SKRIPSI
AGENDA SETTING KEBIJAKAN OMNIBUS LAW DALAM PERSPEKTIF FRAMING PROGRAM TV MATA NAJWA
Oleh:
FITRA YUNIASTRI PUTRI
Nomor Induk Mahasiswa : 10561 11232 17
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2022
ii SKRIPSI
AGENDA SETTING KEBIJAKAN OMNIBUS LAW DALAM PERSPEKTIF FRAMING PROGRAM TV MATA NAJWA
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Studi dan Memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Publik (S.AP)
Disusun dan Diajukan Oleh:
FITRA YUNIASTRI PUTRI Nomor Stambuk: 10561 11232 17
Kepada
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2022
iii
iv
v
HALAMAN PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Mahasiswa : Fitra Yuniastri Putri Nomor Induk Mahasiswa : 10561 11232 17
Program Studi : Ilmu Administrasi Negara
Menyatakan bahwa benar skripsi ini adalah karya saya sendiri dan bukan hasil plagiat dari sumber lain. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar akademik dan pemberian sanksi lainnya sesuai dengan aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Makassar, 28 Januari 2022 Yang Menyatakan,
Fitra Yuniastri Putri
vi ABSTRAK
FITRA YUNIASTRI PUTRI. 2022. Agenda Setting Kebijakan Omnibus Law dalam Perspektif Framing Program Tv Mata Najwa (dibimbing oleh Nasrul Haq, S.Sos., MPA dan Wardah, S.Sos., M.A)
Perdebatan yang timbul akibat pembentukan dan pengesahan omnibus law yang dinilai terburu-buru serta adanya pasal-pasal yang merugikan pihak buruh dan pekerja menjadi faktor besarnya gerakan kritikan publik terhadap pemerintah.
Penelitian ini diusung dengan tujuan untuk menganalisis dan mengetahui tahapan media agenda pada agenda setting kebijakan omnibus law. Metode penelitian ang digunakan yaitu deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis framing menurut Robert M Entman yang terdiri atas 4 elemen yakni define problem, diagnose cause, make moral judgment, dan treatment recommendation terhadap dilakukan pada program tv mata najwa. Adapun informan pendukung dalam penelitian ini terdiri dari pihak buruh, praktisi, dan wartawan.
Agenda setting memuat isu-isu kebijakan sebagai hasil dari adanya silang pendapat diantara para aktor tentang arah dari suatu tindakan yang kemudian akan ditempuh oleh pemerintah. Isu kebijakan itu ada dikarenakan telah terjadi konflik atau diketahui terdapat perbedaan presepsional diantara baik itu para aktor atau pun suatu situasi problematik yang dihadapi oleh masyarakat di waktu-waktu tertentu.
Isu yang dianggap penting di media massa pastinya dianggap penting pula oleh publik. Melalui teori tersebut masyarakat akan tahu tentang isu-isu apa saja dan bagaimana isu-isu itu disusun sesuai dengan tingkat kepentingannya. Adapun pandangan Everett Rogers dan James Dearing (Elfrida, 2016) agenda setting merupakan proses liner yang terdiri dari tiga tahapan diantaranya media agenda, public agenda, dan policy agenda.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah disusun dikethui bahwa media agenda pada omnibus law cipta kerja memuat 3 aspek, pertama visibility bahwa besarnya frekuensi topik yang ditayangkan memberikan pengaruh terhadap minat publik akan serangkaian permasalahan ketenagakerjaan yang menjadi sorotan akibat pertentangan beberapa pasal, kedua audience salience bahwa relevansi topik pemberitaan menimbulkan berbagai sudut pandang yang dapat memicu kebingungan publik terhadap kebenaran dari kebijakan tersebut, dan ketiga valance bahwa cara mata najwa dalam mengelola pemberitaannya mampu menarik atensi publik untuk mengetahui lebih mendalam seputar omnibus law cipta kerja.
Kata Kunci: Agenda Setting, Framing, Omnibus Law
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala rasa syukur yang tidak terhingga jumlahnya patutlah kita haturkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir selama jenjang perkuliahan Strata I ini yang berjudul “Agenda Setting Kebijakan Omnibus Law dalam Perpektif Framing Program Tv Mata Najwa”.
Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Kedua orang tua yang sangat saya sayangi dan saya cintai yaitu Bapak Saharuddin dan Ibu Raja Putri serta segenap saudara dan saudari serta keluarga yang senantiasa memberikan semangat, motivasi luar biasanya dan dukungan baik itu moril maupun materil.
2. Bapak Nasrul Haq, S.Sos., MPA selaku Pembimbing I sekaligus Ketua Prodi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar dan Ibu Wardah, S.Sos., M.A selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan peneliti, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
3. Ibu Dr. Ihyani Malik, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, beserta jajarannya.
viii
4. Informan saya yang sangat yang dengan tangan terbuka menerima dan membantu penelitian ini.
5. Banyak terima kasih saya sampaikan teruntuk segenap keluarga besar dan teman-teman saya di UKM LKIM-PENA yang sejak 2018 telah bersama- sama melalui kerasnya dunia organisasi selama di Kampus Unismuh Makassar dengan tetap memberikan support dan motivasinya terutama kepada saudara saya Arma Wangsa, S.Pd dan Saudari Isna Jumardi atas bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.
6. Tak lupa pula kepada teman-teman kelas saya, IAN 2017F terutama kepada saudari saya Anita Reski Amalia, S.AP, Fermi Yunita dan Kartini Kharisma Nur yang telah menemani selama empat tahun lamanya bersama-sama menempuh pendidikan dan segala kisah yang telah kita torehkan bersama.
Segala kebaikan dan kemurahan hati dari kalian semua semoga mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin. Di samping itu, peneliti sebagai seorang manusia ciptaan-Nya tentu tak luput dari yang namanya kekeliruan serta kesalahan baik sengaja maupun tidak disengaja. Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangatlah peneliti harapkan. Semoga karya skripsi saya memberikan manfaat dan dapat memberikan sumbangsih yang berarti bagi pihak yang membutuhkan. Amin.
Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.
Makassar, 28 Januari 2022
Fitra Yuniastri Putri
ix DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN AKHIR ... iii
HALAMAN PENERIMAAN TIM ... iv
HALAMAN PERNYATAAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Penelitian Terdahulu ... 9
B. Agenda Setting ... 12
C. Framing ... 20
D. Omnibus Law ... 24
E. Kerangka Pikir ... 26
F. Fokus Penelitian ... 27
G. Deskripsi Fokus ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
B. Jenis dan Tipe Penelitian ... 29
C. Informan ... 30
D. Teknik Pengumpulan Data ... 30
E. Teknik Pengabsahan Data... 31
x
F. Teknik Analisis Data ... 31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Gambaran Umum Program Tv Mata Najwa... 33
B. Hasil Penelitian ... 37
C. Pembahasan ... 64
BAB V PENUTUP ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 75
LAMPIRAN ... 78
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Ilustrasi Teori Framing ... 22
Gambar 2 Kerangka Pikir... 27
Gambar 3 Program Mata Najwa di Trans 7 ... 35
Gambar 4 Rating Program TalkShow ... 53
Gambar 5 Mata Najwa “Mereka-Reka Cipta Kerja” ... 54
Gambar 6 Komentar Publik “Mereka-Reka Cipta Kerja”... 60
Gambar 7 Wawancara dengan Informan H ... 79
Gambar 8 Wawancara dengan Informan H ... 79
Gambar 9 Wawancara dengan Informan M ... 80
Gambar 10 Wawancara dengan Informan M ... 80
Gambar 11 Wawancara dengan Informan R ... 81
Gambar 12 Wawancara dengan Informan R ... 81
Gambar 13 Wawancara dengan Informan A ... 82
Gambar 14 Wawancara dengan Informan A ... 82
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Gambaran Informan Penelitian ... 30
Tabel 2 Profil Program Tv Mata Najwa ... 35
Tabel 3 Penghargaan Program Tv Mata Najwa ... 36
Tabel 4 Pasal Bermasalah dalam Omnibus Law Cipta Kerja ... 68
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kunci kesejahteraan masyarakat adalah kebijakan publik. Kebijakan publik merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dengan mengeluarkan keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan yang kemudian didesain untuk menangani masalah pelayanan publik dengan semua keprihatinannya (Kusumawati, 2019). Pada hakikatnya, kebijakan publik dibuat melalui aturan pemerintah sebagai tindakan sadar dan terorganisir, dengan tujuan menyelesaikan masalah yang ada dalam kehidupan sosial masyarakat. Adapun input dari kebijakan publik ialah isu kebijakan atau agenda pemerintah.
Masalah yang banyak dan beragam tentunya tidak semua masuk dalam agenda pemerintah. Masalah kemudian dapat berkembang menjadi agenda pemerintah apabila kondisi dari permasalahan tersebut telah mencapai titik kritis atau menjadi ancaman bagi suatu pihak. Suatu masalah harus ditransformasikan terlebih dahulu menjadi masalah kebijakan, demikian itu dalam tahapan kebijakan publik yang disebut dengan tahapan penyusunan agenda (agenda setting).
Penyusunan agenda timbul sebagai dampak karena adanya perluasan isu. Mulai dari perhatian individu atau kelompok menjadi perhatian publik yang cakupannya lebih meluas tergantung pada tiga hal menurut pandangan Cob dan Elgar (Handoyo, 2012). Pertama, semakin menduanya suatu isu didefinisikan, maka semakin besar kemungkinan akan mencapai publik lebih luas. Kedua,
definisi isu yang semakin signifikan secara sosial akan semakin besar kemungkinan berkembangnya menjadi perhatian publik yang lebih luas.
Kemudian yang ketiga, jika isu didefinisikan sebagai isu yang memiliki relevansi jangka panjang, maka akan semakin besar peluangnya untuk terungkap ke hadapan masyarakat yang lebih luas.
Agenda setting merupakan suatu proses yang sangat berperan dalam
realitas dan penentuan kebijakan publik. Penyusunan agenda akan memuat serangkaian masalah kebijakan yang memerlukan respon dan pertimbangan dari stakeholders untuk kemudian lebih lanjut dibawa ke tahapan berikutnya.
Melalui agenda setting akan tercipta public awareness (kesadaran masyarakat).
Hal tersebut dikarenakan adanya penekanan isu yang kemudian dianggap penting untuk dilihat, dibaca, didengar, dan dipercaya melalui media massa.
Adanya perkembangan teknologi, menjadi babak baru semakin terbukanya berbagai macam informasi. Media massa menjadi salah satu alat komunikasi dalam menyampaikan berita ataupun informasi kepada khalayak.
Peranan media massa tentunya sangatlah penting karena melalui informasi yang disampaikan dapat mempengaruhi perspektif atau cara berpikir masyarakat.
Selain itu, melalui media massa isu yang disampaikan dapat berdampak terhadap penentuan kebijakan pemerintah. Seperti halnya berkaitan dengan kebijakan omnibus law yang baru-baru ini memicu perdebatan antara beberapa pihak baik dari kalangan pemerintah, akademisi maupun di lingkup masyarakat.
Bermula ketika Sidang Paripurna Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam rangka pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2019-
2024 pada tanggal 20 Oktober 2019. Satu dari sekian materi pidato yang dibawakan oleh Presiden terpilih Joko Widodo ialah rencananya mengajak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna menerbitkan satu undang-undang dengan sifat multisektoral yang diberi nama omnibus law. Omnibus law yang di maksud tersebut mencakup UU Cipta Lapangan Kerja, UU Perpajakan, dan UU Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM).
Keberadaan dari ketiga undang-undang tersebut nantinya diharapkan akan menggantikan keberagaman peraturan-peraturan terkait dan lintas sektoral. Adapun tujuan dibentuknya omnibus law adalah untuk mengatasi kendala-kendala yang ada dalam regulasi sehingga diperlukan adanya tindakan penyederhanaan, pemangkasan, dan pemotongan jumlahnya (Anggono, 2020).
Selain itu, tujuan lainnya sebagai upaya penyegaran atau harmonisasi peraturan perundang-undangan (Arham et al., 2019).
Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja kemudian
disepakati pengesahannya menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI M. Azis Syamsuddin. Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat yang digelar di gedung DPR pada tgl 5 Oktober 2020. Saat itu turut dihadiri pula oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menaker Ida Fauziyah, Menteri LHK Siti Nurbaya, Menkum HAM Yasonna Laoly, Menkeu Sri Mulyani Indrawati, Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, dan Mendagri Tito Karnavian, Astuti dalam news.detik.com (2020).
Berdasarkan hasil liputan kompas.com tulisan Mukaromah (2020) diketahui, Rapat Paripurna yang dihadiri 318 dari 575 anggota dewan baik
secara fisik maupun virtual. Sedang Azis Syamsuddin yang berperan sebagai pimpinan rapat mengetuk palu sebagai tanda pengesahan yang terbilang kilat dan mengejutkan banyak pihak. Pasalnya, rapat tersebut hanya berjarak dua hari sejak dilakukannya pengesahan tingkat I pada tgl 3 Oktober 2020 silam.
Diketahui pula, dari sembilan fraksi di DPR dua diantaranya yaitu Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat dengan tegas menyatakan walk-out dari rapat dan menolak seluruh hasil pembahasan Omnibus law RUU Cipta Kerja.
Beberapa kontroversi RUU Omnibus law yang membahas permasalahan cipta kerja muncul karena adanya beberapa pasal yang dianggap tidak memihak kalangan buruh. Dilansir dari new.detik.com tulisan Widiyani, R. (2020) RUU Cipta Kerja yang terdiri atas 15 bab dan 174 pasal ini disusun dengan metode omnibus law, adapun beberapa pasal yang menyebabkan kontroversi tersebut
diantaranya pasal 22 ayat 2 dan 3 tentang penggunaan tenaga outsource atau alih daya yang rawan ketidakpastian bahkan minim perlindungan, pasal 88 b dan c tentang aturan upah pekerja yang dianggap lebih berpihak pada kalangan pengusaha dan memandang buruh tak lebih dari mesin produksi, dan beberapa pasal lainnya.
Banyaknya pro-kontra yang terjadi dalam menyikapi kebijakan tersebut khususnya di kalangan pemerintah itu sendiri, menimbulkan spekulasi negatif dari elemen masyarakat terutama bagi akademisi dan serikat buruh. Mahasiswa, buruh, dan beberapa kelompok masyarakat lainnya merespon dengan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran guna menuntut pembatalan omnibus
law. Kelompok masyarakat beranggapan bahwa keberadaan UU Cipta Kerja
sebagai batu penghalang dari kesejahteraan buruh dan pekerja lainnya.
Dilansir dari CNN Indonesia tulisan Novelino (2020), aksi unjuk rasa tolak Omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja yang dilakukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menuntut agar Presiden Joko Widodo mencabut pengesahan UU Cipta Kerja yang sebelumnya secara resmi telah ditandatangani pada tgl 2 November 2020. Selain itu, para demonstran turut membawa atribut keranda mayat yang terbuat dari plastik berwarna hitam yang menurutnya mengandung arti sebagai simbol dari matinya rasa keadilan dan hilangnya kepekaan dari penguasa terhadap rakyatnya.
Pemberitaan terkait kontroversi kebijakan omnibus law menjadi isu hangat yang banyak diperbincangkan di berita maupun program tv nasional Indonesia. Salah satu program tv yang mendiskusikan isu tersebut ialah Mata Najwa. Program tv yang mengundang banyak pembicara dari aktor-aktor kebijakan yang saling berargumen perihal Omnibus law UU Cipta Kerja.
Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu kebijakan publik khususnya untuk menelaah serta menganalisis agenda setting pada kebijakan omnibus law. Penelitian ini dibatasi pada Program Tv Mata Najwa yang
menayangkan Episode “Mereka-reka Undang-Undang Cipta Kerja”.
Mata Najwa sebagai sebuah program talkshow yang menayangkan peristiwa-peristiwa penting di Indonesia dan memiliki peran tersendiri sebagai salah satu program media penting bagi publik. Keberadaan program ini sangat berperan dalam membangun opini publik hingga mengkritik pemerintah
khususnya mengenai regulasi omnibus law cipta kerja. Dalam program tersebut omnibus law cipta kerja dibahas sebagai sebuah isu nasional yang
dierbincangkan hampir seluruh kalanggan masyarakat akibat beredarnya draft berisikan potongan-potongan pasal yang dianggap lebih mementingkan pengusaha dibandingkan para buruh dan pekerja. Melalui program tv tersebut diundang sejumlah stakeholders yang dianggap memiliki keterlibatan dan pandangan tersendiri mengenai kebijakan omnibus law cipta kerja.
Epidose yang dibawakan dalam Program Tv Mata Najwa mengundang dan menghadirkan beberapa aktor kebijakan dan stakeholders yang berkaitan dengan omnibus law. Diketahui bahwa pihak yang kurang setuju dalam hal ini Ledia Hanifa Amaliah (Anggota Badan Legislasi DPR RI), Hariz Azhar (Direk Eksekuif Lakatau), dan Faisal Basri (Ekonom Salatiga) berendapat bahwa kebijakan omnibus law merupakan kebijakan yang disusun atas dasar kecurangan legislatif yang mebentukan dan penyusunannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada yakni UU No. 12 Tahun 2011.
Disamping itu dalam pengecekan sejumlah pasal yang termuat tidak dilakukan secara teliti dan konsulttasi yang tidak kondusif di era pandemik.
Sedangkan pihak yang menyatakan setuju diantaranya Supratman Andi Agtas (Ketua Badan Legislasi DPR RI), Bahlil Lahadalia (Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal), dan Haryadi Sukamdani (Ketua Apindo) menyatakan bahwa keberadaan kebijakan tersebut menjadi satu-satunya cara dalam menyelesaikan banyaknya sembrawut regulasi-regulasi yang dinilai tumpang tindih sebagai proses dalam pencegahan korupsi selain itu guna
meningkatkan investasi ke Indonesia sehingga memungkinkan terciptanya lapangan pekerjaan serta berdampak baik bagi pertubuhan ekonomi yang sebelumnya tidak berkualitas.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka peneliti termotivasi dan tertarik untuk melakukan penelitian terkait dengan agenda setting sebuah isu kontroversi yaitu dengan mengusung judul “Agenda Setting
Kebijakan Omnibus law dalam Perspektif Framing Program Tv Mata Najwa”. Bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis dari isu omnibus law hingga menjadi sebuah kebijakan yang sifatnya multisektoral tetapi
dianggap merugikan bagi kalangan tertentu, ditinjau dari segi politik dan hukum yang berlaku di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berlandaskan latar belakang yang telah disusun, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana agenda setting kebijakan omnibus law ditinjau dari tahapan media agenda berdasarkan perspektif framing Program Tv Mata Najwa?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah tersebut, maka adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan agenda setting kebijakan omnibus law pada tahapan media agenda berdasarkan perspektif framing program Tv
Mata Najwa.
D. Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini akan memberikan manfaat kepada berbagai pihak baik itu secara langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis
Melalui penelitian ini, hasilnya dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah terkhusus dalam proses pelaksanaan alur dari tahapan agenda setting sebuah kebijakan.
2. Manfaat Teoritis
Berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan sebagai salah satu penunjang proses dari tahapan agenda setting sebuah kebijakan khususnya pada Kebijakan Omnibus law UU Cipta Kerja.
9 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu diuraikan dengan tujuan untuk dijadikan sebagai dasar pendukung dalam penelitian ini sekaligus sebagai bahan pembanding hasil penelitian berikutnya. Penelitian terdahulu dalam hal ini tentunya yang berkaitan dengan kebijakan omnibus law diantaranya sebagai berikut:
1. Penelitian dari Matompo & Izziyana (2020) pada hasilnya menunjukkan bahwa omnibus law menjadi undang-undang yang menitikberatkan pada penyederhanaan jumlah regulasi dengan fungsi untuk mengkonsolidasi berbagai tema, materi, subjek, dan peraturan perundang-undangan pada setiap sektor yang berbeda menjadi produk hukum besar dan holistik.
Pemerintah berupa penerapan omnibus law salah satunya untuk cipta lapangan kerja. Tetapi tidak diimbangi dengan substansi regulasi yang mampu menghindari konflik yang ada. RUU Cipta Kerja masih memiliki banyak kelemahan yang berpotensi membuat masalah baru di kalangan masyarakat seperti halnya pada perubahan ketentuan cuti, pemberian pesangon dan lainnya. Secara yuridis perubahan tersebut semakin mempersempit ruang gerak para buruh untuk memperjuangkan hak-haknya dan memberikan dominasi kaum pengusaha untuk melakukan eksploitasi terhadap buruh.
2. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo et al. (2020) diketahui bahwa Omnibus Law menjadi suatu terobosan dalam upaya penyederhanaan
peraturan yang ada di Indonesia. Keberadaan undang-undang omnibus law dapat menimbulkan aturan hukum yang baru dimana hal tersebut kemungkinan akan mengganti, menghilangkan, dan memodifikasi aturan hukum yang lama. Ada tiga arah pembentukan kebijakan tersebut diantaranya UU Cipta Kerja, UU Perpajakan, dan UU Pemberdayaan UMKM. Pembentukannya dalam hal ini haruslah sesuai dengan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan dengan tetap memperhatikan faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam pembentukannya seperti pro- kontra di kalangan DPR RI.
3. Penelitian oleh Mayasari (2020) dengan judul “Kebijakan Reformasi Regulasi Melalui Implementasi Omnibus law di Indonesia” yang hasilnya menyatakan bahwa omnibus law merupakan metode penyusunan payung hukum terkait regulasi yang dapat mencakup lebih dari satu materi substantif dengan tujuan menciptakan ketertiban, kepastian hukum, dan kemanfaatannya. Melalui omnibus law, akan terbentuk suatu peraturan yang bersifat khusus yakni terkait perizinan berusaha yang akan menyelesaikan panjangnya rantai birokrasi, peraturan yang tumpang tindih, dan sejumlah regulasi yang tidak harmonis. Omnibus law dapat dijadikan sebagai terobosan hukum pemerintah guna mengatasi obesitas regulasi khususnya berkaitan dengan perizinan berusaha dengan tujuan sebagai upaya pertumbuhan ekonomi melalui peningkatkan iklim berinvestasi di Indonesia.
4. Hasil penelitian yang berjudul “Asas Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan dalam Konsep Omnibus law Perspektif Pendekatan Sistem Jasse Auda” oleh Rafikoh (2021) diketahui bahwa omnibus law tidak akan memberikan gangguan pada hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No.12 Tahun 2011 jo. UU No. 15 Tahun 2019. Sejatinya bahwa omnibus law merupakan metode, dilahirkan dan merupakan produk hukum yang keberadaannya sudah ada sejak lama.
Omnibus law menjadi jawaban atas persoalan-persoalan komplek serta
tumpang tindihnya aturan atau regulasi yang ada di Indonesia. Walaupun dari segi teori perundang-undangan Indonesia perihal konsep omnibus law belum diatur, kemudian jika ditarik benang merahnya, bahwa keberadaan omnibus law tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang sudah ada. Sepanjang omnibus law tersebut dibuat dengan jelas, kemudian taat akan hirarki aturan dan menjamin kepastian hukum.
5. Omnibus law menjadi suatu terobosan baru dalam rangka upaya menyederhanakan peraturan yang ada di Indonesia. Hal tersebut menurut penelitian (Hernawati & Suroso, 2020) yang lebih lanjut dikemukakan bahwa omnibus law yang dijelaskan oleh Presiden Jokowi memiliki jangkauan yang begitu luas sehingga diperlukan kajian lebih mendalam dan prosestrial. Terlebih lagi omnibus law akan menggugurkan sekitar 72-74 pasal yang dianggap bermasalah terkhusus di sektor lapangan kerja dan perpajakan. Diperlukan konsolidasi kepada masyarakat hingga asas kebermanfaatan dari produk hukum ini harus jelas dan sampai ke publik.
Berdasarkan beberapa uraian hasil penelitian terdahulu tersebut maka dapat disimpulkan bahwa omnibus law muncul dengan menuai kontradiksi dan pemaknaan yang salah dalam masyarakat dikarenakan sejumlah faktor seperti halnya pro-kontra di lingkup internal DPR RI dan kurangnya transparansi.
Tetapi omnibus law tetap hadir dan disahkan di tengah kondisi kehidupan masyarakat saat ini sebagai sebuah produk kebijakan dengan tujuan agar penyederhanaan regulasi yang sejauh ini masih saja tumpang tindih antar satu sama lain.
B. Agenda Setting
1. Pengertian Agenda Setting
Kebijakan publik merupakan strategi pemerintah dalam menyelesaikan suatu masalah yang ada dalam lingkungan masyarakat.
Menurut W.I. Jenkins (Wahab, 2016) kebijakan publik merupakan serangkaian keputusan yang diambil oleh seorang atau kelompok aktor politik dengan tujuan yang telah ditetapkan beserta dengan cara pencapaiannya dalam suatu situasi. Menurut Ramdhani & Ramdhani (2017) kebijakan publik merupakan suatu hal yang ditetapkan oleh para pihak (stakeholders) termasuk pemerintah dengan berorientasi pada pemenuhan kebutuhan serta kepentingan masyarakat.
Selain itu, Anggara (2018) berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kebijakan publik ialah suatu keputusan yang bersifat mengikat bagi banyak orang dalam tatanan strategis atau bersifat garis besar yang dibuat
oleh otoritas. Dalam kebijakan publik terdapat beberapa tahapan kebijakan publik salah satunya yaitu agenda setting (penyusunan agenda).
Berikut ini beberapa pendefinisian agenda setting (Ritonga, 2018) yaitu diantaranya:
a. Menurut Maxwell E. McCombs dan Donald L. Shaw
Diketahui bahwa agenda setting melalui media massa memiliki kemampuan dalam mentransfer hal agar lebih menonjol yang dimiliki sebuah berita dari news agenda kemudian menjadi public agenda. Media massa mampu membuat apa yang penting menurutnya,
menjadi penting pula bagi masyarakat.
b. Menurut Bernard C. Cohen
Agenda setting theory merupakan teori yang menyatakan
bahwa media massa merupakan pusat penentuan kebenaran melalui kemampuannya untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa.
c. Menurut Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss
Mengemukakan bahwa agenda setting theory adalah teori yang menyatakan bahwa media membentuk gambaran atau isu yang penting dalam pikiran masyarakat. Hal tersebut dikarenakan media harus selektif dalam melaporkan berita. Saluran berita sebagai gerbang informasi membuat pilihan tentang apa yang harus dilaporkan dan
bagaimana cara melaporkannya hingga masyarakat tahu akan informasi yang sampaikan atau diberitakan.
Teori agenda setting diajukan oleh Mccombs dan Donald Shaw berdasarkan tulisan Agustina & Irwansyah (2017) bahwa isu yang dianggap penting di media massa pastinya dianggap penting pula oleh publik. Melalui teori tersebut masyarakat akan tahu tentang isu-isu apa saja dan bagaimana isu-isu itu disusun sesuai dengan tingkat kepentingannya. Lebih lanjut disampaikan bahwa agenda setting melukiskan kekuasaan, pengaruh dari media yang memberikan efek atau dampak kuat dalam mempengaruhi opini masyarakat terhadap suatu peristiwa.
Lebih lanjut menurut McComb dan Shaw (Prawoto Jati & Santi Rahayu, 2020) bahwa khalayak tidak hanya belajar bagaimana peristiwa besar terjadi dan diberitakan oleh suatu media, tetapi juga belajar betapa pentingnya suatu isu atau tema dari cara media menekankan isu yang ada.
Komunikasi massa, media berkomunikasi melalui pemberitaan yang dalam hal ini pemberitaan memiliki dua peran yaitu public setting dan policy agenda. Pertama, pemberitaan yang berulang dalam kurun waktu tertentu
dapat mempengaruhi tingkat kepentingan suatu isu publik. Kedua, pemberitaan media memiliki kemampuan untuk mendeskripsikan suatu masalah dengan cara yang berbeda, yang selanjutnya akan mempengaruhi cara berpikir publik dan pembuat kebijakan tentang suatu masalah.
2. Aliran-Aliran dalam Agenda Setting
Agenda merupakan pola dari tindakan pemerintah yang berisfa spesifik.
Diartikan sebagai suatu analisis mengenai bagaimana masalah itu dapat dikembangkan, kemudian didefinisikan, lebih lanjut diformulasikaan, dan terakhir dibuat pemecahnnya. Apabila dalam penyusunan agenda itu dilakukan secara terbuka maka akan memberikan keuntungan bagi kelompok-kelompok yang kuat. Akan tetapi apabila dilakukan secara tertutup akan menimbulkan bias atau kelemahan-kelemahan di mata publik.
Agenda setting di dalamnya terdapat isu-isu kebijakan sebagai hasil dari
adanya silang pendapat diantara para aktor tentang arah dari suatu tindakan yang kemudian akan ditempuh oleh pemerintah. Isu kebijakan itu ada dikarenakan telah terjadi konflik atau diketahui terdapat perbedaan presepsional diantara baik itu para aktor atau pun suatu situasi problematik yang dihadapi oleh masyarakat di waktu-waktu tertentu.
Pandangan John W. Kiingdon (Indah, 2016) terdapat tiga aliran dalam tahapan agenda setting yaitu sebagai berikut:
a. Aliran masalah (problem stream)
Pembuat kebijakan haruslah mencari, menemukan dan juga menentukan identitas dari suatu masalah kebijakan secara tepat dan benar. Pengenalan pada masalah-masalah nantinya akan menjadi faktor yang sangat berperan penting khususnya di dalam proses kebijakan publik. Mengenali serta mengidentifikasi masalah publik akan menjadi faktor krusial dalam tahapan dan proses kebijakan publik. Sebuah isu
akan menjadi embrio awal bagi munculnya masalah-masalah publik dan bila masalah tersebut mendapatkan perhatian yang lebih, maka akan dapat masuk ke dalam agenda kebijakan.
b. Aliran kebijakan (policy steram)
Setelah mendefinisikan masalah-masalah tersebut, langkah selanjutnya ialah para aktor penyususn kebijakan publik haruslah membuat solusi dalam pemecahan masalah tersebut. Kriteria yang harus digunakan meliputi kelayakan teknis, kongruensi dengan nilai-nilai aggota masyarakat, dan mengantisipasi kendala masa depan diantaranya kendala anggaran, penerimaan oleh publik, serta penerimaan politisi.
Proposal yang dinilai layak yaitu sesuai dengan nilai-nilai komunikasi kebijakan dan tidak akan menelan biaya melebihi anggaran.
c. Aliran politik (political stream)
Suatu isu akan menjadi agenda kebijakan karena ada dan dipengaruhi oleh proses politik dimana terjadi distribusi kekuasaan.
Dalam aliran politik terdapat orang yang berkelakuan dan bertindak politik yang diorganisasikan secara politik oleh sekelompok kepentingan. Berusaha untuk mempengaruhi para pembuat kebijakan dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan yang bias mengangkat kepentingannya dan mengesampingkan kepentingan kelompok lain.
Aliran politik dalam hal ini mempengaruhi terbentuknya agenda seperti halnya terdiri atas situasi daerah, opini dan iklim publik, kekuatan
organisasi politik, perubahan proses kebijakan dan wilayah kewenangan serta upaya pembentukan konsensi.
Kimber, Salesbury, Sandbach, Hogwooddan Gunn dalam sejumlah literature (Indah, 2016) menyatakan bahwa suatu isu nantinya akan cenderung
untuk memperoleh respon dari pembuat kebijakan guna lebih lanjut dijadikan agenda kebijakan publik apabila memenuhi sejumlah kriteria, diantaranya:
a. isu telah mencapai titik kritis tertentu sehingga bisa lagi diabaikan, atau telah dipersepsikan sebagai suatu ancaman yang serius dan akan jauh lebih hebat di masa yang akan datang;
b. isu tersebut telah menjadi partikularitas tertentu yang bisa menimbulkan efek serta dampak yang bersifat dramatik;
c. isu tersebut menyangkut akan emosi tertentu yang dilihat dari sudut kepentingan orang banyak, bahkan umat manusia umumnya dan mendapatkan dorongan berupa liputan media massa yang luas;
d. isu tersebut mempermasalahkan akan kekuasaan serta keabsahan (legitimasi) dalam kehidupan masyarakat;
e. isu tersebut menyangkut suatu perihal yang fasionable, memiliki posisi yang sulit saat dijelaskan tapi mudah untuk dirasakan kehadirannya.
Adapun pendapat John (Anggara, 2018) bahwa tidak semua dari masalah itu bisa dijadikan sebagai masalah publik, tidak semua pula masalah publik bisa menjadi isu, tidak semua isu bisa tampil dan tergolong masuk dalam agenda pemerintahan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa masalah publik akan mudah menjadi kebijakan publik, ketika:
a. dukungan dan sikap terhadap masalah publik dapat dikumpulkan;
b. masalah atau isu tersebut dianggap penting;
c. masalah publik (issue) itu dapat untuk dipecahkan.
Adapun menurut Walker dalam tulisan yang sama bahwa suatu masalah dapat tampil dan dijadikan sebagai masalah publik, apabila:
b. memberikan dampak yang besar dan meluas kepada masyarakat;
c. terdapat bukti yang meyakinkan sehingga lembaga legislatif memberikan perhatian terhadap masalah tersebut sebagai masalah yang serius;
d. adanya pemecahan masalah yang mudah untuk dipahami terhadap masalah yang sementara diperhatikan.
3. Penyusunan Agenda Kebijakan
Pandangan Anggara (2018) agenda setting (penyusunan agenda) dalam kebijakan publik merupakan langkah pertama dalam memformulasikan ialah terlebih dahulu merumuskan masalah kebijakan. Agenda setting merupakan kegiatan membuat sebuah masalah menjadi masalah kebijakan. Lebih lanjut bahwa tahapan proses dalam penyusunan agenda kebijakan menurut Anderson yaitu sebagai berikut:
a. Privat problem yaitu masalah-masalah yang terbatas atau hanya melibatkan satu atau sejumlah kecil orang.
b. Public problem yaitu masalah yang berkembang dari masalah privat kemudian melibatkan khalayak ramai.
c. Issue atau masalah publik yaitu masalah yang menimbulkan akibat secara luas, termasuk berdampak pada orang atau pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung.
d. Systemic agenda yaitu isu yang dirasakan oleh para anggota masyarakat politik yang patut mendapatkan perhatian publik dan berada dalam yurisdiksi kewenangan pemerintah.
e. Institusional agenda yaitu serangkaian masalah yang secara tegas memerlukan pertimbangan yang serius dan aktif dari otoritas pembuat keputusan yang sah.
Menurut Darwin (Anggara, 2018), agenda adalah suatu kesepakatan umum yang belum tentu tertulis tentang adanya masalah publik yang perlu menjadi perhatian secara bersama serta menuntut adanya campur tangan dari pemerintah guna menyelesaikannya. Sedang agenda pemerintah merupakan sejumlah daftar masalah dari pejabat publik, yang kemudian memberikan perhatian serius di waktu tertentu. Menurut Cobb dan Elder (Anggara, 2018) bahwa agenda pemerintah dibedakan atas dua macam yaitu sebagai berikut:
a. Agenda Sistemis
Semua isu yang dirasakan oleh anggota masyarakat politik yang tentunya patut untuk mendapatkan perhatian dari publik dan berada dalam yurisdiksi kewenangan pemerintah.
b. Agenda institusional
Serangkaian masalah yang secara tegas memerlukan pertimbangan lebih aktif dan serius dari para pembuat keputusan yang sah atau otoritas.
Pandangan Everett Rogers dan James Dearing (Elfrida, 2016) agenda setting merupakan proses liner yang terdiri dari tiga tahapan diantaranya:
a. Media Agenda yaitu penentuan prioritas isu-isu yang dimuat dan ditayangkan oleh media massa. Aspek-aspek dalam pembentukan media agenda diantaranya; visibility (vasibilitas), audience salience
(penonjolan) dan valance (valensi).
b. Public Agenda yaitu hasil dari agenda media yang kemudian telah memengaruhi atau berinteraksi dengan apa yang menjadi pikiran publik.
Adapun asek-aspek yang mempengaruhi dalam pembentukan pubic agenda diantaranya; familiarity (keakraban), personal salience
(penonjolan pribadi) dan favorability (kesenangan).
c. Policy Agenda yaitu hasil dari agenda publik yang berinteraksi sedemikian rupa dengan apa yang dinilai penting oleh para pengambil kebijakan khususnya pemerintah. Aspek-aspek yang mempengaruhi diantaranya; support (dukungan), likelihood of action (kemungkinan kegiatan) dan freedom of action (kebebasan bertindak).
C. Framing
1. Pengertian Framing
Pandangan beberapa ahli dalam Bechtel et al. (2021) bahwa teori framing berawal pada tahun 1974 ketika Goffman menggambarkannya
sebagai cara mengatur informasi untuk menentukan makna dan mengkontekstualisasikan dunia. Selanjutnya definisi framing terus berkembang, bergerak dari menjelaskan makna, menjadi mendeskripsikan bagaimana media dapat menghasilkan pesan yang berpengaruh hal tersebut berdasarkan pandangan dari Gitlin. Gitlin lebih jauh menyatakan bahwa media menyebarkan ideologi; membuat dan mendistribusikannya melalui framing untuk khalayak.
Menurut Eriyanto (Novita Ika, 2021) framing merupakan suatu cara bagaimana peristiwa yang ada kemudian disajikan oleh media, baik itu dari sisi yang menonjolkan aspek tertentu, menekankan pada bagian tertentu, maupun caranya dalam bercerita mengenai realitas atau peristiwa tersebut dibentuk. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa analisis framing menurut Robert M Entman (Novita Ika, 2021) terdiri atas empat elemen penting diantaranya sebagai berikut:
a. Definite problems yaitu tahapan pendefinisian masalah.
b. Diagnose causes yaitu tahapan mencari tahu dan memperkirakan masalah atau sumber masalah.
c. Make moral judgement yaitu tahapan membuat keputusan moral.
d. Treatment recommendation yaitu tahapan dalam memberikan penekanan akan solusi penyelesaian terkait suatu peristiwa.
Entman (Hartono, D. 2019) mengatakan bahwa framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita.
Berdasarkan konsep framing Entman diketahui pula bahwa framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, mengevaluasi, dan merekomendasikan dalam suatu wacana guna memberikan penekanan kerangka berpikir akan peristiwa yang diwacanakan.
Framing menurut Cacciatore (Bullock & Shulman, 2021) mengacu
pada penyajian informasi yang dilakukan secara strategis sedemikian rupa oleh media massa sehingga menarik perhatian masyarakat terhadap aspek informasi yang diberitakan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa terdapat dua strategi framing yaitu emphasis frames dan equivalency frames. Emphasis frames mengacu pada perbedaan dalam informasi apa yang disajikan,
sedangkan equivalency frames berfokus pada perbedaan bagaimana informasi itu disajikan.
2. Mekanisme Efek Framing
Gambar 1 Ilustrasi Teori Framing (Sumber: Bullock & Shulman, 2021)
Berdasarkan gambar 1 diketahui bahwa mekanisme dari penggunaan analisis framing diantaranya:
a. Availability (Ketersediaan)
Accessible
Available Applicable
Framed Message Message-consistent
Attitude
Mekanisme pertama dalam teori framing mengusulkan bahwa agar efek framing terjadi, seseorang harus memiliki keyakinan tentang subjek, topik, atau objek yang tersedia.
b. Accessibility (Aksesibilitas)
Setelah adanya ketersediaan topik, mekanisme selanjutnya ialah dapat diakses. Aksesibilitas diteorikan dapat meningkat melalui frekuensi dan kemutakhiran penggunaan, yang berarti bahwa paparan rutin dan berulang-ulang terhadap suatu keyakinan tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu masalah.
c. Applicability (Penerapan)
Setelah ketersediaan dan aksesibilitas, mekanisme terakhir dalam teori framing adalah penerapan. Teori framing menurut Chong &
Druckman (Bullock & Shulman, 2021), di antara sekumpulan keyakinan dapat diakses yang ditargetkan dengan pesan berbingkai, hanya beberapa yang dinilai relevan, atau dapat diterapkan, untuk evaluasi yang ada.
Teori pembingkaian menyarankan bahwa individu menentukan informasi apa yang dapat diterapkan melalui proses musyawarah untuk menimbang keyakinan yang bersaing dan memutuskan mana yang paling sesuai dengan konteks saat ini. Beberapa faktor yang meningkatkan kemungkinan informasi dianggap berlaku dan menarik ialah dengan memuat kualitas atau logika argumentasi, kredibilitas sumber, dan relevansi pesan.
D. Omnibus law
1. Pengertian Omnibus law
Omnibus law juga dikenal dengan omnibus bill sering digunakan di
negara yang menerapkan sistem common law dalam pembuatan regulasinya seperti Negara Amerika. Konsep ini membuat regulasi dengan pembentukan satu undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus. Menurut Darmawan (2020) omnibus law merupakan upaya pemerintah guna peningkatan investasi di Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Menurut Suriadinata (2019) omnibus law atau omnibus bill merupakan satu undang-undang yang dibuat
untuk bisa mengubah banyak undang-undang.
Menurut Rachma et al., (2020) dalam Black’s Law Dictionary Eleventh Edition, omnibus law dapat dimaknai sebagai suatu penyelesaian
terhadap berbagai pengaturan dari sebuah kebijakan tertentu yang kemudian tercantum dalam berbagai kumpulan undang-undang, ke dalam satu undang-undang payung. Memiliki makna multidimensional, membukukan hukum sehingga secara logika, omnibus merupakan suatu draf peraturan hukum yang membawahi beberapa substansi dalam kerangka landasan sektoral berbeda.
Berdasarkan beberapa pandangan tersebut dapat diketahui bahwa omnibus law merupakan sebuah langkah yang dilakukan oleh pemerintah
dalam menyikapi adanya aturan yang berbelit atau pemborosan undang- undang yang kemudian disederhanakan dan disatukan dalam satu undang-
undang yang bersifat multisektoral atau dalam hal ini memayungi beberapa undang-undang penting diantaranya UU Cipta Kerja, UU Perpajakan, dan UU Pemberdayaan UMKM. Selain dengan tujuan tersebut keberadaan omnibus law juga diharapkan dapat memberikan peluang perizinan
berusaha yang lebih terbuka sehingga memberikan dampak yang baik bagi perekonomian Indonesia
2. Karakteristik Omnibus law
Karakteristik umum dari omnibus law menurut pandangan Suriadinata (2019) dibagi menjadi dua yaitu:
a. Akselerasi Proses Legislasi
Penerapan omnibus law di dalamnya harus terdapat karakteristik akselerasi proses legislasi. Hal tersebut dikarenakan pada prinsipnya omnibus law ini dipilih guna mewujudkan efisiensi dan efektivitas
dalam proses legislasi. Proses legislasi tak jarang dari awal hingga diundangkan membutuhkan waktu yang berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Keberadaan omnibus law dapat mempersingkat alur legislasi sehingga sebuah UU akan lebih cepat untuk selesai.
b. Kompleksitas Permasalahan
Banyak atau beragamnya permasalahan yang diatur dalam satu UU hal itu disebut kompleksitas permasalahan. Berarti jika dalam suatu UU hanya mengatur satu jenis permasalahan saja dan meskipun di dalamnya terdapat akselerasi proses legislasi maka UU tersebut tidak bisa dinamakan sebagai omnibus law, begitu pun sebaliknya.
Dijelaskan pula terdapat dua karakteristik khusus dari omnibus law diantaranya sebagai berikut:
a. Berbentuk Kodifikasi
Kodifikasi adalah suatu bentuk hukum yang yang dibuat secara tertulis, yang mana pembuatnya atau legislatif memberikan suatu bentuk yurisdiksi khusus yang berisikan rumusan asas-asas dan dibuat secara tertulis sebagai suatu standar operasi berlakunya ketentuan dalam kodifikasi. Keberadaan kodifikasi bertujuan untuk mencapai kepastian hukum dan memperoleh penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum.
Hal tersebut sejalan dengan prinsip dari omnibus law yang lebih mengedepankan faktor efisiensi dan efektivitas.
b. Gaya atau Motif Politik
Merujuk kepada cara yang digunakan legislatif maupun eksekutif dalam melancarkan proses legislasi. Gaya atau motif politik memiliki tujuan guna mengakselerasi proses legislasi, namun tidak jarang ditemukan pula dalam praktiknya bahwa gaya atau motif politik tersebut bertujuan untuk membentuk konsensus baik itu di rana partai politik, parlemen, maupun di wilayah pemerintah dengan parlemen untuk memasukkan agenda politik tertentu.
E. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini adalah model konseptual yang berkaitan dengan teori-teori seputar agenda setting sebuah kebijakan. Penelitian dengan judul “Agenda Setting Kebijakan Omnibus law Perspektif Framing
Program Tv Mata Najwa” berpedoman pada teori Rogers dan James Dearing (Elfrida, 2016) tentang tiga tahapan dalam agenda setting yaitu agenda media, agenda publik, dan agenda kebijakan. Berdasarkan paparan tersebut, maka model kerangka pikir dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Gambar 2 Kerangka Pikir F. Fokus Penelitian
Fokus penelitian merupakan bagian dari tahan pembatasan mengenai objek yang diangkat dalam penelitian disamping itu juga agar peneliti tidak terjebak pada banyaknya data yang diperoleh di lapangan. Sesuai dengan landasan teori dan kerangka pikir yang ada dan telah dipaparkan sebelumnya, maka adapun fokus dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui agenda setting pada kebijakan omnibus law berdasarkan perspektif Program Tv Mata
Media Agenda
Isu Prioritas dan Keterlibatan Media 1. Visibility
2. Audience Salience 3. Valance
Omnibus law
Perspektif Framing Program Tv Mata Najwa
Agenda Setting Kebijakan Publik
Najwa pada tahapan pertama agenda setting yaitu media agenda. Dimensi dari agenda media diantaranya isu prioritas dan keterlibatan media (visibility, audience salience, dan valance).
G. Deskripsi Fokus
Berdasarkan berbagai teori dan kerangka pikir tersebut, maka berikut ini deskripsi fokus yang telah peneliti buat dari objek penelitian yaitu sebagai berikut:
1. Agenda Media merupakan serangkaian isu yang ditemukan dan berada dalam lingkungan masyarakat kemudian dijadikan prioritas isu dan diolah serta dipublikasikan oleh media massa. Isu prioritas yang diberitakan memuat beberapa hal diantaranya:
a. Visibility adalah seberapa besar frekuensi berita muncul atau rating isu yang telah diberitakan.
b. Audience Salience adalah relevansi dari isi berita terhadap kebutuhan khalayak.
c. Valance adalah cara media dalam mengolah pemberitaan terkait suatu isu sehingga dianggap bagus maupun tidak oleh khalayak.
29 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan lamanya dengan fokus penelitian pada Program Tv Mata Najwa “Mereka-Reka Cipta Kerja” yang ditayangkan pada Tgl 7 Oktober 2020 di Trans 7.
B. Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan ialah jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan menggunakan tipe penelitian analisis framing atau analisis konten. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana alur isu omnibus law menjadi sebuah kebijakan bersifat multisektoral akan tetapi menimbulkan gejolak perdebatan di kalangan tertentu, ditinjau dari segi politik dan hukum yang berlaku di Indonesia.
Melalui analisis framing akan diketahui cara dari media massa dalam hal ini Program Tv Mata Najwa mengkonstruksi isu Kebijakan Omnibus law UU Cipta Kerja. Adapun analisis framing menurut Robert N. Entman (Novita, 2021) ke dalam empat elemen diantaranya:
1. Define problems (mendefinisikan masalah)
2. Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah) 3. Make Moral Judgement (membuat keputusan moral)
4. Treatment Recommendation (menekankan penyelesaian)
C. Informan
Informan dalam penelitian ini yaitu orang-orang dengan kapasitas di bidangnya yang mampu memberikan informasi tentang kebijakan publik dan peran media massa dalam framing sebuah isu. Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Informan yang dimaksud ialah beberapa pakar di bidang kebijakan dan komunikasi politik yang ada di Kota Makassar. Adapun yang menjadi informan-informan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
Tabel 1
Gambaran Informan Penelitian
No. Kategori Institusi Jabatan Inisial
1. Buruh Gabungan Serikat
Buruh Nasional Ketua GSBN R
2. Praktisi
DPRD Provinsi Sulawesi Selatan
Wakil Ketua
Bapemperda J
KPID Sulawesi
Selatan Komisioner KPID M
3. Akademisi
LSKP (Lembaga Studi Kebijakan Publik)
Junior Researcher/
Staff Administrasi A 4. Media TVRI Sulawesi
Selatan Jurnalis H
Sumber: Olahan Peneliti D. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data diantaranya:
1. Wawancara Terstruktur (Structure Interview)
Wawancara terstruktur dilakukan dengan tujuan untuk menemukan permasalahan yang lebih terbuka. Meminta pendapat informan sesuai pertanyaan yang telah disusun terkait Kebijakan Omnibus law UU Cipta
Kerja. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data pendukung yang relevan dengan objek penelitian.
2. Studi Dokumentasi
Mengumpulkan, mengkaji, mengenal, dan mempelajari sumber- sumber tertulis yang bersumber dari buku, jurnal, artikel, dan berita. Selain itu juga sumber utama terkait permasalahan yang diteliti yaitu pada Program Tv Mata Najwa.
E. Teknik Pengabsahan Data
Pengabsahan menjadi teknik penting untuk mengetahui kevalidan suatu data. Pengecekan data pada penelitian ini menggunakan dua teknik triangulasi yang sebagai berikut:
1. Triangulasi sumber dilakukan dengan melakukan pengecekan informasi yang diperoleh melalui wawancara beberapa informan dan hasil analisis kebijakan omnibus law pada Program Tv Mata Najwa.
2. Triangulasi teknik dilakukan dengan melakukan pengecekan informasi dari beberapa sumber yang menggunakan teknik berbeda. Hal ini dengan membandingkan antara hasil wawancara dengan dokumen.
F. Teknik Analisis Data
Menganalisis data menjadi bagian terpenting dalam penelitian ini.
Analisis data ialah proses mencari kemudian menyusun data hasil wawancara dan dokumen sehingga diperoleh data yang sistematis. Berikut tahapan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Reduksi data (data reduction)
Memilih, memusatkan perhatian terhadap penyederhanaan dan transformasi data mentah yang diperoleh dan dicatat dari hasil wawancara dan dokumentasi. Tahapan reduksi digunakan untuk memperoleh informasi yang menjawab pertanyaan penelitian terkait agenda setting pada kebijakan omnibus law yang ditayangkan dan dibahas dalam Program Tv Mata Najwa.
2. Penyajian data
Penyajian data ialah berbagai informasi hasil reduksi yang kemudian akan dijadikan sebagai gambaran penelitian secara menyeluruh. Penyajian data dalam penelitian kualitatif ini disusun dalam bentuk deskriptif atau uraian. Menyajikan data secara rinci dan menyeluruh ini dilakukan sehingga akan memberikan kemudahan dalam memahami permasalahan yang diteliti.
3. Penarikan kesimpulan
Tahapan terakhir dalam analisis data yang dilakukan dengan melakukan perbandingan dan menghubungkan semua data yang diperoleh baik itu data primer maupun sekunder. Hal tersebut dilakukan untuk dapat ditarik kesimpulan atau verification guna menjawab permasalahan dalam penelitian.
33 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini peneliti menguraikan berbagai hal mulai dari gambaran umum objek penelitian yaitu Program TV Mata Najwa. Disamping itu juga akan diuraikan hasil dan pembahasan terkait Agenda Setting Kebijakan Omnibus law yang telah peneliti analisis dengan menggunakan metode framing pada Program TV Mata Najwa dalam episode “Mereka-Reka Cipta Kerja” yang ditayangkan di Trans 7 pada Hari Rabu, Tgl 7 Oktober 2020 yang kemudian ditayangulangkan di Official YouTube Mata Najwa pada Hari Kamis, Tgl 8 Oktober 2020.
A. Gambaran Umum Program Tv Mata Najwa 1. Profil Program Tv Mata Najwa
Mata Najwa merupakan acara in depth talkshow unggulan yang dipandu oleh jurnalis, Najwa Shihab. Program tv dengan berdurasi satu jam dan tayang di setiap hari pada Rabu pukul 21.20-222.30 WIB. Mata Najwa pertama kali mengudara pada 25 November 2009. Mata Najwa merupakan salah satu program tayangan tv yang sering menampilkan tema politik di Indonesia. Program ini lebih tajam dipergunakan untuk memperdebatkan tema aktual yang dikupas secara lebih dalam, dan lebih berdiskusi dengan pembawa acaranya.
Mata Najwa merupakan sebuah acara talkshow yang ditayangkan di Trans 7 dengan pembahasan berbagai isu politik yang hangat dan terkini
serta diulas secara mendalam. Menurut Effendy (Petra & May, 2016) Mata Najwa adalah program televisi yang sering menghadirkan narasumber- narasumber termasuk diantaranya para pejabat pemerintahan yang berkompeten terhadap pembahasan topik. Dilansir dari akun youtube Najwa Shihab, diketahui bahwa Mata Najwa menjadi program tv yang membahas tentang topik-topik politik, hukum, sosial, religi, dan isu-isu aktual yang kemudian dikemas tidak hanya menghibur tetapi juga insightful atau berwawasan. Gaya bertanya Najwa Shihab yang tegas, menusuk dan kerap sedikit provokatif berpadu dengan treatment-treatment yang spesifik untuk mengakomodir karakter Bintang Tamu/Narasumber mampu menghadirkan show yang menarik.
Pandangan Santoso (2016) Mata Najwa menjadi program talkshow pertama di Indonesia yang telah mencatat rekor muri dengan jumlah penonton lebih dari 25.000 orang, dan berdasarkan hasil survey KPI pada tahun 2015 atas Najwa dinyatakan sebagai program televisi paling berkualitas. Lebih lanjut, dikutip dari www.trans7.co.id, Mata Najwa merupakan progrm talkshow yang dipandu oleh Najwa Shihab dengan karakter cerdas, lugas, dan berani serta dengan karismanya yang kuat.
Program yang memiliki brand image yang kuat sebagai salah satu talkshow yang dijadikan referensi terkait isu nasional/fenomena yang menjadi trending topic.
Gambar 3
Program Mata Najwa di Trans 7 (Sumber: youtube.com)
Tabel 2
Profil Program Tv Mata Najwa
Negara Indonesia
Presenter Najwa Shihab No. Episode Variatif
Bahasa Asli Bahasa Indonesia Produksi
Durasi 90 Menit
Rumah Produksi Metro TV dialihkan ke Trans 7 Rilis
Jaringan Penyiar Metro TV (Musim pertama, 2009-2017) Trans 7 (Musik kedua, 2018-sekarang)
Tayang Perdana Rabu, 25 November 2009 (Musim pertama di Metro TV)
Rabu, 10 Januari 2018 (Musim kedua di Trans 7) Tanggal Rilis Rabu, 25 November 2009 – Rabu, 30 Agustus
2017
Rabu, 10 Januari 2018 – Sekarang Sumber: Hermawida (2020)
2. Penghargaan yang Dicapai
Program TV yang bertahan hingga saat ini tentunya dengan segudang prestasi yang telah diraih, diantaranya:
Tabel 3
Penghargaan Program Tv Mata Najwa
No. Penghargaan Kategori Hasil
1. Dompet Dhuafah Award 2011
Talk Show TerInspiratif Menang
2. KPI Awards 2013 Talk Show Trebaik Menang 3. KPI Awards 2014 Talk Show Trebaik Menang 4. Rolling Stone Editor
Choice Awards 2014
How of the Year Menang
5. Indonesian Choice Awards 2016
TV Program of the Year Menang
6. Indonesian Choice Awardss 2017
TV Program of the Year Menang
7. Indonesian Choice Awardss 2018
TV Program of the Year Menang
8. Indonesian Television Awardss 2018
Program Insfiratif Terpopuler
Menang
9. KPI Awards 2018 Program Televisi Talk Show Berita
Menang
10. Panasonic Gobel Awards 2019
Program Talk Show Berita Menang
11. Panasonic Gobel Awards 2019
(Najwa Shihab)
Presenter Talk Show Berita Terfavorit
Menang
Sumber: trans7.co.id (Salsabila, 2021)
B. Hasil Penelitian
Framing Robert N. Entman dalam empat elemen pada Tayangan
Program Tv Mata Najwa Episode Mereka-Reka Cipta Kerja, diantaranya sebagai berikut:
1. Define Problem (Pendefinisian Masalah)
Define Probem merupakan elemen pertama dan berperan sebagai
tahapan pendefinisian masalah. Define Problem yang ingin ditampilkan dalam tayangan Mata Najwa pada Episode Mereka-Reka Cipta Kerja ialah polemik yang timbul dari adanya kebijakan omnibus law beserta dampaknya bagi publik. Selain itu juga Define Problem yang ditemukan yaitu upaya pemerintah dalam pengesahan kebijakan omnibus law yang dinilai terburu- buru dan kurang transparansi di tengah-tengah kasus covid-19 yang melonjak. Hal tersebut diungkapkan dalam pernyataan berikut:
“Perdebatan hingga aksi turun ke jalan mewarnai perdebatan soal Undang- Undang Cipta kerja yang disahkan dalam sidang paripurna DPR RI dua hari lalu. Publik mungkin bertanya-tanya, ada apa dibalik proses kilat omnibus law ini dan apa dampaknya (Najwa Shihab dalam tayangan Mata Najwa Mereka-Reka Cipta Kerja, pada menit ke 2:13)”.
Berdasarkan pernyataan tersebut, diketahui bahwa Najwa Shihab sebagai pembawa acara dalam Program Tv Mata Najwa secara lugas membuat statement akan kebingungan dari publik mengenai pengesahan kebijakan omnibus law yang dinilai dilakukan oleh pemerintah secara tiba- tiba dan mendadak sehingga mengakibatkan penolakan keras dari kalangan publik dengan melakukan demonstrasi secara besar-besaran. Adapun
masalah lainnya dilihat dari pernyataan salah satu Anggota Baleg dari Fraksi PKS yaitu Ledia Hanifah sebagai berikut:
“Ini persoalan yang sangat penting, karena kemudian mengatur, mengelola 79 UU ini gak gampang Mbak Nana, karena banyak hal yang harus terkait satu sama lain, bersinergi dan lain sebagainya.
Memang menjadi kesulitan yang besar buat kita semua, karena misalnya kita di dalam Rapat Pembahasan Tingkat I, pengambilan keputusan belum juga menerima draft bersihnya pada saat sebelum membuat pandangan fraksi (Ledia Hanifa, Anggota Baleg DPR dalam tayangan Mata Najwa Mereka-Reka Cipta Kerja pada menit ke 3:40)”.
Melalui pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa menurut Ledia Hanifah salah satu masalah yang ditemukan ialah sampai tahapan pembahasan rancangan undang-undang omnibus law, para anggota baleg belum juga menerima draft bersih dari DPR RI sehingga menurutnya, hal itu menjadi indikator kesulitan dalam menjalankan tugasnya. Dari puluhan undang-undang yang termuat dalam omnbus law memerlukan kejelian dan ketelitian yang penuh sehingga meminimalisir pasal yang mungkin saja bisa terlewat dalam tahapan pembahasan.
“Kita merasa ini masih perlu lebih banyak lagi konsultasi-konsultasi dalam waktu dimana terjadi pandemi covid ini memang menjadi kesulitan, keterbatasan karena ada 79 UU. Maka harus diakui bahwa konsultasi publiknya juga minimal dilakukan setidaknya 79 kali, karena dalam satu isu itu sebetulnya harus lebih dari itu. Merasa tidak dilibatkan wajar kalau merasa suara suaranya tidak didengar (Ledia Hanifa, Anggota Baleg DPR dalam tayangan Mata Najwa Mereka-Reka Cipta Kerja pada menit ke 18:09)”.
Lebih lanjut diketahui bahwa satu hal lainnya yang menjadi masalah dalam pembahasan omnnibus law ialah keterbatasan dalam melakukan konsultas-konsultasi kepada publik terhadap keseluruhan undang-undang yang termuat dalam omnibus law. Hal tersebut dikarenakan kondisi covid
yang masih intensnya melanda Indonesia, sehingga menimbulkan perdebatan dari masyarakat akan perasaan minimnya keterlibatan mereka dalam hal penyusunan kebijakan tersebut.
“yah, ini sebetulnya adalah fraud legislation process, jadi kecurangan proses legislasi. Kenapa sejak awal tidak memenuhi prinsip-prinsip, tata cara penyusunan peraturan perundang- undangan. Kita punya aturan- aturan hukum, aturan main soal itu.
Salah satunya soal harus berkonsultasi, naskah akademik harus ada, mengukur faktor sosiologi, mengukur nilai yang harus digali dan itu harus turun ke masyarakat dan itu harus ketemu dengan para ahli dan itu harus mengumbar, harus royal, membagi-bagikan apa namanya naskahnya, idenya, mengambil dari masyarakat. Yang terjadi adalah sampai beberapa bulan sejak mulai diluncurkan bahwa akan ada ide soal omnibus law, yang muncul adalah ketertutupan (Hariz Azhar, Direktur Eksekutif Lokataru dalam tayangan Mata Najwa Mereka- Reka Cipta Kerja pada menit ke 5:37)”.
Hariz Ashar, Direktur Eksekutif Lokataru kemudian berpendapat bahwa omnibus law ada karena adanya kecurangan proses legislasi dari pihak pemerintah. Hal tersebut diungkapkan karena kemunculan omnibus law yang dilakukan secara tiba-tiba, naskah yang kejelasannya bersifat
tertutup dan konsultasi-konsutasi kepada publik yang dianggap masih kurang. Menurutnya, suara rakyat sudah tidak dianggga dan didengar lagi oleh pemerintah terbukti dengan minimnya keterbukaan selama proses penyusunan omnibus law.
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menjadi define problem melalui tayangan Mata Najwa dalam episode “Mereka-Reka Cipta Kerja” adalah ha-hal yang dianggap oleh publik tidak terbuka dalam penyusunan kebijakan omnibus law. Hal tersebut yakni minimnya keterbukaan pemerintah, keterlibatan masyarakat yang
dianggap masih kurang perihal konsultasi pasal yang termuat dalam kebijakan tersebut, dan konflik internal pemerintah yang memicu munculnya kecurigaan akan adanya kepentingan dalam proses penyusunan omnibus law yang dianggap terburu-buru dalam situasi pandemi saat itu.
2. Diagnose Causes (Memperkirakan Masalah yang Ada)
Diagnose Causes merupakan elemen yang digunakan untuk
membingkai siapa saja yang dianggap sebagai aktor dan memiliki keterlibatan di dalamnya. Disamping itu juga ini merupakan elemen dalam memperkirakan masalah apa yang ada dan dari mana sumber masalah tersebut berasal. Diagnose Causes yang ingin ditampilkan dalam tayangan Mata Najwa pada Episode Mereka-Reka Cipta Kerja ialah pemerintah, Joko Widodo selaku Presiden RI beserta DPR RI yang turut andil dalam mengusulkan serta membuat dan mengesahkan kebijakan omnibus law.
Keputusan tersebutlah yang menimbulkan sembrawut pro dan kontra dari berbagai elemen masyarakat. Hal tersebut diungkapkan dalam pernyataan berikut:
“Sama saya tidak ingin mencampuri urusan penyusunan undang- undang. Karena ini adalah inisiatif pemerintah di wilayah domainnya pemerintah untuk menjelaskan itu. Kami di badan legislasi di tingkat panja itu terkait dengan pembahasan. Oleh karena itu saya ingin menyampaikan terlebih dahulu apresiasi kepada Presiden Jokowi yang telah dengan berani mengambil sebuah metode atau yang kita kenal dengan omnibus law. Dalam rangka mengharmonisasi dan sinkronisasi terhadap keseluruhan regulasi kita yang memang di berbagai macam produk undang-undang di sektor-sektor kl itu, itu saling tumpang tindih dan ini adalah sebuah pengakuan yang jujur dari negara bahwa selama ini proses legislasi kita dari tahap perencanaan itu hanya kurang lebih kita berpikir sektoral. Oleh karena itu, momentum ini saya apresiasi maka saya