DALAM PACARAN
Skripsi
Ditujukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Krisna Novian Prabandaru
NIM: 049114020
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
TINGKAT TilOTIF NEM&TA MELAKT]KAN-ffi DALAM PACARAN
Oleh:
Kri$aNovim Prabmdaru NIM : 04911402S
Telah disfujui cleh :
Dosen Pembimbing Tanggpl : 21* $.to,9t.kf 2009
\
$
PACARAN
Dipersiapkan dan ditulis oleh Krisna Novian Pmbandanr
NIM:049114020
Telatr dipnahankan di depan Panitia Penguji Peda tanggal 6 Oktober 2009
Dan dinyatakan telah memenuhi syamt
Susunan Panitia Penguj i
Nama Lengkap Tanda Tangan
Ketua Sekretaris Anggota
: Dm- Lusia Pratidailnar$astiti, M. S. : Dr. A Priyono Marwan, SJ. : C. Siswa Widyatnroko, S.Psi
tli1y- flewvv*-1
--"lfri
Yogyakarta 2.{..N.gJ.4.nk n.... 2009 Faksltas Psikologi
Ku Persembahkan karya ini untuk
Tuhanku Yesus Kristus
Keluargaku:
Bapak, Ibu, Kakak, Adik, Keponakkanku
Untukmu Rani
Teman-teman Psikologi 2004
aku iki apa? aku dudu apa-apa
aku iki sapa? aku dudu sapa-sapa
aku sing endi? aku sing tansah ditresnani Gusti
“Amarga Panjenegane mirsa kadadean kita iku apa,
sarta enget yen kita iki lebu”
(Jabur 103 : 14)
(“sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat bahwa kita ini debu”)
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 20 September 2009
Penulis
Krisna Novian Prabandaru 049114020
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Penelitiaan ini bertujuan untuk menggambarkan seberapa tinggi tingkat motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran. Suatu tindakan tentunya dilatarbelakangi karena ada suatu dorongan/motif. Begitu pula dengan tindakan kekerasan dalam pacaran.
Jenis penelitian ini deskriptif kuantitatif. Kriteria subjek dalam penelitian ini adalah (1) remaja yang berusia 12 – 22 tahun, (2) laki-laki dan perempuan, (3) sedang atau pernah menjalin hubungan pacaran, dan (4) pernah melakukan kekerasan terhadap pacarnya. Subjek sebanyak 98 orang yang terdiri dari 50 laki-laki dan 48 perempuan. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebar skala motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran. Estimasi realiabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach menghasilkan Koefisian Reliabilitas sebesar 0,878.
Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa secara umum tingkat motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran cenderung rendah. Hal itu terlihat dari perbandingan mean empirik yang lebih kecil daripada mean teoritik (85,68 < 90). Aspek motif yang dominan remaja melakukan kekerasan dalam pacaran adalah aspek kecemburuan. Hal itu terlihat dari mean empirik sebesar 16,68 lebih besar dari mean teoritik 15 (16,68>15).
049114020 Faculty of Psychology Sanata Dharma University
Yogyakarta
This research’s purpose was to describe adolescent motives in doing dating violence. Actions always are based on the motive. This includes dating violence.
This research is a quantitative-descriptive research. The subject criteria in this research are (1) adolescent between the age of 12 – 22 year old, (2) male and female, (3) in a dating relationship or were involved in a dating relationship, and (4) have done dating violence. The total subjects was 98 adolescents, consisted of 50 males and 48 females. The data were collected by using “Adolescent Motives in Doing Dating Violence” Scale. Reliability coefficient of Alpha Cronbach technique is 0,878.
Based on the data analysis, it was concluded that generally adolescent’s motives in doing dating violence is low. The empirical mean was lower than the theoretical mean (85.68 < 90). The most dominant aspect of the dating violence motive is the aspect of jealousy, with empirical mean of 16,68 that is higher than theoretical mean 15 (16.68 > 15).
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Krisna Novian Prabandaru
Nomor Mahasiswa : 049114020
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
"Studi Deskriptif
Tingkat Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran"
beserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media
cetak lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 20 September 2009
Yang menyatakan,
kerja keras, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Studi
Deskriptif Motif Remaja Melakukan Kekerasan Dalam Pacaran” ini disusun
sebagai tugas akhir yang harus ditempuh penulis untuk mendapatkan gelar sarjana
strata satu (S1) di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Terima kasih atas dukungan semua pihak yang telah mendukung penulis
selama ini dengan kritik, saran, semangat, motivasi, doa, dan perhatian. Dengan
penuh kerendahan hati, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini terwujud
karena bantuan dan dukungan banyak pihak. Maka, pada kesempatan ini
perkenankanlah penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, sang Juru Selamat. Terima kasih atas uluran
tanganMu yang senantiasa mengangkatku ketika ku terjatuh.
2. Bp. P. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si. , selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma.
3. Sylvia Carolina, S. Psi., M.Si., selaku Wakaprodi bidang kurikulum
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah sangat
membantu khususnya dalam bidang administratif.
4. Dra. Lusia Pratidarmanastiti, M. S., selaku dosen pembimbing skripsi dan
dosen pembimbing akademik yang telah dengan sabar membimbing dan
membantu penulis dengan memberi dorongan dan saran selama proses
penyusunan skripsi, serta membimbing penulis selama menempuh studi di
7. Seluruh karyawan di Fakultas Psikologi USD Mbak Nanik, Mas Gandung,
Pak Gik (Sekretariat) , Mas Muji (Laboratorium) dan mas Doni (Ruang
baca) atas segala bantuan dan kesabaran dalam membantu kelancaran
penulis selama proses administrasi, kuliah dan skripsi.
8. Kedua Orangtuaku, Bapakku Dulkaeni dan Ibuku Retno Windarti juga
kepada Kakakku Wedha, Kakak Iparku Ruth, Adikku Yesi dan
keponakanku Petra. Terimakasih atas semua dukungan dan doanya.
9. Rani Tyas Utami yang telah dengan sabar mendukung segala apa yang
kulakukan, terimakasih atas saran, dorongan dan semangatnya..
Terimakasih telah berbagi kasih denganku. Juga kepada Ibu Esti, Bpk
Rajin, Mas Enade (Noke) dan Mba Emi atas dukungannya.
10.Teman-teman Pemuda-Remaja Gereja Kristen Jawa Tanjungtirto, Oka,
Wahyu, Mas Atonk, Ardi, Nitis, Ari, Yuyun, Herdi, dll yang telah
memberi dukungannya kepadaku dan waktu berbagi denganku.
11.Teman-teman guru sekolah minggu GKJ Tanjungtirto, Mba Tatik, Mba
Titik, Mba Novi, Indri, Mba Anik, dll yang telah mau berbagi pengalaman
dan mendukungku dalam mengerjakan skripsi ini.
12.Teman-teman di fakultas psikologi yang begitu banyak, Anggit/sronggot,
terimakasih atas bantuannya selama pengerjaan skripsi ini, Pak Penk,
terimakasih atas kesempatan yang telah diberikan kepadaku untuk
bergabung bersama kalian, P’Siswo, Devi, Haksi, Baka, Manto, Pace,
Krisna, Anis, Eca, Nines, Puji, Tina, Via, mb’ Yayi, Iaz, Yandu, Yudhy
anduk, Corry, Ditia, Kike, Dodi, dan Beni.
14.Teman-teman YMCA (Young Men’s Christian Association) yang telah
menyemarakkan hidupku dengan segala dinamika dan aktivitasnya, Bu
Judith Liem, Pak Bono, Mba Padma, Mba Kristi, Cik Ming, Putra
Simanjuntak, Joe Marbun, Agnes P, Kike, Lintang, Koko Sun (Hendrik),
Bang Ronald Nababan, Kang Andreas, dan Christian.
15.Teman-teman pendampingan anak di Miliran, Brama, Nuki, dan Eka,
terimakasih telah memberi kesempatan untuk bergabung bersama kalian.
Yogyakarta, 20 September 2009
HALAMAN PENGESAHAN ……… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……… iv
HALAMAN MOTTO ……… v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. vi
ABSTRAK ………. vii
ABSTRACT……….. viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ………. ix
KATA PENGANTAR ………... x
DAFTAR ISI ……… xiii
DAFTAR TABEL ………. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………. BAB I PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang ………. 1
B. Rumusan Masalah ……… 7
C. Tujuan Penulisan ……….. 7
D. Manfaat Penulisan ……… 7
BAB II LANDASAN TEORI ……… 9
A. Motif ... 9
B. Remaja ... 11
3. Pacaran pada Masa Remaja...………. 16
C. Kekerasan dalam Pacaran…..………. 19
1. Pengertian Kekerasan……… 19
2. Kekerasan dalam Pacaran ………..…… 20
3. Betuk-bentuk Kekerasan dalam Pacaran ………..…… 21
4. Faktor yang mempengaruhi Kekerasan dalam Pacaran ………... 24
5. Dampak Kekerasan dalam Pacaran ………..…… 25
D. Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran…..………... 26
BAB III METODE PENELITIAN ……… 30
A. Jenis Penelitian ………. 30
B. Variabel Penelitian ………... 31
C. Definisi Operasional ………. 31
D. Subjek Penelitian ………. 32
E. Metode dan Alat Pengumpul Data ……….. 33
F. Validitas dan Reliabilitas ………. 37
1. Validitas ………. 37
2. Seleksi Item ……… 37
3. Reliabilitas ……… 41
1. Uji Normalitas ……… 44
2. Deskripsi Data Penelitian ………. 45
3. Analisis Tambahan ……… 47
a. Deskripsi Data Berdasarkan Jenis Kelamin ……….. 47
b. Deskripsi Data Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran yang Dominan pada Laki-laki ……… 48
c. Deskripsi Data Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran yang Dominan pada Perempuan ……… 49
C. Pembahasan ………. 50
BAB V PENUTUP ………. 56
A. Kesimpulan ……….. 56
B. Saran ……… 57
DAFTAR PUSTAKA ……… 59
Tabel. 2 Distribusi Item Skala Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam
Pacaran Sesudah Uji Coba... 40
Tabel. 3 Koefisien Reliabilitas Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam
Pacaran Setelah Seleksi... 42
Tabel 4 Data Statistik Deskriptif... 45
Tabel. 5 Uji t Mean Empirik dan Mean Teoritik... 46
Tabel 6 Deskripsi Hasil Uji-t Motif Remaja Melakukan Kekerasan Dalam
Pacaran Berdasarkan Jenis Kelamin... 48
Tabel 7 Deskripsi Data Deskriptif Motif Remaja Melakukan Kekerasan
Dalam PacaranSecara Kelamin Laki-laki... 49
Tabel 8 Deskripsi Data Deskriptif Motif Remaja Melakukan Kekerasan
Lampiran 02 Data Uji Coba Skala Motif Remaja Melakukan Kekerasan
dalam Pacaran………. 71
Lampiran 03 Uji Relibilitas……….. 72
Lampiran 04 Skala Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran……… 76 Lampiran 05 Data Penelitian……… 83
Lampiran 06 Uji Normalitas……… 84
Lampiran 07 Data Deskriptif Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran………. 85
Lampiran 08 Uji t Mean teoritik dan Empiris………. 86
Lampiran 09 Data Deskriptif Motif yang Dominan……… 87
A. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa. Masa remaja berlangsung dari umur 13 tahun sampai 16 atau 17
tahun. Garis pemisah antara awal dan akhir masa remaja terletak kira-kira di
kisaran umur 17 tahun, di mana masa itu rata-rata remaja memasuki usia
sekolah menengah atas. Masa remaja juga periode perkembangan transisi dari
masa anak-anak hingga masa dewasa awal, yang dimasuki pada usia 10 tahun
dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun (Hurlock, 1997 dan Santrock,
2002a). Pada masa ini, remaja mengalami perubahan yang cukup besar, baik
perubahan fisik, perubahan psikologis, dan perkembangan psikososial
(Dariyo, 2002).
Perubahan fisik yang dialami remaja dikarenakan pengaruh hormon
sehingga alat-alat reproduksi mulai berfungsi. Perubahan itu seperti bentuk
tubuh yang semakin berkembang, tumbuh payudara, tumbuh bulu-bulu halus
di sekitar alat kelamin dan terjadinya menstrusasi yang pertama bagi
perempuan. Bagi remaja laki-laki, terjadi perubahan bentuk badan, muncul
jakun, tumbuh bulu-bulu halus di sekitar alat kelamin, dan terjadinya mimpi
Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja erat hubungannya dengan
keadaan emosi remaja itu sendiri. Perubahan itu tidak lain juga dikarenakan
perubahan fisik yang terjadi karena pengaruh hormon-hormon yang bekerja
(Dariyo, 2002). Perkembangan psikososial remaja berhubungan dengan tugas
perkembangan pada masa remaja. Pada masa remaja, remaja memiliki tugas
perkembangan yang harus dikuasai dalam rangkaian proses
perkembangannya. Salah satu tugas perkembangan remaja yang harus dikuasai
adalah pembentukan hubungan-hubungan baru yang lebih matang dengan
teman sebaya, baik yang berjenis kelamin sama atau dengan lawan jenisnya,
mencapai peran sosialnya sebagai individu pria atau sebagai perempuan
(Hurlock, 1997). Oleh karena itu, remaja diharapkan menguasai dan
memperoleh pola perilaku yang sesuai dengan usia dan jenis kelaminnya.
Tugas perkembangan tersebut haruslah dikuasai oleh remaja karena sangat
penting dalam kaitannya menjalin relasi remaja dengan orang lain. Meskipun
demikian, tugas ini tidaklah mudah, baik untuk remaja laki-laki maupun
remaja perempuan karena dalam waktu yang singkat remaja mengadakan
perubahan yang cukup radikal. Perubahan radikal yang dimaksud itu adalah
kondisi remaja dari tidak menyukai lawan jenis sebagai teman menjadi lebih
menyukai teman lawan jenis dari pada teman sejenis (Santrock, 2002b). Selain
perubahan itu, remaja juga dihadapkan pada suatu kondisi ideal dalam berelasi
yakni adanya sikap saling menghormati sehingga tidak menimbulkan efek
Seiring dengan tugas perkembangan remaja dalam menjalin relasi dengan
orang lain, baik yang berjenis kelamin sama maupun dengan berbeda jenis
kelamin. Remaja mengembangkan hubungan tersebut menjadi dua hubungan
yang berbeda pula, yaitu hubungan persahabatan (untuk sejenis dan lawan
jenis) dan hubungan pacaran (lawan jenis). Hubungan persahabatan
merupakan hubungan antar individu yang ditandai dengan keakraban, saling
percaya, mau berbagi perasaan, pemikiran, pengalaman, dan terkadang
melakukan aktifitas bersama (Santrock, 2002b). Hubungan lain yang
dilakukan dengan lawan jenis dan lebih bersifat khusus adalah hubungan
pacaran.
Hubungan pacaran ditinjau dari tugas perkembangan remaja merupakan
sebuah dampak dari pergaulan yang melibatkan dua individu yang berbeda
jenis kelamin. Ditinjau dari segi aktivitas, hubungan pacaran adalah suatu
proses dua orang yang berjenis kelamin berbeda untuk saling menjajaki
kemungkinan adanya kesepadanan yang nantinya akan mereka lanjutkan ke
tahapan selanjutnya. Berkaitan dengan pacaran, ada beberapa alasan remaja
berpacaran. Pada remaja awal alasan mereka melakukan hubungan pacaran
adalah sebagai sebuah hubungan untuk bersenang-senang dan untuk status
semata. Groark dkk (2000) pada remaja akhir alasan melakukan hubungan
pacaran adalah untuk menjalin hubungan yang serius, untuk aktifitas seksual,
dan untuk seleksi pasangan.
Sejumlah penelitian yang dilakukan menemukan temuan yang cukup
tindakan kekerasan, dan kemudian tindakan ini lebih dikenal sebagai
kekerasan dalam pacaran (KDP). Ada beberapa lembaga yang mengambil
data tindak kekerasan, yakni LSM Rifka Annisa dan PKBI Yogyakarta,
adapun datanya sebagai berikut. Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan gender
menemukan bahwa sejak tahun 1994-2001, dari 1683 kasus kekerasan yang
ditangani, 385 di antaranya adalah KDP (Komnas Komnas Anti Kekerasan terhadap Perempuan, 2002). Data sekunder Rifka Annisa (2005) menyebutkan bahwa pada tahun 2004 terjadi kasus kekerasan sebanyak 349 kasus, 8 kasus
adalah kasus kekerasan dalam keluarga, 48 adalah kasus kekerasan dalam
pacaran, 238 adalah kekerasan terhadap istri, 19 kasus pelecehan seksual, 33
kasus perkosaan, dan 2 lain-lain. Hal ini membuktikan bahwa terjadi kasus
kekerasan dalam pacaran cukup tinggi.
PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni
tahun 2001 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam pacaran, 57% di antaranya
adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual,
15% mengalami kekerasan fisik, dan 8% lainnya merupakan kasus kekerasan
ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002 dalam http://www.bkkbn.go.id ).
Follingstad dkk (1991) mengutarakan kekerasan dalam pacaran
mempunyai efek yang negatif. Efeknya adalah sebagai berikut: korban merasa
takut dan cemas, merasa sakit hati karena dilukai secara fisik oleh orang lain
yang melakukan kekerasan, merasa ingin pergi untuk melindungi diri sendiri,
tidak dicintai. Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Callahan dkk (2003)
bahwa kekerasan dalam pacaran memiliki efek buruk baik bagi korban
maupun pelaku.
Data di atas memperlihatkan bahwa fenomena kekerasan dalam pacaran
perlu mendapatkan perhatian khusus. Hal ini penting karena
penelitian-penelitan yang bertemakan kekerasan cenderung berfokus pada kekerasan
terhadap rumah tangga, kekerasan pada anak, sedangkan kekerasan dalam
pacaran sering diabaikan (Follingstad, 1991).
Seseorang melakukan tindakan atau perilaku dikarenakan adanya suatu
dorongan yang mendorongnya. Sesuatu yang mendorong ini sering disebut
sebagai dorongan/motif. Beberapa ahli (Handoko, 1992; Knotz, 1989;
Purwanto, 2002; Sardiman, 2001) mengartikan motif sebagai dorongan/alasan
yang timbul dari dalam diri dan menggerakkan seseorang untuk melakukan
sesuatu tindakan/perilaku. Dari pengertian di atas diketahui bahwa
seseseorang melakukan tindakan/perilaku karena adanya dorongan/motif yang
menggerakkannya, demikian juga dengan tindakan kekerasan dalam pacaran.
Tindakan kekerasan dalam pacaran sebagai suatu perilaku menyakiti orang
lain (pacar) tentunya juga ada dorongan/motif yang menggerakkan/mendorong
seseorang sampai melakukan tindakan kekerasan tersebut. Dorongan
seseorang melakukan tindakan kekerasan dalam pacaran disebut sebagi motif
Jacson & Seymour (2000) menyatakan motif/dorongan remaja melakukan
kekerasan dalam pacaran dikarenakan motif mengungkapkan kemarahan,
motif kecemburuan dan motif membela diri. Follingstad (1991) menemukan
ada tujuh motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran. Ketujuh motif
yang yang diketemukan itu, dilakukan baik oleh laki-laki dan perempuan.
Ketujuh motif itu adalah sebagai berikut: ketidakmampuan mengungkapkan
diri secara verbal, membela diri, kecemburuan, mengendalikan pasangan,
menunjukan kemarahan, membalas dendam karena disakiti secara fisik, dan
membalas dendam karena disakiti secara emosional.
Berdasarkan temuan-temuan Rifka Annisa (2005), Laporan Anti
Kekerasan terhadap Perempuan, dan PKBI tentang banyaknya tindak
kekerasan yang terjadi dalam pacaran menggugah ketertarikan penulis untuk
mengetahui tingkat motif remaja melakukan KDP. Selain itu, penelitian ini
juga berusaha mengungkap motif yang paling dominan dari aspek-aspek motif
melakukan kekerasan dalam pacaran. Penelitian mengenai tingkat motif dan
motif yang dominan remaja melakukan kekerasan dalam pacaran penting
untuk dikaji lebih lanjut. Pengetahuan mengenai motif melakukan kekerasan
dalam pacaran akan membantu remaja untuk semakin memahami dinamika
dalam masanya sebagai remaja.
Penelitian yang berjudul Studi Deskriptif : Tingkat Motif Remaja Melakukan Kekerasan Dalam Pacaran ini masih relevan untuk dilakukan karena dalam beberapa penelitian, kekerasan terjadi dalam hubungan
sejauh ini berkisar pada topik kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan
terhadap anak, dan kekerasan terhadap teman sebaya (bullying). B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang penelitian yang berjudul Studi Deskriptif : Tingkat Motif Remaja Melakukan Kekerasan Dalam Pacaran, maka rumusan masalah dari penelitian itu adalah: seberapa tinggi tingkat
motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran? motif kekerasan apakah
yang paling dominan?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui seberapa tinggi tingkat motif
remaja melakukan kekerasan dalam pacaran dan untuk mengetahui aspek
motif yang paling dominan.
D. Manfaat Penulisan
a. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu media penyampaian
informasi dan pengetahuan baru bagi remaja, orang tua remaja, dan
pengajar/pendidik (guru) mengenai aspek motif kekerasan dalam pacaran.
Dengan demikian pihak yang terkait (orang tua dan pengajar) bersama
dengan remaja dapat melakukan tindakan pencegahan sebelum tindak
b. Manfaat Teoritis
Penyajian fakta-fakta tentang studi ini diharapkan menambah
pengetahuan di bidang pendidikan psikologi klinis, konseling, maupun
psikologi perkembangan. Di samping itu, penelitian ini dapat dijadikan
referensi untuk penelitian selanjutnya dalam bidang kekerasan dalam
pacaran, karena dirasakan masih kurangnya penelitian-penelitian dalam
A. Motif
Motif dan motivasi memiliki ikatan yang sangat erat. Menurut Kamus
Psikologi (Chaplin, 2005) motif adalah suatu keadaan ketegangan di dalam
individu, yang membangkitkan, memelihara, dan mengarahkan tingkah laku
menuju pada suatu tujuan / sasaran. Motif juga disebutkan sebagai alasan yang
disadari, yang diberikan individu bagi tingkah lakunya. Kamus Psikologi
(Chaplin, 2005) motivasi adalah suatu variabel penyelang yang ikut campur untuk
menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam diri yang membangkitkan,
mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menjadi suatu
tujuan/sasaran.
Purwanto (2004) Istilah ”motif” dan ”motivasi” keduanya sukar dibedakan
secara tegas. Dijelaskan bahwa motif menunjukan suatu dorongan yang timbul
dari dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang mau bertindak untuk
melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah ” pendorongan” suatu usaha yang
disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya
untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu..
Menurut Handoko (1992), motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang
terdapat di dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan, dan
mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi bukan suatu yang netral, atau
taraf inteligensi, kemampuan fisik, situasi lingkungan, dan cita-cita hidup konkrit,
sedangkan motif adalah suatu alasan/dorongan yang menyebabkan seseorang
berbuat sesuatu/melakukan tindakan/bersikap tertentu. Koontz dkk (1989) Motif
berarti suatu keadaan di dalam diri seseorang (inner state) yang mendorong,
mengaktifkan, menggerakkan, mengarahkan dan menyalurkan perilaku ke arah
tujuan.
Menurut Sardiman (2001), menyebutkan motif dapat diartikan sebagai daya
upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat
dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk
melakukan aktifitas-aktifitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif
dapat dikatakan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Motif sebagai
sebuah dorongan dapat dipelajari dan dapat berasal dari pengalaman-pengalaman
masa lalu, sehingga berbeda untuk tiap orang (Hasibuan, 2005).
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa motif (motive) adalah suatu alasan/dorongan yang disadari dari dalam diri seseorang yang menyebabkan
seseorang mau bertindak/bersikap untuk melakukan sesuatu. Motif sebagai
dorongan yang membangkitkan, memelihara, dan mengarahkan tingkah laku
menuju pada suatu tujuan / sasaran. Dapat dikatakan dirasakan sebagai hasrat atau
keinginan yang mendorong seseorang untuk bergerak, dan yang membuatnya
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Aristoteles (dalam Rifai, 1984) menyatakan bahwa masa remaja
merupakan masa perkembangan “early adolescence” yang dimulai dengan
terjadinya kematangan fisik dan diikuti “second adolescence”. “Second
andolescence” ditandai dengan dimulainya kematangan sosial dan diakhiri
dengan perkembangan intelektual. Masa remaja adalah periode perkembangan
transisi dari masa anak-anak hingga masa dewasa awal, yang dimasuki pada
usia 10 tahun dan berakhir pada usia 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2002).
Hurlock (1997) memberikan rentang usia remaja antara 13-21 tahun dan
rentang usia itu dibagi menjadi dua (2) periode; yaitu periode remaja awal
berkisar usia 13-17 tahun dan periode remaja akhir 17-21 tahun. Santrock
(2002) memberikan rentang usia remaja pada kisaran 10-22 tahun, sedangkan
Chaplin (2005) memberikan kisaran usia pada remaja 12-21 tahun untuk
perempuan dan 13-22 tahun untuk laki-laki.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah orang
yang ada pada rentang masa anak-anak menuju dewasa dengan kisaran usia 12
tahun sampai dengan usia 22-23 tahun, dengan adanya pembagian dua
periode, yaitu periode remaja awal 12-17 tahun dan periode remaja akhir
17-23 tahun. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian terhadap periode
2. Ciri-ciri Perkembangan Remaja
a. Perkembangan Fisik Remaja
Remaja merupakan suatu periode dimana terjadi pematangan dalam
hal organ seks oleh karena mulai aktifnya hormon-hormon kelamin.
Periode ini disebut sebagai pubertas karena alat-alat kelamin sekunder juga
mulai tampak melalui perubahan dari segi fisik akibat mulai berfungsinya
hormon-hormon seks (Dariyo, 2002).
Muss (dalam Sarwono, 1994) menyatakan bahwa perubahan fisik yang
terjadi pada remaja perempuan ditandai dengan pertumbuhan
tulang-tulang, badan menjadi tinggi, anggota badan menjadi panjang, tumbuh
payudara, tumbuh bulu pada sekitaran alat kelamin dan terjadinya
menarche (menstruasi pertama kali pada perempuan). Untuk laki-laki, perubahan fisik yang terjadi ditandai dengan mulai tumbuhnya jakun,
suara berubah, tumbuh kumis dan bulu-bulu halus di sekitar alat kelamin
laki-laki, serta mengalami pollutio (mimpi basah pertama pada laki-laki). Perubahan fisik yang dialami remaja dengan mulai nampaknya ciri-ciri
seksual sekunder, tidak berhubungan langsung dengan fungsi reproduksi
tetapi perannya lebih ke sex appeal (sebagai sebuah daya tarik seskual). Perubahan itulah yang memunculkan adanya ketertarikan antara remaja
satu dengan yang lain, ketertarikan remaja laki-laki terhadap remaja
b. Perkembangan Sosial
Masa remaja merupakan masa yang mengalami banyak perubahan
dalam hal kehidupan sosial. Ketika masa anak-anak, mereka tergantung
dengan orang tuanya tetapi pada masa remaja mereka berusaha
melepaskan diri dari orang tuanya dan berusaha menemukan jati dirinya,
mencapai otonomi diri, mendapat pengakuan, serta ingin bersikap mandiri
(Dariyo, 2002). Hal itu dikarenakan pada masa itu remaja harus lebih
mandiri dan lebih banyak berinteraksi dengan teman sebaya. Remaja harus
bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan harus menguasai peran sesuai
dengan jenis kelaminnya. Usaha remaja untuk mencari otonomi, lepas dari
orang tuanya, mendorong remaja mendapatkan rasa aman dengan
melakukan gerakan ke arah pergaulan dengan teman sebaya (Hurlock,
1997).
Hall (1904) masa remaja dianggap sebagai masa strom and stress. Masa dimana peningkatan dan perubahan emosional terjadi secara cepat.
Ditinjau dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda
bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa
sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan
pada remaja, dimana remaja diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti
anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.
Perubahan yang terjadi pada remaja erat kaitannya dengan tugas
mengemukakan tugas perkembangan remaja. Havighurst menyebutkan ada
delapan tugas perkembangan remaja yang harus dijalani oleh remaja pada
umumnya. Tugas perkembangan itu sebagai berikut.
1. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya
baik dengan laki-laki dan perempuan.
2. Mencapai peran sosialnya sebagai laki-laki atau perempuan.
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuh secara efektif.
4. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung
jawab.
5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tuanya dan orang
dewasa lainnya.
6. Menyiapkan karier ekonomi.
7. Menyiapkan perkawinan dan keluarga.
8. Memperoleh perangkat dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku atau menggembangkan ideologi
Pergaulan dengan teman sebaya yang dilakukan oleh remaja dimulai
dengan pergaulan berdasarkan jenis kelamin masing-masing, yaitu dengan
adanya kelompok remaja laki-laki dan kelompok remaja perempuan.
Masing-masing kelompok terpisah dan tidak ada hubungan antara satu
kelompok mengadakan interaksi untuk mencari pasangan yang cocok
dengan dirinya, sehingga terjalin hubungan lain di luar kelompok tadi
(Dariyo, 2002). Hal ini sesuai dengan tugas perkembangan remaja dimana
remaja mengadakan hubungan baru baik dengan laki-laki ataupun dengan
perempuan.
Dexter Dunphy (dalam Santrock 2002b) menyatakan ada lima fase
pembentukan kelompok dalam kehidupan remaja.
1. Fase pertama dimulai dari adanya dua kelompok berdasarkan
jenis kelaminnya, dimana ada kelompok laki-laki dan
kelompok perempuan. Kedua kelompok terpisah dan tidak
berhubungan.
2. Fase kedua adalah fase adanya pendekatan dari kelompok yang
berlainan itu, dimana mereka mulai saling mengenal satu
dengan yang lain (laki-laki mengenal perempuan).
3. Fase ketiga adalah tahapan dimana kedua kelompok sudah
mulai mengenal dan akan melakukan pembentukan kelompok
heteroseksual (anggota kelompoknya sudah tidak lagi satu jenis
kelamin). Pada fase ini mulai ada dorongan individu untuk
mengadakan kontak dengan lawan jenis dalam satu kelompok
heteroseksual itu.
4. Fase keempat adalah fase dimana dalam kelompok
lain. Bila ternyata dalam hubungan sosial itu belum
mendapatkan pasangan, maka individu akan memperluas relasi
dengan individu lain di luar kelompok itu. Tujuannya adalah
memperluas relasi sosialnya sebagai upaya untuk menemukan
hubungan yang baru yang lebih matang dengan teman
berlainan jenis.
5. Fase kelima adalah fase dimana mulai terjadi pemisahan dari
yang semula remaja berada dalam hubungan heteroseksual peer groups menuju ke arah pencapaian hubungan baru yang lebih matang dengan teman berjenis kelamin berbeda.
Pembentukan kelompok pada remaja bersifat dinamis sesuai dengan
tugas perkembangannya mencapai hubungan baru, mencapai peran sosial
sebagai individu yang dituntut untuk mengadakan relasi dengan orang lain.
Dinamika itu biasanya dimulai dengan relasi homoseksual peer group dan akhirnya menuju ke hubungan yang lebih matang dengan teman berlainan
jenis kelamin, hubungan ini disebut sebagi pacaran (Dariyo, 2002).
3. Pacaran Pada Masa Remaja
Adimassana (2001) mengungkapkan bahwa pacaran mengandung
pengertian bahwa pemuda dan pemudi mulai memproses hubungan mereka
untuk serius melihat atau menjajagi dan memikirkan kemungkinan mereka
dapat menikah. Dariyo (2002) mengemukakan pacaran merupakan masa yang
ditandai dengan saling mengenal masing-masing pribadi baik kekurangan
maupun kelebihan. Akan tetapi, ternyata pacaran ini sendiri dapat menjadi
sumber masalah bila kebutuhan akan dukungan emosi meninggi. Pacaran
dalam kegiatan psikologi sosial biasanya melalui proses perkenalan, berteman,
bersahabat, hingga masuk ke dalam hubungan pacaran (Baron dan Byrne,
1994).
Soesilowindradini (tanpa tahun) mengatakan dating adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan hubungan antara remaja laki-laki dan
perempuan pada tahap pengenalan yaitu suatu tahap awal dari suatu hubungan
yang sudah berlanjut ketika pasangan remaja sudah cukup serius, walaupun
adanya hubungan tanpa komitmen apapun dan ada pula yang sudah membuat
komitmen ke pernikahan.
Dalam pacaran terdapat unsur cinta, Sternberg (dalam Baron dan Byrne,
1994) menjelaskan cinta memiliki tiga komponen/aspek. Ketiga aspek itu,
sebagai berikut.
1. Intimacy : aspek emosional dari cinta dan meliputi saling berbagi, komunikasi, dan dukungan mutualisme. Intimasi merupakan sisi
kedekatan dan ketertarikan antara pribadi (antara laki-lai dan
perempuan yang menjalin pacaran) dalam hubungan cinta.
3. Comitment : merupakan aspek kognitif yang meliputi keputusan-keputusan yang diambil dengan saling mempertimbangkan
kepentingan satu sama lain.
Rahmawati (2007) mengutarakan adanya motivasi dalam berpacaran.
Motivasi tersebut meliputi empat aspek. Keempat aspek itu antara lain (1)
sebagai sarana pengembangan diri seperti untuk mendapatkan teman dekat
sebagai kawan untuk berbagi cinta, pacaran untuk mengenal kepribadian
seseorang, pacaran untuk penyemangat dalam belajar dan berprestasi, sebagai
tempat latihan mengasah ketrampilan dalam mengatasi konflik dan
permasalahan yang ada, (2) untuk mendapatkan pengakuan baik dari teman
sebaya maupun dari orang tua dan lingkungan, (3) kebutuhan untuk keintiman
emosional yang meliputi; mendapatkan kasih sayang, perhatian, dan (4) untuk
memperoleh keintiman fisik atau seksual.
Tujuan hubungan heteroseksual ini adalah untuk kesenangan, untuk
pemenuhan kebutuhan akan kebersamaan, menjalin hubungan yang lebih
matang dengan teman berjenis kelamin beda, untuk mengenal lebih jauh
tentang pasangan dimana arah hubungan ini adalah tahapan hubungan yang
lebih serius (Dariyo, 2000).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
pacaran adalah sebuah hubungan dua individu (laki-laki dan perempuan)
sebelum ada ikatan pernikahan dan melibatkan unsur cinta. Pacaran sebagai
antara satu dengan yang lain (meliputi kedekatan emosional, sehingga saling
membutuhkan atau terdapat adanya ketergantungan), kedekatan hasrat seksual
yang diwujudkan dengan perilaku seksual, komitmen, meliputi kesetiaan,
saling percaya, dan memelihara cinta yang telah terjalin di antara mereka.
C. Kekerasan dalam Pacaran
1. Pengertian Kekerasan
Secara etimologis, kekerasan diterjemahkan dalam bahasa Inggris dari
kata “violence” dan kata itu mengandung arti sebagai suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Deklarasi Penghapusan
Kekerasan terhadap Perempuan tahun 1994 pasal 1 mendefinisikan kekerasan
sebagai setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat
atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual
atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di
depan umum atau dalam kehidupan pribadi.
Hayati (2000) mendefinisikan kekerasan sebagai suatu tindakan yang
bertujuan untuk melukai seseorang, merusak barang, ancaman, cemooh,
penghinaan, dan penggunaan kata-kata kotor secara terus menerus. Rini
(2006) menyatakan bahwa kekerasan cenderung terjadi karena adanya
perbedaan kekuatan (ada yang kuat dan lemah), kekerasan dilakukan oleh
pihak yang kuat kepada pihak yang lebih lemah. Sebagai contoh tindak
Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan
adalah sebuah tindakan yang bertujuan melukai, menyakiti/merugikan pihak
lain sehingga mengakibatkan kesengsaraan, baik kesengsaraan secara fisik,
seksual, maupun psikologis. Kekerasan cenderung dilakukan oleh pihak yang
lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah.
2. Kekerasan dalam Pacaran
Kekerasan dalam pacaran oleh masyarakat dipersepsikan sebagai suatu
bentuk perilaku fisik yang kasar, keras dan penuh kekejaman sehingga bentuk
perilaku menekan yang bentuknya tidak berupa perilaku fisik menjadi sesuatu
yang tidak “dihitung” sebagai suatu tindakan kekerasan. National Center for Injury Prevention and Control mengartikan kekerasan dalam pacaran sebagai suatu kekejaman fisik, psikis, dan seksual yang terjadi dalam hubungan
berpacaran (O’Keefee, 2005). Woman Crisis Center Rifka Annisa memaknai kekerasan dalam pacaran berdasarkan UU Perkawinan 1/1974 pasal 2 ayat (2)
yakni sebagai segala bentuk perilaku tindak kekerasan yang dilakukan oleh
pasangan di luar hubungan pernikahan yang sah. Pasangan di luar hubungan
pernikahan yang sah dalam penelitian ini adalah hubungan pacaran yang
terjalin dalam masa remaja.
Muehlenhard dan Linton (dalam Hughes, 2002) memberikan pengertian
kekerasan dalam pacaran sebagai suatu perilaku menyerang, menyakiti baik
secara fisik maupun psikis yang terjadi pada pasangan berpacaran. Evans dan
tindakan-tindakan kejam baik secara fisik maupun emosional yang dilakukan
individu pada orang terdekatnya yakni kekasih secara emosional.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kekerasan dalam pacaran adalah suatu bentuk perilaku menyakiti yang terjadi
dan dilakukan oleh pasangan heteroseksual di luar hubungan pernikahan
(belum ada ikatan pernikahan) dan perilaku menyakiti itu tidak terbatas pada
perilaku menyakiti secara fisik saja.
3. Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Pacaran
Kekerasan dalam pacaran sebagai suatu perilaku menyakiti pihak lain
memiliki bentuk-bentuk tersendiri. Menurut Wijaya (dalam Rahmawati 2007)
dalam Platfrom of action yang dikeluarkan di Beijing, membedakan kekerasan menjadi tiga bentuk yaitu kekerasan fisik, seksual, dan psikologis. Ketiga
cakupan tersebut dipaparkan sebagai berikut.
1. Kekerasan berwujud eksploitasi bisa secara fisik, seksual, dan
psikologis.
2. Semua bentuk kekerasan dengan maksud seksual. Cakupannya
merujuk pada semua tindakan yang dilakukan dengan unsur fisik,
misalnya pemerkosan dan pemaksaan pada bentuk tindakan yang
berpengaruh secara psikologis tanpa ada unsur keterlibatan fisik,
3. Diskriminasi, pelanggaran hak perempuan, marginalisasi, dan
segala bentuk subordinasi yang dilakukan atau dibiarkan oleh
negara.
Menurut Koentjoro (dalam Rahmawati, 2007) ada tiga bentuk kekerasan
yang terjadi dalam pacaran yaitu:
1. Kekerasan oral, kekerasan merupakan bentuk kekerasan yang
berupa kata-kata kasar seperti memaki.
2. Kekerasan literal. Kekerasan ini berbentuk tulisan, seperti bagi
mereka pasangan muda-mudi yang sedang pacaran menulis kalimat
mengumpat dan kata-kata kotor.
3. Kekerasan action, kekerasan ini sudah mengarah pada tindakan kasar yang dilakukan pada pasangan, seperti memukul,
menjambak, dll.
Koentjoro (dalam Rahmawati, 2007) mengemukakan bahwa kekerasan
dalam pacaran ini telah terjadi. Sebagian besar bentuknya berupa pelecehan
seksual dan pengekangan pasangan atau membatasi agar tidak berkembang di
ruang publik. Purwandari (2000) menyebutkan aneka bentuk kekerasan yang
1. Kekerasan fisik, seperti memukul, manampar, mecekik, dll
2. Kekerasan psikologis, seperti berteriak-teriak, menyumpah,
mengancam, melecehkan ,dll
3. Kekerasan seksual seperti melakukan tindakan yang mengarah ke
ajakan atau desakan seksual seperti menyentuh, mencium,
memaksa hubungan seks tanpa persetujuan korban, dll
4. Kekerasan finansial seperti mengambil uang korban, memeras,
tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial korban dll.
5. Kekerasan spiritual seperti merendahkan keyakinan dan
kepercayaan korban, memaksa korban mempraktikkan ritual
keyakinan tertentu.
Bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran yang tertulis di atas
memungkinkan bahwa kekerasan dalam pacaran tidak hanya terjadi pada
perempuan saja, namun juga bisa terjadi pada laki-laki. Hanya saja
kebanyakan tindak kekerasan ini seringkali dialami oleh perempuan karena
adanya ketimpangan gender yang berupa ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan yang telah terkonstruk di masyarakat dalam tatanan sosial
(Rahmawati, 2007).
Berdasarkan paparan bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran yang
diungkapkan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan dalam
manampar, dll, (2) kekerasan psikologis seperti memaki-maki, mengancam,
merendahkan keyakinan, pemerasan. Kekeraan finansial dan spiritual di
jadikan satu dalam bentuk kekerasan psikologis karena dalam kekerasan
spiritual dan finansial tindakan kekerasannya lebih mengarah ke kekerasan
psikologis. (3) kekerasan seksual dengan adanya tindakan-tindakan yang
mengarah ke perilaku seksual dengan adanya pemaksaan, dimana kekerasan
dalam pacaran bisa terjadi pada perempuan dan laki-laki.
4. Faktor yang Mempengaruhi Kekerasan dalam Pacaran
Hoghughi dkk (1997) menyatakan bahwa bukan hanya masalah hasrat
seksual saja yang mempengaruhi terjadinya tindak kekerasan dalam pacaran.
Hasil dari rasa kecewa, frustasi, bingung dan lain-lain bisa saja menjadi faktor
yang mempengaruhi sehingga kekerasan dalam pacaran terjadi. Meadows
(2004) mengungkapkan bahwa tidak hanya faktor individu saja. Faktor
lingkungan sosial dan fisik tempat korban dan pelaku berada ternyata dapat
mempengaruhi tindak kekerasan.
Hal senada diungkapkan Baso (2002) yang menyatakan bahwa faktor
yang mempengaruhi terjadinya tindak kekerasan, termasuk kekerasan dalam
pacaran sebagai perilaku yang tidak hanya disebabkan faktor internal saja.
Kekerasan dalam pacaran dilakukan juga karena pengaruh faktor eksternal,
seperti kekuatan ideologi, nilai-nilai, maupun habit sosial, dan kebiasaan
dalam habit tersebut. Baso (2002) menambahkan, kekerasan dapat dipengaruhi
yang dimilikinya, seperti kecantikan, kekayaan, dll berupa mental yang lemah
sehingga menjadi daya tarik pelaku untuk menjadikannya korban kekerasan.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor
yang mempengaruhi tindak kekerasan adalah faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal mencakup segala kelemahan yang ada dalam diri dan
segala perasaan yang dirasakan baik korban maupun pelaku, sedangkan faktor
eksternal berupa keadaan sosial. Bertolak dari pengertian tentang kekerasan
dapat diketahui bahwa kekerasan dapat terjadi pada siapapun dalam situasi
sosial manapun.
5. Dampak Kekerasan dalam Pacaran
Kekerasan dalam pacaran memiliki dampak buruk pada keadaan kesehatan
psikologis seseorang seperti stess paska trauma, depresi, kecemasan dirasakan
oleh laki-laki dan perempuan (Callahan dkk 2003). Follingstad dkk (1991)
juga menyatakan bahwa kekerasan dalam pacaran memiliki dampak negatif
terhadap korban dan pelaku. Dampak yang dirasakan akibat kekerasan dalam
pacaran seperti merasa takut, cemas, sakit hati, depresi, putus asa, dll.
Dari beberapa paparan di atas dapat dilihat bahwa kekerasan dalam
pacaran memang mengakibatkan dampak negatif bagi keadaan psikologis.
Dampak kekerasan itu bisa berupa depresi, stress, mengalami kecemasan,
trauma, dan merasa takut. Dampak kekerasan dalam pacaran dapat dialami
D. Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran
Remaja memiliki tugas perkembangan, yakni mencapai hubungan baru dan
hubungan yang lebih matang baik dengan sejenis dan lawan jenis. Dalam
hubungan yang lebih matang dengan lawan jenis biasa dikenal dengan hubungan
pacaran. Pacaran sebagai sebuah hubungan heteroseksual terjadi sebelum adanya
ikatan pernikahan. Dalam pacaran ini pula, remaja melibatkan kedekatan
emosional, kedekatan hasrat seksual, adanya komitmen, saling percaya, dan
memelihara cinta yang terjalin.
Hubungan pacaran semestinya digunakan untuk kesenangan, untuk
pemenuhan kebutuhan akan kebersamaan, dan untuk mengenal lebih jauh tentang
pasangan. Dalam hubungan pacaran ternyata dapat menjadi sumber masalah bila
kebutuhan dukungan emosi meninggi. Sangat dimungkinkan dalam keadaan
seperti itu, terjadi tindak kekerasan dalam pacaran. Lembaga Swadaya Masyarakat
Rifka Annisa dan PKBI pun mengungkapkan bahwa tindak kekerasan terjadi juga
dalam hubungan pacaran. Tindak kekerasan tersebut lebih lanjut dikenal dengan
sebutan kekerasan dalam pacaran. Kekerasan dalam pacaran diwujudkan dalam
perilaku menyakiti dan melukai baik secara fisik maupun psikologis.
Kekerasan adalah sebuah tindakan yang bertujuan melukai,
menyakiti/merugikan pihak lain sehingga mengakibatkan kesengsaraan, baik
kesengsaraan secara fisik, seksual, maupun psikologis. Kekerasan cenderung
dilakukan oleh pihak yang lebih kuat kepada pihak yang lebih lemah. Kekerasan
pasangan di luar hubungan pernikahan (belum ada ikatan pernikahan) dan
perilaku menyakiti itu tidak terbatas pada perilaku menyakiti secara fisik saja.
Tujuan dari kekerasan dalam pacaran adalah melukai, menyakiti/merugikan pihak
lain sehingga mengakibatkan kesengsaraan, baik kesengsaraan secara fisik,
seksual, maupun psikologis.
Sebuah tindakan muncul dan terjadi karena adanya dorongan yang
menggerakkan seseorang melakukan tindakan itu, termasuk tindakan kekerasan
dalam pacaran. Dorongan seseorang untuk melakukan suatu tindakan dikenal
dengan istilah motif. Motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran
merupakan suatu keinginan yang mendorong (alasan/dorongan) yang disadari dari
dalam diri remaja yang menyebabkan remaja yang berpacaran
bertindak/melakukan tindakan kekerasan kepada pasangannya. Motif sebagai
dorongan (yang membangkitkan, memelihara, dan mengarahkan tingkah laku)
memiliki tujuan/sasaran.
Follingstad dkk (1991) menemukan ada tujuh motif remaja melakukan
kekerasan dalam pacaran. Ketujuh motif yang yang diketemukan itu dilakukan
baik oleh laki-laki dan perempuan. Ketujuh motif itu adalah sebagai berikut:
ketidakmampuan mengungkapkan diri secara verbal, membela diri, kecemburuan,
mengendalikan pasangan, menunjukan kemarahan, membalas dendam karena
disakiti secara fisik, dan membalas dendam karena disakiti secara emosional.
Dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil enam motif saja, yakni : (1)
kecemburuan, (4) mengendalikan pasangan, (5) menunjukan kemarahan, dan (6)
membalas dendam karena disakiti secara fisik dan emosional. Motif membalas
dendam karena disakiti secara fisik dan motif membalas dendam karena disakiti
secara emosional oleh peneliti dikelompokkan menjadi satu motif, yaitu motif
membalas dendam.
Alasan peneliti menggabungkan menjadi satu karena kedua motif tersebut
berlatar belakang sama, yaitu membalas dendam. Dengan digabungkannya motif
balas dendam, maka didapatkan enam motif remaja melakukan kekerasan dalam
pacaran, yaitu; motif ketidakmampuan mengungkapkan diri secara verbal, motif
membela diri, motif kecemburuan, motif mengendalikan pasangan, motif
menunjukan kemarahan, dan motif membalas dendam, dan oleh peneliti ke enam
motif tersebut dijadikan sebagai aspek-aspek motivasi remaja melakukan
kekerasan dalam pacaran.
Follingstad dkk (1991) dan Jacson & Seymour (2000) menyatakan ada
perbedaan motif remaja laki-laki dan perempuan dalam melakukan kekerasan
dalam pacaran. Motif remaja laki-laki melakukan kekerasan dalam pacaran
cenderung dikarenakan motif mengungkapkan kemarahan, sedangkan remaja
perempuan motif melakukan kekerasan dalam pacaran cenderung karena motif
kecemburuan dan motif membela diri.
Kekerasan dalam pacaran memiliki dampak yang negatif bagi korban baik
laki-laki dan perempuan, dampaknya seperti: stress, depresi, mengalami
tidak baik bagi korban kekerasan sehingga perlu adanya pengetahuan akan
motif/dorongan melakukan kekerasan dalam pacaran dan motif/dorongan apa
yang dominan sehingga remaja melakukan kekerasan dalam pacaran.
Penelitian yang berjudul Studi Deskriptif : Tingkat Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran ini menggunakan keenam aspek motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran tersebut untuk mengetahui tingkat motif
remaja melakukan kekerasan dalam pacaran dan juga untuk mengetahui aspek
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kuantitatif
yaitu penelitian yang berusaha mengambarkan data dengan semua kekayaan
wataknya yang penuh nuansa, sedekat mungkin bentuk seperti aslinya, tanpa
menguji atau menggunakan hipotesis. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
penelitian ini menggunakan data kuantitatif terhadap variabel penelitian.
Basuki (2006) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif mencoba
mencari deskripsi yang tepat dan cukup dari semua aktivitas, objek, proses,
dan manusia. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian
yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap
objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya
tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum
(Sugiyono, 2002).
Berdasar teori di atas, maka penelitian ini menggunakan data
kuantitatif yaitu data yang diperoleh melalui analisis skor jawaban subjek pada
skala sebagaimana adanya. Data diperoleh melalui analisis skor jawaban
subyek pada skala secara apa adanya. Hal ini bertujuan untuk mengetahui dan
memberi gambaran tingkat motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran
B. Variabel Penelitian
Variabel dalam sebuah penelitian adalah hal yang menjadi objek dalam
penelitian tersebut. Menurut Arikunto (2006) variabel penelitian adalah objek
penelitian yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Bentuk penelitian ini
adalah studi deskriptif, jadi tidak ada kontrol terhadap variabelnya. Variabel
yang akan diteliti pada penelitian ini adalah gambaran tingkat motif remaja
melakukan kekerasan dalam pacaran.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penegasan arti dari variabel penelitian.
Definisi operasional berfungsi untuk menghindari adanya salah pengertian dan
pemaknaan dalam penelitian. Variabel penelitian ini adalah motif remaja
melakukan kekerasan dalam pacaran.
Motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran adalah dorongan yang
dinyatakan dalam enam motif melakukan kekerasan dalam pacaran. Keenam
motif itu adalah;
1. Ketidakmampuan mengungkapkan diri secara verbal.
2. Membela diri.
3. Kecemburuan.
4. Mengendalikan pasangan.
5. Menunjukan kemarahan, dan.
Penulis menggunakan skala motif melakukan kekerasan dalam pacaran
untuk melihat seberapa tinggi tingkat motif remaja melakukan kekerasan dalam
pacaran. Skor skala yang diperoleh menunjukkan derajat tingkatan motif
melakukan kekerasan dalam pacaran pada remaja. Semakain tinggi skor yang
diperoleh, maka semakin tinggi pula derajat motif tingkatan remaja dalam
melakukan kekerasan dalam pacaran. Sebaliknya, semakin rendah skor total
semakin rendah pula derajat tingkatan motif remaja dalam melakukan kekerasan
dalam pacaran.
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja dengan karakteristik:
1. Remaja dengan kisaran usia 12-22 tahun.
2. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang berkarakteristik: saat
diambil/mengisi angket sedang menjalin hubungan pacaran atau tidak
sedang mempunyai pacar namun pernah menjalin hubungan pacaran.
Untuk mengetahui subjek yang sesuai dengan karakteristik tersebut di atas
dilakukan dengan melakukan penyaringan pada waktu pengisian skala.
3. Terindikasi pernah melakukan kekerasan dalam pacaran, baik kekerasan
fisik, psikologis, atau seksual, maupun ketiganya. Untuk mengetahui
subjek yang sesuai dengan karakteristik tersebut di atas dilakukan dengan
Teknik pemilihan subjek yang digunakan adalah teknik purposive random sampling, yaitu suatu teknik pemilihan sekelompok subjek di dasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi,
1995).
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan skala
psikologi. Adapun data dikumpulkan dengan cara menyebarkan skala yang akan
diisi oleh subjek penelitian. Skala yang digunakan adalah skala motif melakukan
kekerasan dalam pacaran. Skala ini disusun berdasarkan keenam aspek motif
melakukan kekerasan dalam pacaran, yaitu; (1) aspek ketidakmampuan
mengungkapkan diri secara verbal, (2) aspek membela diri, (3) aspek
pengungkapan kecemburuan, (4) aspek mengendalikan pasangan, (5) aspek
menunjukan kemarahan, dan (6) aspek membalas dendam.
Motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran yang disebutkan oleh
Follingstad, oleh peneliti dijadikan dasar dalam penyusunan item-item dalam
skala penelitiannya. Alasan digunakan temuan Follingstad tersebut, karena
motif-motif kekerasan dalam pacaran yang diukur oleh Follingstad dapat dipercaya. Hal
tersebut dikarenakan untuk menemukan/menentukan motif-motif kekerasan dalam
pacaran, Follingstad sudah terlebih dahulu melakukan pengukuran terkait. Seperti,
Follingstad mengukur hal-hal yang membuat/memunculkan kemarahan dengan
hal-hal alasan-alasan melakukan kekerasan fisik kepada pasangan dengan JUST
(Justification Scale), mengukur pernah tidaknya mealakukan kekerasan dengan CTS (Modified Version of the Conflict Tactics Scale) dan menggunakan SDS
(Sort Form of The Marlowe-Crowne Social Desirability Scale) untuk mengetahui tingkat Social Desirability. Alasan lain peneliti memilih menggunakan motif-motif kekerasa dalam pacaran temuan Follingstad untuk mengukur tingkat motif-motif
remaja melakukan kekerasan dalam pacaran karena motif-motif tersebut sudah
disetujui/ dianggap sesuai oleh dosen pembimbing selaku profesional judgement
dan mampu mengukur hal-hal yang hendak diukur dalam penelitian ini.
Pengumpulan data dengan menggunakan skala motif remaja melakukan
kekerasan dalam pacaran dibuat berdasarkan metode rating yang dijumlahkan (method of summated rating) yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Subjek
diminta merespon pernyataan-pernyataan yang dirumuskan secara favorabel dan
unfavorabel tentang suatu objek. Objek skala yang dimaksud adalah motif
melakukan kekerasan dalam pacaran. Skala ini akan dibuat oleh penulis pertama
kali sebanyak 72 soal, dan akan diuji pada kelompok uji coba dengan karakteristik
yang mirip dengan subjek penelitian. Kelompok uji coba adalah remaja yang
memenuhi kriteria subjek penelitian.
Skala motf ini menggunakan 4 (empat) kategori jawaban. Menurut Hadi
(1991), modifikasi skala Likert yang terdiri dari 4 (empat) kategori jawaban
dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala 5. (1)
belum dapat memutuskan. (2) Ketersediaan jawaban netral menimbulkan
kecenderungan menjawab ke tengah (centraltendencyeffect) terutama bagi subjek yang ragu-ragu dalam menjawab. (3) Kategori jawaban SS - S - TS - STS ialah
untuk melihat ketegasan subjek merespon kearah setuju atau tidak setuju.
Jawaban pada setiap item yang hendak diukur memuat empat kategori, yaitu
Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS).
Pemberian skor pada setiap item tergantung pada jenis pernyataan favorabel dan
unfavorabel. Item favorabel dengan kategori jawaban Sangat Setuju (SS) diberi
skor 4, Setuju (S) diberi skor 3. Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak
Setuju (STS) diberi skor 1. Sedangkan item unfavorabel dengan kategori jawaban
Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 4, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3, Setuju
(S) diberi skor 2, Sangat Setuju (SS) diberi skor 1. Penilaian skala berdasarkan
Tabel. 1
Distribusi Item Skala Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran Sebelum Uji Coba
Item No. Aspek
Favorabel Jumlah Unfavorabel Jumlah
Jumlah 1 Ketidakmampuan
mengungkapkan
diri secara verbal
1, 15, 32,
43, 63, 69 6
9, 12, 25, 39,
58, 65 6 12
2 Membela diri 20, 26, 33,
40, 46, 51 6
2, 7, 16, 31,
38, 72 6 12
3 Kecemburuan 3, 42, 48,
49, 59, 67 6
29, 41, 45,
52, 64, 68 6 12
4 Mengendalikan
pasangan
5, 17, 28,
44, 66, 71 6
6, 13, 23, 35,
55, 62 6 12
5 Menunjukkan
kemarahan
8, 11, 24,
36, 37, 53 6
4, 27, 30, 56,
61, 70 6 12
6 Balas dendam 10, 14, 21,
22, 47, 50 6
18, 19, 34,
54, 57, 50 6 12
F. Validitas dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas adalah taraf kesungguhan dari sebuah instrumen penelitian
mampu untuk mengukur secara tepat sesuatu yang ingin diukur (Kerlinger,
2004). Validitas instrumen dalam penelitian ini diselidiki melalui uji coba
validitas isi. Sebuah intrumen memiliki validitas isi yang baik jika dapat
mewakili komponen-komponen dan mampu mencerminkan ciri dari atribut
yang diukur. Validitas isi diselidiki melalui analisis rasional terhadap isi tes
(profesional judgement) yang diperoleh dengan cara mengkonsultasikan item yang telah disusun kepada ahli dengan tujuan apakah item-item yang telah
disusun mencakup kesuluruhan isi obyek yang hendak diukur, sehingga alat
tes tersebut harus relevan dan tidak keluar dari batas tujuan ukur
(Azwar,2004). Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini
validitas isi skala motif remaja melakukan kekerasan dalam pacaran akan
dianalisis oleh ahli, dalam hal ini dosen pembimbing.
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan sebelum skala digunakan untuk memperoleh
item-item yang berkualitas dan sesuai dengan fungsi skala. Uji coba dilakukan
pada tanggal 21 sampai dengan 30 Juni 2009. Item yang baik adalah item yang
memiliki daya beda tinggi yaitu mempunyai kemampuan untuk memberikan
indikasi apakah seseorang mempunyai sikap positif atau tidak. Teknik yang
koefisien korelasi dengan mengkorelasikan skor item dengan skor item total
dan menggunakan taraf signifikasi 0,05. Pengkorelasian antara skor item
dengan skor item total akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix).
Nurgiyantoro dkk (2002) mengungkapkan bahwa koefisien korelasi yang baik
adalah ≥ 0,30 pada taraf signifikasi 0,05 karena memiliki daya pembeda yang
memuaskan. Lebih lanjut Nurgiyantoro dkk (2002) mengungkapkan bahwa
item dengan nilai rix di bawah 0,30 dianggap buruk karena dapat
diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya diskriminasi rendah
sehingga tidak dimasukkan dalam item yang digunakan dalam penelitian atau
dinyatakan gugur. Penyeleksian item dilakukan dengan komputer
menggunakan program SPSS for windows 12.
Hasil pengujian skala motif remaja melakukan kekerasan dalam
pacaran terdiri dari 72 item menyatakan 29 item berada di bawah batas 0,30
sehingga dinyatakan gugur. Item-item tersebut antara lain dari motif ketidak
mampuan mengungkapkan diri secara verbal terdapat 3 item favorabel yang
gugur, yaitu item 1, 15, dan 63, serta 3 aitem unfavorabel yang gugur, yaitu
item 9, 58, dan 65. Motif membela diri terdapat 3 item favorabel yang gugur,
yaitu 20, 26, dan 40, serta 3 item unfavorabel yang gugur yaitu item 2, 7, dan
72. Motif kecemburuan 3 item favorabel yang gugur yaitu 48, 49 dan 67, serta
ada 3 item unfavorabel yang gugur yaitu 29, 41, dan 45. Motif mengendalikan
pasangan terdapat 1 item favorabel yang gugur, yaitu item nomer 71, serta 2
item unfavorabel yang gugur, yaitu 23 dan 35. Motif menunjukan kemarahan
unfavorabel yang gugur yaitu item 4, dan 27. Motif balas dendam terdapat 1
item favorabel yang gugur, yaitu item 14, serta 3 item unfavorabel yang gugur
yaitu item 18, 34, dan 60.
Untuk memudahkan dan membuat skala menjadi proposional pada
setiap motif dan memudahkan peneliti dalam menganalisa data, maka dari 43
item yang lolos dipilih sebanyak 36 item terbaik, selain itu jumlah 36 item
yang disediakan agar subjek tidak merasa bosan/lelah dalam mengerjakan
item. Secara keseluruhan terdapat 36 item yang digunakan dalam skala motif
remaja melakukan kekerasan dalam pacaran yang terdiri dari 18 item
favorabel dan 18 item unfavorabel. Berikut ini tabel distribusi item skala
Tabel. 2
Distribusi Item Skala Motif Remaja Melakukan Kekerasan dalam Pacaran Sesudah Uji Coba
Item No. Aspek
Favorabel Jumlah Unfavorabel Jumlah
Jumlah 1 Ketidakmampuan
mengungkapkan
diri secara verbal
32 (12), 43 (18), 69 (35) 3 12 (3), 25 (9), 39 (16) 3 6
2 Membela diri 33 (13),
46 (20),
51 (23)
3
16 (5),
31 (11) ,
38 (15)
3 6
3 Kecemburuan 3 (1),
42 (17), 59 (30) 3 52 (24), 64 (32), 68 (34) 3 6 4 Mengendalikan pasangan 17 (6), 44 (19), 66 (33) 3 13 (4), 55 (27), 62 (31) 3 6 5 Menunjukkan kemarahan 11 (2), 36 (14), 53 (25) 3 30 (10), 56 (28), 70 (36) 3 6
6 Balas dendam 22 (8),
47 (21), 50 (22) 3 19 (7), 54 (26), 57 (29) 3 6
3. Reliabilitas
Reliabilitas adalah keterpercayaan hasil suatu pengukuran. Hasil
pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran
terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi mampu memberikan hasil ukur yang
terpercaya, disebut sebagai reliabel (Azwar, 2004).
Reliabilitas pada penelitian ini dilakukan metode pendekatan konsisten
internal yaitu dengan melihat konsistensi antar item dalam alat ukur atau
instrumen itu sendiri. Melalui pendekatan ini subjek hanya dikenai satu perlakuan
(Single Trial Administration). Analisis reliabilitasnya dilakukan dengan teknik Alpha dari Cronbach (Azwar, 2004). Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien
reliabilitas (rxx’) yang memiliki rentang angka 0 sampai dengan 1,00. Semakin
tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi
reliabilitasnya. Sebaliknya, koefisien yang semakin rendah mendekati angka 0
berarti reliabilitasnya semakin rendah.
Koefisien reliabilitas yang mencapai angka rxx’= 1,00 atau bahkan rxx’=
0,0 tidak pernah dijumpai dalam pengukuran psikologis. Hal ini dikarenakan
terdapatnya berbagi sumber eror dalam diri manusia dan dalam pelaksanaan
pengukuran yang mempengaruhi kecermatan pengukuran (Azwar, 2004).
Pengukuran koefisien reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
Tabel. 3
Koefisien Reliabilitas Motif Remaja melakukan Kekerasan dalam Pacaran setelah seleksi
Koefisien Alpha
Cronbach N Item N Subjek
0,878 36 71
Dari hasil penghitungan, reliabilitas skala sebesar 0,878 dianggap
memuaskan sehingga dapat dikatakan bahwa skala dianggap memiliki reliabilitas
yang memuaskan.
G. Teknik Analisis Data
Metode statistik dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif
karena data berupa angka-angka. Statistik deskriptif berusaha menjelaskan atau
menggambarkan berbagai karakteristik data seperti mean, modus, median, variasi
kelompok melalui rentang data dan standar deviasi (Sugiyono, 2002). Mean
adalah nilai rata-rata hitung dari suatu kelompok.
Ditentukan untuk melihat tingkat motif remaja melakukan kekerasan dalam
pacaran ditentukan dengan membandingkan antara mean teoritik dan mean
empirik. Untuk melihat motif yang dominan dilakukan dengan cara
membandingkan mean empirik masing-masing motif. Mean empirik dihitung
A. Persiapan Uji Coba Alat Penelitian
Uji coba dilakukan pada tanggal 21 sampai dengan 30 Juni 2009.
Pengambilan data uji coba dilakukan dengan cara mengumpulkan beberapa
teman peneliti yang masih bersekolah di tingkat SMP, SMA dan Perguruan
Tinggi. Peneliti meminta mereka untuk mengumpulkan teman-teman (calon
subjek uji coba). Pada waktu yang sudah disepakati, peneliti datang untuk
melakukan pengambilan data. Pada uji coba item ini, peneliti memberikan 71
angket kepada subjek penelitian. Ke 71 angket yang sudah terisi memenuhi
syarat untuk diteliti, maka dilakukan seleksi item untuk memperoleh item
yang lolos dan item yang gugur. Kriteria item yang lolos adalah item yang
memiliki rix >0,30 sedangkan item yang memiliki rix <0,30 adalah item yang
gugur.
Skala uji coba tersebut terdiri dari 72 item. Akan tetapi, sesudah
dilakukan seleksi item terdapat 29 item yang gugur dan 43 item yang lolos.
Dari keempat puluh tiga item yang lolos itu hanya dipilih 36 item terbaik, hal
itu dilakukan dengan pertimbangan untuk memudahkan dalam membuat
proposi item pada setiap motif. Ketiga puluh enam item yang lolos itu
kemudian diukur realibitasnya dengan menggunakan Alpha Cronbach dari
B. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 15 sampai dengan 28 Juli 2009.
Pengambilan data uji coba dilakukan dengan cara mengumpulkan beberapa
teman peneliti yang masih bersekolah di tingkat SMP, SMA, dan Perguruan
Tinggi. Peneliti meminta mereka untuk mengumpulkan teman-teman (calon
subjek penelitian). Pada waktu yang sudah disepakati, peneliti datang untuk
melakukan pengambilan data. Peneliti menyebarkan 98 ekslempar skala motif
remaja melakukan kekerasan dalam pacaran. Kesemua skala yang disebarkan,
diisi, dan dikembalikan layak dijadikan sebagai sumber data penelitian yang
dapat dianalisis.
1. Uji Normalitas
Sebelum dianalisis, data yang telah diperoleh terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi yaitu uji normalitas untuk mengetahui apakah sampel
yang diambil berasal dari distribusi normal. Uji normalitas data dilakukan
dengan menggunakan uji One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan bantuan program SPSS for Windows 12. Jika nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05) maka maka sebarannya dinyatakan normal. Akan
tetapi, apabila nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka
sebarannya dinyatakan tidak normal.
sebesar : 0,201 sehingga dapat disimpulkan bahwa sebaran setiap variabel
dalam penelitian ini adalah normal.
2. Deskripsi data penelitian
Berikut ini adalah tabel yang berisi data penelitian berdasarkan
perhitungan komputerisasi dengan SPSS for Windows 12.
Tabel 4
Data Statistik Deskriptif
Sta