• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada Bab ini akan dibahas tentang operasi amputasi, kecemasan, dan pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada Bab ini akan dibahas tentang operasi amputasi, kecemasan, dan pendidikan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

10

TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab ini akan dibahas tentang operasi amputasi, kecemasan, dan pendidikan kesehatan.

A. Operasi Amputasi 1. Pengertian

Amputasi berasal dari kata “ amputare “ yang kurang lebih diartikan

“pancung”. Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian

tubuh sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekontruksi drastis. Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat spesialistis. Digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi, dan menyelamatkan atau memperbaiki kwalitas hidup pasien (Brunner &

Suddarth, 2002). Amputasi adalah menghilangkan sebagian atau seluruhnya

dari extremitas (Burke, 2008). Amputasi adalah perlakuan yang mengakibatkan cacat menetap. Bedah amputasi merupakan suatu titik awal kehidupan baru yang lebih bermutu (Jong, 2005). Jadi amputasi merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala kondisi organ dapat

(2)

membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sistem cardiovaskuler. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis bagi klien atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

2. Indikasi Amputasi

Menurut Brunner & Suddarth, (2002), tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi trauma ekstremitas berat atau manula dengan penyakit vaskuler perifer, akibat dari cedera seperti fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki., kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki, adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konsevatif.

Indikasi utama bedah amputasi menurut Jong (2005), adalah karena : 1. Kelainan ekstremitas yang disebabkan oleh penyakit pembuluh darah,

cedera, dan tumor ganas.

2. Amputasi jarang dilakukan karena infeksi, kelainan bawaan, atau kelainan neurologic seperti paralisis dan anastesia, amputasi sering dilakukan karena kelainan pembuluh pada orang tua dan makin jarang karena trauma, kecuali luka perang. Oleh karena kemajuan ilmu bedah vaskuler dan teknik bedah osteosintesis, amputasi premier setelah

(3)

cedera makin jarang dilakukan. Korban kehilangan tungkai karena menginjak ranjau semakin banyak.

3. Amputasi atas indikasi tumor ganas jaringan lunak atau tulang merupakan salah satu langkah penanggulangan yang biasanya terdiri atas pembedahan, radiasi, dan kemoterapi.

4. Amputasi tangan atau lengan hanya dilakukan setelah trauma berat dengan cedera saraf atau pada tumor maligna. Sampai saat ini prostesis tangan untuk mengganti faal tangan mengecewakan.

3. Jenis Amputasi

Menurut Jong, (2005). Jenis amputasi yang dikenal adalah : a. Amputasi terbuka (guillotine amputasi).

Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi terbuka dilakukan pada luka yang kotor, seperti luka perang atau infeksi berat antara lain gangrene, dibuat sayatan dikulit secara sirkuler sedangkan otot dipotong sedikit proximal dari sayatan kulit dan digergaji sedikit proximal dari otot dan memerlukan teknik aseptik ketat dan revisi lebih lanjut.

b. Amputasi tertutup (flap amputasi).

Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.

(4)

Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan protese. Amputasi tertutup dibuat flap kulit yang direncanakan luas dan bentuknya secara teliti untuk memperoleh kulit penutup ujung putung yang baik dengan lokasi bekas pembedahan.

Menurut Harnawatiaj (2008). Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :

a. Amputasi selektif/terencana.

Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.

Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir b. Amputasi akibat trauma.

Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

c. Amputasi darurat.

Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan.

Biasanya merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

(5)

4. Penatalaksanaan

Menurut Brunner & Suddarth, (2002), penatalaksanaan meliputi :

a. Tingkat Amputasi, amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor yaitu peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional. Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahankan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi dapat dipasangi prostesis.

Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi Syme (modifikasi amputasi disartikulasi pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban berat badan penuh. Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional maksimal. Prostesis segera diukur agar fungsinya bisa maksimal.

b. Sisa Tungkai, tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka amputasi, menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat untuk penggunaan prostesis. Penyembuhan dipercepat dengan penanganan lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres lunak atau

(6)

rigid dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari infeksi.

c. Balutan rigid tertutup, balutan rigid tertutup sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah kontraktur. Puntung kemudian dibalut dengan balutan gips elastis yang ketika mengeras akan mempertahankan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah. Gips diganti dalam sekitar 10 sampai 14 hari.

Bila ada peningkatan suhu tubuh, nyeri berat, atau gips yang mulai longgar harus segera diganti.

d. Balutan lunak, balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan.

Bidai imobilisasi dapat dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan infeksi.

e. Amputasi bertahap, amputasi bertahap bisa dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka didebridemen dan dibiarkan mengering. Sepsis ditangani dengan antibiotika. Dalam beberapa hari, ketika infeksi telah terkontrol dan pasien telah stabil, dilakukan amputasi definitif dengan penutupan kulit.

(7)

5. Komplikasi Amputasi

Menurut Brunner & Suddarth, (2002). Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Karena adanya pembuluh darah besar yang dipotong, dapat terjadi perdarahan masif. Infeksi merupakan infeksi pada semua pembedahan, dengan peredaran darah buruk atau kontaminasi luka setelah amputasi traumatika, risiko infeksi meningkat.

Penyembuhan luka yang buruk dan iritasi akibat prostetis dapat menyebabkan kerusakan kulit.

B. Kecemasan 1. Pengertian

Menurut Videbeck (2008), kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka, padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi.

Menurut Herdman (2012), kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai respons autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman. Menurut Hawari (2008), Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan

(8)

ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian normal.

Berdasarkan pendapat dari beberapa pakar mengenai kecemasan maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, serta tidak memilki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif, tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan individu untuk bertindak menghadapi ancaman.

2. Penyebab Kecemasan

Menurut Andaners (2009), penyebab rasa cemas dapat dikelompokan pula menjadi 3 faktor, yaitu :

1) Faktor biologis atau fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan makanan, minuman, perlindungan dan keamanan.

2) Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan orang atau benda yang dicintai, perubahan status sosial atau ekonomi.

3) Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada masa bayi, anak, remaja.

(9)

Faktor Predisposisi

Menurut Asmadi (2009 : 165), berbagai faktor predisposisi yang dijelaskan ke dalam beberapa teori mengenai kecemasan. Teori tersebut antara lain :

1) Teori Psikoanalisis, menurut pandangan psikoanalisis, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen tersebut, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Teori Interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Kecemasan ini juga dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan dengan orang yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain atau masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi cemas. Namun, bila keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan merasa tenang dan tidak cemas. Kecemasan berkaitan dengan hubungan antara manusia.

3) Teori Perilaku, kecemasan merupakan hasil frustasi. Ketidakmampuan atau kegagalan dalam mencapai suatu tujuan yang diinginkan akan menimbulkan frustasi atau keputusasaan. Keputusasaan inilah yang menyebabkan seseorang menjadi cemas.

(10)

3. Gejala Kecemasan

Menurut Hawari (2006), menyebutkan gejala klinis dari cemas antara lain : 1. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah

tersinggung.

2. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, dan mudah terkejut.

3. Takut sendiri, takut pada keramaian, dan banyak orang.

4. Gangguan pola tidur, mimpi yang menegangkan.

5. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.

6. Keluhan somatik misalnya rasa sakit pada otot tulang, pendengaran berdenging (tinnitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan lain sebagainya.

4. Tingkat kecemasan

Menurut Hawari, (2004) yaitu :

a. Gangguan cemas menyeluruh, secara klinis selain gejala cemas yang biasa disertai dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap (paling sedikit berlangsung selama 1 bulan) dengan manifestasi ketegangan motorik, rasa khawatir, dan kewaspadaan berlebihan.

b. Gangguan panik, kecemasan yang datangnya mendadak diseratai oleh perasaan takut mati, disebut juga sebagai serangan panik dengan gejala diantaranya pusing, menggigil, sesak napas, jantung berdebar, nyeri didada, berkeringat banyak dan merasa takut mati.

(11)

c. Gangguan phobik, salah satu bentuk kecemasan yang didominasi oleh gangguan alam pikir phobia. Phobia adalah ketakutan yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu objek, aktivitas atau situasi tertentu, rasa ketakutan itu disadari oleh orang yang bersangkutan sebagai suatu ketakutan yang berlebih dan tidak masuk akal, namun ia tidak mampu mengatasinya.

d. Gangguan obsesif-kompulsif, suatu bentuk kecemasan yang didominasi oleh pikiran yang terpaku dan perbuatan yang dilakukan berulang-ulang, seseorang yang menderita gangguan ini akan terganggu fungsi atau peran sosialnya.

5. Cara Mengukur Kecemasan

Menurut Hawari (2008), untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali digunakan alat ukur yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A).

Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya nilai 0 berarti tidak ada gejala, nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4 gejala berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu Total nilai (score) < 14 tidak ada kecemasan, nilai 14-20 kecemasan ringan,

(12)

nilai 21-27 kecemasan sedang, nilai 28-41 kecemasan berat dan nilai 42-56 kecemasan berat sekali.

6. Mekanisme Koping Terhadap Kecemasan

Menurut Asmadi (2009), Setiap ada stressor penyebab individu mengalami kecemasan, maka secara otomatis muncul upaya untuk mengatasinya dengan berbagai mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping menjadi efektif bila didukung oleh kekuatan lain dan adanya keyakinan pada individu yang besangkutan bahwa mekanisme koping yang digunakan dapat mengatasi kecemasan nya. Sumber koping merupakan modal kemampuan yang dimiliki individu guna mengatasi kecemasan. Kecemasan perlu diatasi untuk mencapai keadaan homeostatis dalam diri individu, baik secara fiosiologis maupun psikologis. Apabila individu tidak mampu mengatasi kecemasan secara konstruktif, maka ketidakmampuan tersebut dapat menjadi penyebab utama terjadinya perilaku patologis.

7. Strategi Pemecahan Masalah (problem solving strategi)

Strategi pemecahan masalah bertujuan untuk mengatasi atau menanggulangi masalah atau ancaman yang ada dengan kemampuan pengamatan secara realitis. Beberapa contoh strategi pemecahan masalah yang dapat digunakan antara lain :

1) Meminta bantuan kepada orang lain.

(13)

2) Secara besar hati, mampu mengungkapkan perasaan sesuai dengan situasi yang ada.

3) Mencari lebih banyak informasi yang terkait dengan masalah yang dihadapi, sehingga masalah tersebut dapat diatasi secara realitis.

4) Menyusun beberapa rencana untuk memecahkan masalah.

5) Meluruskan pikiran atau persepsi terhadap masalah. Bayangan pikiran yang dimiliki setiap orang memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan pribadi. Sebab, segala sesuatu yang dilakukan individu adalah reaksi langsung dari apa yang ada dalam pikirannya.

Strategi pemecahan masalah ini secara ringkas dapat digunakan dengan metode STOP, yaitu :

1) Source, mencari dan mengidentifikasi apa yang menjadi sumber masalah.

2) Trial and error, mencoba berbagai rencana pemecahan masalah yang telah disusun bila satu metode tidak berhasil, maka mencoba lagi dengan metode lain. hal yang perlu dihindari adalah adanya rasa keputusasaan terhadap kegagalan yang dialami.

3) Others, minta bantuan orang lain bila diri sendiri tidak mampu.

4) Pray and patient, berdoa kepada Tuhan sebab Dia adalah Zat yang Maha mengetahui segala sesuatu yang ada didunia ini. Dia pula yang memberikan jalan yang terbaik buat manusia sebab manusia memilikibanyak keterbatasan. Dengan berdoa, maka hati, jiwa, dan

(14)

pikiran seseorang akan menjadi tentram dan tenang. Juga harus sabar dengan berlapang dada menerima kenyataan yang ada pada dirinya.

C. Pendidikan Kesehatan 1. Pengertian

Menurut Notoadmojo, (2003). Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan atau usaha untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok, atau individu. Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok, atau individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang baik. Sehingga pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan prilaku kearah yang lebih baik.

Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Diknas, 2003).

2. Tujuan

Adapun tujuan dari pendidikan kesehatan dalam keperawatan adalah untuk merubah perilaku individu, keluarga dan masyarakat yang merupakan cara

(15)

berfikir, bersikap dan berbuat dengan tujuan membantu pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan promosi hidup sehat (Rochadi, 2011).

3. Prinsip utama pendidikan

Prinsip utama dalam proses pendidikan kesehatan adalah proses belajar pada individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat. Apabila proses pendidikan kesehatan dilihat sebagai sistem, proses belajar dalam kegiatannya menyangkut aspek masukan, proses, dan keluaran yang digambarkan (Notoatmojo, 1997) dalam Suliha, dkk. (2002) sebagai berikut :

Masukan ( Subjek Belajar )

Proses Keluaran

( Perilaku Baru )

Latar Belakang Pendidikan Sosial Budaya

Kesiapan Fisik Kesiapan Psikologis

Kurikulum Sumber Daya Lingkungan Belajar Sumber Daya Manusia Pedoman

(16)

a. Masukan dalam pendidikan kesehatan

Masukan dalam proses pendidikan kesehatan adalah individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat yang akan menjadi sasran didik.

Dalam kegiatan belajar, sasaran didik subjek belajar dengan perilaku belum sehat. Subjek belajar yang mempengaruhi proses pendidikan kesehatan adalah kesiapan fisik dan psikologis (motivasi dan minat), latar belakang pendidikan, dan sosial budaya.

b. Proses dalam pendidikan kesehatan

Proses dalam pendidikan kesehatan merupakan mekanisme dan interaksi yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku subjek belajar.

Dalam proses tersebut diperlukan interaksi antara subjek belajar sebagai pusatnya dan pengajar (petugas kesehatan, metode pengajaran, alat bantu belajar, dan materi belajar).

Proses pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh faktor : materi/bahan pendidikan kesehatan, lingkungan belajar, perangkat pendidikan baik perangkat lunak maupun perangkat keras, dan subjek belajar, yaitu individu, kelompok, keluarga, dan masyarakat serta tenaga kesehatan/perawat.

Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi proses pendidikan kesehatan, yaitu materi/bahan pendidikan merupakan materi/bahan belajar bagi subjek belajar. Materi tersebut dapat merupakan materi baru, pelengkap atau pengulangan bagi subjek belajar. Lingkungan belajar dapat berupa tatanan belajar di kelas, auditorium atau tempat

(17)

lainnya, lingkungan sosial, lingkungan fisik (cahaya,udara,suara).

Tenaga kesehatan/perawat meliputi kualitas, yaitu kemampuan melakukan pendidikan kesehatan, maupun kuantitas yang menyangkut jumlah maupun jenisnya. Perangkat lunak pendidikan kesehatan yang mempengaruhi proses belajar adalah kurikulum/satuan pembelajaran, buku materi, leaflet, booklet, buku pedoman dan peraturan. Dilain pihak, perangkat keras berupa alat bantu pengajaran/alat peraga/audio visual (AVA) dan tempat belajar.

c. Keluaran dalam pendidikan kesehatan

Keluaran dalam pendidikan kesehatan adalah kemampuan sebagai hasil perubahan perilaku yaitu perilaku sehat dari sasaran didik.

Perilaku sehat dapat dibentuk karena berbagai pengaruh atau rangsangan yang berupa pengetahuan dan sikap, pengalaman, kenyakinan, sosial, budaya, dan sasaran fisik.

4. Pendidikan kesehatan pada pasien yang akan dilakukan operasi Menurut Hidayat (2008 : 165), ada beberapa tindakan keperawatan yaitu:

a. Pemberian Pendidikan Kesehatan Pre Operatif

Pemberian pendidikan kesehatan yang perlu dijelaskan adalah berbagai informasi mengenai tindakan pembedahan, di antaranya jenis pemeriksaan yang dilakukan sebelum bedah, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah, ruang pemulihan, dan kemungkinan pengobatan setelah bedah.

(18)

b. Persiapan Diet

Pasien yang akan dibedah memerlukan persiapan khusus dalam hal pengaturan diet. Pasien boleh menerima makanan biasa sehari sebelum bedah, tetapi 8 jam sebelum bedah tidak diperbolehkan makan, sedangkan cairan tidak diperbolehkan 4 jam sebelum bedah, sebab makanan atau cairan dalam lambung dapat menyebabkan terjadinya aspirasi.

c. Persiapan Kulit

Persiapan ini dilakukan dengan cara membebaskan daerahyang akan dibedah dari mikroorganisme dengan cara menyiram kulit menggunakan sabun heksaklorofin (hexachlorophene) atau sejenisnya sesuai dengan jenis pembedahan. Bila pada kulit terdapat rambut, maka harus dicukur.

d. Latihan Bernapas dan Latihan Batuk

Cara latihan ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pengembangan paru sedangkan batuk dapat menjadi kotraindikasi pada bedah intrakranial, mata, telinga, hidung, dan tenggorokan karena dapat meningkatkan tekanan, merusak jaringan, dan melepaskan jahitan.

Pernapasan yang dianjurkan adalah pernapasan diafragma, dengan cara seperti di bawah ini:

1. Atur posisi tidur semi fowler, lutut dilipat untuk mengembangkan thorak.

2. Tempatkan tangan di atas perut.

(19)

3. Tarik napas perlahan-lahan melalui hidung, biarkan dada mengembang.

4. Tahan napas selama 3 detik.

5. Keluarkan napas dengan mulut yang dimoncongkan.

6. Tarik napas dan keluarkan kembali, lakukan hal yang sama hingga 3 kali, setelah napas terakhir, batukkan untuk mengeluarkan lendir.

7. Istirahat.

e. Latihan Kaki

Latihan ini dapat dilakukan untuk mencegah dampak tromboplebitis.

Latihan kaki yang dianjurkan antara lain latihan memompa otot, latihan quadrisep, dan latihan mengencangkan glutea. Latihan otot dapat dilakukan dengan mengontraksikan otot betis dan paha, kemudian istirahatkan otot kaki, dan ulangi hingga 10 kali. Latihan quadrisep dapat dilakukan dengan cara membengkokkan lutut kaki rata pada tempat tidur, kemudian meluruskan kaki pada tempat tidur, mcngangkat tumit, melipat lutut rata pada tempat tidur, dan ulangi hingga 5 kali.

Latihan mengencangkan glutea dapat dilakukan dengan cara menekan otot pantat, kemudian coba gerakkan kaki ke tepi tempat tidur, lalu istirahat dan ulangi scbanyak 5 kali.

f. Latihan Mobilitas

Latihan mobilitas dilakukan untuk mencegah komplikasi sirkulasi, mcncegah dekubitus, merangsang peristaltik scrta mengurangi adanya nyeri. Untuk melakukan latihan mobilitas, pasien harus mampu

(20)

menggunakan alat di tcmpat tidur, seperti menggunakan penghalang agar bisa memutar badan, mclatih duduk di sisi tempat tidur atau dengan cara menggeser pasien ke sisi tcmpat tidur, melatih duduk diawali tidur fowler, kemudian duduk tegak dengan kaki menggantung di sisi tempat tidur.

g. Pencegahan Cedera

Untuk mengatasi risiko terjadinya cedera, tindakan yang pcrlu dilakukan sebelum pelaksanaan bedah adalah:

1. Cek identitas pasien.

2. Lepaskan perhiasan pada pasien yang dapat mengganggu, misalnya cincin, gelang, dan Lain-lain.

3. Bersihkan cat kuku untuk memudahkan penilaian sirkulasi.

4. Lepaskan lensa kontak.

5. Lepaskan protesa.

6. Alat bantu pendengaran dapat digunakan jika pasien tidak dapat mendengar.

7. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kencing.

8. Gunakan kaos kaki antiemboli bila pasien berisiko mengalami tromboplebitis.

(21)

D. Penelitian Terkait

Dari penelitian yang dilakukan oleh Sawitri ( 2008 ), yaitu ada beda yang signifikan sebelum dan sesudah dilakukan pemberian informasi pra-bedah. Dari hasil penelitiannya menunjukkan 58 responden sebelum dilakukan pemberian informasi pra-bedah, respon yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 22,4 %, cemas ringan 22,4%, cemas sedang 37,9%, cemas berat 13,8%. Penelitian tersebut menggunakan uji t-test dan didapatkan adanya korelasi antara dua variable ( sebelum dan sesudah diberikan informasi pra-bedah ) adalah sebesar 0,819 dengan nilai probabilitas jauh di bawah 0,05, penelitian tersebut menyatakan adanya korelasi antara pre-test dan post-test adalah sangat erat dan benar-benar berhubungan secara nyata.

Sementara itu, Pamungkas ( 2009 ) menyatakan dalam penelitiannya bahwa tindakan operasi mensyaratkan pasien harus dalam kondisi tenang agar operasi dapat berjalan lancar. Namun kenyataan di lapangan, pasien sering mengalami kecemasan yang berlebihan ketika akan menghadapi operasi. Menurut penelitian tersebut diperlukan upaya untuk mengurangi tingkat kecemasan pasien tersebut, salah satunya dengan memberikan pendidikan kesehatan.

Dari hasil penelitian-penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berkaitan dengan pemberian pendidikan kesehatan terhadap penurunan kecemasan pasien pra bedah antara lain : a). Meningkatkan kesiapan dan ketenangan pasien dalam menerima proses dan hasil operasi. b). Pemberian

(22)

pendidikan kesehatan dan informasi pra bedah yang baik dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien pra bedah. Pentingnya pemberian pendidikan kesehatan terhadap pasien pra bedah karena dapat menurunkan kecemasan pasien sehingga pasien dapat dengan tenang dan siap dalam menghadapi pembedahan yang akan dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

2000 diberikan apabila pemilik rahasia dagang atau pemegang rahasia dagang telah melakukan langkah-langkah untuk menjaga rahasia dagang yang dimilikinya dengan

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa telah terjadi kekosongan norma dalam penerapan Pasal 66 ayat (1) UUJN-P, karena tidak ada peraturan yang menjelaskan

Hasil dari penelitian menunjukkan terdapat pengaruh signifikan peran persepsi terhadap tagline merek dalam iklan televisi melalui hasil uji hipotesis pada brand

Dari gambar 1.3 dapat dilihat ketuntasan belajar dari siklus ke siklus, dapat diambil kesimpulan bahwa Penggunaan Media Audio-visual dapat meningkatkan keterampilan

Untuk dapat menciptakan suasana kerja yang menyenangkan maka pekerjaan yang diberikan harus menarik, penuh tantangan dan tidak bersifat rutin.Pekerjaan yang

Selanjutnya, bagi penduduk sekitar yang berjiwa pedagang (para pedagang) karena tempat yang seolah-olah milik sendiri, mereka dapat bolak-balik ke rumahnya

parti yang mendapat majoriti dalam pilihan raya umum Perdana Menteri menjalankan kuasa eksekutif dengan dibantu oleh kabinet atau Jemaah Menteri yang dipilih daripada kalangan

- setting lokasi di warung tapi atmosfir warung tempat obrolan tidak tergambarkan - Gaya obrolan menarik tetapi tidak mempresentasikan tapi kurang pada visi