TELLY KAMELIA
PDHMI
RESPIROLOGY AND CRITICAL ILL DIVISION INTERNAL MEDICINE DEPARTMENT UNIVERSITAS INDONESIA, FACULTY OF MEDICINE DR. CIPTO MANGUNKUSUMO HOSPITAL, JAKARTA.
Medical Herbs
in The Research Aspect
Doctors and Herbs
In a study entitled “A gap between acceptance and knowledge of herbal remedies by physicians: The need for educational intervention” It revealed that
“Of 192 physicians interviewed, most (60.4%) believed that herbal remedies were beneficial to
health…Seventy-eight physicians (40.6%) admitted having used herbs in the past, and 60 of these (76.9%) were satisfied with the outcome.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1310610/
Patients reluctant to tell doctors about their herbal medicines
Nearly one-third of Americans use herbs. Unfortunately, a study in the New England Journal of Medicine found that nearly 70% of people taking herbal medicines (most of whom were well educated and had a higher-than-average income) were reluctant tell their doctors that they used complementary and alternative medicine (CAM).
< 5.000 SIMPLISIA telah digunakan dalam produk
Keanekaragaman hayati
> 30.000 spesies tanaman, menempatkan Indonesia ke 5
BESAR NEGARA MEGABIODIVERSITAS
[LIPI, 2015]
GENETIC RESOURCES
Ristoja menghimpun informasi RAMUAN 25.821, TUMBUHAN OBAT 2.670 SPESIES tersebar
pada 303 etnis di 24 propinsi [Laporan RistojaB2P2TOOT,
2015]
TRADITIONAL KNOWLEDGE
JumlahNIE OBAT TRADISIONAL sampai dengan26 Februari
2021 sebanyak12.681 HERBAL MEDICINE PRODUCTS
PENGGUNAAN BAHAN ALAM DI INDONESIA
59,12% orang Indonesia konsumsi herbal untuk menyehatkan
RISKESDAS 2010
RISKESDAS 2013
•30,4% rumah tangga menggunakan cara tradisional untuk kesehatannya
•44,3% masyarakat menggunakan
yankestrad baik melalui praktisi kestrad maupun upaya sendiri
RISKESDAS 2018 DATA PEMANFAATAN
HERBAL MEDIK DEMAND
TINGGI
Teknologi
Kesehatan
Ekonomi
Sosial dan Budaya
Kesehatan
•Meningkatkan taraf kesehatan masyarakat
•Paradigma jamu mudah diperoleh, murah dan minimal menimbulkan efek samping
PERAN STRATEGIS HERBAL MEDIK
Sosial & Budaya
•Bukti kearifan lokal warisan budaya bangsa Indonesia
•Mendukung kesetaraan gender
Ekonomi
•Industri padat karya → salah satu penggerak roda ekonomi di Indonesia
•Profil industri OT Indonesia → 87,2% adalah UMKM
Teknologi
•Mendukung perkembangan dan peningkatan penguasaan teknologi, khususnya di bidang obat bahan alam / obat tradisional
13
PEMANFAATAN HERBAL MEDIK
EMPIRICAL
BASED EVIDENCED
BASED
Sediaan modern Sediaan Segar Sediaan Modern
OHT FITOFARMAKA
• Memiliki izin edar dari BPOM
• Kondisi kemasan dalam keadaan baik
• Bentuk fisik dalam keadaan baik
• Teruji secara ilmiah (praklinik/ klinik)
• Memiliki izin edar dari BPOM
• Kondisi kemasan dalam keadaan baik
• Bentuk fisik dalam keadaan baik
•Jenis tanaman, komposisi dan takaran yang tepat
•Pengolahan yang baik dan benar
•Cara mengkonsumsi dengan benar
•dapat dilakukan secara mandiri
Pemanfaatan herbal medik utamanya sebagai upaya :
•Peningkatan daya tahan tubuh agar tidak mudah sakit
•Mencegah penyakit atau resiko Kesehatan
•Mengatasi keluhan Kesehatan ringan
•Pemulihan dan perawatan Kesehatan, meningkatkan Kesehatan dan kebugaran
PERLU DIKETAHUI
Kriteria Penggunaan Obat Herbal
1. Ketepatan Bahan
➢Tanaman obat terdiri dari beberapa spesies yang kadang sulit dibedakan (memiliki kemiripan) sehingga harus dapat diidentifikasi.
2. Ketepatan Dosis
➢Penggunaan takaran obat harus pasti (dalam satuan gram) 3. Ketepatan Waktu Penggunaan
➢Contoh: Ekstrak kunyit dipercaya dapat meringankan dismenorea tetapi jika penggunaan diawal kehamilan dapat menyebabkan keguguran
4. Ketepatan Cara Penggunaan
➢Tanaman obat mengandung banyak zat berkhasiat didalamnya sehingga membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya.
5. Ketepatan Pemilihan Obat Untuk Indikasi Tertentu
➢Terdapat banyak jenis zat aktif pada tanaman obat yang memiliki indikasi masing-masing, sehingga penggunaan harus tepat berdasarkan zat aktif dan indikasinya.
➢Contoh: Alkaloid pada daun tapak darah bermanfaat dalam pengobatan diabetes, tetapi terdapat zat aktif vinblastin yang menyebabkan penurunan
Simplisia Ekstrak Bahan
Alam
Fraksi
Fraksi Bioaktif
Senyawa Aktif
oTumbuhan oHewan oMikroba oBiota Laut oMineral
Pengolahan pasca panen
Ekstraksi
Ekstraksi dan Fraksinasi
Fraksinasi dan Skrining molekuler
FraksinasI, isolasi dan sintesis Pendekatan potensi berdasarkan:
• Pangan
• Empiris pengobatan tradisional
Pendekatan potensi berdasarkan studi saintifik:
• Farmakologi
• Fitokimia
Chemical New Entities
Dalam obat konvensional, 50-60% produk farmaseutikal mengandung bahan alam atau
hasil sintesisnya; 10-25% obat resep mengandung 1 atau lebih kandungan dari bahan
alam tumbuhan.
Sumber: Cameron et al. Linking medicinal/nutraceutical products research with commercialization. Pharm Biol 2005;43:425-433.
POTENSI OBAT TRADISIONAL DALAM PRODUK FARMASI
PENGELOMPOKKAN OBAT HERBAL DI INDONESIA
JAMU OBAT HERBAL
TERSTANDAR FITOFARMAKA
Bahan Terstandarisasi Tidak Ya Ya
Klaim khasiat dan Uji Klinis Bukti Empiris Uji Pra-klinis Uji Klinis
▪Keamanan dan khasiat dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra klinik bahan baku & produk jadi terstandar
▪Sertifikat CPOTB
▪Uji pra-klinik (toksisitas dan farmakodinamika)
▪Mutu produk
▪Keamanan dan khasiat dibuktikan secara ilmiah melalui uji pra klinik bahan baku & produk jadi terstandar
▪Sertifikat CPOTB
▪Uji pra-klinik (toksisitas dan farmakodinamika)
▪Mutu produk
▪Keamanan dan khasiat dibuktikan secara empiris
▪Keamanan dan khasiat dibuktikan secara empiris Jamu
Obat Herbal Terstandar
▪Keamanan dan khasiat dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik
▪Bahan baku & produk jadi terstandar
▪Sertifikat CPOTB
▪Uji pra-klinik (toksisitas dan farmakodinamika)
▪Uji klinik
▪Mutu produk
▪Keamanan dan khasiat dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik
▪Bahan baku & produk jadi terstandar
▪Sertifikat CPOTB
▪Uji pra-klinik (toksisitas dan farmakodinamika)
▪Uji klinik
▪Mutu produk Fitofarmaka
> 11.000 produk
63 produk
21 produk Keputusan KBPOM No. HK.00.05.4.2411 tahun
2004 Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia
Evidence based Sumber Data: BPOM Februari 2021 Kode TR
Kode HT
Kode FF
PENGGOLONGAN OBAT BAHAN ALAM
BPOM telah mempersyaratkan bahwa suatu sediaan herbal atau obat tradisional harus memenuhi kriteria:
Aman
• Telah digunakan secara turun-temurun melewati 3 generasi & terbukti aman
• Telah diuji toksisitas menggunakan hewan coba (uji toksisitas akut, subkronik, kronik, mutagenitas)
Bermutu
• industri harus
menerapkan CPOTB, meliputi semua aspek produksi, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, sampai pada produk akhir siap edar.
Bermanfaat/
berkhasiat
• Menjamin produk herbal yang dikonsumsi mempunyai efek pengobatan sesuai dengan klaim
• dibutuhkan data ilmiah pendukung yang sesuai dengan penelitian/ uji farmakologi
Jamu
(2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat
pembuktian umum dan medium
(3) Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata- kata: "Secara tradisional digunakan untuk ..." , atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran.
Obat Herbal Terstandar
(2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan
tingkat pembuktiannya yaitu
Fitofarmaka
(2) Jenis klaim penggunaan sesuai dengan tingkat pembuktian yaitu tingkat
pembuktian umumdan medium
PERCEPATAN PENGEMBANGAN & PEMANFAATAN FITOFARMAKA
PERAN LINTAS SEKTOR PEMERINTAH
AKADEMISI
PRAKTISI BISNIS
MASYARAKAT
• SATGAS PERCEPATAN PENGEMBANGAN &
PEMANFAATAN FF
• REGULASI K/L TERKAIT SESUAI TUPOKSI
• PENELITIAN OBAT TRADISIONAL
• PEMANFAATAN
• HILIRISASI PENELITIAN OT MENJADI PRODUK
• MENDORONG &
MEMANFAATKAN OT YANG AMAN, BERMANFAAT, DAN BERMUTU SECARA CERDAS
DIDASARKAN DAN SESUAI KEBUTUHAN MASYARAKAT &
PROGRAM PEMERINTAH
Syarat Utama yang harus dipenuhi agar Obat BahanAlam dapat diregistrasi di BPOM?
Berkhasiat
→ Uji
Farmakologi
Aman
→ Uji Toksisitas
Jalan Menuju Pembuktian
1 bulan -1 tahun 3 – 20 tahun
❖ Sediaan masih simplisia
❖ Kemanan dan khasiat secara empiris
❖ Disebut jamu jika sudah digunakan di masyarakat melewati 3 generasi atau setara dengan 180 tahun
❖ Sediaan berupa ekstrak dari bahan dan proses yang terstandarisasi
❖ Melewati uji pre klinis (uji toksisitas, kisaran dosis, Farmakologi dimanik, dam teratogenic)
Dosis pada hewan dikonversi ke dosis aman bagi Manusia sehingga diketahui kesamaan efek pada hewan dan manusia
Uji Pre Klinik dari Jamu menujuOHT
Uji eksperimental in vitro
•Bersifat parsial pada sebagian organ diatas cawan petri
•Tujuannya untuk mengklarifikasi/me mbuktikan klaim sebuah obat
•Ekstrak diberikan kepada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel, atau mikroba
•Pengamatan pada efek yang ditimbulkan
Uji eksperimental in vivo
• Dilakukan pada hewan percobaan (mencit/tikus/k elinci/Kucing/a njing)
• Tujuannya untuk membuktikan klaim sebuah obat
Uji toksisitas akut
• Tujuannya untuk mengetahui LD50 sebuah obat
• Semakin tinggi LD50 maka semakin aman, karena dibutuhkan dosis tinggi untuk sampai pada tahap mematikan
Uji toksisitas subkronik
• Tujuannya untuk mengamati kelainan akibat konsumsi obat yang diamati
• Efek akumulasi obat menjadi fikus riset tahap ini
• Setiap hari selama 3 bulan berturut2 hewan diberi ekstrak
Uji toksisitas khusus
• Tujuannya untuk melihat kemanan konsumsi obat dalam jangka panjang
• Apakah obat bersifat karsinogenik, mutagenic, teratogenic, iritatif dan aman untuk
reproduksi?
Uji Klinik dari OHT menujuFitofarmaka
Uji klinis fase 1
Untuk mengetahui efek dan farmakokinetik Sukarelawan sehat
Uji klinis fase 2
Diberikan pada orang yang sakit sesuai klaim obat
Kontrol berupa placebo
Uji klinis fase 3
Jumlah sukarelawan diperbanyak dan lokasi diperluas Kontrol berupa obat inovator
Uji klinis fase 4
Post marketing surveillance
Uji eksperimental in vitro
Penyakit kardiovaskuler
• Sel endotel → kultur human umbilical vein endothelial cell (HUVEC) → dari plasenta bayi
• Sel kardiomiosit
Fibrosis hati • Sel fibroblast, sel stelata hepar (Hepatic stellate cell), sel hepatosit
Infeksi saluran
kemih • Sel bakteri E.coli, Umbrella cell, sel podosit
Kultur sel immortal
(lini sel/
cell line)
Kultur
primer
Contoh
Ginkgo biloba extract inhibits oxidized low-density lipoprotein (oxLDL)-induced matrix metalloproteinase activation by the modulation of the lectin-like oxLDL receptor 1-regulated signaling pathway in human umbilical vein endothelial cells
Uji eksperimental
in vivo
Contoh
Contoh
Curcumin ameliorates intrahepatic angiogenesis and capillarization of the sinusoids in carbon tetrachloride-induced rat liver fibrosis
Uji Toksisitas Non Klinik secara in vivo
Uji toksisitas Non Klinik secara in vivo
a. uji toksisitas akut oral b. uji toksisitas subkronik oral c. uji toksisitas kronik oral d. uji teratogenisitas e. uji sensitisasi kulit f. uji iritasi mata
g. uji iritasi akut dermal h. uji iritasi mukosa vagina i. uji toksisitas akut dermal j. uji toksisitas subkronik dermal
Pemilihan uji tergantung dari tujuan penggunaan dan kemungkinan terjadinya risiko akibat pemaparan pada manusia
Faktor yang berpengaruh pada keabsahan uji toksisitas :
1. Sediaan uji
2. Penyiapan sediaan uji 3. Hewan uji
4. Dosis
5. Teknik dan prosedur pengujian
→suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis-respon yang khas dari sediaan uji
Faktor-faktor yang menentukan hasil uji toksisitas secara in vivo adalah:
1.Pemilihan spesies hewan uji → Tikus/kelinci/kucing
2.Galur dan jumlah hewan → Tikus Wistar/Sprague Dawley
3.Cara pemberian sediaan uji → IV, PO, IM 4.Pemilihan dosis uji
5.Efek samping sediaan uji
6.Teknik dan prosedur pengujian termasuk cara penanganan hewan selama percobaan
KETENTUAN2 UMUM PADA UJI TOKSISITAS
A. Ethical Clearance B. Sediaan Uji
C. Penyiapan Sediaan Uji D. Dosis Uji
E. Kelompok Kontrol
F. Cara Pemberian Sediaan Uji G. Hewan Uji
H. Kondisi Ruangan dan Pemeliharaan Hewan Uji I. Cara Mengorbankan Hewan Uji
J. Cara Penandaan Hewan Uji
K. Cara Memegang (Handling)Hewan Uji
PEDOMAN UJI TOKSISITAS
Toksisitas akut oral
Prinsip Tujuan Metode
Metode konvensional
Prosedur Pengumpulan
data dan analisis
Fixed dose method
Prinsip
Prosedur Pelaporan
hasil pengujian
TOKSISITASAKUT ORAL
→untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat setelah pemberian suatu zat dalam dosis tunggal atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam; apabila pemberian dilakukan secara berulang,maka interval waktu tidak kurang dari 3 jam.
Hasil toksisitas akut dievaluasi berdasarkan kriteria bahaya dari GHS (Globally Harmonised Classification System for Chemical Substances and Mixtures)yang tercantum dalam Thirteenth Addendum to The OECD Guidelines for The Testing of Chemicals(2001):
Sedangkan untuk obat, obat tradisional bahan lainnya (Generally Recognized As Safe/GRAS) seperti bahan pangan, penentuan kategori toksisitas akut digunakan penggolongan klasifikasi seperti pada Tabel 4.
Prinsip
• Prinsip toksisitas akut yaitu pemberian secara oral suatu zat dalam beberapa tingkatan dosis kepada beberapa kelompok hewan uji.
• Penilaian toksisitas akut ditentukan dari kematian hewan uji sebagai parameter akhir.
• Hewan yang mati selama percobaan dan yang hidup sampai akhir percobaan diotopsi untuk dievaluasi adanya gejala-gejala toksisitas dan selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ.
Tujuan
• Tujuan uji toksisitas akut adalah untuk mengidentifikasi bahan kimia yang toksik dan memperoleh informasi tentang bahaya terhadap manusia bila terpajan.
• Uji toksisitas akut digunakan untuk menetapkan nilai LD50 suatu zat.
Metode Uji ToksisitasAkut Oral
Metode konvensional
(-): Membutuhkan banyak hewan uji
Fixed dose method
(+):Hanya menggunakan jenis kelaminbetinakarena tidak ada perbedaan LD50 jantan dan betina
44w Uji Pendahuluan
• Untuk mencari dosis awal yang sesuai untuk uji utama
• Dosis awal dapat dipilih dari tingkatan fixed dose: 5, 50, 300 dan 2000 mg/kg BB sebagai dosis yang diharapkan dapat
menimbulkan efek toksik
Uji Utama
• Uji utama dilakukan dengan memperhatikan tingkat dosis dimana terjadi kematian pada uji
pendahuluan.
• Penentuan dosis antara setiap tingkatan didasarkan pada waktu terjadinya gejala toksik.
• Pengujian tidak diteruskan pada dosis selanjutnya sampai diketahui apakah hewan masih bertahan hidup atau mati
Uji Batas
• Jika pada uji pendahuluan tidak ada kematian pada tingkat dosis 2000 mg/kg dan pada uji utama hanya 1 ekor atau tidak ada hewan yang mati pada tingkat dosis 2000 mg/kg, maka tidak perlu
diberikan dosis
melampaui 2000
mg/kg.
Pengamatan
• Observasi minimal 30 menit pertama pasca pemberian, secara periodik setiap 4 jam selama 24 jam → Setelah itu sehari sekali, selama 14 hari
• Durasi dapat bervaruasi & diperpanjang tergantung dari rx toksik
& onset serta lama waktu kesembuhan
• Waktu timbul / hilangnya gx toksisitas, kematian hewan wajib dicatat secara sistematis
Pengamatan yang dilakukan termasuk pada: kulit, bulu, mata, membran mukosa dan juga sistem pernafasan, sistem syaraf otonom, sistem syaraf pusat, aktivitas somatomotor serta tingkah laku.
Selain itu, perlu juga pengamatan pada kondisi: gemetar, kejang, salivasi, diare, lemas, tidur dan koma.
Pengumpulan data
❖ Dosis uji yang digunakan;
❖ Jumlah hewan yang menunjukkan gejala toksisitas;
❖ Jumlah hewan yang ditemukan mati selama uji dan yang mati karena dikorbankan;
❖ Waktu kematian masing-masing hewan;
❖ Gambaran dampak toksik dan waktu dampak toksik;
❖ Waktu terjadinya reaksi kesembuhan; dan
❖ Penemuan nekropsi.
Pelaporan Hasil Pengujian
3. Hasil:
a. Data pengamatan
b. Efek toksik yang terjadi untuk setiap dosis dan jenis kelamin
c. Waktu terjadinya gejala-gejala toksik, tingkah laku hewan dan kematian d. Data berat badan
e. Penemuan hasil pemeriksaan
makropatologi dan histopatologi (bila diperlukan).
f. Data LD50 4. Pembahasan
5. Kesimpulan dan saran 6. Daftar Pustaka 1. Pendahuluan
2. Metode
a. Jenis hewan, jumlah dan galur yang digunakan
b. Nama, bentuk, kemurnian dan cara pemberian sediaan uji
c. Zat pembawa: air atau zat lainnya d. Kondisi pemeliharaan hewan: ukuran
kandang, jumlah hewan perkandang, bahan pembuat kandang (alumunium, fiber atau bahan lain
e. Kondisi pengujian: pemilihan dosis awal, formulasi sediaan uji, dosis dan volume sediaan uji serta waktu pemberian
TOKSISITAS SUBKRONIK ORAL
Prinsip
• Sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji.
• Selama waktu pemberian sediaan uji, hewan harus diamati setiap hari untuk menentukan adanya toksisitas.
• Hewan yang mati selama periode pemberian sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis (kaku) segera diotopsi, organ dan jaringan diamati secara makropatologi dan histopatologi.
• Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewan yang masih hidup diotopsi
selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ maupun jaringan, serta dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis dan histopatologi.
Tujuan
• 1. Efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut.
• 2. Efek toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu.
Jenis Uji Toksisitas Subkronik Oral
Uji Toksisitas Subkronis Singkat Oral 28 hari pada Rodensia
• Untuk menguji sediaan uji yang penggunaannya secara klinis apakah:
• a. dalam bentuk sekali pakai.
• b. berulang dalam waktu kurang dari satu minggu
Uji Toksisitas Subkronis Oral 90 hari pada Rodensia
• Untuk menguji sediaan uji yang penggunaannya secara klinis berulang dalam waktu 1-4 minggu.
Pelaporan Hasil Pengujian
4. Hasil:
a. Efek toksik yang terjadi untuk setiap dosis dan jenis kelamin
b. Waktu terjadinya gejala-gejala toksik dan kematian
c. Data berat badan (dua titik tiap minggu) dan makanan yang konsumsi
d. Hasil pemeriksaan hematologi e. Hasil pemeriksaan biokimia klinis f. Penemuan hasil pemeriksaan
makropatologi dan histopatologi g. Bobot organ absolut dan relatif
h. Analisis statistik menggunakan ANOVA 5. Pembahasan
1.Pendahuluan 2.Tinjauan Pustaka 3.Metode
a. Jenis hewan dan galur yang digunakan
b. Nama, bentuk dan cara
• pemberian sediaan uji
c. Kondisi pemeliharaan hewan: ukuran kandang, jumlah hewan perkandang, bahan pembuat kandang (alumunium, fiber atau bahan lain).
Pemeriksaan
Hematologi
• konsentrasi hemoglobin,
• jumlah eritrosit (RBC/Red Blood Cell),
• jumlah leukosit
(WBC/White Blood Cell),
• diferensial leukosit,
• hematokrit,
• jumlah platelet (trombosit),
• perhitungan tetapan darah yaitu: MCV, MCH,
MCHCpenetapan deferensial leukosit
Biokimia Klinis (OECD)
• natrium, kalium, glukosa, total-kolesterol, trigliserida, nitrogen urea, kreatinin, total-protein, albumin,
• GOT (glutamate
oksaloasetat transaminase),
• GPT (glutamat piruvat transaminase),
• total bilirubin,
• alkaline fosfatase,
• gamma glutamil trans- peptidase, LDH (laktat
• dehidrogenase),
• asam empedu (bile acids).
Biokimia Klinis (WHO)
• fungsi hati (GOT, GPT, Gamma GT)
• fungsi ginjal (nitrogen urea, kreatinin, total-bilirubin).
• Parameter utama minimal yang harus diperiksa adalah nitrogen urea, kreatinin, GOT dan GPT.
TOKSISITAS KRONIK ORAL
Prinsip
• Sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada beberapa kelompok hewan uji selama tidak kurang dari 12 bulan.
• Pengamatan setiap hari untuk menentukan adanya toksisitas.
• Hewan yang mati selama periode pemberian sediaan uji, bila belum melewati periode rigor mortis (kaku) segera diotopsi, organ dan jaringan diamati secara makropatologi dan histopatologi.
• Pada akhir periode pemberian sediaan uji, semua hewan yang masih hidup diotopsi
selanjutnya dilakukan pengamatan secara makropatologi pada setiap organ maupun jaringan, serta dilakukan pemeriksaan hematologi, biokimia klinis, histopatologi.
Tujuan
• 1. Efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas subkronis.
• 2. Karakterisasi toksisitas dari suatu sediaan uji yang dipaparkan dalam waktu lama &
Pelaporan Hasil Pengujian
4. Hasil:
a. Efek toksik yang terjadi untuk setiap dosis dan jenis kelamin
b. Waktu terjadinya gejala-gejala toksik dan kematian
c. Data berat badan (dua titik tiap minggu) dan makanan yang konsumsi
d. Hasil pemeriksaan hematologi e. Hasil pemeriksaan biokimia klinis f. Penemuan hasil pemeriksaan
makropatologi dan histopatologi g. Bobot organ absolut dan relatif
h. Analisis statistik menggunakan ANOVA 5. Pembahasan
6. Kesimpulan 7. Daftar Pustaka
1.Pendahuluan 2.Tinjauan Pustaka 3.Metode
a. Jenis hewan dan galur yang digunakan
b. Nama, bentuk dan cara
• pemberian sediaan uji
c. Kondisi pemeliharaan hewan: ukuran kandang, jumlah hewan perkandang, bahan pembuat kandang (alumunium, fiber atau bahan lain).
Uji Klinik
Obat Herbal
JENIS UJI KLINIS
FASE I
• Keamanan & toleransi obat
• 20-50 orang FASE II
• Sistem/dosis obat yang paling efektif
• 100-200 orang FASE III
• evaluasi efektivitas obat/cara pengobatan baru
• minimal 500 orang
FASE IV (post marketing surveilance)
• Evaluasi obat yang sudah dipakai lama (> 5 tahun)
Ketertarikan Kedokteran Konvensional Terhadap Pengobatan Alternatif-Konvensional
• Banyak penderita yang bertanya tentang khasiat dan keamanan herbal.
• Dilaporkan adanya kegagalan terapi atau timbulnya efek samping akibat interaksi obat modern dengan obat herbal.
• Penyakit berlanjut, penderita terlambat untuk disembuhkan
dengan pengobatan konvensional yang sudah diakui manfaatnya.
• Ada tekanan publik untuk mencakupkan pengobatan
komplementer-alternatif ke dalam pengobatan formal, sementara
bukti klinis yang meyakinkan belum tersedia.
Peraturan Obat Herbal
• Dikategorikan sebagai supplement, karena itu dipasarkan tanpa pembuktian khasiat dan keamanan terlebih dahulu.
• Diberlakukan CPOB, agar tak terkontaminasi dengan bakteri dan tak dicampur dengan obat konvensional, dan diketahui batas waktu kadaluarsa.
• Diberlakukan/sedang disusun standardisasi bahan baku
Pandangan Dunia Kedokteran Terhadap Obat Herbal
• Indikasi penggunaan didasarkan pandangan pribadi (opinion based- medicine) dan bukan melalui pembuktian (evidence based medicine).
• Oleh karena itu khasiat dan keamanannya diragukan.
• Efek nonspesifik (efek placebo) lebih menonjol dari efek spesifik komponen herbal
• Obat herbal dekat dengan dunia kedokteran, karena banyak obat
konvensional yang berasal dari tumbuhan, yang kemudian dikenali
kimianya melalui isolasi dan purifikasi
Protokol Uji Klinik
• Dimulai dengan konsep awal yang sederhana, kemudian dikembangkan dalam peer group menjadi protokol lengkap.
• Merupakan cetak biru dari jalan penelitian yang harus diikuti peneliti
• Perlu memperoleh klirens etik sebelum pelaksanaan penelitian
14 Komponen Protokol Uji Klinik
• Latar belakang
• Objektif spesifik
• Disain penelitian
• Kriteria seleksi subyek
• Rencana pengobatan
• Alokasi random
• Cara evaluasi hasil pengobatan
• Informed consent
• Jumlah subyek
• Pemantauan
perjalanan uji klinik
• Case Report Form
• Pelanggaran protokol
• Analisis statistik
• Tanggung jawab
administratif dan
Dasar Pemikiran Perlunya Plasebo Sebagai Obat Pembanding
• Logika mengatakan bila setelah pemberian obat terjadi perbaikan klinis, maka perbaikan klinis itu disebabkan oleh pemberian obat itu (post hoc ergo propter hoc, after this, therefore because of this)
• Akan tetapi perbaikan klinis dapat terjadi karena beberapa faktor selain dari pemberian obat, gejala/keluhan menghilang sendiri (self-limited course of disease, gejala/keluhan hilang timbul, remisi spontan, dan efek placebo
• Dengan menggunakan plasebo sebagai pembanding, maka dapat diukur besarnya perbaikan klinis karena efek obat
Ketersamaran Dalam Uji Klinik
• Bertujuan untuk menghindari bias dalam penilaian respons pengobatan.
• Ketersamaran diperoleh dengan cara menyamakan
bentuk,ukuran, warna, rasa, cara pemberian dan sensasi yang ditimbulkannya, dan interval pemberian, sedemikian rupa
sehingga si pemberi, pengamat, dan penderita tak dapat
membedakan obat mana yang ia terima selama berlangsungnya
penelitian.
DESAIN UJI KLINIS
SUBYEK
kelompok perlakuan
kelompok kontrol
efek
efek
SUBYEK
kelompok perlakuan
kelompok kontrol
efek
efek
kelompok perlakuan
kelompok kontrol
efek
efek
1. PARALEL
2. CROSSING OVER R
R
KEUNTUNGAN & KERUGIAN
KEUNTUNGAN
• Randomisasi ➔ bias terkendali
• Kriteria inklusi, perlakuan & hasil ditentukan dulu
• Statistik lebih efektif
• Statistik mudah karena random
• Kelompok sebanding KERUGIAN
• Desain & pelaksanaan ➔ kompleks & mahal
• Seleksi tertentu ➔ tidak sesuai populasi target
• Masalah etik
PERAN UJI KLINIK DALAM EBM
Uji praklinik Uji invitro
Tingkat Bukti Pada Pengobatan Berbasiskan Bukti
1a. Bukti yang diperoleh dari meta-analisis uji klinik
1b. Bukti yang diperoleh dari 1 uji klinik teracak dan tersamar ganda
IIa. Bukti diperoleh dari kajian terkontrol tanpa acak 11b. Bukti berasal dari kajian quasi-experimental III. Bukti berasal dari kajian deskriptif yang
dirancang dengan baik
IV. Bukti berasal dari pendapat ahli atau
pengalaman klinik
Prinsip Uji Klinik yang Baik
1. Sesuai deklarasi Helsinski
2. Risiko & ketidaknyamanan diperhitungkan 3. Hak, keamanan, kesejahteraan ➔penting 4. Informasi produk memadai
5. Landasan ilmiah kuat ➔ protokol 6. Dilaksanakan ~protokol disetujui KE 7. Pelayanan & keputusan medik ➔ dr./drg.
8. Individu yang terlibat ➔ memenuhi syarat 9. Informed consent tanpa tekanan
10. Semua data direkam, ditandatangani, & disimpan 11. Kerahasiaan rekaman terjamin
12. Produk memenuhi CPOB
13. Sistem dengan prosedur yang menjamin mutu setiap aspek
PIHAK YANG TERLIBAT
Peneliti
Komisi etik
Komisi ilmiah
Sponsor
Punya kualifikasi, wewenang, dan tanggung jawab masing-
masing
Herb Research in the World
Clinicaltrial.gov
COVID19 Research : 3.750 trial herbs medicine : 126 trial
Non COVID19 Research herbs medicine : 410 trial
Uji Klinis Penggunaan Herbal di dunia untuk Covid-19
Penelitian :
Pasien Covid-19 membaik dengan herbal,
di China > 85% terapi menggunakan herbal
PEMANFAATAN HERBAL MEDIK PADA PENANGANAN COVID-19
14
sebagai
Imunomodulator Mengatasi faktor
Komorbid Covid 19 Tanaman Obat yang
mengandung zak aktif seperti:
• Jahe Merah (Quercetin)
• Temulawak ( Curcuminoid)
• Kunyit (Curcumin, bisdesmetoksicurcumin)
• Meniran ( Flavonoid)
• Empon empon
• Tekanan Darah tinggi : Seledri, bawang putih
• Kencing manis/Diabetes:
Daun salam, sambiloto
• Obesitas : daun jati belanda, daun ceremai Mengurangi Gejala
Covid 19
• Batuk Pilek : rimpang kencur
• Sakit Kepala : bawang putih dan antanan
• Sulit tidur : biji pala
• Mual muntah : Jahe
TANAMAN OBAT YANG BERFUNGSI UNTUK MENINGKATKAN DAYA TAHAN TUBUH
(IMUNOMODULATOR)
• Bentuk Rimpang
• Jahe, Jahe Merah,Kunyit, Temulawak, kencur, Lengkuas
• Bentuk Daun
• Sirih, Kelor, Katuk, Pegagan, Seledri Bentuk Batang
Serai dapur/Sereh Bentuk Kulit Kayu
kayu manis Bentuk Buah
Jeruk nipis, lemon, jambu biji Bentuk Biji
Jintan Hitam
15T
The picture can't be displayed.
an't be The picture c displayed.
n't be The picture ca displayed.
The picture can't be displayed.
he picture can't be displayed.
The picture can't be displayed.
Sumber: Modul TOT Asuhan Mandiri Pemanfaatan TOGA dan Akupresur
MEKANISME PERTAHANAN TUBUH (1)
Jahe meningkatkan aktivitas sel Natural Killer
dalam melisis target produksi IL-6, meningkatkan induksi proliferasi sel pembentuk
Antibodi
Temulawak, Kunyit, menstimulasi pembentukan sel T,
Natural Killer sel, makrofag
Pegagan, meningkatkan produksi IL2 dan meningkatkan indeks
fagositosis
Kelor, meningkatkan sel T Helper yang berfungsi
untuk mengaktifkan makrofag untuk melakukan fagositosis Kencur mengandung flavanoid yang bersifat
stimulator untuk meningkatkan kemampuan
efek mikrobisidal dan fagositosis / penelanan
Sambiloto, meningkatkan produksi Limfosit B yang akan mengikat antigen dan meningkatkan proses
fagositosis dan
Sistem Imunitas Tubuh
MEKANISME PERTAHANAN TUBUH (2)
Bawang Putih, Menghambat pembentukan dinding sel
bakteri
Meniran (Pylantus Niruri), memodulasi sistem imun melalui proliferasi dan aktivasi limfosit T danB
Sereh, Lemon dan Jambu Biji sebagai antioksidan
Kayu Manis, meningkatkan sel T Helper yang berfungsi
untuk mengaktifkan makrofag untuk melakukan fagositosis Sirih,meningkatkan
aktifitas fagositosis
Jintan Hitam, Meningkatkan jumlah
dan fungsi Sel T Killer
17 Sistem
Imunitas Tubuh
Nama Herbal Indikasi Medis Golongan obat konvensional yang berpotensi interaksi
Bawang putih (Allium sativum L.)
Anti bakteri dan jamur, mempertahankan sistem imunitas, melawan infeksi oportunitis, (IO) termasuk herpes virus, sitomegalovirus, kriptosporidiosis (kripto), dan organisme mikobakteri atau kandida, mengurangi tingkat kolesterol dan trigliserid yang tinggi,mengurangi kemampuan darah untuk membeku, antihipertensi.
Saquinavir : dapat mengurangi tingkat saquinavir dalam darah rata-rata 51%, sehingga pada pengobatan HIV, potensi terjadinya resistensi terhadap obat tersebut.
Warfarin : sebaiknya dihindari oleh orang yang memakai obat antitrombosit atau anti pembeku.
Seledri
(Apium graveolensLinn, Apiaceae)
Diuretik, antihipertensi Hidrochlorothiazide (HCT) dan furosemide : penggunaan bersama-sama dapat mengakibatkan turunnya cairan tubuh dan kadar ion tubuh sehingga menurunkan keseimbangan.
Daun senna
(Cassia angustifolia Vahl.)
Diuretik Thiazid, adrenokortikosteroid atau Liquiritiae Radix : dapat
memacu timbulnya ketidak seimbangan elektrolit.
Biji kopi Stimulansia Barbital : efek sedatif dari barbital akan berkurang karena
terjadi efek penetralan.
Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
Penambah nafsu makan Parasetamol : dapat memicu terjadinya kerusakan hati (hepatotoksisitas).