• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KETERAMPILAN COPING ANTARA WANITA DEWASA DINI YANG SUDAH MENIKAH DAN BELUM MENIKAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN KETERAMPILAN COPING ANTARA WANITA DEWASA DINI YANG SUDAH MENIKAH DAN BELUM MENIKAH"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KETERAMPILAN

COPING

ANTARA WANITA DEWASA DINI YANG SUDAH MENIKAH

DAN BELUM MENIKAH

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

A. MITHA ARSANTI

029114020

JURUSAN PSIKOLOGI PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

Banyak perkara yang tak dapat ku mengerti,

Mengapakah harus terjadi di dalam kehidupan ini?

Satu perkara yang kusimpan dalam hati,

Tiada sesuatu kan terjadi tanpa Allah peduli..

Allah mengerti, Allah Peduli,

Segala persoalan yang kita hadapi..

Tak akan pernah dibiarkanNya ku bergumul sendiri

Sebab

Allah

mengerti..

(Allah Peduli)

(6)
(7)

Karya kecil ini kupersembahkan untuk..

Tuhan Yesus yang selalu menyayangi dan menjagaku,

memelukku ketika aku sedih dan takut, dan tersenyum

ketika aku bahagia.. Thank You, Jesus!

Bunda Maria yang selalu menuntunku, melindungiku,

dan mendampingiku di saat-saat aku lemah dan rapuh..

Bapak & ibu, cinta terbesar dalam hidupku..

Kedua adikku terkasih Mira & Agung..

Mas Hari tersayang..

(8)

ABSTRAK

PERBEDAAN KETERAMPILAN COPING

ANTARA WANITA DEWASA DINI YANG SUDAH MENIKAH

DAN YANG BELUM MENIKAH

Mitha Arsanti 029114020 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan keterampilan coping antara wanita dewasa dini yang sudah menikah dan yang belum menikah. Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan atau komparasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan keterampilan coping antara wanita dewasa dini yang sudah menikah dan yang belum menikah, di mana keterampilan coping wanita dewasa dini yang sudah menikah lebih baik daripada keterampilan coping wanita dewasa dini yang belum menikah.

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 35 wanita dewasa dini yang sudah menikah dan 35 wanita dewasa dini yang belum menikah. Subjek berusia antara 20 tahun hingga 30 tahun dan berpendidikan SMU hingga S2. Data diperoleh dengan menggunakan skala keterampilan coping. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥ 0,3 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,931. Data penelitian dianalisis menggunakan uji-t, dan dalam menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis, dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.

(9)

ABSTRACT

THE DIFFERENCESOF COPING SKILLS

BETWEEN EARLY-ADULT MARRIED WOMEN

AND UNMARRIED WOMEN

Mitha Arsanti 029114020 Faculty of Psychology Sanata Dharma University

Yogyakarta

The purpose of this research was to see the differences of coping skills between early-adult married-women and unmarried women. This research was a comparison research. The hypothesis in this research was there were some differences of coping skills between early-adult married-women and unmarried women which the married women had better coping skills than unmarried women.

The subjects in this research were 35 early-adult married-women and 35 unmarried women. The subjects were between 20-30 years old and having education from senior high school to master. The data were collected using coping skills scale. Discrimination scale power was limited in ≥ 0,3 with the reliability coefficient 0,931. The research data is measured using t-test and to determine whether hypothesis could be accepted or unaccepted, it was done by comparing the value of t count with t table.

The result showed that empirical mean of early-adult married-women was higher than the empirical mean of unmarried women (164,6 > 156,06). The result of t-test showed that t count was 3,342 and t table was 1,671 with p = 0,001. Since t count was higher (>) than t table so the hypothesis in this research was accepted. It means, there was a difference of coping skills between adult married-women and unmarried women where the early-adult married-women had better coping skills than unmarried women.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan tuntunan, penyertaan, dan kasihNYA kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari adanya keterbatasan yang dimiliki oleh penulis, sehingga dengan bantuan dari berbagai pihaklah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang baik dan hebat, terima kasih Tuhan karena Kau selalu pedulikan aku dan tak pernah biarkan aku sendiri.. Thank You Jesus for all the wonderful gifts You have bestowed upon me.

2. Bapak Edy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi. 3. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi selaku Kepala Program Studi Psikologi. 4. Ibu Titik Kristiyani, S.Psi selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih

atas bimbingan ibu selama saya menjadi mahasiswa di fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Bapak C. Wijoyo Adinugroho, S.Psi selaku dosen pembimbing akademik pengganti sekaligus dosen pembimbing skripsi. Terimakasih atas kesabaran, perhatian, serta arahan yang senantiasa bapak berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(11)

7. Bapak Y. Heri Widodo, S.Psi selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan, koreksi, dan masukan bagi perbaikan skripsi ini.

8. Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni, dan Mba Nanik yang telah membantu dalam banyak hal dan memberi kemudahan bagi penulis selama penulis belajar di fakultas psikologi ini.

9. Pak Gi, terimakasih atas segala senyuman, semangat, dan ketulusan hati bapak dalam melayani kami selama kami belajar di fakultas ini..

10. Mbak-mbak dan teman-teman yang telah bersedia mengisi angket untuk penelitian ini, terimakasih banyak..

11. Bapak dan Ibu S. Saptono, bapak dan ibuku yang luar biasa, terima kasih atas kasih sayang dan cinta yang tak pernah berkesudahan; dukungan, doa, jerih payah, pelukan, dan segalanya.. Terimakasih sudah menjadikan Mitha seperti sekarang ini.. I love you so much!

12. Mira dan Agung, adik-adikku yang senantiasa menceriakan hari-hariku dengan segala canda, tawa, keributan, everything..! Thank you for your support, your smiles, your tears, your love and cheers that keeps me going. ♪ We are little monsters..♫!! I love you both..

13. Mas Hari, kekasih dan sahabat yang selalu ada dalam suka dan duka. I’m so blessed to have a kind, trustworthty, caring person who always loving and supporting me. All my life, I pray for someone like you.. Thank you so much dear, I love you!

14. Simbok, Mbah Putri dan seluruh keluarga besar Siswo Subroto dan Mageno.. terimakasih atas doa dan dukungan yang senantiasa mengalir dengan tulus.. 15. Bapak dan Ibu Sutarjo, terimakasih atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang

(12)

Hesti, Mas Tanto&Mbak Tatik, Mas Win&Mbak Retno (Makasih doanya ya mas..), serta Mas Wahyu&Mbak Mamiek untuk supportnya..God bless us! 16. Bapak dan Ibu Zainuri atas kekeluargan dan kehangatan yang senantiasa

diberikan selama saya kos di Zusi Arib.

17. Ntrie, untuk persaudaraan tanpa akhir. Terimakasih untuk persahabatan, air mata, kehangatan, pelukan, dan kepercayaan yang senantiasa membuahkan kekuatan.. Aku banyak belajar dari kamu, Ntrie..You great, girl!

18. Anak-anak kost Zusi Arib yang always ceria..Archy Tuk-tuk (I’ll miss you Tuk..), Evi (Thanks atas share-nya dan kerelaan menyediakan perpus gratis tanpa denda,hehe), Kasis (Thanks ya Kasis udah merelakan kamar jadi base camp yang nyaman, serta diskusi-diskusi yang gila namun bermutu), Indah (Makasih pinjeman A55nya ya.. Sori lama ), Maduma (Makasih untuk cerita yang tak habis2nya..Semangat!), Lina Sicoy (Makasih ya Coy untuk canda yang genius, sharing, dan kerelaannya direpotin serta selalu siap stand by di saat2 gawat nan genting) dan Thea (Yang rajin ya kuliahnya..). Makasih untuk hari-hari yang penuh kegembiraan yang kita lewati bersama, I love you all.. Juga buat Mili, Meme, Mameth, Mba Tutik, Mba Meli n Mba Dewi..Kangen euy! 19. Teman-teman seperjuangan yang telah membuat hidupku menjadi lebih

(13)

Andre, Wawan, Suko, dan semuanya yang ga bisa aku sebutin satu per satu. Terimakasih atas kebersamaan yang indah.

21. Sepupu-sepupuku yang baik dan menyenangkan: Mba Esther, Mas Anggo, Cinot (Mba Retno ‘Rara’), Cithoel (De’ Cita)..Makasih ya atas bantuan, kebaikan hati, share, dan keceriaan yang selalu kalian bagikan untukku..

22. Sahabat-sahabatku yang selalu ada untuk menjadi kekuatanku: Era, Esti, Agnes.. Thank you for always being there and always supporting me. Kalian selalu membuat aku merasa tak sendirian. Terimakasih juga buat teman-temanku yang rajin menyemangatiku lewat sms2..Eko ‘Teko’, Mas Dodon, Didik, dan Pram. Kapan-kapan reuni donk.. I miss you.

23. Sutri dan Lia, juga Siska..Makasih ya privatnya..Sori kalo aku lemot, hehe.. 24. Teman-teman KKN Ngambah crew: Dhiyu (kepala suku), Danang ‘ndut

(Advisor), Danang Kurus (Bola Mania), Agnes (Si Bawel), Chyntia (Sharing Partner), Uud (Our Mommy), Wiedha (Trouble Maker), Ika (yg kalem banget), dan Ike (Smart girl). Reuni Yuk..Miss you all!

25. Last but not least..”Sahabat Hati”. Terimakasih untuk pelajaran berharga yang mampu “membuka mataku”. Thank you for changing my life. Two thumbs up for you! ☺

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk menunjang kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta, Penulis

(14)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Pernyataan Keaslian Karya ... iv

Halaman Motto ... v

Halaman Persembahan... vii

Abstrak... viii

Abstract ... ix

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi ... xv

Daftar Lampiran... xix

Daftar Gambar ... xx

Daftar Tabel ... xxi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 6

C. TUJUAN PENELITIAN ... 6

D. MANFAAT PENELITIAN ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. KETERAMPILAN COPING... 8

(15)

2. Aspek-aspek Keterampilan Coping... 10

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Coping... 12

B. PERNIKAHAN ... 15

1. Pengertian Pernikahan ... 15

2. Tujuan Pernikahan ... 17

C. WANITA DEWASA DINI ... 19

1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Dini ... 19

2. Ciri-ciri Dewasa Dini ... 21

3. Tugas Perkembangan Dewasa Dini ... 25

4. Perkembangan Kepribadian Wanita... 26

5. Dinamika Perbedaan Keterampilan Coping pada Wanita Dewasa Dini yang Sudah Menikah dan yang Belum Menikah.... 27

D. HIPOTESIS ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

A. JENIS PENELITIAN ... 32

B. IDENTIFIKASI VARIABEL ... 32

C. DEFINISI OPERASIONAL... 32

1. Keterampilan Coping... 32

2. Status Pernikahan... 35

D. SUBJEK PENELITIAN ... 36

E. PROSEDUR PENELITIAN... 36

F. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA ... 38

1. Penyusunan Butir Pernyataan ... 38

(16)

G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ... 41

1. Validitas ... 41

2. Uji Analisis Item ... 42

3. Reliabilitas ... 46

H. METODE ANALISIS DATA ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 48

B. DESKRIPSI SUBJEK ... 49

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN ... 50

D. UJI ASUMSI ANALISIS DATA ... 51

1. Uji Normalitas... 51

2. Uji Homogenitas ... 52

E. UJI HIPOTESIS ... 53

F. PEMBAHASAN ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 64

A. KESIMPULAN ... 64

B. SARAN ... 65

C. KETERBATASAN PENELITIAN ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar1 Bagan Keterampilan Coping wanita Dewasa Dini yang Sudah

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Blue Print Skala Keterampilan Coping... 40

Tabel 2 Skor Untuk Item Favorable dan Unfavorable ... 41

Tabel 3 Spesifikasi Item Setelah Uji Coba ... 44

Tabel 4 Spesifikasi Item Penelitian... 45

Tabel 5 Deskripsi Subjek Penelitian ... 49

Tabel 6 Hasil Analisis ... 50

Tabel 7 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov ... 52

Tabel 8 Hasil Uji Hipotesis ... 54

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Stress

merupakan bagian dari hidup. Setiap orang memiliki berbagai

harapan dan tuntutan yang harus dipenuhi. Tuntutan-tuntutan tersebut dapat

datang dari lingkungan maupun dari diri sendiri

.

Apabila kondisi yang penuh

dengan tuntutan tersebut tidak terpenuhi, maka akan muncul keadaan yang

menjadi sumber

stress

atau

stressor.

Stressor

atau sumber

stress

dapat menimbulkan dampak negatif bagi

perkembangan individu. Individu yang mengalami

stress

dapat

melakukan

apapun tanpa memperhitungkan risiko yang harus ditanggungnya. Menurut

Lazarus dan Folkman (dalam Skinner, 1995)

stress

adalah hubungan luar biasa

antara seseorang dengan lingkungannya yang dianggap sebagai situasi yang

mengancam dan membahayakan keberadaannya.

Individu dewasa dini merupakan individu yang rawan terhadap

stress

karena menurut Hurlock (1990), dewasa dini merupakan periode penyesuaian

diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru.

Individu dewasa dini juga merupakan individu yang mempunyai tingkat

produktivitas yang tinggi. Mereka mulai memiliki tuntutan untuk bekerja dan

memenuhi kebutuhan ekonomi mereka secara mandiri. Di samping itu,

individu dewasa dini juga mempunyai tugas untuk menemukan pasangan hidup

dan kemudian menikah untuk membentuk suatu keluarga.

(21)

Mereka dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan yang harus mereka capai

dan tuntutan-tuntutan sosial yang harus mereka penuhi. Bagi seorang wanita

dewasa dini yang belum menikah, tuntutan berasal dari masyarakat sekitarnya

karena mereka belum mencapai salah satu tugas perkembangan yang penting

dalam periode ini. Tugas perkembangan tersebut adalah mencari dan

menemukan pasangan hidup, kemudian menikah untuk membentuk suatu

keluarga.

Pada umumnya masyarakat memandang negatif orang-orang yang tidak

menikah pada usia ini. Masyarakat menilai, usia dewasa dini adalah masa yang

tepat untuk membentuk keluarga; seperti yang diungkapkan oleh Santrock

(2002) bahwa usia dewasa dini adalah usia yang standar untuk menikah. Hal

ini didukung oleh pendapat Wagner (2002) yang menyatakan bahwa

masyarakat Timur khususnya masih memiliki persepsi yang negatif terhadap

orang yang tidak menikah dan memilih hidup lajang.

Wanita yang sudah menikah pun memiliki berbagai tuntutan. Misalnya,

mereka dituntut untuk senantiasa memiliki waktu dan tenaga untuk melayani

segala kebutuhan rumah tangganya. Seorang wanita diharapkan dapat

mendampingi dan melayani suami, serta mengurus anak-anaknya dengan baik.

Di sisi lain sebagai individu dewasa dini yang sedang dalam masa produktif, ia

ingin mencapai karir yang matang.

Tuntutan-tuntutan masyarakat inilah yang seringkali membuat wanita

baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah mengalami

(22)

perkembangan emosional dan sosial individu tersebut tidak terganggu.

Masing-masing individu memiliki cara yang berbeda dalam menghadapi

stress

. Akan

tetapi, secara umum individu memerlukan keterampilan

coping

dalam

menghadapi setiap permasalahan yang dihadapinya.

Coping

adalah cara seseorang mengatur perilaku, emosi, dan orientasi di

bawah kondisi yang penuh dengan tekanan atau

stressor

(Skinner & Wellborn

dalam Skinner, 1995). Apabila seseorang memiliki keterampilan

coping

yang

baik, maka orang tersebut akan mampu mengatasi segala permasalahan yang

dapat menimbulkan

stress

dalam kehidupannya. Dengan demikian,

perkembangan emosional dan sosial individu tersebut tidak terganggu.

Keterampilan

coping

yang baik sangat dibutuhkan oleh setiap individu

agar individu tersebut dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang dapat

menimbulkan

stress.

Salah satu faktor yang dapat menunjang keterampilan

coping

pada diri seseorang adalah dukungan sosial.

Menurut

Bodenmann dkk

(2005), kehadiran seseorang dalam sebuah hubungan merupakan sumber daya

utama untuk memberikan dukungan pada pasangannya dalam menghadapi

tekanan-tekanan atau

stresor

dalam hidup sehari-hari, baik

stress

yang ringan

maupun yang berat.

Antara wanita dewasa dini yang sudah menikah dan wanita dewasa dini

yang belum menikah terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut terkait dengan

salah satu sumber daya dalam penyelesaian masalah, yaitu dukungan sosial

yang didapat dari suami.

(23)

suami yang mungkin mempengaruhi pola

coping

nya dengan penyelesaian yang

lebih berfokus pada masalah dan dapat mengatasi

stress

dengan cara yang

tepat. Wanita dewasa dini yang belum menikah mungkin memiliki teman atau

kerabat yang dapat mendukung mereka ketika mengalami

stress

, akan tetapi

menurut Walters (2002) hubungan emosional yang terjalin antara suami dan

istri lebih kuat dibandingkan dengan hubungan dengan teman atau kerabat.

Selain itu, menurut Sears (1988) orang yang menikah mempunyai

kemungkinan kesepian lebih kecil daripada yang tidak menikah, dan kesepian

tertinggi biasanya dialami oleh individu di masa remaja dan pemuda. Wanita

dewasa dini yang belum menemukan pasangan hidup seringkali merasakan

kesepian dan kesendirian. Sears menambahkan, orang yang kesepian sering

memiliki keterampilan sosial yang rendah. Hal ini akan mempengaruhi

keterampilan

coping

wanita dewasa dini yang belum menikah karena salah

satu faktor yang mempengaruhi keterampilan

coping

adalah keterampilan

sosial.

Hasil penelitian Fauziah, Prihanto, dan Sukamto (1999) menunjukkan

bahwa dukungan sosial suami pada istri sangat berpengaruh pada tingkat

stress

yang mereka alami. Ada hubungan negatif antara dukungan sosial yang

diberikan suami dengan tingkat

stress

. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan

sosial yang diberikan oleh suami, maka semakin rendah tingkat stress yang

dialami oleh istri.

Pada wanita dewasa dini yang sudah menikah, dukungan sosial dalam

(24)

yang belum menikah, sumber daya yang sangat berarti tersebut tidak mereka

miliki. Mereka tidak memiliki seorang suami sebagai sosok yang paling dekat

yang dapat memberikan dukungan ketika mereka mengalami

stress

.

Walters (2002) mengemukakan bahwa perkawinan adalah kesempatan

untuk pertumbuhan dan perkembangan yang semakin jauh dan merupakan

suatu tantangan dan kesempatan untuk membahagiakan orang lain, bukan

untuk mengejar kebahagiaan sendiri secara egois. Sebuah penelitian

longitudinal yang dilakukan oleh Lucas, Clark, Georgellis, dan Diener (2003)

menunjukkan bahwa orang yang menikah memiliki hidup yang lebih puas dan

bahagia daripada orang yang tidak menikah.

Salah satu kemungkinan sumber kebahagiaan dalam pernikahan adalah,

individu yang ada dalam ikatan pernikahan tersebut telah menempatkan diri

sebagai seseorang yang harus menghargai pasangannya dan tidak bersikap

egois, mau berbagi dan saling mendukung ketikan menghadapi suatu tekanan.

Hal tersebut membuat hidup individu dewasa dini yang sudah menikah lebih

efektif dan bahagia.

Perbedaan kondisi yang terdapat antara wanita dewasa dini yang sudah

menikah dan yang belum menikah ini menjadi suatu hal yang menarik bagi

peneliti. Peneliti ingin melihat apakah perbedaan kondisi tersebut

menimbulkan perbedaan keterampilan

coping

pada wanita dewasa dini yang

(25)

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas,

permasalahan yang muncul dan akan diteliti dalam penelitian ini adalah apakah

keterampilan

coping

wanita dewasa dini yang sudah menikah lebih tinggi

daripada wanita dewasa dini yang belum menikah?

C.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah keterampilan

coping

wanita dewasa dini yang sudah menikah lebih tinggi daripada dewasa

dini yang belum menikah.

D.

Manfaat Penelitian

1.

Manfaat Teoretis

a.

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran

mengenai tingkat keterampilan

coping

pada individu dewasa dini,

baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah.

b.

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu referensi bagi

psikologi perkembangan dalam mempelajari dinamika kehidupan

individu dewasa dini, khususnya keterampilan coping dan

faktor-faktor pendukung yang dimiliki oleh wanita dewasa dini untuk

(26)

2.

Manfaat praktis

a.

Bagi wanita dewasa dini

Peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi

wanita dewasa dini, baik wanita dewasa dini yang sudah menikah

maupun yang belum menikah untuk mengembangkan keterampilan

coping

secara mandiri.

b.

Bagi peneliti selanjutnya

Peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat mendukung peneliti

selanjutnya untu mengembangkan penelitian baru yang lebih

relevan dalam bidang psikologi perkembangan dan psikologi

kesehatan, khususnya yang terkait dengan dinamika kehidupan

individu dewasa dini beserta segala permasalahan yang dihadapi.

c.

Bagi pembaca

Peneliti berharap hasil penelitian ini memberikan informasi bagi

pembaca mengenai hal-hal yang dapat membantu meningkatkan

keterampilan

coping

untuk mengatasi

stress

yang mereka alami

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KETERAMPILAN COPING

1. Pengertian Keterampilan Coping

Ketika individu mengalami stress, ia memerlukan strategi untuk menghadapinya. Mengatasi stress merupakan usaha individu untuk menghilangkan rasa tidak enak karena stress, dan membebaskan diri dari rasa itu. Mengatasi stress merupakan usaha yang dinamis, berganti secara terus menerus, dan tak henti-hentinya mengubah orang yang melakukan pengatasan stress itu. Perubahan itu terjadi karena usaha pengatasan yang ditujukan keluar untuk mengubah hal, peristiwa, orang, atau keadaan yang mengakibatkan stress (Hardjana, 1994).

Untuk dapat mengatasi segala permasalahan yang dapat menimbulkan stress, seseorang harus memilki keterampilan coping. Coping adalah cara seseorang mengatur perilaku, emosi, dan orientasi di bawah kondisi yang penuh dengan tekanan atau stressor (Skinner & Wellborn dalam Skinner, 1995). Sedangkan menurut Lazarus & Launier (dalam Forman, 1993), coping merupakan suatu set respon berupa kognitif atau perilaku yang digunakan oleh orang untuk mengatasi situasi yang penuh dengan permasalahan dan untuk mencegah kehancuran akibat tekanan dalam hidup.

(28)

menguasai situasi stress yang menekan akibat dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya (Mu’tadin dalam www.e-psikologi.com).

Menurut Forman (1993), keterampilan coping dapat diartikan sebagai suatu set informasi dan perilaku fisiologis, sosial, kognitif, dan/atau afektif yang dipelajari dan digunakan oleh individu untuk mengatasi penyebab stress secara efektif dan mengurangi akibat negatif yang ditimbulkan oleh stress.

Keterampilan coping merupakan kemampuan untuk menangani perubahan dan kemampuan untuk memandang apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Kemampuan ini digunakan untuk memahami hal-hal dan orang-orang di sekitar individu serta bagaimana individu dapat mengatasi hal-hal tersebut (www.journal-writing.webdjinni.net).

Jadi, yang dimaksudkan dengan keterampilan coping adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu baik mental maupun perilaku berupa perilaku fisiologis, sosial, kognitif, dan afektif untuk menghilangkan rasa tidak enak yang diakibatkan oleh stress. Kemampuan tersebut digunakan untuk menangani, menguasai, dan mengatasi penyebab stress secara efektif serta mengurangi akibat negatif yang ditimbulkan oleh stress, guna memperoleh rasa aman. 2. Aspek-aspek Keterampilan Coping

Terdapat beberapa aspek dalam keterampilan coping, yaitu (www.journal-writing.webdjinni.net) :

a. Reaksi terhadap stress

(29)

suatu kekecewaan atau kesalahan dengan cara yang tepat. Dapat memahami bahwa setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan dan dapat pula meraih kesuksesan. Kuncinya adalah belajar dari kesalahan dan menikmati kesuksesan yang didapat.

b. Bersandar pada diri sendiri

Yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan untuk bersandar atau percaya pada diri sendiri. Ada saat-saat ketika individu membutuhkan solusi atau pendapat dari orang lain mengenai permasalahan yang sedang dihadapi. Akan tetapi, pada akhirnya individu tersebut harus memutuskan sendiri jalan yang harus dipilih dalam menjalani kehidupan.

c. Kemampuan untuk melakukan pendekatan terhadap situasi

Setiap individu harus memiliki kemampuan untuk memantau dan melakukan pendekatan terhadap lingkungan dan orang-orang disekitarnya. Hal ini disebabkan perubahan-perubahan dalam kehidupan yang terus terjadi. Dengan mempercayai insting dan kemampuan membuat keputusan, individu akan mampu dengan cepat merespon hal-hal atau situasi baru yang terjadi.

d. Memiliki sumber daya

(30)

e. Mampu beradaptasi

Adanya perubahan tak dapat terhindarkan dalam kehidupan. Oleh karena itu, kemampuan untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap perubahan sangat diperlukan. Dengan bersikap fleksibel dan terbuka, individu akan mampu untuk menghadapi perubahan-perubahan dalam hidup dengan baik.

f. Memiliki sikap proaktif

Yang dimaksudkan di sini adalah kemampuan atau keterampilan untuk mengantisipasi suatu permasalahan sebelum masalah tersebut muncul. Ini juga merupakan kemampuan untuk memahami apa yang dibutuhkan dan mengambil tindakan ketika diperlukan. Memiliki sikap proaktif juga berarti menyadari bahwa selalu ada risiko dalam kehidupan dan dapat mengambil pelajaran dari risiko tersebut, dan bukan menghindar atau takut menghadapinya.

g. Kemampuan untuk menikmati saat rileks

Kemampuan untuk menikmati saat rileks berarti kemampuan untuk menyisihkan waktu untuk diri sendiri dan menikmati saat-saat santai. Hal ini juga berarti kemampuan untuk dapat menghargai hidup dengan menikmati hidup dan lingkungan sekitar di tengah-tengah kesibukan dunia.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Coping

(31)

a. Kesehatan dan energi (Health and energy)

Kesehatan merupakan sumber yang penting, karena selama dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup besar. Apabila sedang sakit atau lelah, maka individu tidak memiliki cukup energi untuk melakukan coping sebaik individu yang berada dalam kondisi sehat.

b. Keyakinan atau Pandangan Positif (Positive beliefs)

Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting. Memandang diri sendiri secara positif dan percaya/yakin bahwa keberhasilan dalam hidup dapat dikendalikan dan akan menjadi hal yang positif.

c. Keterampilan Memecahkan Masalah (Problem-solving skills)

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

d. Keterampilan Sosial (Social skills)

(32)

e. DukunganSosial (Social support)

Dukungan ini meliputi pemenuhan kebutuhan akan dukungan emosional dan informasi, serta bantuan nyata bagi individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

f. Sumber Materi (Material resources)

Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli

Sichel dan Driscoll (dalam Lisa, Februari 2005) mengemukakan faktor yang berpengaruh dalam penanggulangan stress ialah dengan program NURSE, yaitu:

a. Nourishment and Needs

Nourishment adalah kebutuhan akan gizi yang baik. Untuk menghilangkan dan menghindarkan diri dari stress, dibutuhkan tubuh yang sehat. Bila gizi seimbang, maka badan akan sehat dan lebih mudah menghindari stress. Sedangkan needs adalah kebutuhan-kebutuhan pribadi dengan melakukan hal-hal yang disukai, misalnya membaca, mendengarkan musik, atau tidur.

b. Understanding

(33)

c. Rest and Relaxation

Setelah melakukan berbagai aktivitas dan menghadapi berbagai masalah, tubuh memerlukan istirahat. Hal ini dapat dilakukan dengan tidur dan berbagai metode relaksasi seperti meditasi, yoga, visualisasi, atau biofeedback.

d. Spirituality

Saat-saat beribadah dapat digunakan untuk menemukan kembali sebuah kekuatan. Aspek ini penting karena beberapa penelitian menyimpulkan bahwa di samping kebutuhan yang bersifat fisik dan psikis, manusia juga mempunyai kebutuhan spiritual. Pemenuhan kebutuhan spiritual membuat manusia bisa menerima kegagalan dengan lebih baik.

e. Exercise

Cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan tubuh sehat salah satunya dengan melakukan olahraga. Dengan olah raga yang teratur, energi akan meningkat dan meningkatkan daya tahan otak dan tubuh terhadap stress.

(34)

B. PERNIKAHAN

1. Pengertian Pernikahan

Undang-undang Republik Indonesia tahun 1974 pasal I tentang perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (dalam Gilarso, 2003).

Menurut Kartono (1992) pernikahan adalah suatu peristiwa di mana sepasang mempelai atau sepasang calon suami istri dipertemukan secara formal di hadapan penghulu/kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin, untuk kemudian disahkan secara resmi sebagai suami istri, dengan upacara dan ritus-ritus tertentu. Hukum dan undang-undang perkawinan diperlukan untuk mencegah timbulnya perceraian sewenang-wenang, perlakuan yang tidak adil oleh salah satu pihak, dan tingkah laku yang tidak bertanggungjawab lainnya.

Sedangkan Walters (2002) mengungkapkan bahwa pernikahan adalah suatu sarana untuk menghasilkan yang terbaik dalam tiap-tiap pasangan. Pernikahan merupakan satu langkah ke arah penghancuran keterikatan kepada dominasi ego yang membuat sempit wawasan. Perkawinan merupakan sebuah langkah menuju perkembangan jiwa. Walters juga menambahkan bahwa perkawinan merupakan sarana di mana orang memperoleh rangsangan untuk mempelajari perkembangan diri, dan memiliki tujuan yang lebih dari sekedar pemenuhan kepentingan sendiri.

(35)

Maha Esa. Pernikahan tersebut selanjutnya akan menjadi sarana untuk menuju perkembangan jiwa, mempelajari perkembangan diri, dan untuk menghasilkan yang terbaik dalam tiap-tiap pasangan.

2. Tujuan Pernikahan

Dalam UU perkawinan, tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dam kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

Tujuan pernikahan menurut Walters (2002) adalah pengetahuan diri dan pemahaman diri. Hidup berdampingan secara dekat dengan orang lain memberikan sebuah wahana objektif bagi perkembangan pribadi seseorang.

Kartono (1992) mengemukakan bahwa tujuan pernikahan adalah untuk memperoleh pengalaman hidup baru, bersama-sama dengan seseorang yang secara eksklusif menjadi miliknya, yaitu dengan seseorang yang dikasihinya. Selain itu, dengan menikah seseorang bisa mendapatkan pengakuan sosial serta memperoleh jaminan hidup sepanjang hayatnya.

Sedangkan Hurlock (1990) menyatakan bahwa dengan hidup sebagai suami istri dalam ikatan pernikahan orang dapat belajar untuk memberi dan menerima afeksi, berkomunikasi, dan belajar melakukan penyesuaian dalam banyak hal. Dengan demikian, mereka juga belajar bagaimana mengatasi berbagai masalah.

(36)

a. Pengembangan dan pemurnian cinta kasih suami istri

Dalam perkawinan, cinta kasih suami istri dikembangkan dan dimurnikan sehingga mendatangkan kebahagiaan bagi kedua belah pihak. b. Kelahiran dan pendidikan anak

Pernikahan adalah lembaga yang sah untuk pemenuhan keinginan untuk memiliki anak. Dalam lembaga pernikahan, sepasang suami istri dapat membentuk generasi baru dalam keturunan. Akan tetapi meskipun sebuah pernikahan tidak menghasilkan keturunan, pernikahan tidak kehilangan arti.

c. Pemenuhan kebutuhan seksual

Dalam lembaga pernikahan, kebutuhan seksual antara pria dan wanita dewasa dapat terpenuhi. Pemenuhan kebutuhan seksual tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab disertai dengan kerelaan dalam suasana cinta.

(37)

C. WANITA DEWASA DINI

1. Pengertian dan Batasan Usia Dewasa Dini

Istilah adult berasal dari kata kerja Latin yang berarti “telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna”. Ini berarti orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1990). Hal ini didukung oleh pendapat Monk (1989) yang menyatakan bahwa kedewasaan adalah masa yang dianggap sebagai masa yang sudah mencapai perkembangan penuh, sudah selesai perkembangannya.

Santrock (2002) menyatakan tanda seseorang telah memasuki masa dewasa adalah ketika seseorang mendapatkan pekerjaan penuh waktu yang kurang lebih tetap. Masa dewasa dini juga merupakan masa untuk bekerja dan bercinta, serta merupakan masa yang menunjukkan kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan.

Kedewasaan juga dapat diartikan sebagai suatu pertanggung- jawaban terhadap diri sendiri, bertanggung jawab atas nasib sendiri, dan atas pembentukan diri sendiri. Dalam usia dewasa, seseorang mulai memahami konstitusi diri sendiri, keadaan diri, serta batas-batas kemampuannya. Individu dewasa berada dalam proses pemawasan diri dan usaha memperbaiki diri. (Kartono, 1992).

(38)

2006).

Hurlock (1990) memberi batasan individu memasuki usia dewasa dini apabila ia berumur 18 sampai 40 tahun. Sedangkan Monk (1989) menyatakan bahwa di Indonesia seorang individu dapat dikatakan dewasa dini apabila ia telah berumur 21 tahun. Sedangkan pada UU perkawinan disebutkan bahwa seseorang sudah boleh melangsungkan pernikahan, dalam arti sudah dianggap dewasa apabila sudah mencapai umur 19 untuk laki-laki dan 16 untuk perempuan.

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa batasan usia dewasa dini adalah ketika seorang individu yang berusia 18-40 tahun dan telah menyelesaikan pertumbuhannya, siap menerima kedudukan di masyarakat dan mampu berpikir optimis serta mampu belajar dari pengalaman. Usia dewasa dini juga berarti telah mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri serta segala perbuatannya, dan mampu membuat keputusan secara mandiri.

2. Ciri-ciri Dewasa Dini

Mappiare (1983) mengemukakan ciri-ciri yang menonjol dalam masa dewasa dini yang membedakannya dengan masa kehidupan yang lain. Dalam masa dewasa dini nampak adanya peletakan dasar dalam banyak aspek kehidupannya, melonjaknya persoalan hidup yang dihadapi, dan terdapatnya ketegangan emosi. Masa dewasa dini memiliki ciri-ciri:

a. Usia reproduktif atau reproductive age

b. Usia memantapkan letak kedudukan atau setting-down age c. Usia banyak masalah atau problem age

d. Usia tegang dalam hal emosi atau emotional tension

(39)

merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola baru dan harapan-harapan sosial yang baru pula. Ia memaparkan ciri-ciri dewasa dini sebagai berikut:

a. Masa dewasa dini sebagai masa pengaturan

Pada masa ini mereka diharapkan mampu menemukan pola hidup yang memenuhi kebutuhan hidup yang memenuhi kebutuhan mereka kini dan masa depan. Jika seseorang mencapai usia dewasa, maka saatnya mereka menerima tanggungjawab sebagai orang dewasa. Ini berarti pria muda mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditanganinya sebagai kariernya, sedangkan wanita muda diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.

b. Masa dewasa dini sebagai usia reproduktif

Pada masa ini, bagi orang yang cepat mempunyai anak dan berkeluarga pada awal masa dewasa maka kemungkinan seluruh masa dewasa dini merupakan masa reproduksi.

c. Masa dewasa dini sebagai masa bermasalah

Di awal masa dewasa, rata-rata orang disibukkan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan penyesuaian diri dalam berbagai aspek utama kehidupan orang dewasa. Mereka berupaya menyesuaikan diri dalam kehidupan perkawinan, peran sebagai orang tua, dan karier. Masalah ini menjadi sulit karena tidak adanya bantuan karena sudah dianggap dewasa.

d. Masa dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional

(40)

masalah-masalah utama dalam kehidupan mereka, mereka sering sedemikian terganggu secara emosional.

e. Masa dewasa dini sebagai masa keterasingan sosial

Individu yang berada pada masa dewasa dini harus mencurahkan sebagian besar tenaga mereka untuk pekerjaan dan rumah tangga mereka sehingga mereka hanya mempunyai waktu sedikit untuk bersosialisasi. Akibatnya, mereka menjadi egosentris dan menambah kesepian mereka. f. Masa dewasa dini sebagai masa komitmen

Ketika menjadi individu dewasa, mereka memiliki perubahan tanggungjawab. Mereka menentukan pola hidup baru, memikul tanggungjawab baru, dan membuat komitmen-komitmen baru.

g. Masa dewasa dini sering merupakan masa ketergantungan

Apabila seseorang begitu terbiasa pada sikap ketergantungan, maka mereka akan meragukan kemampuan mereka sendiri untuk lebih mandiri. h. Masa dewasa dini sebagai masa perubahan nilai

Perubahan nilai di masa dewasa dini disebabkann oleh alasan bahwa untuk diterima dalam masyarakat dan kelompok sosial, mereka harus menerima nilai-nilai yang dianut oleh kelompok tersebut. Selain itu, individu dewasa dini menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional.

(41)

j. Masa dewasa dini sebagai masa kreatif

Bentuk kreativitas yang terlihat di masa dewasa tergantung pada minat dan kemampuan individual, kesempatan untuk mewujudkan keinginan, dan kegiatan-kegiatan yang memberikan kepuasan yang besar. Allport (dalam Monks, 1989) juga mengungkapkan beberapa ciri-ciri individu dewasa dini, yaitu:

a. Adanya usaha pribadi pada salah satu lapangan yang penting dalam kebudayaan yaitu pekerjaan, politik, agama, kesenian, dan ilmu pengetahuan.

b. Mempunyai kemampuan untuk mengadakan kontak yang hangat dalam hubungan-hubungan yang fungsional maupun yang tidak fungsional. c. Pengamatan, pikiran, dan tingkah laku menunjukkan sifat realistis yang

jelas.

d. Menemukan suatu bentuk kehidupan yang sesuai dengan gambaran dunia, atau filsafat hidup yang dapat mernagkum kehidupan menjadi satu kesatuan.

e. Adanya suatu stabilitas batin yang fundamental dalam dunia perasaan dan dalam hubungan dengan penerimaan diri sendiri.

f. Dapat melihat diri sendiri seperti adanya dan juga dapat melihat segi-segi kehidupan yang menyenangkan.

(42)

berbagai penyesuaian yang harus dijalani. 3. Tugas Perkembangan Dewasa Dini

Tugas perkembangan bagi individu dewasa dini pada pokoknya mengandung isi-isi harapan atau tuntutan dari lingkungan sekitar sesuai dengan tingkat perkembangan yang telah dicapainya. Sejak seseorang telah menyandang status dewasa, dirinya diharapkan siap menerima kewajiban dan tanggung jawab kedewasaannya, yang ditunjukkan dengan pola-pola tingkah laku wajar seperti yang berlaku pada kebudayaan sekitarnya (Mappiare, 1983)

Havighurst (dalam Mappiare, 1983) menyatakan bahwa tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa dini adalah:

1. Memilih teman bergaul (sebagai calon suami atau istri) 2. Belajar hidup bersama dengan suami atau istri

3. Mulai hidup dalam keluarga atau hidup berkeluarga 4. Belajar mengasuh anak-anak

5. Mengelola rumah tangga

6. Mulai bekerja dalam suatu jabatan

7. Mulai bertanggung jawab sebagai warga negara secara layak

8. Memperoleh kelompok sosial yang seirama dengan nilai-nilai pahamnya

(43)

4. Perkembangan Kepribadian Wanita

Kartono (1977) mengungkapkan bahwa eksistensi seorang wanita mencakup keberadaan jasmani dan rohani wanita, termasuk cara wanita menghayati dan menyadari hakikat dirinya dan makna pribadinya, memahami relasi dirinya dengan dunia sekitar dengan segala isinya dan dengan sesama manusia. Singkatnya, cara wanita menghayati keadaan dirinya dengan segala aspeknya.

Selaku manusia, wanita juga merupakan makhluk yang memiliki kemandirian, dalam arti ia harus memperjuangkan hidupnya untuk dapat mengembangkan pribadinya. Selain itu, wanita juga mempunyai kemampuan untuk berkembang dan membangun dirinya berlandaskan pada pola pilihannnya sendiri menuju taraf kehidupan yang lebih baik.

Ada dua ciri khas kewanitaan, yaitu intuisi yang halus dan tajam dan subyektivitas yang lebih besar dalam menilai semua proses hidup. Intuisi dapat disebutkan sebagai suatu kemampuan untuk ikut merasakan segala sesuatu yang tengah dialami oleh orang lain atau merasakan suatu peristiwa di luar dirinya sebagai hasil dari satu proses yang tidak disadari.

Menurut Gilarso (2003) wanita memiliki sifat memelihara dan merawat, memiliki perhatian lebih kepada sesama manusia, serta memiliki emosi dan perasaan yang lebih menonjol dan mempengaruhi pikirannya. Hal ini didukung oleh riset yang dilakukan oleh Gilligan (dalam Barnhouse, 1991) yang menunjukkan bahwa wanita lebih memperhatikan tanggung jawab terhadap hubungan antarmanusia, sedangkan laki-laki lebih memperhatikan hak individu.

(44)

hubungan baik dengan antarsesama. Di sisi lain, pikiran wanita lebih dipengaruhi oleh emosi dan perasaan yang sedang dialaminya. Akan tetapi, wanita juga memiliki kemandirian untuk mengembangkan pribadinya dan memperjuangkan hidupnya.

D. DINAMIKA PERBEDAAN KETERAMPILAN COPING PADA WANITA

DEWASA DINI YANG SUDAH MENIKAH DAN YANG BELUM MENIKAH

Tuntutan bagi wanita semakin bertambah seiring perkembangan dan kemajuan jaman. Dengan keinginan bagi persamaan hak, yang berarti juga persamaan kewajiban, wanita memiliki semakin banyak tuntutan yang harus diselesaikan. Tuntutan ini dapat datang dari keluarga, seperti kebutuhan ekonomi yang menyebabkan wanita harus bekerja. Tuntutan juga dapat datang dari diri sendiri, seperti keinginan untuk mendapatkan dan mempunyai karir dan penghasilan yang baik. Selain itu, wanita yang berada pada usia dewasa dini harus melakukan penyesuaian pada pola kehidupan yang baru dan dihadapkan pada tugas-tugas perkembangan yang harus mereka penuhi.

Bagi wanita yang belum menikah, tugas perkembangan yang penting di masa dewasa dini yaitu membangun keluarga, belum mereka capai. Bagi wanita yang sudah menikah, mereka ingin memiliki karir yang baik sekaligus keluarga yang bahagia. Mereka juga menghadapi tuntutan akan anak-anak yang membutuhkan perhatian. Karena banyaknya tuntutan-tuntutan tersebut, maka semakin banyak pula kaum wanita yang mengalami stress (Lisa, Februari 2005).

(45)

Ketegangan-ketegangan menyebabkan wanita mengalami tekanan atau stress tersebut harus diatasi agar tidak mengganggu kehidupan individu tersebut selanjutnya.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Taylor (dalam Lisa, Oktober 2004) para wanita akan mencari teman bicara apabila sedang merasa tertekan atau stress. Menurut Taylor, wanita cenderung mencari dukungan orang lain dan membicarakan masalahnya sehingga menjadi lebih tenang.

Pada wanita yang sudah menikah, kebutuhan akan teman bicara untuk bercerita dan mencari dukungan bisa didapatkan dengan kehadiran seorang suami. Dengan adanya seorang suami, wanita yang sudah menikah dapat membagikan beban yang dirasakannya sehingga ia dapat menghadapi permasalahannya dengan lebih tenang. Hubungan emosional yang kuat dengan suami juga sangat mempengaruhi kenyamanan yang didapat seorang wanita ketika ia menceritakan permasalahannya.

Di samping itu menurut Bodenmann dkk (2005), dalam suatu penelitian ditemukan bahwa dalam sebuah pernikahan atau pada pasangan suami istri pola coping dapat mempengaruhi satu sama lain. Kecenderungan suami menggunakan problem focused dapat berpengaruh pada diri seorang wanita yang sudah menikah, sehingga ia tidak hanya mengedepankan emosi, dan lebih berfokus pada masalah dalam mengatasi stress. Dengan kemampuan untuk menyelesaikan masalah dengan lebih berfokus pada persoalan, maka keterampilan penyelesaian masalah atau keterampilan coping yang dimiliki individu pun semakin tinggi.

(46)

keterampilan coping yang mereka miliki karena salah satu faktor yang menentukan keterampilan coping adalah keterampilan sosial.

Pada wanita yang belum menikah, dukungan dari orang lain bisa ia dapatkan dari teman atau saudaranya. Akan tetapi menurut Walters (2002) ikatan emosional suami-istri lebih kuat bila dibandingkan dengan ikatan emosional yang terjalin antar teman atau kerabat, sehingga kenyamanan yang mereka peroleh akan berbeda.

E. HIPOTESIS

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian perbandingan atau komparasi. Penelitian perbandingan adalah penelitian yang membandingkan dua variabel yang sama dalam populasi yang berbeda (Amirin, 1986). Dalam hal ini peneliti ingin membandingkan keterampilan coping pada wanita dewasa dini yang sudah menikah dan wanita dewasa dini yang belum menikah.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Ada dua variabel dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung.

Variabel bebas : status pernikahan Variabel tergantung : keterampilan coping

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Keterampilan Coping

Keterampilan coping adalah kemampuan seseorang dalam berupaya untuk mengatasi kondisi penuh tekanan yang dialaminya. Menurut Forman (1993), keterampilan coping dapat diartikan sebagai suatu set informasi dan perilaku fisiologis, sosial, kognitif, dan/atau afektif yang dipelajari dan digunakan oleh individu untuk mengatasi penyebab stress secara efektif dan mengurangi akibat negatif yang ditimbulkan oleh stress.

(48)

keterampilan coping. Ada 7 (tujuh) aspek dalam keterampilan coping, yaitu: a. Reaksi terhadap stress

Indikator-indikator aspek reaksi terhadap stress adalah: a.1. Tetap berfungsi normal pada saat mengalami stress.

a.2. Memandang suatu kesalahan sebagai suatu pengalaman yang wajar dan dapat belajar dari kesalahan tersebut.

b. Bersandar pada diri sendiri

Indikator-indikator aspek bersandar pada diri sendiri: b.1. Percaya pada keputusan yang diambil.

b.2. Tahu langkah-langkah yang harus diambil ketika menghadapi stress.

c. Kemampuan untuk melakukan pendekatan pada situasi

Indikator-indikator dalam aspek kemampuan untuk melakukan pendekatan pada situasi adalah:

c.1. Mempunyai insting atau perkiraan atas apa yang akan terjadi dan bagaimana cara menghadapinya.

c.2. Menganalisa secara tepat situasi yang sedang terjadi. d. Memiliki sumber daya

Indikator-indikator dalam aspek memiliki sumber daya adalah:

d.1. Tahu di mana tempat untuk meminta bantuan pada saat menghadapi masalah.

d.2. Mampu menemukan solusi untuk memecahkan masalah.

(49)

e. Mampu beradaptasi

Indikator-indikator dalam aspek mampu beradaptasi adalah:

e.1. Mampu melakukan penyesuaian dengan baik terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.

e.2. Suka mempelajari hal-hal baru. e.3 Mampu berkompromi dengan baik. f. Memiliki sikap proaktif

Indikator-indikator dalam aspek memiliki sikap proaktif adalah: f.1. Mampu membuat strategi untuk mengatasi masalah. f.2. Tidak ragu-ragu mengambil tindakan.

f.3. Berani menyampaikan kebutuhan dan berani mengambil risiko. g. Kemampuan untuk menikmati saat rileks

Indikator-indikator dalam aspek kemampuan untuk menikmati saat rileks adalah:

g.1. Mampu untuk menikmati dan mensyukuri hidup. g.2. Selalu mempunyai waktu untuk bersantai. g.3. Menyadari pentingnya istirahat.

(50)

2. Status Pernikahan

Dalam penelitian ini akan dilihat apakah suatu pernikahan akan membuat keterampilan coping seseorang lebih tinggi, khususnya wanita dewasa dini. Hal ini didasarkan pandangan pada pernikahan yang dilihat sebagai wahana untuk belajar dalam mengembangkan pribadi seseorang, sehingga individu lebih matang dalam menyelesaikan suatu masalah dan menghadapi suatu tekanan atau stress.

Dalam penelitian ini, status pernikahan subjek yaitu status sudah menikah atau belum menikah diketahui dari tiap-tiap skala yang disebarkan. Subjek mencantumkan status mereka dengan mengisi kolom identitas yang telah disediakan pada skala yang dibagikan.

D. SUBJEK PENELITIAN

1. Populasi

Populasi adalah suatu kumpulan menyeluruh dari suatu obyek yang merupakan perhatian peneliti (Kountur, 2003). Populasi dari penelitian ini adalah wanita yang berada pada usia dewasa dini, yaitu wanita yang berusia antara 18 tahun sampai 40 tahun.

2. Sampel

(51)

antara 18 sampai 40 tahun. Akan tetapi, jarak usia yang cukup jauh akan membedakan seseorang dalam merespon tekanan. Oleh karena itu, peneliti memilih subjek yang berusia antara 20 sampai dengan 30 tahun.

E. PROSEDUR PENELITIAN

1. Menyusun item dan mempersiapkan skala keterampilan coping yang terdiri dari 7 (tujuh) aspek yaitu reaksi terhadap stress, bersandar pada diri sendiri, kemampuan untuk melakukan pendekatan pada situasi, memiliki sumber daya, mampu beradaptasi, memiliki sikap proaktif, dan kemampuan menikmati saat rileks. Setiap item dalam skala tersebut mempunyai 4 alternatif jawaban yaitu ”Sangat Setuju” (SS), ”Setuju” (S), ”Tidak Setuju” (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

2. Mengujicobakan skala atau melakukan try out pada individu yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian yaitu wanita dewasa dini yang berusia antara 20 sampai 30 tahun. Uji coba dilaksanakan dari tanggal 25 April sampai dengan tanggal 10 Mei 2007. Alat ukur yang disebarkan sebanyak 110 eksemplar, akan tetapi tidak semua alat ukur yang disebar tidak dapat dianalisis karena ada beberapa eksemplar yang gugur. Gugurnya alat ukur tersebut dikarenakan ada 5 eksemplar yang tidak memenuhi syarat kelengkapan jawaban, dan 3 eksemplar yang lainnya tidak kembali. Dengan demikian, ada 102 data uji coba yang dapat dianalisis.

(52)

4. Mengumpulkan data dengan menyebarkan skala keterampilan coping yang berisi item-item yang telah lolos seleksi.

5. Melakukan analisis data menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan antara 2 kelompok subjek.

6. Membuat pembahasan dan kesimpulan dari data yang didapatkan sebagai hasil penelitian.

F. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala merupakan kumpulan pernyataan yang disusun dengan cara tertentu mengenai suatu objek yang hendak diungkap dari subjek. Skala dalam penelitian ini merupakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan referensi yang didapat dari jurnal yang diambil dari website www.queendom.com dan www.webdjinni.net yang kemudian disesuaikan dengan budaya, bahasa dan adat/tradisi responden.

Keterampilan coping yang akan diungkap dalam penelitian ini dilihat dari tinggi rendahnya skor total yang diperoleh melalui skor skala. Skor yang tinggi menunjukkan tingkat keterampilan coping yang tinggi menurut self report atau pandangan subjek dan sebaliknya, skor yang rendah menunjukkan tingkat keterampilan coping yang rendah menurut self report atau pandangan subjek terhadap dirinya sendiri.

1. Penyusunan Butir Pernyataan

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala keterampilan coping. Skala ini terdiri dari item-item yang dikembangkan dari 7 aspek keterampilan coping. Ketujuh aspek tersebut adalah:

(53)

c. Kemampuan untuk melakukan pendekatan pada situasi d. Memiliki sumber daya

e. Mampu beradaptasi f. Memiliki sikap proaktif

g. Kemampuan untuk menikmati saat rileks

Skala ini disusun berdasarkan skala Likert’s, dengan empat pilihan jawaban yaitu “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS). Peneliti sengaja tidak memberikan pilihan jawaban “Netral” atau “Ragu-ragu”. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi bias. Hadi (2000) menjelaskan bahwa subyek biasanya memiliki kecenderungan untuk lebih memilih jawaban yang ditengah (netral) atau disebut juga dengan central tendency effect. Kecenderungan tersebut dapat dihilangi dengan meniadakan pilihan jawaban netral atau ragu-ragu.

(54)

Tabel 1

Blue Print Skala Keterampilan Coping

(sebelum uji coba)

Item Aspek

Favorable Unfavorable

Jumlah

Item

Reaksi terhadap stress 1,18, 30, 37, 58, 72, 86

(7)

11,17, 41, 51, 65, 81, 97

(7)

14

Bersandar pada diri sendiri 2, 19, 32, 47, 60, 74, 87

(7)

7, 21, 25, 53, 64, 76, 92

(7)

14

Kemampuan untuk melakukan pendekatan pada situasi

4, 20, 34, 49, 62, 75, 90,

(7)

13, 24, 33, 57, 71, 77, 95

(7)

14

Memiliki sumber daya 6, 22, 42, 50, 63, 78, 94

(7)

10, 27, 43, 59, 67, 79, 88

(7)

14

Mampu beradaptasi 9, 39, 52, 54, 66, 80, 96

(7)

5, 8, 28, 29, 70, 73, 93

(7)

14

Memiliki sikap proaktif 12, 15, 23, 38, 68, 82, 99

(7)

35, 36, 44, 46, 56, 61, 89

(7)

14

Kemampuan untuk menikmati saat rileks

14, 26, 45, 55, 69, 83, 91, 100

(8)

3, 16, 31, 40, 48, 84, 85, 98

(8)

16

Total 50 50 100

2. Pemberian Skor

(55)

“Sangat Tidak Setuju”. Demikian pula sebaliknya, untuk pernyataan atau item unfavorable skor bergerak dari 1 sampai dengan 4 sesuai dengan jawaban subjek yaitu dari “Sangat Setuju” sampai dengan “Sangat Tidak Setuju”.

Tabel 2

Skor untuk Item Favorable dan Unfavorable

Skor Alternatif jawaban

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3

Sangat Tidak Setuju 1 4

G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

1. Validitas

Validitas adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Hal ini memliki arti sejauhmana sebuah skala mampu mengukur atribut yang memang hendak diukur. Suatu alat ukur yang memiliki validitas yang tinggi akan menghasilkan eror pengukuran yang kecil (Azwar, 2004).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pada penelitian ini prfessional judgement dilakukan oleh orang yang sudah ahli, yaitu dosen pembimbing. 2. Uji Analisis Item

(56)

sebuah skala harus sesuai dengan blue-print dan indikator perilaku yang akan diungkap. Selain itu, item-item tersebut harus disusun sesuai dengan kaidah penulisan yang benar serta tidak mengandung social desirability yang tinggi.

Apabila sudah didapatkan item dalam jumlah yang cukup, maka dilakukan prosedur seleksi item. Prosedur seleksi item didasarkan pada data empiris, yaitu data hasil uji coba item pada kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala tersebut.

Kualitas item diukur dengan analisis butir dengan menggunakan parameter daya beda atau daya diskriminasi item. Daya dikriminasi adalah sejauh mana item mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Untuk skala sikap, item yang berdaya beda tinggi adalah item yang mampu membedakan mana subjek yang bersikap positif dan mana subjek yang bersikap negatif (Azwar, 2004).

Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan kriteria yang relevan, yaitu distribusi

skor itu sendiri dan akan menghasilkan koefisien korelasi item total (r ).

Semakin baik daya diskriminasi sebuah item, maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00. Pemilihan item terbaik dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi sebesar 0,3. Dengan demikian, item-item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,3 dapat disisihkan, sedangkan item-item yang memiliki koefisien korelasi lebih atau sama dengan 0,3 dinyatakan sebagai item yang lolos seleksi dan dapat digunakan sebagai alat penelitian.

ix

(57)
(58)

Tabel 3

Spesifikasi Item Setelah Uji Coba

Item Aspek

Favorable Unfavorable

Jumlah

Item

Reaksi terhadap stress 30, 37, 86 (3)

11,17, 51, 65, 81, 97 (6)

9

Bersandar pada diri sendiri 47, 60, 74, 87 (4)

25, 53, 92 (3)

7

Kemampuan untuk melakukan pendekatan pada situasi

34, 75, 90, (3)

13, 24, 33, 57, 95 (5)

8

Memiliki sumber daya 22, 50, 63 (3)

27, 43, 59, 79, 88 (5)

8

Mampu beradaptasi 9, 39, 52, 54, 66, 80, 96

(7)

5, 8, 28, 29, 70, 93 (6)

13

Memiliki sikap proaktif 15, 38, 68, 82, 99 (5)

35, 44, 56, 61, 89 (5)

10

Kemampuan untuk menikmati saat rileks

14, 45, 69, 83 (4)

16, 31, 48, 85, 98 (5)

9

Total 29 35 64

(59)

Tabel 4

Spesifikasi Item Penelitian

Item Aspek

Favorable Unfavorable

Jumlah

Item

Reaksi terhadap stress 30(54), 37(1), 86(41)

11(5),17(11),51(30), 65(32), 97(49)

8

Bersandar pada diri sendiri

47(24), 60(29), 74(35), 87(42)

25(14), 53(27), 92(45) 7

Kemampuan untuk melakukan pendekatan pada situasi

34(4), 75(36), 90(44)

13(6), 24(13), 33(20), 57(26), 95(48)

8

Memiliki sumber daya 22(12), 50(8), 63(28)

27(16),43(22),59(47), 79(37), 88(53)

8

Mampu beradaptasi 9(3),39(17),54(25), 66(33), 80(38)

8(2), 29(18), 93(46) 8

Memiliki sikap proaktif 38(7),15(9),68(31), 82(39), 99(50)

35(21), 44(23), 89(43) 8

Kemampuan untuk menikmati saat rileks

14(15), 45(55), 69(51), 83(52)

16(10), 31(19), 48(34), 85(40)

8

Total 27 28 55

Keterangan: nomor yang di dalam kurung dan bercetak tebal

merupakan nomor-nomor baru yang digunakan dalam penelitian

3. Reliabilitas

(60)

angka 0, maka reliabilitasnya semakin rendah (Azwar, 2004).

Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi adalah pengukuran yang reliable, yaitu alat ukur yang apabila diujikan pada sejumlah subjek ataupun kesempatan yang berbeda tetap menunjukkan skor yang sama. Dengan demikian, alat tes cukup mampu menjaga konsistensinya. Pada penelitian ini, peneliti menguji reliabilitas dengan menggunakan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach.

Pengujian reliabilitas skala keterampilan coping dalam penelitian ini dilakukan dengan program SPSS for windows versi 13.0 (Reliability Analysis Scale-Alpha). Koefisien reliabilitas Alpha yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 0,925. Hal ini berarti bahwa skala keterampilan coping memiliki keajegan yang tinggi sehingga dapat dipercaya untuk mengungkapkan perbedaan keterampilan coping antara wanita dewasa dini yang sudah menikah dan yang belum menikah.

H. METODE ANALISIS DATA

(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Pengambilan data penelitian dilakukan mulai dari tanggal 19 sampai dengan 25 Juni 2007. Skala yang disebarkan berjumlah 70 eksemplar. 35 eksemplar untuk subjek wanita dewasa dini yang sudah menikah, dan 35 eksemplar untuk subjek wanita dewasa dini yang belum menikah. Dari 70 eksemplar yang disebarkan, semuanya dapat dianalisis karena memenuhi persyaratan kelengkapan jawaban.

Skala penelitian ini diberikan satu per satu pada wanita berusia antara 20-30 tahun yang berdomisili di Yogyakarta. Sebagian besar subjek tinggal di daerah Sleman dan sebagian subjek didapatkan dari Kota Madya Yogyakarta. Selain itu, ada beberapa subjek berdomisili di daerah Yogyakarta Selatan tepatnya di daerah Wonosari namun terletak di wilayah yang maju.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala keterampilan coping. Skala ini dianggap relevan untuk mengukur perbedaan keterampilan coping antara wanita dewasa dini yang sudah menikah dan wanita dewasa dini yang belum menikah karena sudah melewati tahap seleksi item dan memiliki reliabilitas yang baik.

B. DESKRIPSI SUBJEK

(62)

seseorang dalam merespon suatu tekanan.

Kriteria lain dalam pemilihan subjek adalah tingkat pendidikan. Subjek dalam penelitian ini adalah wanita dewasa dini yang memiliki tingkat pendidikan minimal SMU. Hal itu dilakukan dengan pertimbangan akan tingkat pendidikan yang dapat mempengaruhi seseorang dalam memandang suatu permasalahan dan mengatasi tekanan yang mereka alami. Deskripsi subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5

Deskripsi Subjek Penelitian

Wanita yang sudah

menikah

Wanita yang

belum menikah

20-24 tahun 9 14

25-28 tahun 12 11

28-30 tahun 14 10

Usia

Jumlah 35 35

SMU 12 16

D3 6 7

S1 14 12

S2 3 -

Pendidikan

Jumlah 35 35

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN

Dari hasil analisis didapatkan mean teoritis dan mean empirik. Mean teoritis adalah rata-rata skor skala penelitian yang didapatkan dari angka yang menjadi titik tengah skala tersebut, sedangkan mean empiris adalah rata-rata skor data yang diperoleh dari skor penelitian.

(63)

tertinggi. Maka rentang minimum-maksimumnya adalah 55x1 = 55 sampai dengan 55x4 = 220, dan luas jarak sebarannya adalah 220-55 = 165. Dengan demikian setiap

satuan deviasi standarnya bernilai

σ

= 165/6 = 27,5. Untuk data yang lebih lengkap

tercantum pada tabel 6.

Tabel 6 Hasil Analisis

Empiris Statistik Teoritis

Menikah Belum menikah

N 35 35

Skor Maksimum 220 209 168

Skor Minimum 55 146 135

Mean 137,5 164,6 156,06

SD 27,5 12,66 8,45

Keterangan:

Skor maksimum = (skor terbesar dalam skala) x (jumlah item) Skor minimun = (skor terkecil dalam skala) x (jumlah item) Mean = skor maksimum + skor minimum

2 Standar Deviasi = range

6

(64)

D. UJI ASUMSI ANALISIS DATA

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam suatu penelitian dilakukan untuk menguji apakah data keterampilan coping yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov dari SPSS for windows versi 13.0. Pengambilan keputusan didasarkan pada besaran probabilitas (p). Apabila p > 0,05 maka distribusi dinyatakan normal. Sebaliknya, apabila p < 0,05 maka distribusi dinyatakan tidak normal. Hasil uji normalitas tercantum dalam tabel 7.

Tabel 7

Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov

Menikah Belum Menikah

Kolmogorov Smirnov 0,812 1,023 Asymp. Sig (p) 0,525 0,246

Dari hasil pengujian terhadap wanita dewasa dini yang sudah menikah diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov 0,812 dengan probabilitas 0,525 (p > 0,05). Sedangkan wanita dewasa dini yang belum menikah memiliki nilai Kolmogorov Smirnov 1,023 dengan probabilitas 0,246 (p> 0,05). Oleh karena nilai p wanita yang sudah menikah dan yang belum menikah lebih besar dari 0,05 maka diketahui bahwa distribusi data pada kedua sampel adalah normal atau memenuhi persyaratan uji normalitas.

2. Uji Homogenitas

(65)

didasarkan pada nilai probabilitas (p). Jika p > 0,05 maka data berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama. Sebaliknya, jika nilai p < 0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varian yang tidak sama.

Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh nilai p sebesar 0,143. Oleh karena p > 0,05 maka dapat diketahui bahwa data berasal dari populasi yang mempunyai varian yang sama.

E. UJI HIPOTESIS

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Independent Sample t-test dari program SPSS for windows versi 13.0. Independent Sample t-test adalah pengujian menggunakan distribusi t terhadap signifikansi perbedaan nilai rata-rata tertentu dari dua kelompok sampel.

Hipotesis dalam penelitian ini berbunyi “Ada pebedaan keterampilan coping antara wanita dewasa dini yang sudah menikah dan yang belum menikah, di mana wanita dewasa dini yang sudah menikah lebih terampil melakukan coping daripada wanita dewasa dini yang belum menikah.” Dalam menentukan diterima atau

ditolaknya hipotesis, dilakukan dengan cara membandingkan nilai thitung dengan t .

T-tabel dicari dengan tabel distribusi t pada taraf kepercayaan 95% (α = 5%) dengan ketentuan:

tabel

(66)

Tabel 8

Hasil Uji Hipotesis

Keterampilan

coping

Mean

Empiris

Mean

Teoretis

t db t tabel Signifikansi

(2-tailed)

Menikah 35 164,6

Blm menikah 35 156,06 137,5 3,342 68 1,671 0,001

Dari tabel dapat dilihat bahwa dua kelompok subjek sama-sama memiliki mean empiris yang lebih besar daripada mean teoretis, dan mean empiris subjek yang sudah menikah lebih besar daripada mean empiris subjek yang belum menikah. Dari perhitungan pada 70 subjek diperoleh nilai t sebesar 3,342. Dan dengan df sebesar 68 diperoleh nilai t 5% (one tailed) sebesar 1,671. Dengan demikian nilai t-hitung lebih besar daripada t-tabel. Pemilihan tes signifikan one tailed

Gambar

Tabel 1 Blue Print Skala Keterampilan Coping....................................................
Blue Print Skala Keterampilan Tabel 1 Coping
Tabel 2 Skor untuk Item Favorable dan Unfavorable
Tabel 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Atika Sari Astuti S dan Faradila Ardhining Tyas, 2016 , ” PEMBUATAN HIDROGEL DARI RUMPUT LAUT ( Eucheuma cottonii ) DENGAN METODE KARBOKSIMETILASI DAN METODE

Berdasarkan Berita Acara Hasil Evaluasi File 1 (Penawaran Administrasi dan Teknis) Nomor pl- 01/11/BAHE.File1/Konsultan/2012 dan Berita Acara Hasil Evaluasi File 2 (Kombinasi Teknis

waktu yang ditentukan oleh Panitia, maka perusahaan saudara dinyatakan tidak

Penelitian ini bertujuan untuk menjajaki dan mengetahui makna kekerasan rumah tangga batih dalam pengaturan dan perlindungan hukum bagi wanita, bentuk pelanggaran hukum pada kasus

The results indicate that the majority of the parents highly expect that early English instruction will widen the children’s cultural perspectives of using more than

Kinerja bank asing mencatatkan pertumbuhan laba yang negatif. Deutsche Bank Indonesia sebagai salah satu bank asing juga mengalami penurunan profitabilitas. Terdapat beberapa

Pembangunan Rumah Susun Untuk Lokasi Binaan (Lokbin) Rawa Buaya (Struktur dan Arsitektur) - Multi Years Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Pembangunan Rusun Pulo Gebang Blok 5

Boiler adalah suatu kombinasi antara sistem- sistem dan peralatan yang dipakai untuk perubahan energi kimia dari bahan bakar fossil menjadi energi termal dan pemindahan