• Tidak ada hasil yang ditemukan

Audit Operasional terhadap Pengelolaan Persediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (Studi Kasus: Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Audit Operasional terhadap Pengelolaan Persediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (Studi Kasus: Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Indonesian Accounting Literacy Journal Vol. 01, No. 03, July 2021, pp. 647 – 658

©Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Bandung

Audit Operasional terhadap Pengelolaan Persediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (Studi Kasus: Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang)

Operational Audit of Inventory Drugs and Consumable Medical Materials Management (Case Study: Pharmacy Room in UPTD Puskesmas Kasomalang)

Nuri Aisyah Hikmah Politeknik Negeri Bandung

E-mail: nuri.aisyah.akun417@polban.ac.id

Iyeh Supriatna

Politeknik Negeri Bandung E-mail: iyeh.supriatna@polban.ac.id

Abstract: This research aims to evaluate the activities of inventory drugs and consumable medical materials management in the Pharmacy Room UPTD Puskesmas Kasomalang, through the implementation of operational audits by empirically assessing the level of efficiency, effectiveness, and economy refers to Peraturan Menteri Kesehatan No.74 Tahun 2016. This study uses qualitative descriptive comparative method with the type of case studies which describe the conditions, criteria, causes, effects, and also strength-weakness matrix as an additional support data. This research uses qualitative data through triangulation procedures. The results show that the inventory of the drugs and consumable medical materials management in the pharmacy room in UPTD puskesmas kasomalang rates 85% for the effectiveness, 81.25% efficient, and 90.9% economical. But it still has some weaknesses, such as the existence of multiple positions, the occurrence of stockouts and stagnation, and also the administrative activities which are not fully computerized yet.

Keywords: Operational Audit, Effectiveness, Efficiency, Economical

1. Pendahuluan

Puskesmas merupakan salah satu penyedia fasilitas kesehatan public yang memberikan pelayanan kesehatan promotif, kuratif, preventif, maupun rehabilitative. Sebagai pelayanan kesehatan paling dasar yang melayani rujukan pertama bagi masyarakat, Puskesmas dituntut memiliki karakter mutu pelayanan medis yang prima sesuai dengan harapan dan kebutuhan pasien.

Pelayanan kefarmasian di Puskesmas tidak dapat terpisahkan dari pelaksanaan pelayanan kesehatan karena merupakan merupakan satu kesatuan yang memiliki 2 (dua) kegiatan utama, yaitu kegiatan manjerial berupa pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan kegiatan pelayanan farmasi klinik (Permenkes RI., 2016).

Ruang farmasi merupakan unit yang bertanggung jawab atas aktivitas kefarmasian di Puskesmas Unit tersebut bertanggung jawab penuh atas pengelolaan sediaan farmasi, terutama dalam hal penyimpanan obat agar seluruh peredaran obat berada pada sistem satu pintu (Sumarti dkk., 2013). Manajemen persediaan obat menjadi sangat krusial karena ruang farmasi berperan penting untuk menunjang pelayanan operasional puskesmas. Oleh karena itu, Puskesmas perlu memastikan tidak ada satu haripun terjadi kekurangan (stock out) maupun stagnant hingga terjadi kadaluarsa. Jika hal tersebut terjadi akan menyebabkan menurunnya tingkat pelayanan yang

(2)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

berujung kerugian ekonomi. Menurut penelitian Wiwik et. Al (2020) pada Bulan Juli-Desember 2019 di Puskesmas wilayah Kabupaten Jombang disebutkan bahwa persentase obat yang stagnant hingga terjadi kadaluarsa adalah sebesar Rp. 27.609.635, - dan rata-rata waktu stockout selama 10.075 hari atau 3,36 bulan.

Kondisi stagnant terjadi ketika jumlah persediaan obat melebihi 3 (tiga) kali penggunaan rata- rata per bulan, yang berakibatkan Puskesmas harus mengeluarkan biaya penyimpanan lebih, meningkatnya risiko rusak dan kadaluarsa pada obat, serta memperlihatkan adanya biaya pembelian yang terbuang. Sedangkan, stock out terjadi apabila jumlah sisa persediaan obat sama dengan nol atau tidak mencukupi jumlah yang seharusnya, yang dapat memberikan dampak berupa kehilangan pendapatan (Thinni, 2019).

UPTD Puskesmas Kasomalang merupakan salah satu Puskesmas di Kota Subang, Jawa Barat. Puskesmas tersebut membina 8 (delapan) desa dengan jumlah penduduk berdasarkan statistika Kecamatan Kasomalang Tahun 2020 sebanyak 45.287 jiwa. Menurut apoteker pelaksana disana, di kala pandemic Covid-19, Puskesmas Kasomalang mengalami stagnant hingga terjadinya expired pada berbagai jenis obat dengan jumlah yang cukup besar, hal tersebut dikarenakan jumlah pasien yang menurun serta perencanaan yang tidak sesuai dengan realisasi. Selain itu, Puskesmas Kasomalang hanya pernah melakukan pemantauan dan evaluasi sendiri sebanyak 1 (satu) kali yaitu pada tahun 2018, serta bukan secara khusus pada kegiatan pengelolaan persediaan obat dan BMHP.

Berikut merupakan langkah kegiatan pengelolaan sediaan obat dan BMHP di Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang secara umum:

Gambar I.1 Langkah Kegiatan Pengelolaan Persediaan Kefarmasiaan

Sumber: Pedoman Pelayanan Kefarmasian UPTD Puskesmas Kasomalang Tahun 2018

Sehingga, berdasarkan pernyataan apoteker pelaksana tersebut diperlukan adanya peran audit operasional untuk mengevaluasi nilai efektivitas, efisiensi, dan ekonomis pengelolaan persedian obat pada ruang farmasi Puskesmas. Audit operasional dirancang secara sistematis untuk menilai dan melaporkan pengelolaan penggunaan sumber daya dalam pencapaian tujuan perusahaan dengan efektif dan efisien (Christian dkk., 2018). Secara khusus, audit operasional atas pengelolaan sediaan farmasi akan membantu pihak yang berkepentingan mengetahui serta menilai apakah sejauh ini kegiatan ruang farmasi Puskesmas yang sedang berjalan sudah efektif, efisien, dan ekonomis.

Dari beberapa penelitian terdahulu hanya memfokuskan pada persediaan obat, tanpa memperhatikan persediaan perbekalan kesehatan lainnya yang masih merupakan tanggung jawab dari fungsi ruang farmasi yang ada pada institusi pelayanan kesehatan dan tidak pernah dilakukan di Puskesmas. Maka, sebagai bahan pembaharuan dari penelitian sebelumnya, peneliti berencana memperluas ruang lingkup penelitian dengan menambahkan pengelolaan persediaan BMHP dalam ruang lingkup penelitian.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti termotivasi melakukan audit operasional terhadap pengelolaan persediaan obat dan BMHP di Ruang Farmasi Puskesmas Kasomalang. Penelitian ini menggunakan gambaran condition, criteria, cause, dan effect yang akan menghasilkan rekomendasi perbaikan kinerja aktivitas tersebut, didukung dengan tambahan gambaran matriks strength- weakness atas kebijakan yang ditetapkan Puskesmas. Alhasil audit operasional tersebut akan diwujudkan dalam penelitian yang berjudul: “Audit Operasional Pengelolaan Persediaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai (Studi Kasus: Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang)”.

(3)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

2. Kajian Pustaka 2.1. Audit Operasional

2.1.1. Definisi Audit Operasional

Sebagai pemahaman yang mendasar, maka dijelaskan terlebih dahulu pengertian Auditing.

Menurut American Accounting Association (AAA), Auditing merupakan proses sistematis dalam memporeleh dan mengevaluasi secara objektif atas bukti yang berhubungan dengan asersi tindakan dan peristiwa ekonomi, dalam upaya menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang mengatur. Lalu, mengkomunikasikan hasil yang didapat kepada pihak yang memiliki kepentingan. Audit operasional merupakan salah satu jenis audit yang melakukan pemeriksaan atas kegiatan operasi perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional sesuai kebijakan manajemen, agar mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi, dan ekonomis atas kegiatan operasi tersebut (Agoes, 2017: 184).

2.1.2. Tahapan Pelaksanaan Audit Operasional

Menurut Bayangkara (2017:24-40), secara garis besar terdapat lima tahapan dalam melaksanakan audit operasional, yaitu terdiri dari:

a. Audit Pendahuluan

b. Review dan Pengujian terhadap Pengendalian Manajemen c. Audit Lanjutan

d. Pelaporan e. Tindak Lanjut

2.1.3. Elemen Tujuan Audit Operasional

Menurut The IIA Practice Guide (dikutip dalam Urton et. al, 2017: 12-8) atribut atau elemen atas laporan audit internal didasarkan pada 5C:

a. Criteria, standar, ukuran, atau ekspektasi dalam membuat evaluasi dan/ atau memverifikasi observasi (what should exist).

b. Condition, bukti faktual yang ditemukan auditor atas proses audit (what does exist).

c. Cause, alasan mendasar atas perbedaan antara criteria dan condition (why the difference exists).

d. Consequence/ Effect, eksposur yang dialami karena kondisi yang tidak konsisten dengan kriteria (the consequence of the difference).

e. Corrective action plans/ recommendations, saran auditor dalam mengatasi risiko yang ada berdasarkan observasi dan kesimpulan yang mengarah kepada apa yang harus diperbaiki dan siapa yang bertanggung jawab dalam melakukannya.

2.1.4. Efektivitas, Efisiensi, dan Ekonomis

Menurut Bayangkara (2017: 15-17) maksud dari ketiganya adalah sebagai berikut:

a. Efektivitas, sebagai tingkat keberhasilan suatu objek audit dalam mencapai tujuannya.

b. Efisiensi, bagaimana objek audit melakukan operasinya untuk mencapai optimalisasi dalam penggunaan sumber daya yang dimiliki.

c. Ekonomis, menekankan pada setiap aktivitas objek audit mengelola dana yang ada untuk memperoleh hasil yang besar.

2.2. Pengelolaan Persediaan Obat dan BMHP 2.2.1. Definisi Persediaan

Menurut PSAK No. 14 persediaan merupakan asset yang tersedia untuk dijual atau pun masih dalam proses produksi, serta bentuk bahan atau perlengkapan untuk proses produksi atau pemberian jasa.

(4)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

2.2.2. Kegiatan Pengelolaan Persediaan Obat dan BMHP

Menurut Permenkes No. 26 Tahun 2020, ruang farmasi ialah unit pelayanan yang ada di Puskesmas yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan kefarmasian yang dipimpin oleh seorang apoteker dimana salah satu tanggungjawab unit tersebut yaitu mengelola sediaan farmasi dan BMHP. Berdasarkan Permenkes No. 74 Tahun 2016, persediaan obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika disebut juga dengan sedian farmasi. Sedangkan, BMHP adalah alat kesehatan yang hanya dapat digunakan sekali yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kegiatan pengelolaan persediaan obat dan BMHP meliputi:

a. Perencanaan Kebutuhan b. Permintaan

c. Penel

d. Penyimpanan e. Pendistribusian

f. Pemusnahan dan Penarikan g. Pengendalian

h. Administrasi

i. Pemantauan dan Evaluasi 3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif komparatif dengan jenis studi kasus. Dilakukan dengan mengeksplorasi secara mendalam terkait aktivitas pengelolaan persediaan obat dan BMHP di Ruang Farmasi Puskesmas Kasomalang, dengan data yang dikumpulkan secara mendetail melalui prosedur triangulasi (gabungan wawancara, observasi, dan dokumentasi). Lalu, melakukan perbandingan antara praktik yang dilakukan pada aktivitas tersebut dengan standar atau regulasi yang ditetapkan, khususnya mengacu pada peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan.

3.2. Sumber Data

Data primer berasal dari wawancara dengan apoteker pelaksana dan pihak-pihak yang bersangkutan, serta observasi partisipatif pasif oleh peneliti. Sedangkan, sumber data sekunder berasal dari dokumen yang ada di Puskesmas Kasomalang maupun yang dibuat sendiri oleh peneliti.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam upaya pengumpulan data peneliti menggunkan prosedur triangulasi yang merupakan gabungan dari observas, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti melakukan wawancara secara tidak terstruktur dan terstruktur. Sedangkan observasi yang dilakukan ialah observasi partisipatif pasif dan secara terus terang. Selain itu untuk memperkuat hasil yang lebih kredibel, peneliti mengumpulkan dokumentasi yang diperoleh secara langsung di Ruang Farmasi UPTD Puskesmas maupun dokumentasi tambahan yang dibuat sendiri oleh peneliti berupa kertas kerja audit.

3.4. Tahap Audit Operasional dalam Penelitian

Adapun tahapan audit operasinal yang digunakan, peneliti mengacu pada tahapan yang dikemukakan oleh Bayangkara (2017: 24-40), namun tanpa adanya tahapan tindak lanjut karena akan diserahkan kembali kepada pihak manajemen internal puskesmas. Tahapan tersebut terdiri dari:

a. Audit Pendahuluan

Peneliti membuat program kerja audit pendahuluan sebagai acuan langkah kerja yang perlu dilakukan selama tahap ini, salah satunya melakukan proses wawancara, observasi, dan

(5)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

dokumentasi di Ruang Farmasi Puskesmas Kasomalang. Tahapan ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis gambaran tujuan, proses, risiko, dan pengendalian pengelolaan persediaan obat dan BMHP disana. Informasi tersebut digunakan peneliti untuk membuat kesimpulan sementara yang salah satunya dituangkan dalam flowchart serta tabel yang memuat tujuan sementara, temuan audit sementara, rekomendasi perbaikan sementara, dan daftar bukti-bukti yang diperlukan.

b. Review dan Pengujian terhadap Pengendalian Manajemen

Untuk melakukan tahap ini peneliti membuat program kerja audit dengan tambahan instrumen berupa Internal Control Questionnaires (ICQ) yang mengacu pada Permenkes No. 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas, Permenkes No. 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas, Permenkes No. 26 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permenkes 74 Tahun 2016, dan Standard Operating Procedure (SOP) yang telah diperoleh pada tahap audit pendahuluan. Setelah hasil ICQ tersebut didapat, peneliti mengakumulasi kedalam bentuk persentase untuk menilai tingkat efektivitas, efisiensi, dan ekonomis, dengan rumus dan kesimpulan berdasarkan Riduwan (2013: 15), sebagai berikut:

𝑠𝑘𝑜𝑟 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 "𝑌𝑎"

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑎𝑛 × 100%

Tabel III.1 Kriteria Skor Persentase ICQ

Skor (%) Predikat

0-20 Sangat Tidak Efektif/ Efisien/ Ekonomis 21-40 Tidak Efektif/ Efisien/ Ekonomis 41-60 Cukup Efektif/ Efisien/ Ekonomis 61-80 Efektif/ Efisien/ Ekonomis 81-100 Sangat Efektif/ Efisien/ Ekonomis Sumber: Riduwan (2013: 15)

Selain itu, peneliti melakukan analisis atas kebijakan pengendalian manajemen untuk aktivitas yang bersangkutan dengan mengkategorikan dalam strength-weakness.

c. Audit Lanjutan

Pada tahapan ini peneliti membuat ringkasan bukti dan mengelompokkannya ke dalam criteria, condition, cause, dan effect yang akhirnya digunakan dalam penyusunan kesimpulan untuk finalisasi temuan hasil audit dan dasar pembuatan rekomendasi perbaikan. Tahapan ini dapat menunjukan hambatan apa saja yang perlu ditindak lanjuti dan rekomendasi apa yang perlu diberikan oleh peneliti.

d. Pelaporan

Cara penyajian laporan hasil audit penelitian ini menitikberatkan pada kepentingan Puskesmas Kasomalang, dikemas menyerupai management letter, yang memuat temuan audit (audit findings) yang menyebabkan adanya inefektivitas, inefisiensi, dan pemborosan, serta rekomendasi perbaikan sesuai penyimpangan yang ditemukan.

3.5. Uji Validitas dan Relibilitas

Metode pengujian atas keabsahan data yang diterapkan oleh peneliti, sesuai dengan yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Sugiyono (2020: 184-195), yang terdiri dari uji kredibilitas, transferability, dependability, dan comfirmability.

(6)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

4. Hasil dan Pembahasan

Peneliti menggunakan program audit sebagai pedoman dalam pengambilan langkah-langkah audit yang perlu dilakukan agar tujuan audit tercapai. Berikut merupakan program audit operasional yang dimaksud:

Tabel IV.1 Program Kerja Audit Operasional 1 Nama Perusahaan

Unit Kerja

Program yang diaudit Periode Audit

: : :

:

Puskesmas Kasomalang Ruang Farmasi

Pengelolaan Persediaan Obat dan BMHP

Maret-April 2021

Disusun Oleh Tanggal Paraf

: : :

Nuri Aisyah H.

30 Januari 2021

………

Di-review Oleh Tanggal Paraf

: : :

Bapak Iyeh

………

……….…

TENTATIVE AUDIT OBJECTIVE (TAO)

1. Terdapat ketidaksesuaian antara regulasi/ kebijakan dengan realisasi pelaksanaan pengelolaan persediaan obat dan BMHP.

2. Adanya kendala yang sedang dialami yang menghambat nilai efektivitas, efisiensi, dan ekonomis.

TUJUAN AUDIT

1. Memastikan bahwa realisasi pelaksanaan pengelolaan persediaan obat dan BMHP telah mematuhi regulasi/

kebijakan yang berlaku.

2. Menemukan gambaran mengenai kendala apa saja yang sedang dialami yang menghambat nilai efektivitas, efisiensi, dan ekonomis, sebagai pembuatan laporan yang memuat rekomendasi perbaikan.

LANGKAH-LANGKAH KERJA:

No Uraian Langkah-Langkah Kerja Anggaran

Waktu Realisasi Auditor 1 Melaksanakan audit pendahuluan. 14 hari 13 hari Peneliti 2 Melakukan review dan pengujian terhadap pengendalian

manajemen 21 hari 21 hari Peneliti

3 Melakukan audit lanjutan. 7 hari 5 hari Peneliti

4 Membuat Laporan Hasil Audit 1 hari 1 hari Peneliti

5 Menyampaikan hasil audit kepada Ruang Farmasi UPTD

Puskesmas Kasomalang 3 hari 2 hari Peneliti

Sumber: Data diolah Peneliti

4.1. Audit Pendahuluan

Setelah peneliti melakukan pengamatan awal dan proses wawancara terkait kegiatan yang menjadi objek audit, tahapan ini menghasilkan hasil audit pendahuluan yang mencakup poin-poin berikut ini:

(7)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

a. Pemahaman peneliti terhadap objek audit.

Alur 9 (sembilan) kegiatan pengelolaan persediaan obat dan BMHP yang biasa dilaksankan oleh Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang tertuang pada flowchart berikut:

Gambar IV.4 Flowchart Pengelolaan Persediaan Obat dan BMHP

Sumber: Data diolah Peneliti

*Catatan: Kegiatan Administrasi dilakukan di setiap kegiatan lainnya, berupa pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan.

b. Penetuan tujuan audit

Salah satu alasan perlunya dilakukan audit operasional di Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang adalah subunit yang disebut dengan Tim PMKP yang memiliki perasn serupa dengan audit internal, belum menjalankan fungsinya dengan baik. Mereka hanya pernah melakukan pemantauan dan evaluasi sendiri sebanyak 1 (satu) kali pada tahun 2018, serta lebih menegaskan pada kegiatan farmasi klinik bukan secara khusus pada kegiatan pengelolaan persediaan obar dan BMHP. Adapun pemantauan dan evaluasi secara internal yang saat ini berjalan hanya diperoleh dari kepala puskesmas secara lisan dan tidak terdokumentasi.

c. Review peraturan yang berkaitan dengan objek audit

Puskesmas Kasomalang memiliki berbagai kebijakan yang merinci mengenai pengelolaan persediaan obat dan BMHP telah dirancang dan dikomunikasikan dalam bentuk Standard Operating Procedure (SOP) hasil keputusan Kepala Puskesmas.

Perencanaan

Kebutuhan Permintaan/ Pengadaan Penerimaan Penyimpanan

Pendistribusian Pemusnahan dan Penarikan Pengendalian Pemantauan dan Evaluasi

(8)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

4.2. Review dan Pengujian terhadap Pengendalian Manajemen

Pada tahapan ini peneliti bertujuan untuk mengevaluasi dan menguji efektivitas, efisiensi, dan ekonomis pengendalian manajemen ruang farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang atas pengelolaan persediaan obat dan BMHP dan lebih mengenali kelemahan-kelemahan yang ada pada sistem pengendalian manajemen aktivitas tersebut. Untuk mencapai tujuan dari tahapan ini, peneliti membuat program kerja audit dengan tambahan instrumen berupa ICQ, yang dikelompokkan sesuai dengan 9 (sembilan) langkah kegiatan/ aktivitas pengelolaan, dengan hasilnya sebagai berikut:

a. Indikator Efektivitas

Dari 20 (dua puluh) kuisioner, menghasilkan 17 (tujuh belas) dengan jawaban “ya” dan 3 (tiga) jawaban “tidak”. Sehingga diperoleh persentase sebesar 85%, yang menunjukan kriteria sangat efektif.

b. Indikator Efisiensi

Dari 16 (enam belas) kuisioner, terdapat 13 (tiga belas) jawaban “ya” dan 3 (tiga) jawaban

“tidak”. Sehingga diperoleh persentase sebesar 81,25%, yang menunjukan kriteria sangat efisien.

c. Indikator Ekonomis

Dari 11 (sebelas) kuisioner, terdapat 10 (sepuluh) jawaban “ya” dan 1 (satu) jawaban “tidak”.

Sehingga diperoleh persentase sebesar 90,9%, yang menunjukan kriteria sangat ekonomis.

Dengan perhitungan sebagai berikut:

Berikut ini merupakan hasil matriks strength-weakness sistem pengendalian manajemen pengelolaan persediaan obat dan BMHP di Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang:

Tabel IV.13 Matriks Strength-Weakness Sistem Pengendalian Manajemen 1

No Strength No Weakness

S.1 Puskesmas Kasomalang memiliki beberapa SOP yang cukup merinci untuk memberikan arahan atas aktivitas kefarmasian.

W.1 Terdapat job description yang tertulis tidak sesuai dengan realisasi di lapangan dan kurang dilakukan monitoring serta pembaharuan secara berkala

S.2 Puskesmas Kasomalang telah melakukan perencanaan dan pengalokasian sumber daya manusia dengan baik, terlihat pada struktur organisasi yang cukup komplek serta pembagian job description yang jelas dan tertulis.

W.2 Struktur organisasi tidak memiliki keterangan garis komando dan koordinasi.

S.3 Sumber daya manusia khususnya karyawan kefarmasian memiliki sifat kredibilitas yang cukup baik dan kemampuan yang terus dikembangkan melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan pemerintah maupun secara mandiri diikuti oleh pihak puskesmas.

W.3 Subunit yang memiliki peran serupa dengan audit internal yang disebut dengan TIM PMKP, belum menjalankan fungsinya secara menyeluruh atau hanya terfokus pada farmasi klinis, tidak sampai pada evaluasi operasional maupun kinerja.

(9)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

S.4 Puskesmas memiliki perencanaan atas pengadaan beserta anggarannya yang dibuat setiap tahun secara tertulis berdasarkan identifikasi pertimbangan epidemiologi penyakit, pola konsumsi, mutasi obat, sisa stok periode sebelumnya, dan prediksi Kejadian Luar Biasa (KLB) atau rencana pengembangan.

W.4 Pedoman tertulis terkait pelayanan kefarmasian yang merupakan acuan kebijakan internal belum dievaluasi ulang dan diperbaharui. Padahal, terdapat isi yang perlu diperbaharui salah satunya mengenai distribusi ketenagaan.

S.5 Proses perencanaan pengadaan obat telah melibatkan berbagai pihak tenaga kesehatan yang bersangkutan seperti dokter dan para penanggung jawab sub-unit dengan metode yang digunakan telah sesuai dengan kebutuhan puskesmas yaitu metode bottom-up.

- -

Sumber: Data diolah Peneliti

4.3. Audit Lanjutan

Setelah melaksanakan prosedur audit lanjutan, tahapan ini memuat daftar temuan yang dikategorikan ke dalam 2 (dua) kategori, berikut adalah penjelasannya:

a. Daftar Temuan yang Ditindaklanjuti -

-

Kondisi

Kriteria

Penyebab

Akibat

Rekomendasi

Kondisi

Kriteria

Penyebab

:

:

:

:

:

:

:

:

Rangkap jabatan atas fungsi koordinator/ penanggung jawab kefarmasian dengan apoteker pelaksana, sehingga koordinator memiliki tugas yang menumpuk. (Efektivitas dan Efisiensi)

Kegiatan Kefarmasian di UPTD Puskesmas Kasomalang dilaksanakan minimal oleh 1 (satu) orang Apoteker sebagai penanggung jawab dan dibantu oleh 1 (satu) orang Tenaga Teknis Kefarmasian serta 1 (satu) orang Tenaga Kesehatan Lainnya/ disesuaikan dengan kebutuhan (Standar Ketenagaan pada Pedoman Pelayanan Kefarmasian di UPTD Puskesmas Kasomalang Tahun 2018) Kurangnya SDM pada Ruang Farmasi Puskesmas Kasomalang yang seharusnya menjadi Tenaga Teknis Kefarmasian.

Proses pengelolaan persediaan obat dan BMHP kurang efektif dan efisien karena menambah beban dan jam kerja bagi karyawan yang mendapat tugas rangkap.

Puskesmas kasomalang perlu menambah minimal 1 (satu) Tenaga Teknis Kefarmasian agar fungsi dan tugas karyawan yang ada di ruang farmasi dapat dilaksanakan secara optimal sehingga pengelolaan dapat terlaksana lebih efektif dan efisien.

Adakalanya Ruang Farmasi mengalami stockout dan stagnant pada jumlah dan jenis obat tertentu, dikarenakan adanya pergantian dokter. (Efisiensi dan Ekonomis)

Tujuan pengelolaan obat adalah menjamin tersedianya obat dengan mutu yang terjamin, aman, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. (Standar Ketenagaan pada Pedoman Pelayanan Kefarmasian di UPTD Puskesmas Kasomalang Tahun 2018) Kurangnya komunikasi secara berkala antara pengelola kefarmasiaan dengan para Dokter. Serta, Adanya penurunan jumlah kunjungan pasien dikarenakan terjadinya KLB Covid-19.

(10)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

-

-

Akibat

Rekomendasi

Kondisi Kriteria

Penyebab

Akibat Rekomendasi

Kondisi Kriteria

Penyebab

Akibat

Rekomendasi :

:

: :

:

: :

: :

:

:

:

Tingkat pelayanan berkurang dikarenakan pasien harus mencari obat yang diperlukan di luar puskesmas. Serta, dengan terjadinya stagnant hingga beberapa obat mengalami kadaluarsa, diperlukan biaya lebih untuk melakukan pemusnahan.

Koordinator dan Penanggung Jawab Kefarmasian diharapkan selalu mengkomunikasikan kepada Dokter terkait ketersediaan obat dan memberitahukan agar memprioritaskan stok obat sejenis yang lebih mendekati masa kadaluarsa, yang tentunya obat tersebut memiliki kegunaan atau khasiat yang serupa.

Kegiatan administrasi belum sepenuhnya terkomputerisasi, dan dokumen- dokumen manual tidak tersusun secara rapi (Efektivitas dan Efisiensi)

Pengaturan Sistem Informasi Puskesmas bertujuan untuk menjamin ketersediaan data dan informasi yang berkualitas, berkesinambungan, dan mudah diakses; dan meningkatkan kualitas pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya melalui penguatan manajemen Puskesmas. (Permenkes No. 31 Tahun 2019)

Setiap Puskesmas wajib menyelenggarakan Sistem Informasi Puskesmas secara elektronik dan/ atau secara non elektronik. (Permenkes No. 31 tahun 2019) Proses administrasi yang belum seluruhnya terkomputerisasi, dan adanya perubahan sistem yang hingga periode audit belum berjalan sehingga hampir keseluruhan proses administrasi dilakukan secara manual.

Apoteker pelaksana harus bekerja lebih ekstra, pengendalian atas jumlah obat menjadi kurang efektif dan efesien.

Koordinator dan Penanggung Jawab Kefarmasian melakukan follow-up kepada penanggung jawab pengadaan sistem terkait agar dapat digunakan sesegera mungkin. Serta, dengan penambahan SDM juga dapat membantu melakukan pencatatan manual menjadi lebih terorganisir.

Hasil Stock Opname per bulan seringkali jumlah stok yang tercatat tidak sesuai dengan stok riil di lapangan. (Efektivitas)

Pendistribusian Sediaan Farmasi dan BMHP perlu dilakukan secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah, dan waktu yang tepat.

(Permenkes No. 74 Tahun 2016)

Kegiatan pendistribusian yang kurang terkendali, hingga sering terjadi human error saat pencatatan barang keluar. Hal tersebut juga dikarenakan kurangnya SDM.

Apoteker pelaksana perlu menelaah kembali stock yang ada, sehingga mengakibatkan kerja ekstra yang tentunya mempengaruhi tingkat efektivitas, karena waktu penyelesaian lebih lama.

Pencatatan persediaan pada kartu stok maupun sistem perlu dilakukan setiap hari atas barang keluar dan masuk untuk meminimalisir selisih persediaan yang ada ketika dilakukan stock opname, namun hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik apabila adanya penambahan SDM Tenaga Teknis Kefarmasian.

b. Daftar Temuan yang Tidak Ditindaklanjuti Kondisi

Kriteria

: :

Penyimpanan Obat Psikotropika dan Narkotika digabung dengan Obat-obat Tertentu (OOT). (Efektivitas)

Terpisah dari produk lain dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan seperti mencegah tumpahan, kerusakan, kontaminasi, dan campur-baur.

(Peraturan BPOM No. 4 Tahun 2018)

Narkotika dan psikotropika masing-masing disimpan dalam lemari khusus dan terkunci. (Pedoman Pelayanan Kefarmasian di UPTD Puskesmas Kasomalang Tahun 2018)

(11)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

Penyebab Akibat

Alasan Tidak Ditindaklanjuti

: : :

Belum adanya anggaran untuk penambahan fasilitas penyimpanan yang memadai.

Kemungkinan disalah gunakan dan pencurian lebih rentan.

Kelemahan tersebut telah menjadi temuan oleh Badan POM pada saat melakukan pemantauan dan evaluasi, sehingga pengajuan dana pun telah diproses oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Subang.

4.4. Pelaporan

Peneliti membuat kesimpulan audit beserta rekomendasi perbaikan atas temuan yang ditemukan sebagai saran bagi UPTD Puskesmas Kasomalang khususnya Ruang Farmasi dalam pengelolaan persediaan obat dan BMHP. Penyajian laporan menitikberatkan pada kepentingan para pengguna hasil audit khususnya Koordinator dan Penanggung jawab Kefarmasian. Dari temuan- temuan yang diadapat tanggapan auditee yaitu diterima dan akan dipertimbangkan untuk proses perbaikan dan penyempurnaan.

5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis yang telah dilakukan peneliti, dapat disimpulkan dalam 4 (empat) poin berikut ini:

a. Pengelolaan persediaan obat dan BMHP oleh Ruang Farmasi UPTD Puskesmas Kasomalang telah mengacu pada regulasi yang ada, baik regulasi pemerintah maupun ketentuan internal puskesmas. Namun, masih perlu adanya penyempurnaan dan pembaharuan terhadap pedoman internal agar sesuai dengan pengembangan dan perubahan regulasi pemerintah yang terbaru.

b. Secara umum pengelolaan dapat dikategorikan berjalan secara efektif, efisien, dan ekonomis, dengan hasil persentase ICQ yang menunjukan 85% efektif, 81,25% efisien, dan 90,9%

ekonomis.

c. Temuan pemeriksaan mengenai penyimpangan yang masih menyebabkan adanya inefektivitas, inefisiensi, dan pemborosan, terutama dikarenakan adanya rangkap jabatan atas fungsi koordinator/ penanggung jawab kefarmasian dengan apoteker pelaksana dan adanya pergantian dokter yang menyebabkan stockout dan stagnant. Sehingga UPTD Puskesmas Kasomalang perlu menambah minimal 1 (satu) Tenaga Teknis Kefarmasian agar fungsi dan tugas karyawan yang ada di ruang farmasi dapat dilaksanakan secara optimal. Serta, meningkatkan komunikasi dan koordinasi kepada Dokter terkait ketersediaan persediaan obat dan BMHP agar memprioritaskan obat sejenis yang lebih mendekati masa kadaluarsa, yang tentunya obat tersebut memiliki khasiat yang serupa.

5.2. Saran

Bagi UPTD Puskesmas Kasomalang sebaiknya mempertimbangkan untuk mengimplementasikan rekomendasi yang diberikan sebagai bahan perbaikan untuk masa yang mendatang. Terutama dalam hal perekrutan atau penambahan tenaga kerja di ruang farmasi karena hal tersebut dirasa sangat dibutuhkan dan menjadi akar kelemahan yang ada. Sedangkan bagi peneliti selanjutnya, diharapkan memiliki waktu penelitian yang terstruktur dan terencana, terutama dalam melakukan pengumpulan data. Lebih baik peneliti mencoba ikut serta dalam pengelolaan/

menggunakan observasi partisipatif aktif dan melakukan wawancara tidak hanya pada 1 (satu) narasumber agar data yang diperoleh menjadi lebih mendetail dan akurat.

(12)

Nuri Aisyah Hikmah, Iyeh Supriatna

Daftar Pustaka

Agoes, Sukrisno. (2017). Auditing: Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik.

Jakarinsta: Salemba Empat.

Anderson, Urton L., et all. (2017). Internal Auditing: Assurance & Advisory Services. The Institute of Internal Auditor Chicago Chapter and The Institute of Internal Auditor Research Foundation.

Arens, A.A., Elder, R.J., dan Beasley, M.S. (2015). Auditing dan Jasa Assurance. (Wibowo, Herman.

Terj.) Jakarta: Penerbit Erlangga. (Pearson Education Published 2014).

Bayangkara, IBK. (2017). Audit Manajemen Prosedur dan Implementasi, Salemba Empat: Jakarta.

BPOM. 2018. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi di Fasilitas Pelayan Kefarmasian.

Drs. Rusli. Sp., FTS. Apt. (2016). Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesahatan.

Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 44 Tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen Puskesmas.

Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

Menkes RI. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 31 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Puskesmas.

Menkes RI. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas.

Menkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Pemenkes Nomor 74 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.

Prof. Dr. Sugiyono. (2020). Metode Penelitian Kualitatif. Cetakan Ketiga. Bandung: Alfabeta.

Riduwan. (2013). Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Rochmah, Thinni Nurul., Ratnasari, Dwi., Robby, Hanin Dhany. (2019). “Comparison of economic loss between generic drug and patent drug in stock-out and stagnant condition at Surabaya Islamic Hospital, Indonesia.” Vol. 10 No. 1. Journal of Public Health in Africa:

Page Press.

Rosmania, Fenty Ayu., Supriyanto, Stefanus. (2015). “Analisis Pengelolaan Obat Sebagai Dasar Pengendalian Safety Stock pada Stagnant dan Stockout Obat”. Vol. 3 No. 1. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia: Universitas Airlangga.

Sekaran, Uma., Bougie, Roger. (2016). Research Methods for Business: A Skill-Building Approach.

Seventh Edition. United Kingdom: John Wiley & Sons Inc.

Sulistyowati, Wiwik Dinah., Restyana, Anggi., Yuniar, Arlita Wulan. (2020). “Evaluasi Pengelolaan Obat di Puskesmas Wilayah Kabupaten Jombang dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi”.

Vol. 1 No. 2. Jurnal Inovasi Farmasi Indonesia: Universitas Kadiri.

Tampubolon, Robert. (2005). Risk and Systems-Based Internal Audit. Cetakan pertama, Jakarta:

PT Gramedia.

Referensi

Dokumen terkait

Yang tidak kalah pentingnya adalah perlu memperhatikan besarnya debit andalan yang tersedia pada sungai dari lokasi calon waduk dan debit banjir rancangan yang ada

Pada umumnya objek yang dijadikan julo-julo berupa uang, beras, ataupun jasa, namun pada julo-julo padi ini yang dijadikan objek adalah satu karung padi yang

Perangkat pengendali debit tetesan infus yang dibuat oleh penulis pada penelitian ini akan dikembangkan dengan menggunakan sensor photodioda untuk perangkat pem- baca dan

Hasil pengujian korelasi parsial antara power tungkai dengan melempar ke sasaran diperoleh nilai korelasi parsial sebesar 0.407 dengan nilai probabilitas sebesar

publikasi serupa yang diterbitkan secara berkala setiap tahun oleh Badan. Pusat Stastistik

Articulated Dump Truck biasa disingkat ADT merupakan.. kombinasi dari traktor – trailer, dimana kabin dan dump body – nya dapat bergerak secara bebas dan fleksibel

Hukum perkawinan menurut madzhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali Dalam pasal 71 ayat 1, suami yang mempunyai isteri lebih dari seorang haruslah mengatur giliran dengan

Berkat petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Peningkatan Hasil Belajar Fikih Materi Sedekah Dengan Metode Simulasi Pada Siswa Kelas VIII MTs