• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN CITRA RAGA ANTARA PRIA METROSEKSUAL DAN RETROSEKSUAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN CITRA RAGA ANTARA PRIA METROSEKSUAL DAN RETROSEKSUAL"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN CITRA RAGA ANTARA PRIA METROSEKSUAL DAN RETROSEKSUAL

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh : Sapto Aditya NIM : 07 9114 052

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Hati S i pemalas penuh keinginan, tetapi sia-sia,

S edang hati orang rajin diberi kelimpahan

( Amsal 13 : 4 )

Orang y ang mengenal nama-Mu

Percay a kepada-Mu,

S ebab tidak Kau Tinggalkan orang

Yang mencari Engkau, Ya Tuhan

(5)

v

Karya yang sederhana ini ku persembahkan untuk

Tuhan Yesus Kristus Tuhan dan Sahabat terbaikku, kedua orang tuaku yang telah memberikan cinta dan kasih sayang untukku serta untuk

adik-adikku, tak lupa juga untuk sahabat-sahabatku tercinta.

(6)
(7)

vii

PERBEDAAN CITRA RAGA ANTARA PRIA METROSEKSUAL DAN RETROSEKSUAL

Sapto Aditya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan citra raga antara pria metroseksual dan retroseksual. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan citra raga antara pria metroseksual dan retroseksual, dimana citra raga pria retroseksual lebih positif dari pada metroseksual. Pria metroseksual disini adalah pria yang lebih mementingkan penampilan fisik, perawatan diri, serta memiliki rasa estetika yang tinggi terhadap tubuhnya. Sedangkan pria retroseksual biasanya tidak terlalu memperhatikan penampilan tapi mengedepankan kenyamanan bahkan terkesan apa adanya. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan pendekatan inferensial komparatif. Subjek penelitian ini berjumlah 100 orang pria yang tergolong dalam usia dewasa awal ( 18 – 40 tahun ). Metode pengumpulan data dilakukan dengan memberikan skala kepekaan akan penampilan dan skala citra raga. Skala kepekaan akan penampilan digunakan untuk mengelompokkan subjek kedalam kategori pria metroseksual atau retroseksual. Skala kesadaran ini diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya, dimana reliabilitasnya mencapai 0.977. Sedangkan reliabilitas skala citra raga mencapai 0.927. Hasil analisis uji-t skala citra raga menunjukkan nilai t = -8.087 dengan probabilitasnya 0.000 ( ρ < 0.05 ). Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara citra raga pria metroseksual dan retroseksual, dimana citra raga pria retroseksual lebih tinggi daripada metroseksual.

(8)

viii

BODY IMAGE DIFFERENCES BETWEEN METROSEXUAL AND RETROSEKSUAL MALE.

Sapto Aditya

ABSTRACT

This study aims to determine the Body image differences between metrosexual and retroseksual male. The hypothesis proposed in this research is the body image differences between metrosexual and retroseksual male, where the retrosexual male body image is more positive than the metrosexual. Metrosexual man is a man who concerned with physical appearance, personal care, as well as having a high sense of aesthetics of her body.While men retroseksual usually not too concerned about the appearance but prioritize comfort even impressed they are. This research included quantitative studies with inferential comparative approach. The subject of this study totaling 100 men belonging to early adulthood (18-40 years). Methods of data collection was done with a sensitivity of appearance scale and body image scale. Sensitivity of appearance scale would look used to classify subjects into categories retroseksual or metrosexual male. This scale derived from the results of previous research, where reliability reached 0977. While body image scale reliability reached 0927. T-test analysis results body image scale shows the value of t = -8087 with probability 0.000 (ρ <0.05). Based on data analysis, it can be concluded that there is a difference between body image and retroseksual metrosexual male, where retrosexual male body image higher than metrosexual.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai serta memberikan kasih dan terangNya kepada penulis, sehingga skripsi yang berjudul “Perbedaan Citra Raga antara Pria Metroseksual dan Retroseksual” dapat diselesaikan.

Penulis juga menyadari bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segenap ketulusan hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Dr. Ch. Siwi Handayani, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

2. Titik Kristiyani M.Psi selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.

3. Y. Heri Widodo, S.Psi., M.Psi. selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik yang bermanfaat bagi penulis.

4. MM. Nimas Eki S., S.Psi.,Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan dorongan untuk penulis.

(11)

xi

6. Staff Skretariat Fak. Psikologi Mas Gandung dan Pak Gik, Staff Lab. Psikologi Mas Mudji, staff ruang baca Mas Doni, terimakasih telah meberikan bantuan dan kemudahan bagi penulis.

7. Ibu : Sukitri tercinta, terimakasih untuk setiap cinta, kasih sayang, pengorbanan, kesabaran, doa serta didikan yang ibu berikan, serta Ayah : Sudarto, terimakasih atas doa, dukungan dan kasih sayang yang engkau berikan. Terima kasih untuk Ibuku yang telah bekerja keras membanting tulang dan memeras keringat hanya untuk menyekolahkan aku dan kedua adikku. Hanya ini yang bisa kupersembahkan sebagai rasa sayangku dan terimakasihku untuk Ayah dan Ibu.

8. Kedua adikku Windu Jati Wibowo dan Sungsang Kristanto Wibowo terimakasih telah menjadi adik yang terbaik untukku. Semoga kalian lebih sukses dari kakakmu ini.

9. For all my family u’r the best.

10.Untuk Mas Adikarang Samawi, terimakasih dukungan dan bimbingannya. 11.AB 3601 US terimakasih sudah membawaku kemana pun aku pergi. 12.Mbak Dewi, yang sudah bersedia memberikan ijin untuk menggunakan

skala penelitiannya.

13.Mbak Made, yang telah bersedia berbagi sumber-sumber bacaan, memberikan masukan untuk skripsi ini.

14.Ko Arya, yang telah bersedia membantu untuk mendapatkan buku utama. 15.Buat sahabat-sahabatku : Kristin ( SMP ), Yudha ( SMP-SMA ), Renanda

(12)

xii

”Reni” ( Kuliah ), Nana Lombok ( Kuliah ), Clarijo/ Clara ( Kuliah ), Ngatini/ Yustin ( Kuliah ), Simax / Silvy ( Kuliah ), kalian adalah sahabat terbaikku.

16.Terimakasih pula bagi semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini serta yang telah memberi warna dalam setiap nafas peneliti.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat terbuka terhadap saran dan kritik untuk kekurangan ataupun kesalahan pada karya tulis ini sehingga dimasa yang akan datang penulis dapat menulis dengan lebih baik. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca pada umumnya dan dunia Psikologi pada khususnya.

(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... ix

(14)

xiv

BAB II LANDASAN TEORI ... 8

A. Dewasa Awal ... 8

1. Pengertian Masa Dewasa Awal ... 8

2. Ciri - ciri Masa Dewasa Awal ... 9

3. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal ... 12

4. Minat Pribadi pada Penampilan ... 13

B. Citra Raga ( Body Image )... 14

1. Pengertian Citra Raga ( Body Image ) ... 14

2. Aspek Citra Raga ... 14

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Citra raga ... 16

4. Penelitian-penelitian Tentang Citra Raga ... 16

C. Metroseksual dan Retroseksual ... 18

1. Pengertian Metroseksual ... 18

2. Pengertian Retroseksual ... 20

3. Karakteristik Pria Metroseksual dan Retroseksual ... 21

a. Pria Metroseksual ... 21

b. Pria Retroseksual ... 23

4. Penelitian-penelitian tentang Metroseksual ... 23

5. Perbedaan Citra Raga Antara Pria Metroseksual dan Pria Retroseksual ... 24

(15)

xv

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Penelitian ... 28

B. Variabel Penelitian ... 28

C. Definisi Operasional ... 28

1. Citra Raga ... 28

2. Kepekaan / sensitivitas terhadap Penampilan ... 29

D. Subjek Penelitian ... 30

a. Karakteristik Subjek ... 30

b. Pengkategorian Subjek ... 30

E. Sampling ... 31

F. Metode dan Alat Pengambilan Data ... 31

1. Skala Perilaku Metroseksual ... 32

2. Skala Citra raga ... 33

G. Kredibilitas Alat Ukur ... 34

1. Estimasi Validitas ... 34

2.Seleksi Item ... 35

3. Estimasi Reliabilitas ... 36

H. Metode Analisis Data ... 37

1. Uji Asumsi ... 37

2. Analisis Hipotesis ... 38

(16)

xvi

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian ... 40

B. Data Demografis Subjek ... 41

C. Analisis Data ... 43

1. Uji Asumsi ... 43

2. Analisis Hipotesis ... 44

3. Analisis Tambahan ... 46

D. Pembahasan ... 47

BAB V PENUTUP ... 52

A. Kesimpulan ... 52

B. Saran ... 52

C. Keterbatasan Penelitian ... 53

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Ringkasan kategori subjek pria metroseksual dan

Retroseksual ... 31 Tabel 3.2 Blue Print Skala Citra Raga sebelum seleksi item ... 33 Tabel 3.3 Pemberian skor pada Skala Citra Raga pilihan

jawaban favourable ... 34 Tabel 3.4 Pemberian skor pada Skala Citra Raga dengan pilihan

(18)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Skema 2.1 Perbedaan Citra Raga pada Pria Metroseksual

(19)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Penelitian ... 57

Lampiran 2. Hasil Kategori Pria Metroseksual dan Retroseksual ... 67

Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Citra Raga ... 68

Lampiran 4. Hasil Uji Normalitas Skala Citra Raga ... 71

Lampiran 5. Hasil Uji Homogenitas Skala Citra Raga ... 72

Lampiran 6. Hasil Uji Hipotesis / Uji-T ... 73

Lampiran 7. Hasil Analisis Tambahan ... 74

Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Skala Kepekaan akan Penampilan ... 75

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Menjadi bagian dari suatu kelompok merupakan salah satu tugas perkembangan masa dewasa awal. Untuk menjadi bagian dari kelompok dan bersosialisasi maka individu tidak terlepas dari kebutuhan akan relasi sosial. Terlebih tugas pada masa ini yaitu mencari pasangan hidup dan kehidupan berkeluarga ( Hurlock,1980 ). Oleh sebab itu, seorang pria dewasa awal akan berusaha menjalin relasi sosial yang sesuai dengan minat dan keinginannya.

(21)

2

Physical self atau bagaimana seseorang memandang penampilan fisik itulah yang biasa disebut dengan citra raga. Citra raga menurut Schilder ( dalam Grogan,1999 ), adalah gambaran mengenai tubuh kita sendiri yang terbentuk dalam pikiran kita. Melalui citra raga ini, seorang pria pada masa dewasa awal memiliki kepekaan atau sensitivitas pada kondisi fisiknya, dalam arti para pria tersebut mengerti apa kekurangan dan kelebihan pada kondisi fisiknya.

Seorang pria pada masa dewasa awal yang memiliki citra raga yang positif tentunya memiliki pemahaman diri yang baik terhadap kondisi fisik yang dimilikinya, sehingga mampu menerima kelebihan dan kekurangan dirinya. Hal tersebut akan menciptakan perasaan yang positif dalam diri, sehingga merasa puas dan percaya diri dengan kondisi fisik yang dimilikinya.

(22)

ketidakpuasan yang ekstrim terhadap penampilan fisik ini, diistilahkan sebagai

Body Dysmorphic Disorder.

Menurut dr Michael Triangto, SpKo, Direktur Slim&Health Sports Theraphy, ketika seseorang merasa tidak puas dengan keadaan fisiknya sering kali mengatasi masalah tersebut dengan melakukan diet, operasi plastik, memakai kosmetik untuk menutupi ketidaksempurnaan dan melakukan olah raga. Untuk mendapatkan penampilan fisik yang sempurna mereka tidak segan-segan membayar mahal untuk melakukan perawatan dan kosmetik ( news of family & lifestyle, 2008 ). Padahal, dampak negatif dari memanipulasi fisik tersebut sebenarnya telah banyak menelan korban, sebagai contoh adalah penggunaan kosmetik pada wajah. Banyak berita yang mengungkap korban penggunaan kosmetik yang mengandung bahan berbahaya untuk kulit seperti mercury dan

hydroquinone yang mengakibatkan kulit iritasi, melepuh, sampai kebocoran ginjal. ( Djamidin, 2009 ).

(23)

4

Menurut Melliana ( dalam Anwar, 2006 ), faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga antara lainself esteem, perbandingan dengan orang lain, bersifat dinamis ( mengalami perubahan sesuai kondisi perasaan, lingkungan, dan pengalaman fisik ) , dan proses pembelajaran. Faktor yang cukup signifikan adalah terkait pola pikir individu tentang kondisi fisiknya sendiri.

Seseorang pada masa dewasa awal yang terlalu sensitif dengan penampilan akan merasa sangat terganggu jika penampilannya kurang matching, atau kurang rapi, dan penampilan fisiknya kurang ideal. Sebaliknya, seseorang yang memiliki sensitivitas wajar terhadap penampilannya cenderung tidak terlalu memperdulikan penampilan dan bentuk fisik. Sensitivitas terhadap penampilan pada dewasa awal muncul dalam gaya berpakaian, tatanan rambut, asesoris yang digunakannya, pemakaian kosmetik, bahkan sampai perawatan tubuh yang dilakukan secara berlebihan.

Seorang pria yang sangat sensitif dengan penampilan ini disebut pria metroseksual. Kata metroseksual pertama kali dicetuskan oleh Mark Simpson di majalah salon edisi juli 2002, namun ada juga sumber lain yang menyebutkan istilah ini pertamakali dicetuskan oleh orang yang sama di Koran Inggris ‘The Independent’ pada 1994. Bertolak dari dua sumber tersebut terdapat satu pengertian bahwa metroseksual adalah sosok narcissistic dengan penampilan

(24)

Sulandary,2009 ) yang mengatakan bahwa perilaku pria yang memperhatikan penampilan lebih dengan melakukan perawatan diri, dan pemanjaan diri disebut pria metroseksual. Metroseksual bukanlah penggambaran laki-laki yang keperempuan-perempuanan alias banci atau waria, tetapi pria yang mencintai

dirinya sendiri untuk menemukan kepuasan tersendiri di dalam dirinya ( dalam Imawan, 2008 ).

Fenomena pria metroseksual ini telah berkembang dan banyak di ditemukan di Indonesia. Menurut Prof.Dr. Sarlito W.Sarwono, Dekan Fakultas Psikologi UI menyatakan bahwa sosok mereka bisa ditemui dimana-mana, dikampus, kantor, mall, kafe, kereta eksekutif, apalagi pesawat terbang kelas bisnis ( dalam Wibowo, 2006 ).

Fakta terakhir yang ditemukan di London memaparkan, penjualan kosmetik pria di Inggris tumbuh dua kali lipat dari penjualan kosmetik wanita. Berdasarkan survei yang dilansir Reuters, Selasa (9/3/2010), alasan kebutuhan untuk terlihat menawan ketika wawancara kerja, dan ketakutan untuk terlihat tua, menjadi kunci penting mengapa penjualan kosmetik untuk pria mengalami peningkatan ( Dewi , 2010 )

(25)

6

masa dulu tentu tidak sulit untuk mendefinisikan tipe pria ini. Penampilan pria retroseksual ini lebih pada kesederhanaan, apa adanya bahkan terkesan kuno menjadi ciri khas pilihan bagi pria ini. Pria model ini biasanya tidak terlalu memperhatikan penampilan tapi mengedepankan kenyamanan bahkan terkesan sederhana ( Oktaviany , 2007 ).

Beranjak dari perilaku pria metroseksual yang sangat memperhatikan penampilan dan termasuk juga keseluruhan tubuh dibandingkan pria retroseksual. Oleh sebab itu, menarik bagi peneliti untuk mengetahui perbedaan citra raga yang ada pada pria khususnya pada pria metroseksual dan pria retroseksual.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan beberapa uraian diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Apakah ada perbedaan citra raga antara pria metroseksual dan pria retroseksual ?.

C. TUJUAN PENELITIAN

(26)

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat yaitu ; 1. Manfaat Praktis

Bagi subjek penelitian diharapkan mampu memberikan kesadaran serta gambaran terkait dengan penampilan fisik atau kondisi fisik yang dimilikinya yang mampu membentuk gambaran atau citra raga mereka.

2. Manfaat Teoritis

(27)

8 BAB II LANDASAN TEORI

A. Dewasa Awal

1. Pengertian Masa Dewasa Awal

Masa dewasa awal atau “ early adulthood ” terbentang sejak tercapainya kematangan secara hukum ( dialami seseorang sekitar dua puluh tahun ) sampai kira-kira usia empat puluh tahun ( Hurlock, dalam Mappiare 1983 ). Pada masa ini menurut Mappiare, terjadi puncak efisiensi fisik yang dicapai dalam usia-usia pertengahan dua puluhan, kira-kira sekitar usia 23 sampai dengan 27 tahun. Setelah itu, kemampuan-kemampuan fisik secara umum mulai secara perlahan-lahan dan gradual menurun sampai usia sekitar 40-45 tahun. Selain itu, pada masa ini orang mengalami usia produktivitas yang baik dalam rentang usia dua puluhan sampai akhir usia tiga puluhan ( Mappiare, 1983 ). Sedangkan menurut Hurlock, masa dewasa awal dimulai pada usia 18 tahun sampai kira-kira usia 40 tahun, saat perubahan fisik dan

psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif ( Hurlock, 1980 ).

(28)

2. Ciri - ciri Masa Dewasa Awal

Hurlock ( 1980 ) menjelaskan ciri-ciri yang melekat pada masa dewasa awal sebagai berikut :

a. Masa Pengaturan

Masa pengaturan disebut juga settle down. Pada masa ini seorang yang berada pada masa dewasa awal mulai mencari pola-pola kehidupan yang lebih teratur, misalnya dalam mencari pasangan hidup, dan pekerjaan yang sesuai. Setelah menemukan pola hidup yang diyakini dapat memenuhi kebutuhan, maka seorang yang berada pada masa ini akan mengembangkan pola perilaku dan nilai-nilai yang akan menjadi ciri khasnya sampai akhir hidupnya.

b. Usia reproduktif

Pada masa ini orang dewasa awal mengalami masa subur “ produktivitas”, oleh sebab itu seorang dewasa awal diharapkan sudah mulai memikirkan untuk menikah, berkeluarga, memiliki dan membesarkan anak.

c. Masa bermasalah

Dalam masa dewasa awal banyak persoalan yang baru dialami baik persoalan pekerjaan/jabatan, ketrampilan yang dimiliki, memilih pasangan hidup maupun masalah keuangan.

d. Masa Ketegangan Emosional

(29)

10

kesuksessan dan kegagalan yang dialam dalam menghadi persoalan pekerjaan, perkawinan, keuangan dan sebagainya.

e. Masa Keterasingan Sosial

Erikson menyebut fase ini dengan “ krisis keterasingan “, di mana kesibukan dan persaingan antar dewasa awal dalam pekerjaan, perkawinan membuat hubungan dengan teman sebayanya menjadi berkurang.

f. Masa Komitmen

Munculnya tanggung jawab pada masa ini dikarenakan orang dewasa diharapkan menjadi mandiri. Oleh karena itu pada masa ini, orang mulai menentukan pola hidup dan komitmen yang baru.

g. Masa Ketergantungan

walaupun pada usia ini orang diharapkan mampu untuk hidup mandiri, namun ketergantungan pada orang tua masih cukup tinggi terutama dalam hal keuangan.

h. Masa Perubahan Nilai

(30)

i. Masa Penyesuaian Diri dengan Cara Hidup Baru

Pada masa ini gaya hidup baru yang paling menonjol adalah dalam pernikahan dan peran sebagai orang tua.

j. Masa Kreatif

Bentuk kreatifitas pada masa ini akan terlihat pada minat dan kemampuan yang dimiliki, kesempatan untuk mewujudkan dan berkegiatan yang mampu memberikan kepuasan bagi mereka.

Hal serupa juga diutarakan oleh Becker ( Mappiare, 1983 ) masa dewasa awal memiliki ciri antara lain ;

a.Usia reproduksi.

b.Usia memantapkan letak kedudukan atau Settling- down Age. c.Usia banyak masalah atau problem age.

d.Usia tegang dalam hal emosi.

(31)

12

3. Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal

Tugas – tugas perkembangan pada masa dewasa awal lebih dipusatkan pada harapan masyarakat dan keinginan pribadi, berikut tugas perkembangan menurut Havighurst ( dalam Mappiare, 1983 ) :

1. Memilih teman bergaul, khususnya untuk mencari pasangan hidup 2. Belajar hidup bersama sebagai suami atau istri

3. Mulai hidup berkeluarga 4. Belajar mengasuh anak 5. Mengelola rumah tangga 6. Mulai bekerja

7. Mulai bertanggungjawab sebagai warga Negara

8. Memahami kelompok sosial yang sejalan dengan nilai dan prinsip

(32)

berkeluarga, bekerja, dan memahami kelompok sosial yang memiliki prinsip yang sama.

4. Minat Pribadi pada Penampilan

Minat terhadap penampilan fisik sangat kuat bagi pria dan wanita dewasa pada umumnya. Banyak hal yang dipelajari untuk memperoleh penampilan fisik yang mampu mememuaskannya.. Penampilan fisik yang diminati meliputi tinggi badan, berat badan, serta raut wajah. Hal-hal fisik yang tidak dapat diubah secara langsung oleh individu , cenderung diberi “ make-up ” agar tampak menarik dan memuaskan. Selain itu, pakaian atau perhiasan yang dipakai seseorang untuk meningkatkan penampilan adalah salah satu bentuk kompensasi karena ketidakpuasan terhadap kondisi fisik yang dimilikinya atau juga ketidakpuasan atas prestasi yang dicapainya ( Mappiare, 1983 ). Menurut Hurlock ( 1980 ), minat untuk meningkatkan penampilan fisik mulai berkurang menjelang umur tigapuluhan, ketika ketegangan dalam pekerjaan dan rumah tangga terasa kuat. Namun minat ini akan muncul kembali ketika muncul tanda-tanda ketuaan seperti kegemukan, beruban, dan kerut pada kulit wajah.

(33)

14

B. Citra Raga ( Body Image )

1. Pengertian Citra Raga ( Body Image )

Istilah citra raga pertama kali diperkenalkan oleh Paul Schilder pada tahun 1920. Definisi citra raga atau body image menurut Schilder ( dalam Grogan, 1999 ) adalah gambaran mengenai tubuh kita sendiri yang terbentuk dalam pikiran kita, dengan kata lain citra raga adalah cara seseorang memandang tubuhnya. Hal senada juga diungkapkan oleh Grogan ( 1999 ) dimana citra raga adalah persepsi, pikiran, dan perasaan seseorang terhadap tubuhnya.

Tidak jauh berbeda dengan Jersild ( dalam Hargiani, 2008 ) yang mengatakan bahwa citra raga digambarkan oleh tingkat kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan keseluruhan. Lebih jauh lagi, Unger dan Crawford (dalam Grogan, 1999 ) menggambarkan citra raga sebagai suatu evaluasi dan penilaian diri individu terhadap raganya. Apakah raga dan penampilan fisiknya menyenangkan atau tidak, memuaskan untuk diterima atau tidak. Evaluasi diri sendiri dapat menimbulkan perasaan senang atau tidak senang, puas atau tidak terhadap keadaan fisiknya. Tingkat citra raga digambarkan dengan seberapa jauh individu merasa puas terhadap bagian-bagian raganya dan penampilan fisik secara keseluruhan ( Jersild dalam Hargiani,2008 )

2. Aspek Citra Raga

(34)

a. Aspek afektif yaitu adanya emosi atau perasaan terhadap tubuhnya, contohnya : kesal, kecewa, puas atau tidak puas, suka atau tidak suka, tertekan, dan cemas.

b. Aspek kognitif yaitu ditandai adanya keinginan atau harapan untuk memiliki tubuh dan berpenampilan lebih baik

c. Aspek penilaian yaitu bagaimana persepsi seseorang dalam mengestimasi ukuran tubuh individu

Sedangkan menurut Grogan (1999), aspek citra raga meliputi :

a. Elemen persepsi ( perception ), yaitu estimasi seseorang terhadap ukuran, simetris tentang tubuhnya.

b. Elemen pikiran ( thought ), yaitu evaluasi terhadap daya tarik tubuh yang dimiliki.

c. Elemen perasaan ( feeling ), yaitu emosi yang terkait dengan bentuk dan ukuran tubuh yang dimiliki.

(35)

16

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Citra raga

Menurut Schonfeld ( dalam Anwar ,2006 ) faktor-faktor yang mempengaruhi citra raga antara lain :

a. Reaksi orang lain. Manusia sebagai makhluk soaial selalu berinteraksi dengan orang lain. Agar dapat diterima oleh orang lain, ia akan memperhatikan pendapat atau reaksi yang dikemukakan oleh lingkungannya termasuk mengenai fisiknya.

b. Perbandingan dengan orang lain atau perbandingan dengan Cultural idea. c. Identifikasi terhadap orang lain. Beberapa orang merasa perlu menyulap diri

agar serupa atau mendekati idola atau simbol kecantikan yang dianut agar merasa lebih baik dan lebih menerima keadaan fisiknya.

4. Penelitian-penelitian Tentang Citra Raga

(36)

Penelitian yang terkait dengan citra raga juga dilakukan oleh Na’imah dan Rahardjo ( 2008 ) dengan judul “ Pengaruh Komparasi Sosial pada Public Figure

Di Media Massa terhadap Body Image Remaja Di Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas”. Peneliti menyimpulkan ada pengaruh negatif dan signifikan komparasi sosial pada public figure di media massa terhadap body image remaja, artinya semakin tinggi komparasi sosial remaja maka semakin rendah body image-nya. “ Ada perbedaan pengaruh komparasi sosial pada public figure di media massa terhadap body image antara remaja putra dengan remaja putri”. Dalam penelitian ini terlihat body image remaja putra lebih baik secara tidak signifikan dibandingkan dengan body image remaja putri.

(37)

18

C. Metroseksual dan Retroseksual

1. Pengertian Metroseksual

Kata Metroseksual sendiri lahir pertama kali dalam sebuah artikel yang berjudul "Here come the mirror men" yang ditulis oleh Simpson, seorang jurnalis asal Inggris, pada tanggal 15 November 1994. Menurut Simpson dalam artikelnya, “Metrosexual is the trait of an urban male of any sexual orientation who has a strong aesthetic sense and spends a great amount of time and money

on his appearance and lifestyle” atau dapat diartikan bahwa metroseksual adalah ciri dari seorang pria perkotaan yang memiliki suatu orientasi seksual tertentu dengan rasa estetika yang tinggi, dan menghabiskan uang dan waktu dalam jumlah yang banyak demi penampilan dan gaya hidupnya ( dalam Adya, 2008 ).

Hampir serupa dengan Simpson, Kartajaya seorang pakar pemasaran Indonesia mendefinisikan metroseksual adalah pria dandy yang sangat memperhatikan penampilannya. Pria itu juga makin emosional, makin mampu berempati dan mengekspresikan emosi serta perasaannya . Secara lebih jauh menurut Kartajaya ( 2004 ) pria metroseksual adalah pria yang pada umumnya hidup dikota besar, gaya hidup yang mewah,dan juga pesolak tulen yang suka merawat dirinya sendiri, serta selalu mengikuti trend busana yang ada, dengan alasan untuk memperbaiki penampilan luarnya.

(38)

sangat peka dengan penampilan mereka. Hal inilah yang melatar belakangi bagaimana pria-pria ini sangat perduli dengan penampilan. Mereka pergi ke penata rambut, gym, menggunakan kosmetik wajah, selalu bercermin, bahkan sampai melakukan bedah plastik atau liposuction.

Sebuah biro pemasaran terkenal, MarkPlus&Co ( dalam Adya, 2008 ) pernah mengadakan sebuah survey yang dilakukan di Jakarta pada bulan Desember 2003 silam. Survey tersebut melibatkan 400 responden pria yang berangkat dari kelas ekonomi atas (berpengeluaran lebih dari Rp. 5 juta perbulan), dengan rentang usia 26 – 55 tahun. Dalam survey tersebut ditemukan berbagai fakta yang menarik seputar fenomena metroseksual di Indonesia, seperti misalnya, 35 % dari responden mengaku mereka menjadikan belanja sebagai

pleasure shopping atau menjadikan aktivitas belanja sebagai rekreasi. Mereka tidak lagi berbelanja sesuai kebutuhan yang mendatangkan nilai guna (purpose shopping) yang biasa dianut pria konvensional. Sementara itu berkaitan dengan pandangan pria metroseksual tentang kesetaraan gender juga dapat dilihat dari hasil survey yang menyatakan bahwa 89,7% dari responden mendukung emansipasi, mereka merasa manusia tidak boleh dibedakan berdasarkan gender.

(39)

20

di salon, serta menggunakan berbagai produk kosmetik demi memperoleh penampilan yang sempurna.

Dari beberapa definisi diatas, peneliti mencoba menyimpulkan mengenai definisi metroseksual yaitu ciri dari seorang pria yang umumnya hidup diperkotaan dan lebih mementingkan penampilan fisik, perawatandiri, serta memiliki rasa estetika yang tinggi terhadap tubuhnya. Dengan kata lain pria metroseksual adalah sosok pria yang memiliki sangat peka / sensitivitas berlebihan terhadap penampilannya.

2. Pengertian Retroseksual

Berkebalikan dari pengertian metroseksual, pengertian retroseksual seperti yang sudah dijelaskan di bab pendahuluan, kata retro yang berarti masa dulu. Tentu tidak sulit untuk mendefinisikan tipe pria ini. Penampilan pria retroseksual ini lebih pada kesederhanaan, tidak neko-neko dan adanya bahkan terkesan kuno menjadi ciri khas pilihan bagi pria ini. Pria model ini biasanya tidak terlalu memperhatikan penampilan tapi mengedepankan kenyamanan bahkan terkesan sederhana ( Oktaviany , 2007 ).

(40)

3. Karakteristik Pria Metroseksual dan Retroseksual

a. Pria Metroseksual

Menurut Jake Brennan ( Kartajaya,2004 ), seorang lifestyle commentator,

dalam artikelnya yang berjudul “ Are You A Metrosexual? ”, yang dimuat pada situs askmen.com setidaknya ada 8 karakteristik pria metroseksual, yaitu :

a. Modern, dan umumnya masih lajang dan sangat peduli terhadap dirinya sendiri dan juga sisi feminimnya.

b. Berdandan sebelum pergi ke tempat-tempat hangout atau menghadiri acara tertentu

c. Mempunyai pendapatan yang cukup untuk selalu tampil up to date, baik dalam gaya rambut,parfum, sampai tren busana terbaru.

d. Memiliki orientasi seksual tertentu.

e. Senang menjadi pusat perhatian wanita, sehingga membuat banyak pria lain cemburu.

f. Berusaha memikat perempuan yang menikmati kehadirannya dengan sejumlah pengetahuan yang dimilikinya seperti film.musik, atau bidang seni lainya.

(41)

22

Lebih lanjut, menurut Euro RSCG World-Wide, terdapat ciri-ciri dan karakteristik yang menyertai seorang pria metroseksual ( dalam Kartajaya, 2004 ), yaitu :

a. Mereka adalah heteroseksual, tapi nyaman saja bergaul di lingkungan gay

b. Mereka sangat tertarik dengan bermake-up dan melakukan perawatan tubuh, tentu saja sebagai wujud kecintaan pada dirinya.

c. Mereka terus mengikuti mode terbaru dan selalu memperhatikan apa yang dipakai orang lain disekitarnya

d. Mereka hobi shopping, menariknya mereka lebih banyak melakukannya secara iseng untuk hiburan ( pleasure shopping ) daripada untuk tujuan belanja tertentu ( purpose shopping )

e. Mereka mengekspresikan sensualitas yang lebih halus antara pria dan wanita f. Mereka lebih banyak berkumpul sambil bercengkrama dibandingkan laki-laki

pada umumnya.

g. Mereka cenderung tidak setuju dengan pembatasan gender

h. Mereka suka menunjukkan sisi femininnya

i. Mereka sangat peka dan peduli terhadap penampilannya j. Umumnya memiliki interpersonal skill yang prima

(42)

Selain itu, pria ini juga gemar menggunakan produk kosmetik, serta menggunakan produk perawatan tubuh.

b. Pria Retroseksual

Berdasarkan pengertiannya, pria retroseksual lebih mudah ditemukan keberadaannya. Berkebalikan dari karakteristik pria metroseksual yang memiliki perilaku berdandan maka pria retroseksual lebih terkesan apa adanya, tidak neko-neko dan tidak terlalu mementingkan segi penampilan tetapi lebih pada kenyamanan ( Oktaviany, 2007 ). Dalam hal penampilan, pria ini hanya sebatas pemakaian deodorant, dan menyisir rambut ketika sehabis mandi.

4. Penelitian-penelitian tentang Pria Metroseksual

(43)

24

membuat pasar menjadi segmented sekarang didobrak oleh keberadaan pria metroseksual. Pendekatan dan strategi yang digunakan untuk mempengaruhi perilaku konsumtif pria metroseksual dititikberatkan pada empat hal yaitu sisi afeksi, kognisi, perilaku serta gabungan ketiganya. Usaha yang dilakukan bisa banyak hal, misalnya saja melalui penerbitan majalah khusus pria, produk-produk kosmetik khusus pria, dan masih banyak lagi melalui iklan yang persuasif atau mungkin provokatif.

Dewi ( 2009 ) juga melakukan penelitian tentang “Hubungan antara Harga diri dan Kecenderungan Metroseksual pada Dewasa Awal”. Dewi membuat kesimpulan bahwa ada hubungan negatif antara harga diri dengan kecenderungan metroseksual pada pria dewasa awal. Semakin tinggi harga diri maka semakin rendah kecenderungan metroseksual pada pria dewasa awal, begitu juga sebaliknya, semakin rendah harga diri individu maka semakin tinggi kecenderungan metroseksualnya.

5. Perbedaan Citra Raga Antara Pria Metroseksual dan Pria Retroseksual

(44)

penampilan fisik secara keseluruhan ( Jersild dalam Hargiani, 2008 ). Maka hal tersebut akan mempengaruhi bagaimana individu akan memperlakukan tubuhnya. Seorang pria retroseksual yang memiliki sensitivitas yang wajar terhadap penampilan cenderung memiliki persepsi terhadap ukuran dan simetris tubuh yang baik sehingga citra raganya positif. Sebaliknya, para pria metroseksual yang terlalu sensitif dengan penampilan cenderung memiliki persepsi terhadap ukuran dan simetris tubuh yang buruk yang nantinya membuat citra raganya negatif ( Grogan, 1999 ) .

Sensitivitas yang wajar terhadap penampilan ini juga membuat kaum retroseksual cenderung memiliki evaluasi terhadap daya tarik fisik yang baik sehingga memiliki citra raga yang positif. Pria metroseksual yang memiliki sensitivitas yang terlalu berlebihan pada penampilan cenderung membuat evaluasi yang buruk terhadap daya tarik fisiknya. Hal ini membuat citra raganya negatif karena memandang buruk fisik yang dimilikinya ( Grogan, 1999 ).

Selain itu, pria retroseksual yang memiliki sensitivitas yang wajar pada penampilan cenderung memiliki emosi yang positif terhadap kondisi fisik yang dimiliki sehingga citra raga yang dimiliki menjadi lebih positif. Lain hal dengan pria metroseksual yang terlalu sensitif dengan penampilannya cenderung memiliki emosi yang negatif terhadap kondisi fisik yang dimiliki sehingga citra raganya negatif ( Grogan, 1999 ).

(45)

26

Skema 2.1 Perbedaan Citra Raga pada Pria Metroseksual dan Retroseksual

\

(46)

D. Hipotesis Penelitian

(47)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan inferensial komparatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan citra raga antara pria metroseksual dan retroseksual.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel Tergantung ( Y ) : Citra Raga

2. Variabel Bebas ( X ) : Kepekaan / sensitivitas akan penampilan

C. Definisi Operasional 1. Citra raga.

Citra raga adalah konsep pandangan seseorang terhadap bagian-bagian tubuhnya maupun penampilan fisik secara keseluruhan berdasarkan penilaian diri sendiri maupun orang lain. Citra raga didalam penelitian ini diukur dengan skala citra raga yang disusun berdasarkan aspek atau elemen yang dipaparkan oleh Grogan, yaitu;

(48)

Skor yang tinggi pada skala ini menunjukkan semakin positif citra raga

yang dimilikinya, sedangkan skor yang rendah pada skala ini menunjukkan

semakin negatif citra raga yang dimilikinya.

2. Kepekaan / sensitivitas akan penampilan.

Peneliti mengkategorikan definisi metroseksual dan retroseksual kedalam

istilah kepekaan / sensitivitas akan penampilan. Bagi pria metroseksual

penampilan fisik adalah hal yang utama, sedangkan bagi pria retroseksual,

penampilan bukanlah hal yang terpenting namun lebih pada kenyamanan dan

terkesan apa adanya.

Untuk melihat kepekaan / sensitivitas akan penampilan seorang pria maka

digunakan skala perilaku metroseksual yang dikembangkan berdasarkan field

study yang dilakukan oleh Dewi (2009). Hasil yang diperoleh akan menunjukkan

kategori pria metroseksual dan retroseksual. Peneliti sebelumnya

mengelompokkan beberapa perilaku untuk menunjukkan kepekaan / sensitivitas

akan penampilan yaitu :

a. Memperhatikan pakaian, perhiasan dan accscoreis.

b. Menggunakan produk cosmetic dan perawatan kulit.

c. Melakukan perawatan tubuh di salon atau tempat perawatan tubuh

Skor yang tinggi pada skala ini menunjukkan subjek masuk kategori pria

metroseksual, sedangkan skor yang rendah menunjukkan pria tersebut masuk

(49)

30

D. Subjek Penelitian

a. Karakter subjek dalam penelitian ini adalah :

1. Pria dewasa awal usia 18 sampai 40 tahun.

2. Pria metroseksual yang didapat berdasarkan skala perilaku metroseksual.

3. Pria retroseksual yang didapat berdasarkan skala perilaku metroseksual.

b. Pengkategorian Subjek Penelitian

Pengkategorian subjek penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan

kategori subjek pria metroseksual dan retroseksual. Pengkategorian menggunakan

signifikansi perbedaan ( Azwar, 1996 )

µ – t ( α/2; n-1).( S / √n ) ≤ X ≥ µ + t ( α/2; n-1).( S / √n )

Berdasarkan kategorisasi berdasarkan signifikansi perbedaan tersebut,

didapatkan kategori pria sebagai berikut ( daftar kategori subjek dapat dilihat pada

lampiran ); 154 166

...:...:... X

(50)

Tabel 3.1 Ringkasan kategori subjek pria metroseksual dan retroseksual

Rentang Skor Kategori Jumlah Subjek

X ≥ 166 Metroseksual 45

154 ≤ X Retroseksual 48

E. Sampling

Sampling penelitian dalam penelitian ini menggunakan model purposive

sampling , yaitu pemilihan subjek berdasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu

yang dianggap memiliki kesamaan ciri ciri atau sifat-sifat dari populasi yang

sudah diketahui sebelumnya ( Hadi, 2004 ).

F. Metode dan Alat Pengambilan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan pengisian

skala. Alat pengumpulan data terdiri atas 2 ( dua ) macam skala yang disusun oleh

peneliti, yaitu ;

1. Skala Perilaku Metroseksualdari Dewi ( 2009 )

2. Skala Citra Raga

Dalam penelitian ini. Kedua skala tersebut diuji dengan uji coba terpakai.

Menurut Sutrisno Hadi, untuk keperluan skripsi atau tesis yang penyelesaian

sangat terbatas, cara uji coba terpakai ini jauh lebih menjanjikan ( Hadi,2005 ).

(51)

32

terbatasnya jumlah subjek penelitian maka uji coba terpakai ini dapat digunakan.

Adapun skala untuk masing-masing variabel penelitian adalah sebagai berikut:

1. Skala Perilaku Metroseksual

Untuk membedakan karakteristik subjek maka digunakan skala perilaku

metroseksual. Skor yang tinggi ( X ≥ 166 ) pada skala ini menunjukkan subjek

masuk kategori pria metroseksual, sedangkan skor yang rendah (154 ≤ X )

menunjukkan pria tersebut masuk dalam kategori retroseksual. Skala perilaku

metroseksual ini disusun berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh Erna

Dewi seorang mahasiswi Psikologi Universitas Sanata Dharma angkatan 2005

pada tanggal 29 Januari 2009 tentang perilaku dan perawatan yang dilakukan oleh

pria metroseksual. Skala ini memperoleh angka reliabilitas 0.977 yang

mengidentifikasikan bahwa skala tersebut memiliki reliabilitas yang baik. Namun

dalam penelitian ini atas ijin dari pembuat alat ukur maka peneliti

mengelompokkan jenis indikator yang digunakan sesuai dengan kategori

perilakunya. Indikator tersebut adalah memperhatikan pakaian, perhiasan dan

accscoreis, menggunakan produk cosmetic dan perawatan kulit, dan melakukan

perawatan tubuh di salon atau tempat perawatan tubuh. Dalam penelitian ini,

Skala perilaku metroseksual langsung dibagikan kepada 100 orang yang

(52)

2. Skala Citra raga

Untuk melihat perbedaan citra raga yang dimiliki pria metroseksual dan

retroseksual maka digunakan skala citra raga. Skor yang tinggi pada skala ini

menunjukkan citra raga yang positif, sedangkan skor rendah pada skala ini

menunjukkan citra raga yang negatif. Dalam penelitian ini, Skala Citra Raga

langsung dibagikan kepada 100 orang yang merupakan subjek penelitian karena

peneliti menggunakan ujicoba terpakai.

Data Citra raga tersebut akan diperoleh melalui metode skala respon

Likert yang menggunakan 4 pilihan jawaban yaitu SS ( Sangat Sesuai ),

S ( Sesuai ), TS ( Tidak Sesuai ), STS ( Sangat Tidak Sesuai ). Skala Citra Raga

ini disusun berdasarkan 3 aspek citra raga Grogan ( 1999 ) yaitu persepsi

( perception ), pikiran ( thought )dan perasaan ( feeling ).

Berikut adalah tabel blue print dari Skala Citra Raga yang dikembangkan

berdasarkan aspek citra raga dari Grogan ( 1999 ) ;

Tabel 3.2 Blue Print Skala Citra Raga sebelum seleksi item

(53)

34

Penyebaran alat ini dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu :

a. Favourable, dengan pilihan jawaban dan skor jawaban sebagai berikut :

Tabel 3.3 Pemberian skor pada Skala Citra Raga pilihan jawaban favourable

SS S TS STS

4 3 2 1

b. Unfavourable, dengan pilihan jawaban dan skor jawaban sebagai berikut :

Tabel 3.4 Pemberian skor pada Skala Citra Raga dengan pilihan jawaban

unfavourable.

SS S TS STS

1 2 3 4

Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin positif citra

raga yang dimiliki oleh subjek.

G. Kredibilitas Alat Ukur.

1. Estimasi Validitas

Validitas adalah sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur

dalam melakukan fungsi ukurnya ( Azwar, 2003 ). Validitas ini untuk

mengetahui sejauhmana item-item dalam skala mampu mewakili

(54)

representatif ) dan sejauhmana item-item tersebut mencerminkan ciri perilaku

yang hendak diukur ( aspek relevansi ). Validitas yang digunakan pada Skala

perilaku metroseksual dan Skala Citra Raga adalah validitas isi.

Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap

isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgment ( Azwar,

2001 ). Peneliti meminta penilaian dari dosen pembimbing dan

itemnya-itemnya sudah memenuhi aspek representatif dan aspek relevansi dalam

pembuatan suatu skala sehingga sudah bisa digunakan untuk sebuah

penelitian.

2. Seleksi Item

Uji seleksi item atau kesahihan item dilakukan berdasarkan korelasi item

total. Cara menentukan kesahihan item dalam skala ini mengacu pada kriteria

dari korelasi total yaitu item yang sahih memiliki batasan ≥ 0.30. Namun, apabila jumlah item yang lolos ternyata masih tidak mencukupi dari jumlah

yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan untuk menurunkan sedikit

batas kriteria 0.30 menjadi 0.25 ( Azwar, 2003 ). Item yang memiliki indeks

daya diskriminasi sama dengan atau lebih besar daripada 0.25 masih dapat

(55)

36

a. Skala Perilaku Metroseksual

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pendahulu, tidak

ditemukan item-item yang gugur dalam skala ini. Sehingga terdapat 64 item

yang baik.

b. Skala Citra Raga

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, tidak terdapat

item yang gugur dan diperoleh 60 item dengan nilai korelasi item total ≥ 0.25 yang dihitung dengan SPSS for Windows versi 17. Hasil korelasi item total

pada skala citra raga ini bergerak dari 0.256 sampai 0.628. Oleh karena itu

item-item pada skala ini dapat dikatakan sahih.

3. Estimasi Reliabilitas

Reliabilitas suatu alat ukur merupakan keajegan dari alat ukur terkait

dengan hasil yang didapatkan pada subjek yang berbeda. Uji reliabilitas ini

untuk mengetahui sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Hasil

pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan

pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif

sama ( Azwar, 2001 ).

Untuk mengetahui reliabilitas item digunakan tehnik if item deleted dari

nilai Cronbach Alpha yang diuji dengan SPSS for Windows versi 17. Alat

(56)

2001 ). Reliabilitas yang diperoleh pada Skala perilaku metroseksual adalah

0.977 , sedangkan reliabilitas yang diperoleh Skala Citra Raga adalah 0.927.

hal tersebut mengindikasikan bahwa kedua skala tersebut memiliki reliabilitas

yang baik.

H. Metode Analisis Data

1. Uji Asumsi

Uji asumsi ini dilakukan untuk memperoleh kesimpulan yang tidak

menyimpang dari tujuan penelitian.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas yang dimaksud adalah untuk mengetahui apakah data

variabel penelitian berdistribusi normal atau tidak. Jika taraf signifikansi

lebih besar dari 0.05 ( p > 0.05 ) maka data yang diperoleh berdistribusi

normal. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Uji

Nonparametrik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test yang dengan

bantuan SPSS for Windows versi 17. Hasil uji Normalitas skala citra raga

pria metroseksual mencapai 0.949 sedangkan normalitas untuk skala citra

raga pria retrosekual mencapai 0.719, maka data penelitian yang diperoleh

(57)

38

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan pada variabel citra raga dengan SPSS for

Windows versi 17. Ini dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari

sampel yang diuji adalah sama atau homogen. Uji homogenitas ini

menggunakan Levene’s test. Hasil uji homogenitas skala citra raga maka

diperoleh homogenitas skala citra raga sebesar 0.053 ( p > 0.05 ) maka

varian dari sampel adalah sama atau homogen..

2. Analisis Hipotesis

Untuk membuktikan hipotesis dilakukan dengan T-Test atau T-score.

Alasan peneliti menggunakan Test dalam menganalisa data adalah karena

T-Test pada prinsipnya adalah suatu teknik statistik untuk menguji hipostesis,

tentang ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara dua kelompok sampel

dengan jalan perbedaan mean-meannya. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan independent T-test karena terdapat 2 kelompok subjek yang

berbeda. Hasil analisis uji-t skala citra raga menunjukkan nilai t = -8.087

(58)

3. Analisis Tambahan

Analisis tambahan ini menggunakan mean empiris dan mean teoritis.

Mean empiris menunjukkan skor ideal yang akan diperoleh dari data penelitian,

sedangkan mean teoritik adalah skor rata-rata yang diperoleh dari data

penelitian. Analisis ini dilakukan untuk melihat perbandingan nilai mean

teoritik dari masing-masing kategori dengan One Sample T-Test dari program

SPSS for Windows versi 17. Hasil analisis tambahan diperoleh sig.(p) citra raga

metroseksual ( 0.322 > 0.05 ) dan sig.(p) citra raga retroseksual

(59)

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Sebelum melakukan penelitian, pada tanggal 25 – 28 November 2011

peneliti terlebih dahulu melakukan kunjungan informal di beberapa agency

modeling, instansi, gym, dan forum putra-putri bantul untuk meminta izin

melakukan penelitian ditempat tersebut. Setelah mendapat izin dari pemilik

atau pimpinan maka peneliti membuat jadwal untuk penelitian.

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 4 – 15 November 2010, pengambilan

data dilakukan baik secara formal ataupun informal di tempat umum seperti

gym, Mall, instansi swasta, kantor pegawai negeri sipil, serta beberapa agency model di Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 orang pria

yang termasuk dewasa awal yaitu usia 18 – 40 tahun. Pengambilan data

penelitian dengan cara meminta subjek untuk mengisi skala perilaku

metroseksual yang terdiri atas 64 item dan skala Citra Raga yang berjumlah 60

item. Untuk mengisi skala perilaku metroseksual, subjek diminta memberi

tanda centang ( √ ) pada pilihan respon yang telah tersedia. Respon SS bila

pernyataan tersebut Sangat Sering dilakukan, S bila pernyataan tersebut

Sering dilakukan, J bila pernyataan tersebut Jarang dilakukan, dan TP bila

pernyataan tersebut Tidak Pernah dilakukan. Sedangkan cara mengisi skala

Citra Raga adalah dengan memberikan tanda centang ( √ ) pada pilihan respon

(60)

Sesuai, TS bila pernyataan tersebut Tidak Sesuai, dan STS bila pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan subjek.

B. DATA DEMOGRAFIS SUBJEK

Subjek dalam penelitian ini diambil dari beberapa agency modeling, instansi swasta, instansi sipil, gym, dan forum putra-putri bantul. Adapun data demografis subjek penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut ;

Tabel 4.5 Data Demografis Subjek Penelitian Menurut Usia

(61)

42

Tabel 4.6 Data Demografis Subjek Penelitian Berdasarkan Agama

No. AGAMA JUMLAH PROSENTASE ( % )

Tabel 4.7 Data Demografis Subjek Penelitian Berdasarkan Pekerjaan

(62)

C. ANALISIS DATA

1. Uji Asumsi

Uji asumsi ini dilakukan untuk memperoleh kesimpulan yang tidak menyimpang dari tujuan penelitian.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas yang dimaksud adalah untuk mengetahui apakah data variabel penelitian berdistribusi normal atau tidak. Jika taraf signifikansi lebih besar dari 0.05 ( p > 0.05 ) maka data yang diperoleh berdistribusi normal. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji nonparametrik One Sample Kolmogorov-Smirnov Test yang dengan bantuan SPSS for Windows

versi 17. Uji Normalitas untuk skala Citra Raga pria metroseksual mencapai 0.949 ( p > 0.05 ) dan skala Citra Raga pria retroseksual sebesar 0.719 ( p > 0.05 ). Hal tersebut mengindikasikan bahwa data kesadaran akan penampilan dan data citra raga adalah berdistribusi normal. Tabel pengujian normalitas dapat dilihat pada lampiran.

b. Uji Homogenitas

(63)

44

a. Hipotesis

Ho : Kedua varians populasi adalah sama ( varian populasi citra raga pria metroseksual dan retroseksual adalah sama ).

Hi : Kedua varians populasi adalah berbeda ( varian populasi citra raga pria metroseksual dan retroseksual adalah berbeda ).

b. Dasar pengambilan keputusan

Ho : Jika probabilitas ( p ) > 0.05 ; maka Ho diterima. Hi : Jika probabilitas ( p ) < 0.05 ; maka Ho ditolak. c. Keputusan

Terlihat bahwa nilai F yang didapat dari skala Citra raga dengan Equal Variance Assumed adalah 3.825 dengan p = 0.053. Karena p > 0.05 maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa varians kedua sampel adalah sama.

2. Analisis Hipotesis

(64)

Hipotesis penelitian ;

Ada perbedaan antara tingkat citra raga pria metroseksual dan pria retroseksual. Citra raga pria retroseksual lebih tinggi dari pada citra raga pria metroseksual.

Analisis :

Analisis T-test untuk asumsi kedua varians sama. a. Hipotesis

Ho : Rata-rata dari populasi adalah sama ( rata-rata populasi citra raga pria metroseksual dan retroseksual sama ).

Hi : Rata-rata dari populasi adalah berbeda ( rata-rata populasi citra raga pria metroseksual dan retroseksual berbeda ).

b. Dasar pengambilan keputusan Berdasarkan nilai probabilitasnya ;

Ho = Jika probabilitasnya ( p ) > 0.01 maka Ho diterima Hi = Jika probabilitasnya ( p ) < 0.01 maka Ho ditolak

c. Keputusan

Berdasarkan nilai probabilitasnya ;

(65)

46

dapat disimpulkan bahwa rata-rata ( mean ) dari populasi citra raga pria metroseksual dan retroseksual tersebut berbeda. Perbandingan nilai mean citra raga pria metroseksual dan retroseksual ( 151.48 : 172.10 ) maka dapat diketahui bahwa citra raga pria retroseksual lebih tinggi dari metroseksual.

3. Analisis Tambahan

Berdasarkan mean empirik dan mean teoritik Nilai mean teoritik ( mean hitung ) skala citra raga;

Nilai minimal = 1 x 60 = 60 Nilai maksimal =4 x 60 = 240 Mean teoritik = 150

Tabel 4.8 Hasil uji Tambahan

KATEGORI Mean Teoritik

Mean

Empirik T

Sig. ( p ) Citra Raga Metroseksual 150 151.48 1.001 0.322

(66)

Dari tabel tersebut dapat diketahui mean empirik dari kedua kategori lebih tinggi dari mean teoritiknya, namun dilihat dari nilai sig.(p) maka citra raga metroseksual ( 0.322 > 0.05 ) tidak signifikan. Hal ini menunjukkan mean empirik pada citra raga metroseksual tidak berbeda dari mean teoritiknya, sehingga termasuk dalam kategori rata-rata. Sedangkan sig.(p) citra raga retroseksual ( 0.000 < 0.05 ) signifikan dari mean teoritiknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa citra raga pria retroseksual masuk kategori tinggi. Dan dapat disimpulkan citra raga pria retroseksual lebih positif dari pada citra raga pria metroseksual.

D. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan menggunakan independent T-test

menunjukkan ada perbedaan antara tingkat citra raga pria metroseksual dan pria retroseksual. Citra raga pria retroseksual lebih tinggi dari pada citra raga pria metroseksual.

(67)

48

sensitivitas yang wajar terhadap penampilan cenderung memiliki persepsi terhadap ukuran dan simetris tubuh yang baik ( Grogan, 1999 ). Pria retroseksual tidak terlalu memperdulikan proporsionalitas bentuk dan ukuran tubuh yang dimilikinya, sehingga citra raganya positif.

Sensitivitas yang wajar terhadap penampilan ini juga membuat kaum retroseksual cenderung memiliki evaluasi terhadap daya tarik fisik yang baik sehingga memiliki citra raga yang positif ( Grogan, 1999 ). Para pria retroseksual ini memandang fisiknya sudah cukup menarik dan bagus untuk dilihat. Sebaliknya, sensitivitas yang terlalu berlebihan pada penampilan pria metroseksual cenderung membuat evaluasi yang buruk terhadap daya tarik fisiknya. Hal ini membuat citra raganya negatif karena memandang buruk fisik yang dimilikinya, lantas memandang dirinya jelek, dan kurang menarik ( Lora, 2007 ).

(68)

diri dengan penampilannya sendiri. Oleh sebab itu, mereka menggunakan produk kosmetik, pakaian dan asesoris yang mencolok, bahkan sampai melakukan perawatan wajah dan tubuh di pusat kecantikan untuk mendapatkan kepuasan dan kesempurnaan penampilan. Ketidakpuasan terhadap kondisi fisik ini menimbulkan citra raga yang negatif ( Jersild dalam Hargiani, 2008 ).

Sensitivitas terhadap kondisi fisik dan penampilan tersebut mempengaruhi citra raga dari individu. Citra raga menurut Grogan ( 1999 ) adalah meliputi persepsi seseorang terhadap ukuran tubuh dan simetris atau tidaknya tubuh yang dimilikinya. Selain itu, pola pikir seseorang ketika mengevaluasi atau menilai seberapa menarikkah penampilan serta kondisi fisik yang dimilikinya. Peran emosi atau perasaan juga menentukan tingkat citra raga seseorang ketika melihat fisiknya, emosi yang positif akan meningkatkan citra raga yang dimiliki.

(69)

50

Trisnawati ( 2001 ), ia meneliti hubungan citra raga dan kecemasan terhadap terhadap keadaan tubuh pada remaja putra. Dalam penelitiannya diperoleh hasil korelasi negatif antara citra raga dan kecemasan terhadap tubuh pada remaja putera. Artinya, semakin tinggi citra raga, maka semakin rendah kecemasan terhadap tubuhnya. Sebaliknya, semakin rendah citra raga, maka semakin tinggi kecemasan terhadap keadaan tubuhnya. Dengan kata lain orang yang sensitif dengan penampilan cenderung mencemaskan ketidaksempurnaan fisiknya sehingga membuat citra raganya menjadi negatif.

(70)

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Dewi, yaitu tentang “Hubungan antara Harga diri dan Kecenderungan Metroseksual pada Dewasa Awal”. Dewi memperoleh hasil adanya hubungan yang negatif antara harga diri dan kecenderungan metroseksual pada dewasa awal. Artinya semakin rendah harga diri seorang pria, maka semakin tinggi kecenderungan metroseksual, dan begitupun sebaliknya. Dari penelitiannya itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pria yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung memiliki sensitivitas terhadap penampilan fisik yang wajar sehingga mampu memandang fisiknya secara lebih positif ( Dewi, 2009 ).

Citra raga pria metroseksual lebih rendah dari retroseksual hal ini disebabkan karena pria metroseksual terlalu sensitif dengan penampilannya, sehingga tidak puas dengan kondisi fisiknya dan selalu berusaha mencari kesempurnaan fisik. Berkaitan dengan perilaku pria metroseksual yang gemar bersolek dan melakukan perawatan tubuh maka kegiatan untuk memanipulasi kondisi fisiknya tersebut merupakan reprensentasi dari citra raga yang rendah. Oleh sebab itu, timbul upaya untuk membuat penampilan yang lebih baik ( Kertajaya, 2004 ).

(71)

52 BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan adanya perbedaan antara tingkat citra raga pria metroseksual dan pria retroseksual. Citra raga pria retroseksual lebih tinggi dari pada citra raga pria metroseksual.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang diberikan untuk ;

1. Pria metroseksual yang masuk dalam kategori dewasa awal dapat melakukan cara praktis untuk mencapai citra raga yang positif seperti;

a. Menyadari kondisi fisik yang dimilikinya serta memanfaatkan potensi fisik yang sudah ada.

b. Tingkatkan cara berpikir positif terhadap fisik anda, hal ini akan membantu membentuk citra raga yang positif c. Jangan terfokus pada ukuran atau berat badan, dengan

belajar menerima dan merawatnya, sehingga hal itu akan mendatangkan kepuasan dan kebahagiaan bagi anda. d. Cintailah diri anda sendiri sebagaimana anda ingin

(72)

2. Bagi peneliti yang tertarik meneliti tentang citra raga pria metroseksual atau retroseksual disarankan menggunakan metode kualitatif seperti wawancara misalnya. Hal ini dikarenakan citra raga setiap orang sangat subjektif dan relatif berbeda-beda. Maka alangkah baiknya jika dilakukan penelitian secara lebih mendalam.

C. KETERBATASAN PENELITIAN

(73)

54

DAFTAR PUSTAKA

Adya. ( 2008 ). Metroseksual: Sebuah fenomena dalam gaya hidup urban. Dipungut 6 September 2010 dari http://simpanse.blogspot.com/

Anwar. ( 2006 ). Body image pada remaja. Dipungut 30 September 2010 dari http:// Body image pada remaja< gizi kesehatan masyarakat.htm

Awaludin, Wahyu. ( 2010 ). Lelaki masa depan. Dipungut 16 September,2010. dari http://terbangkelangit.multiply.com/journal/item/626/Lelaki_Masa_Depan. Azwar, Saifudin. ( 1996 ). Tes prestasi: fungsi dan pengembangan pengukuran

prestasi belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, Saifudin. ( 2001 ). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Besley, Dave. ( 2008 ). The retrosexual manual: how to be a real man. London: Prion Childa, Enadhor Nisita. ( 2009 ). Hubungan antara konsep diri dengan motivasi

berprestasi pada remaja difabel cacat fisik. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dewi, Erna. ( 2009 ). Hubungan harga diri dengan kecenderungan metroseksual pada pria dewasa awal. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dewi, Shita ( 2010 ) Produk kosmetik untuk pria. Dipungut 15 September 2010 dari http://chantika.com/produk-kosmetik-untuk-pria/

Goldfield, G.S. et.all. ( 2010 ). Bodydissatisfaction, dietary restraint, depression, and weight status in adolescents. Dipungut 22 September,2010. dari EBSCO.com Ghozali, H. Imam. ( 2006 ). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS.

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Grogan, Sarah. ( 1999 ). Body image: understanding body dissatisfaction in men, women and children. New York: Routledge.

Hadi, Sutrisno. ( 2005 ). Aplikasi ilmu statistika di fakultas psikologi. Anima, Indonesian Psychological Journal. Vol.20 No.3.202

(74)

Handoko, Tri. ( 2009 ). Metroseksual dalam iklan sebagai wacana gaya hidup posmomodern. Dipungut 16 September, 2010. dari http://dgi- indonesia.com/metroseksualitas-dalam-iklan-sebagai-wacana-gaya-hidup-posmodern/.

Hargiani, Irene Mahastiwi. ( 2008 ). Hubungan antara body image dengan harga diri yang dimiliki oleh remaja putri SMU Negeri 1 Jatinom Klaten. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Hurlock, E.B.( 1980 ). Psikologi perkembangan. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Imawan, Sugeng Hariadi.( 2008 ). Gaya hidup pria metroseksual dalam tinjauan perilaku konsumen. Dipungut 3 November 2010 dari ADLN.com

Iqbal dan Shahnawaz. ( 2006 ). Educational and gender differences in body image and depresion among students. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology.

Kartajaya, Hermawan., et al. ( 2004 ). Metrosexual in venus: pahami perilakunya bidik hatinya menangkan pasarnya. Jakarta: MarkPlus&Co.

Lora. ( 2007 ). Sensitivity to rejection based on appearance bad for mental, physical healty. University of Buffalo. Dipungut 18 Maret 2011

Mappiare, Andi Drs. ( 1983 ), Psikologi orang dewasa: bagi penyesuaian dan pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Na’imah Tri dan Rahardjo Pambudi. ( 2008 ). Pengaruh komparasi sosial pada public figure di media massa terhadap body image remaja di kecamatan Patikraja, kabupaten Banyumas. Jurnal penelitian Humaniora, Vol.9, No2. News of family&lifestyle.( 2008 ). Membentuk tubuh untuk raih penampilan ideal.

Dipungut 15 September 2010 dari www. wordpress.com

Octaviany, Tuty. ( 2007 ). Adu gaya pria abad 21. Dipungut 23 September dari Okezone.com.

Rachmijati, Cynantia,S.Ds,Grad.Dip.Journ. ( 2010 ). Mengenal pria metroseksual. Dipungut 6 September 2010 dari www.stkippasundan.ac.id

(75)

56

Rini. ( 2004 ). Penampilan. Dipungut 22 September 2010 dari Multiply.com Sanford, J.A and Lough, G. ( 1988 ). What men are like. New York: Paulist Press. Santoso, Agung. ( 2010 ). Statistik untuk psikologi: dari blog menjadi buku.

Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Sulandary, Jelly ( 2009 ). Sikap masyarakat Yogyakarta terhadap kaum metroseksual. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Thompson, J.K. et al. ( 1998 ). Exacting beauty: theory, assessment, and treatment of body image disturbance. Washington, DC: American Psychologycal Association.

Trisnawati. ( 2001 ). Hubungan antara citra raga dan kecemasan terhadap keadaan tubuh pada remaja putra. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Waspada Online.( 2009 ). kosmetik bocorkan ginjal. Dipungut 14 September, 2010. dari http://beautyonwatch.wordpress.com

Wibowo, K.A. ( 2006 ). Metrosexual sebuah situs resistensi gaya hidup, teori dan realitas Hal.186-215: Penerbit Jalasutra.

(76)
(77)

57

SKALA PENELITIAN

Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

(78)

Yth. Saudara yang turut berpartisipasi dalam penelitian ini.

Dengan hormat, saya ;

Nama : Sapto Aditya

Nim : 07 9114 052

Fakultas : Psikologi

Universitas : Univ. Sanata Dharma Yogyakarta

Sedang menyusun tugas akhir guna menyelesaikan tanggung jawab sebagai seorang mahasiswa. Oleh karena itu, saya mohon bantuan Anda untuk memberikan tanggapan terhadap pernyataan-pernyataan yang telah tersusun dalam skala ini. Semua tanggapan yang Anda berikan akan dijaga kerahasiaannya. Oleh sebab itu, saya mengharapkan Anda untuk menjawab sesuai keadaan yang sebenarnya. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih atas kesediaan Anda untuk mengisi skala penelitian ini.

Hormat saya,

( Sapto Aditya )

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengisi angket ini tidak dibawah paksaan atau tekanan dari pihak tertentu tetapi dengan suka rela demi membantu terlaksananya penelitian ilmiah ini.

Semua jawaban yang saya berikan merupakan murni dari apa yang saya alami bukan berdasarkan pada pandangan masyarakat pada umumnya dan saya mengijinkan bahwa dengan tidak mencantumkan data diri saya maka jawaban saya tersebut dapat dipergunakan sebagai data untuk penelitian ilmiah ini.

Menyetujui,

(79)

59

Berikut ini terdapat 64 buah pernyataan, bacalah dan pahami setiap pernyataan tersebut dengan seksama. Berikan tanda centang atau check list ( √ ) didalam kotak yang telah tersedia yaitu :

SS : Bila pernyataan tersebut “ Sangat Sering ” Anda lakukan.

S : Bila pernyataan tersebut “ Sering ” Anda lakukan.

J : Bila pernyataan tersebut “ Jarang ” Anda lakukan.

TP : Bila pernyataan tersebut “ Tidak Pernah ” Anda lakukan. Anda bebas menentukan pilihan yang sesuai dengan diri Anda

sendiri, tidak ada jawaban yang benar ataupun salah karena

jawaban Anda mencerminkan diri Anda sendiri.

Contoh cara pengisian :

No. Pernyataan SS S J TP

1. Saya memakai parfum ketika akan

beraktifitas

Ketika Anda keliru dalam memberi tanda centang (

) maka Anda dapat mengganti jawaban Anda dengan memberi tanda

(

),

Contoh koreksi :

No. Pernyataan SS S J TP

1. Saya memakai parfum ketika akan

beraktifitas

Selamat Mengerjakan...

(80)

1.

mode yang terbaru.

2. Pada pagi hari, saya memakai pembersih

wajah.

3. Saya menyediakan waktu khusus untuk

menggunakan masker badan.

4.

Demi menunjukkan penampilan yang mewah, saya memakai asesoris yang bermerk.

5. Saya memanjakan diri di spa center.

6. Dalam menjalankan aktifitas saya disiang hari, saya menggunakan UV Protection.

7. Saat di mall, saya mengkhususkan diri

membeli facial moisturizer.

8. Saya menggunakan perhiasan agar

penampilan saya tampak mewah.

9. Demi memperoleh kulit wajah yang

kencang, saya memakai masker wajah.

10. Saya menggunakan krim wajah untuk

memaksimalkan penampilan.

11. Saya menyediakan dana khusus untuk melakukan sauna.

pembersih muka.

13. Agar tampil berkelas, saya menggunakan accesoris yang bermerk.

14. Setelah mandi saya menggunakan pelembab wajah.

15. Saya melakukan creambath untuk

merawat rambut saya.

16. Saya menyediakan banyak waktu untuk melakukan perawatan tubuh disalon.

17. Untuk menunjang penampilan, saya melakukan facial.

18. Saya menyediakan waktu khusus untuk melakukan massage scrub.

19. Agar tampil berkelas, saya menggunakan pakaian sesuai dengan mode terbaru. 20. Pada pagi hari saya menggunakan krim

pagi.

21. Saya menjaga kekencangan kulit saya dengan menggunakan masker badan.

Gambar

Tabel 3.2 Blue Print Skala Citra Raga sebelum seleksi item .............   33
figure di media massa terhadap body image antara remaja putra dengan remaja
Tabel 3.1 Ringkasan kategori subjek pria metroseksual dan retroseksual
Tabel 3.2 Blue Print Skala Citra Raga sebelum seleksi item
+5

Referensi

Dokumen terkait

Biokaasulaitoksen omistajan tehtävänä on valita huoltokirjan laadinnan koordinoijaksi henkilö, jolla on riittävä asiantuntemus biokaasulaitoksen toiminnasta, huollosta

Beban depresiasi untuk tiap periode jumlahnya selalu sama ( kecuali kalau ada penyesuaian ). Dalam metode ini perusahaan akan mencatat bahan penyusutan yang sama jumlahnya

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Apakah pemberian ganti rugi dalam pelaksanaan pengadaan tanah untuk

Diketahui rata-rata paling rendah yakni mengenai pertanyaan “Di tempat saya bekerja, saya memiliki banyak pengaruh yang tercermin dalam anggaran akhir (final)”

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

Semakin lama tekhnologi akan terus berkembang dan kita harus mampu mengimbanginya dan memanfaatkanya, salah satunya dengan menggunakan metode mikro dalam bidang

Iklan Baris Iklan Baris Serba Serbi PERLNGKPN MOBIL PRIVAT LES JAKARTA BARAT Rumah Dijual BODETABEK JAKARTA PUSAT.. DIJUAL RMH / TOKO

Sehingga berdasarkan hasil penelitian sebelumnya terkait dengan dampak positif kebersyukuran yang dapat menurunkan stres kerja, maka dalam penelitian ini peneliti akan