• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. peternakan unggas. Pada musim kemarau terjadi masalah wet litter yaitu litter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. peternakan unggas. Pada musim kemarau terjadi masalah wet litter yaitu litter"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Wet Litter (Feses basah)

Wet litter atau disebut juga dengan feses basah biasa terjadi pada plasma peternakan unggas. Pada musim kemarau terjadi masalah wet litter yaitu litter

basah yang terjadi akibat litter bercampur dengan feses, air minum yang tumpah sehingga mengeluarkan bau yang mengganggu lingkungan (Yuwanta, 2000).

Sumber pencemaran usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran tersebut. Pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses

dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat dan nitrit serta gas sulfida. Gas-gas tersebutlah yang menyebabkan bau (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991). Kandungan gas amonia yang tinggi dalam

kotoran juga menunjukkan kemungkinan kurang sempurnanya proses pencernaan atau protein berlebihan dalam pakan ternak, sehingga tidak semua nitrogen diabsorbsi sebagai amonia, tetapi dikeluarkan sebagai amonia dalam kotoran (Pauzenga, 1991).

Jumlah kotoran ayam yang dikeluarkan setiap harinya banyak, rata-rata per ekor ayam 0,15 kg. Fontenot et al. (1983). (Charles dan Hariono, 1991) melaporkan bahwa rata-rata produksi buangan segar ternak pada pemeliharaan ayam pedaging menghasilkan kotoran sebanyak 0,1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 25%. Kotoran ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak dicerna. Kotoran ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan senyawa organik lainnya. Protein pada kotoran ayam merupakan sumber nitrogen selain ada pula bentuk nitrogen inorganik lainnya. Komposisi kotoran ayam

(2)

sangat bervariasi bergantung pada jenis ayam, umur, keadaan individu ayarn, dan makanan (Foot et al. 1976).

Pada Tabel 1 dapat dilihat komposisi rata-rata kotoran ayam pedaging berdasarkan bobot basah.

Tabel 1. Kandungan rata-rata unsur pada kotoran ayam pedaging

Nama Unsur Kandungan unsur pada kotoran/bobot basah Minimum Maksimum Rata-rata

Total padatan (%) 38,00 92,00 75,80 Total N (%) 0,89 5,80 2,94 NH4-N (0/6) 0,08 1,48 0,75 P205 (0/0) 1,09 6,14 3,22 K20 (%) 0,63 4,26 2,03 Ca (Kalsium) (ppm) 0,51 6,22 1,79 Mg (Magnesium) (ppm) 0,12 1,37 0,52 Sulfida (ppm) 0,07 1,05 0,52 Mn (Mangnan) (ppm) 66,00 579,00 266,00 Zn (Seng) (ppm) 48,00 583,00 256,00 Cu (Tembaga) (ppm) 16,00 634,00 283,00 Sumber : Malone (1992)

Wet Litter (Feses Basah) sebagai pupuk organik

Anggorodi (1985) menjelaskan, feses merupakan bahan yang terdiri dari bahan pakan tidak tercerna, bakteri usus, getah pencernaan, cairan empedu, jaringan lapisan usus yang aus dan zat-zat mineral berasal dari metabolisme tubuh. Sebagian dari zat-zat yang tidak dapat diserap dan tidak tercerna dari usus halus berkumpul di dalam usus buntu dan di bagian ini terjadi sedikit penyerapan. Berkontraksinya usus buntu untuk mendorong isinya keluar ke dalam usus besar, berlangsung lebih kurang sehari. Bahan yang tidak tercerna dikeluarkan dari usus besar ke dalam kloaka, dari sini keluar tubuh sebagai feses. Cairan antara feses dan urine yang dikeluarkan unggas disebut manure. Seekor ayam menghasilkan sekitar dua puluh kilogram manure setahun.

(3)

Wet litter atau disebut juga dengan feses basah biasa terjadi pada plasma peternakan unggas. Pada musim kemarau terjadi masalah wet litter yaitu litter

basah yang terjadi akibat litter bercampur dengan feses, air minum yang tumpah (Yuwanta, 2000).

Pupuk kandang merupakan campuran dari kotoran padat, cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah (Soepardi, 1983). Pupuk kandang yang berasal dari feses ayam, kandungan N, P dan Ca relatif lebih tinggi dari hewan lainnya, mudah terpecah-pecah atau terbagi-bagi dan pelapukan organik sangat bermanfaat dalam memperbaiki kemampuan dalam menahan air ( Nasution, 1985).

Lubis (1986), menyatakan bahwa manfaat kotoran ayam telah diteliti dan ternyata memberikan efek yang sangat besar terhadap pertumbuhan tanaman bahkan lebih besar dari pada kotoran ternak besar. Dari segi hara tiap ton kotoran unggas terdapat 65,8 kg N, 13,7 kg P dan 12,8 kg K sedangkan hewan ternak besar dengan bobot kotoran yang sama mengandung 22 kg N, 2,8 kg P dan 13,7 kg K. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemakaian kotoran unggas jauh lebih baik daripada hewan ternak jika diberikan dalam jumlah besar.

Pengomposan

Pengkomposan merupakan suatu teknik pengolahan limbah padat yang mengandung bahan organik biodegradable (dapat diuraikan mikroorganisme). Selain menjadi pupuk organik maka kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah, memperbesar kemampuan tanah dalam menyerap air dan menahan air serta zat-zat hara lain. Pengkomposan alami akan memakan waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 2-3 bulan bahkan 6-12 bulan. Pengkomposan dapat berlangsung

(4)

dengan fermentasi yang lebih cepat dengan bantuan mikro organism (Syarif, 1986). MOD-71 merupakan salah satu aktivator yang dapat membantu mempercepat proses pengkomposan dan bermanfaat meningkatkan unsur hara kompos.

Pemupukan

Pupuk adalah semua bahan yang mengandung unsur-unsur yang berfungsi sebagai hara tanaman serta tidak mengandung unsur-unsur toksik yang dapat memperburuk keadaan tanaman. Pengaruh kesuburan tanah berkaitan erat dengan pemberian pupuk pada tanah tersebut, baik pupuk organik maupun pupuk anorganik ( Leiwekabessy dan Sutandi , 1988).

Lingga dan Marsono (2006) menambahkan bahwa pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman. Memupuk berarti menambahkan suatu bahan yang mengandung unsur hara tertentu ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun) untuk meningkatkan kesuburan tanah. Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk

menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman (Pitojo, 1995).

Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus ditempuh untuk memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang dan kompos). Terdapat dua kelompok pupuk anorganik berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal terdapat

(5)

tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K) (Lingga dan Marsono 2002).

Pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara. Penggunaan pupuk ini lebih praktis karena hanya dengan satu kali penebaran, beberapa jenis unsur hara dapat diberikan. Namun, dari sisi harga pupuk ini lebih mahal. Contoh pupuk majemuk antara lain diamonium fospat (DAP) yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor, pupuk NP artinya pupuk yang mengandung dua unsur utama nitrogen dan fospat, amafos, supertikfos (SS), leunafos pupuk ini dikenal dengan diamonium fospat sulfat, pupuk NK adalah gabungan anatara pupuk nitrogen dan kalium, pupuk PK merupakan gabungan pupuk fospat dan kalium, dan pupuk NPK (Novizan. 1999).

Menurut Jones et al. (1987), pemupukan di pastura biasanya akan mengakibatkan tiga perubahan penting yaitu: (1) perubahan produksi hijauan, (2) perubahan komposisi botani, dan (3) perubahan kandungan nutrisi hijauan. Humphreys (1980), menyatakan bahwa pemupukan yang lebih besar pada pastura yang baru dikelola mempunyai empat keuntungan yaitu: (1) memperbaiki pertumbuhan

Variasi analisis pupuk mejemuk sangat banyak. Meskipun demikian, perbedaan variasinya bisa jadi sangat kecil, misalnya antara NPK 15.15.15 dan NPK 16.16.16. Variasi analisis pupuk, seperti 15.15.15, 16.16.16, dan 20.20.20 menunjukkan ketersediaan unsur hara yang seimbang. Fungsi pupuk majemuk dengan variasi analisis seperti ini antara lain untuk mempercepat perkembangan bibit sebagai pupuk pada awal penanaman dan sebagai pupuk susulan saat tanaman memasuki fase generatif, seperti saat mulai berbunga.

(6)

leguminosa yang akan memberikan sumbangan nitrogen lebih banyak, (2) menekan pertumbuhan gulma, (3) mempercepat dilakukan penggembalaan, dan (4) menghemat biaya pemupukan per unit.

Deskripsi Tanaman Rumput dan Legum Brachiaria humidicola

Rumput Brachiaria humidicola merupakan rumput asli Afrika Selatan, kemudian menyebar ke daerah Fiji dan Papua New Guinea, terkenal dengan nama Koronivia grass. Rumput ini merupakan rumput berumur panjang yang berkembang secara vegetatif dengan stolon. Stolon tumbuh pada jarak 1-2 m dan cepat menyebar sehingga bila ditanam di lapang segera membentuk hamparan. Rumput ini memiliki tangkai daun lincolate, 3-4 raceme dengan panjang spikelet 3,5-4 mm (Skerman dan Rivers, 1990).

Tanaman rumput tahunan yang mempunyai banya serta membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma. Rumput dapat digunakan sebagai tanaman pangan dimana dapat tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah sangat asam tidak subur berbatu denga berat. Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman dipertahankan tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah ketika ditanam pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat berserat dan berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh ternak sehingga tidak disukai ternak (Hardjowigono,1995).

(7)

Brachiaria humidicola merupakan rumput yang tahan terhadap kekeringan dan genangan namun tidak setahan Brachiaria mutica. Rumput ini mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap invasi gulma, tetapi kurang cocok bila dilakukan penanaman dengan campuran leguminosa, hal ini karena pertumbuhan Brachiaria humidicola cepat sekali menutup tanah sehingga akan menekan pertumbuhan leguminosa. Brachiaria humidicola dapat tumbuh dengan baik apabila di tanam di bawah pohon kelapa untuk mendukung produktivitas peternakan rakyat. Kapasitas produksinya dapat mencapai 20 ton/ha (Jayadi, 1991).

Komposisi zat makanan rumput Brachiaria humidicola muda berdasarkan persentase dari bahan kering mengandung protein kasar (PK) 5,1%; serat kasar (SK) 37,4%; abu 9,8% dan BETN sebesar 46,1%, sedangkan yang sudah berbunga atau dewasa mengandung protein kasar 7,6%; serat kasar 35,5%; abu 14,7% dan BETN sebesar 39,9% (Gohl, 1975 Dalam Skerman dan Rivers, 1990).

Rumput Signal (Brachiaria Decumbens)

Rumput Signal (Brachiaria decumbens) tumbuh baik pada daerah sub humid tropis dan dapat tumbuh pada musim kering kurang dari 6 bulan. Tumbuh baik pada jenis tanah apapun termasuk tanah berpasir atau tanah asam, seperti dilaporkan oleh Mannetje dan Jones (1992) yang melaporkan bahwa Brachiaria decumbens sangat toleran terhadap tanah-tanah yang asam dan respon terhadap pemupukan yang mengandung unsur N, P, K, walaupun tidak tahan terhadap tanah berdrainase rendah.

Cook et al (2009) menyatakan bahwa rumput Brachiaria decumbens

mempunyai produksi bahan kering tinggi dengan pemupukan berat, dengan produksi sekitar 10 ton/ha/tahun dan sampai 30 ton/ha di bawah kondisi ideal.

(8)

Produksi Brachiaria, selain dipengaruhi oleh pemupukan, juga dipengaruhi oleh tinggi pemotongan. Semakin tinggi tingkat pemotongan produksi yang dihasilkan semakin tinggi (Siregar dan Djajanegara, 1972).

Tabel 2. Kandungan nutrisi Brachiaria decumbens

Spesies PK% N% Ca% P% Mg% K% Na% KCB%

Brachiaria

Decumbens 10,6 1,69 0,30 0,15 0,19 1,35 0,02 59,8

Sumber : Ciat (1983)

Brachiaria Ruziziensis

Tanaman berumpun tahunan yang merambat dengan rizoma yang pendek, batang berongga tumbuh dari pucuk buku-buku dan daun panjang sampai 25 cm dan lebar 15 mm serta memiliki bunga terdiri dari 3-9 tandan yang relatif panjang (4-10 cm). Rumput ruzi adalah rumput daerah dataran rendah sampai ketinggian 2000 dpl pada daerah tropis yang basah, dengan rata-rata curah hujan minimum 1200 mm (Hare, M.D. and Chaisang Phaikew,1997). Dapat bertahan musim kering selama 4 bulan tetapi akan mati pada kekeringan yang panjang serta tidak tahan terhadap genangan dan tumbuh subur pada tanah berpengairan baik.

Rumput ruzi tahan naungan sedang, bisa ditanam di bawah perkebunan kelapa, juga dapat bertahan pada penggembalaan berat dan memerlukan tingkat pemupukan tinggi untuk bertahan pada frekuensi pemotongan tinggi. Produksi lebih sedikit dibandidi Australia dan Amerika Selatan meskipun panen dapat menghasilkan lebih dari 20 ton/ha/tahun dengan pemberian nitrogen yang tinggi (Miles, J.W., Maass, B.L. and do Valle, C.B. (eds), 1996).

Tabel 3. Kandungan nutrisi Brachiaria ruziziensis

(9)

Brachiaria

Ruziziensis 11,6 1,86 0,31 0,16 0,20 1,80 0,02 60,7

Sumber : Ciat (1983)

Arachis glabarata

Arachis glabarata merupakan tanaman perennial dengan rhizome yang bercabang dan tanaman ini tumbuh tegak di atas tanah. Mempunyai dua pasang daun yang berbentuk ellips, panjangnya 6–20 mm dan lebarnya 5–14 mm. Bunga berbentuk bukat dengan diameter 10–12 mm, berwarna kuning sampai dengan orange dan panjang kelopak bunganya 6–7 mm. Polongnya kecil dengan panjang 10 mm dan tebal 5–6 mm. Mampu meningkatkan nilai nutrisi rumput pastura dan dapat bersaing dengan semua rumput pastura meskipun pertumbuhannya agak lambat (Bogdan 1977).

Arachis glabarata memiliki kemampuan pada naungan bervariasi tergantung ekotipe, misalnya CPI12121 dinilai sangat tahan naungan dan CPI29986 daya tahan naungan rendah dan biasanya dapat tumbuh pada naungan sedang. Arachis glabarata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat, lebih menyukai tanah masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau sedikit basa, selain itu beradaptasi baik pada daerah tropis maupun subtropis (Bowman dan Wilson, 1996). Arachis glabarata memiliki kualitas hijauan yang baik dan memiliki produksi bahan kering yang baik.

Arachis glabrata merupakan jenis leguminosa yang mempunyai prospek untuk dikembangkan karena menunjukkan adaptasi yang cukup baik pada berbagai tipe tanah dan tahan terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan,

(10)

serta produksi berat kering 13,0 ton/ha/th dengan kandungan protein rata-rata 15,9% (Yuhaeni, 1989). Arachis sangat bermanfaat untuk campuran hay atau untuk padang pengembalaan. Di daerah iklim kering seperti Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Arachis termasuk tanaman yang tumbuh baik pada musim hujan maupun kemarau sehingga jenis tanaman ini diharapkan untuk peningkatan pastura alam (Nulik et al., 1986). Valentine et al., (1986) melaporkan bahwa penanaman campuran Arachis glabrata dengan Paspalum notatum dapat meningkatkan 100 sampai 300% produksi berat kering rumput Paspalum

dibandingkan dengan penanaman rumput secara tunggal.

Chamaecrista Rotundifolia

Jenis-jenis tumbuhan penutup tanah yang banyak digunakan adalah kelompok Legume Cover Crop karena secara alami memiliki bintil-bintil pada akarnya yang memiliki fungsi sebagai penangkap nitrogen dari udara dan mensuplai kebutuhan nitrogen bagi pertumbuhan tanaman, meliputi jenis-jenis: Bermuda (Cynodon dactilon) , WF millet (Panicum miliaceum), Burgundy (Macroptilium bracteatum), Wynn cassia (Chamaecrista rotundifolia),

Centrosema (Centrosema SP), Orok-Orok (C/ota/aria SP) (Bahar, 1992).

Chamaecrista rotundifolia merupakan tanaman tahunan berumur pendek, tanaman semusim yang beregenerasi sendiri tinggi sekitar 1 m. Helai daun setengah lingkaran sampai bulat lebar dengan panjang 12-38 mm, lebar 5-25 mm. Bunga 1-2 (-3) axillary, kecil kuning. Buah pol

Spesies pasangan rumput yang cocok ditanam dengan Chamaecrista

rotundifolia antara la

(11)

cocok ditanam adalah Stylosanthes guianensis varitas intermedia,

,

Palatabilitas ternak terhadap Chamaecrista rotundifolia yaitu biasanya kurang disukai oleh ternak pada musim tumbuh dibawah curah hujan yang lebih tinggi, tetapi menjadi lebih diterima ketika rumput yang tumbuh bersama menjadi lebih tua di akhir musim. Dapat mencapai sekitar 20% dari ransum pada akhir musim gugur. Keunggulan dari legume chamaecrista rotundifolia antara lain penanaman dan penyebaran cukup cepat, kebutuhan pupuk rendah, dapat beradaptasi pada tanah asam dan produksi biji tinggi (Tarawali, 1995).

Stylosantes Guianensis

Stylosanthes guianensis lebih dikenal dengan nama stylo, digunakan sebagai

tanaman penutup tanah, sebagai pupuk hijau, dan sebagai tanaman pengganti pada penanaman berpindah tapi Stylo lebih dikenal sebagai tanaman pastura. Konsentrasi nitrogennya 15–30%. Legum berumur panjang, membentuk rumpun, batang berbulu, tinggi mencapai 1.5 m dan bertekstur kasar. Stylo merupakan jenis legum yang memberikan harapan baik untuk sebagian besar daerah di Indonesia. Toleransinya terhadap jenis tanah sangat luas bahkan tanah-tanah yang miskin unsur hara, dapat hidup pada tanah yang tergenang, dari berpasir sampai dengan tanah liat, toleransi pada tanah yang memiliki kandungan Al dan Mn yang tinggi tetapi tidak pada salinitas tanah yang tinggi (Mannetje dan Jones 1992).

Stylosanthes guianensis dapat tumbuh pada pH tanah di kisaran 4,0-8,3

Stylo toleran terhadap kandungan Al dan Mn yang tinggi namun tidak pada salinitas yang tinggi. Stylo dapat memanfaatkan P pada tanah dengan kandungan P yang rendah, namun dapat dengan baik merespon pemberian P, K, S, Ca, dan Cu

(12)

pada taraf yang rendah (FAO, 2009). Stylosanthes guianensis merupakan tanaman legum perenial, daunnya trifoliat dengan panjang 0,5-4,5 cm dan lebar 0,2-2 cm, bunganya berwarna kuning sampai orange, benihnya berwarna coklat (bervariasi dari kuning sampai agak kehitaman). stylo dapat digunakan untuk tanaman pakan pada lahan pastura (penggembalaan maupun potongan), sebagai penutup tanah (mencegah erosi), pupuk hijau, dan diolah menjadi hay atau pellet.

Pertanaman Campuran Rumput dan Leguminosa

Pertanaman campuran merupakan sistem penanaman dua atau lebih jenis tanaman dalam sebidang lahan pada musim tanam yang sama. Dengan demikian penanaman secara campuran dimungkinkan terjadi persaingan atau saling mempengaruhi antara komponen pertanaman yang berlangsung selama periode pertumbuhan tanaman dan mampu mempengaruhi hasil kedua atau lebih tanaman tersebut (Gardner et al., 1991). Selanjutnya dikatakan bahwa pada pertanaman campuran leguminosa memberi sumbangan N pada rumput selama pertumbuhannya. Beberapa syarat perlu diperhatikan sebagai tanaman campuran, yaitu dapat menimbun N, tanaman tahunan yang berumur pendek, spesies-spesies yang permanen, tanaman yang tumbuh rapat, rendah dan lambat berbunga.

Pembuatan padang rumput campuran dapat dilakukan dengan menyebar biji rumput yang dicampur dengan biji leguminosa (Mc Ilroy, 1976) atau seperti yang dinyatakan oleh Kismono (1979) dengan menyisipkan jenis leguminosa unggul yang disesuaikan dengan daerah setempat, atau dengan cara lain yaitu pertanaman campuran dengan pola lajur yang mempunyai potensi untuk memanipulasi imbangan rumput-leguminosa dalam hijauan dan memberikan cara untuk pasokan pupuk nitrogen optimal terhadap rumput, tanpa melepaskan

(13)

sumbangan fiksasi nitrogen dari leguminosa. Chrowder dan Chheda (1982) juga mengatakan bahwa leguminosa akan meningkatkan penyediaan protein bagi penggembalaan dan menyediakan nitrogen untuk pertumbuhan rumput.

Menurut Sanchez (1993) bahwa peranan legum pada pertanaman campuran legum-rumput adalah untuk memberikan tambahan nitrogen kepada rumput dan memperbaiki kandungan hara secara menyeluruh pada padang pengembalaan, terutama protein, fosfor, dan kalsium. Kecocokan antara spesies rumput dan legum dikaitkan dengan tumbuh dan menyesuaikan diri yang serupa antara kedua spesies itu terhadap pola iklim, kelengasan tanah, dan kesuburan tanah yang khas. Spesies rumput yang tumbuh dan menutup tanah dengan lapisan yang tebal dan pertumbuhannya diatur dengan pengelolaan misalnya Brachiaria decumbens cocok hidup bersama dengan legum yang rendah atau menjalar.

Penanaman campuran antara leguminosa dengan rumput memberikan produksi bahan kering dan kualitas rumput yang lebih baik dibanding penanaman rumput secara tunggal (murni) (Bahar et al., 1992). Bila dibandingkan dengan pertanaman tunggal maka pada pertanaman campuran dapat meningkatkan kandungan protein sebagaimana diperlihatkan pada tanaman campuran antara rumput P.Maximum dengan Neonaotonia wightii dan Macroptilium atropurpureum Smitt (1977). Lebih lanjut Manidool (1974) menyatakan bahwa spesies rumput yang kandungan proteinnya rendah dapat diupayakan agar lebih tinggi melalui pertanaman campuran dengan legum.

Kapasitas Tampung Ternak

Kapasitas tampung adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang

(14)

digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar (Reksohadiprodjo, 1994). Kapasitas tampung juga dapat diartikan sebagai kemampuan padang rumput dalam menampung ternak (Susetyo, 1980) atau jumlah ternak yang dapat dipelihara per satuan luas padang (Subagio dan Kusmartono, 1988). Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak/satwa yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan. Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan tekanan penggembalaan jangka panjang dalam tingkat optimum yang secara aman berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan hijauan.

Taksiran daya tampung menurut Halls et al., (1964) didasarkan pada jumlah hijauan tersedia. Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan dengan defoliasi, aspek lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan penggembalaan terhadap produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimum penting artinya dalam pengelolaan padang penggembalaan, karena tekanan penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang rumput bersangkutan.

Menurut Susetyo (1980), yang disitasi oleh Wiryasasmita (1985) bahwa, kapasitas tampung adalah angka yang menunjukan satuan ternak yang dapat digembalakan di luasan tanah pangonan tertentu, selama waktu tertentu, dengan tidak mengakibatkan kerusakan baik terhadap tanah, vegetasi maupun ternaknya. Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor klimat, spesies hijauan, serta jenis ternak yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan.

(15)

Menurut Reksohadiprodjo (1985), yang disitasi oleh Kencana (2000), kapasitas tampung (Carrying Capacity) adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar. Departemen Pertanian (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa, kapasitas tampung adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan kebun hijauan makanan ternak untuk kebutuhan ternak selama 1 (satu) tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST) per hektar.

Kapasitas tampung identik dengan tekanan penggembalaan (stocking rate) yaitu jumlah ternak atau unit ternak per satuan luas padang penggembalaan. Tekanan penggembalaan optimum merupakan pencerminan dari kapasitas tampung yang sebenarnya dari padang penggembalaan, karena baik pertumbuhan ternak maupun hijauan dalam keadaan optimum atau merupakan pencerminan keseimbangan antara padang rumput dengan jumlah unit ternak yang digembalakan (Susetyo, 1980).

METODE PENELITIAN

Gambar

Tabel 1. Kandungan rata-rata unsur pada kotoran ayam pedaging
Tabel 2. Kandungan nutrisi Brachiaria decumbens

Referensi

Dokumen terkait

Urutkan judul artikel ilmiah yang pernah diterbitkan selama 5 tahun terakhir dimulai dari artikel yang paling relevan menurut

Rempah atau Spices adalah tanaman atau bagian dari tanaman yang ditambahkan pada makanan untuk menambah atau membangkitkan selera makan.Spices sebagian besar tumbuh di daerah

Apa yang dilakukan Syekh Siti Jenar dalam tradisi Islam dan Bima (tokoh Pewayangan Mahabarata) dalam cerita Dewaruci yang berada dalam lingkup tradisi Jawa merupakan

Gejala klinis yang muncul pada episode ‘rapid cycling’ tidak berbeda dari gejala klinis yang berlangsung dalam episode non-rapid cycling hanya saja pada episode ‘rapid

Pada penendalian proses mixing dilakukan beberapa pengujian antara lain pengujian keadaan alkali dengan standar warna kuning cerah, homogenitas rata, larutan tidak ada

Semua pekerjaan yang memerlukan gambar-gambar pelaksanaan atau contoh-contoh yang Semua pekerjaan yang memerlukan gambar-gambar pelaksanaan atau contoh-contoh yang

Strategi dengan cara mengirim rombongan dakwah ke berbagai daerah yang ada di Kabupaten Tabalong selama 3 hari, 40 hari, bahkan 4 bulan. Dalam pelaksanaan strategi dakwah