Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
EVALUASI TERHADAP KINERJA KEMITRAAN
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III
DENGAN USAHA KECIL
(Kasus: Kota Medan)SKRIPSI
BILLY AGRIVA SINULINGGA 040309006
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
ABSTRAK
Billy Agriva Sinulingga (040309006), dengan judul
Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara). Penelitian
ini dilaksanakan pada tahun 2009 dan dibimbing oleh
Bapak Ir. Yusak Maryunianta, MSi dan Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, Msi.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui pola kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.
2. Mengevaluasi kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.
3. Mengetahui peran kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.
4. Mengetahui masalah apa saja yang terdapat pada kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian.
Daerah penelitian ditentukan secara Purposive (sengaja) yaitu di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara dan metode penarikan sampel yang digunakan adalah Stratified Random Sampling yaitu berdasarkan jumlah penjualan Usaha Kecil pertahun, jumlah sampel yang diambil sebanyak 57 Usaha Kecil. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.
Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pola kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil adalah dana kemitraan yang bersumber dari penyisihan laba PTPN III disalurkan sebagai pinjaman berupa modal kerja untuk membiayai hal-hal yang menyangkut peningkatan produktivitas mitra binaan.
2. Kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil termasuk memiliki kinerja yang tinggi.
3. PT. Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil memiliki peran masing-masing dalam kemitraan ini.
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
RIWAYAT HIDUP
Billy Agriva Sinulingga, dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 19 Mei 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara
dari Bapak Bahagia Sinulingga, SE dan Ibu Anita Chairani Br. Sembiring.
Jenjang Pendidikan:
1. Tahun 1992 masuk SD Inpres No. 112145 Rantau Parapat dan tamat pada
tahun 1998.
2. Tahun 1998 masuk SLTP Negeri 1 Tebing Tinggi dan tamat pada tahun 2001.
3. Tahun 2001 masuk SMU Negeri 1 Medan dan tamat pada tahun 2004.
4. Tahun 2004 diterima di Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).
5. Bulan Juni - Juli Tahun 2008 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
di Nagori Purba Dolok Kecamatan Silima Kuta Kabupaten Simalungun
Provinsi Sumatera Utara.
6. Tahun 2009 melakukan penelitian skripsi di Kota Medan
Provinsi Sumatera Utara.
Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti organisasi
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas kasih dan anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi yang berjudul ”Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan
Nusantara III dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan, Provinsi Sumatera
Utara)”.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala
kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang melimpahkan kasih dan anugerahNya sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Yusak Maryunianta, MSi selaku Ketua Komisi Pembimbing dan
Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing
atas segala bimbingannya pada saat penyusunan usulan penelitian hingga
penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku Ketua Departemen Sosial
Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Sekretaris Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian khususnya dan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
6. Kepala Bagian, Kepala Urusan dan seluruh staf dan karyawan yang ada di
Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) PT. Perkebunan Nusantara
III Medan, yang telah memberikan informasi serta dukungan selama
penulis mengerjakan skripsi ini.
7. Seluruh pengelola usaha kecil di Kota Medan yang menjadi sampel pada
penelitian ini, yang telah memberikan informasi serta dukungan selama
penulis mengerjakan skripsi ini.
8. Ayahanda Bahagia Sinulingga, SE dan Ibunda Anita Chairani
Br. Sembiring, adik-adik tercinta Beby Andrea dan Frisky Agashi,
Nek Bulang Drs. B. Sembiring dan Nek Karo N. Br. Karo, serta seluruh
keluarga besar yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa
kepada penulis dalam menyelesaikan pendidikan di
Universitas Sumatera Utara.
9. Sahabat-sahabat yang telah membantu penulis selama pengerjaan skripsi
ini (Ky, Lilid dan Eci), teman setia di kede kopi (Fajar Ireng dan Jelput),
teman satu Dosen Pembimbing (Erdina dan Roma) serta teman-teman
Mahasiswa SEP 04’ dan juga kepada Lias Karina Br. Ginting yang selalu
memberikan semangat dan mendukung penulis dalam doa sehingga
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan kualitas skripsi
ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih untuk pembaca, semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2009
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK ...
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...
KATA PENGANTAR ...
DAFTAR ISI ...
DAFTAR TABEL ...
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR LAMPIRAN ...
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 5
Tujuan Penelitian ... 6
Hipotesis Penelitian ... 6
Kegunaan Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA Kemitraan ... 8
Kinerja ... 12
Evaluasi ... 14
Landasan Teori ... 24
Kerangka Pemikiran ... 27
METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Sampel ... 30
Metode Penarikan Sampel ... 31
Metode Pengumpulan Data ... 32
Metode Analisis Data ... 32
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK ANGGOTA SAMPEL
Sejarah Perusahaan ... 37
Keadaan Fisik dan Geografis ... 38
Struktur Organisasi Bagian Kemitraan
dan Bina Lingkungan (KBL) ... 39
Karakteristik Anggota Sampel ... 40
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil
di Daerah Penelitian ... 41
Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil
di Daerah Penelitian ... 42
Peran Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil
di Daerah Penelitian ... 47
Masalah-masalah yang Dihadapi oleh PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil dalam Kemitraan dan Upaya-upaya yang Dilakukan
Untuk mengatasi Masala-masalah Tersebut ... 49
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 52
Saran . ... 53
DAFTAR PUSTAKA
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Penyebaran Mitra Binaan di Kota Medan ... 30
2. Jumlah Sampel Penelitian Kemitraan PT.Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil Dilihat dari Jumlah Penjualan Per Tahun ... 32
3. Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil ... 33
4. Skor Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil ... 34
5. Karakteristik Sampel Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil ... 40
6. Penilaian Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil di Daerah Penelitian ... 43
7. Penilaian Kinerja Kemitraan Tahun 2008 Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN ... 44
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
1. Siklus Sistem Evaluasi Pengembangan ... 16
2. Model Evaluasi ... 23
3. Skema Kerangka Pemikiran ... 29
4. Struktur Organisasi Bagian Kemitraan
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Karakteristik Sampel Kemitraan PTPN III
dengan Usaha Kecil ... 56
2 a. Daftar Pertanyaan Mengenai Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil ... 58
b. Jawaban Responden atas Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil (Context) ... 61
c. Jawaban Responden atas Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil (Input) ... 63
d. Jawaban Responden atas Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil (Process) ... 65
e. Jawaban Responden atas Kinerja Kemitraan antara PTPN III dengan Usaha Kecil (Product) ... 67
3 a. Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana Tahun 2006 ... 69
b. Tingkat Efektivitas Pengembalian Dana Tahun 2006 ... 70
c. Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana Tahun 2007 ... 72
d. Tingkat Efektivitas Pengembalian Dana Tahun 2007 ... 73
e. Tingkat Efektivitas Penyaluran Dana Tahun 2008 ... 75
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan Indonesia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir ini ditandai
dengan pertumbuhan ekonomi cukup tinggi yang ditunjukkan oleh kemajuan fisik
yang sangat menakjubkan. Beberapa indikator penting yang mencerminkan
keberhasilan pembangunan tersebut antara lain berkurangnya jumlah penduduk
miskin secara drastis dan meningkatnya kesejahteraan rakyat. Sebagai ilustrasi
makin membaiknya taraf hidup rakyat adalah meningkatnya fasilitas pendidikan
dan kesehatan yang berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup serta
tingkat pendidikan yang semakin baik (Hafsah, 2000).
Dalam pembangunan ekonomi, pola kemitraan merupakan perwujudan
cita-cita untuk melaksanakan sistem perekonomian gotong royong yang dibentuk
antara mitra yang kuat dari segi permodalan, pasar dan kemampuan teknologinya
bersama petani golongan lemah serta miskin yang tidak berpengalaman.
Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas dan usaha atas kepentingan
bersama. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi dengan pola kemitraan
dianggap sebagai usaha yang menguntungkan, terutama ditinjau dari pencapaian
tujuan pembangunan nasional jangka panjang (Darmono, 2004).
Program kemitraan ini sudah banyak diterapkan oleh perusahaan, salah
satunya adalah PT Pos Indonesia. Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara,
PT Pos Indonesia berkewajiban menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
kemitraan dengan usaha kecil yang tidak memiliki keterkaitan usaha seperti
perdagangan, jasa, dan industri (Saputro, 2008).
Bentuk program kemitraan yang dilaksanakan PT Pos Indonesia Provinsi
Lampung adalah pinjaman modal umum dengan Pola Inti Plasma. Pengelolaan
dana pinjaman modal dalam program kemitraan berasal dari penyisahan laba 2%
BUMN tersebut dan dana yang berputar dari pengembalian program kemitraan
tahun sebelumnya. Dalam program kemitraan ini, PT Pos Indonesia selaku inti
(BUMN Pembina) membina dan mengembangkan usaha kecil sebagai mitra
binaan yang menjadi plasmanya melalui pembiayaan berupa pinjaman modal
(Saputro, 2008).
Begitu juga dengan PT. Perkebunan Nusantara VII yang melaksanakan
program kemitraan dengan usaha kecil dari berbagai sektor sebagai mitra binaan.
Penelitian ini ditujukan untuk mengukur Efektivitas Program Kemitraan PT.
Perkebunan Nusantara VII terhadap masing-masing sektor perdagangan, jasa dan
industri Tahun 2008 (Fitriana, 2008).
Kesimpulan dari kemitraan ini bahwa Program Kemitraan PT. Perkebunan
Nusantara VII efektif tinggi sebesar 79.35% terhadap mitra binaan sektor
perdagangan, efektif tinggi 81.72% terhadap mitra binaan sektor jasa dan efektif
tinggi sebesar 84.69% terhadap mitra binaan sektor industri (Fitriana, 2008).
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemitraan dapat
membawa dampak positif bagi perkembangan ekonomi di Indonesia, khususnya
perkembangan ekonomi pada usaha kecil dan menengah.
Strategi pembangunan di negara sedang berkembang masih berorientasi
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
berpusat pada investasi modal luar negeri yang cukup besar di beberapa sektor
seperti industri dan pertambangan, sedangkan pemerintah mengarahkan modalnya
pada sektor pedesaan (Dieter Evers dan Sumardi, 1982).
Dalam memacu pembangunan saat ini pemerintah memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada swasta untuk berperan serta di berbagai sektor
pembangunan. Peran swasta sangat diharapkan terutama untuk pembangunan di
bidang-bidang yang menjadi pemicu untuk menghasilkan devisa, menyerap tenaga
kerja, mempercepat pembangunan wilayah dan meningkatkan pendapatan
masyarakat (Hafsah, 2000).
Di samping swasta pelaku ekonomi lainnya yang diharapkan berperan
serta dalam pembangunan adalah Badan Usaha Milik Negara dan usaha
kecil/koperasi. Ketiga pelaku ekonomi ini memang diisyaratkan sebagai Tri
Tunggal pelaku pembangunan seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang
Dasar 1945. Khusus swasta, dari skala ekonominya dikenal skala ekonomi besar,
menengah dan kecil. Sesuai dengan UU No. 9 Tahun 1995 tentang usaha kecil,
kriteria usaha kecil adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan
tahunan paling banyak Rp 1 milyar. Mayoritas pelaku ekonomi Indonesia adalah
pengusaha dengan omset penjualan tahunan jauh di bawah Rp 1 milyar per tahun
yang dikenal dengan istilah pengusaha kecil atau small enterprises termasuk juga
usaha kecil sekali seperti kaki lima, bakul, warung-warung dan kegiatan usaha
rumah tangga yang disebut micro enterprises (Hafsah, 2000).
Persaingan bisnis saat ini dirasakan semakin berat, ditambah lagi dengan
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
di Indonesia. Usaha kecil di sektor perdagangan eceran misalnya semakin
terpuruk dengan hadirnya para raksasa ritel internasional. Pengusaha kecil
perdagangan eceran perlu bekerja keras bersama-sama dengan pengusaha kecil
lainnya dan menjadikannya mitra yang bisa dipercaya, bukannya sebagai pesaing.
Ilustrasi di atas hanyalah salah satu contoh kasus dimana kemitraan dianggap
perlu sebagai solusi untuk memenangkan persaingan bisnis di salah satu sektor
usaha kecil. Ada banyak kasus serupa di sektor usaha kecil lainnya yang bisa
diatasi dengan program kemitraan (Harijanto, 2008).
Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam memecahkan masalah
kesenjangan ini adalah melalui kemitraan usaha antara yang besar dan yang kecil,
antara yang kuat dan yang lemah. Melalui kemitraan diharapkan dapat secara
cepat bersimbiose mutualistik sehingga kekurangan dan keterbatasan pengusaha
kecil dapat teratasi. Di samping itu sekaligus diharapkan dapat mempercepat
kemampuan golongan ekonomi lemah, memecahkan masalah pengangguran dan
meningkatkan pendapatan masyarakat (Hafsah, 2000).
Kemitraan yang ingin diwujudkan dengan misi utamanya adalah
membantu memecahkan masalah ketimpangan dalam kesempatan berusaha,
ketimpangan pendapatan, ketimpangan antar wilayah, ketimpangan kota dengan
desa. Kemitraan yang dibangun atas landasan saling membutuhkan, saling
menguntungkan dan saling memperkuat dengan fungsi dan tanggung jawab yang
sesuai dengan kemampuan dan proporsi yang dimiliki oleh masing-masing pihak
yang terlibat dalam kemitraan tersebut (Hafsah, 2000).
Salah satu lembaga yang melaksanakan program kemitraan di
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Perkebunan Nusantara III. Sebagaimana yang diamanatkan Pemerintah selaku
pemegang saham melalui Kementrian BUMN, selaku Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), PT. Perkebunan Nusantara III yang bergerak pada core business
tanaman perkebunan di wilayah Provinsi Sumatera Utara, juga bertugas sebagai
pelaksana program kemitraan dengan usaha kecil.
Dengan adanya program kemitraan yang dilaksanakan di PT. Perkebunan
Nusantara III, usaha kecil yang ada di sekitar wilayah PT. Perkebunan Nusantara
III yang ikut ambil bagian dalam program tersebut diharapkan dapat berkembang
menuju ke arah yang lebih baik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti
bagimana kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha
kecil di daerah penelitian.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yaitu: Bagaimana pola kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III
dengan usaha kecil di daerah penelitian? Bagaimana kinerja kemitraan PT.
Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian? Apa peran
kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian?
Masalah apa saja yang terdapat pada kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Tujuan Penelitan
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola kemitraan PT.
Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian, untuk
mengevaluasi kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil
di daerah penelitian, untuk mengetahui peran kemitraan PT. Perkebunan
Nusantara III dengan usaha kecil di daerah penelitian dan untuk mengetahui
masalah apa saja yang terdapat pada kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III
dengan usaha kecil di daerah penelitian.
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis penelitian ini adalah pola kemitraan antara PT.
Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil adalah dana kemitraan yang
bersumber dari penyisihan laba PTPN III disalurkan sebagai pinjaman berupa
modal kerja untuk membiayai hal-hal yang menyangkut peningkatan produktivitas
mitra binaan. Kinerja kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan
usaha kecil adalah baik. Ada beberapa peran kemitraan antara PT. Perkebunan
Nusantara III dengan usaha kecil. Ada beberapa masalah yang dihadapi antara PT.
Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil dalam bermitra.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil dan sebagai bahan
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
TINJAUAN PUSTAKA
Kemitraan
Dalam UU tentang Usaha Kecil Nomor 9 Tahun 1995, konsep kemitraan
dirumuskan dalam pasal 26 sebagai berikut:
1. Usaha menengah dan usaha besar melaksanakan hubungan kemitraan
dengan usaha kecil, baik yang memiliki maupun yang tidak memiliki
keterkaitan usaha.
2. Pelaksanaan hubungan kemitraan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
diupayakan ke arah terwujudnya keterkaitan usaha.
3. Kemitraan dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan
pengembangan dalam salah satu atau lebih bidang produksi dan
pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan
teknologi.
4. Dalam melaksanakan hubungan ke dua belah pihak mempunyai
kedudukan hukum yang setara (Anoraga dan Sudantoko, 2002).
Kemitraan merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dengan
mengenal calon mitranya, mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan
usahanya, memulai membangun strategi, melaksanakan dan terus memonitor dan
mengevaluasi sampai target sasaran tercapai. Proses ini harus benar-benar
dicermati sejak awal sehingga permasalahan yang timbul dapat diketahui baik
besarnya permasalahan maupun langkah-langkah yang perlu diambil. Disamping
itu perubahan peluang dan pangsa pasar yang timbul dapat segera diantisipasi
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
proses pengembangan kemitraan merupakan suatu urutan tangga yang ditapaki
secara beraturan dan bertahap untuk mendapatkan hasil yang optimal (Hafsah,
2000).
Komitment perusahaan terhadap masyarakat merupakan bagian yang
sangat penting dari kegiatan perusahaan. Membangun masyarakat yang sehat dan
kinerja yang tinggi merupakan tujuan setiap perusahaan, sehingga perusahaan
akan terus berupaya mencapai pengakuan, termasuk dalam kepedulian
masyarakat. Indonesia adalah salah satu negara yang sangat kaya akan sumber
daya alamnya, termasuk sumber daya alam yang berdampingan bahkan milik
langsung dari masyarakatnya. Dengan demikian, banyak perusahaan beroperasi
pada lahan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan hajat hidup orang
banyak. Dalam keadaan seperti ini, perusahaan akan dengan mudah memberikan
kemampuan tanggung-jawab sosialnya kepada masyarakat, namun dilain sisi,
perusahaan juga bisa saja mengalami dilema dalam melakukan kegiatan sosial ini
akibat banyaknya permintaan dan motivasi tertentu dari masyarakat itu sendiri
(Informasi Training, 2009).
Untuk mencapai keberlangsungan, lahirlah konsep yang dikenal sebagai
Corporate Social Responsibility (CSR). Dimana CSR merupakan suatu konsep
terintegrasi yang menggabungkan aspek bisnis dan sosial dengan selaras agar
perusahaan dapat membantu tercapainya kesejahteraan stakeholders, serta dapat
mencapai profit yang maksimum yang dapat meningkatkan harga saham
(Tresnawati, 2008).
Coorporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu kewajiban
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Terbatas (UUPT). Dengan adanya UU ini, maka perusahaan, industri atau
korporasi-korporasi wajib untuk melaksanakannya atau dengan kata lain, sebuah
korporasi juga dituntut untuk memperhatikan aspek sosial, dan lingkungan selain
daripada aspek keuangannya. Namun demikian, CSR belum seluruhnya dilakukan
oleh setiap korporasi, oleh karena CSR dianggap tidak mampu memberikan
dampak keuntungan keuangan dalam jangka pendek dan mungkin juga karena
ketidak-tahuan dalam mengelolah CSR dengan baik. Coorporate Social
Responsibility (CSR) adalah merupakan tanggung jawab sosial perusahaan
dimana terdapat keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan
perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan (Informasi Training, 2009).
Perkembangan dalam dunia bisnis secara global telah diikuti oleh
peningkatan kesadaran publik akan tanggungjawab perusahaan, terutama dalam
40 tahun terakhir. Indikator keberhasilan perusahaan dalam memenangkan
persaingan di dalam dunia bisnis adalah profit dan pertumbuhan. Kini perusahaan
tidak hanya bertujuan mencapai profit dan pertumbuhan, tetapi juga
keberlangsungan dimana untuk mencapainya, perusahaan dituntut untuk
menunjukkan rasa tanggungjawab dan kepedulian terhadap isu-isu sosial baik di
dalam perusahaan maupun yang berkembang di dalam masyarakat
(Tresnawati, 2008).
Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara III
memiliki fungsi utama melaksanakan fungsi manajemen dalam pemanfaatan dana
kemitraan dan bina lingkungan, sehingga terwujud misi perusahaan sebagai
perwujudan Coorporate Social Responsibility di lingkungan Wilayah Usaha
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Adapun yang menjadi tugas Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan adalah:
1. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Program Kemitraan
dan Bina Lingkungan untuk diusulkan ke Meneg BUMN.
2. Menyusun Strategic Planning (SP) dan Rencana Jangka Panjang (RJP)
di Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan.
3. Menyusun Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Biaya
Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan.
4. Menjalin dan membina hubungan baik dengan stake holder dan
instansi terkait.
5. Melaksanakan Evaluasi Kinerja Bidang Kemitraan dan Bina
Lingkungan.
6. Melaksanakan Sistem Manajemen PT. Perkebunan Nusantara III
(SM-PN3).
7. Melaksanakan Sistem Penilaian Karya (SPK).
8. Menyampaikan Laporan Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan yang meliputi laporan berkala, baik triwulan, semester,
dan tahunan kepada Menteri terkait maupun Koordinator BUMN
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Manfaat kemitraan bagi PTPN III:
1. Mengangkat pamor dan kredibilitas perusahaan (PTPN III).
2. Salah satu upaya dalam membentuk hubungan yang baik dengan
masyarakat sekitar (masyarakat tidak lagi meminta sumbangan atau
menjarah hasil produksi dan properti milik PTPN III).
3. Adanya kepuasan secara sosial karena dapat membantu
masyarakat.
Manfaat kemitraan bagi Usaha Kecil:
1. Meningkatkan volume produksi.
2. Meningkatkan pendapatan.
3. Mengembangkan Usaha Kecil.
4. Membuka lapangan pekerjaan.
5. Menjadi mandiri.
Kinerja
Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan
dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil
suatu lembaga atau perusahaan dihubungkan dengan visi yang diemban suatu
organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu
kebijakan operasional. Penilaian kinerja (performance appraisal) pada dasarnya
merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan
efisien, karena adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Peranan manajemen indikator kinerja antara lain:
1. Sebagai alat untuk memastikan pemahaman para pelaksana terhadap
ukuran yang digunakan untuk mencapai kinerja.
2. Sebagai sarana untuk memonitor sejauhmana upaya yang telah dilakukan
mendekati pencapaian kinerja yang telah direncanakan. Oleh karena itu,
jika terdapat tanda-tanda deviasi dari kinerja yang direncanakan, maka
dapat dilakukan upaya penyesuaian/ penyempurnaan terhadap langkah
pelaksanaan kegiatan.
3. Sebagai sarana untuk mengevaluasi pencapaian kinerja dengan
membandingkannya dengan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dengan demikian dapat dilakukan upaya perbaikan-perbaikan.
4. Sebagai alat untuk memberikan penghargaan ataupun hukuman yang
objektif bagi para pelaksananya.
5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi.
6. Menjadi alat untuk memperbaiki kualitas pelayanan kepada masyarakat.
7. Menjadi alat untuk membantu memahami proses kegiatan instansi
pemerintah.
8. Menjadi alat untuk memastikan pengambilan keputusan dilakukan secara
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan
dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat
tingkat kinerja, baik dalam tahap perancanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap
setelah kegiatan selesai dan berfungsi (Mahsun, 2006).
Menurut inspektorat kinerja kelembagaan terdapat tiga jenis penilaian
kinerja kelembagaan yaitu: Penilaian kinerja tentang pelaksanaan manajemen
tugas pokok dan fungsi unit kerja atau kelembagaan yang dalam hal ini
diimplementasikan untuk melihat kinerja struktur. Penilaian kinerja terhadap
pelaksanaan program atau kegiatan oleh unit kerja atau kelembagaan, meliputi
penilaian terhadap hasil kajian isu strategis dan penilaian terhadap hasil kajian
prakarsa strategis dalam hal ini untuk melihat pelaksanaan program kelembagaan.
Penilaian kinerja terhadap pelaksanaan fungsi kelembagaan untuk melihat peran
kelembagaan secara nyata (BAPPENAS, 2007).
Evaluasi
Menurut Suharsimi Arikunto evaluasi adalah kegiatan untuk
mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil
keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah menyediakan
informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk menentukan kebijakan
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Menurut Worthen dan Sanders evaluasi adalah mencari sesuatu yang
berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang
suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu. Karenanya evaluasi
bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut
senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang manusia yang telah
mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang dilakukannya tersebut
telah sesuai dengan keinginannya semula (Lababa, 2008).
Evaluasi terhadap rencana pengembangan usaha penting dilakukan agar
dapat dideteksi secara dini persoalan yang timbul dalam pengelolaan usaha. Hal
ini penting dilakukan agar rencana yang tidak bisa dilaksanakan dapat segera
diperbaiki dan sekaligus memperkirakan masalah apa yang mungkin akan muncul
untuk diambil tindakan pencegahan. Sebuah usaha yang dirintis dari bentuk usaha
yang kecil jika di masa datang dapat dikembangkan menjadi besar, biasanya akan
memiliki tingkat penyesuaian yang sangat tinggi terhadap berbagai perubahan
yang terjadi yang berpengaruh terhadap dunia usaha
(Anoraga dan Sudantoko, 2002).
Sebagai suatu sub sistem, proses evaluasi dalam pelaksanaan program
merupakan suatu siklus yang berkesinambungan yang dapat memberikan masukan
sebagai alternatif pengambilan kebijakan pada penyusunan perencanaan tahun
berikutnya. Secara mikro, evaluasi dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan
program, apakah proses pembangunan telah berjalan sesuai dengan rencana (visi
dan misi), apakah desain tersebut didasarkan pada masalah-masalah yang ada di
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
sebagai bahan pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan program
pembangunan.
Dalam pembuatan sebuah program perlu diperhatikan dan dievaluasi
setiap tahapan program tersebut, mulai dari perencanaan program yang bertujuan
untuk mengetahui apakah program tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan,
tahap pelaksanaan program dan penerapan strategi yang digunakan untuk
pengembangan program tersebut serta mengidentifikasi tujuan yang akan dicapai
hingga pada tahap pembuatan rencana program selanjutnya.
Siklus proses evaluasi dapat diterapkan dalam kerangka sistem seperti
berikut:
Gambar 1. Siklus Sistem Evaluasi Pengembangan Membuat Rencana
Baru
Desain Strategi Program
Identifikasi Tujuan
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Menurut Stephen Isaac dan Willian B. Michael seperti yang dikutip oleh
Lababa (2008), model-model evaluasi dapat dikelompokan menjadi enam yaitu:
1. Goal Oriented Evaluation
Dalam model ini, seorang evaluator secara terus menerus melakukan
pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian yang terus-menerus ini
menilai kemajuan-kemajuan yang dicapai peserta program serta efektifitas
temuan-temuan yang dicapai oleh sebuah program. Salah satu model yang bisa
mewakili model ini adalah discrepancy model yang dikembangkan oleh Provus.
Model ini melihat lebih jauh tentang adanya kesenjangan (Discrepancy) yang ada
dalam setiap komponen yakni apa yang seharusnya dan apa yang secara riil telah
dicapai.
2. Decision Oriented Evaluation
Dalam model ini, evaluasi harus dapat memberikan landasan berupa
informasi-informasi yang akurat dan obyektif bagi pengambil kebijakan untuk
memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan program. Evaluasi CIPP yang
dikembangkan oleh stufflebeam merupakan salah satu contoh model evaluasi ini.
Model CIPP merupakan salah satu model yang paling sering dipakai oleh
evaluator. Model ini terdiri dari 4 komponen evaluasi sesuai dengan nama model
itu sendiri yang merupakan singkatan dari Context, Input, Process dan Product.
3. Transactional Evaluation
Dalam model ini, evaluasi berusaha melukiskan proses sebuah program
dan pandangan tentang nilai dari orang-orang yang terlibat dalam program
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
4. Evaluation Research
Sebagaimana disebutkan diatas, penelitian evaluasi memfokuskan
kegiatannya pada penjelasan dampak-dampak pendidikan serta mencari
solusi-solusi terkait dengan strategi instruksional.
5. Goal Free Evaluation
Model yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini yakni Goal Free
Evaluation Model justru tidak memperhatikan apa yang menjadi tujuan program
sebagaimana model Goal Oriented Evaluation. Yang harus diperhatikan justru
adalah bagaimana proses pelaksanaan program, dengan jalan mengidentifikasi
kejadian-kejadian yang terjadi selama pelaksanaannya, baik hal-hal yang positif
maupun hal-hal yang negatif.
6. Adversary Evaluation
Model ini didasarkan pada prosedur yang digunakan oleh lembaga hukum.
Dalam prakteknya, model adversary terdiri atas empat tahapan yaitu:
1. Mengungkapkan rentangan isu yang luas dengan cara melakukan survey
berbagai kelompok yang terlibat dalam satu program untuk menentukan
kepercayaan itu sebagai isu yang relevan.
2. Mengurangi jumlah isu yang dapat diukur.
3. Membentuk dua tim evaluasi yang berlawanan dan memberikan kepada
mereka kesempatan untuk berargumen.
4. Melakukan sebuah dengar pendapat yang formal. Tim evaluasi ini
kemudian mengemukakan argument-argumen dan bukti sebelum
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Salah satu contoh Model Evaluasi Decision Oriented Evaluation adalah
Model CIPP (Context, Input, Process dan Product) yang dikembangkan oleh
Stufflebeam. Model ini melihat kepada empat dimensi yaitu dimensi Konteks,
dimensi Input, dimensi Proses, dan dimensi Produk. Keunikan model ini adalah
pada setiap tipe evaluasi terkait pada perangkat pengambil keputusan (decission)
yang menyangkut perencanaan dan operasional sebuah program. Keunggulan
model CIPP memberikan suatu format evaluasi yang komprehensif pada setiap
tahapan evaluasi yaitu tahap konteks, masukan, proses, dan produk
(Isaac and Michael, 1981).
Evaluasi konteks mencakup analisis masalah yang berkaitan dengan
lingkungan program atau kondisi obyektif yang akan dilaksanakan. Berisi tentang
analisis kekuatan dan kelemahan obyek tertentu. Stufflebeam menyatakan
evaluasi konteks sebagai fokus institusi yang mengidentifikasi peluang dan
menilai kebutuhan. Suatu kebutuhan dirumuskan sebagai suatu kesenjangan
(discrepancy view) kondisi nyata (reality) dengan kondisi yang diharapkan
(ideality). Dengan kata lain evaluasi konteks berhubungan dengan analisis
masalah kekuatan dan kelemahan dari obyek tertentu yang akan atau sedang
berjalan. Evaluasi konteks memberikan informasi bagi pengambil keputusan
dalam perencanaan suatu program yang akan on going. Selain itu, konteks juga
bermaksud bagaimana rasionalnya suatu program. Analisis ini akan membantu
dalam merencanakan keputusan, menetapkan kebutuhan dan merumuskan tujuan
program secara lebih terarah dan demokratis. Evaluasi konteks juga
mendiagnostik suatu kebutuhan yang selayaknya tersedia sehingga tidak
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Evaluasi input meliputi analisis personal yang behubungan dengan
bagaimana penggunaan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif strategi
yang harus dipertimbangkan untuk mencapai suatu program. Mengidentifikasi dan
menilai kapabilitas sistem, alternatif strategi program, desain prosedur untuk
strategi implementasi, pembiayaan dan penjadwalan. Evaluasi masukan
bermanfaat untuk membimbing pemilihan strategi program dalam
menspesifikasikan rancangan prosedural. Informasi dan data yang terkumpul
dapat digunakan untuk menentukan sumber dan strategi dalam keterbatasan yang
ada. Pertanyaan yang mendasar adalah bagaimana rencana penggunaan
sumber-sumber yang ada sebagai upaya memperoleh rencana program yang efektif dan
efisien (Isaac and Michael, 1981).
Evaluasi proses merupakan evaluasi yang dirancang dan diaplikasikan
dalam praktik implementasi kegiatan. Termasuk mengidentifikasi permasalahan
prosedur baik tatalaksana kejadian dan aktivitas. Setiap aktivitas dimonitior
perubahan-perubahan yang terjadi secara jujur dan cermat. Pencatatan aktivitas
harian demikian penting karena berguna bagi pengambil keputusan untuk
menentukan tindak lanjut penyempurnaan. Disamping itu catatan akan berguna
untuk menentukan kekuatan dan kelemahan atau program ketika dikaitkan dengan
keluaran yang ditemukan. Tujuan utama evaluasi proses seperti yang
dikemukakan oleh Worthen and Sanders, yaitu:
1. Mengetahui kelemahan selama pelaksanaan termasuk hal-hal yang
baik untuk dipertahankan.
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
3. Memelihara catatan-catatan lapangan mengenai hal-hal penting
saat implementasi dilaksanakan (Isaac and Michael, 1981).
Evaluasi produk merupakan kumpulan deskripsi dan ”judgement
outcomes” dalam hubungannya dengan konteks, input, dan proses, kemudian
diinterpretasikan harga dan jasa yang diberikan. Evaluasi produk adalah evaluasi
mengukur keberhasilan pencapaian tujuan. Evaluasi ini merupakan catatan
pencapaian hasil dan keputusan-keputusan untuk perbaikan dan aktualisasi.
Aktivitas evaluasi produk adalah mengukur dan menafsirkan hasil yang telah
dicapai. Pengukuran dikembangkan dan diadministrasikan secara cermat dan
teliti. Keakuratan analisis akan menjadi bahan penarikan kesimpulan dan
pengajuan saran sesuai standar kelayakan. Secara garis besar, kegiatan evaluasi
produk meliputi kegiatan penetapan tujuan operasional program, kriteria-kriteria
pengukuran yang telah dicapai, membandingkannya antara kenyataan lapangan
dengan rumusan tujuan, dan menyusun penafsiran secara rasional
(Isaac and Michael, 1981).
Analisis produk ini diperlukan pembanding antara tujuan, yang ditetapkan
dalam rancangan dengan hasil program yang dicapai. Hasil yang dinilai berupa
skor tes, prosentase, data observasi, diagram data, sosiometri dll, yang dapat
ditelusuri kaitannya dengan tujuan-tujuan yang lebih rinci. Selanjutnya dilakukan
analisis kualitatif tentang mengapa hasilnya seperti itu (Isaac and Michael, 1981).
Keputusan-keputusan yang diambil dari penilaian implementasi pada
setiap tahapan evaluasi program diklasifikasikan dalam tiga kategori yaitu rendah,
moderat dan tinggi. Model CIPP merupakan model yang berorientasi kepada
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
1. Evaluasi konteks melayani keputusan perencanaan, yaitu
membantu merencanakan pilihan keputusan, menentukan
kebutuhan yang akan dicapai dan merumuskan tujuan program.
2. Evaluasi masukan (input) untuk keputusan strukturisasi yaitu
menolong mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang
tersedia, alternatif-alternatif yang diambil, rencana dan strategi
untuk mencapai kebutuhan, serta prosedur kerja untuk mencapai
tujuan yang dimaksud.
3. Evaluasi proses melayani keputusan implementasi, yaitu membantu
keputusan sampai sejauh mana program telah dilaksanakan.
4. Evaluasi produk untuk melayani daur ulang keputusan.
(Isaac and Michael, 1981).
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Efisiensi Produktivitas
Gambar 2. Model Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan program yang tercermin dari pencapaian
tujuan, terlebih dahulu dirumuskan indikator kinerja yang benar-benar terukur.
Penilaian produktivitas dapat dilakukan dengan membandingkan pelaksanaan
kegiatan (proses) dengan hasil yang dicapai (output). Apakah output yang
dihasilkan oleh program tersebut mencapai tujuan seperti yang dijabarkan dalam
tolak ukur, jika benar, maka program tersebut dapat dikatakan memiliki efektifitas
yang tinggi.
Landasan Teori
Indikator
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Jumlah perusahaan yang menjadi wajib retribusi di Kotamadya Medan
pada tahun 2008 adalah sebesar18.018 perusahaan. Jenis usaha yang memperoleh
izin usaha perdagangan dari Disperindag Kota Medan didominasi perusahaan
pemasok ataupun pengadaan barang sebanyak 3.077 perusahaan. Sementara
perusahaan pengecer termasuk Usaha Kecil Menengah (UKM) sebanyak 2.079
perusahaan. Dari jumlah tersebut 1.762 unit di antaranya berbentuk CV, 1.183
unit berbentuk PT, dan 76 unit berbentuk koperasi, serta sisanya terdiri dari firma,
dan perorangan.
Dalam perekonomian Indonesia, sektor usaha kecil memegang peranan
yang sangat penting terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang
mampu diserap oleh usaha kecil. Usaha kecil ini selain memiliki arti strategis bagi
pembangunan, juga sebagai upaya untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan
yang telah dicapai (Anoraga dan Sudantoko, 2002).
Berbagai usaha kecil yang terdapat di Indonesia dapat digolongkan
menurut bentuk-bentuk, jenis serta kegiatan yang dilakukannya. Penggolongan
menurut bentuk berdasarkan pada pola kepemimpinan dan
pertanggungjawabannya. Penggolongan menurut jenis berdasarkan pada jenis
produk atau jasa yang dihasilkan serta aktivitas yang dilakukannya (Subanar,
1990).
Filosofi hakiki dari kemitraan adalah kebersamaan dan pemerataan.
Melalui kemitraan antara perusahaan besar dan perusahaan kecil dapat
meningkatkan produktifitas, meningkatkan pangsa pasar, meningkatkan
keuntungan, sama-sama menanggung risiko, menjamin pasokan bahan baku,
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Penerapan dasar-dasar etika bisnis dalam kemitraan yang diwujudkan
dalam tindakan nyata identik dengan membangun suatu fondasi sebuah rumah
atau bangunan. Jhon L. Marioti mengemukakan 6 dasar etika berbisnis, dimana 4
yang pertama merupakan hubungan interaksi manusia dan selebihnya merupakan
perspektif bisnis (Hafsah, 2000).
Dasar-dasar etika bisnis tersebut adalah:
1. Karakter, Integritas dan Kejujuran.
2. Kepercayaan.
3. Komunikasi yang Terbuka.
4. Adil.
5. Keinginan Pribadi dari Pihak yang Bermitra.
6. Keseimbangan antara Insentif dan Risiko (Hafsah, 2000).
Manfaat dari Kemitraan yaitu:
1. Produktivitas.
2. Efisiensi.
3. Jaminan Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas.
4. Risiko.
5. Sosial.
6. Ketahanan Ekonomi Nasional (Hafsah, 2000).
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
prinsip saling membesarkan. Karena merupakan suatu strategi bisnis maka
keberhasilan kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan diantara yang
bermitra dalam menjalankan etika bisnis. Dalam konteks ini pelaku-pelaku yang
terlibat langsung dalam kemitraan tersebut harus memiliki dasar-dasar etika bisnis
yang dipahami bersama dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan
kemitraan (Hafsah, 2000).
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi yang
tertuang dalam strategic planning suatu organisasi (Mahsun, 2006).
Tolok ukur hasil kemitraan dapat diketahui dengan adanya evaluasi,
evaluasi kinerja dapat diartikan sebagai pengukuran atau penilaian hasil yang
didapat dari kemitraan, padahal antara keduanya punya arti yang berbeda
meskipun saling berhubungan. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dan
satu ukuran (kuantitatif), sedangkan menilai berarti mengambil satu keputusan
terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (kualitatif). Adapun pengertian
evaluasi meliputi keduanya. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh
mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan (Fuddin, 2008).
Secara umum alasan dilaksanakannya program evaluasi yaitu:
1. Pemenuhan ketentuan undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.
2. Mengukur efektivitas dan efesiensi program.
3. Mengukur pengaruh, efek sampingan program.
4. Akuntabilitas pelaksanaan program.
5. Akreditasi program.
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
7. Alat komunikasi dengan stakeholder program.
8. Keputusan mengenai program:
Diteruskan
Dilaksanakan di tempat lain
Dirubah
Dihentikan (Fuddin, 2008).
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara
obyektif pencapaian hasil-hasil yang telah direncanakan sebelumnya. Evaluasi
sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk
mempertanyakan efektifitas dan efeisiensi pelaksanaan dari suatu rencana
sekaligus untuk mengukur se-obyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan
ukuran-ukuran yang dapat diterima pihak-pihak yang mendukung maupun yang
tidak mendukung suatu rencana.(Aji dan Sirait, 1990).
Kerangka Pemikiran
Dalam melaksanakan fungsi manajemen dalam pemanfaatan dana
kemitraan dan untuk mewujudkan misi perusahaan sebagai perwujudan Corporate
Sosial Responsibility di lingkungan wilayah usaha perusahaan maka dibentuklah
Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) pada PT. Perkebunan Nusantara
III (Persero) yang diharapkan dapat menumbuh kembangkan kegiatan ekonomi
kerakyatan sehingga tercapai kinerja maksimal mitra binaan.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor
KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Usaha Milik Negara (BUMN) berpedoman kepada keputusan Menteri Badan
Usaha Milik Negara dapat melaksanakan kerjasama (kemitraan) dengan usaha
kecil di sekitar Wilayah Usaha Perusahaan. PTPN III selaku BUMN Pembina atau
Mitra Pembina menyisihkan 1% sampai dengan 3% dari laba perusahaan setelah
pajak untuk disalurkan dalam dana kemitraan terhadap Usaha Kecil atau Mitra
Binaan yang diharapkan dapat memandirikan usaha kecil di sekitar wilayah usaha
perusahaan.
Dengan adanya kemitraan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kinerja
dari PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil, sehingga dapat dirasakan
manfaatnya bagi PT. Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil itu sendiri.
Dimana hal ini dapat dilihat dari meningkatnya volume produksi yang dihasilkan
oleh mitra binaan, terserapnya tenaga kerja khususnya di bidang mitra binaan,
kemampuan untuk mengembangkan usaha kecil dan terwujudnya hubungan yang
lebih harmonis dengan masyarakat sekitar wilayah PTPN III dengan usaha kecil.
Berdasarkan penilaian terhadap kinerja kemitraan PT. Perkebunan
Nusantara III dengan usaha kecil, maka dapat dilihat bagaimana peran kemitraan
tersebut di dalam manfaatnya bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kemitraan
tersebut.
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
TINGGI / BAIK RENDAH / TIDAK BAIK
Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil
Keterangan: Menyatakan hubungan
Menyatakan mitra
Menyatakan dievaluasi dengan
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Sampel
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Daerah penelitian ditentukan secara Purposive (sengaja) yaitu di Kota
Medan. Alasan memilih daerah ini karena di daerah ini terdapat PT. Perkebunan
Nusantara III yang melaksanakan kemitraan dengan usaha kecil.
Tabel 1. Penyebaran Mitra Binaan (Usaha Kecil) di Kota Medan Tahun 2008
No Kecamatan Populasi
1 Medan Tuntungan 7
Sumber: Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN III 2008
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Sampel (objek) dalam penelitian ini ditentukan secara stratified random
sampling yaitu populasi dibagi dalam kelompok yang homogen lebih dahulu atau
dalam strata. Anggota sampel ditarik dari setiap strata (Nazir, 1998).
Adapun populasi usaha kecil di daerah penelitian adalah sebanyak 132.
Penetapan jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin
(Sevilla, 1993).
Maka jumlah sampel yang diteliti adalah sebanyak 57 Usaha Kecil.
Alokasi Proporsional
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Tahun 2008
No Range Penjualan/Tahun Populasi Sampel
1 41.941.124 - 319.447.555 110 52
2 319.447.556 - 596.953.986 21 4
3 596.953.987 - 874.460.417 1 1
TOTAL 132 57
Sumber: Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN III 2008
Dari range 41.941.124 - 319.447.555 terdapat jumlah populasi 110 usaha
kecil dan diambil sampel sebanyak 52 usaha kecil, Dari range 319.447.556
- 596.953.986 terdapat jumlah populasi 21 usaha kecil dan diambil sampel
sebanyak 4 usaha kecil, Dari range 596.953.987 - 874.460.417 terdapat jumlah
populasi 1 usaha kecil dan diambil sampel sebanyak 1 usaha kecil.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh dengan cara mewawancarai langsung sampel
(anggota) Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan di PT. Perkebunan Nusantara
III Medan dan juga usaha kecil berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan.
Data sekunder diperoleh dari lembaga/instansi yang terkait, literatur, buku
maupun media lain yang sesuai dengan penelitian.
Metode Analisis Data
Hipotesis 1, dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan
bagaimana pola kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Hipotesis 2, dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan Model
Evaluasi CIPP (Contexts, Input, Process, Product) dan memberikan pertanyaan
kepada PT. Perkebunan Nusantara III dan usaha kecil mengenai kinerja kemitraan
PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil, kemudian jawaban dari sampel
tersebut diskoringkan berdasarkan pemberian skor atas kinerja kemitraan PT.
Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil, skor penilaiannya ditentukan
sebagai berikut:
Pertanyaan dijawab A Skor 3
Pertanyaan dijawab B Skor 2
Pertanyaan dijawab C Skor 1
Tabel 3. Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil
No Model CIPP Indikator Kinerja
1. Context 1. Perencanaan peningkatan dana kemitraan PTPN III. 2. Meningkatkan pangsa pasar bagi usaha kecil. 3. Perencanaan peningkatan penjualan bagi usaha
kecil.
4. Perencanaan peningkatan jumlah mitra binaan.
2. Input 1. Adanya kepercayaan dari pihak yang bermitra.
2. Adanya komunikasi yang terbuka dari pihak yang bermitra.
3. Jaminan hukum dalam bermitra.
4. Jaminan kontinuitas (keberlanjutan) dalam bermitra.
3. Process 1. Frekuensi laporan pelaksanaan program kemitraan PTPN III kepada Menteri terkait maupun Koordinator BUMN Pembina.
2. Kemampuan usaha kecil dalam menumbuh
kembangkan usahanya.
3. Frekuensi PTPN III dalam memonitor, mengevaluasi dan memberikan pembinaan terhadap usaha kecil. 4. Klaim terhadap keterlambatan pengembalian dana
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
4. Product 1. Persentase peningkatan dana kemitraan PTPN III.
2. Kemampuan usaha kecil dalam pengembalian
pinjaman secara tepat waktu.
3. Persentase peningkatan jumlah mitra binaan.
4. Kepuasan PTPN III dan usaha kecil dalam
melaksanakan kemitraan.
5. Tingkat kemandirian usaha kecil dengan adanya kemitraan.
6. Peningkatan jumlah karyawan/anggota pada usaha kecil dengan adanya kemitraan.
Untuk mengetahui hasil penjumlahan seluruh skor dari masing-masing
kinerja kemitraan PTPN III dengan usaha kecil, dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Skor Kinerja Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil
No Model CIPP Jumlah
Parameter Skor Nilai Jumlah Penilaian
1. Context 4 1 - 3 4 - 12
2. Input 4 1 - 3 4 - 12
3. Process 4 1 - 3 4 - 12
4. Product 6 1 - 3 6 - 18
Total 18 18 - 54
Hasil penilaian menghasilkan skor, dari skor tersebut akan ditentukan
bagaimana kinerja kemitraan PTPN III dengan usaha kecil.
Keterangan:
Skor 43-54 : Kinerja baik
Skor 31-42 : Kinerja kurang baik
Skor 18-30 : Kinerja tidak baik
Hipotesis 3, dianalisis secara deskriptif yaitu dengan menjelaskan peran
kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil.
Hipotesis 4, dianalisis secara deskriptif dengan menjelaskan masalah
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan atas pengertian dalam
penelitian ini, maka diberikan beberapa definisi dan batasan operasional sebagai
berikut:
Definisi
1. Kemitraan adalah kerjasama yang dilakukan oleh PT. Perkebunan
Nusantara III dengan usaha kecil.
2. Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan
suatu program/kebijakan yang dilihat dari Model Evaluasi CIPP yang
telah ditentukan.
3. Evaluasi adalah kegiatan pengelompokan permasalahan yang timbul
dari hasil pengamatan pada PTPN III dan kondisi usaha mitra binaan.
4. Mitra binaan adalah usaha kecil yang melaksanakan kemitraan dengan
PT. Perkebunan Nusantara III selaku mitra pembina.
5. Rescheduling adalah penjadwalan kembali dana kemitraan, dimana
usaha kecil diberi kelonggaran waktu dalam pengembalian dana
kemitraan.
6. Reconditioning adalah penyesuaian bersyarat dana kemitraan, dimana
usaha kecil yang tidak mampu melewati tahap rescheduling,
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Batasan Operasional
1. Lokasi penelitian adalah PT. Perkebunan Nusantara III Medan.
2. Penelitian dilakukan pada tahun 2009.
3. Sampel dalam penelitian ini adalah usaha kecil yang bermitra dengan
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN
DAN KARAKTERISTIK ANGGOTA SAMPEL
Sejarah Perusahaan
PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) awalnya adalah perusahaan
perkebunan milik bangsa asing yang dinasionalisasikan oleh Pemerintah Republik
Indonesia pada tahun 1957 menjadi Perusahaan Perkebunan Negara (PPN).
Setelah mengalami beberapa kali perubahan, maka pada tahun 1968
diorganisasi menjadi beberapa kesatuan Perusahaan Negara Perkebunan (PNP),
pada tahun 1974 ditetapkan pengalihan bentuk menjadi PT. Perkebunan (PTP).
Pada tahun 1994 diadakan penggabungan manajemen PT. Perkebunan III, IV, dan
V yang dikelola oleh Direksi PT. Perkebunan III.
Berdasarkan PP Nomor 8 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996, diadakan
peleburan antara PT. Perkebunan III, IV, dan V menjadi PT. Perkebunan
Nusantara III (PTPN III).
PT. Perkebunan Nusantara III didirikan dengan Akte Notaris Harun Kamil,
SH, Nomor: 36 pada tanggal 11 Maret 1996 serta telah mendapat pengesahan dari
Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor:
C2-8331.HT.01.TH.96 pada tanggal 8 Agustus 1996 serta diumumkan dalam Berita
Negara Republik Indonesia Nomor: 81, pada tanggal 8 Oktober 1996, tambahan
Nomor: 8674/1996.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah badan tertinggi dalam
organisasi perusahaan. Dewan Komisaris (Dekom) berfungsi sebagai badan
pengawas yang bertugas untuk kepentingan para pemegang saham. Pengelola
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Komposisi dan Personalia beserta Direksi ditetapkan oleh Menteri Negara
Pendayagunaan BUMN Republik Indonesia, sedangkan struktur organisasi
perusahaan yang berlaku terhitung mulai tanggal 6 Mei 1996, ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Direksi PT. Perkebunan Nusantara III No.
III. BD/KPTS/R.01/1996.
Sehubungan dengan keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor
KEP-236/MBU/2003 tanggal 17 juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, maka dibentuk unit tersendiri
yang khusus melaksanakan Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan
(PKBL) dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi perusahaan
secara keseluruhan.
Keadaan Fisik dan Geografis
Berdasarkan data yang ada pada peta lokasi PTPN III (sumber: PTPN III),
maka PT. Perkebunan Nusantara III Medan secara keseluruhan memiliki luas area
sebesar 9311m2 yang terbagi dalam dua wilayah yaitu, Kantor Direksi PT.
Perkebunan Nusantara III Medan sebesar 7854m2 serta Kantor Bagian
Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) Perkebunan Nusantara III Medan sebesar
2
m
1457 .
Batasan wilayah Kantor PT. Perkebunan Nusantara III meliputi:
Sebelah Utara berbatasan dengan Jl. Gatot Subroto.
Sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Sei Sikambing.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Sei Batanghari.
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
KEPALA BAGIAN
Kepala Urusan Perencanaan/Pembinaa
Staf Urusan Perencanaan
Staf Urusan Pembinaan Kepala Urusan
Administrasi Keuangan/Umum
Staf Urusan
Administrasi Keuangan/Umum
Struktur Organisasi Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL)
Struktur Organisasi Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL) terdiri
dari Kepala Bagian sebagai pimpinan, yang membawahi Kepala Urusan
Administrasi Keuangan/Umum dan Kepala Urusan Perencanaan/Pembinaan;
dimana Kepala Urusan Administrasi Keuangan/Umum membawahi Staf Urusan
Administrasi Keuangan/Umum dan Kepala Urusan Perencanaan/Pembinaan
membawahi Staf Urusan Perencanaan serta Staf Urusan Pembinaan. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4. Struktur Organisasi
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
Karakteristik Anggota Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anggota mitra binaan yang mengikuti
program kemitraan yang ada di Bagian Kemitraan dan Bina Lingkungan (KBL)
PTPN III Medan.
Karakteristik sampel dalam penelitian ini terdiri dari lama berdirinya usaha
kecil, jumlah tenaga kerja, aset, status kepemilikan lahan usaha, serta lama
menjadi mitra binaan. Adapun karakteristik sampel dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Sampel Kemitraan PTPN III dengan Usaha Kecil Tahun 2008
No Karakteristik Satuan Mitra Binaan
Range Rata-rata
1. Lama berdirinya usaha Kecil Tahun 3 - 22 7.75
2. Jumlah tenaga kerja Jiwa 1 - 15 3.49
3. Aset Juta (Rp) 15 - 150 57.66
4. Lama menjadi mitra binaan Tahun 3 3.00
Sumber: Pengolahan Data Primer, Lampiran 1
Melalui Tabel 5 dapat dilihat bahwa lama berdirinya usaha kecil rata-rata
adalah 7.75 tahun dengan range 3 - 22 tahun. Rata-rata jumlah tenaga kerja adalah
3.49 orang dengan range 1 - 15 orang. Rata-rata aset usaha kecil adalah 57.66 juta
dengan range 15 - 150 juta. Lama menjadi mitra binaan rata-rata sebesar 2 tahun
Billy Agriva Sinulingga : Evaluasi Terhadap Kinerja Kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III Dengan Usaha Kecil (Kasus: Kota Medan), 2010.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian dilakukan pada usaha kecil selaku mitra binaan dan juga PTPN
III selaku mitra pembina yang melaksanakan program kemitraan. Yang diteliti
adalah pola kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil serta
kinerja kemitraan PT. Perkebunan Nusantara III dengan usaha kecil di Kota
Medan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada
Bulan Agustus 2009.
Kemitraan antara PT. Perkebunan Nusantara III dengan Usaha Kecil di Daerah Penelitian
Menurut Hafsah (2000), kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang
dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling
membesarkan. Melalui kemitraan antara perusahaan besar dengan perusahaan
kecil dapat meningkatkan keuntungan, produktivitas, meningkatkan pangsa pasar,
menanggung resiko bersama, menjamin pasokan bahan baku serta menjamin
distribusi pemasaran.
PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) sebagaimana yang telah
diamanatkan Pemerintah selaku pemegang saham melalui Kementrian BUMN,
selaku Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada core business
tanaman perkebunan di wilayah Provinsi Sumatera Utara, juga bertugas sebagai
pelaksana program kemitraan dengan usaha kecil.
Dalam kemitraan ini PTPN III selaku mitra pembina menyalurkan dana