,6%).

Kemauan membayar responden jika dilihat dari pengetahuan tentang tarif adalah tidak mengetahui sebanyak 80 responden (76,2%) yang tidak mengetahui tarif perawatan dan 25 responden (23,8%) yang mengetahui. Sedangkan mayoritas responden yang mengatakan tarif rumah sakit terjangkau sebanyak 41 responden (39,0%) dan

sebanyak 54 responden (61,0%) mengatakan tarif tidak terjangkau.

(11)

Berdasarkan hasil penelitian disarankan sebaiknya pihak rumah sakit perlu memberikan informasi terlebih dahulu tentang tarif perawatan

sebelum pasien dirawat di instalasi rawat inap RSUD Haji Kota Makassar.

Kata Kunci: Kemampuan membayar, Kemauan Membayar, Rumah Sakit

(12)

ABSTRACT

ANALYSIS OF ABILITY TO PAY AND WILLINGNESS TO PAY OF INPATIENT PATIENTS IN RSUD HAJI MAKASSAR

Rio Aristo Birawa Rahmatiah

Fatmawati

Health financing is a big problem in the health sector, especially in the fee for service system. The set of the price sometimes is not in accordance with the society's willingness to pay (WTP) who will utilize health services.

This study aims to see an overview of the patient's ability to pay (ATP) and willingness to pay (WTP) in Haji Hospital Makassar. This type of research is quantitative research with a descriptive survey to obtain an overview of the ability to pay and willingness to pay of general patients hospitalized in Haji Hospital Makassar. The number of population in this study is 876 patients and obtained sample of 105 patients.

The results of the research indicate the ability to pay based on ATP 1 is the largest range of Rp. 5,000,000 - Rp. 9,999,999 per year as many as 31 respondents (29.5%), the lowest respondent's ability to pay based on ATP 1 was in the range of Rp. 15.000.000 - Rp. 19,999,999 as many as 11 respondents (10.5%). ThenbATP 2 shows that the ability to pay based on the largest non-food expenditure is in the range of Rp. 150,000 - Rp.

299,999 per year as many as 77 respondents (73.3%), while the lowest is in the range Rp.300.000 - Rp. 449,999 as many as 8 respondents (7.6%).

Willingness to pay respondents when viewed from the knowledge of tariffs is not knowing as many as 80 respondents (76.2%) who do not know the treatment rates and 25 respondents (23.8%) who know. While the

majority of respondents who said the hospital tariff was affordable were 41 respondents (39.0%) and as many as 54 respondents (61.0%) said that the tariff was Unreachable.

Based on the results of the study it is advisable that the hospital needs to provide information in advance about treatment rates before the patient is treated in the inpatient installation of Haji Hospital Makassar.

Keywords: Ability to pay, Willingness to Pay, Hospital

(13)

DAFTAR ISI

SAMPUL

HALAMAN JUDUL ...……….... i

HALAMAN PENGESAHAN ...………... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

PRAKATA...……….. v

ABSTRAK ... ……….. ix

ABSTRACT ... ……… xi

DAFTAR ISI...………. xii

DAFTAR TABEL ...……….. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……….….… 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 9

1.3 Tujuan Penelitian ……….…. 9

1.4 Manfaat Penelitian ………... 10

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori ……… 12

2.1.1 Pengertian Kemauan Untuk Membayar (WTP) ………..…... 12

2.1.1.1 Pendekatan Untuk Penilaian Kesediaan Membayar (Willingness to Pay) ……… 15

2.1.1.2 Nilai Kesediaan Untuk Membayar (Willingness to Pay) …... 18

2.2.1 Pengertian Kemampuan Untuk Membayar (ATP) ………... 19

2.3.1 Pengertian Rumah Sakit ………....……… 22

2.3.1.1 Peranan Dan Fungsi Rumah Sakit ………...…. 24

2.3.1.2 Penetapan Tarif Rumah Sakit ………..…. 26

2.3.1.3 Penentuan Biaya Satuan Rumah Sakit (Unit Cost) ……… 28

(14)

2.3.1.4 Pengklarifikasian Biaya Operasional Rumah Sakit …………... 31

2.4.1 Tinjauan Umum Pelayanan Rawat Inap ….……….….…… 33

2.5.1 Tinjauan Umum Utility ……….. 36

2.2 Kerangka Teori ……….………..……. 39

2.3 Kerangka Konsep ……….………..…. 41

2.4 Hipotesis ………... 41

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ………....……… 42

3.2 Lokasi Penelitian ………...……….. 42

3.3 Populasi dan Sampel ……….………... 42

3.3.1 Populasi ………..………..… 42

3.3.2 Sampel ……….………. 43

3.4 Pengumpulan Data ………... 44

3.4.1 Data primer ………..………..………... 44

3.4.2 Data Sekunder ………... 44

3.5 Pengolahan Data ……….………. 44

3.6 Analisis Data ………...…...……. 45

3.7 Definisi Operasional ………...…………. 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...……… 50

4.1.1 Visi, Misi, Motto dan Tujuan RSUD Haji Makassar ……….. 51

4.1.3 Struktur Organisasi ………. 52

4. 2 Hasil Penelitian ...……… 53

4.2.1 Karakteristik Responden ……….. 54

4.2.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin …….... 54

(15)

4.2.1.2 Distribusi responden Berdasarkan Umur ………... 55

4.2.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pernikahan ….. 55

4.2.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan … 56 4.2.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ... 57

4.2.1.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ……… 57

4.2.1.7 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Hari Rawat …... 58

4.2.2 Kemampuan Membayar (Ability To Pay) ……… 59

4.2.2.1 Pendapatan Rumah Tangga ……… 59

4.2.2.2 Pengeluaran Untuk Makanan ……….. 60

4.2.2.3 Pengeluaran Untuk Non Makanan ………. . 61

4.2.2.4 Pengeluaran Non Esesnsial ………. 61

4.2.3 Menghitung Besar Kemampuan Membayar (Ability To Pay) ……... 62

4.2.3.1 Ability To Pay (ATP 1) ……….. 62

4.2.3.2 Ability To Pay (ATP 2) ……….. 63

4.2.4 Kemauan Membayar (Willingness To Pay) ………. 67

4.2.4.1 Persepsi Nilai ……….. 68

4.2.4.2 Pengetahuan Akan Tarif ………. 70

4. 3 Pembahasan...……….... 73

4.3.1 Kemampuan Membayar ………... 73

4.3.2 Kemauan Membayar ……… 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan ...………. 82

5.1.1 Kemampuan Membayar (Ability To Pay) ………... 82

5.1.2 Kemauan Membayar (Willingness To Pay) ………. 83

5. 2 Saran...……… 84 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN BIODATA

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tarif Rawat Inap di RSUD Haji Kota Makassar …………... 7 Tabel 2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

di RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ………... 54 Tabel 3 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur

di RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ………... 55 Tabel 4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Pernikahan

di RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ……….. 56 Tabel 5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat

Pendidikan di RSUD Haji Kota Makassar

Tahun 2018 ……… 56 Tabel 6 Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan

di RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ……….. 57 Tabel 7 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan

di RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ………. 58 Tabel 8 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Hari Rawat

di RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ………. 58 Tabel 9 Distribusi Responden Berdasarkan Total Penghasilan

Rumah Tangga Per Tahun di Instalasi Rawat Inap

RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ……….. 59 Tabel 10 Distribusi Responden Berdasarkan Pengeluaran

Makanan Per Tahun di Instalasi Rawat Inap

RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ……… 60 Tabel 11 Distribusi Responden Berdasarkan Pengeluaran

Non Makanan Per Tahun di Instalasi Rawat Inap

RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ……… 61 Tabel 12 Distribusi Responden Berdasarkan Pengeluaran Non

Esensial Per Tahun di Instalasi Rawat Inap RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ……… 62

(17)

Tabel 13 Distribusi Responden Berdasarkan Ability To Pay (ATP) di Instalasi Rawat Inap RSUD Haji

Kota Makassar Tahun 2018 ………... 63 Tabel 14 Distribusi Responden Berdasarkan Ability To Pay

(ATP 2) Pengeluaran Non Makanan di Instalasi Rawat

Inap RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ………. 64 Tabel 15 Distribusi Responden Berdasarkan Ability To Pay

(ATP 2) Pengeluaran Non Esensial di Instalasi Rawat

Inap RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ……….. 64 Tabel 16 Distribusi Responden Berdasarkan Ability To Pay

(ATP) Dengan Jumlah Tanggungan di Instalasi

Rawat Inap RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 . …… 65 Tabel 17 Distribusi Responden Berdasarkan Ability To Pay

(ATP) Dengan Total Pendapatan di Instalasi Rawat

Inap RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ……… 66 Tabel 18 Distribusi Responden Berdasarkan Ability To Pay

(ATP) Dengan Total Pengeluaran di Instalasi Rawat

Inap RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ………. 67 Tabel 19 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Nilai

di Instalasi Rawat Inap RSUD Haji Kota Makassar

Tahun 2018 ……….. 68 Tabel 20 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Nilai

Terhadap Pelayanan Kesehatan Tiap Kelas Perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD Haji

Kota Makassar Tahun 2018 ……… 69 Tabel 21 Distribusi Responden Berdasarkan Persepsi Tentang

Tarif di Instalasi Rawat Inap RSUD Haji

Kota Makassar Tahun 2018 ……… 70 Tabel 22 Distribusi Responden Berdasarkan Keterjangkauan

Tarif di Instalasi Rawat Inap RSUD Haji

Kota Makassar Tahun 2018 ……….. 71

(18)

Tabel 23 Distribusi Responden Berdasarkan Kemauan

Membayar Dengan Persepsi di Instalasi Rawat Inap

RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 ……….. 71 Tabel 24 Distribusi Responden Berdasarkan Kemauan

Membayar Dengan Pengetahuan Tarif di Instalasi

Rawat Inap RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2018 . …… 72

(19)

1 1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, sejak dalam kandungan sampai usia lanjut.

Selain itu pembangunan di bidang kesehatan juga diarahkan untuk meningkatkan dan memelihara mutu lembaga pelayanan kesehatan melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan, dan sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang dapat dijangkau oleh masyarakat

Pembiayaan kesehatan merupakan masalah besar di bidang kesehatan, terutama dalam sistem pelayanan yang fee for service.

Seringkali harga yang ditetapkan tidak sesuai dengan kemauan membayar (willingness to pay / WTP) masyarakat yang akan memanfaatkan pelayanan kesehatan (Rachman dkk, 2002). Maka sisi lain yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan harga pelayanan kesehatan adalah dengan melihat kemauan membayar masyarakat (Supriyatno, 2009). Sebenarnya anggaran untuk pembiayaan kesehatan di Indonesia berada pada posisi antara harapan dan kenyataan karena selama 50 tahun terakhir tidak melebihi angka 4,0% (sekitar 3,0% - 4,0%), Sedangkan WHO menganjurkan minimal 5,0% dari dana anggaran pendapatan dan belanja negara (Moeloek, 2000). Rendahnya anggaran

(20)

kesehatan ini karena kemampuan ekonomi kita relatif rendah dan tingkat prioritas pemerintah terhadap biaya kesehatan kurang.

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan berusaha mengatasi biaya pelayanan kesehatan seimbang antara biaya investasi dengan ketersediaan biaya satuan yang berlaku. Pada umumnya biaya pelayanan rumah sakit di Indonesia merupakan masalah yang komplek dan banyak kendala dimana dapat kita lihat publikasi informasi biaya sering tidak jelas. Pada rumah sakit pemerintah khususnya mengenai alokasi anggaran masih belum cukup memadai, hal ini disebabkan antara lain karena biaya yang harus ditanggung oleh rumah sakit terutama biaya operasional, pemeliharaan dan peralatan cenderung semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kemajuan teknologi bidang kesehatan (Gani, 2000).

Semakin banyaknya pilihan untuk berobat menjadikan kompetisi antar rumah sakit semakin ketat pula meskipun bukan kompetisi bisnis.

Banyaknya pilihan ini menjadikan setiap rumah sakit harus menghitung unit cost masing-masing sehingga mampu membuat kebijakan yang tepat dalam menentukan tarif rumah sakit. Salah satu proses untuk menentukan besaran tarif rumah sakit yaitu dengan menilai kemauan dan kemampuan membayar pasien (Kurniawan, 2012).

Penetapan tarif dalam pelayanan kesehatan sangat berperan dalam menentukan demand dari kelompok yang berpendapatan rendah dibandingkan dengan kelompok yang berpendapatan tinggi. Untuk itu, tarif

(21)

pelayanan kesehatan perlu ditetapkan secara rasional. Selain itu dalam penentuan tarif perlu dilakukan analisis mengenai kemampuan dan kemauan membayar (abillity and willingness to pay) suatu keluarga atau suatu masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dapat ditelusuri dari pendapatan dan pengeluaran keluarga (Irdawaty, 2006). Menurut Kemenkes RI No. 560/MENKES/SK/IV/2003 tarif rumah sakit diperhitungkan atas dasar perhitungan unit cost dari setiap pelayanan dan kelas perawatan, yang perhitungannya memperhatikan kemampuan ekonomi masyarakat, standar biaya dan Branch dari rumah sakit yang tidak komersial.

Meskipun belakangan sudah diperkenalkan tarif yang dihitung atas dasar ability to pay (ATP) dan willingness to pay (WTP), permasalahan tarif terjangkau masih belum selesai karena sifat kebutuhan yang tidak pasti. Kalau diperhatikan jumlah pasien yang tidak bayar di rumah sakit pemerintah memang relatif kecil, tetapi tidak berarti masyarakat mampu menjangkau secara otomatis pelayanan yang diberikan. Mengambil contoh seseorang pegawai yang memiliki pendapatan Rp. 2.000.000 per bulan, sementara dia dirawat di rumah sakit selama 60 hari, dan biaya perawatan per hari sebesar Rp. 35.000, jadi 60x35.000= Rp. 2.100.000 belum lagi biaya obat, jasa dokter, pemeriksaan penunjang dan lain lain.

Jika ia memang membayar total keseluruhan biaya rumah sakit, maka sifat pembayaran tersebut menjadi pembayaran yang terpaksa.

(Thabrany, 2005).

(22)

Kemampuan membayar dan kemauan membayar adalah dua faktor yang berperan dalam utilisasi pelayanan medis yang selanjutnya juga akan mempengaruhi pemerataan. Kemampuan membayar dapat diukur dengan pendekatan perhitungan penghasilan keluarga, aset keluarga, atau pengeluaran rumah tangga Sedangkan Kemauan membayar menurut Gertler, 1990; Russel et al dapat diukur dengan menanyakan kepada responden malalui dua cara yaitu berapa pengeluaran riil individu/keluarga untuk kesehatan selama kurun waktu tertentu dan dengan menyakan langsung berapa rupiah individu bersedia untuk mengeluarkan jasa pelayanan kesehatan (Razak, 2016).

Kemauan membayar pasien harus dihitung karena sebagai pertimbangan manajemen rumah sakit dalam menentukan besaran tarif yang akan dikeluarkan. Tanpa mengetahui kemauan membayar oleh pasien maka dimungkinkan tarif yang dibuat oleh rumah sakit terlalu besar sehingga masyarakat tidak bersedia membayar. Akibatnya, masyarakat akan memilih rumah sakit yang lain. Penentuan tarif rumah sakit juga ditentukan oleh kemampuan membayar pasien. Apabila tarif yang dibuat terlalu besar maka dimungkinkan masyarakat tidak mampu membayar sehingga mereka memilih untuk menggunakan fasilitas kesehatan yang lain.

Hasil penelitian Tjandra (2005) tentang pengukuran tingkat kepuasan konsumen pada beberapa rumah sakit swasta di Wilayah Jakarta, menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan tarif

(23)

terhadap kepuasan pasien pada rumah sakit tersebut. Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Novianasary (2014) menunjukkan, terdapat pengaruh harga pelayanan terhadap permintaan pelayanan kesehatan pada petani di Kecamatan Marioriwawo Kabupaten Soppeng.

Pendekatan kesediaan untuk membayar (WTP) merupakan metode evaluasi yang digunakan untuk menentukan jumlah maksimum uang individu bersedia membayar untuk mendapatkan keuntungan tertentu (misalnya menerima layanan kesehatan) (WHO, 1998). Kemauan membayar pada diri seseorang dapat dikaitkan kepada suatu kumpulan faktor-faktor sosial demografi seperti usia, pendidikan, jenis kelamin, dan status kesehatan; dan kumpulan faktor ekonomi seperti masalah monoter (misalnya pembayaran, biaya obatobatan, dan biaya perjalanan) serta aspek non monoter seperti biaya (waktu) untuk mencari pelayanan (Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2010), menunjukkan kemampuan membayar masyarakat khususnya yang bermata pencaharian sebagai kuli bangunan terhadap pelayanan kesehatan adalah Rp 19.500/hari, sedangkan kemauan membayar masyarakat khususnya yang bermatapencaharian sebagai kuli bangunan terhadap pelayanan kesehatan terbagi menjadi dua, yaitu pelayanan kesehatan rawat jalan sebesar Rp 3.875 dan pelayanan kesehatan rawat inap sebesar Rp 77.800/hari.

(24)

Hasil penelitian Kurniawan (2012) menunjukkan ATP pelayanan kesehatan responden lebih tinggi dibandingkan dengan WTP pelayanan rawat jalan responden. ATP pelayanan kesehatan responden lebih besar bila dibandingkan dengan unit cost pelayanan rawat jalan tingkat pertama puskesmas di Kabupaten Banyumas sebesar Rp. 7000,- hingga Rp.

8000,-. Selanjutnya, Mukti (2005) yang melakukan penelitian di Kabupaten Gunung Kidul menyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki kemauan untuk membayar premi asuransi kesehatan, namun masih di bawah harapan meskipun memiliki kemampuan membayar yang tinggi.

Bila kemampuan membayar lebih tinggi dari kemauannya sehingga untuk membayar tarif yang ada dapat dipenuhi dan mampu untuk melakukan iuran kesehatan per bulannya. Sedangkan bila kemampuannya lebih rendah dari kemauannya maka masih diperlukan subsidi dari Pemerintah. Hal ini sesuai dengan Hayati (2006) dan Hartono (2010), yang menyatakan bila nilai kemauan membayar lebih besar dari biaya kesehatan maka tarif pelayanan dapat ditetapkan karena diperkirakan masyarakat akan mampu memenuhinya.

Selanjutnya hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh saudara Putra (2010) di bagian Obgyn RSUD Ajjapange Kabupaten Soppeng menunjukkan bahwa tarif yang berlaku masih lebih rendah dibandingkan hasil perhitungan unit cost. Dari penelitian tersebut ditemukan juga fakta berupa masih adanya beberapa sarana prasarana yang telah melewati masa pakainya tetapi masih digunakan.

(25)

Penentuan tarif Rumah Sakit Umum Daerah haji Kota Makassar berdasarkan kepada Usulan Tarif Layanan BLUD RSUD Haji Makassar Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2014, tarif ini berlaku sampai sekarang, dengan rincian sebagai berikut.

Tabel 1

Tarif Rawat Inap di RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2014 – 2017

No Jenis Fasilitas Kamar

Tarif 2014

J. Sarana Jasa Pel. Jumlah

1 Kelas III Rp. 82.000 Rp. 38.000 Rp. 125.000

2 Kelas II Rp. 128.000 Rp. 72.000 Rp. 200.000

3 Kelas I Rp. 214.000 Rp. 86.000 Rp. 300.000

4 VIP (VIP C) Rp. 313.000 Rp. 117.000 Rp. 450.000

5 SUPER VIP (VIP B) Rp. 384.000 Rp. 166.000 Rp. 550.000

6 VIP UTAMA (VIP A) Rp. 454.000 Rp. 196.000 Rp. 650.000

Sumber : Data Sekunder RSUD Haji Kota Makassar Tahun 2017

Penentuan tarif di RSUD Haji Kota Makassar tidak ditentukan berdasarkan kemampuan dan kemauan membayar pasien, tetapi karena tingginya biaya operasional pada tahun 2013. Seharusnya penetapan tarif rumah sakit menurut Gani (1990) didasarkan beberapa faktor yaitu biaya satuan, jenis pelayanan dan tingkat pemanfaatan, subsidi silang, tingkat

(26)

kemampuan masyarakat (kemampuan dan kemauan membayar) serta tarif pelayanan pesaing yang setara.

RSUD Haji Kota Makassar merupakan salah satu Rumah Sakit milik Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami perkembangan yang sangat pesat. Status RSUD Haji Kota Makassar adalah Rumah Sakit tipe B non pendidikan dan saat ini tersertifikasi Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 yang prinsipnya adalah pelayanan berfokus pada mutu dengan tujuan memuaskan kebutuhan pasien.

Jumlah kunjungan pasien umum juga dapat dikategorikan semakin meningkat setiap tahunnya dibandingkan dengan kunjungan pasien yang sudah menggunakan jaminan kesehatan. Jumlah pasien umum pada tahun 2016 sebesar 10.510 orang, jumlah pasien umum ini lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah pasien BPJS yaitu sebesar 5058 orang dan pada tahun 2016 (Data Rekam Medik RSUD Haji Makassar).

Jumlah pasien umum pada tahun 2014 sampai pada tahun 2016 mengalami penurunan yang cukup drastis. Pada tahun 2014 kunjungan pasien rawat inap sebanyak 12.607, tahun 2015 sebanyak 11.662 dan pada tahun tahun 2016 turun menjadi 10.510 kunjungan pasien dikarenakan tarif yang rumah sakit ini tetapkan cukup tinggi, namun dalam pelaksanaannya rumah sakit kurang mampu memberikan pelayanan kepada pasien yang sesuai dengan standar kinerja yang seharusnya (Data Rekam Medik RSUD Haji Makassar).

(27)

Penelitian di rumah sakit PELNI Jakarta menyatakan faktor faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah kunjungan rawat inap adalah kenaikan tarif dokter, dan tarif kamar, dan tidak karena penurunan kualitas pelayanan (Dumadi, 2012).

Berdasarkan data di atas, maka perlu dilakukan analisis kemampuan dan kemauan membayar pasien atau masyarakat pengguna jasa layanan kesehatan sehingga nantinya dapat diketahui biaya yang sesuai dan akhirnya sebagai salah satu acuan kepada pengambil kebijakan berkenaan penentuan tarif serta acuan untuk perencanaan anggaran di rumah sakit khususnya pada unit rawat inap. Dengan mengetahui kemampuan dan kemauan membayar masyarakat, pihak rumah sakit dapat memperkirakan berapa besar tarif yang tidak menimbulkan kerugian bagi pihak rumah sakit tersebut namun tidak pula memberatkan masyarakat pengguna pelayanan kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

Seberapa besar analisis kemampuan membayar (Ability To Pay / ATP) serta kemauan membayar pasien (Willingness To Pay / WTP) dapat dijadikan dasar untuk mengetahui penerimaan masyarakat pengguna pelayanan kesehatan.

1.3 Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

(28)

Untuk menganalisis tentang kemampuan membayar (Ability To Pay / ATP) serta kemauan membayar pasien (Willingness To Pay / WTP) di RSUD Haji Kota Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui tingkat kemampuan membayar (pendapatan, pengeluaran, jumlah tanggungan) pasien umum rawat inap di RSUD Haji Kota Makassar.

b. Untuk mengetahui tingkat kemauan membayar (persepsi terhadap nilai dan pengetahuan akan tarif) pasien umum rawat inap di RSUD Haji Kota Makassar.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Mahasiswa

Dapat menjadi bahan refrensi untuk penelitian mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin selanjutnya

2. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan masukan untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan tentang kebijakan pembiayaan kesehatan dalam rangka kelangsungan pemeliharaan kesehatan.

3. Manfaat Bagi Peneliti

Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan dan khasanah keilmuan dalam bidang pembiayaan kesehatan.

(29)

11 2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pengertian Kemauan Untuk Membayar (WTP)

Kemauan untuk membayar (willingness to pay) memiliki pengertian yaitu kesediaan masyarakat untuk menerima beban pembayaran, sesuai dengan besarnya jumlah yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Willingness to pay penting untuk melindungi konsumen dari penyalahgunaan kekuasaan monopoli yang dimiliki perusahaan dalam penyediaan produk berkualitas dan harga. Struktur pasar monopoli ialah keseluruhan permintaan konsumen hanya dilayani oleh satu perusahaan monopolis. Kondisi ini menyebabkan perusahaan bukan saja memiliki kekuatan pengendalian sepenuhnya terhadap jumlah dan kualitas produk yang ditawarkan, tapi juga kendali penuh terhadap penetapan harga.

Dimana, harga yang terbentuk dalam mekanisme pasar bukan merupakan pencerminan dari ukuran persepsi kepuasan konsumen adalah nilai produk yang bersangkutan.

Willingness to pay adalah sejumlah uang atau kompensasi yang siap dibayar oleh konsumen untuk suatu peningkatan/penurunan konsumsi produk (barang dan jasa) yang diinginkan. Preferensi konsumsi suatu produk dapat direpresentasikan oleh kurva nilai total, yaitu: suatu kurva indeference yang menggambarkan garis preferensi konsumen yang

(30)

optimal. Bentuk kurva nilai total merupakan garis melengkung yang melewati titik original pada diagram 4 kuadran, sumbu X menggambarkan peningkatan dan penurunan konsumsi, sumbu Y menggambarkan peningkatan dan penurunan pendapatan konsumen. Titik awal Qo, Yo titik yang menggambarkan kondisi awal. Pergeseran kekanan dari titik asal (A)

→ tingkat konsumsi produk yang lebih tinggi, tingkat pendapatan rendah/menurun. Kalau bergeser kekiri dari titik asal (B) menunjukkan tingkat konsumsi produk yang lebih rendah, tingkat pendapatan tinggi/meningkat.

Gambar 1.1 Kurva Nilai Total

Sumber: Randall 1987, Resources Economics

Dengan pendekatan model tersebut dapat dikemukakan beberapa pengertian penting sebagai berikut:

 Yo– Y = WTP untuk kenaikan kuantitas produk dari Qoke Q+

(31)

 Y+ – Yo= WTA untuk penurunan kuantitas produk dari Qoke Q-

 Konsumen cenderung bersedia mengorbankan sejumlah uang tertentu dengan persentasi kenaikan yang relatif lebih kecil dari persentasi kenaikan tingkat konsumsi barang yang diperoleh.

 Konsumen cenderung bersedia menerima sejumlah uang tertentu dengan persentasi kenaikan yang relatif lebih dari persentasi penurunan tingkat konsumsi barang yang diperoleh

1. ATP > WTP

Kemampuan membayar lebih besar daripada keinginan membayar.

Artinya penghasilan relatif tinggi, tapi nilai utilitas dari jasa tersebut relatif rendah. Pada kondisi ini pengguna disebut sebagai choiced riders.

2. ATP < WTP

Kemampuan membayar lebih kecil daripada keinginan membayar.

Artinya penghasilan relatif rendah, tapi nilai utilitas dari jasa pelayanan tinggi. Pada kondisi ini pengguna disebut sebagai captive riders.

3. ATP = WTP

Kemampuan membayar sama dengan keinginan membayar.

Penghasilan sesuai dengan nilai utilitas terhadap jasa pelayanan tinggi.

(32)

Analisis perbandingan penerapan retribusi:

a. Karena WTP merupakan fungsi dari tingkat pelayanan, maka jika WTP berada dibawah ATP, masih dimungkinkan menaikkan nilai tarif dengan perbaikan tingkat pelayanan.

b. Karena ATP fungsi dari kemampuan membayar, maka penentuan tarif jangan melebihi nilai ATP kelompok sasaran.

c. Intervensi pemerintah dalam bentuk subsidi langsung maupun subsidi silang, pada kondisi tarif lebih dari ATP.

Gambar 1.2

Ilustrasi Keleluasaan Penetuan Tarif Berdasarkan ATP-WTP

ATP

WTP

Penentuan tarif denganmempertimbangkan ketentuan berikut:

1. Tidak boleh melebihi ATP.

Zona subsidi agar tarif yang berlaku

maksimal = ATP (Ability To Pay)

Zona keleluasaan penentuan tarif dengan perbaikan tingkat pelayanan

Zona keleluasaan penetuan tarif ideal tanpa perbaikan tingkat pelayanan

Sampai batas nilai WTP

(33)

2. Berada diantara nilai ATP dan WTP. Kalau mengenakan tarif berdasarkan ketentuan ini, maka harus dilakukan penyesuaian tingkat pelayanan.

3. Bila tarif yang dianjurkan berada dibawah perhitungan tarif, namun berada diatas ATP, maka selisih tersebut dapat dianggap sebagai beban subsidi yang harus ditanggung regulator (pemerintah).

Bila perhitungan tarif berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka terdapat keleluasaan dalam perhitungan/pengajuan nilai tarif baru, yang selanjutnya dapat dijadikan peluang penetapan subsidi silang.

2.1.1.1 Pendekatan untuk Penilaian Kesediaan Membayar (Willingness to Pay)

Beberapa pendekatan atau metode yang digunakan untuk melakukan penilaian kesediaan masyarakat untuk membayar (willingness to pay) yaitu:

 Pendekatan supply demand (Gramlich, Edward, 1981);

 Dengan berbasis pada pengeluaran rumah tangga mereka (Altaf et al., 1992);

 Dengan menurunkannya dari jumlah uang yang dibelanjakan populasintarget untuk pelayanan tertentu (ekstrapolasi), misalnya listrik (Altaf et al., 1992);

 Dengan menanyakan langsung pada pengguna berapa mereka bersedia untuk membayar (Altaf et al., 1992; Abelson, 1996);

(34)

 Dengan metode contingent valuation (Altaf et al., 1992; Abelson, 1996).

Pendekatan supply demand merupakan pendekatan untuk menilai kesediaan membayar berdasarkan pada jumlah permintaan dan penawaran barang atau jasa. Argumen pendekatan ini menyatakan bahwa konsumen akan mengkonsumsi barang sampai pada tingkat kepuasan marginal dari unit terakhir konsumsi yang sama dengan harga pasar, dan secara sempurna supplier akan mensuplai sampai biaya marginal mereka sama dengan harga pasar. Kelemahan pendekatan ini tidak mempertimbangkan ketidaksempurnaan pasar.

Pendekatan kedua adalah dengan berbasis pada pengeluaran rumah tangga mereka (Altaf et al., 1992). Dari penelitian yang pernah ada, kesediaan untuk membayar masyarakat kecil berkisar antara dua sampai tiga persen pengeluaran mereka (Whittington et. al., 1992).

Ketiga adalah dengan menurunkannya dari jumlah uang yang dibelanjakan populasi target untuk pelayanan tertentu (ekstrapolasi), misalnya listrik (Altaf et. al., 1992). Bagaimanapun ada tiga faktor penting yang harus diperhatikan dalam melakukan ekstrapolasi:

a. Pengguna bisa memberikan prioritas lebih tinggi pada pelayanan lain daripada sanitasi.

(35)

b. Cakupan dari pelayanan ini mungkin lebih sedikit daripada yang diharapkan dari program sanitasi dan mungkin terbatas hanya pada rumah tangga yang mampu.

c. Sebagian besar dari populasi target mungkin telah mengatur untuk menghindari pembayaran.

Pendekatan keempat adalah dengan menanyakannya langsung pada pengguna berapa mereka bersedia untuk membayar (Altaf et al., 1992; Abelson, 1996). Disini mereka diberi suatu kondisi hipotetik. Tapi tetap saja galatnya sangat besar karena orang yang miskin lebih mampu untuk menilai sesuatu dibandingkan dengan masyarakat yang kaya.

Sementara itu komponen lain yang orang lebih miskin pertimbangkan, lebih penting bagi mereka untuk bertahan hidup. Seringkali mereka memberikan penilaian yang sangat rendah supaya mereka tidak membayar terlalu mahal untuk pelayanan yang diberikan.

Untuk lebih memurnikan pendekatan tersebut ada pendekatan kelima yang disebut metode contingent valuation (Altaf et al., 1992;

Abelson, 1996). Metode contingent valuation ialah metode penilaian WTP yang digunakan pada studi ini. Metode contingent valuation adalah teknik survai yang mencoba untuk mendapatkan informasi tentang preferensi individu/rumah tangga untuk suatu barang atau jasa/pelayanan (Abelson, 1996; Whittington, 1998). Responden pada survai diberi beberapa pertanyaan tentang berapa besar mereka memberi nilai suatu barang atau jasa/pelayanan.

(36)

Teknik ini diistilahkan “contingent” karena barang atau jasa pada faktanya tidak perlu disediakan oleh peneliti, penyediaan barang atau jasa adalah hipotetik/tidak nyata. Metode contingent valuation dapat digunakan untuk mendapatkan nilai dari barang publik murni (pure public goods), barang yang mempunyai karakter publik dan privat sekaligus, dan barang privat (private goods). Metode ini sering digunakan untuk pendekatan pada pencarian preferensi (stated preference) untuk barang atau jasa yang mana pasar konvensional (convensional market) tidak ada.

2.1.1.2 Nilai Kesediaan Untuk Membayar (Willingness To Pay) Ketika kita berbicara tentang nilai kesediaan untuk membayar, kita mengartikan jumlah maksimal yang bersedia dibayarkan oleh individu untuk suatu produk/pelayanan. Ini adalah jumlah dari harga produk (P) dan konsumer surplus individu (CS) (Boediono, 1999).

Nilai WTP ini juga merepresentasikan manfaat marginal (marginal benefit) dari individu pada setiap titik disepanjang kurva permintaan.

Konsumer surplus adalah ekses yang mana individu bersedia untuk membayar sesuatu di atas dan di bawah harga produk tersebut. Konsep ini diilustrasikan, ketika Q0barang dibeli dengan harga pada P0. Nilai total kesediaan untuk membayar adalah seluruh area dibawah kurva permintaan disebelah kiri dari Q0. Ini adalah penjumlahan dari pendapatan produsen (producer revenues) dan semua surplus konsumen (consumer surpluses).

(37)

Sumber: Boediono 1999, Teori Pertumbuhan Ekonomi

Nyata sekali, makin rendah harga sepertinya consumer surplus akan menjadi semakin penting. Pada kasus barang non market (non market goods), semua manfaat adalah konsumer surplus, terutama barang lingkungan (environmental goods).

2.2.1 Pengertian Kemampuan Untuk Membayar

Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal. Menurut Mukti (2001) dapat menyimpulkan bahwa untuk mengetahui kemampuan membayar masyarakat dapat dilihat dari dari sisi pengeluaran untuk keperluan yang bersifat tersier seperti:

pengeluaran rekreasi, sumbangan kegiatan sosial, dan biaya rokok.

Kemampuan masyarakat membayar biaya pelayanan kesehatan dapat dilihat dari pengeluaran tersier non pangan (Gani dkk, 1997).

Susilowati dkk. (2001) berpendapat bahwa, kemampuan membayar biaya pelayanan kesehatan dapat diukur dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi kebutuhan di luar kebutuhan dasar. Dalam

(38)

hal ini antara lain minuman jadi, minuman beralkohol, tembakau atau sirih, serta pengeluaran pesta yang diukur setahun. Kemampuan untuk membayar berhubungan dengan tingkat pendapatan dan biaya jasa pelayanan lain yang dibutuhkan masyarakat untuk hidup. Dua batasan ATP yang dapat digunakan sebagai berikut:

a. ATP 1 adalah besarnya kemampuan membayar yang setara dengan 5 % dari pengeluaran pangan non esensial dan non makanan.

Batasan ini didasarkan bahwa pengeluaran untukbnon makanan dapat diarahkan untuk keperluan lain, termasuk untuk kesehatan.

b. ATP 2 adalahbbesarnya kemampuan membayar yang setara dengan jumlah pengeluaran untuk konsumsi alkohol, tembakau, sirih, pesta/upacara. Batasan ini didasarkan kepada pengeluaran yang sebenarnya dapat digunakan secara lebih efesien dan efektif untuk kesehatan. Misalnya dengan mengurangi pengeluaran alkohol/tembakau/sirih untuk kesehatan (Adisasmita, 2008).

Kemampuan membayar pada dasarnya adalah bila seseorang membayar sesuai dengan kemampuannya untuk membayar.

Kekmampuan membayar jasa pelayanan yang diterima seseorang biasanya diukur dengan melihat tingkat kemakmuran seseorang yaitu;

pendapatan, pengeluaran, dan kekayaan.

ATP dan WTP adalah salah satu faktor dasar penetapan tarif pelayanan kesehatan. Dengan meliat ATP dan WTP sebelum menetapkan tarif diharapkan seluruh masyarakat yang ada didaerah tersebut mampu

(39)

membayar tarif karena kenaikan tersebut, maka bisa dipakai proyeksi utilisasi dapat dihitung apakah tambahan pendapatan pelayanan kesehatan dari peningkatan tarif dapat digunakan untuk subsidi silang bagi masyarakat yang tidak mampu.

Terhadap kemampuan dan kemauan membayar masyarakat dapat deikelompokkan atas empat kategori. Pertama, adalah masyarakat dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi. Kedua, adalah masyarakat dengan kemampuan tinggi dan kemauan yang rendah. Ketiga, masyarakat dengan kemampuan rendah dan kemauan tinggi dan keempat adalah masyarakat dengan kemampuan dan kemauan yang rendah.

Kelompok masyarakat yang diharapkan secara ideal adalah masyarakat yang berada pada kategori pertama yaitu masyarakat yang mempunyai kemampuan dan kemauan yang tinggi untuk membayar terhadap pelayanan kesehatan, dan bukan pada kategori kedua, ketiga, dan lebih – lebih pada kategori keempat. Kelompok yang pertama ini adalah pada umunya mereka berasal dari kelompok masyarakat yang mempunyai strasa sosial ekonomi yang tinggi dan mempunyai pemahaman dan kepedulian betapa pentingnta kesehatan bagi dirinya.

Pada kelompok ini, mereka sadar bahwa tanpa kesehatan yang dimilikinya maka mereka tidak dapat melakukan kegiatan kegiatan produktif (Rahmat, 2001).

(40)

2.3.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit berasal dari kata yunani yaitu hospitium “Yang mempunyai arti sebagai tempat untk menerima orang-orang asing dan pejiarah jamn dahulu. Dalam bentuknya yang pertama rumah sakit memang hanya melayani para pejiarah, orang-orang miskin, dan kemudian penderita penyakit pes. Seiring dengan berjalananya waktu, rumah sakit mulai berkembang setahp demi setahap hingga menjadi bentuk yang kompleks seperti sekarang ini. Saat ini rumah sakit merupakan suatu institusi di mana segenap lapisan masyarakat bisa datang untuk memperoleh upaya penyembuhan. Upaya inilah yang merupakan fungsi utama suatu rumah sakit umumnya. Rumah sakit mempunyai pengertian yang beragam, diantaranya sebagai berikut:

a. Depkes RI (1990) rumah sakit adalah “sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan penelitian”.

b. Menkes No.983 /Menkes / SK / XI / 1992 tentang pedoman organisasi rumah bersifat dasar, spesialistik dan sub spesialistik, sedangkan klasifikasinya didasarkan kepada perbedaan tingkatan menurut kemampuan pelayanan kesehatan yang dapar disediakan yaitu Rumah Sakit kelas A, kelas B (pendidikan dan non pendidikan), kelas C dan kelas D.

c. WHO (1957) memberikan batasan tentang pengertian rumah sakit adalah “bagian menyeluruh atau (integral) dari organisasi sosial dan

(41)

medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap pada masyarakat, baik kuratif, maupun rehabilitatif, dimana pelayanan keluarnya menjangkau keluarga dan lingkungan, dan rumah sakit juga merupakan pusat latihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian bio-sosial”.

d. AHA (1974) rumah sakit adalah “suatu organisasi yang melalui tenaga medik operasional yang terorgansasi serta saranan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnose serta pengobatan penyakit yang diderita pasien”.

Dalam Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009, bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Komponen pelayanan di rumah sakit mencakup 20 pelayanan sebagai berikut: (1) administrasi dan manajemen, (2) pelayanan Medis, (3) pelayanan gawat darurat, (4) pelayanan kamar operasi, (5) pelayanan intensif, (6) pelayanan perinatal resiko tinggi, (7) pelayanan keperawatan, (8) pelayanan anastesi, (9) pelayanan radiologi, (10) pelayanan farmasi, (11) pelayanan laboratorium, (12) pelayanan rehabilitasi medis, (13) pelayanan gizi, (14) rekam medis, (15) pengendalian infeksi di rumah sakit, (16) pelayanan sterilisasi sentral, (17) keselamatan kerja, (18) pemeliharaan sarana, (19) pelayanan lain, (20) perpustakaan.

(42)

2.3.1.1 Peranan dan Fungsi Rumah Sakit

Di Indonesia tugas dan fungsi serta kewajiban rumah sakit baik yang dikelola pemerintah maupun swasta telah diatur sedemikian rupa sehingga pelayanan rumah sakit merupakan back up sistem dari pelayanan rumah sakit merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan masyarakat (SKN,1982).

Berdasarkan SK Menkes No.983 Tahun 1992, rumah sakit mempunyai tugas penting guna melaksanakan upaya kesehatan secara berhasil dengan mengutamakan usaha penyembuhan dan pemulihan yang di laksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Fungsi rumah sakit menurut Friedman dan Roemar seperti yang dikutip oleh Rakich, yaitu :

a. Mendiagnosa dan memberikan pengobatan.

b. Memberikan pelayanan pasien rawat jalan.

c. Memberikan pendidikan kepada tenaga yang berkerja di Rumah sakit.

d. Tempat penelitian dibidang Kedokteran.

e. Mengadakan pelayanan pencegahan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sekitarnya.

Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159 B /Menkes/Per/

ll/1988 Pasal 9 tentang fungsi Rumah Sakit, antara lain:

(43)

a. Menyediakan dan menyelenggarakan : Pelayanan Medik, Pelayanan Penunjang Medik, Pelayanan Perawatan, Pelayanan Rehabilitasi.

b. Sebagai tempat pendidikan dan atau latihan tenaga medik dan paramedik.

c. Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi dibidang kesehatan.

Dalam kaitannya rujukan rumah sakit merupakan bagian utama yang tidak terpisahkan untuk menjalankan fungsi penyembuhan dan pemulihan penderita yang bersifat kronis akut dan penyakit yang bersifat kronis akut dan penyakit yang bersifat darurat.

Seringkali rumah sakit kehilangan citranya dan berubah menjadi tempat cakupan serta yang tidak nyaman , dan sebagainya. Akibatnya tujuan utama rumah sakit sebagai penyelenggaraan asuhan pasien untuk meningkatkan mutu, cakupan serta efisiensi kekurangan optimal pencapaiannya. Untuk mencegah hal ini terjadi ditetapkan pedoman pelaksanaanbuntuk menjadikan rumah sakit yang lebih bersih dan tertib.

Dari batasan inilah sangatlah mudah dipahami bahwa fungsi dan kegiatan rumah sakit pada saat ini memang sangat bervariasi sekali program pengembangan rumah sakit mempunyai tujuan mendekatkan pelayanan kesehatan secara merata. Cara pendekatannya di laksanakan melalui upaya kesehatan yang bersifat umum sampai bersifat spesialistik.

Perbedaan kondisi fisik, tenaga dan obat-obatan di masing-masing rumah

(44)

sakit menyebabkan perbedaan kemampuan inilah rumah sakit dikelompokkan yang kemudian dipergunakan dlam penetapan kelas rumah sakit sesuai standar yang ditetapkan.

2.3.1.2 Penetapan Tarif Rumah Sakit

Tarif rumah sakit merupakan suatu elemen yang amat esensial bagi rumah sakit yang tidak dibiayai penuh oleh pemerintah atau pihak ketiga.

Rumah sakit swasta, baik yang bersifat mencari laba maupun yang nirlaba harus mampu mendapatkan biaya untuk membiayai segala aktifitasnya dan untuk dapat terus memberikan pelayanan kepada masyarakat sekitarnya. Rumah sakit pemerintah yang tidak mendapatkan dana yang memadai untuk memberikan pelayanan secara cumacuma kepada masyarakat, juga harus menentukan tarif pelayanan. Di Indonesia, praktis seluruh rumah sakit, apakah itu RS umum ataupun RS perusahaan atau RS swasta, harus mencari dana yang memadai untuk membiayai pelayanannya. Jadi semua rumah sakit di Indonesia, harus mampu menetapkan suatu tarif pelayanan.

Tiap rumah sakit akan menetapkan tarif pelayanan sesuai dengan misinya masing-masing. Akan tetapi, ada pertimbangan yang relatif sama di dalam penetapan tarif rumah sakit, yaitu mendapatkan revenue yang mencukupi untuk menjalankan rumah sakit, baik dari sumber pengguna jasa maupun dari sumber lain. Ada rumah sakit yang membutuhkan revenue untuk menutupi biaya operasional saja, ada rumah sakit yang membutuhkan dana bahan habis pakai saja, dan ada rumah sakit yang

(45)

membutuhkan dana untuk segala macam pengeluaran, termasuk penghasilan pemegang saham. Ada rumah sakit yang memerlukan revenue hanya dari sumbangan atau anggaran. pemerintah, akan tetapi memberikan pelayanan cuma-cuma kurang dapat diterima.

Penetapan tarif pelayanan rumah sakit akan sangat bervariasi tergantung dari sifat rumah sakit itu sendiri. Lebih-lebih lagi jika rumah sakit juga memiliki misi sosial, khususnya RSU dan rumah sakit pemerintah lain, yang di dalam penetapan tarif tidak hanya bergantung paga revenue requirement. Pertimbangan kondisi komunitas di sekitarnya atau komunitas yang menjadi target pelayanan seringkali sangat dominan di dalam penetapan tarif rumah sakit. Hal ini terkait dengan fungsi sosial dan aspek komoditas umum (publik) pada berbagai pelayanan kesehatan.

Oleh karenanya sering kita saksikan bahwa tarif rumah sakit umum ditetapkan oleh Peraturan Daerah, yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Penetapan tarif adalah basic survival bagi sebuah rumah sakit. Hidup matinya rumah sakit pada umumnya bergantung dari tarif pelayanan yang ditetapkan dan tingkat utilisasi pelayanan tersebut. Ada tiga hal penting di dalam mempertahankan kehidupan rumah sakit dengan penetapan tarif yaitu:

1. Memenuhi Total Kebutuhan Biaya, TKB, (Total Financial Requirement) sebuah rumah sakit. Apa yang dimaksud dengan TKB tidak lain adalah besarnya biaya yang dibutuhkan sebuah rumah

(46)

sakit untuk dapat bertahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Dalam perakteknya, tiap rumah sakit dapat mempertahan kehidupannya dari dua sumber utama yaitu dari penerimaan funsional (jasa pelayanan) dan dari sumbangan atau penerimaan lain.

2. Tujuan yang kedua adalah mematuhi peraturan pemerintah.

Dimanapun di dunia, rumah sakit sarat dengan peraturan pemerintah yang bertujuan memproteksi rakyat banyak dari kesulitan mendapatkan pelayanan rumah sakit yang dinilai esensial atau kebutuhan pokok. Sayangnya di Indonesia, pelayanan kesehatan belum dimasukkan kedalam salah satu bahan kebutuhan pokok.

3. Mampu bersaing dengan rumah sakit lain. Dalam beberapa hal kita dapat melihat bahwa ada rumah sakit umum dan ada rumah sakit swasta yang membagi pangsa pasar. Dalam perakteknya, RSU dan RS swasta bisa menjadi pesaing satu dengan yang lainnya.

2.3.1.3 Penetuan Biaya Satuan Rumah Sakit (Unit Cost)

Pengukuran biaya sangat bergantung pada kemampuan untuk menelusuri (traceabilility). Hal tersebut akan menentukan tingkat keakuratan pada proses pembebanan biayanya. Keakuratan yang dimaksud adalah suatu konsep yang relatif dan harus dilakukan secara logis terhadap penggunaan metode pembebanan biaya. Tujuan pembebanan biaya yang tepat digunakan agar dapat menghasilkan

(47)

informasi yang benar guna pengambilan keputusan. Proses pembebanan dan perhitungan biaya yang terjadi dalam Ilmu Akuntansi memiliki istilah yang berbeda dalam Ilmu Kesehatan.

Dalam Ilmu Akuntansi, proses tersebut disebut dengan analisis biaya. Analisis biaya sering dilakukan di lingkup rumah sakit. Analisis biaya rumah sakit didiskripsikan sebagai suatu kegiatan menghitung biaya rumah sakit untuk berbagai jenis pelayanan yang ditawarkan, baik secara total maupun per unit atau per pasien. Seperti halnya pengukuran biaya dalam ilmu Akuntansi, analisis biaya yang dilakukan di rumah sakit juga memiliki berbagai tujuan. Seperti yang dikemukakan oleh Ade Fatma Lubis dalam bukunya yang berjudul Ekonomi Kesehatan (2009:97), analisis biaya rumah sakit ini bertujuan antara lain untuk mendapatkan gambaran mengenai unit atau bagian yang merupakan pusat biaya serta pendapatan, melihat gambaran biaya pada unit tersebut yang meliputi biaya tetap dan biaya variabel yang pada akhirnya akan menggambarkan pendapatan rumah sakit. Proses analisis biaya ini digunakan untuk memperoleh :

a. Informasi untuk kebijakan tarif dan subsidi serta kebijaksanaan pengendalian biaya

b. Dasar pertimbangan dalam negosiasi dengan pihak-pihak yang akan mengadakan kontrak dengan menggunakan jasa rumah sakit.

c. Pertanggungjawaban tentang efektifitas biaya kepada pihak yang berkepentingan.

(48)

d. Dasar untuk perencanaan anggaran yang akan datang.

Agar perhitungan biaya di suatu rumah sakit dapat dilakukan dengan baik dan dikerjakan dengan efisien, menurut Ade Fatma Lubis dalam bukunya yang berjudul Ekonomi Kesehatan (2009 ;99) diperlukan langkahlangkah yang secara garis besar dijabarkan sebagai berikut:

a. Penentuan Pusat Biaya Pusat biaya adalah unit yang menyerap biaya rumah sakit. Seluruh bagian rumah sakit harus dibagi habis ke dalam berbagai pusat biaya. Secara garis besar, pusat biaya rumah sakit dibagi menjadi pusat biaya produksi dimana biaya- biaya langsung terpakai dan pusat biaya penunjang, dimana biaya- biaya tidak langsung terpakai.

b. Pengumpulan Data Biaya Tahapan selanjutnya pengumpulan data biaya. Data biaya dikumpulkan dari semua sumber yang ada, baik dari laporan keuangan maupun perincian biaya di setiap pusat biaya. Data biaya meliputi data biaya investasi, yang diukur dengan membuat daftar semua investasi rumah sakit, termasuk gedung serta mencatat harga pengadaannya, waktu pembelian dan masa pakainya. Kemudian data biaya operasional meliputi obat dan bahan medis, bahan habis pakai, bahan makanan, binatu dan biaya operasional lainnya

c. Perhitungan Biaya Asli Perhitungan dimulai dengan mengumpulkan data dari setiap pusat biaya rumah sakit sebagai dasar

(49)

distribusinya. Misalnya adalah luas lantai, jumlah personil, jumlah output (pelayanan/tindakan/hari rawat.)

d. Pendistribusian Biaya Tahap ke empat dari pehitungan biaya satuan adalah proses pendistribusian biaya. Proses ini dilakukan dengan memindahkan biaya asli disetiap unit penunjang ke setiap unit produksi yang terkait. Pada dasarnya unit penunjang akan memindahkan biaya aslinya secara berbeda jumlahnya ke unit produksi terkait. Apabila seluruh biaya asli unit penunjang telah dipindahkan ke unit produksi terkait, maka tidak ada lagi biaya tersisa di satu unit penunjang.

2.3.1.4 Pengklarifikasian Biaya Operasional Rumah Sakit

Pengklasifikasian biaya memiliki dasar yang berbeda – beda. Hal tesebut sesuai dengan keperluan perhitungan biaya yang diinginkan oleh penggunanya. Klasifikasi tersebut juga disesuaikan dengan tujuan dari pengguna informasi agar dapat sejalan dengan hasil yang diinginkan sehingga apabila informasi tersebut digunakan untuk pengambilan keputusan tidak memuat informasi yang salah nantinya. Hansen dan Mowen dalam bukunya yang berjudul Managerial Accounting (2007:72) mengklasifikasikan biaya berdasarkan 2 komponen yakni perubahan jumlah produk dan berdasarkan fungsinya dalam produksi. Klasifikasi tersebut dijabarkan sebagai berikut :

(50)

1. Berdasarkan pada perubahan jumlah produk (Output)

a. Biaya Tetap (Fixed Cost) Biaya tetap biaya yang secara relatif tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi (output) yang dihasilkan, Misalnya: Gaji pegawai, biaya gedung.

b. Biaya Variable (Variabel Cost) Biaya variabel adalah biaya yang nilainya dipengaruhi oleh banyaknya output (produksi).

Pada umumnya besar volume produksi sudah direncanakan secara rutin. Oleh sebab itu biaya variabel sering juga disebut sebagai biaya rutin. Contohnya adalah biaya obat, biaya alat, biaya bahan habis pakai dimana besarnya akan berbeda jika pasien sedikit dibandingkan pasien yang banyak.

c. Biaya Semi Variabel (Semi Variable Cost) Biaya semi variabel adalah biaya yang mengandung biaya tetap, tetapi juga mengandung biaya tidak tetap. Contohnya adalah biaya insentif penerimaan selain gaji yang besar kecilnya tergantung pada banyak sedikitnya jumlah pelayanan yang diberikan.

d. Biaya Total (Total Cost) Biaya total adalah jumlah dari biaya tetap (fixed cost) dan variabel (variable cost) atau (Total Cost

= Fixed Cost + Variable Cost).

Klasifikasi biaya yang kedua menurut Hansen dan Mowen dalam bukunya Managerial Accounting (2007;37), didasarkan pada kedudukan

(51)

biaya pada fungsinya dalam proses produksi. Sama halnya dengan tujuan klasifikasi yang pertama, klasifikasi ini juga bertujuan agar informasi dari biaya – biaya tersebut digunakan dengan benar dan tepat. Klasifikasi biaya berdasarkan fungsinya dalam proses produksi dijabarkan sebagai berikut :

2. Berdasarkan Fungsinya dalam Proses Produksi (Biaya Operasional).

a. Biaya Langsung Biaya langsung adalah biaya yang berkaitan langsung dengan pelayanan atau biaya yang ditetapkan pada unit-unit yang berkaitan dengan pelayanan (unit produksi). Contoh biaya langsung pada pelayanan kesehatan adalah biaya yang dikeluarkan pada pelayanan rawat jalan, rawat inap, ICU.

b. Biaya Tidak Langsung Biaya tidak langsung adalah biaya yang digunakan secara tidak langsung demi kelancaran proses produksi (pelayanan). Contoh dari biaya tidak langsung antara lain adalah biaya alat tulis, administrasi, trasnportasi.

2.4.1 Tinjauan Umum Pelayanan Rawat Inap

Secara sederhana pengertian rawat inap (opname) adalah proses perawatan pasien oleh tenaga kesehatan profesional akibat penyakit tertentu dimana pasien tersebut diinapkan di suatu ruangan di Rumah Sakit. Sedangkan ruang atau unit rawat inap adalah ruang tempat pasien

(52)

dirawat. Sementara itu, menurut Kepmenkes No. 560 Tahun 2003 Tentang Pola Tarif Perjan Rumah Sakit, Pelayanan Rawat Inap adalah pelayanan pasien untuk observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi medik dan atau upaya pelayanan kesehatan lainnya dengan menginap di Rumah Sakit, pelayanan ini dilakukan pada ruang perawatan yang dilengkapi dengan tempat tidur dan secara teratur dipelihara serta dipergunakan untuk akomodasi dan perawatan 24 jam bagi pasien yang masuk Rumah Sakit dan mendapatkan perawatan sebagai pasien rawat inap. Lingkungan rawat inap merupakan ruangan dan sarana yang disediakan untuk kebutuhan pelayanan rawat inap, dimana pasien tinggal selama beberapa hari yang dibutuhkan untuk mendapatkan pengobatan serta pemulihan kesehatannya.

Adapun ruang-ruang yang diperlukan dalam unit rawat inap, antara lain sebagai berikut:

1. Ruang Dokter

Ruang istirahat dokter jaga dan dapat berfungsi sebagai ruang pengobatan khusus bagi pasien rawat inap.

2. Ruang Perawatan

Merupakan tempat pasien mendapat pengobatan atau perawatan sehubungan dengan penyembuhannya sehingga pasien membutuhkan tempat tidur selama proses penyembuhannya.

3. Ruang Perawatan bagi yang Memakai Kursi Roda (Stretcher)

(53)

Merupakan tempat parkir bagi peralatan beroda, yang digunakan oleh pasien yang tidak dapat berjalan sendiri ataupun yang diharuskan diusung

4. Nurse Station

Merupakan ruang jaga perawat yang setiap waktu harus menolong dan mengawasi pasien. Tata letak ruang pengawas ini harus mudah mencapai semua penjuru kamar baik dari luar maupun dari kamar pasien.

5. Solarium

Merupakan ruang terbuka atau ruang jemur bagi pasien (outdoor room), sehingga penderita tidak harus selalu tidur. Tujuan solarium ini sebagai ruang untuk mendapatkan sinar ultraviolet pada pagi hari bagi pasien.

6. Utility Room

Merupakan ruang penampungan alat-alat atau bahan-bahan yang telah digunakan. Erat hubungannya dengan ruang cuci (laundry).

7. Floor Pantry

Merupakan ruang distribusi makanan ke ruang-ruang perawatan yang dikirimkan dari dapur induk (kitchenette).

8. Kamar Mandi dan Toilet

Merupakan ruangan bagi pasien untuk dapat membersihkan dirinya.

Oleh karena itu, kamar mandi tersebut harus disesuaikan dengan kondisi pasien

(54)

2.5.1 Tinjauan Umum Utility

Pada permulaan abad ke – 18, ahli matematika Daniel Bernoulli telah mempelopori perkembangan suatu ukuran utilitas. Bernoulli mengusulkan bahwa nilai sebenarnya ( true worth) kekayaan seseorang merupakan logaritma sejumlah uang. Selanjutnya konsep utilitas dikembangkan lagi oleh Von Neumann dan Morgenstern pada tahun1974, mereka mengusulkan bahwa kurva utilitas dapat dibuat untuk setiap individu, asalkan asumsi tertentu tentang preferensi individu tersebut berlaku.

Utlitas merupakan preferensi atau nilai guna pengambil keputusan dengan mempertimbangkan faktor risiko berupa angka yang mewakili nilai payoff sebenarnya berdasarkan keputusan. Angka utilitas terbesar mewakili alternatif yang paling disukai, sedangkan angka utilitas terkecil menunjukkan alternatifyang paling tidak disukai (Supranto : 2005 : 374).

Misalkan, himpunan X = {x, y, z,..} diartikan sebagai kumpulan alternatif keputusan, di mana jika x, y ϵ X maka tepat satu dari dua pernyataan berikut benar:

1. x < y 2. x > y

dengan < menyatakan kurang disukai, sedangkan > menyatakan lebih disukai. Setiap pengambil keputusan dapat berbeda – beda, dan mewakili salah satu dari lima kategori berikut, yaitu :

(55)

a. Peringkat Preferensi

Asumsi peringkat preferensi merupakan asumsi utilitas pengambil keputusan yang mengacu pada struktur dari keputusan dengan jumlah alternatif terbatas. Misalnya, terdapat alternatif x dan y, maka asumsi utilitas pengambil keputusan adalah x < y atau x > y.

b. Transitivitas Preferensi

Asumsi transitivitas preferensi merupakan asumsi utilitas pengambil keputusan dengan tidak menganggap keberadaan alternatif dari setiap alternatif tertentu dalam situasi yang dihadapi. Misalnya, apabila terdapat tiga alternatif x,y, dan z , dimana x < y, dan y < z, maka x < z.

c. Asumsi Kontinuitas

Asumsi kontinuitas merupakan asumsi utilitas pengambil keputusan yang mempunyai hasil terbaik dan terburuk sebagai hadiah, bahwa perorangan (individu) menganggap sama preferensinya dengan hasil yang sedang atau cukup saja atau di antara kedua hasil yang ekstrim tersebut.

d. Asumsi substitutabilitas

Asumsi substitutabilitas merupakan asumsi utilitas pengambil keputusan yang memungkinkan adanya revisi / perbaikan dengan penggantian (substitusi) suatu hasil dengan hasil lainnya, asalkan terdapat kesamaan.

(56)

e. Asumsi Peningkatan Preferensi

Asumsi peningkatan preferensi merupakan asumsi utilitas pengambil keputusan yang mempunyai hasil yang sama dan untuk keputusan yang mempunyai probabilitas terbesar untuk hasil yang lebih diinginkan maka harus lebih disukai. Jadi, preferensi perjudian antara dua hasil yang sama meningkat dengan probabilitas untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

(57)

2.2 Kerangka Teori

Keterangan :

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

Sumber: Modifikasi Eri teori Ascobat Gani (1997), Faiz (2006) dan Gafni (1991) dalam Putra (2014) dan Subirman (2012)

Pelayanan rawat inap merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan di rumah sakit. Dalam pelayanan rawat inap terdapat klasifikasi

Faktor-Faktor ATP 1. Pendapatan 2. Pengeluaran Sumber : Ascobat Gani

3. Jumlah Tanggungan Sumber : Faiz (2006)

Instalasi Rawat Inap 4. Harga Barang (biaya

kesehatan) Sumber : Faiz (2006)

Faktor-Faktor WTP 1. Pengetahuan mengenai tarif

2. Persepsi terhadap nilai Sumber: Gafni (1991) 3.Pendapatan

Sumber: Gafni (1991)

Referensi

Dokumen terkait

Secara kalimat, dapat dikatakan bahwa diagram konteks ini berisi “siapa saja yang memberi data (dan data apa saja) ke sistem, serta kepada siapa saja informasi (dan

DPRD kota Yogyakarta/ kemarin siang/ 25 Oktober 2005// Dalam kesempatan ini tiap fraksi memberikan. rancangan – rancangan mengenai Peraturan Daerah// Raperda yang dibahas

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa spektrofotometri derivatif metode zero crossing memenuhi persyaratan akurasi dan presisi, dan dapat

As the robot uses serial servo motor, it is easier to control these motor with CM-510 controller from Bioloid also.. The servo motors are connected serially and finally it

Penulis memiliki beberapa saran sebagai berikut: melakukan sosialiasi terhadap pihak-pihak yang terkait dalam penggunaan lapangan penumpukan container yaitu

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadiran Allah S.W.T atas segala rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, untuk memenuhi

Panitia Pengadaan Barang Dan Jasa pada BP2IP Malahayati Aceh Kementerian Perhubungan akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan

Pemisahan hardware independent dan hardware dependent dalam suatu program benar-benar sangat bermanfaat, karena banyak program yang pada prinsipnya sama, tetapi