• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan di bahas tentang hasil studi kasus yang penulis kelola adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB IV HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN. Bab ini akan di bahas tentang hasil studi kasus yang penulis kelola adalah"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

55

Bab ini akan di bahas tentang hasil studi kasus yang penulis kelola adalah pasien dengan Stroke Non Hemoragik. Asuhan keperawatan dilakukan pada Ny. S dan Tn. A di ruang HCU Camelia RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten pada tanggal 08-10 Maret 2018. Hasil studi kasus asuhan keperawatan ini terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

Pembahasan kasus ini adalah dengan cara membandingkan kasus kelolaan pertama dan kasus kelolaan kedua dari pengkajian sampai dengan evaluasi serta memberikan pemecahan masalah secara ilmiah.

A. Hasil Studi Kasus 1 1. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada 2 pasien hari Selasa, tanggal 08 Maret 2018 pukul 08.00 WIB di ruang HCU RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten.

Data diperoleh melalui metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan melihat dokumen status kesehatan pasien.

Pengkajian pasien pertama diperoleh data nama Ny. S berusia 85 tahun, jenis kelamin perempuan, status perkawinan menikah, alamat Sumbeng Sukorejo, pekerjaan ibu rumah tangga, beragama Islam, pendidikan terakhir SMP, diagnosa medis Stroke Non Hemoragik.

Penanggung jawab Ny. T, umur 61 tahun, jenis kelamin perempuan,

(2)

alamat Sumbeng Sukorejo, pekerjaan buruh, hubungan dengan pasien adalah anak.

Riwayat penyakit pasien pada tanggal 6 Maret 2018 keluarga pasien mengatakan pasien mengeluh pusing dan kelemahan pada ekstermitas kanan atas dan bawah. Pasien dibawa ke IGD RSJD Dr. RM.

Soedjarwadi Klaten pada siang hari dengan keadaan pasien mengalami penurunan kesadaran, tanda-tanda Vital pasien: tekanan darah 200/110 mmHg, nadi 96x/menit, respiration rate 24x/menit, suhu 37,8 °C. Pasien mendapat diit peptisol 3x300cc+2x 200cc, parenteral : infus RL 20 tpm, mecobalamin 500mg/12jam, aminofluid 500cc/24jam, O2 nasal kanul 3 lpm, gabapentrin 150mg/12jam, citicolin 100mg/8jam, ranitidine 50mg/8jam, cefotaxime 1gr/12jm, piracetam 1gr/8jam, neurobion drip 3 ml/12jam. Kemudian pada sore hari tanggal 6 Maret 2018 pasien di pindahke ruang High Care Unit Camelia.

Riwayat penyakit ±2 bulan yang lalu pasien pernah dirawat di Puskesmas karena hipertensi. Keluarga mengatakan ayah pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi tetapi tidak memiliki riwayat penyakit gagal ginjal, diabetes mellitus, jantung dan penyakit menular.

Setelah memperoleh informasi umum tentang pasien segera dilakukan primary survey mencakup pengkajian ABCDE. Observasi airway ditemukan secret konsistensi kental berwarna putih. Pada breathing ditemukan suara napas ronchi, RR 29x/menit, terpasang nasal kanul 3 lpm, pasien terlihat pucat, tidak ada pernafasan cuping hidung,

(3)

SPO2 99%, dan circulation tekanan darah 185/113 mmHg, nadi 93x/menit. Pengkajian disability pasien diperoleh data keadaan umum pasien lemah, GCS E2V2M1, kesadaran stupor, ukuran pupil kanan dan kiri 2 dan 2 mm, isokor, respon pupil terhadap cahaya reaktif kanan dan kiri.

Pengkajian exposure diperoleh data tidak ada edema jejas atau luka pada tubuh pasien.

Secondary survey dilakukan setelah primary survey selesai.

Secondary survey meliputi SAMPLE. Saat pengkajian sekunder dilakukan, gejala-gejala yang muncul atau symptoms didapatkan data keluarga pasien mengatakan pasien merasa pusing dan kelemahan pada ekstermitas kanan atas dan bawah kemudian pasien mengalami penurunan kesadaran dan dibawa di ruang HCU Camelia dalam keadaan tidak sadar. Pengkajian allergies keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat-obatan, pada pengkajian medication infus RL 20 tetes per menit, injeksi citicolin 500 mg, asam tranexamat 1000 mg, ranitidin 50 mg, dan terapi oksigen nasal kanul 3 liter per menit, pada pengkajian past illness keluarga pasien mengatakan pasien pernah dirawat di Puskesmas karena mengalami hipertensi, last oral intake tiba di HCU pasien sudah terpasang NGT dan mendapat diit peptisol dan event pasien dipindahkan ke HCU karena mengalami penurunan kesadaran.

Tahap selanjutnya dilakukan pengkajian B1-B6 didapatka data sebagai berikut. B1 (Breathing) inspeksi didapatkan irama napas regular dan terpasang nasal kasnul 3lpm, tidak terlihat pembekakan, palpasi

(4)

didapatkan tidak ada retraksi dada, tidak ada nyeri tekan, gerakan sama, RR 29x/menit, perkusi didapatkan data suara sonor diseluruh lapang paru, auskultasi terdapat sura tambahan ronchi. B2 (Blood) didapatkan data tekanan 200/110 mmHg dan nadi 96x/menit. B3 (Brain) di dapatkan data kesadaran pasien stupor dengan GCS E2V2M1, ukuran pupil kanan dan kiri 2mm dan 2mm, isokor, respon pupil terhadap cahaya reaktif kanan dan kiri, pada pemeriksaan saraf cranial tidak terkaji karena pasien mengalami penurunna kesadaran. B4 (Bladder) pengkajian didapatkan data pasien terpasang DC dengan warna urine kuning jernih, berbau khas urine dengan jumlah 300cc, saat dikaji pasien menggunakan pampers. B5 (Bowel) saat dikaji pasien tidak mengalami mual dan muntah, peristaltic usus 10x/menit, diit diberikan lewat NGT.B6 (Bone) saat dikaji pasien mengalami kelemahan pada ekstremitas kanan atas dan bawah, kekuatan otot ekstremitas kanan atas dan bawah 3, ekstremitas kiri atas dan bawah 5, pasien menglami kesulitan saat berbicara karena mulut mencong, toileting 2, berpakaian 3, mandi 3, kontrol BAB 3, kontrol BAK 3, berjalan di tempat datar 1, transfer bet kursi 1 dengan total skore 25.

Dengan keterangan 0-25: ketergantungan, 21-60: ketergantungan berat, 61-90: ketergantungan sedang, 100: mandiri.

Pemeriksaan selanjutnya pemeriksaan fisik di dapatkan data terdapat suara tambahan ronchi, terpasang nasal kanul 3lpm, kesadaran pasien stupor GCS E2V2M1, kemampuan motorik dan sensorik lemah, terpasang DC ukuran 16, pasien terpasang NGT di hidung kanan, tidak ada

(5)

benjolan, lesi tidak ada bekas jahitan, bising usus 10 x/menit,kemampuan motoric sensorik lemah pasien mengalami penurunan kekuatan otot pada ekstermitas kanan, pengkajian kekuatan otot ekstermitas kanan atas 3, ekstermitas kanan bawah 3, ekstermitas kiri atas 5, ekstermitas kiri bawah 5, toileting 2, berpakaian 3, mandi 3, kontrol BAB 3, kontrol BAK 3, berjalan di tempat datar 1, transfer bet kursi 1 dengan total skore 25.

Dengan keterangan 0-25: ketergantungan, 21-60: ketergantungan berat, 61-90: ketergantungan sedang, 100: mandiri

Pemeriksaan laboratorium tanggal 9 Maret 2018 didapatkan hasil normal. Pemeriksaan radiologi CT-Scan kepala non kontras tanggal 10 Maret 2018 didapatkan hasil calvaria infrak, tak tampak lesi pericalvari, tampak lesi hypodens di head nucleus coudatos dextra dan corona radiate bilateral, kesan lacunar infrak multipele di head nukleus caudatus dexstra dan corona radialis bilateral.

Hasil EKG didapatkan data sinus rythim, marked left axis deviation, left anterior hemblock,long corrected QT interior.

Terapi yang diberikan pada pasien tanggal 8 Maret 2018 meliputi enteral : peptisol 3x300cc+2x 200cc, parenteral : infus RL 20tpm, mecobalamin 500mg/12jam, aminofluid 500cc/24jam, O2 nasal kanul 3 lpm, gabapentrin 150mg/12jam, citicolin 100mg/8jam, ranitidine 50mg/8jam, cefotaxime 1gr/12jam, piracetam 1gr/8jam, neurobion drip 3ml/12jam, captropil 25mg 3x1.

(6)

2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 8 Maret 2018 dapat dirumuskan diagnosa keperawatan pada pasien pertama Ny. S, yaitu :

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular. Data subjektif keluarga pasien mengatakan pasien mengalami kelemahan pada ekstremitas kanan atas dan bawah. Data objektif pasien tampak bedrest total, kelemahan pada ekstermitas kanan atas dan bawah, kekuatan otot pada ekstermitas kanan atas 3 kanan bawah 3 kiri atas 5 kiri bawah 5, pasien menglami kesulitan saat berbicara karena mulut mencong, toileting 2, berpakaian 3, mandi 3, kontrol BAB 3, kontrol BAK 3, berjalan di tempat datar 1, transfer bet kursi 1 dengan total skore 25. Dengan keterangan 0-25: ketergantungan, 21-60: ketergantungan berat, 61-90: ketergantungan sedang, 100: mandiri, hasil CT-Scan terdapat hasil calvaria infrak, tak tampak lesi pericalvari, tampak lesi hypodens di head nucleus coudatos dextra dan corona radiate bilateral, kesan lacunar infrak multipele di head nukleus caudatus dexstra dan corona radialis bilateral.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi pada pasien pertama Ny. S dapat di ambil intervensi sebagai berikut :

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien mampu meningkatkan dan

(7)

mempertahankan mobilitas fisik secara mandiri dengan kriteria hasil Klien meningkat dalam aktivitas fisik mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat, bantu untuk mobilisasi (walker). Intervensi kaji kemampuan pasien dalam pemenuhan mobilitas, monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ROM secara mandiri sesuai kemapuan, ajarkan pasien merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan fisioterapi tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

4. Implementasi

Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan yang telah dibuat dan disusun agar kebutuhan pasien pertama Ny. S terpenuhi secara optimal. Berdasarkan intervensi yang telah disusun, implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 8-10 Maret 2018 sebagai berikut : a. Tanggal 8 Maret 2018 pukul 07.30 mengkaji kemampuan pasien dalam

pemenuhan mobilitasnya didapatkan data subjektif keluarga pasien mengatakan aktifitas pasien dibantu keluarga dan data obyektif pasien tampak dibantu keluarga. Pada pukul 09.00 dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital sebelum melatih ROM pasif didapatkan data subjektif – dan data objektif tekanan darah 185/115 mmHg, nadi 83x/menit, respiration rate 24x/menit, Suhu 36,5 °C selanjutya melatih ROM didapatkan data subjektif (-) dan didapatkan data objektif kekuatan otot

(8)

ekstermitas kanan atas 3 kanan bawah 3 kiri atas 5 kiri bawah 5 setelah selesai melakukan tindakan ROM Pasif dilakukan pemeriksaan tanda- tanda Vital didapatkan data subjektif (–) dan data objektif tekanan darah 189/110 mmHg, Nadi 89x/menit, RR 27x/menit, Suhu 36,5 °C. Untuk pemberian asuhan keperawatan pada shif selanjutnya yaitu tanggal 9 Maret 2018

b.Tanggal 9 Maret 2018 pukul 08.00 dilakukan pemeriksaan tanda-tanda Vital sebelum melakukan ROM Pasif didapatkan data subjektif – dan data objektif tekanan darah 160/90 mmHg, Nadi 93x/menit, respiration rate 21x/menit, Suhu 36,5 °C selanjutnya melatih ROM Pasif didapatkan data subjektif (-) dan didapatkan data objektif kekuatan otot ekstermitas kanan atas 3 kanan bawah 3 kiri atas 5 kiri bawah 5. Pada pukul 11.30 memonitor setelah dilakukan ROM tekanan darah 158/95mmHg, nadi 96 x/menit, RR 23x/menit, suhu 36,8 °C. Untuk pemberian asuhan keperawatan pada shif selanjunya yaitu tanggal 10 Maret 2018.

c. Tanggal 10 Maret 2018 pukul 09.00 sebelum melatih ROM Pasif dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 160/91 mmHg, nadi 96 x/menit, respiration rate 18 x/menit, suhu 37,2 °C selanjutnya melatih ROM Pasif didapatkan data subjektif (-) dan didapatkan data objektif kekuatan otot ekstermitas kanan atas 4 kanan bawah 4 kiri atas 5 kiri bawah 5 setelah melakukan latihan ROM Pasif dicek tanda-tanda Vital tekanan darah 170/95mmHg, nadi 86 x/menit, RR 22x/menit, suhu 36,2°C.

(9)

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut. Evaluasi dilakukan pada tanggal 10 Maret 2018 pada pasien pertama Ny. S:

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ganggguan neuromuscular. Hasil evaluasi subjektif adalah (-). Evaluasi objektifnya kekuatan otot ekstermitas kanan atas 4 kanan bawah 4 kiri atas 5 kiri bawah 5. Masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan dengan monitor tanda-tanda Vital sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ROM secara mandiri sesuai kemapuan, ajarkan pasien merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.

B. HASIL STUDI KASUS 2 1. Pengkajian

Pasien kedua didapatkan data pengkajian diperoleh data nama Tn.

A, berusia 60 tahun, jenis kelamin laki – laki, status perkawinan menikah, alamat Kabupaten Sukoharjo, pekerjaan swasta, beragama Islam, pendidikan terakhir SMA, diagnosa medis Stroke Non Hemoragik.

Penanggungjawab Ny. S, umur 55 tahun, jenis kelamin perempuan, alamat Kabupaten Sukoharjo, pekerjaan ibu rumah tangga, hubungan dengan pasien istri.

(10)

Riwayat penyakit pasien pada tanggal 05 Maret 2018 ketika pasien bangun tidur merasa pusing dan minum obat paracetamol 500 mg tetapi masih tidak berkurang, kemudian pasien merasa lemas dan ekstremitas kiri atas dan bawah mengalami kelemahan. Pasien dibawa ke IGD RSJD Dr.

RM. Soedjarwadi Klaten pada sore hari dengan keadaan pasien mengalami kelemahan pada ekstremitas kiri atas dan bawah, badan lemas, tanda-tanda Vital pasien: tekanan darah 185/113 mmHg, nadi 93 x/menit, respiration rate 22x/menit, suhu 36,5 °C. Pasien mendapat terapi infus RL 20 tetes per menit, injeksi citicolin 500 mg, asam tranexamat 1000 mg, ranitidin 50 mg, dan terapi oksigen nasal canul 3 liter per menit. Pasien dirawat di ruang Camelia kemudian pada tanggal 7 Maret 2018 pasien di pindah ke ruang HCU Camelia karena mengalami penurunan kesadaran.

Riwayat penyakit yang pernah diderita yaitu hipertensi ± 5 tahun.

Keluarga mengatakan ayah pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi tetapi tidak memiliki riwayat penyakit gagal ginjal, diabetes mellitus, jantung dan penyakit menular.

Saat memperoleh informasi umum tentang pasien segera dilakukan primary survey mencakup pengkajian ABCDE. Observasi airway ditemukan secret konsistensi kental berwarna putih. Breathing ditemukan suara napas ronchi, RR 29x/menit, terpasang nasal canul 3 liter/menit, pasien terlihat pucat, tidak ada pernafasan cuping hidung, SPO2 99%, dan circulation tekanan darah 185/113 mmHg, nadi 93x/menit. Pengkajian disability pasien diperoleh data keadaan umum pasien lemah, GCS

(11)

E2V2M1, kesadaran stupor, ukuran pupil kanan dan kiri 2mm dan 2 mm, isokor, respon pupil terhadap cahaya reaktif kanan dan kiri. Pengkajian exposure diperoleh data tidak ada edema jejas atau luka pada tubuh pasien.

Secondary survey dilakukan setelah primary survey selesai.

Secondary survey meliputi SAMPLE. Saat pengkajian sekunder dilakukan, gejala-gejala yang muncul atau symptoms didapatkan data keluarga pasien mengatakan pasien bangun tidur merasa pusing, badanya lemas, dan mengalami kelemahan pada ekstremitas kiri atas dn bawah kemudian pasien mengalami penurunan kesadaran dan dibawa di ruang HCU Camelia dalam keadaan tidak sadar. Pengkajian allergies keluarga pasien mengatakan pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan atau obat- obatan, pada pengkajian medication infus RL 20 tpm, injeksi citicolin 500 mg, asam tranexamat 1000 mg, ranitidin 50 mg, dan terapi oksigen nasal kanul 3 lpm, pada pengkajian past illness keluarga pasien mengatakan pasien ini baru kali pertama pasien dirawat di Rumah Sakit, last oral intake lalu tiba di HCU pasien sudah terpasang NGT dan mendapat diit peptisol dan event pasien dipindahkan ke HCU karena mengalami penurunan kesadaran.

Tahap selanjutnya dilakukan pengkajian B1-B6 didapatka data sebagai berikut. B1 (Breathing) inspeksi didapatkan irama napas regular dan terpasang nasal kanul 3lpm, tidak terlihat pembekakan, palpasi didapatkan tidak ada retraksi dada, tidak ada nyeri tekan, gerakan sama, RR 29x/menit, perkusi didapatkan data suara sonor diseluruh lapang paru,

(12)

auskultasi terdapat sura tambahan ronchi. B2 (Blood) didapatkan data tekanan 185/113 mmHg dan nadi 93x/menit. B3 (Brain) di dapatkan data kesadaran pasien stupor dengan GCS E2V2M1, ukuran pupil kanan/kiri 2mm/2mm, isokor, respon pupil terhadap cahaya reaktif kanan dan kiri, pada pemeriksaan saraf cranial tidak terkaji karena pasien mengalami penurunna kesadaran. B4 (Bladder) pengkajian didapatkan data pasien terpasang DC dengan warna urine kuning jernih, berbau khas urine dengan jumlah 350cc, saat dikaji pasien menggunakan pampers. B5 (Bowel) saat dikaji pasien tidak mengalami mual dan muntah, peristaltik usus 12x/menit, diit diberikan lewat NGT.B6 (Bone) saat dikaji pasien mengalami kelemahan pada ekstremitas kiri atas dan bawah, kekuatan otot ekstremitas kiri atas dan bawah 3, ekstremitas kanan atas dan bawah 5, toileting 2, berpakaian 3, mandi 3, kontrol BAB 3, kontrol BAK 3, berjalan di tempat datar 1, transfer bet kursi 1 dengan total skore 25.

Dengan keterangan 0-25: ketergantungan, 21-60: ketergantungan berat, 61-90: ketergantungan sedang, 100: mandiri.

Pemeriksaan selanjutnya pemeriksaan fisik di dapatkan data terdapat suara tambahan ronchi, terpasang nasal kanul 3lpm, kesadaran pasien stupor GCS E2V2M1, kemampuan motoric dan sensorik lemah, terpasang DC ukuran 16, pasien terpasang NGT di hidung kanan, tidak ada benjolan, lesi tidak ada bekas jahitan, bising usus 102x/menit,kemampuan motorik sensorik lemah pasien mengalami penurunan kekuatan otot pada ekstermitas kiri, pengkajian kekuatan otot ekstermitas kiri atas 3,

(13)

ekstermitas kiri bawah 3, ekstermitas kanan atas 5, ekstermitas kanan bawah 5, toileting 2, berpakaian 3, mandi 3, kontrol BAB 3, kontrol BAK 3, berjalan di tempat datar 1, transfer bet kursi 1 dengan total skore 25.

Dengan keterangan 0-25: ketergantungan, 21-60: ketergantungan berat, 61-90: ketergantungan sedang, 100: mandiri

Pemeriksaan laboratorium tanggal 6 Maret 2018 didapatkan hasil normal. Pemeriksaan radiologi CT-Scan tanggal 06 Maret 2018 diperoleh gambaran infrak di daerah capsula ekstrena sinistra.

Terapi yang diberikan pada pasien tanggal 05 Maret 2018 meliputi obat parenteral, yaitu : infus RL 20 tpm, terapi injeksi citicolin 500 mg/12 jam, asam tranexamat 1000 mg/8 jam, ranitidin 50 mg/12 jam, terapi oral paracetamol 500 mg/8jam, amlodipine 10 mg/24 jam. Terapi O2 3 lpm dengan nasal kanul.

2. Diangsona Keperawatan

Pasien kedua Tn. A di dapatkan ketiga diagnosa yang sama dengan pasien pertama, yaitu :

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular. Dengan data subjektif keluarga mengatakan pasien mengalami kelemahan pada ekstremitas kiri atas dan bawah. Data objektif kekuatan otot pada ekstremitas kiri atas 3 dan bawah 3, pada ekstremitas kanan atas 5 dan bawah 5, pasien terlihat bedrest, toileting 2, berpakaian 3, mandi 3, kontrol BAB 3, kontrol BAK 3, berjalan di tempat datar 1, transfer bet kursi 1 dengan total skore 25. Dengan keterangan 0-25:

(14)

ketergantungan, 21-60: ketergantungan berat, 61-90: ketergantungan sedang, 100: mandiri. Hasil pemeriksaan CT-Scan tampak infrak di daerah capsula ekstrena sinistra.

3. Intervensi Keperawatan

Intervensi pada pasien pertama dan kedua dapat di ambil intervensi sebagai berikut :

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular. Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien mampu meningkatkan dan mempertahankan mobilitas fisik secara mandiri dengan kriteria hasil klien meningkat dalam aktivitas fisik mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah, memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi (walker). Intervensi kaji kemampuan pasien dalam pemenuhan mobilitas, monitor vital sign sebelum dan sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ROM secara mandiri sesuai kemapuan, ajarkan pasien merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan, kolaborasi dengan fisioterapi tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan.

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan perencanaan keperawatan yang telah dibuat dan disusun agar kebutuhan pasien kedua Tn. A terpenuhi

(15)

secara optimal. Berdasarkan intervensi yang telah disusun, implementasi keperawatan dilakukan pada tanggal 8-10 Maret 2018 sebagai berikut : a. Implementasi yang dilakukan pada tanggal 8 Maret 2018. Pukul 07.30

mengkaji kemampuan pasien dalam pemenuhan mobilitasnya didapatkan data subyektif keluarga pasien mengatakan aktifitas pasien dibantu keluarga dan data obyektif pasien tampak dibantu keluarga. Pada pukul 10.00 sebelum melatih ROM Pasif dilakukan pemeriksaan tanda-tanda Vital tekanan darah 175/95 mmHg, nadi 88 x/menit, RR 21 x/menit, suhu 37,2 °C selanjutnya melatih ROM Pasif didaptkan data subjektif (-) dan didapatkan data objektif kekuatan otot ekstermitas kanan atas 3 kanan bawah 3 kiri atas 5 kiri bawah 5. Pada pukul 08.00 memonitor setelah dilakukan ROM Pasif tekanan darah 150/90mmHg, nadi 96 x/menit, RR 23x/menit, suhu 36,5 °C. Untuk pemberian asuhan keperawatan pada shif selanjunya yaitu tanggal 9 Maret 2018

b.Tanggal 9 Maret 2018 pukul 07.00 sebelum melatih ROM Pasif dilakukan pemeriksaan tanda-tanda Vital tekanan 150/90 mmHg, nadi 91 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36,2 °C selanjutnya melatih ROM Pasif didapatkan data subjektif (-) dan didapatkan data objektif kekuatan otot ekstermitas kanan atas 3 kanan bawah 3 kiri atas 5 kiri bawah 5. Pada pukul 13.30 memonitor setelah dilakukan ROM Pasif tekanan 155/90mmHg, nadi 92 x/menit, respiration rate 24x/menit, suhu 36,5 °C.

Untuk pemberian asuhan keperawatan pada shif selanjunya yaitu tanggal 10 Maret 2018.

(16)

c. Tanggal 10 Maret 2018 pukul 07.30 sebelum melatih ROM Pasif dilakukan pemeriksaan tanda-tanda Vital tekanan darah 140/91 mmHg, nadi 99 x/menit, RR 22 x/menit, suhu 36,5 °C selanjutnya melatih ROM Pasif didapatkan data subjektif (-) dan didapatkan data objektif kekuatan otot ekstermitas kiri atas 4 kiri bawah 4 kanan atas 5 kanan bawah 5.

Pada pukul 13.30 memonitor setelah dilakukan ROM tekanan darah 148/89mmHg, nadi 89 x/menit, RR 23x/menit, suhu 36,5 °C.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah di lakukan dengan criteria hasil yang sudah di tetapkan serta menilai apakah masalah seluruhya, hanya sebagian, atau buka belum teratasi semuanya (Debora, 2013).

Dalam hal ini membahas tentang tingkat keberhasilan penanganan Tn. A dengan Stroke Non Hemoragik. Evaluasi keperawatan di buat dengan bentuk evaluasi format dan menggunakan system SOAP (subjektif, objektif, analisa, planning). Apabila criteria hasil sudah tercapai berarti masalah keperawatan telah teratasi sehingga rencana tindakan dapat di hentikan, demikian pula sebaliknya.

Berikut ini adalah pembahasan dari diagnosa keperawatan.

Evaluasi keperawatan pasien pertama dilakukan pada tanggal 10 Maret 2018. Diagnosa Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan Neuromuskular, analiasa masalah teratasi sebagian dibuktikan dengan :

(17)

kekuatan otot ekstermitas kiri atas 4 kiri bawah 4 kanan atas 5 kanan bawah 5. Perencanaan selanjutnya dengan monitor tanda-tanda Vital sebelum dan sesudah latihan ROM Pasif dan lihat respon pasien saat latihan, latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ROM secara mandiri sesuai kemapuan, ajarkan pasien merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan.

C. Pembahasan

Pada sub bab ini penulis akan membandingkan antara kasus kelolaan pertama dan kedua pada teori dalam gangguan mobilitas fisik dari pengkajian sampai evalasi serta memberikan pemecahan masalah secaara ilmiah pada Ny. S dan Tn. A dengan Stroke Non Hemoragik di HCU RSJD Dr. RM.

Soedjarwadi Klaten. Pada Ny. S pengkajian dilakukan pada tanggal 8 Maret 2018 pukul dan pada Tn. A tangal 8 Maret 2018 pukul

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan dengan mengumpulakan data akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2008).

Pengkajian dimulai dengan pengkajian primer, pengkajian sekunder, pengkajian B1-B6, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.

Secara umum data fokus yang didapat sama dengan teori, data fokus yang ditemukan antara lain:

(18)

a. Hemiparase (kelemahan otot, gangguan mobilitas fisik)

Hambatan aliran darah ke otak dapat mempengaruhi sistem saraf di otak. Gangguan neurologis pada otak menyebabkan kekuatan otot menurun sehingga sering terjadi hemiplegia atau hemiparase (Sudoyo, dkk, 2009). Dari pengkajian pasien pertama Ny. S di dapatkan data kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas dan bawah 3, ekstremitas kiri atas dan bawah 5. Pada pasien kedua Tn. A didapatkan data kekuatan otot ekstremitas kiri atas dan bawah 3, ekstremitas kanan atas dan bawah 5, data ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Sinaga (2008) terhadap 281 pasien stroke di Rumah Sakit Haji Medan didapatkan hemiparase paling banyak muncul.

b. Perubahan mendadak tingkat kesadaran (apatis, somnolen, delirium, sopor, koma)

Penurunan kesadaran mengindikasikan defisit fungsi otak, tingkat kesadaran dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia). Dari pengkajian pasien pertama Ny. S di dapatkan kesadaran stupor dengan GCS E2V2M1 dan pasien kedua Tn. A dengan kesadaran yang sama yaitu stupor GCS E2V2M1. Oksigen dan glukosa memegang fungsi penting dalam menjaga keutuhan kesadaran seseorang. Jika penyediaan oksigen dan glukosa dalam otak terganggu maka akan mempengaruhi asam-basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin

(19)

yang akan mengganggu difus dari metabolisme saraf sehingga terjadi penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008). Data ini didukung oleh penelitian Bahrudin (2010) tentang gejala klinis pasien stroke, didapatkan hasil penurunan kesadaran merupakan gejala dominan pada pasien stroke.

c. Nyeri kepala

Pada kasus nyata pasien mengalami perbedaan dari hasil CT-Scan pasien pertama Ny. S kepala non kontras calvaria infrak, tak tampak lesi pericoluani, tampak lesi hypodens di head nucleus coudatos sinistra dan corona radial bilateral dan hasil CT-Scan pasin kedua diperoleh gambar infrak di daerah capsula ekstrena dextra karena adanya infark pada otak akibat perubahan sirkulasi darah atau kurangnya pasokan oksigen ke otak. Nyeri juga dapat timbul karena tekanan intra kranial yang meningkat. Pada pasien ditemukan data bahwa pasien mengeluh nyeri kepala sebelum dibawa ke rumah sakit dan trus mengatakan sakit hingga pasien mengalami penurunan kesadaran. Data ini didukung oleh penelitian Bahrudin (2010) tentang gejala klinis pasien stroke, didapatkan hasil nyeri kepala merupakan gejala dominan pada pasien stroke.

2. Diagnosa Keperawatan

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular.

Gangguan mobilitas fisik adalah kondisi dimana pasien tidak mampu melakukan pergerakan secara mandiri (Tarwoto dan Wartonah,

(20)

2010). Batasan karakteristik yang mendukung diagnosa pada kasus di atas yaitu: mengeluh sulit menggerakan ekstremitas, kekuatan otot menurun (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017). Diagnosa ini ditegakkan karena data-data ini mengarah kepada diagnose tersebut dibuktikan dengan penurunan kekuatan otot pada ekstremitas kanan atas dan bawah 3 pada Ny. S dan ekstremitas kiri atas dan bawah 3 pada Tn. A. Di buktikan dengan penelitian dari Sudoyo,dkk, 2009 hamabatan aliran darah ke otak dapat mempengaruhi sistem saraf di otak. Gangguan neurologis pada otak menyebabkan kekuatan otot menurun sehingga sering terjadi hemiplegia atau hemiparesis dan mengakibatkan penurunan kekuatan otot.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan atau hasil yang ditentukan dan dipilih. Rencana tindakan yang penulis buat untuk mengelola pasien Ny. S dan Tn. A dengan stroke non hemoragik sudah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang muncul.

Secara keseluruhan intervensi yang penulis rencanakan pada Ny. S dan Tn.

A sesuai dengan intervensi yang ada pada teori. Intervensi yang penulis rencanakan sesuai dengan diagnosa yang penulis tegakkan yaitu : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan Neuromuskular.

4. Implementasi Keperawatan

Tahap implementasi dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan pada nursing orders untuk membantu klien melakukan tujuan yang dilakukan (Nursalam, 2013).

(21)

Pada diagnosa gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular, tindakan yang telah diberikan pada pasien pertama dan kedua adalah memonitor tanda-tada vital sebelum dan sesudah dilakukan ROM Pasif. Mengkaji kemampuan pasien dalam pemenuhan mobilitasnya, dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan pasien dalam pemenuhan mobilitas. Monitor tanda-tanda vital pasien sebelum dan sesudah dilakukan ROM Pasif, dilakukan untuk mengetahui apakah ada perubahan tanda-tanda vital setelah dilakukan ROM Pasif dan mengatahui aman tidaknya diberikan tindakan ROM Pasif. Mengkaji ulang kekuatan otot untuk mengetahui nilai kekuatan otot setelah dilakukan ROM Pasif. Pada Ny. S didapatkan hasil kekuatan otot ekstremitas kanan atas dan bawah 3 dan pada Tn. A kekuatan otot ekstremitas kiri atas dan bawah 3, sehingga perlu dilakukan ROM Pasif. Mengajarkan ROM Aktif tidak bisa dilakukan karena kondisi pasien mengalami penurunan kesadaran.

Implementasi selanjutnya yaitu ROM Pasif, pada pembahasan ni difokuskan kepada pemberian tindakan ROM Pasif dalam peningkatan kekuatan otot. Jika terjadi penurunan gerak atau mobilitas maka aliran darah berkurang, sendi menjadi kaku dan menyakitkan, hal ini menyebabkan penurunan aktivitas dan pada akhirnya rentang gerak akan semakin mengalami penurunan dan keterbatasan gerak (Jenkins, 2005).

Maka dari itu perlu dilakukan latihan ROM untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan

(22)

persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).

Tujuan ROM adalah untuk meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan, mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi. Fleksibilitas sendi lutut dapat diartikan sebagai kemampuan jaringan di sekitar persendian lutut untuk menghasilkan peregangan tanpa adanya gangguan dan kemudian relaks. Sedangkan manfaat latihan ROM adalah untuk menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan pergerakan, memperbaiki tonus otot, memperbaiki toleransi otot untuk latihan, mencegah terjadinya kekakuan sendi, memperlancar sirkulasi darah dengan dilakukannya latihan ROM pada pasien (Beebe & Lang, 2009; Hardwick & Lang, 2012).

Latihan range of motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke. Latihan ini adalah salah satu bentuk intervensi yang dapat dilakukan untuk keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien perawatan di rumah sakit, sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga.

Latihan pada pasien stroke dilakukan 2 kali dalam sehari dengan 10 kali gerakan untuk mencegah komplikasi. Semakin dini proses rehabilitasi dimulai maka kemungkinan pasien mengalami ketergatungan akan

(23)

semakin kecil (National Stroke Association, 2009). Oleh karena itu, untuk menilai latihan ROM Pasif dapat meningkatkan mobilitas sendi sehingga mencegah terjadinya berbagai komplikasi.

Setelah dilakukan tindakan ROM Pasif yang pertama dibagian bahu secara fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi. Kedua dibagian siku secara fleksi, ekstensi. Ketiga di lengan bawah secara supinasi dan pronasi.

Keempat di pergelangan tangan secara fleksi, ekstensi, hiperekstensi, abduksi dan adduksi. Kelima pada lutut secara fleksi dan ekstensi. Keenam pada mata kaki secara dorsifleksi dan plantarfleksi. Ketujuh pada kaki secara inverse dan eversi. Kedelapan pada jari-jari kaki secara fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi (Potter & Perry, 2005).

Hasilnya terjadi peningkatan kekuatan otot karena memperbaiki tonus otot untuk latihan, meningkatkan mobilisasi sendi, meningkatkan massa otot dan mengurangi kehilangan tulang. Adanya pergerakan pada persendian akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah kedalam kapsula sendi dan memberikan nutrisi yang memungkinkan tulang untuk bergerak dengan lancar dan tanpa rasa sakit atau ketidaknyamanan (Jenkins, 2005). Respon yang didapatkan sama antara pasien Ny. S dan Tn. A keduanya pada hari ketiga mengalami kenaikan kekuatan otot yang semula 3 menjadi 4.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan

(24)

kriteria hasil yang sudah di tetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya (Debora, 2013). Hasil evaluasi proses di uraikan pada sub bahasan sebelumnya (implementasi). Untuk evaluasi hasil pada tanggal 10 Maret 2018 yaitu:

Telah dilakukannya tindakan ROM Pasif pada Ny. S dan Tn. A selama 3 hari dengan prosedur dan tindakan yang sama di dapatkan hasil yang sama pada Ny. S ditemukan tanda-tanda kenaikan kekuatan otot ekstremitas kanan atas dan bawah dari 3 menjadi 4 dan pada Tn. A ditemukan kenaikan kekuatan otot ekstremitas kiri atas dan bawah dari 3 menjadi 4.

D. Keterbatasan

Penulis menyadari bahwa memiliki keterbatasan dalam pembuatan karya tulis ilmiah ini meliputi aspek teoritis, metodologis, maupun hal-hal lain yang menghambat jalannya studi kasus.

Pada pengkajian yang telah dilakukan terdapat beberapa data yang belum sempat terkaji baik melalui wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, maupun melihat catatan dokumentasi medis pasien. Seperti pada riwayat kesehatan masa lalu, pasien Ny. S mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi, namun penulis tidak menanyakan secara detail apakah pasien melakukan kontrol secara rutin di fasilitas kesehatan, dll. Dan pada kasus Tn.

A mengatakan belum pernah opnam namun penulis tidak menanyakan apakah pasien rutin mengecek kesehatan ke fasilitas kesehatan. Kemudian dalam

(25)

intervensi penulis membuat intervensi 3x8 jam, dengan demikian tidak semua intervensi dapat dilakukan oleh penulis sampai dengan evaluasi. Pada aspek metodologis, penulis menyadari bahwa dalam penulisan studi kasus terdapat beberapa kesalahan misalnya salah ketik dalam penulisan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pre tes yang diperoleh dalam siklus III ini, hanya ada beberapa siswa yang belum tuntas dalam kata lain nilai yang diperoleh siswa belum memenuhi

Semangat dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik

Berdasarkan analisis hasil temuan data dan maksud tabel diatas dari sepuluh sampel yang diwawancarai 8 orang pengunjung 1 orang pihak pengelola dan 1 orang ahli

Dari data tanah yang kami peroleh, bagian tanah dari elevasi sea-bed rencana yaitu -14.00 LWS ke lapisan keras yang diperkirakan berada pada elevasi -19.00 LWS merupakan tanah

Pada penatalaksanaan studi kasus yang dilakukan pada pasien dengan perdarahan antara lain memberitahu pada ibu dan keluarga tentang keadaan ibu saat ini, memberi

Perbedaan dari ketiga video profile tersebut dengan Perancangan Video Profil sebagai Media Informasi Pada Lorin Solo Hotel adalah dilihat dari konsep video dengan

Dilihat dari langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam proses pembelajaran terdiri dari 5 tahapan adalah peserta didik dibagi menjadi

Hasil penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian Tjhai (2002) yang menunjukkan bahwa variabel kapabilitas personal sistem informasi berpengaruh positif