• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pengalaman anak terhadap pengetahuannya : studi kasus tentang pengetahuan anak mengenai Gunung Merapi berkaitan dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada bulan Oktober dan November 2010 di Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pengaruh pengalaman anak terhadap pengetahuannya : studi kasus tentang pengetahuan anak mengenai Gunung Merapi berkaitan dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada bulan Oktober dan November 2010 di Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
207
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

vii  

ABSTRAK

Christina Rita Siwi Hastuti. 2011. “Pengaruh Pengalaman Anak Terhadap Pengetahuannya Studi Kasus Tentang Pengetahuan Anak Mengenai Gunung Merapi Berkaitan dengan Peristiwa Meletusnya Gunung Merapi pada Bulan Oktober dan November 2010 di Yogyakarta”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (JPMIPA), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pengalaman anak terkait dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi mempengaruhi pengetahuannya tentang Gunung Merapi dan sejauh mana pengetahuan anak tentang Gunung Merapi mempengaruhi sikapnya.

Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif kualitatif, yang melakukan pengumpulan data dalam bentuk transkrip interview kemudian dianalisis dengan cara pentabulasian data berdasarkan aspek yang diteliti.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 di tiga dusun di kabupaten Sleman, Yogyakarta dan dua dusun di kabupaten Bantul, Yogyakarta.

(9)

viii  

ABSTRACT

Christina Rita Siwi Hastuti. 2011. " The Influence of Children’s Experiences Toward Their Knowledge. A Case Study of Children's Knowledge About Merapi Mountain Related To Merapi Mountain Eruption Event In October and November 2010 In Yogyakarta". A thesis. Physics Education Study Program, Department of Mathematics and Natural Sciences Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University in Yogyakarta.

This study aims to determine whether the children experience related to the eruption of Merapi Mount influencing knowledge of and extent to which the children knowledge about Merapi Mount affect of children attitude. This study is a qualitative research, conducting data collection in the form of interview transcripts were then analyzed by tabulating the data based on the aspects studied.

The research was conducted in December 2010 in three hamlets in the district of Sleman, Yogyakarta and two hamlets in the district of Bantul, Yogyakarta.

(10)

ix  

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Bapa di Surga atas karunia dan berkat yang telah dilimpahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelas Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika

Perjuangan untuk mencapai keberhasilan memang terasa berat. Sering kali rasa malas dan putus asa muncul dalam diri penulis. Namun dengan niat dan semangat ingin meraih masa depan telah mendorong penulis untuk tetap berusaha. Keberhasilan ini dapat diraih tak lepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:

1. Bapak Drs. Tarsisius Sarkim, M.Ed.,Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sabar dan mendorong untuk tetap berusaha mengerjakan skripsi ini hingga akhirnya selesai dengan baik.

2. Drs. Aufridus Atmadi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Fisika yang memberikan waktu terbaik untuk kami.

3. Bapak R. Rohandi, Ph. D. Selaku dosen penguji atas masukan berharga yang telah diberikan.

4. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd. selaku dosen penguji atas masukan berharga yang telah diberikan.

(11)

x  

6. Orang tuaku tercinta Bapak Yohanes Siswanto dan Ibu Theresia Sumilah atas cinta dan doa yang tiada henti, nasehat, kesabaran, semangat serta dorongan yang terus diberikan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kakakku Fransisca Rina Rahwanti dan Richardus Sidik Pramono yang terus menerus memberi semangat dan nasehat.

8. Paulus Cipta Kesuma Adi yang tiada henti memberi semangat dan mengingatkan target penyelesaian skripsi ini. “trust me!! I can do it..” 9. Sahabat-sahabatku di Pendidikan Fisika 2005 dan Pendidikan Matematika

2005: Veronika Suci Anggraeni, S.Pd., Nita Krisnandari, S.Pd., Cicilia Widyanita Radiasari, S.Pd., Florentina Supraptiningsih, S.Pd., Eni Windyastuti, S.Pd., L. Kartika Dhiny M., Florentia Yosinta, S.Pd., Robertus Kristian Era P., Irene Mustikaningtyas, S.Pd., Albertus Wahyu Suwido, S.Pd., Agatha Ferry Wahyu Susanti, S.Pd., Fransisca Sri Puji Astuti, S.Pd., Nuning Pudyastuti, S.Pd., Ika Fitriana, S.Pd., Khusnul Khotimah, S.Pd., Melly Fransisca, S.Pd., Maria Kadarsih, S.Pd., Cicilia Maya Sari Dewi, S.Pd., Nori Wibowo, SPd., Wisnu Heriyanto, Angelina Dwi Irawanti, S.Pd., Dinar Arta Situmorang, Helena Koralisa, Arun, Fr. Ramba Agus, Julius Vega, Antonius Tatak H. K, S.Pd., Christina Purnamasari, S.Pd., Kristina Candraningsih, S.Pd., atas semangat, kasih sayang, persahabatan dan kebersamaan kita selama ini. Kalian adalah semangat terbesarku……

(12)

xi  

11.Keluarga besar (ex) Genta Rakyat dan keluarga besar Mahagenta Khatulistiwa atas cinta dan kebersamaan yang memotivasiku untuk terus berjuang dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-temanku: Yuli Kristanto, Mas Bowo, Mas Ari, Mei, Krisdian, Okta, Mba Wahyu atas dorongan dan semangat untuk tidak menyerah dalam mengerjakan skripsi ini.

13.Semua pihak yang telah membantu dan mendukung terselesaikannya skripsi ini.

Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan tulisan ini sangat diharapkan dan diterima penulis dengan senang hati.

(13)

xii  

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Dasar Teori ... 3

C. Rumusan Masalah ... 64

D. Pembatasan Masalah ... 64

E. Tujuan Penelitian ... 65

(14)

xiii  

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 67

B. Subjek Penelitian ... 67

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 68

D. Metode Pengumpulan Data ... 68

E. Instrument Penelitian ... 69

F. Metode Analisis Data ... 75

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN, DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 77

B. Deskripsi Data ... 78

C. Analisis Data ... 79

D. Pembahasan ... 82

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 111

B. Saran ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

(15)

xiv   

(16)

xv   

Gambar 1 : Diagram Taksonomi Bloom ... 17

Gambar 2 : Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan... 32

Gambar 3 : Gunung Berapi Meletus ... 46

Gambar 4 : Puncak Gunung Merapi pada Tahun 1930 ... 55

(17)

xvi   

Lampiran 1. Analisis Data Tahap Tabulasi Aspek yang Diteliti ... 116 Lampiran 2. Analisis Data Berdasar Jumlah Termin/

(18)

1   

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam gejala terbentuknya pengetahuan manusia, ada dua hal yang paling penting, yaitu subjek dan objek. Subjek adalah pengenal atau manusianya, sedangkan objek adalah sesuatu yang dikenal. Kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena untuk dapat terbentuknya pengetahuan, keduanya harus ada. Pengetahuan bukanlah barang yang bisa ditransfer begitu saja. Pembentukan pengetahuan terjadi melalui proses penginterpretasian dan pengkonstruksian oleh manusia melalui pengalamannya. Seperti yang diungkapkan oleh tokoh filsuf empirisme John Locke, bahwa semua konsep atau ide yang mengungkapkan pengetahuan

manusia, sesungguhnya berasal dari pengalaman manusia. Menurut kaum

empirisme, pengetahuan yang benar adalah pengetahuan yang diperoleh

melalui pengalaman dan pengamatan panca indera. Maka, sumber

pengetahuan adalah pengalaman dan pengamatan panca indera tersebut yang

memberi data dan fakta bagi pengetahuan kita (Keraf, A. Sonny dan Michael

Dua, 2001:49).

(19)

konstruktivisme pengetahuan dianggap sebagai suatu proses pembentukan (konstruksi) yang terus menerus, terus berkembang dan berubah (Suparno, 1997:18).

Pada bulan Oktober dan November 2010 di Daerah Istimewa Yogyakarta terjadi bencana letusan Gunung Merapi yang cukup besar dan berdampak buruk bagi daerah Yogyakarta khususnya daerah kabupaten Sleman. Baik anak-anak maupun orang dewasa yang tinggal di kawasan rawan bencara Merapi banyak yang meninggalkan tempat tinggalnya untuk mengungsi saat bencana terjadi. Peristiwa Gunung Merapi meletus adalah bagian dari peristiwa alam yang tak dapat diramalkan waktu kejadiannya. Peristiwa alam adalah salah satu topik mata pelajaran Sekolah Dasar yang diberikan di kelas lima. Berawal dari peristiwa tersebut, peneliti yang juga sebagai salah satu warga yang tinggal di kawasan rawan bahaya Merapi, ingin mengangkat ide dari peristiwa tersebut sebagai bahan penelitian ini.

(20)

tahun yang duduk di bangku kelas 5 yang tinggal di Yogyakarta. Dengan adanya peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada bulan Oktober dan November 2010 yang dialami sebagian besar masyarakat di Yogyakarta dan Jawa Tengah, penelitian ini ingin mengetahui pengetahuan siswa yang tinggal di Yogyakarta tentang gunung berapi khususnya terkait dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi.

Berdasarkan latar belakang yang terurai tersebut, maka penulis memilih judul “PENGARUH PENGALAMAN ANAK TERHADAP PENGETAHUANNYA (Studi Kasus Tentang Pengetahuan Anak

Mengenai Gunung Berapi Berkaitan dengan Peristiwa Meletusnya

Gunung Merapi Pada Bulan Oktober dan November 2010 di

Yogyakarta)”.

A. Dasar Teori

1. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui; kepandaian, segala sesuatu yang berkenaan dengan hal (mata pelajaran).

A. Sonny Keraf dan Michael Dua (2001: 26) mengemukan

pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

(21)

karena pengetahuan mencakup segala sesuatu yang diketahui manusia

tanpa perlu berarti telah dibakukan secara sistematis. Pengetahuan

mencakup penalaran, penjelasan, dan pemahaman manusia tentang segala

sesuatu. Juga mencakup praktik atau kemampuan teknis dalam

memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum dibakukan secara

matematis dan metodis. Filsafat pengetahuan terutama berkaitan dengan

upaya mengkaji segala sesuatu yang berkaitan dengan pengetahuan

manusia pada umumnya, terutama menyangkut gejala pengetahuan dan

sumber pengetahuan manusia.

(22)

dan merasakan, orang membentuk pengetahuan tentang sesuatu hal. Di sini siswa harus aktif mengkonstruksi untuk dapat mengetahui sesuatu. Tanpa keaktifan siswa dalam membangun pengetahuan mereka sendiri, mereka tidak akan mengerti apa-apa. Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang yang sedang mengolahnya, maka jelas bahwa pengetahuan itu bukanlah sesuatu yang sudah jadi dan tak terubahkan. Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus akan berkembang semakin luas, lengkap, dan sempurna.

Menurut Notoatmodjo, pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sedangkan menurut Poejawijatna pengetahuan akan membuat seseorang mampu mengambil keputusan. Jadi pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu sehingga seseorang mampu mengambil keputusan. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas yang berbeda-beda.

(23)

adalah kombinasi dari wawancara bebas dan wawancara terpimpin. Wawancara dapat dilakukan dengan bercakap-cakap secara langsung (berhadapan muka) dengan responden atau tidak berhadapan langsung dengan responden (misalnya melalui telepon). Angket berupa formulir yang berisi pernyataan dan diajukan secara tertulis pada sekumpulan orang untuk mendapatkan keterangan.

b. Macam-Macam Pengetahuan

Menurut A. Sonny Keraf dan Michael Dua (2001: 33), pengetahuan dibedakan menjadi tiga menurut polanya, yaitu:

1. Pengetahuan / Tahu Bahwa

“Pengetahuan bahwa” adalah pengetahuan tentang informasi

tertentu; tahu bahwa sesuatu terjadi, tahu bahwa ini atau itu memang

demikian adanya, bahwa apa yang dikatakan memang benar. Jenis

pengetahuan ini disebut juga pengetahuan teoritis, pengetahuan ilmiah,

walaupun masih pada tingkat yang tidak begitu mendalam. Pengetahuan

ini berkaitan dengan keberhasilan dalam mengumpulkan informasi atau

data tertentu. Maka, kekuatan pengetahuan ini adalah informasi atau

data yang dimilikinya.

2. Pengetahuan / Tahu Bagaimana

Pengetahuan jenis ini menyangkut bagaimana melakukan sesuatu.

Ini dikenal sebagai know how. Pengetahuan ini berkaitan dengan

keterampilan atau lebih tepat keahlian atau kemahiran teknis dalam

(24)

3. Pengetahuan / Tahu Akan / Mengenai

Jenis “pengetahuan / tahu akan” adalah sesuatu yang sangat

spesifik menyangkut pengetahuan akan sesuatu atau seseorang melalui

pengalaman atau pengenalan pribasi. Unsure yang paling penting dalam

pengetahuan jenis ini adalah pengenalan dan pengalaman pribadi secara

langsung dengan objeknya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai

pengetahuan langsung yang bersifat personal. Ciri pengetahuan ini

adalah sebagai berikut.

a. Memiliki tingkat objektivitas dan subjektivitas yang cukup tinggi,

karena pengetahuan ini didasarkan pada pengenalan pribadi yang

langsung dengan objek dan pengalaman langsung secara pribadi.

Dalam mengenal dan menangkap objek apa adanya si subjek

menyertakan seluruh sejarah pribadinya, seluruh cara pandangnya,

seluruh minatnya, seluruh sikap batinnya, dan seterusnya. Ini

berarti, apa yang dikenal atau diketahui pada objek sangat diwarnai

dan ditentukan oleh si subjek. Oleh karena itu, bisa saja objek yang

sama dikenal dua subjek secara berbeda.

b. Subjek mampu membuat penilaian tertentu atas objeknya karena

pengenalan dan pengalaman pribadi yang bersifat langsung dengan

objek. Ada keterlibatan pribadi, dan karena itu subjek mampu

memberi penilaian, gambaran, pernyataan yang leih mendalam

(25)

c. Bersifat singular, yaitu hanya berkaitan dengan barang atau objek

khusus. Artinya, pengetahuan ini terutama terbatas pada objek yang

dikenal secara langsung dan personal dan bukan menyangkut objek

serupa lainnya. Pada tingkat tertentu memang ada proses

generalisai, namun “pengetahuan akan” selalu berkaitan dengan

objek khusus yang dikenal secara pribadi.

4. Pengetahuan / Tahu Mengapa

Pengetahuan ini merupakan pengetahuan paling tinggi dan

mendalam dan sekaligus juga merupakan pengetahuan ilmiah.

“Pengetahuan / tahu mengapa” tidak hanya puas dan berhenti dengan

informasi yang ada, namun subjek justru melangkah lebih jauh lagi

untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi sebagaimana adanya. Dalam

hal ini, akal budi manusia berperan penting melakukan refleksi,

mengajukan system, atau analogi yang memungkinkan kita

mengkaitkan dan menyusun berbagai data yang mungkin kelihatan

berdiri sendiri-sendiri menjadi satu kesatuan yang mengagumkan.

(26)

disebutnya taksonomi tujuan pendidikan (taxonomy of education objectives). System ini meliputi dua kategori luas, yakni (1) pengetahuan dan (2) abilitas intelektual dan keterampilan yang meliputi enam kelas tingkah laku (Hamalik, Oemar. 2007: 78). Selanjutnya, taxonomy of education objectives yang meliputi kategori pengetahuan tersebut sudah mengalami tahap revisi yang pada mulanya berbentuk kata benda (noun), direvisi menjadi bentuk kata kerja (verb). Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru memiliki jumlah dan jenis proses kognitif yang sama seperti dalam taksonomi yang lama, hanya kategori analisis dan evaluasi ditukar urutannya dan kategori sintesis kini dinamai membuat (create). Seperti halnya taksonomi yang lama, taksonomi yang baru secara umum juga menunjukkan penjenjangan, dari proses kognitif yang sederhana ke proses kognitif yang lebih kompleks. Namun demikian penjenjangan pada taksonomi yang baru lebih fleksibel sifatnya. Artinya, untuk dapat melakukan proses kognitif yang lebih tinggi tidak mutlak disyaratkan penguasaan proses kognitif yang lebih rendah. Tingkat pengetahuan berdasarkan taksonomi Bloom yang telah direvisi tersebut (Masbudi. Tanpa tahun), yaitu :

1. Mengingat (remembering)

(27)

telah diterima. Dalam tingkat ini anak diharapkan untuk menyebutkan kembali atau mengafal saja, sehingga mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif, yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

a. Mengenali (recognizing), yaitu mencakup proses kognitif untuk menarik kembali informasi yangtersimpan dalam memori jangka panjang yang identik atau sama dengan informasi yang baru.Bentuk tes yang meminta siswa menentukan betul atau salah, menjodohkan, dan pilihan berganda merupakan tes yang sesuai untuk mengukur kemampuan mengenali. Istilah lain untuk mengenali adalah mengidentifikasi (identifying).

b. Mengingat (recalling), yaitu menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang apabila ada petunjuk (tanda) untuk melakukan hal tersebut. Tanda di sini sering kali berupa pertanyaan. Istilah lain untuk mengingat adalah menarik (retrieving).

2. Memahami (Understanding)

(28)

ada dalam pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying), mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

a. Menafsirkan (interpreting), yaitu mengubah dari satu bentuk informasi ke bentuk informasi yang lainnya, misalnya dari kata-kata ke grafik atau gambar, atau sebaliknya, dari kata-kata-kata-kata ke angka, atau sebaliknya, maupun dari kata-kata ke kata-kata, misalnya meringkas atau membuat parafrase. Informasi yang disajikan dalam tes haruslah “baru” sehingga dengan mengingat saja siswa tidak akan bisa menjawab soal yang diberikan. Istilah lain untuk menafsirkan adalah mengklarifikasi (clarifying), memparafrase ( paraphrasing), menerjemahkan (translating), danmenyajikan kembali (representing).

(29)

c. Mengkelasifikasikan (classifying), yaitu mengenali bahwa sesuatu (benda atau fenomena) masuk dalam kategori tertentu. Termasuk dalam kemampuan mengkelasifikasikan adalah mengenali ciri-ciri yang dimiliki suatu benda atau fenomena. Istilah lain untuk mengkelasifikasikan adalah mengkategorisasikan (categorising). d. Meringkas (summarising), yaitu membuat suatu pernyataan yang

mewakili seluruh informasi atau membuat suatu abstrak dari sebuat tulisan. Meringkas menuntut siswa untuk memilih inti dari suatu informasi dan meringkasnya. Istilah lain untuk meringkas adalah membuat generalisasi (generalising) dan mengabstraksi (abstracting).

e. Menarik inferensi (inferring), yaitu menemukan suatu pola dari sederetan contoh atau fakta. Untuk dapat melakukan inferensi siswa harus terlebih dapat menarik abstraksi suatu konsep/prinsip berdasarkan sejumlah contoh yang ada. Istilah lain untuk menarik inferensi adalah mengekstrapolasi (extrapolating), menginterpolasi (interpolating), memprediksi (predicting), dan menarik kesimpulan (concluding).

(30)

mengkontraskan (contrasting), mencocokkan (matching), dan memetakan (mapping).

g. Menjelaskan (explaining), yaitu mengkonstruksi dan menggunakan model sebab-akibat dalam suatu system. Termasuk dalam menjelaskan adalah menggunakan model tersebut untuk mengetahui apa yang terjadi apabila salah satu bagian sistem tersebut diubah. Istilah lain untuk menjelaskan adalah mengkonstruksi model (constructing a model).

3. Mengaplikasikan (applying)

Applying diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Dalam tingkat aplikasi, anak / siswa dituntut kemampuannya untuk menerapkan atau menggunakan apa yang telah diketahuinya dalam situasi yang baru baginya. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).

(31)

b. Mengimplementasikan (implementing), yaitu memilih dan menggunakan prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan tugas yang baru. Karena diperlukan kemampuan memilih, siswa dituntut untuk memiliki pemahaman tentang permasalahan yang akan dipecahkannya dan juga prosedur-prosedur yang mungkin digunakannya. Apabila prosedur yang tersedia ternyata tidak tepat benar, siswa dituntut untuk bisa memodifikasinya sesuai keadaan yang dihadapi. Istilah lain untuk mengimplementasikan adalah menggunakan (using).

4. Menganalisis (analysing)

Analyzing adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis, yaitu membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributting).

(32)

tidaknya. Oleh karena itu membedakan (differentiating) berbeda dari membandingkan (comparing). Membedakan menuntut adanya kemampuan untuk menentukan mana yang relevan/esensial dari suatu perbedaan terkait dengan struktur yang lebih besar. Misalnya, apabila seseorang diminta membedakan antara apel dan jeruk, faktor warna, bentuk dan ukuran bukanlah ciri yang esensial. Namun apabila yang diminta adalah membandingkan hal-hal tersebut bisa dijadikan pembeda. Istilah lain untuk membedakan adalah memilih (selecting), membedakan (distinguishing) dan memfokuskan (focusing).

b. Mengorganisir (organizing), yaitu mengidentifikasi unsur-unsur suatu keadaan dan mengenali bagaimana unsur-unsur tersebut terkait satu sama lain untuk membentuk suatu struktur yang padu. c. Menemukan pesan tersirat (attributting), yaitu menemukan sudut

pandang, bias, dan tujuan dari suatu bentuk komunikasi.

5. Mengevaluasi (evaluation / judge)

(33)

a. Memeriksa (Checking), yaitu menguji konsistensi atau kekurangan suatu karya berdasarkan criteria internal (kriteria yang melekat dengan sifat produk tersebut).

b. Mengritik (Critiquing), yaitu menilai suatu karya baik kelebihan maupun kekurangannya,berdasarkan kriteria eksternal. Contoh: menilai apakah rumusan hipotesis sesuai atau tidak (sesuai atau tidaknya rumusan hipotesis dipengaruhi oleh pengetahuan dan cara pandang penilai

6. Membuat (create)

Membuat berarti menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).

a. Membuat (generating), yaitu menguraikan suatu masalah sehingga dapat dirumuskan berbagai kemungkinan hipotesis yang mengarah pada pemecahan masalah tersebut.

b. Merencanakan (planning), yaitu merancang suatu metode atau strategi untuk memecahkan masalah. Contoh: merancang serangkaian percobaan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan.

(34)

Secara keseluruhan, Taksonomi Bloom yang telah direvisi mulai dari tingkat kognitif tinggi ke tingkat kognitif rendah dapat dilihat dalam diagram berikut.

Gambar 1. Diagram Taksonomi Bloom

(http://meandmylaptop.weebly.com/2/post/2011/04/blooms-taxonomy.html)

Menurut Nasution, tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa

factor, yaitu

a.Tingkat Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka remaja makin mudah menerima informasi.

b.Informasi

(35)

tersebut. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita televisi dan sebagainya.

c.Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang. Hal ini dikarenakan informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut.

d.Pengalaman

Pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Hal ini mengandung maksud bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi, maka pengalaman seseorang akan lebih jauh lebih luas.

e.Sosial Ekonomi

Dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya (misalnya sekolah), tingkat sosial ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi.

f. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

(36)

atau diketahui, dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dari responden.

Menurut Piaget, pengetahuan dibedakan menjadi tiga macam

(Piaget, 1971 dalam Suparno, 2001:119), yaitu:

1. Pengetahuan Fisis

Pengetahuan fisis adalah pengetahuan akan sifat-sifat fisis suatu objek

atau kejadian, seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana

objek-objek itu berinteraksi satu dengan yang lain (Piaget, 1970, 1971;

Althouse, 1988; Wadsworth, 1989 dalam Suparno, 2001:119). Anak

memperoleh pengetahuan fisis tentang suatu objek dengan mengerjakan

atau bertindak terhadap objek itu melalui inderanya. Pengetahuan fisik

ini didapat dari abstraksi langsung akan suatu objek.

2. Pengetahuan Matematis-Logis

Pengetahuan matematis-logis adalah pengetahuan yang dibentuk

dengan berpikir tentang pengalaman akan suatu objek atau kejadian

tertentu (Piaget, 1970; Gallagher & Reid, 1981 dalam Suparno, 2001:

120). Pengetahuan ini didapatkan dari abstraksi berdasarkan koordinasi,

relasi, atau penggunaan objek. Pengetahuan matematis-logis dapat

berkembang hanya bila anak bertindak terhadap objek itu. Akan tetapi,

peran tindakan dan objek itu berbeda. Anak itu membentuk

(37)

objek itu sendiri seperti pengetahuan fisis. Menurut Piaget, pengetahuan

ini tidak dapat diperoleh dari membaca atau mendengarkan orang

berbicara, tetapi dibentuk dari tindakan seseorang terhadap suatu objek.

3. Pengetahuan Sosial

Pengetahuan sosial adalah pengetahuan yang didapat dari kelompok

budaya dan sosial yang menyetujui sesuatu secara bersama. Contoh

pengetahuan ini adalah aturan, hokum, moral, nilai, system bahasa, dan

lain-lain. Pengetahuan ini muncul dalam kebudayaan tertentu dan dapat

berbeda dari kelompok yang satu dengan yang lain. Pengetahuan sosial

tidak dapat dibentuk dari suatu tindakan seseorang terhadap suatu

objek, tetapi dibentuk dari interaksi seseorang dengan orang-orang lain.

Waktu anak berinteraksi dengan orang lain, kesempatan

untukmembangun pengetahuan sosial dikembangkan (Althouse, 1988;

Wadsworth, 1989 dalam Suparno, 2001:121).

d. Sumber Pengetahuan

(38)

54). Sedangkan menurut Wikipedia Ensiklopedia Bebas, pengalaman adalah hasil persentuhan alam dengan panca indra manusia. Berasal dari kata peng-alam-an. Pengalaman memungkinkan seseorang menjadi tahu dan hasil tahu ini kemudian disebut pengetahuan

Dua aliran pemikiran dalam sejarah filsafat, yaitu rasionalisme dan empirisme (Keraf, A. Sonny dan Michael Dua, 2001) juga turut andil dalam perdebatan mengenai sumber pengetahuan.

1. Rasionalisme

(39)

Sedangkan Descartes menganggap serius anjuran kaum skeptic supaya kita perlu meragukan semua keyakinan dan pengetahuan kita, bahkan kita perlu meragukan apa saja. Sasaran utama dari Descartes adalah bagaimana kita bisa sampai pada pengetahuan yang pasti benar. Menurutnya, kita perlu meragukan segala sesuatu sampai kita mempunyai ide yang jelas dan tepat (clara et distincta). Dengan kata lain, Descartes menghendaki agar kita tetap meragukan untuk sementara waktu apa saja yang tidak bisa dilihat dengan terang akal budi sebagai yang pasti benar dan tidak diragukan lagi.

2. Empirisme

Empirisme adalah paham filosofis yang mengatakan bahwa sumber satu-satunya bagi pengetahuan manusia adalah pengalaman. Hal yang paling pokok untuk bisa sampai pada pengetahuan yang benar, menurut kaum empiris adalah data dan fakta yang ditangkap oleh panca indera kita. Dengan kata lain, satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang diperoleh melalui pengalaman dan pengamatan panca indera. Pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman yang terjadi melalui dan berkat panca indera. Pengalaman semacam ini berkaitan dengan data yang ditangkap melalui panca indera, khususnya yang besifat spontan dan langsung.

(40)

Kedua, kita tidak bisa punya konsep atau ide apa pun tentang sesuatu kecuali yang didasarkan pada apa yang diperoleh dari pengalaman. Ketiga, akal budi hanua berfungsi kalau punya acuan ke realitas atau pengalaman. Dengan demikian bagi kaum empiris, akal budi hanya mengkombinasikan pengalaman inderawi untuk sampai pada pengetahuan. maka, tanpa pengalaman indrawi tidak ada pengetahuan apa-apa.

John Locke dan David Hume adalah contoh tokoh pemikir empiris. Menurut Locke, semua konsep atau ide yang mengungkapkan pengetahuan manusia, sesungguhnya berasal dari pengalaman manusia. Konsep atau ide-ide ini diperoleh dari panca indera atau dari refleksi atas apa yang diberikan oleh panca indera. Sebelum kita menangkap sesuatu dengan panca indera kita, akal budi kita berada dalam keadaan kosong. Sebelum ada informasi dari panca indera, akal budi kita mirip dengan kertas yang belum ditulisi apa-apa. Akal budi kita hanya bisa mengetahui sesuatu karena mendapat informasi yang diperoleh melalui panca indera.

(41)

Dengan kata lain, melalui naluri alamiah manusia, manusia bisa mencapai kepastian-kepastian yang memungkinkan pengetahuan manusia. Menurut Hume, ada dua proses mental manusia, yaitu kesan (impresi) dan pemikiran. Impresi merupakan semua macam penerapan panca indera yang lebih hidup dan sifatnya langsung. Sedangkan pemikiran atau ide yang kurang hidup dan kurang langsung sifatnya. Dari impresi muncul ide-ide sederhana yang berkaitan dengan objek yang kita tangkap melalui panca indera, selanjutnya akal budi manusia melahirkan ide-ide majemuk tentang hal-hal yang tidak bisa kita tangkap melalui panca indera. Walaupun ide-ide tersebut lepas dan berbeda satu sama lain, namun setelah diolah oleh akal budi manusia akan melahirkan keterkaitan satu sama lain.

(42)

tidak mengenal adanya ide-ide bawaan sejak lahir, namun akal budi sudah punya kecenderungan bawaan sejak lahir untuk mengolah dan menyusun ide-ide yang timbul melalui penyerapan panca indera sesuai dengan ketiga prinsip tersebut di atas.

(43)

berarti “dari apa yang sesudahnya”) adalah pengetahuan yang kebenarannya hanya bisa merujuk pada pengalaman tertentu.

Terkait dengan rumusan Reza A. A Wattimena dan kaum empiris yang menyatakan bahwa pengalaman adalah sumber dari pengetahuan, dalam penelitian ini pengalaman itu dibedakan menjadi dua, yaitu pengalaman langsung dan pengalaman tidak langsung.

1. Pengalaman Langsung

Pengalaman langsung adalah pengalaman yang langsung ditangkap oleh inderawi dengan benda-benda konkret di luar manusia dan akan peristiwa yang disaksikannya sendiri. Pengalaman langsung adalah amat berbeda membaca dalam koran harian suatu liputan tentang topan yang menerpa desa di pantai Filipina dengan mengalaminya sendri. Membaca hanya memperoleh pengetahuan tanpa melibatkan orang secara menyeluruh. Sedangkan pengalaman langsung, misalnya pengalaman orang yang mengalami musibah angin topan tersebut adalah jauh lebih mendalam dan melibatkan orang secara menyeluruh (ICAJE, 2010: 52).

2. Pengalaman Tidak Langsung

(44)

secara langsung atau pengalaman tentang suatu peristiwa yang diperoleh melalui media informasi atau komunikasi.

e. Konstruksi Pengetahuan

Pengetahuan hanya dapat ditawarkan kepada siswa untuk dikonstruksi sendiri secara aktif oleh siswa itu sendiri. Dalam membentuk pengetahuan itu, setiap siswa dapat berbeda. Bahkan ada siswa yang dapat salah dalam mengkonstruksinya, sehingga ia mempunyai salah pengertian. Mengapa demikian? Karena siswa itu mengkonstruksi secara lain. Banyaknya siswa yang salah menangkap dan mengerti dari apa yang diajarkan oleh gurunya menunjukkan bahwa pengetahuan itu harus dikonstruksikan sendiri atau paling sedikit diinterpretasikan sendiri oleh siswa dan tidak begitu saja dipindahkan.

(45)

pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang melalui proses asimilasi dan

akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Pada proses asimilasi

seseorang menggunakan struktur kognitif dan kemampuan yang sudah ada

untuk beradaptasi dengan masalah atau informasi baru yang datang dari

lingkungannya. Sedangkan pada proses akomodasi merupakan proses

pembentukan skemata baru atau memodifikasi struktur yang ada supaya

struktur kognitif tersebut dapat menyerap informasi baru yang sedang

dihadapi. Ketidaksesuaian struktur kognitif yang dimiliki seseorang

dengan informasi baru yang dihadapi menyebabkan ketidakseimbangan

(disquibrium) dalam struktur kognitifnya. Dalam kondisi seperti ini orang

menyadari bahwa cara berpikirnya bertentangan dengan kejadian yang ada

disekitarnya, ia akan berusaha untuk mereorganisasi struktur kognitifnya

agar sesuai dengan informasi baru yang dihadapinya. Aktivitas mental seperti inilah yang membantu siswa mereformulasi informasi baru atau merestrukturisasi pengetahuan yang telah dimilikinya menjadi suatu struktur kognitif yang lebih luas/lengkap sehingga mencapai pemahaman mendalam.

1. Tiga Macam Taraf Konstruktivisme

(46)

a. Konstruktivisme Radikal

Konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu criteria kebenaran. Konstruktivisme radikal berpegang bahwa kita hanya dapat mengetahui apa yang dibentuk / dikonstruksi oleh pikiran kita. Bagi kontruktivis bentukan itu harus jalan, dan ini tidak harus selalu merupakan representasi dari dunia nyata. Bagi kontruktivis, adalah merupakan ilusi untuk percaya bahwa apa yang kita buat itu memberikan gambaran akan dunia nyata (Von Glasersfeld, dalam Suparno, 1996 : 135).

Pengetahuan adalah selalu merupakan konstruksi dari seseorang yang mengetahui, jadi tidak dapat ditransfer kepada penerima yang pasif. Penerima sendiri yang harus mengkonstruksi pengetahuan itu. Semua yang lain, entah obyek maupun lingkungan adalah sarana agar terjadi konstruksi tersebut.

b. Realisme Hypotetis

(47)

c. Konstruktivisme yang biasa

Pengetahuan kita dipandang sebagai suatu gambaran yang dibentuk dari kenyataan suatu obyek dalam dirinya sendiri. Aliran ini tidak mengambil semua konsekwensi dari konstruktivisme. Aliran ini bicara soal realitas. Pengetahuan kita merupakan gambaran dari realitas itu.

2. Konstruktivisme Personal dan Sosial

Matthews (1994, dalam Suparno 1996 : 135) membedakan dua tradisi besar dari konstruktivisme, yaitu konstruktivisme psikologis dan sosiologis. Konstruktivisme psikologis bercabang dua, yaitu yang lebih personal (Piaget) dan lebih sosial (Vygotsky); sedangkan konstruktivisme sosiologis berdiri sendiri. Berdasarkan pembedaan itu, maka konstruktivisme dibedakan menjadi 3 dalam kaitan pembentukan pengetahuannya yang lebih pribadi, sosial, ataupun yang menyangkut keduanya.

a. Konstruktivisme Psikologis Personal (Piaget)

(48)

membentuk skema, mengembangkan skema, dan merubah skema. Ia lebih menekankan bagaimana si individu secara sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan pengalaman dan objek yang dihadapi. Pendekatan Piaget ini lebih personal dan individu.

b. Sosiokulturalisme (Vygotsky)

(49)

berperan penting dalam pembentukan pengetahuan anak dan sama-sama menekankan pentingnya keaktifan anak dalam belajar. Hanya yang satu lebih menekankan pada pentingnya keaktifan individu, sedangkan yang lain lebih menekankan pentingnya lingkungan sosio cultural.

Proses pengkonstruksian pengetahuan seperti yang dikemukakan Vygotsky paling tidak dapat diilustrasikan dalam beberapa tahap seperti pada Gambar 2.

Gambar 2: Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan

(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/196210111

991011-TATANG_HERMAN/Artikel/makalah-2-tksd.pdf)

(50)

untuk menggunakan segenap pengetahuan dan pengalamannya dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Sementara perkembangan potensial (Tahap II) terjadi pada saat siswa berinteraksi dengan pihak lain dalam komunitas kelas yang memiliki kemampuan lebih, seperti teman dan guru, atau dengan komunitas lain seperti orangtua. Selanjutnya dalam proses pengkonstruksian pengetahuan ini terjadi rekonstruksi mental yaitu berubahnya struktur kognitif dari skema yang telah ada menjadi skema baru yang lebih lengkap.

(51)

c. Konstruktivisme Sosial

Konstruktivisme Sosial berpandangan bahwa pengetahuan itu merupakan hasil penemuan sosial dan sekaligus juga merupakan factor dalam perubahan sosial. Kenyataan itu dibentuk secara sosial dan ditentukan secara sosial (Berger dan Luckman, 1967 dalam Suparno, 1996). Konstruktivisme sosial menekankan bahwa pengetahuan ilmiah adalah merupakan konstruksi sosial, bukan konstruksi individual. Kelompok ini lebih menekankan lingkungan, masyarakat, dan dinamika dari pembentukan ilmu pengetahuan (Matthews, 1994 dalam Suparno 1996). Kaum konstruktivis sosial cenderung mengambil fungsi dan peran masyarakat begitu saja dalam pembentukan pengetahuan manusia. Kaum konstruktivis sosial mempertahankan bahwa pengetahuan ilmiah adalah secara sosial dibentuk dan dibenarkan. Suasana, lingkungan, dan dinamika pembentukan ilmu pengetahuan sangat penting. Mereka ini mengesampingkan mekanisme psikologis individu dalam konstruksi pengetahuan. Mereka lebih menekankan lingkungan sosial yang menentukan kepercayaan individu (Matthew, 1994 dalam Suparno, 1996).

Pengetahuan dalam penelitian ini berarti pengetahuan tingkat

pertama yang ada pada taksonomi Bloom, yaitu pengetahuan yang

(52)

yang telah diterima. Jadi di sini, anak diminta untuk mengingat kembali dan mengungkapkan apa yang telah anak alami, yaitu menyangkut peristiwa meletusnya Gunung Merapi pada bulan Oktober dan November 2010. Seperti pada jenis pengetahuan fisis yang diungkapkan oleh Piaget, yaitu pengetahuan akan sifat-sifat fisis suatu objek atau kejadian, seperti bentuk, besar, kekasaran, berat, serta bagaimana objek-objek itu

berinteraksi satu dengan yang lain, dalam penelitian ini banyak

mengungkap tentang objek yang pernah dilihat oleh anak terkait dengan

peristiwa meletusnya Gunung Merapi. Pada tingkat ke dua taksonomi

Bloom disebutkan memahami (understanding). Namun untuk penelitian ini, pemahaman anak tidak dituntut sampai pada apa yang ada dalam taksonomi Bloom di atas. Pemahaman anak dalam penelitian ini lebih bersifat subjektif. Seperti ciri jenis pengetahuan berdasarkan polanya menurut A. Sonny Keraf dan Mikhael Dua, bahwa pengetahuan / tahu akan / mengenai memiliki tingkat objektivitas dan subjektivitas yang tinggi karena pengetahuan yang dipahami subjek berdasarkan pengenalan dan pengalaman pribadi si subjek yang dalam penelitian ini subjek adalah anak / responden.

(53)

yang dialami secara langsung melalui panca indera oleh anak tanpa media. Sedangkan pengalaman tidak langsung adalah pengalaman yang diperoleh tanpa mengalami suatu peristiwa secara langsung atau pengalaman tentang suatu peristiwa yang diperoleh melalui media informasi atau komunikasi.

2. Teori Sikap

a. Pengertian Sikap

Pengertian sikap telah didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli. Menurut Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Menurut Chave, Bogardus, Lapierre, Mead, dan Gordon Allport, sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Rosenberg dan Hovland mengemukakan tripartite model yang menempatkan komponen afeksi, kognisi, dan konasi sebagai faktor jenjang pertama dalam suatu model hirarkis (Saiffudin, 1995: 7).

(54)

pembawaan dasar seseorang yang dapat diamati dan dipelajari (Pujiyati, Sri, 2004: 8). Bimo Walgito mengatakan sikap sebagai organisasi keyakinan-keyakinan seseorang mengenai suatu obyek yang disertai adanya perasaan-perasaan tertentu yang sedikit bersifat ajeg dan memberikan dasar pada orang tersebut dalam cara tertentu (Pujiyati, Sri, 2004: 8).

b. Struktur Sikap

Komponen sikap terdiri dari tiga yaitu: komponen kognitif, afektif dan konasi (Bimo Walgito dalam Sri Pujiyati, 2004:10). Masing- masing komponen mempunyai ciri khas, di mana setiap komponen akan saling berhubungan.

1. Komponen kognitif

(55)

Winkel (Pujiyati, Sri, 2004: 11) menyatakan aspek kognitif berhubungan dengan berfikir / ide dan konsep. Bimo Walgito menjelaskan komponen kognitif berkaitan dengan pengetahuan, pendapat, pandangan, kepercayaan seseorang kepada obyek sikap tertentu. Kepercayaan sebagai aspek kognitif tidak selalu akurat. Terkadang kepercayaan terbentuk karena tidak mendapat informasi yang benar mengenai objek yang dilihat.

2. Komponen afektif

(56)

3. Komponen konatif

Komponen ini dipengaruhi kepercayaan dan perasaan terhadap objek tersebut. Abu ahmadi menerangkan aspek konatif berwujud proses menuju kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri. Bagi W.S. Winkel aspek konasi merupakan kecenderungan untuk berubah dalam perilaku. Menurut Bimo Walgito komponen konatif berhubungan dengan kecenderungan untuk bertindak.

c. Fungsi Sikap

Menurut Richard MS (Mulyadi, 1989: 240 dalam Sri Pujiyati, 2004: 14) fungsi sikap adalah untuk menyatakan penyesuaian (adjustment function), memperhatikan diri atau menyembunyikan diri dari yang sebenarnya (ego defence function), menyatakan nilai (value expressive function), menunjukkan pengetahuan (knowledge function).

Menurut Katz (Bimo Walgito, 1984: 59-60 dalam Sri Pujiyati, 2004: 13) ada empat fungsi sikap, yaitu:

(57)

sebaliknya. Fungsi ini juga sering disebut sebagai fungsi penyesuaian (adjustment), karena dengan mengambil sikap tertentu seseorang akan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya.

b. Sikap sebagai pertahanan ego. Kadang-kadang orang mengambil sikap tertentu terhadap sesuatu objek untuk mempertahankan ego atau akunya. Apabila seseorang merasa egonya terancam maka ia akan mengambil sikap tertentu terhadap objek demi pertahanan egonya. Misalnya orang tua mengambil sikap begitu keras (walaupun sikap itu sebetulnya tidak benar), hal tersebut mungkin karena dengan sikap keadaan ego atau aku-nya dapat dipertahankan.

c. Sikap sebagai ekspresi nilai. Yang dimaksud ialah bahwa sikap seseorang menunjukkan bagaimana nila-nilai pada orang tua. Sikap yang diambil oleh seseorang mencerminkan sistem nilai yang ada pada diri orang tersebut.

(58)

d. Pembentukan Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu (Saiffudin, 1995: 30). Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi individu yang satu dengan yang lain, dan meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis di sekitarnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institudi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu (Saiffudin, 1995: 30).

1. Pengalaman Pribadi

(59)

2. Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kebudayaan menjadi sebuah kebiasaan yang membentuk pola tertentu dalam menganggapi sebuah permasalahan.

3. Orang Lain yang Dianggap Penting

Pengaruh orang lain di lingkungan merupakan salah satu komponen sosial yang mempengaruhi sikap seseorang. Pada masa anak dan remaja, orangtua biasanya menjadi figur yang berarti bagi siswa. Interaksi antara siswa dan orangtua menyebabkan siswa akan bersikap seperti orangtuanya

4. Media Massa

Sebagai sarana komunkasi berbagai bentuk media masa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam menyampaikan informasi media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti. Pesan-pesan sugesti apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5. Institusi atau Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

(60)

boleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan system kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau konsep tersebut berperan dalam menentukan sikap.

6. Faktor Emosi Dalam Diri Individu

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, tetapi dapat pula bertahan lama.

3. Karakteristik Anak Sekolah Dasar

(61)

belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran (Desmita, 2009 : 35).

Pada usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif. Pada usia SD, daya pikir anak mulai berkembang ke arah berpikir konkret dan rasional (dapat diterima akal) yang disebut sebagai masa operasi konkret oleh Piaget, yaitu masa berakhirnya berpikir khayal dan mulai berpikir konkret (berkaitan dengan dunia nyata).

(62)

Pendekatan Piaget dalam konstruksivisme personal merupakan pendekatan yang lebih personal dan individu. Beberapa tahap perkembangan kognitif manusia juga diyakini Piaget berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa (Desmita, 2009 : 101) . Tahap-tahap tersebut adalah :

1. Tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun)

Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.

2. Tahap Operasional (usia 2-7 tahun)

Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik.

3. Tahap Pra-operasional (usia 7-11 tahun)

Pada saat ini akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.

4. Tahap Konkret-operasional (11 tahun-dewasa)

Remaja berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistic.

(63)

4. Materi yang terkait dengan penelitian

a. Gunung Berapi

Gambar 3. Gunung Berapi Meletus

Gunung adalah daratan yang paling tinggi. Ada dua jenis gunung, yaitu gunung berapi dan gunung biasa. Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus (Wikipedia Bahasa Indonesia). Sedangkan menurut Bambang Ruwanto dalam bukunya yang berjudul Mengenal Bencana Alam Gunung Meletus, gunung berapi adalah tonjolan di permukaan bumi yang terjadi akibat keluarnya magma dari dalam perut bumi melalui lubang kepundan. Proses keluarnya magma ini disebut erupsi. Erupsi membawa serta bahan-bahan padatm cair, dan gas.

(64)

terkandung air dan gas-gas lain yang larut. Magma ada yang kental sehingga cepat menjadi padat, namun juga ada magma yang tidak begitu kental sehingga dapat mengalir sampai cukup jauh sebelum menjadi padat. Sewaktu-waktu magma ini dimuntahkan keluar oleh gunung berapi. Magma yang telah keluar ke permukaan bumi disebut lahar atau lava yang kemudian menimbun permukaan bumi di sekitar lubang kepundan.

Gunung berapi yang aktif mungkin berubah menjadi separuh aktif, istirahat, sebelum akhirnya menjadi tidak aktif atau mati. Bagaimanapun gunung berapi mampu istirahat dalam waktu 610 tahun sebelum berubah menjadi aktif kembali. Oleh itu, sulit untuk menentukan keadaan sebenarnya daripada suatu gunung berapi itu, apakah gunung berapi itu berada dalam keadaan istirahat atau telah mati.

(65)

antara gempa bumi dan letusan gunung berapi sering kali terjadi beriringan. Gempa bumi yang disebabkan oleh gunung meletus disebut gempa bumi vulkanik. Misalnya gempa yang terjadi saat Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Letusan Gunung Krakatau ini juga mengakibatkan gelombang tsunami. Letusan gunung api dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan. Lava pijar yang dimuntahkan oleh gunung api dapat membakar kawasan hutan yang dilaluinya. Berbagai jenis tumbuhan dan hewan mati terbakar. Apabila lava pijar ini mengalir sampai ke permukiman penduduk, dapat memakan korban jiwa manusia dan menyebabkan kerusakan yang cukup parah.

Apakah wedhus gembel Itu? Lava panas meluncur dari gunung api disertai dengan kepulan asap panas. Kepulan asap panas ini bentuknya seperti wedhus gembel atau sejenis domba yang berbulu gembel. Oleh karena itu, masyarakat menyebut kepulan asap ini dengan wedus gembel.

(66)

Tabel 1. Tingkat Isyarat Gunung Berapi di Indonesia

Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia

Status Makna Tindakan

AWAS

Menandakan gunung berapi yang segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang menimbulkan bencana

Letusan pembukaan dimulai dengan abu dan asap

Letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam

Wilayah yang terancam bahaya direkomendasikan untuk dikosongkan

Koordinasi dilakukan secara harian

Piket penuh

SIAGA

Menandakan gunung berapi yang sedang bergerak ke arah letusan atau menimbulkan bencana

Peningkatan intensif kegiatan seismik

Semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera

Sosialisasi di wilayah terancam

Penyiapan sarana darurat

(67)

berlanjut ke letusan atau menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana

Jika tren peningkatan berlanjut, letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu

Piket penuh

WASPADA

Ada aktivitas apa pun bentuknya

Terdapat kenaikan aktivitas di atas level normal

Peningkatan aktivitas seismik dan kejadian vulkanis lainnya

Sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh aktivitas magma, tektonik dan

hidrotermal

Penyuluhan/sosialisasi

Penilaian bahaya

Pengecekan sarana

Pelaksanaan piket terbatas

NORMAL

Tidak ada gejala aktivitas tekanan magma

Level aktivitas dasar

Pengamatan rutin

(68)

Jenis-jenis gunung berapi berdasarkan bentuknya dapat diuraikan sebagai berikut (Wikipedia Ensiklopedia Bebas) :

1. Stratovolcano

Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang-kadang bentuknya tidak beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi merupakan jenis ini. 2. Perisai

Tersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh bentuk gunung berapi ini terdapat di kepulauan Hawai.

3. Cinder Cone

Merupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Jarang yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya.

4. Kaldera

(69)

Kalangan vulkanologi Indonesia mengelompokkan atau mengklasifikasikan gunung berapi ke dalam tiga tipe berdasarkan catatan sejarah letusan/erupsinya.

1. Gunung api Tipe A : tercatat pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.

2. Gunung api Tipe B : sesudah tahun 1600 belum tercatat lagi mengadakan erupsi magmatik namun masih memperlihatkan gejala kegiatan vulkanik seperti kegiatan solfatara.

3. Gunung api Tipe C : sejarah erupsinya tidak diketahui dalam catatan manusia, namun masih terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau berupa lapangan solfatara/fumarola pada tingkah lemah.

b. Gunung Merapi

Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.

(70)

dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Oleh karena tingkat kepentingannya ini, Merapi menjadi salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoe).

Geologi Gunung Merapi

Litografi sisi selatan Gunung Merapi pada tahun 1836, dimuat pada buku tulisan Junghuhn.

Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terbentuk karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi. Puncak ini tumbuh di sisi barat daya puncak Gunung Batulawang yang lebih tua.

(71)

bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap Merapi Tua terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut (60.000 - 8000 tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan (8000 - 2000 tahun lalu), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Kawah Pasarbubar (atau Pasarbubrah) diperkirakan terbentuk pada masa ini. Puncak Merapi yang sekarang, Puncak Anyar, baru mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui terjadi beberapa kali letusan eksplosif dengan VEI 4 berdasarkan pengamatan lapisan tefra.

(72)

Pakar geologi pada tahun 2006 mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi material seperti lumpur yang secara "signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi". Para ilmuwan memperkirakan material itu adalah magma. Kantung magma ini merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat menghunjamnya Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia.

Gambar 4. Puncak Merapi pada tahun 1930.

(73)

Letusan tahun 1930, yang menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang, merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga sekarang.

Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas. Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar sejak letusan 1872 dan memakan korban nyawa 273 orang (per 17 November 2010), meskipun telah diberlakukan pengamatan yang intensif dan persiapan manajemen pengungsian. Letusan 2010 juga teramati sebagai penyimpangan dari letusan "tipe Merapi" karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20-30 km.

(74)

c. Erupsi Gunung Merapi tahun 2010

Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.

Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman (Wikipedia Ensiklopedia Bebas) dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang yang tewas karena gangguan pernafasan.

(75)

November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.

Namun demikian, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3 November. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi. Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5 November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat diperbesar menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor.

(76)

Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu, sebelum kemudian terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap "Awas". Pada tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten Magelang dikurangi menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km. Hanya bagi Kab. Sleman yang masih tetap diberlakukan radius bahaya 20 km (Wikipedia Ensoklopedia Bebas).

d. Kronologis Letusan Gunung Merapi Bulan Oktober dan November

2010

Bulan Oktober 2010

Telah terjadi letusan Gunung Merapi pada hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010 dengan kronologi sebagai berikut:

1. Pukul 17.02 mulai terjadi awanpanas selama 9 menit 2. Pukul 17.18 terjadi awanpanas selama 4 menit 3. Pukul 17.23 terjadi awanpanas selama 5 menit 4. Pukul 17.30 terjadi awanpanas selama 2 menit 5. Pukul 17.37 terjadi awanpanas selama 2 menit

6. Pukul 17.42 terjadi awanpanas besarb selama 33 menit

7. Pukul 18.00 sampai dengan 18.45 terdengar suara gemuruh dari Pos Pengamatan Merapi di Jrakah dan Selo

(77)

10. Pukul 18.21 terjadi awanpanas besar selama 33 menit

11. Dari pos Pengamatan Gunung Merapi Selo terlihat nyala api bersama kolom asap membubung ke atas setinggi 1,5 km dari puncak Gunung Merapi

12. Pukul 18.54 aktivitas awanpanas mulai mereda

13. Luncuran awanpanas mengarah ke sektor Barat-Barat Daya dan sektor Selatan-Tenggara

Catatan : keterangan waktu dalam WIB

Kronologi ini dikutip dari Kronologi Letusan Gunung Merapi Tanggal 26 Oktober 2010 yang dikeluarkan oleh a.n Kepala Badan Geologi, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (Wikipedia Ensoklopedia Bebas).

(78)

Bulan November 2010

Telah terjadi erupsi lanjutan Gunung Merapi pada hari Rabu 3 November 2010 dengan kronologi sebagai berikut (BPPTK, 2010):

1. Pukul 11.11-13.19 WIB terjadi awanpanas beruntun dengan durasi maksimum 2 menit. Sementara cuaca dalam keadaan kabut dan hujan, sehingga tidak bisa melihat keadaan puncak G. Merapi.

2. Pukul 13.27 WIB dan 13.30 WIB terjadi gempa vulkanik dangkal (VB) sebanyak 2 kali

3. Pukul 14.00-14.03 WIB terjadi guguran besar beruntun sebanyak 4 kali, durasi makimum 1 menit

4. Pukul 14.04 – 14.27 WIB terjadi rentetan awan panas dengan durasi maksimum 5 menit. Diperkirakan jarak luncur awan panas lebih dari 10 km, sehingga diputuskan untuk memperluas daerah aman hingga di luar radius 15 km

5. Pukul 14.44 WIB terjadi awanpanas besar selama 1,5 jam 6. Pukul 16.23 WIB aktivitas mulai reda

7. Pukul 17.30 WIB dilaporkan bahwa awan panas mencapai 9 km di alur K. Gendol.

(79)

1. Wilayah Kabupaten Sleman:

a. Glagaharjo (semua dusun) b. Kepuharjo (semua dusun) c. Umbulharjo (semua dusun)

d. Hargobinangun (Kaliurang Timur, Kaliurang Barat, Boyong, Ngipikasri, Banteng, Sumberan, Sambi)

e. Pakembinangun (Sambi, Padokan, Duwetsari) f. Purwobinangun (semua dusun)

g. Girikerto (Ngandong, Nganggring, Keloposawit, Kemiri Kebo, Sukorejo, Pancal).

h. Wonokerto (Tunggularum, Gondoarum, Sempu, Balerante)

2. Wilayah Kabupaten Magelang: a. Kaliurang (semua dusun) b. Kemiren (semua dusun) c. Kamongan (semua dusun) d. Nglumut (semua dusun) e. Ngablak (semua dusun) f. Ngargosoka (semua dusun)

g. Srumbung (Ngepos, Cabe Kidul, Cabe Lor)

h. Mranggen (Kalisari, Salamsari, Grogolsari, Mranggensari, Rejosari) i. Tegalrandu (Pule, Jengkol, Tegalrandu, Losari, Ngelo)

(80)

l. Kalibening (semua dusun) m.Sumber (semua dusun) n. Krinjing (semua dusun) o. Mangunsoko (semua dusun) p. Paten (semua dusun)

q. Sengi (semua dusun)

3. Wilayah Kabupaten Boyolali: a. Tlogolele (semua dusun) b. Jrakah (semua dusun) c. Klakah (semua dusun)

(81)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah pengalaman anak terkait dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi mempengaruhi pengetahuannya tentang Gunung Merapi?

2. Sejauh mana pengetahuan anak tentang Gunung Merapi mempengaruhi sikapnya?

D. Pembatasan Masalah

(82)

sikap tentang beberapa hal yang terkait dengan Gunung Merapi, yang terdiri dari perasaan terhadap peristiwa Gunung Merapi meletus, persepsi tentang Gunung Merapi dan peristiwa Gunung Merapi meletus, dan pembentukan keputusan terhadap pilihan tempat tinggal yang melibatkan Gunung Merapi,

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah diketahui di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui apakah pengalaman anak terkait dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi mempengaruhi pengetahuannya tentang Gunung Merapi? 2. Mengetahui sejauh mana pengetahuan anak tentang Gunung Merapi

mempengaruhi sikapnya?

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari bagi peneliti dan bagi anak, yaitu:

a. Bagi Anak

(83)

b. Bagi Peneliti

(84)

67 BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian jenis deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang melakukan pengumpulan data dalam bentuk kata-kata, gambar, transkrip wawancara, catatan lapangan, foto, videotapes, dan record lain. Penelitian ini menekankan pada kenyataan yang sebenarnya dan berusaha mengungkap fenomena – fenomena yang seadanya. Dalam penelitian ini, data berupa transkrip wawancara.

B. Subjek penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 5 SD sebanyak 10 siswa. 5 siswa yang tinggal di kawasan rawan bencana letusan Gunung Merapi, sekitar 11-13 Km dari puncak Gunung Merapi dan 5 siswa lainnya yang tinggal di kawasan / radius aman dari bencana letusan Gunung Merapi, sekitar 60-100 Km dari puncak Gunung Merapi.

(85)

mandiri, dan tidak terikat pada aturan tradisional dan cenderung

membuat aturan sendiri.

Hasil penelitian ini hanya berlaku terbatas pada siswa yang diteliti saja,

kesimpulan yang diperoleh peneliti tidak dapat digeneralisasikan pada

keadaan-keadaan di luar kasus yang diteliti.

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 30 November - 10 Desember

2010 bertempat di rumah masing-masing partisipan yang terletak di tiga dusun

di kabupaten Sleman, Yogyakarta dan dua dusun di kabupaten Bantul,

Yogyakarta.

B. Metode Pengumpulan Data

Peneliti melakukan observasi terlebih dahulu terhadap siswa, karena

penelitian ini mempertimbangkan lokasi tinggal subjek atau partisipan.

Observasi ini juga bertujuan untuk menentukan subjek penelitian, yaitu siswa

yang dinilai tepat dan benar-benar bersedia untuk diteliti.

Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan

siswa di rumah masing-masing siswa, agar siswa lebih merasa nyaman dan

rileks ketika diteliti. Peneliti memberikan pertanyaan secara lisan kepada

siswa. Pertanyaan dalam wawancara merupakan pertanyaan bebas terpimpin

dimana peneliti membuat pertanyaan berdasarkan pada peristiwa meletusnya

(86)

yang diberikan bersifat fleksibel yaitu dapat berkembang sesuai dengan respon

dari siswa. Data yang terekam digunakan untuk mengungkap pengetahuan

siswa dan bagaimana pengalamannya dapat mempengaruhi pengetahuannya.

Wawancara direkam dengan alat perekam audio yang kemudian dianalisis.

C. Instrument Penelitian

Instrumen penelitian ini berupa pertanyaan terbuka yang sebelumnya

dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan diujicobakan kepada satu

responden di luar sepuluh responden yang terlibat dalam penelitian ini. Hasil

uji coba intrumen kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing,

kemudian berdasarkan kritik, saran dan petunjuk yang diberikan, maka

Gambar

Table 2 : Instrument  Penelitian ......................................................................
Gambar 2 : Tiga Tahap Pengkonstruksian Pengetahuan.................................. 32
Gambar 1. Diagram Taksonomi Bloom
gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan  adanya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, teknis, evaluasi harga serta evaluasi penilaian kualifikasi penawaran oleh Pokja ULP Pengadaan Barang/Jasa Bidang Pengairan,

Hari Marsongko 46 (2009) dengan judul Kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan SD Muhamadiyah Wonorejo. Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta terutama pada pasal 7 ayat (2) huruf d dan khususnya pasal 32 dan

Berdasarkan uraian di atas jika dikaitkan dengan kasus Kebun Sayur Ciracas dapat disimpulkan, walaupun berdasarkan Pasal 21 ayat (2) UUPA oleh pemerintah ditetapkan badan-badan

Kajian ini penulis bertujuan untuk membuat perancangan website Sistem informasi pengaduan kecelakaan berkendara, merupakan sebuah website yang digunakan untuk

Namun dari hasil perhitungan uji verifikasi ditemukan beberapa perioda yang melebihi kapasiats gudang maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan pengali Lagrange

Lahirnya novel berjudul Memang Jodoh dan Siti Nurbaya karya Marah Rusli ini pada dasarnya adalah sebuah kritik sosial terhadap budaya perkawinan msyarakat Minangkabau

[r]