• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANT I AGING TETRAHIDROKURKUMIN , EKSTRAK PEGAGAN ( Centella asiatica ), DAN KOMBINASI TETRAHIDROKURKUMIN - EKSTRAK PEGAGAN - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - UJI AKTIVITAS ANT I AGING TETRAHIDROKURKUMIN , EKSTRAK PEGAGAN ( Centella asiatica ), DAN KOMBINASI TETRAHIDROKURKUMIN - EKSTRAK PEGAGAN - repository perpustakaan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian The Effect of Tetrahydrocurcumin in Curmin Cream on The Hydration, Elasticity, and Color of Human Skin yang dilakukan oleh Rungsima et al. (2009) menunjukkan hasil bahwa pemberian THC dan liposome dua kali sehari selama empat minggu terhadap 80 wanita umur 30 − 45 tahun memberikan efek pencerahan dan elastisitas kulit dibandingkan kontrol. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Rungsima dengan penelitian dalam skripsi ini adalah penggunaan THC secara topikal, pembawa bahan uji berupa sediaan krim, durasi perlakuan selama empat minggu, pengolesan krim 2 kali sehari, parameter anti aging berupa elastisitas dan hidrasi kulit. Perbedaan penelitian Rungsima et al. (2009) dengan penelitian dalam skripsi ini antara lain penelitian Rungsima menggunakan subyek uji perempuan berumur 30-45 tahun, jumlah subyek uji 80 orang, kelompok uji berjumlah empat kelompok yaitu GPO krim kurmin yang mengandung THC dan liposom; GPO kurmin krim yang mengandung THC; GPO kurmin krim yang mengandung liposom; dan kontrol pembawa krim, dosis pengolesan krim pada pada kulit wajah sebanyak 1 gram, metode uji tanpa penyinaran UV, juga menggunakan parameter anti aging berupa warna kulit, alat untuk mengukur parameter penuaan antara lain Corneometer CM 825 untuk mengukur hidrasi kulit, Cutometer MPA 580 untuk mengukur elastisitas, dan Dermospectrometer

untuk mengukur warna kulit.

Penelitian yang dilakukan oleh Haftek et al. (2008) yang berjudul Clinical, Biometric and Structural Evaluation of the Long-term Effects of a Topical

Treatment with Ascorbic Acid and Madecassoside in Photoaged Human Skin

menunjukkan hasil bahwa pemberian ekstrak 0,1% madecassoside dari triterpenoid pegagan secara topikal dapat memperbaiki kekenyalan, kelenturan, dan hidrasi kulit terhadap 20 perempuan sukarelawan yang mengalami penuaan karena sinar matahari. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Haftek et al.

(2)

kelenturan dan hidrasi kulit, serta bahan uji diaplikasikan secara topikal. Perbedaan penelitian Haftek et al. dengan penelitian dalam skripsi ini antara lain penelitian Haftek menggunakan rancangan penelitian double blind acak, bahan uji berupa isolat pegagan, jenis subyek uji perempuan yang mengalami photoaging berjumlah 20 orang, jenis kontrol positif menggunakan vitamin C, durasi perlakuan selama 6 bulan, juga menggunakan parameter anti aging berupa jumlah kerutan kulit, dan menggunakan metode histologi semi kuantitatif untuk mengukur parameter penuaan.

Penelitian Pemberian Oral Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica) Lebih Banyak Meningkatkan Jumlah Kolagen dan Menurunkan Ekspresi

MMP-1 daripada Vitamin C Pada Tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang

dipapar sinar UVB yang dilakukan oleh Herawati (2014) memberikan hasil bahwa pemberian ekstrak pegagan 50 mg secara oral lebih banyak meningkatkan jumlah kolagen dan menurunkan ekspresi MMP-1 daripada vitamin C 9 mg pada tikus Wistar yang dipapar sinar UVB. Persamaan penelitian Herawati dengan penelitian ini adalah menggunakan tanaman pegagan, waktu pengujian selama 4 minggu, adanya simulasi penyinaran UV, dan menggunakan parameter kadar kolagen untuk menguji aktivitas anti aging. Perbedaan penelitian Herawati dengan penelitian ini adalah penelitian Herawati menggunakan subyek uji 30 ekor tikus Wistar jantan berat badan 180-200 gram berumur 10-12 minggu, rancangan penelitian post test control group design, kelompok uji berjumlah 3 kelompok, kontrol positif menggunkan vitamin C, bagian tanaman pegagan yang digunakan adalah daun, ekstrak air daun pegagan yang telah diuapkan dilarutkan dalam pembawa air-tween 80 10%, ekstrak daun pegagan diberikan secara oral, dosis oral pegagan 50 mg, dosis oral vitamin C 9 mg, luas kulit dorsal tikus yang dicukur seluas 5x5 cm2, penyinaran UV hanya menggunakan UVB dari lampu KN-4003, dosis total penyinaran UVB 840 mJ/cm2, menggunakan parameter penurunan ekspresi MMP-1 untuk mengukur aktivitas anti aging.

(3)

noda kulit dibandingkan kontrol negatif dan krim ekstrak daun sukun konsentrasi 0,5%, 1,5%, dan 2,5%, namun untuk parameter kekenyalan, besar pori, jumlah keriput krim ekstrak daun sukun 3,5% menghasilkan nilai yang tidak berbeda dibandingkan kontrol negatif serta formula krim lainnya. Persamaan penelitian Nazliniwaty dengan penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian Nazliniwaty melakukan uji anti aging secara topikal, bahan pembawa berupa krim tipe emulsi minyak dalam air (o/w), adanya senyawa aktif flavonoid sebagai antioksidan dalam bahan uji, waktu pengujian selama 4 minggu, pengolesan krim 2x/hari, menggunakan parameter anti aging berupa kadar air, kekenyalan, dan besar pori. Perbedaan penelitian Nazliniwaty dengan penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian Nazliniwaty menggunakan bahan uji berupa ekstrak daun sukun, subyek uji 18 perempuan umur 20-30 tahun sehat dan tidak punya riwayat alergi kulit, kelompok uji terdiri dari F0 (basis krim); F1 (krim ekstrak daun sukun 0,5%); menggunakan parameter anti aging jumlah keriput dan noda kulit, dan alat uji anti aging berupa Skin Analyzer Aramo.

B. Landasan Teori

1. Kulit

Kulit merupakan lapisan pelindung tubuh dari berbagai macam gangguan dari lingkungan. Secara histologis, kompartemen kulit terdiri dari epidermis, dermis, dan hipodermis. Secara struktural dan fungsional lapisan epidermis dan dermis dipisahkan oleh membran basal (Menon, 2014).

Epidermis sebagian besar tersusun atas keratinosit, sebagian kecil melanosit dan sel dendritik seperti sel langerhans. Pada lapisan epidermis bernukleus terdapat serabut saraf yang memasok impuls. Terdapat tiga lapisan yaitu stratum basal (stem sel maupun posmitotik, terdapat sel perantara yang disebut transliently amplifying cells), stratum spinosum (lapisan keringat), stratum granulosum, dan stratum korneum (Menon, 2015). Stratum basal bertanggung jawab terhadap populasi sel epidermis. Lapisan ini terdiri dari 10% stem cells, 50% amplifying cells, dan 40%

(4)

growth factor, stem cells akan membelah dengan cepat. Stratum spinosum terdiri dari 5-12 lapisan mengandung granula lamelar, keramid, kolesterol, beberapa enzim seperti protease, fosfatase, lipase, dan glikosidase. Stratum granulosum terdiri dari 1-3 lapisan granula keratohialin mengandung profilagrin yang merupakan prekursor filagrin. Stratum korneum terdiri dari 15 lapisan yang sudah tidak mengandung organel sel. Bangunan lapisan ini disebut “brick mortar” dimana brick merupakan sel keratinosit, sedangkan

mortar merupakan lipid dan protein yang berasal dari granula lamelar. Lapisan ini banyak mengandung asam amino sehingga punya kemampuan untuk mengikat air. Fungsi dari lapisan ini sebagai pelindung

transepidermal water loss (TEWL), kelembaban dan fleksibilitas kulit (Baumann dan Saghari, 2009).

Lapisan dermis terletak di bawah lapisan epidermis. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu papillary dermis di bagian superficial dan reticular dermis di bagian dalam. Di papillary dermis terdapat kolagen, elastin, fibrous, dan ground substance (mukopolisakarida, asam hyaluronat, kondroitin sulfat), serta kaya akan mikrosirkulasi. Pada reticular dermis terdapat kumpulan kolagen yang lebih kasar dengan serabut-serabut elastin yang tersebar. Sel utama pada lapisan ini adalah sel fibroblast, yang akan menghasilkan kolagen (70-80%) untuk kekenyalan, elastin (1-3%) untuk elastisitas, dan proteoglikan untuk kelembaban. Fibroblast juga menghasilkan enzim seperti kolagenase dan stromelysin. Sel imun seperti sel mast, polimorfonuklear leukosit, limfosit, dan makrofag terdapat pada lapisan dermis (Khazanchi, 2007; Scott and Bennion, 2011).

(5)

Gambar 2.1. Struktur kulit (McLafferty et al., 2012)

2. Kolagen kulit

(6)

Gambar 2.2. Histologi kolagen dermis dengan pewarnaan HE (Emmert et al., 2013)

Kolagen 1 disintesis di sel fibroblast melalui dua proses, yaitu proses di dalam sel dan di luar sel. Pada proses intrasel, mula-mula terbentuk prokolagen berupa dua rantai peptida alpha pada translasi di ribosom sepanjang retikulum endoplasma kasar (RER). Kemudian rantai polipeptida dilepaskan ke lumen RER. Sinyal peptide dilepaskan ke RER, sehingga rantai peptida menjadi rantai pro-alpha. Selanjutnya terjadi proses hidroksilasi lisin dan prolin asam amino di lumen, dengan kofaktor asam askorbat. Kemudian residu hidroksilisin mengalami glikosilasi. Di dalam retikulum endoplasma terbentuk tripel alpha helik. Kemudian prokolagen dieksositosis ke badan golgi. Pada proses esktrasel, prokolagen yang sudah dieksositosis selanjutnya diubah menjadi tropokolagen oleh prokolagen peptidase. Beberapa tropokolagen membentuk fibril kolagen melalui cross-linking kovalen. Beberapa fibril kolagen membentuk serabut kolagen. Kolagen selanjutnya menempel pada membran sel melalui beberapa protein, antara lain fibronektin dan integrin (Mescher, 2010).

Kolagen dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain genetik dan hormon, faktor ekstrinsik meliputi sinar ultraviolet, polusi, dan diet. Produksi kolagen juga dipengaruhi oleh hormon estrogen. Estrogen dapat meningkatkan sintesis kolagen. Wanita menopouse mengalami penurunan kadar kolagen secara signifikan (Farage

(7)

Matrix Metalloproteinase-1 (MMP-1) atau kolagenase merupakan suatu proteinase ektraselular yang dominan pada kulit, dan berperan dalam pemecahan kolagen tipe 1 secara fisiologi. MMP tersusun dari propeptida, katalitik, dan hemopexin. MMP memecah kolagen menjadi menjadi ¾ dan ¼ fragmen. MMP-1 memecah kolagen setelah residu ke 775 (Gly), dalam sekuen rantai GIA-alpha 1 dan rantai GLL-alpha2 (Chang and Buehler, 2014).

3. Elastin

Serabut elastin yang berada di lapisan dermis lebih sedikit dibandingkan kolagen, namun mempunyai peranan penting dalam menjaga elastisitas dan ketahanan kulit, menjaga agar kulit dapat kembali ke bentuk semula dengan segera setelah kulit diregangkan. Secara histologi, serabut elastin dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu oxytalan, elaunin, dan elastic. Oxytalan berada di permukaan paling luar, sangat tipis, dan terbentang dari perpendicular ke dermal-epidermal junction. Elaunin dan elastic berada di lapisan yang lebih dalam serta lebih tebal. Ketika kulit mengalami photoaging, elastin berubah bentuk dan fungsinya menjadi jaringan elastosis, di mana serabut elastin berubah menjadi tebal dan tidak teratur. Jaringan elastosis dapat menimbulkan manifestasi klinis penuaan kulit, yaitu kulit tampak kendur atau berkurang elastisitasnya (Menon, 2015).

(8)

4. Teori Penuaan (Aging)

Penuaan atau aging merupakan proses penurunan fungsi biologis dari usia kronologis. Proses penuaan ditandai oleh penurunan energi seluler yang menurunkan kemampuan sel untuk memperbaiki diri. Terjadi dua fenomena, yaitu penurunan fisiologis (kehilangan fungsi tubuh dan sistem organnya) dan peningkatan penyakit (Fowler, 2003 dalam Wahyuningsih, 2011). Menurut American Academy of Anti-Aging Medicine (A4M), penuaan adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan dengan aging normal disebabkan oleh disfungsi fisiologis, dan dalam banyak kasus dapat diubah dengan intervensi medis yang tepat (Klatz, 2003 dalam Wahyuningsih, 2011).

Menurut Jin (2010) dan American Federation for Aging Research

(2011), Proses penuaan (aging) pada manusia pada dasarnya terjadi melalui penuaan yang terprogram dan penuaan karena kerusakan. Teori aging terdiri dari 8 teori, sebagai berikut:

a. Teori umur yang terprogram

Organ tubuh manusia sudah memiliki program genetik dalam DNA masing-masing yang akan mengatur fungsi fisik dan mental. Program ini secara otomatis akan menentukan pada usia berapa manusia akan menua dan pada usia berapa manusia pada akhirnya akan mati.

b. Teori endokrin

Hormon bertindak sebagai jam biologis yang mengendalikan laju penuaan. Penuaan diatur secara hormonal, dan terjaganya jalur yang mengkode insulin / IGF-1 memegang peranan kunci dalam pengaturan penuaan secara hormonal.

c. Teori imunologi

(9)

d. Teori keausan

Sel-sel tubuh memiliki bagian vital yang jika dipakai berulang dan terus menerus, maka akan mengalami keausan yang menyebabkan sel-sel rusak, yang sel-selanjutnya terakumulasi menjadi kerusakan organ, kemudian keruskan tubuh secara keseluruhan.

e. Teori kecepatan hidup

Semakin besar kecepatan metabolisme oksigen basal pada manusia, semakin pendek rentang hidupnya. Semakin cepat manusia bekerja, semakin besar energi yang digunakan, dan tubuh semakin cepat mengalami kerusakan.

f. Teori ikatan silang

Ikatan silang antara protein intraseluler dan interseluler semakin meningkat secara progresif sejalan dengan bertambahnya usia. Misalnya ikatan silang pada serabut kolagen, yang akan menyebabkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen pada membran basalis, dan berakibat rusaknya fungsi organ.

g. Teori radikal bebas

Superoksida dan radikal bebas lainnya dapat menyebabkan kerusakan makromolekul, seperti asam nukleat, gula, lipid, dan protein. Radikal bebas yang meningkat dapat menyebabkan keruskan sel, kemudian jaringan, sehingga fungsi organ menjadi rusak. Sinyal

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan enzim/jalur gen terpenting yang mengkode penuaan sel (cell senescence) dan organ.

h. Teori kerusakan somatik DNA

Keruskan DNA terjadi secara terus menerus dalam sel organisme hidup. Beberapa kerusakan ini dapat diperbaiki, namun akumulasi kerusakan seperti DNA polymerase tidak dapat diperbaiki karena kecepatan mekanisme perbaikan tidak secepat proses polymerase. Kerusakan DNA dapat membuat sel tidak dapat membelah diri. Mutasi genetik terjadi dan terakumulasi sejalan dengan pertambahan usia, dan menyebabkan malfungsi sel.

(10)

a. Fase subklinik (usia 25-35 tahun)

Pada fase ini, hormon-hormon seperti estrogen, growth hormone

(GH), dan testoteron mulai menurun. Pembentukan radikal bebas yang merusak DNA dan sel, mulai berpengaruh terhadap tubuh. Manifestasi klinis penuaan belum terlihat dari luar. Individu umumnya merasa masih dalam keadaan normal.

b. Fase transisi (usia 35-45 tahun)

Pada fase transisi terjadi penurunan hormon hingga 25%. Massa otot menurun, dan terjadi penumpukan lemak. Keadaan ini menyebabkan individu resistensi terhadap insulin, penyakit jantung, dan obesitas. Pada fase ini mulai terlihat manifestasi klinis seperti elastisitas dan pigmentasi kulit mulai menurun, rambut mulai beruban, pendengaran dan penglihatan berkurang.

c. Fase klinik (usia 45 tahun ke atas)

Pada fase klinik, penurunan hormon terus berlanjut, termasuk DHEA, melatonin, GH, estrogen, testoteron, dan hormon tiroid. Kemampuan penyerapan nutrisi, vitamin, dan mineral menurun, sehingga kehilangan massa otot dan tulang. Penyakit kronis terlihat jelas pada fase ini.

5. Anti aging

Anti aging atau anti penuaan merupakan produk kosmetik topikal yang mampu mengobati atau menghilangkan gejala penuaan pada kulit yang disebabkan oleh sinar UV matahari (fotoaging) atau produk yang dapat mengurangi atau memperlambat timbulnya gejala-gejala fotoaging (Barel et al., 2009).

(11)

6. Radikal bebas

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang memiliki elektron bebas yang tidak berpasangan. Elektron yang tidak memiliki pasangan cenderung akan menarik elektron dari senyawa lainnya, sehingga elektron tersebut akan dimiliki bersama oleh dua atom atau senyawa radikal bebas baru yang lebih reaktif. Peningkatan reaktivitas tersebut menyebabkan senyawa radikal bebas menjadi lebih mudah menyerang sel-sel sehat dalam tubuh (Sadeli, 2016).

Radikal bebas memiliki dua sifat yaitu reaktivitsnya yang tinggi karena akan cenderung menarik elektron dari senyawa lainnya, dan memiliki kemampuan untuk mengubah suatu molekul, atom, atau senyawa untuk menjadi suatu radikal baru Target utama radikal bebas adalah protein, karbohidrat, asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur-unsur DNA. Dari molekul-molekul target tersebut, yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal bebas di dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel sehingga dinding sel menjadi rapuh, merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem genetika. Radikal bebas akan terus mencari elektron dari molekul-molekul di sekitarnya dan apabila tidak dikendalikan reaksi berantai ini dapat berlangsung secara terus menerus (Halliwell dan Gutteridge, 2000 dalam Sadeli, 2016).

Senyawa radikal bebas di dalam tubuh dapat terbentuk dari metabolisme sel, atau beberapa obat, sinar UV, asap rokok, polutan lingkungan. Senyawa radikal bebas ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok, yaitu: (a) spesies oksigen reaktif, misalnya anion superoksida, radikal hidroksil, dan hidrogen peroksida, dan (b) spesies nitrogen reaktif, misalnya nitrat oksida dan peroksinitrat (Brambilla, 2008).

7. Antioksidan

(12)

a. Antioksidan primer

Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas baru dan mengubah molekul radikal bebas menjadi molekul yang lebih stabil. Misalnya Butil Hidroksi Toluen (BHT), tokoferol, dan alkil galat.

b. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder dapat menghambat kerja prooksidan seperti logam Fe, Cu, Pb, dan Mn, sehingga dapat memperlambat terjadinya reaksi oksidasi. Antioksidan sekunder menangkap radikal bebas serta mencegah reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar. Contoh jenis antioksidan ini antara lain vitamin C, viatmin E, dan betakaroten.

c. Antioksidan tersier

Antioksidan dapat memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak akibat efek radikal bebas. Misalnya enzim sulfoksidan redukatase yang dapat memperbaiki DNA (Syahrizal, 2008)..

Berdasarkan sumbernya, antioksidan terdiri dari antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik). Antioksidan alami berasal dari tumbuhan dan hewan. Struktur molekul antioksidan alami pada umumnya memiliki gugus hidroksil. Antioksidan alami dari tumbuhan misalnya senyawa fenolik berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam organik polifungsional. Flavonoid dapat mereduksi radikal bebas (Zuhra et al., 2008). Antioksidan yang aman digunakan misalnya Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen (BHT), dan propil galat. Penggunaan antioksidan sintetik dapat bersifat toksik pada dosis tertentu. Dosis yang diizinkan oleh FDA adalah 0,01-0,1% (Panagan, 2011).

8. Sinar Ultraviolet matahari

(13)

memiliki pengaruh utama terhadap penuaan kulit ekstrinsik melalui degradasi kolagen dermis. Meskipun panjang gelombangnya lebih pendek, UVB lebih efisien mencapai permukaan bumi dan lebih terserap oleh epidermis. Radiasi UVB yang mencapai kulit, 70 % diserap pada stratum korneum, 20% mencapai seluruh epidermis, dan 10% mencapai bagian atas dermis (Pandel et al., 2013; Ortiz et al., 2014).

Penetrasi sinar UV matahari ke dalam lapisan kulit adalah seperti terlihat dalam Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Penetrasi sinar UV matahari ke dalam lapisan kulit (Dermatology.ca., 2016)

Radiasi sinar UVB matahari menembus lapisan epidermis atau bagian permukaan kulit, yang menimbulkan kerusakan DNA dan perubahan pada sel-sel kulit, dan pada akhirnya terakumulasi menimbulkan fotoaging, dan pada kasus tertentu dapat menimbulkan kanker kulit. Sinar UVA matahari selain berbahaya bagi sel-sel di lapisan epidermis, juga dapat merusak kolagen dan elastin di lapisan dermis, serta merusak pembuluh darah (Dermatology.ca, 2016).

9. Pengaruh sinar UV matahari terhadap penuaan kulit

Paparan sinar UVA dan UVB terhadap kulit dapat menimbulkan terbentuknya radikal bebas dalam sel-sel dan jaringan struktural kulit. Senyawa radikal bebas seperti reactive oxygen species (ROS), radikal hidroksil, dan senyawa lainnya sangat reaktif dan tidak stabil (Jung et al.,

(14)

lapisan dermis, khususnya DNA, sehingga proses sintesis enzim dan protein menjadi terganggu. Sintesis enzim dan protein menghasilkan enzim dan protein yang berbeda . Sintesis protein melepaskan prostaglandin dan sitokin yang menyebabkan pembuluh darah kulit berdilatasi dan menarik sel – sel inflamasi. Kulit meningkat sensitivitasnya sehingga timbul sunburn atau eritema yang ditandai oleh terbentuknya ruam kemerahan pada permukaan kulit , agak bengkak atau timbul, dan nyeri. Sunburn merupakan reaksi inflamasi akut kulit terhadap paparan radiasi UV yang berlebih (Sobell, 2017). Paparan sinar UV pada stratum korneum lapisan epidermis dapat mengubah sifat mekanik dan fungsi barier statum korneum, sehingga terjadi peningkatan hilangnya kadar air transepidermal dan hidrasi stratum korneum menurun (Biniek et al., 2012).

Sinar UV selain mengurangi kolagen yang matur pada dermis, juga merusak sintesis kolagen secara berkelanjutan, terutama melalui penurunan regulasi sintesis kolagen secara berkelanjutan, melalui penurunan regulasi ekspresi gen prokolagen tipe 1 dan tipe III. Dua mekanisme yang bertanggung jawab terhadap berkurangnya kadar gen prokolagen adalah induksi AP-1 dan menurunkan regulasi TGF-β tipe II. Sinar UV menginduksi faktor transkripsi AP-1, dengan mengikat dan mengeksekusi faktor yang merupakan bagian dari kompleks transkripsional yang diperlukan untuk transkripsi prokolagen, yaitu dengan mengganggu produksi kolagen. Faktor transkripsi AP-1 juga telah terbukti menurunkan sintesis kolagen dengan menghambat pengaruh TGF-β, sebuah sitokin profibrotik mayor, dan salah satu eksekusi dari sinyal protein ini yang akan mengaktifkan protein baik secara langsung maupun tak langsung (Wiraguna, 2013).

(15)

diperantarai oleh MAP kinase (MAPKs), p38 dan JNK. Enzim ini sama baiknya dengan seramid dari membran sel yang selanjutnya menyebabkan induksi AP-1. Activator protein-1 terdiri dari dua subunit, yaitu c-fos yang diekspresikan secara konstitutif dan c-jun yang dapat terinduksi UV. Ekspresi komponen c-Jun dari AP-1 yang berlebihan pada fibroblast hasil kultur dapat mengurangi jumlah ekspresi kolagen tipe 1. Activator protein-1

dapat menekan ekspresi gen prokolagen tipe 1, prokolagen tipe 3 dan TGFβ sel fibroblast dermis sehingga terjadi penurunan sintesis kolagen. Pada manusia, dalam waktu beberapa jam terpapar sinar UV akan terbentuk MMPs khususnya gelatinase dan kolagenase yang pada akhirnya menurunkan jumlah kolagen pada lapisan dermis. Berkurangnya kolagen dermis membuat kulit berkurang kekenyalannya (Rhein and Santiago, 2010). Serabut kolagen dan serabut elastin membentuk anyaman yang saling menyilang, sehingga degradasi kolagen mempengaruhi serabut elastin, yaitu elastin menjadi terkumpul dalam bentuk berkas serabut yang tebal, tidak beraturan, dan kehilangan elastisitasnya. Perubahan ini membuat permukaan kulit menjadi kendur atau berkurang elastisitasnya dan dan timbul keriput (McLafferty et al., 2012). Berkurangnya elastisititas kulit yang berkontribusi pada berkurangnya integritas kulit dan dukungan struktur perifolikuler dapat memperbesar pori- pori pada permukaan kulit (Lee et al., 2016).

(16)

Gambar 2.5. Mekanisme penuaan kulit karena radiasi sinar UV matahari (Jadoon et al., 2015)

Skema proses patofisiologi setelah kulit terpapar sinar UV matahari adalah seperti dalam Gambar 2.6 di bawah ini.

Gambar 2.6. Proses patofisiologi setelah kulit terpapar sinar UV matahari (Yin, et al.,

(17)

10.Tetrahidrokurkumin (THC)

Tetrahidrokurkumin (Tetrahydrocurcumin/THC) merupakan derivat tidak berwarna dan metabolit curcumin (CUR). Curcurmin adalah komponen utama berwarna kuning dari tanaman kunyit (Curcuma longa) dengan zat aktif terbesar berupa polifenol, yang banyak digunakan sebagai bumbu, zat tambahan, dan obat herbal. THC disintesis dari CUR dengan reaksi hidrogenasi dikatalisis oleh arang. Produk kemudian dimurnikan dengan kromatografi kolom dilanjutkan rekristalisasi menggunakan diklormetan-hexan sehingga diperoleh hasil 75% serbuk kristal yang tidak berwarna.

Gambar 2.7. Hidrolisis kurkumin menjadi tetrahidrokurkumin ( Aggarwal et al.,

2015)

Perbedaan struktur THC adalah hilangnya dua gugus diena pada karbon α dan β. Gugus fenolik dan diketon pada CUR yang bersifat sebagai antioksidan, tetap ada pada THC (Prabhu, 2011; Bartosz, 2014) seperti terlihat dalam Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Struktur curcumin dan tetrahydrocurcumin (Jager et al., 2013)

(18)

tetrahydrocurcuminoid mempunyai aktivitas antioksidan yang lebih baik dibandingkan curcuminoid, yang ditandai oleh pembentukan peroksidasi lipid dalam jumlah yang lebih sedikit (Osawa et al.,1995 dalam Xiang et al., 2011).Terahydrocurcumin konsentrasi 1-2% efektif sebagai antioksidan untuk menangkal rekasi berantai radikal bebas akibat paparan sinar ultra violet matahari (Sabinsa Corp.,2016). Tetrahydrocurcumin dalam sel HFF-1 mampu melindungi kulit dari photoaging akibat sinar UVB sebesar 61,2% dan memperbaiki kelangsungan hidup sel. THC tetap aman dan tidak toksik hingga konsentrasi 10 µg/ml dengan efektifitas yang baik untuk meningkatkan kadar kolagen (37,90%), elastin (90,1%), dan asam hialuronat (74,19%) (Trivedi et al., 2017).

Tetrahydrocurcumin berupa serbuk kristal tidak berwarna atau putih, larut dalam propilen glikol (1:8 pada 400 C), polisorbat 20 (1:4 pada 400C), agak larut dalam etanol, tidak larut dalam air dan gliserin (Pubchem, 2016). THC lebih stabil dalam pH fisiologis dan lebih mudah larut dalam air dibandingkan CUR. Aktivitas antioksidan dan antiinflamsi THC lebih poten dibandingkan CUR (Bartosz, 2014).

11.Pegagan (Centella asiatica)

Ramuan pegagan secara tradisional digunakan terutama untuk pengobatan kulit, antara lain untuk meyembuhkan luka ringan, goresan, luka bakar, luka hipertrofik , dan sebagai anti-inflamasi , khususnya eksim. Pegagan juga berkhasiat sebagai antipiretik, diuretik, rematik, antibakteri, antivirus, meningkatkan kognisi, meredakan kecemasan, dan sebagai agen anti kanker (Bylka et al., 2013).

(19)

Bagian daun, batang, dan akar pegagan mengandung senyawa kimia seperti flavonoid, terpenoid, alkaloid, saponin, dll (Biradar and Rachetti, 2013). Penelitian Pitella et al. (2009) menunjukkan bahwa kandungan flavonoid dan fenolik dalam ekstrak air pegagan berkorelasi dengan aktivitas antioksidan yaitu dengan IC50 sebesar 31,25 μg/ml. Quersetin,

suatu derivate dari flavonoid pegagan, mempunyai aktivitas biologi sebagai antioksidan (Roy et al., 2013).

Gambar 2.10. Struktur quersetin pegagan, suatu derivat dari flavonoid (Roy et al, 2013)

Konstituen utama pegagan asiaticoside, madecassoside, asiatic acid, dan madecassic acid dari fraksi triterpenoid, menunjukkan berbagai efek defensif dan terapi, yang paling menonjol adalah mempengaruhi produksi kolagen dan deposisi dalam penyembuhan luka (Wu et al., 2012).

(20)

Ekstrak pegagan dapat meningkatkan antioksidan enzimatik dan non-enzimatik, seperti halnya superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, vitamin E dan asam askorbat dalam jaringan yang baru terbentuk. Enzim antioksidan, seperti superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSHPx) meningkat secara signifikan, dan antioksidan seperti glutation (GSH) dan asam askorbat yang menurun pada tikus limfoma-bearing setelah pengobatan oral 50mg/kg dari berat badan per hari dengan ekstrak metanol C. asiatica selama 14 hari . Pemberian ekstrak air C. asiatica dapat melawan stres oksidatif pada tikus jantan yang diinduksi counteract lead (Seevaratnam et al., 2012). Formula krim minyak dalam air 5% Centella asiatica yang diaplikasikan kepada 25 sukarelawan selama 4 minggu mempunyai efektifitas yang lebih baik untuk meningkatkan hidrasi kulit dan mengurangi inflamasi dibandingkan formula krim 2,5% Centella asiatica (Lyco et al., 2016). Ekstrak Centella asiatica

10% mempunyai kemampuan perlindungan terhadap sinar UVA dan UVB yang lebih baik dibandingkan ekstrak bearberry dan octyl methoxy cinnamate dalam konsentrasi yang sama (Hashim et al., 2011).

Madecassoside yang diisolasi dari C. asiatica, diketahui untuk menginduksi ekspresi kolagen dan memodulasi mediator inflamasi.Untuk menguji hal ini, Haftek et al. (2008) telah melakukan uji klinik secara acak double-blind, dan ditemukan peningkatan skor klinis yang signifikan untuk keriput, kelenturan, ketegasan,kekasaran dan hidrasi kulit.

12.Ethyl Ascorbil Ether

Ethyl Ascorbyl Ether merupakan merupakan derivat vitamin C yang stabil, dalam dosis 0,1─3% dapat mencerahkan kulit, bersifat antioksidan, serta menstimulasi sintesis kolagen (Spec-Chem Ind., 2016).

Ethyl Ascorbil Ether ( C8, H12, O6 ) memiliki berat molekul 204,18,

berbentuk kristal putih, pH 3,0─4,5, titik leleh 111-116o

C, larut dalam air, minyak (Mcbiotec, 2016).

13.Remaserasi

(21)

diulangi kembali dengan menggunakan pelarut baru. Remaserasi bertujuan untuk menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang tidak tahan pemanasan. Secara teknologi remaserasi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan (Pratiwi, 2010; Istiqomah, 2013).

Ekstraksi pegagan dengan penyari etanol 70% teknis selama 24 jam menggunakan metode remaserasi, reperkolasi, maserasi, dan perkolasi masing-masing menghasilkan rendemen sebesar 25,5%; 24,8%; 18,5%; dan 23% (Bahua et a., 2011). Maserasi pegagan dengan etanol 70% teknis perbandingan 1:5 selama 24 jam dengan pengadukan stirer 30 menit kecepatan 500 rpm, dapat menarik komponen asiatikosida sebesar 0,232% (Zulkarnaen et al., 2016). Maserasi serbuk pegagan 100 gram dengan penyari etanol 70 % 500 ml selama 24 jam dengan pengadukan overhead stirer menghasilkan asiatikosida sebesar 7,19% (Febriyanti et al., 2016).

14.Krim

Krim merupakan sediaan setengah padat yang digunakan untuk pemakaian luar, pada umumnya berupa emulsi kental dan mengandung tidak kurang dari 60% air (Anief, 2008). Tipe krim dikelompokkan menjadi dua yaitu krim tipe minyak dalam air (vanishing cream) dan tipe minyak dalam air (cold cream). Krim tersusun dari zat berkhasiat, fase minyak, fase air, dan bahan pengemulsi. Bahan pengemulsi harus mempunyai kualitas tertentu, antara lain harus bisa dicampurkan dengan bahan lainnya, tidak mengganggu efikasi zat aktif, tidak toksik, harus stabil, dan tidak terurai dalam sediaan (Ansel, 2008).

Sediaan krim dibuat melalui proses peleburan dan proses emulsifikasi. Komponen fase minyak seperti minyak dan lilin dicairkan di atas penangas air, sedangkan komponen fase air dipanaskan sampai kira-kira mencapai suhu yang sama dengan fase minyak. Kemudian kedua fase dicampur dan diaduk perlahan-lahan sampai campuran dingin dan membentuk basis krim. Jika fase air tidak sama temperaturnya dengan fase minyak, maka beberapa lilin akan menjadi padat (Ansel, 2008).

(22)

Bentuk sediaan krim merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan dalam sistem pemberian obat maupun kosmetik melalui kulit. Preparat yang digunakan pada kulit antara lain untuk efek fisik, yaitu sebagai pelindung kulit, pelincir, pelembut, zat pengering dan lain-lain, atau untuk efek khusus dari bahan obat yang ada. Pada umumnya pemberian obat atau kosmetik melalui kulit dimaksudkan untuk memberikan efek lokal. Absorpsi bahan obat dari luar kulit ke posisi bawah kulit (absorpsi perkutan) teergantung pada sifat fisika kimia bahan obat, sifat pembawa farmasetika, dan kondisi kulit (Ansel, 2008 hal. 491; Yanhendri and Satya, 2012).

(23)

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan antara lain:

1. Obat yang dicampurkan dalam pembawa tertentu harus bersatu pada permukaan kulit dalam konsentrasi yang cukup

2. Luas permukaan kulit yang diberi obat topikal, konsentrasi obat, koefisien partisi

3. Pembawa yang meningkatkan jumlah uap air yang ditahan kulit umumnya cenderung baik bagi absorpsi pelarut obat

4. Hidrasi pada stratum corneum dapat meningkatkan penetrasi obat 5. Lamanya waktu pemakaian obat. Pada umumnya, semakin lama waktu

pemakaian obat menempel pada kulit, semakin banyak kemungkinan obat terabsorpsi (Ansel,2008 hal. 493─494).

16.Skin Analyzer EH 900 U

Skin analyzer EH 900 U merupakan suatu alat analisis kulit digital, yang dapat menganalisis kondisi kulit meliputi kadar minyak (sebum), pigmen, kolagen, elastisitas, besar pori – pori, jerawat, sensitivitas, dan moisture (kadar air). Perangkat Skin Analyzer EH 900 U terdiri dari main body, handset kamera, dan lensa 50XP. Di sekeliling lensa kamera, terdapat LED illuminator. Kamera dilengkapi dengan sensor CCD hingga resolusi 5.0 mega pixel dan Special DSP image processor. Cara menggunakan Skin Analyzer EH 900 U adalah alat dihubungkan ke PC yang telah diinstall cd driver Skin Analyzer EH 900 U, kulit yang akan dianalisis difoto dengan handset kamera, lalu dengan mikroskopi elektronik untuk kulit, foto dan data kulit dimasukkan ke PC untuk dianalisis. Foto kulit dan hasil analisis kulit ditampilkan di layar PC (Renewcell.in, 2017).

(24)

Tabel 2.1 Parameter hasil pengukuran dengan Skin Analyzer EH 900 U (Skin Analyzer EH 900 U, 2017)

Pengukuran Parameter

Kadar kolagen

Serious lack Reduce Normal

(25-50%) (50-65%) (65-80%)

Elastisitas Loose skin Weak Normal Better Best

(15-35%) (35-50%) (50-65%) (65-70%) (70-71%)

Moisture Dry Ageing Normal Higher Shiny moist

(Kadar air) (3-4%) (4-10%) (10-15%) (15-30%) (30-65%)

Besar pori Smooth Small Normal Rougher Rough

(< 0,02 mm) (0,02-0,05mm) (0,05-0,07mm) (0,07-0,12mm) (≥0,12mm)

Gambar

Gambar 2.2.  Histologi kolagen dermis  dengan pewarnaan HE (Emmert et al., 2013)
Gambar 2.3. Perubahan susunan serat elastin karena photoaging. (A) Area kulit yang tidak terpapar sinar matahari
Gambar 2.5.  Mekanisme penuaan kulit karena radiasi sinar UV matahari
Gambar 2.7. Hidrolisis kurkumin menjadi tetrahidrokurkumin  ( Aggarwal et al.,
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi basis PEG 400 dan PEG 4000 terhadap sifat fisik salep ekstrak etanol herba pegagan dan aktivitas

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan acak lengkap sama subjek, menggunakan lima ekor kelinci jantan New Zealand White untuk uji penyembuhan luka bakar,

Penelitian ini bersifat eksperimental dengan rancangan acak lengkap sama subjek, menggunakan lima ekor kelinci jantan New Zealand White untuk uji penyembuhan luka bakar,

Puji syukur atas berkat rahmat yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa sehingga skripsi/karya ilmiah yang berjudul “Uji Efek Antipiretik Fraksi Kloroform Ekstrak Etanol

Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Hasanah (2009) yang membuktikan bahwa ekstrak daun pegagan dapat menurunkan jumlah sel-sel spermatogenik yang meliputi sel

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antibakteri fraksi kloroform dari ekstrak etanol pegagan terhadap bakteri Gram positif

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan kandungan fenol total serta untuk mengetahui aktivitas antioksidan terhadap kombinasi ekstrak herba Pegagan (Centella

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas antibakteri fraksi kloroform dari ekstrak etanol pegagan terhadap bakteri Gram positif