• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PENDERITA OBESITAS DI PUSKESMAS MEDAN DELI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONDISI KEBERSIHAN MULUT DAN LAJU ALIRAN SALIVA PADA PENDERITA OBESITAS DI PUSKESMAS MEDAN DELI"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

DI PUSKESMAS MEDAN DELI

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

TIA AYU LESTARI BANGUN NIM: 150600029

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)

Tahun 2019

Tia Ayu Lestari Bangun

Kondisi Kebersihan Mulut dan Laju Aliran Saliva pada Penderita Obesitas di Puskesmas Medan Deli

Xi+ 50 halaman

Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak berlebih di dalam tubuh. Peningkatan prevalensi obesitas, berhubungan dengan berbagai penyakit seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit rongga mulut. Selain faktor resiko tersebut, obesitas juga dapat menjadi faktor resiko terjadinya periodontitis yaitu peradangan yang mengenai jaringan pendukung gigi, yang disebabkan dari interaksi bakteri pathogen dan respon imun host. Penumpukan lemak memicu produksi sitokin yang mempengaruhi abnormalitas fungsi kelenjar saliva sehingga laju alir saliva berkurang.

Individu obesitas terjadi peningkatan jumlah adypocytes di jaringan parenkim kelenjar saliva.

Proinflammatory cytokines yang berasal dari adipocyte dan makrofag menumpuk di jaringan adiposa. Hal ini akan menyebabkan chronic low-grade inflammation yang mempengaruhi fungsi kelenjar saliva. Sehingga laju alir saliva pun menurun dan menyebabkan oral hygiene nya buruk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kebersihan mulut dan laju aliran saliva pada subjek obesitas di Puskesmas Medan Deli. Penentuan subjek menggunakan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi, dengan jumlah sampel 25 subjek. Seluruh subjek diberikan kuisoner dan dilakukan pengukuran body mass index, selanjutnya dilakukan pemeriksaan kondisi kebersihan mulut dan laju aliran

(3)

kalkulus, derajat skor OHIS yang buruk dan memiliki laju aliran saliva hiposalivasi.

Daftar Rujukan : 71 (2000-2018)

(4)

2019

Tia Ayu Lestari Bangun

Oral Hygiene Conditions and Saliva Flow Rate of Obese People in Community Health Center of Medan Deli.

Xi+ 50 pages

Obesity is a condition where there is a buildup of excess fat in the body. Increased prevalence of obesity is associated with various diseases such as cardiovascular disease, type 2 diabetes mellitus and oral cavity diseases. In addition to these risk factors, obesity can also be a risk factor for periodontitis, which is an inflammation affecting the supporting tissues of the teeth caused by the interaction of pathogenic bacteria and the host's immune response. Fat accumulation triggers the production of cytokines which affects function of the salivary gland to become abnormal so the salivary flow rate decreases. The number of adypocytes in the salivary gland parenchymal tissue increases for individuals with obesity. Proinflammatory cytokines originating from adipocyte and macrophages accumulate in adipose tissue. This will cause chronic low-grade inflammation that affects the function of the salivary gland which then causes the flow rate of saliva to decrease and cause bad oral hygiene. The purpose of this study was to determine the condition of oral hygiene and salivary flow rate in obese subjects at Medan Deli Health Center. Determination of the subject were done using purposive sampling technique in accordance with the inclusion and exclusion criteria, with a total sample of 25 subjects. All subjects were given a questionnaire and body mass index measurements were performed, followed by the examination of the conditions of oral hygiene and salivary flow rate. The data obtained were grouped based on obesity I and II. The results showed

(5)

Citation: 71 (2000-2018)

(6)
(7)
(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, pengarahan dan saran-saran dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Mulia Muhammad Bangun dan Ibunda Sariani yang telah memberi doa, dukungan, motivasi, kasih sayang, semangat dan materilnya kepada penulis yang tiada putus-putusnya. Sehingga penulis dapat mengecap masa pendidikan hingga selesai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis juga telah banyak mendapat bimbingan, motivasi, saran-saran serta dukungan dan nasehat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes, Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Aini Hariyani Nasution, drg., Sp. Perio (K) selaku Ketua Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Irma Ervina, drg., Sp. Perio (K) selaku dosen pembimbing penulis yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga serta pikiran dalam memberikan bimbingan, nasehat, arahan, dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Zulkarnain, drg., Sp. Perio dan Armia Syahputra, drg., Sp. Perio selaku dosen penguji yang telah memberikan pendapat dan saran tentang penulisan skripsi ini.

5. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp. Pros (K) selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan semangat dan membimbing penulis selama menjalani masa pendidikan.

6. Seluruh staf pengajar, pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Periodonsia yang telah banyak membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian ini.

(9)

7. Dr. Wilda Hafni Lubis, drg., M.Si, selaku ahli Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan yang telah memberikan persetujuan dari Komisi Etik untuk melaksanakan penelitian.

8. dr. Nurlelin selaku ketua Puskesmas Medan Deli yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Teman-teman seperjuangan di Departemen Periodonsia yaitu Siti Syarah Amalia, Zuliana, dan teman-teman lain yang telah memberikan banyak semangat dan bantuan dalam pembuatan skripsi ini.

10. Sahabat penulis dan teman seperjuangan yaitu Putri Dhian Sari, Fauziyah Hasibuan, Iyundha Azzura Syahri, Yuriza Putri, Fahri Nur Muhamad, Verry Ferdian, dan sahabat lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu ada untuk membantu dan saling memberikan semangat dan dukungan.

Penulis menyadari kelemahan, keterbatasan ilmu yang penulis miliki menjadikan skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga perlu perbaikan, saran, dan kritik untuk menjadikan skripsi ini lebih baik. Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan, khususnya Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan penelitian selanjutnya.

Medan, 19 Juli 2019 Penulis,

(Tia Ayu Lestari Bangun)

NIM.150600029

(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Obesitas ... 6

2.1.1 Klasifikasi Obesitas Berdasarkan BMI ... 6

2.1.2 Faktor – Faktor Obesitas ... 8

2.1.3 Indikator Obesitas ... 9

2.2 Kesehatan Gigi dan Mulut... 9

2.2.1 Plak ... 10

2.2.2 Debris ... 11

2.2.3 Kalkulus ... 11

2.2.4 Faktor Sistemik ... 12

2.2.4.1 Diabetes Melitus... 12

2.2.4.2 Penuaan ... 12

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Gigi dan Mulut ... 13

2.2.6 Penyakit Akibat Kesehatan Gigi dan Mulut yang Buruk.. 15

2.3 Saliva ... 16

2.4 Laju Aliran Saliva ... 17

2.5 Metode Pengumpulan Saliva ... 18

2.6 Oral Hygiene Index Simplified... 19

2.7 Hubungan Obesitas dengan Oral Hygiene Index Simplified... 20

(11)

2.8 Kerangka Teori ... 22

2.9 Kerangka Konsep ... BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Jenis Penelitian ... 24

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2.1 Tempat Penelitian ... 24

3.2.2 Waktu Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 24

3.3.1 Populasi Penelitian ... 24

3.3.2 Sampel Penelitian ... 24

3.3.2.1 Besar Sampel ... 24

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 25

3.4.1 Kriteria Inklusi ... 25

3.4.2 Kriteria Eksklusi ... 25

3.5 Variabel Penelitian ... 25

3.5.1 Variabel Bebas ... 25

3.5.2 Variabel Terikat ... 26

3.6 Definisi Operasional ... 26

3.7 Sarana Penelitian ... 26

3.7.1 Alat Penelitian ... 26

3.7.2 Bahan Penelitian ... 27

3.8 Prosedur Penelitian ... 28

3.9 Skema Alur Penelitian ... 31

3.10 Analisis Data ... 32

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 33

4.1 Data Demografis Subjek Penelitian ... 33

4.2 Data Perilaku Higiene Oral ... 34

4.3 Data Riwayat Dental ... 35

4.4 Laju Aliran Saliva ………. 35

4.5 Distribusi Indeks Debris Berdasarkan Obesitas ... 36

4.6 Distribusi Indeks Kalkulus Berdasarkan Obesitas..……… 36

4.7 Distribusi Indeks Debris dan Indeks Kalkulus (OHIS) berdasarkan Obesitas……….. 37

BAB 5 PEMBAHASAN ... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

6.1 Kesimpulan ... 43

6.2 Saran ... 43

vii

23

(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 44 LAMPIRAN ...

viii

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi BMI ... 7

2. Klasifikasi BMI pada orang Asia……… 7

3. Kriteria skor Indeks Debris ………... 29

4. Kriteria skor Indeks Kalkulus………... 30

5. Kriteria skor indeks OHIS ... 30

6. Data demografis subjek penelitian ... 33

7. Data demografis subjek penelitian berdasarkan obesitas... 34

8. Data perilaku higiene oral subjek penelitian ... 34

9. Data riwayat dental subjek penelitian ... 35

10. Laju Aliran Saliva berdasarkan obesitas... 35

11. Distribusi Indeks Debris berdasarkan Obesitas……….. 36

12. Distribusi Indeks Kalkulus berdasarkan Obesitas……….. 36

13. Distribusi Indeks Debris dan Indeks Kalkulus (OHIS) berdasarkan Obesitas……….. 37

ix

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Major Saliva Glands ... 16

2. Metode Pengumpulan Saliva ... 18

3. Pemilihan permukaan gigi yang diperiksa ... 20

4. Alat penelitian ... 27

5. Prosedur penelitian ... 29

x

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian 2. Informed consent

3. Kuesioner

4. Rancangan anggaran penelitian 5. Biodata peneliti

6. a. Surat persetujuan komisi etik

b. Surat pernyataan telah selesai melakukan penelitian 7. Hasil analisis statistik

xi

(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obesitas merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas.

Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan.1 Obesitas dapat mengenai pada anak-anak, remaja, dewasa dan usia lanjut. Obesitas juga dapat terjadi pada wanita maupun pria. Rata-rata wanita memiliki lemak tubuh yang lebih banyak dibandingkan pria. Tingkat kegemukan atau obesitas manusia Indonesia sejak tahun 1989 terus naik hingga sekarang, baik pada kelompok pria maupun wanita dan kenaikan tingkat obesitas ini terjadi akibat berubahnya pola hidup terutama pola makan. Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.2,3

Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT), kegemukan dibagi menjadi dua kategori, yakni: kegemukan tingkat ringan (overweight) dan kegemukan tingkat berat (obesitas). Pada penduduk barat, seseorang dikatakan obesitas apabila IMT 30 kg/m2 atau lingkar perut 102 cm pada pria dan 88 cm pada wanita, sedangkan untuk penduduk Asia, IMT >25 kg/m2 atau lingkar perut 90 cm pada pria dan 80 cm pada wanita (WHO).4,5

Status kesehatan umum sangat berkaitan dengan status kesehatan mulut. Status kesehatan rongga mulut tersebut dapat ditentukan dengan oral hygiene index simplified (OHIS). Kesehatan rongga mulut ditentukan dengan jumlah biofilm pada permukaan gigi. Kesehatan umum yang terukur dengan Indeks Massa Tubuh memiliki dampak pada rongga mulut dan rongga mulut juga bisa mempengaruhi kesehatan umum seseorang.6 Meningkatnya lemak tubuh dapat menstimulasi respon inflamasi yang tinggi pada penyakit periodontal dan obesitas dapat mengubah sistem imunitas dan

(17)

peradangan host, sehingga menyebabkan pasien menjadi lebih berisiko terhadap efek plak mikroba.7 Penelitian yang dilakukan oleh Inviolita dkk., pada kelompok obesitas menunjukkan adanya pembesaran kelenjar parotid, hal ini dikarenakan penumpukan adipose pada parenkim kelenjar saliva sehingga jumlah sitokin meningkat.8 Peningkatan sitokin pada jaringan adipose menimbulkan chronic low grade inflammation pada kelenjar saliva sehingga mempengaruhi fungsi kelenjar saliva sehingga saliva menjadi menurun.9,10 Pada populasi obesitas ditemukan hubungan dengan kondisi oral seperti penyakit periodontal, karies, dan xerostomia.8 Hubungan obesitas dengan penyakit periodontal terjadi akibat adanya adiposa yang berlebih yang menyebabkan tingginya sitokin sehingga memicu periodontisis.11 Saliva berperan penting sebagai homeostasis oral.12 Saliva juga berperan untuk melindungi jaringan rongga mulut, sebagai pembersih mekanis, lubrikasi, anti bakteri dan pengaturan pH.8

Prevalensi obesitas telah meningkat secara substansial dalam 3 dekade terakhir, diperkirakan akan lebih meningkat di tahun-tahun mendatang. Peningkatan prevalensi obesitas, berhubungan dengan berbagai penyakit seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus tipe 2 dan penyakit rongga mulut, oleh karena itu dibutuhkan pendekatan, pencegahan serta penanganan multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal. Kondisi tersebut menyebabkan obesitas telah menjadi masalah kesehatan dan gizi masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kegemukan banyak ditemukan baik di negara maju maupun di Negara berkembang, dan menyerang baik anak-anak maupun orang dewasa. Adanya peningkatan jumlah penduduk yang menderita kegemukan di hampir seluruh negara di dunia maka masalah kegemukan kini merupakan masalah global, WHO 1998 menyebutnya sebagai wabah global (the global epidemic). World Health Organization (WHO) memperkirakan, di dunia ada sekitar 1.6 milyar orang dewasa berumur 15 tahun kelebihan berat dan setidak-tidaknya sebanyak 400 juta orang dewasa obesitas pada tahun 2005, dan diperkirakan lebih dari 700 juta orang dewasa akan obesitas pada tahun 2015 (WHO).4 Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa 21,8 orang dewasa berumur

>18 tahun.13

(18)

Berat badan berlebih dan obesitas memiliki efek pada kesehatan rongga mulut dan sebaliknya kesehatan rongga mulut juga memiliki efek terhadap penambahan berat badan yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan antara obesitas dan kesehatan rongga mulut. Bailleul dan kolega dalam penelitiannya menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan (P=0.01) antara IMT dengan indeks DMFT pada individu dewasa obesitas.14 Individu obesitas lebih rentan mengalami karies dibanding individu yang tidak obesitas. Hasil yang sama juga ditunjukkan melalui penelitian Hilgers dan kolega yang menyimpulkan rerata jumlah karies pada gigi molar dewasa meningkat seiring peningkatan IMT.15 Hasil sebaliknya disimpulkan oleh Macek dan kolega yaitu berat badan berlebih tidak memiliki hubungan dengan prevalensi karies gigi pada geligi sulung. Berbagai penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara berat badan berlebih, obesitas dan karies gigi pada anak-anak dan individu dewasa dipengaruhi berbagai faktor dan tidak bisa dinilai berdasarkan konsumsi karbohidrat saja.14

Berat badan berlebih dan obesitas juga turut mempengaruhi kesehatan jaringan periodontal. Hubungan antara obesitas dan periodontitis pada manusia pertama kali dilaporkan Saito dan kolega pada tahun 1998. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa individu obesitas (IMT ≥ 30 kg/m) memiliki resiko relatif mengalami periodontitis 8.6, angka ini 2.5 kali lebih tinggi dibanding resiko relatif periodontitis individu dengan berat badan normal tinggi (IMT 25-29,9 kg/m) sebesar 3.4. Setiap kenaikan 5 persen lemak tubuh, maka akan meningkatkan resiko relatif mengalami periodontitis sebesar 30 persen.16 Gorman dan kolega menyatakan tiap peningkatan 1 IMT setara peningkatan 5 persen resiko kerusakan tulang alveolar. Setiap peningkatan 1 cm lingkar pinggang setara dengan peningkatan 1-2 persen penambahan kedalaman probing dan peningkatan resiko kehilangan perlekatan periodontal. Setiap kenaikan 1 persen rasio lingkar pinggang dan pinggul setara dengan peningkatan 3 persen resiko penyakit periodontal.17

Penelitian Halder Sonali menunjukkan bahwa diantara subjek laki-laki, rata- rata OHIS yaitu 0,45 pada berat badan kurang, 0,25 pada berat badan normal, 1,03 pada berat badan berlebih, dan 1,22 pada obesitas. Pada subjek perempuan, rata-rata OHIS yaitu 0,55 pada berat badan kurang, 0,62 pada berat badan normal, 1,07 pada berat

(19)

badan berlebih, dan 0,99 pada obesitas. Terdapat pengaruh yang positif antara BMI dengan OHIS dan hasilnya menunjukkan bahwa BMI berhubungan dengan OHIS.18 Pada penelitian yang dilakukan oleh Yas pada subjek obesitas, berat badan berlebih dan tidak obesitas menyatakan terdapat penurunan laju aliran saliva pada subjek obesitas dan berat badan berlebih.19 Penelitian yang dilakukan oleh Fajrin dkk., terhadap mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Andalas yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara Body Mass Index dengan laju aliran saliva. Kelompok obesitas memiliki laju aliran saliva yang lebih rendah dibandingkan dengan individu tidak obesitas.19

Berbagai penelitian telah menunjukkan pengaruh obesitas terhadap kesehatan rongga mulut khususnya kondisi kebersihan mulut, namun di Indonesia, masih belum ada data penelitian yang menunjukkan kondisi kebersihan mulut pada penderita obesitas. Tetapi di Indonesia sendiri hanya terdapat penelitian mengenai prevalensi penyakit periodontalnya yang memiliki prevalensi cukup tinggi yaitu 96,58%, dan hanya 3,42% yang tidak membutuhkan perawatan periodontal, dan perawatan pembersihan karang gigi paling banyak dibutuhkan yaitu 85,18%. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti kondisi kebersihan mulut dan laju aliran saliva pada penderita obesitas di Puskesmas Medan Deli. Menurut profil kesehatan kota Medan tahun 2016 bahwa di Puskesmas Medan Deli merupakan data terbanyak pada pasien obesitas sebanyak 120 orang (27%) yang melakukan pemeriksaan disana sehingga penulis melakukan penelitian di puskesmas tersebut.

(20)

1.2 Rumusan masalah

Bagaimana kondisi kebersihan mulut dan laju aliran saliva pada penderita obesitas di Puskesmas Medan Deli?

1.3 Tujuan penelitian

Untuk mengetahui kondisi kebersihan mulut dan laju aliran saliva terhadap penderita obesitas di Puskesmas Medan Deli.

1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis :

1.Memberi informasi kepada tenaga kesehatan khususnya dibagian periodonsia mengenai kondisi kebersihan mulut dan laju aliran saliva terhadap penderita obesitas di Puskesmas Medan Deli.

1.4.2 Manfaat praktis :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat serta sebagai informasi untuk program penyuluhan gigi dan mulut dalam usaha peningkatan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut dalam meningkatkan kualitas hidup terhadap penderita obesitas.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obesitas

Obesitas adalah masalah gizi berupa kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara jumlah energi yang masuk dengan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis seperti pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan.20 Mekanisme biologis peranan obesitas sebagai faktor resiko periodontitis diyakini diperankan oleh berbagai sitokin dan hormon yang merupakan turunan dari jaringan adiposa. Jaringan adiposa merupakan kompleks organ endokrin aktif yang mensekresi berbagai faktor imunomodulator yang berperan penting dalam mengatur metabolisme dan biologi vaskular.21 Jaringan adiposa mengandung beberapa sel seperti fibroblast, preadiposit, adiposity dan makrofag. Sel adiposit, preadiposit dan makrofag mensekresi lebih dari 50 molekul aktif yang dikenal sebagai adipokin.21

Kondisi rongga mulut yang tidak sehat secara tidak langsung berkontribusi terhadap timbulnya obesitas. Penyakit infeksi pada rongga mulut seperti karies, kelainan periapikal, gingivitis dan periodontitis menyebabkan gangguan kemampuan untuk mengunyah, sehingga kemungkinan untuk mengunyah makanan berserat dan bernutrisi tergantikan oleh makanan yang lebih lembut yang mengandung karbohidrat dan asam lemak jenuh sehingga memicu obesitas.22,23

2.1.1 Klasifikasi Obesitas Berdasarkan BMI

Penetapan suatu obesitas dengan menggunakan penghitungan dengan cara mengukur BMI (Body Mass Index). BMI untuk melihat status gizi pada orang dewasa yang berhubungan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan yang kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan yang lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit degeneratif. BMI merupakan

(22)

rasio berat badan dalam kilogram (kg) dengan kuadrat tinggi badan dalam milimeter (mm).2

Tabel 1. Indeks Body Mass Index (BMI)24

No BMI Klasifikasi

1. < 18,5 kg Underweight

2. 18,5 – 24,9 kg Normal

3. 25,0 – 29,9 kg Overweight

4. 30,0 – 34,9 Obesitas I

5. 35,0 – 39,9 Obesitas II

6. ≥ 40.0 Obesitas III

Mengingat bahwa ukuran badan orang Asia lebih kecil dibandingkan ras lain, maka WHO memberikan nilai indeks baru bagi daerah Asia-Pasifik. Pada orang Asia, BMI

≥ 25 kg/m2 sudah dianggap obesitas.25

Tabel 2. Klasifikasi BMI pada orang Asia25

Klasifikasi BMI (kg/m2)

Underweight < 18,5

Normal 18,5 – 22,9

Overweight ≥ 23

Beresiko Obesitas 23 – 24,9

Obesita I 25 – 29,9

Obesitas II ≥30

(23)

2.1.2 Faktor – Faktor Obesitas

Etiologi dari obesitas ada beberapa faktor yaitu:

1. Faktor genetik.

Genetik berperan dalam terjadinya obesitas. Bila ayah atau ibu memiliki kelebihan berat badan, hal ini dapat diturunkan pada anaknya. Dalam satu keluarga untuk menurunkan tidak hanya berbagi gen, tetapi juga makanan dan kebiasaan gaya hidup, yang bisa mendorong terjadinya obesitas. Seringkali sulit untuk memisahkan faktor gaya hidup dengan faktor genetik.26

2. Faktor lingkungan.

Gen merupakan faktor yang penting dalam berbagai kasus obesitas, tetapi lingkungan seseorang juga memegang peranan yang cukup berarti. Lingkungan ini termasuk perilaku/pola gaya hidup (misalnya apa yang dimakan dan berapa kali seseorang makan serta bagaimana aktivitasnya).2

3. Faktor psikis.

Apa yang ada di dalam pikiran seseorang bisa memengaruhi kebiasaan makannya. Banyak orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan makan.26

4. Faktor kesehatan.

Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, diantaranya:

A. Hipotiroidisme B. Sindroma Cushing C. Sindroma Prader-Willi

D. Beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan.2 5. Obat-obatan.

Obat-obat tertentu misalnya steroid dan beberapa anti-depresi bisa menyebabkan penambahan berat badan.2

6. Faktor perkembangan.

Penambahan ukuran atau jumlah sel-sel lemak (atau keduanya) menyebabkan bertambahnya jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Penderita obesitas, terutama

(24)

yang menjadi gemuk pada masa kanak-kanak, bisa memiliki sel lemak sampai 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Jumlah sel-sel lemak tidak dapat dikurangi, karena itu penurunan berat badan hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi jumlah lemak di dalam setiap sel.2

7. Aktivitas fisik.

Kurangnya aktivitas fisik kemungkinan merupakan salah satu penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas di tengah masyarakat yang makmur. Orang- orang yang tidak aktif memerlukan lebih sedikit kalori. Seseorang yang cenderung mengonsumsi makanan kaya lemak dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, akan mengalami obesitas.23

2.1.3 Indikator Obesitas

Secara klinis, obesitas dapat dengan mudah dikenali hanya dengan gejala klinisnya saja, seperti wajah yang membulat, pipi tembam, dagu yang rangkap, leher relatif pendek, perut membuncit disertai dinding perut yang berlipat.27 Pengukuran yang obyektif tetap diperlukan untuk menegakkan diagnosis obesitas. Salah satu indikator yang umum digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT) karena merupakan cara yang paling murah dan mudah. Indeks massa tubuh adalah perbandingan antara berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m). Interpretasi IMT dibedakan antara perempuan dan laki-laki, karena terdapat perbedaan persebaran lemak antara laki-laki dan perempuan.5

2.2 Kesehatan Gigi dan Mulut

Mulut adalah “cermin dari kesehatan gigi” dan tak hanya berperan sebagai pintu masuk makanan dan minuman, namun juga berperan penting dalam pencernaan, sebagai pintu masuk bakteri, dan komunikasi. Kebersihan mulut yang baik menggambarkan keadaan kesehatan umum yang baik, sebaliknya kebersihan mulut yang buruk menggambarkan kondisi kesehatan yang buruk pula. Sehingga kebersihan gigi dan mulut sangat penting untuk diperhatikan, kebersihan mulut yang tidak dipelihara dengan baik akan menimbulkan penyakit di rongga mulut. Penyakit

(25)

periodontal (seperti gingivitis dan periodontitis) dan karies gigi merupakan akibat kebersihan mulut yang buruk.28 Penyakit periodontal dan karies gigi merupakan penyakit di rongga mulut yang dapat menyebabkan hilangnya gigi secara patologis.28 Kebersihan mulut mempunyai peran penting di bidang kesehatan gigi, karena kebersihan gigi dan mulut yang buruk juga akan menimbulkan kerusakan dan menyebabkan timbulnya rasa sakit pada gigi, gangguan mengunyah dan menggangu kesehatan tubuh baik lokal maupun sistemik.29

Kesehatan gigi dan mulut Menurut World Health Organization (WHO) dalam The World Oral Health Raport menyatakan bahwa di Indonesia kurangnya menjaga kesehatan gigi dan mulut berakibat pada meningkatnya prevalensi kerusakan gigi yang mencapai 24% dan penduduk Indonesia yang menderita gangguan kesehatan gigi mencapai 90%.30 Selanjutnya bila ditinjau dari kelompok umur (WHO) penderita karies aktif terjadi peningkatan pula prevalensinya dari tahun 2007 ke tahun 2013, dengan peningkatan terbesar pada usia 12 tahun (13,7%) dan 65 tahun lebih (14,3%).

Karies gigi masih merupakan masalah utama dari sekian bayak masalah kesehatan gigi dan mulut di dunia, baik negara industri maupun negara-negara yang sedang berkembang, baik pada anak maupun dewasa.31

2.2.1 Plak

Plak adalah suatu lapisan tipis yang tidak berwarna terdiri dari kumpulan bakteri dan terbentuk pada permukaan gigi beberapa saat setelah gigi berkontak dengan saliva. Akumulasi bakteri ini terjadi melalui beberapa proses tahapan. Sesaat setelah permukaan gigi dibersihkan, maka akan terbentuk selaput tipis yang disebut pelikel di seluruh permukaan gigi. Pelikel mengandung glikoprotein yang berasal dari saliva dan cenderung untuk mengikat mikroorganisme tertentu karena sifatnya yang sangat lengket.32 Setelah 24 jam terpapar mikroorganisme, maka akan terbentuk sebuah koloni di pelikel. Selain koloni mikroorganisme, di pelikel juga terdapat karbohidrat dan unsur-unsur yang ada dalam saliva sehingga terbentuklah plak.33 Plak bukanlah suatu penyakit gigi tetapi bisa menjadi penyebab terjadinya penyakit gigi seperti karies dan penyakit jaringan periodontal serta penyakit gigi dan mulut lainnya. Plak pada

(26)

permukaan gigi sangat tipis sehingga tidak dapat dilihat dengan kasat mata, dan hanya bisa dilihat dengan bahan pewarna (disclosing solution).32

2.2.2 Debris

Debris adalah plak yang tebal dan jelas terlihat oleh mata. Debris lebih banyak mengandung sisa makanan yang berwarna putih kehijau-hijauan dan jingga, sedangkan plak lebih banyak mengandung mikroorganisme. Kebanyakan debris makanan akan segera mengalami liquifikasi oleh enzim bakteri dan bersih 5-30 menit setelah makan, tetapi ada kemungkinan sebagian masih tertinggal pada permukaan gigi dan membran mukosa. Aliran saliva, aksi mekanisme lidah, pipi, dan bibir serta bentuk dan susunan gigi dan rahang akan mempengaruhi kecepatan pembersihan sisa makanan.

Pembersihan ini dipercepat oleh proses pengunyahan dan viskositas ludah yang rendah.28,34

Debris memiliki derajat skor baik, sedang, dan buruk. Derajat skor indeks debris baik yaitu 0,0 – 0,6 , derajat skor indeks debris sedang yaitu 0,7 – 1,8 , dan derajat skor indeks debris buruk yaitu 1,9 – 3,0.56

2.2.3 Kalkulus

Kalkulus adalah endapan keras yang mirip karang dengan warna yang beragam akibat dari penumpukan plak. Kalkulus biasanya timbul pada daerah permukaan gigi yang sulit dibersihkan dan menjadi tempat melekatnya kuman-kuman didalam mulut.

Akibatnya bisa terjadi peradangan pada gusi, radang jaringan penyangga gigi serta bau mulut. Karena letaknya yang sulit dijangkau dan konsistensinya yang keras, kalkulus tidak bisa dibersihkan hanya dengan menyikat gigi atau berkumur saja.35

Berdasarkan hubungannya terhadap margin gingiva, kalkulus dikelompokkan menjadi supragingiva dan subgingiva. Kalkulus supragingiva adalah kalkulus yang melekat pada permukaan mahkota gigi mulai puncak margin gingiva dan dapat dilihat.

Kalkulus ini berwarna putih kekuning-kuningan, konsentrasinya keras seperti batu tanah liat dan mudah dilepaskan dari permukaan gigi dengan skeler. Warna kalkulus dapat dipengaruhi oleh pigmen sisa makanan atau dari merokok. Kalkulus subgingiva

(27)

adalah kalkulus yang berada dibawah batas margin gingiva, biasanya pada daerah saku gusi dan tidak dapat terlihat pada waktu pemeriksaan. Untuk menentukan lokasi dan perluasan maka yang harus dilakukan yaitu probing dengan eksplorer dan dan dilakukan oleh orang yang ahli.28

Kalkulus memiliki derajat skor baik, sedang, dan buruk. Derajat skor indeks kalkulus baik yaitu 0,0 – 0,6 , derajat skor indeks kalkulus sedang yaitu 0,7 – 1,8 , dan derajat skor indeks kalkulus buruk yaitu 1,9 – 3,0.56

2.2.4 Faktor Sistemik 2.2.4.1 Diabetes Melitus

faktor sistemik juga sebagai penyebab penyakit periodontal diantaranya diabetes mellitus (DM) yang dapat mengakibatkan meningkatnya karies gigi dan memperberat gingivitis maupun penyakit periodontal.36 Menurut American Diabetes Association (ADA), seseorang didiagnosa menderita DM yaitu bila kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL.37 Penyakit DM dapat menimbulkan beberapa manifestasi didalam rongga mulut diantaranya adalah terjadinya xerostomia dan periodontitis yang ditandai dengan kehilangan perlekatan serta resorpsi tulang alveolar.36

2.2.4.2 Penuaan

Selain diabetes melitus, kerusakan jaringan periodontal meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Proses penuaan juga merupakan salah satu faktor sistemik yang mempengaruhi respon tubuh terhadap terjadinya penyakit periodontal.38 World Health Organization (WHO) membagi usia penuaan menjadi empat, yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.39 Perubahan degeneratif terkait proses penuaan dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit periodontal. Attachment loss dan bone loss dapat terjadi akibat seringnya terpapar faktor resiko lainnya selama hidup. Perubahan-perubahan terkait proses penuaan seperti pemakaian obat, penurunan fungsi imun, perubahan status nutrisi, serta faktor- faktor resiko lainnya juga meningkatkan kerentanan terhadap penyakit periodontal.40

(28)

Penyakit periodontal juga lebih beresiko pada wanita yang memasuki pascamenopause.41 Usia terjadinya menopause antara 45 sampai 55 tahun.42 Pada wanita pascamenopause, hormon estrogen dan progesteron akan berhenti diproduksi.41 Hormon estrogen dimediasi oleh dua subtipe reseptor estrogen yaitu, reseptor α dan reseptor β. Hanya hormon estrogen β yang berperan dalam pertumbuhan sel epitel mukosa mulut, kelenjar saliva, dan gingival.42 Menurunya hormon estrogen mempengaruhi proses maturisasi (pematangan sel) yang dapat menyebabkan penipisan dan atropi epitel sehingga mudah terjadi iritasi.42,43 Hormon estrogen juga berperan penting dalam menjaga homeostatis tulang termasuk pada tulang rahang.41 Oleh karena itu, pada wanita pascamenopause akan terjadi penurunan densitas tulang rahang, serta membuat jaringan periodontal lebih rentan terhadap penyakit.38,43

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Gigi dan Mulut

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kebersihan gigi dan mulut, yaitu:

1. Asupan Makanan

Karbohidrat memiliki peran penting dalam pembentukan plak. Senyawa karbohidrat menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi mikroorganisme dan sintesa polisakarida ekstra sel. Walaupun demikian, tidak semua karbohidrat memiliki efek yang sama, hanya karbohidrat dengan berat molekul rendah seperti gula yang membahayakan kesehatan gigi dan mulut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budisuari dan Mukjarab, diketahui bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan manis dapat meningkatkan risiko karies gigi sebesar 1,157 kali dibanding individu yang tidak mempunyai kebiasaan mengkonsumsi makanan manis.

Makanan yang mengandung tinggi serat seperti buah-buahan dan sayur sangat baik untuk kesehatan gigi dan mulut serta kesehatan tubuh secara keselurahan, karena makanan berserat perlu dikunyah lebih lama, sehingga merangsang pengeluaran saliva lebih banyak dan secara tidak langsung dapat membersihkan sisa makanan yang melekat di permukaan gigi.33,44

(29)

2. Kebiasaan Menyikat Gigi

Hal yang harus diperhatikan dalam menyikat gigi adalah cara menyikat gigi yang baik dan benar, jangan sampai merusak struktur gigi. Masih banyak masyarakat di Indonesia yang tidak mengetahui bagaimana cara menyikat gigi yang baik dan benar sehingga banyak mengakibatkan kerusakan pada gigi. Sikat gigi yang digunakan harus memiliki bulu sikat yang lunak dan pada saat menggosok gigi dimulai dari arahgusi ke gigi. Hal tersebut tidak hanya berfungsi untuk menghilangkan plak, namun juga berfungsi untuk melancarkan peredaran darah pada gusi.31

Waktu yang tepat untuk menyikat gigi adalah pagi hari setelah makan dan malam hari sebelum tidur, bukan pagi hari saat mandi ataupun pada saat mandi sore.

Individu yang tidak menggosok gigi setelah makan pagi cenderungan lebih tinggi mengalami karies gigi dibandingkan dengan individu yang menggosok gigi setelah makan pagi.45

3. Susunan Gigi

Susunan gigi yang berjejal (crowding) dan saling tumpang tindih (over lapping) memiliki banyak daerah yang sulit dibersihkan, sehingga meningkatkan risiko karies gigi. Selain itu, ada beberapa tempat yang menyebabkan plak mudah menempel seperti permukaan gigi dengan kontur tepi yang buruk dan permukaan oklusal gigi. Gigi yang berjejal umumnya dijumpai pada gigi seri akibat dari tidak seimbangnya ukuran rahang dan ukuran gigi geligi.33

4. Komposi dan Sekresi Saliva

Saliva adalah cairan jernih, bersifat basa dan agak kental yang dihasilkan oleh glandula-glandula yang ada di mulut dan berperan dalam kesehatan gigi dan mulut.

Saliva merupakan pertahanan alami dalam melindungi gigi dan mulut dari berbagai penyakit, jumlah dan kandungan yang terdapat didalam saliva sangat menentukan bagi kesehatan gigi dan mulut. Laju aliran saliva normal yang distimulasi pada orang dewasa adalah 1-3 ml/menit dan 0,25-0,35 ml/menit tanpa adanya stimulasi. Laju

(30)

aliran saliva terendah adalah 0,7-1 ml/menit dan 0,1-0,25 ml/menit pada keadaan tanpa stimulasi. Pada keadaan hiposalivasi laju aliran saliva 0,7 ml/menit lebih rendah pada keadaan stimulasi dan dibawah 0,1 ml/menit pada keadaan tanpa stimulasi. Saliva mengandung kalsium dan fosfat, kedua zat tersebut jumlahnya sangat penting dalam proses demineralisasi dan remineralisasi, sehingga menentukan apakah suatu lesi karies akan berlanjut atau tidak. Beberapa fungsi penting saliva dalam menentukan kesehatan gigi dan mulut adalah sebagai berikut:

A. Sebagai lubrikan yang melindungi permukaan mulut baik mukosa maupun permukaan gigi dari iritasi mekanis, kimiawi maupun termal.

B. Penyangga (buffer) yang berfungsi menurunkan tingkat keasaman didalam mulut baik oleh karena makanan asam maupun asam yang dihasilkan oleh mikroorganisme sehingga mengurangi proses demineralisasi.

C. Membersihkan sisa-sisa makanan yang ada didalam mulut.

D. Antimikroba dan agregasi sel-sel bakteri.49

2.2.6 Penyakit Akibat Kesehatan Gigi dan Mulut yang Buruk 1.Karies Gigi

Karies gigi merupakan kerusakan jaringan keras yang diakibatkan oleh asam yang ada didalam karbohidrat melalui perantara mikroorganisme yang ada dalam saliva.Karies gigi terjadi akibat proses demineralisasi permukaan gigi yang disebabkan oleh empat faktor. Empat faktor utama dalam pembentukan karies adalah gigi dan saliva, mikroorganisme, substrat dan waktu. Karies tidak akan terbentuk apabila tidak terdapat bakteri. Bakteri mengeluarkan asam yang pada periode waktu tertentu dapat menghancurkan email dan menyebabkan gigi berlubang. Substrat merupakan sumber bahan baku utama pembuatan asam oleh bakteri. Waktu menentukan kecepatan terbentuknya karies serta lama dan frekuensi substrat menempel di permukaan gigi, semakin lama substrat menempel di permukaan gigi, maka karies yang terbentuk akan semakin banyak. Gigi berlubang yang tidak ditambal akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan saraf, sehingga menyebabkan abses pada gigi.46,47

(31)

2. Gingivitis

Gingivitis merupakan suatu peradangan yang disebabkan oleh akumulasi plak dan bakteri di dalam gusi. Hal ini terjadi karena penumpukan plak di sekitar gusi yang tidak terjangkau oleh sikat gigi, plak tersebut lama kelamaan akan menjadi kalkulus yang mengandung banyak mikroorganisme. Bakteri pada kalkulus tersebut akan mengeluarkan toksin yang menyebabkan epitel gingival mengalami degenerasi dan terjadi inflamasi jaringan ikat dibawahnya.48

2.3 Saliva

Saliva merupakan cairan oral yang kompleks dari kelenjar saliva mayor dan kelenjar saliva minor yang dikeluarkan dari rongga mulut. Kelenjar saliva mayor mengeluarkan saliva melalui 3 duktus, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submmandibularis, dan kelenjar sublingual (Gambar 1). Kelenjar saliva minor tidak memiliki jaringan duktus yang mengalirkan ludah. Kelenjar saliva minor terdiri dari beberapa regio seperti bukal, lingual, labial dan palatal dan dapat dijumpai pada ujung superior tonsil, tonsillar pillar, dasar lidah, sinus paranasal, laring, trakea dan bronki.49,50

Gambar 1.Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, Kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis.49

Sekresi saliva bersifat protektif karena memelihara jaringan oral dalam keadaan fisiologis. Pengaruh saliva terhadap plak adalah melalui :

a. Aksi pembersihan mekanis terhadap permukaan oral

(32)

b. Menjadi buffer bagi asam yang diproduksi bakteri c. Mengontrol aktivitas bacterial.8,49

2.4 Laju Aliran Saliva

Laju aliran saliva merupakan suatu parameter yang menggambarkan normal, rendah dan sangat rendahnya aliran saliva yang dinyatakan dalam satuan ml/menit.8 Terdapat 3 jenis pemicu atau rangsangan yang spesifik untuk sekresi saliva yaitu mekanik seperti pada saat mengunyah, gustatory seperti rangsangan asam dan manis dan penciuman seperti stimulus. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sekresi saliva yaitu faktor psikis seperti nyeri, jenis obat, dan berbagai penyakit lokal atau sistemik yang mempengaruhi kelenjar itu sendiri.Laju aliran saliva normal yang distimulasi pada orang dewasa adalah 1-3 ml/menit dan 0,25-0,35 ml/menit tanpa adanya stimulasi.Laju aliran saliva terendah adalah 0,7-1 ml/menit dan 0,1-0,25 ml/menit pada keadaan tanpa stimulasi. Pada keadaan hiposalivasi laju aliran saliva 0,7 ml/menit lebih rendah pada keadaan stimulasi dan dibawah 0,1 ml/menit pada keadaan tanpa stimulasi.49

Penurunan laju aliran saliva akan menurunkan kapasitas buffer sehingga akan mengubah pH saliva menjadi asam, hal ini disebabakan komponen bikarbonat dalam saliva yang bergantung pada laju aliran saliva. Konsentrasi bikarbonat merupakan sistem penyangga paling penting, bikarbonat berdifusi ke dalam plak dan berperan sebagai penyangga untuk menetralkan asam yang dihasilkan oleh plak. Adanya laju aliran saliva yang rendah selain menyebabkan pH saliva menjadi asam juga akan memudahkan pertumbuhan bakteri asidogenik penyebab karies berupa Lactobacilus dan Streptococcus mutans bertambah.10,51

Penelitian yang dilakukan Yas dan Flink dkk pada orang dewasa menunjukkan terdapat penurunan laju aliran saliva pada subjek obesitas dan berat badan berlebih yang dikarenakan terdapat penumpukan adiposa pada parenkim kelenjar parotid sehingga menyebabkan duktus dan asini yang berada pada parenkim kelenjar saliva menjadi mengecil dan mengakibatkan aliran saliva menjadi menurun. Pada individu obesitas selain memiliki adiposa yang tinggi, juga memiliki kadar makrofag yang

(33)

tinggi. Makrofag akan memicu produksi sel-sel inflamatori seperti leptin dan IL-1Ra yang akan mempermudah terjadinya proses inflamasi. Proses inflamasi pada individu obesitas terjadi terus menerus sehingga dapat merusak jaringan parenkim kelenjar saliva yang berisi elemen sekretori berupa asinus yang merupakan sekretori yang mengeluarkan sekret dan duktus sekretori yang akan menyalurkan sekret menjadi terganggu dan mengakibatkan laju aliran saliva menurun.8,52

2.5 Metode Pengumpulan Saliva

Laju aliran saliva memberi informasi untuk tujuan diagnostik dan penelitian.

Pengukuran laju aliran saliva sebaiknya diambil saat pagi menjelang siang karena volume saliva akan meningkat maksimal dan tidak ada perubahan komposisi saliva di waktu tersebut sehingga lebih akurat. Metode pengukuran laju alir saliva yaitu:53

a. Passive Drool

Saliva dibiarkan mengalir dari mulut ke dalam tube tes preweight atau silinder dalam satu waktu. (Gambar. 2)

Gambar 2. Passive droll.54 b. Metode Spitting

Pasien mengumpulkan ludah dalam mulut dan kemudian dikeluarkan ke silinder preweight yang diukur sampai waktu 60 detik dalam waktu 2-5 menit.

(34)

c. Metode Suction

Menggunakan suatu asporator atau saliva ejektor untuk mengalirkan ludah darimulut kedalam suatu tube tes dalam waktu tertentu

d. Metode Absorbent

Menggunakan suatu gauze sponge (spons) yang diletakkan dimulut pasien dalam waktu tertentu. Sesudah pengumpulan, spons ditimbang lagi dan volume saliva ditetapkan secara gravimetrical.53

2.6 Oral Hygiene Index Simplified

Untuk menilai kebersihan gigi-mulut menurut WHO, digunakan indeks OHIS (Oral Hygiene Indeks Simplified). Tujuan dari Oral Hygiene Index adalah untuk mengembangkan suatu teknik pengukuran yang bisa digunakan untuk mempelajari epidemiologi dari penyakit periodontal, dan kalkulus, untuk menilai hasil dari cara sikat gigi, menilai kegiatan kesehatan gigi dari masyarakat, serta menilai efek segera dan jangka panjang dari program pendidikan kesehatan gigi.55

Oral hygiene index adalah indeks yang digunakan untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut dinilai dari debris dan kalkulus yang menutupi permukaan gigi pada 12 gigi yang telah ditentukan. Greene dan Vermillion menyadari tidak diperlukannya menilai semua gigi maka diperkenalkan suatu metodepenilaian yang baru yaitu oral hygiene index simplified. Pada metode ini gigi yang diperiksa hanya 6 gigi, kemudian indeks debris dan indeks kalkulusnya dijumlahkan. Keenam gigi tersebut adalah permukaan labial incisivus sentral kanan atas dan kiri bawah, permukaan bukal molar satu kanan atas dan satu kiri atas, terakhir permukaan lingual molar satu kiri bawah dan kanan bawah.56

(35)

Gambar 3. Pemilihan permukaan gigi yang di periksa.

Derajat indeks debris didapatkan dari penjumlahan skor debris dari tiap gigi dibagi oleh jumlah gigi yang diperiksa. Derajat indeks kalkulus didapatkan dari penjumlahan skor kalkulus dari setiap permukaan gigi dibagi jumlah gigi yang diperiksa.57

Penilaian derajat kebersihan mulut dihubungkan dengan skor OHI-S adalah sebagai berikut:57

Baik : 0,0 - 1,2 Sedang : 1,3 - 3,0 Buruk : 3,1- 6,0

2.7 Hubungan Obesitas dengan Oral Hygiene Index Simplified

Penelitian mengenai hubungan obesitas dengan OHIS dilakukan oleh Mozaffari dkk., mereka melakukan penelitian eksperimental di Indianapolis, Indiana pada tikus Zucker jantan obesitas dan tikus jantan kurus sebagai kelompok kontrol yang diberi asupan diet nonkariogenik.58 Kelenjar saliva diamati dengan Micro Computed Tomography (Micro-CT) selama 6 minggu sampai 6 bulan.Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Mozaffari menunjukkan bahwa tikus Zucker obesitas memiliki lebih banyak lemak di kelenjar saliva dibandingkan kelompok kontrol. Penurunan laju aliran saliva disebabkan oleh deposit lemak di sekitar kelenjar saliva. Penumpukan lemak tersebut memicu produksi sitokin yang mempengaruhi abnormalitas fungsi kelenjar saliva sehingga laju alir saliva berkurang. Hal ini didukung oleh penelitian

(36)

Modeerdkk., yang menyatakan bahwa pada individu obesitas terjadi peningkatan jumlah adypocytes di jaringan parenkim kelenjar saliva. Proinflammatory cytokines yang berasal dari adipocyte dan makrofag menumpuk di jaringan adiposa. Hal ini akan menyebabkan chronic low-grade inflammation yang mempengaruhi fungsi kelenjar saliva. Sehingga laju alir saliva pun menurun dan menyebabkan oral hygiene nya buruk.59

(37)

2.8 Kerangka teori

Obesitas

Adiposa

Sitokin

Menimbulkan chronic low grade inflamation pada

kelenjar saliva

Skor OHIS Kebersihan mulut buruk

Saliva

(38)

2.9 Kerangka konsep

Variabel Bebas Obesitas

Variabel Terikat - Oral Hygiene

Index Simplified - Laju alir saliva

(39)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui kondisi kebersihan mulut dan laju alir saliva pada penderita obesitas di Puskesmas Medan Deli.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitan

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Deli.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16 April 2019 sampai 02 Mei 2019.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah penderita obesitas di Puskesmas Medan Deli.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian ini adalah penderita obesitas di Puskesmas Medan Deli yang memenuhi kriteria inklusi. Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling yaitu sampel dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh sampel yang memiliki karakteristik yang dikehendaki dalam pengambilan sampel.

3.3.2.1 Besar Sampel

Untuk mendapatkan besar sampel digunakan rumus sebagai berikut:

N= Zα 2.P.Q

d 2

(40)

Keterangan :

Zα = Derajat kepercayaan (95%), maka Zα= 1,96

P = Proporsi =27% (Profil Kesehatan Kota Medan, 2016) Q = 1- P=73%

d = Perbedaan proporsi yang diharapkan = 18% = 0,18

N= (1,96)2 . 0,27 . 0,73 0,0324

=23,36 =25

Maka jumlah sampel yang dibutuhankan dalam penelitian ini adalah 25 sampel.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Penderita obesitas (BMI ≥ 25 kg/m2)

2. Terdapat gigi indeks yang akan dilakukan pemeriksaan (16, 11, 26, 36, 31, 46) 3. Usia 18-60 tahun

4. Bersedia menjalani pemeriksaan dan menandatangani informed consent

3.4.2 Kriteria Ekslusi

1. Pasien yang pernah melakukan perawatan periodontal < 3 bulan terakhir.

2. Penyakit DM

3. Ibu hamil atau menyusui 4. Wanita menopause

5. Mengkonsumsi obat steroid dan antibiotik 3.5 Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas Penderita obesitas

(41)

3.5.2 Variabel Terikat

1. Oral Hygiene Index Simplified 2.Laju aliran saliva

3.6 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

1. Penderita Obesitas

Penderita yang mengalami

kelebihan berat badan dengan BMI

≥ 25 kg/m2

Timbangan terkalibrasi

Kg/m2 Numerik

2. Oral Hygiene Index

Simplified oleh Green dan Vermillion

Indeks yang digunakan untuk menilai kondisi kebersihan gigi dan mulut dari debris dan kalkulus

Kaca mulut dan sonde berbentuk sabit

Skor Indeks Debris

Kategorik

3. Laju alir saliva

Jumlah alir saliva yang terkumpul selama 1 menit

Metode Drooling

ml/menit Numerik

3.7 Sarana Penelitian 3.7.1 Alat penelitian 1. Kaca mulut 2. Sonde 3. Pinset 4. Nirbeken

5. Pot penampung saliva dan corong

(42)

6. Timbangan terkalibrasikan 7. Glukometer

8. Stopwatch 9. Masker

10. Sarung tangan 11. Alat tulis

3.7.2 Bahan Penelitian 1. Tisu

2. Kapas

3. Alkohol 70%

4. Aquades 5. Dettol

6. Hand sanitizer

Gambar 4. Alat Penelitian: A. Timbangan terkalibrasi B. Kaca mulut, sonde, pinset

C. Pot penampung saliva dan corong D. Glukometer

(43)

3.8 Prosedur penelitian

Seluruh pasien yang datang ke Puskesmas Medan Deli dengan ciri-ciri obesitas diminta untuk melakukan pengobatannya terlebih dahulu ke dokter yang ingin pasien kunjungi. Setelah pengobatan selesai, pasien diarahkan untuk kembali ke ruangan pendaftaran untuk diukur indeks massa tubuhnya dengan timbangan terkalibrasikan.

Apabila indeks massa tubuh pasien termasuk kedalam klasifikasi obesitas (BMI ≥ 25 kg/m2), pasien diukur kadar glukosa darah sewaktunya menggunakan glukometer. Jika pasien tidak menderita diabetes (glukosa darah sewaktu < 200 mg/dL), maka pasien diberi lembaran kuesioner. Setelah selesai mengisi lembaran kuesioner dan pasien memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian pasien diberi penjelasan mengenai prosedur penelitian yang akan dilakukan. Jika pasien setuju untuk dilakukan penelitian, pasien diberi lembar informed consent dan ditandatangani. Kemudian pasien dibawa ke poli gigi dan dilakukan pemeriksaan indeks OHIS dan laju alir saliva.

Laju aliran saliva diperiksa dengan metode passive drool dalam ml selama 1 menit.

Metode passive drool, yaitu dengan cara mengalirkan saliva secara pasif dari mulut kedalam pot penampung saliva. Sampel diminta untuk duduk tegak di kursi, kepala harus sedikit menunduk dan mulut harus tetap terbuka. Saliva dibiarkan mengalir pada pot penampung saliva melalui corong. Pada akhir pengumpulan saliva, sisa saliva pada mulut harus diludahkan ke dalam pot penampung saliva kemudian peneliti mencatat volume saliva tersebut.

Pemeriksaan indeks OHIS dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan sonde berbentuk sabit dengan menggunakan indeks OHIS. Pemeriksaan dilakukan pada 6 gigi indeks yaitu 16, 11, 26, 36, 31, 46 (Greene dan Vermillion). Bila gigi indeks yang akan diperiksa tidak erupsi, mengalami karies yang besar atau sudah dicabut maka digunakan gigi sebelahnya. Pemberian skor dilakukan pada daerah vestibular dan oral gigi indeks.

Kriteria skor Indeks Debris dan Kalkulus ditunjukkan pada tabel 3 dan tabel 4.

(44)

Gambar 5. Prosedur penelitian: A. Pengukuran Body Mass Index B. Pemeriksaan kadar gula darah

C. Pengukuran laju aliran saliva D. Pemeriksaan Indeks Debris dan Kalkulus

Kriteria penilaian Indeks Debris adalah seperti dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria skor Indeks Debris

Indeks Debris Skor

Tidak dijumpai debris atau stein 0

Adanya debris lunak menutupi tidak >1/3 permukaan gigi atau adanya stein (bercak) ekstrinsik tanpa debris dengan tidak memperhitungkan perluasannya.

1

Adanya debris lunak menutupi >1/3 tetapi belum sampai 2/3

permukaan gigi. 2

Adanya debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi. 3

Skor debris bagi subjek dihitung dengan membagi jumlah skor debris dari semua gigi dengan jumlah gigi yang diperiksa dikali dua permukaan (vesribular dan

(45)

oral) atau dapat dirumuskan sebagai berikut:

Skor debris = Jumlah skor debris semua gigi yang diperiksa Jumlah gigi yang diperiksa x 2 permukaan

Kriteria penilaian indeks kalkulus adalah seperti pada Tabel4.

Table 4. Kriteria skor Indeks Kalkulus

Indeks Kalkulus Skor

Tidak dijumpai kalkulus. 0

Adanya kalkulus supragingiva menutupi >1/3 permukaan gigi. 1 Adanya kalkulus supragingiva menutupi >1/3 tetapi belum melewati

2/3 permukaan gigi atau ada flek-flek kalkulus sub-gingiva sekeliling serviks gigi atau kedua-duanya.

2

Adanya kalkulus supragingiva menutupi >2/3 permukaan gigi atau

kalkulus sub-gingiva mengelilingi serviks gigi atau kedua-duanya. 3

Skor kalkulus = Jumlah skor kalkulus semua gigi yang diperiksa Jumlah gigi yang diperiksa x 2 permukaan

Tabel 5. Penilaian derajat kebersihan mulut dihubungkan dengan skor OHI-S.

Derajat kebersihan

mulut Skor OHIS

Baik 0,0 -1,2

Sedang 1,3 – 3,0

Buruk 3,1 – 6,0

OHIS merupakan hasil perjumlahan indeks debris dan indeks kalkulus.

(46)

3.9 Skema alur penelitian

Skema alur penelitian yang akan dilakukan:

Ethical Clearance

Sampel penelitian diukur indeks massa tubuhnya dengan timbangan terkalibrasikan

Meminta kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian dengan memberikan lembar persetujuan penelitian

(informed consent) dan ditandatangani

Memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada subjek melalui kuesioner

Melakukan pemeriksaan terhadap gigi yang dijadikan indeks untuk menilai kondisi kebersihan mulut dan laju alir

saliva dengan menggunakan metode passive drool

Pencatatan hasil pemeriksaan

Analisis data

Melakukan pengukuran kadar gula darah kepada subjek

Memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada subjek melalui kuesioner

Meminta kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian dengan memberikan lembar persetujuan penelitian

(informed consent) dan ditandatangani

(47)

3.10 Analisis data

Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan program komputer. Analisis yang digunakan adalah analisis data deskriptif, dengan hasil berupa persentase.

(48)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kebersihan mulut dan laju aliran saliva pada penderita obesitas di Puskesmas Medan Deli. Subjek penelitian adalah penderita obesitas yang melakukan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas dengan jumlah 25 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner dan dari hasil pemeriksaan klinis. Hasil pemeriksaan kemudian dikumpulkan dan dicatat, serta dilakukan pengolahan data. Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel berikut.

4.1 Data Demografi Subjek Penelitian

Data demografi subjek penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Data demografi subjek penelitian

Variabel n=25 (%) Jenis Kelamin

Laki-laki 8 32

Perempuan 17 68

Usia

32 tahun - 46 tahun 11 44

47 tahun - 60 tahun 14 56

Pendidikan Terakhir

SD 1 4

SMP 6 24

SMU 6 24

Perguruan tinggi 12 48

Pekerjaan

PNS 10 40

Guru 1 4

Non PNS 1 4

Pensiunan PNS 1 4

Ibu rumah tangga 6 24

Wiraswasta 6 24

(49)

Berdasarkan tabel 6, menunjukkan bahwa subjek penelitian berjumlah 25 orang penderita obesitas. Subjek terdiri dari laki-laki 8 orang (32%) dan perempuan 17 orang (68%). Berdasarkan kelompok usia, yang terbanyak adalah kelompok usia 47-60 tahun (56%) dan yang paling sedikit berada pada usia 32-46 tahun (44 %).

Mayoritas pendidikan terakhir subjek adalah perguruan tinggi (48%) dan sebagian besar berprofesi sebagai PNS (40%).

Tabel 7. Data demografis subjek penelitian berdasarkan obesitas

Variabel Obesitas I Obesitas II n=8 n=17 Jenis kelamin

Laki-laki 4 (50%) 4 (23,5%) Perempuan 4 (50%) 13 (76,5%) Usia

32-46 tahun 3 (37,5%) 8 (47,1%) 47-60 tahun 5 (62,5%) 9 (52,9%)

Berdasarkan tabel 7, terlihat bahwa subjek penelitian ini lebih banyak obesitas II dibandingkan obesitas I.

4.2 Data Perilaku Higiene Oral 8. Data perilaku higiene oral subjek penelitian

Variabel n=25 (%) Frekuensi menyikat gigi

1 kali sehari 4 16 2 kali sehari 15 60

> 2 kali sehari 6 24 Waktu menyikat gigi

Pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur 8 32 Pagi dan sore 7 28 Pagi, sore dan malam 6 24 Pagi saja 4 16

(50)

Berdasarkan tabel 8, menunjukkan bahwa sebanyak (60%) subjek menyikat gigi dua kali sehari. Waktu yang paling banyak digunakan untuk menyikat gigi yaitu pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur (32%).

4.3 Data Riwayat Dental

Tabel 9. Data riwayat dental subjek penelitian

Variabel n=25 (%) Kunjungan ke dokter gigi

3-6 bulan 7 28

>6 bulan 10 40

Tidak pernah 8 32

Perawatan ke dokter gigi dalam kunjungan terakhir

Pencabutan gigi 6 24

Pembersihan karang gigi 5 20

Penambalan 4 16

Perawatan Orto 1 4

Konsultasi 1 4

Tidak pernah 8 32

Berdasarkan tabel 9, sebagian besar subjek berkunjung ke dokter gigi lebih dari 6 bulan yang lalu (40%). Mayoritas subjek (32%) tidak pernah melakukan perawatan ke dokter gigi dan hanya (20%) yang melakukan pembersihan karang gigi ke dokter gigi dalam kunjungan terakhir.

4.4 Laju Aliran Saliva

Tabel 10. Laju Aliran Saliva berdasarkan Obesitas dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Laju Aliran Saliva berdasarkan Obesitas

Laju aliran saliva

Normal Hiposalivasi (0,25- 0,35 ml/menit) (≤ 0,1 ml/menit) n=10 n=15

Obesitas I 4 (50%) 4 (50%)

Obesitas II 6 (35,3%) 11 (64,7%)

(51)

Berdasarkan tabel 10, diperoleh data bahwa pada obesitas I memiliki laju aliran saliva normal (50%) dan hiposalivasi (50%). Pada obesitas II mayoritas subjek memiliki laju aliran saliva yang hiposalivasi (64,7%).

4.5 Distribusi Indeks Debris berdasarkan Obesitas

Distribusi Indeks Debris berdasarkan Obesitas dapat dilihat pada tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Indeks Debris berdasarkan Obesitas

Derajat Indeks Debris Obesitas I Obesitas II n=8 n=17

Baik 1 (12,5%) 2 (11,8%)

Sedang 4 (50%) 7 (41,2%) Buruk 3 (37,5%) 8 (47%)

Berdasarkan tabel 11, diperoleh data bahwa pada obesitas obesitas I lebih banyak terdapat subjek yang memiliki derajat indeks debris sedang. Sedangkan pada obesitas II lebih banyak terdapat subjek yang memiliki derajat indeks debris buruk.

4.6 Distribusi Indeks Kalkulus berdasarkan Obesitas

Distribusi Indeks kalkulus berdasarkan obesitas dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Distribusi Indeks Kalkulus berdasarkan obesitas

Derajat Indeks Kalkulus Obesitas I Obesitas II n=8 n=17

Baik 0 (0%) 1 (5,9%)

Sedang 6 (75%) 6 (35,3%)

Buruk 2 (25%) 10 (58,8%)

(52)

Berdasarkan tabel 12, pada obesitas I menunjukkan lebih banyak subjek yang memiliki derajat indeks kalkulus sedang. Sedangkan pada obesitas II menunjukkan lebih banyak subjek yang memiliki derajat indeks kalkulus buruk.

4.8 Distribusi Indeks Debris dan Indeks Kalkulus (OHIS) berdasarkan Obesitas

Distribusi Indeks Debris dan Indeks Kalkulus (OHIS) berdasarkan Obesitas dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Distribusi Indeks Debris dan Indeks Kalkulus (OHIS) berdasarkan Obesitas

Skor OHIS Derajat kebersihan mulut Obesitas I Obesitas II n=8 n=17 0,0-1,2 Baik 0 (0%) 1 (5,9%) 1,3-3,0 Sedang 4 (50%) 6 (35,3%) 3,1-6,0 Buruk 4 (50%) 10 (58,8%)

Berdasarkan tabel 13, pada obesitas I menunjukkan subjek memiliki derajat OHIS sedang (50%) dan buruk (50%). Sedangkan pada obesitas II menunjukkan lebih banyak subjek yang memiliki derajat OHIS buruk (58,8%).

(53)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 25 subjek obesita di Puskesmas Medan Deli.

Subjek dikelompokkan menjadi obesitas I dan obesitas II, berdasarkan klasifikasi BMI oleh WHO pada orang Asia. Obesitas I memiliki BMI 25-29,9 kg/m2 dan obesitas II ≥ 30kg/m2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada obesitas II lebih banyak subjek memiliki kondisi kebersihan mulut yang buruk dengan laju aliran saliva mayoritas subjek mengalami hiposalivasi. Pada obesitas I subjek memiliki kondisi kebersihan mulut buruk dan sedang dengan laju aliran saliva mengalami hiposalivasi dan normal.

Penelitian yang dilakukan oleh Sede MA dkk., pada tahun 2018 menunjukkan bahwa obesitas memiliki OHIS buruk. Pada obesitas I lebih banyak memiliki OHIS dengan derajat buruk dibandingkan obesitas II.7

Penelitian yang dilakukan oleh Fajrin Nurul dkk., pada tahun 2015 menunjukkan bahwa semakin bertambah BMI maka laju aliran saliva akan semakin rendah. Pada BMI normal weight rata-rata laju aliran saliva ± 0,13 ml/menit.

Sedangkan pada BMI obesity rata-rata laju aliran saliva adalah ± 0,04 ml/menit. Setiap penambahan 1 BMI maka akan menurunkan laju aliran saliva sebanyak 0,008 ml/menit.59

Penelitian yang dilakukan Fernanda V dkk., pada tahun 2018 menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara Indeks Massa Tubuh dengan laju aliran saliva. Hubungan antara Indeks Massa Tubuh dengan laju aliran saliva adalah semakin besar Indeks Massa Tubuh maka akan semakin rendah laju aliran saliva. Laju aliran saliva bernilai normal pada subjek dengan Indeks Massa Tubuh kategori underweight dan normal, dan menurun pada kategori berat badan lebih dan obesitas. Subjek dengan kategori obesitas memiliki nilai laju aliran saliva yang paling rendah dibandingkan dengan tiga kategori Indeks Massa Tubuh lainnya.19

Penelitian yang dilakukan Baydaa dkk., pada tahun 2011 menunjukkan bahwa terdapat penurunan laju aliran saliva yang signifikan pada subjek obesitas dibandingkan dengan non obesitas. Rata-rata laju aliran saliva pada subjek non obesitas adalah 0,48±0,25 ml/menit, sedangkan rata-rata laju aliran saliva pada subjek

Gambar

Tabel 1. Indeks Body Mass Index (BMI) 24
Gambar 1.Kelenjar saliva mayor terdiri dari kelenjar parotis, Kelenjar  submandibularis dan kelenjar sublingualis
Gambar 2. Passive droll. 54  b.  Metode Spitting
Gambar 3. Pemilihan permukaan gigi yang di periksa.
+4

Referensi

Dokumen terkait

11 AOŠVIŠ, Spomenica za nižu pučku školu u Višnjici.. Baueru, da nije služio mise na državne blagdane. prosinca bio obvezan služiti misu Zahvalnicu, a na kraljev

(1) Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam pasal 55 ke-2 berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, dan kejahatan itu

Forbes ialah sebuah syarikat penerbitan dan media Amerika Syarikat yang terkenal dengan majalah dwimingguan tersohornya, iaitu majalah Forbes. Pesaing utamanya dalam

Sesuai apa yang di sampaikan dalam penelitian terdahulunya yang di kemukakan oleh Rinestaelisa (2008) tipe pola asuh demokratis merupakan tipe pola asuh

Menuurt ibnu (2002:19) “bahan rujukan yang dimasukkan dalam daftar rujukan hanya yang benar-benar dirujuk dalam tubuh artikel dan sebaliknya semua rujukan yang telah disebutkan

Puji syukur penulis ucapkan untuk kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan nikmat yang dikarunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Penerapan

1Ma(asis*a Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 1Ma(asis*a Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara 2D'sen

Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Hal ini untuk