• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mol Dibandingkan Trichoderma Harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Performans Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Kelinci

Dalam meningkatkan gizi masyarakat, pemerintah antara lain berusaha

memasyarakatkan ternak kelinci terutama didaerah rawan gizi dan padat

penduduk. Tenak kelinci cukup potensial untuk dikembangkan karena cepat

berkembang biak dan mampu memanfaatkan hijauan dengan sedikit konsentrat.

Keberhasilan usaha ini perlu ditunjang dengan penelitian berbagai aspek

pemeliharaannya dan disesuaikan dengan kondisi setempat. Di Indonesia ada

beberapa jenis kelinci unggul seperti New Zealand White, Californian yang

didatangkan dari belanda. Peternak di Indonesia belum banyak mengenal berbagai

bangsa atau varietas kelinci sehingga perlu diadakan pengenalan terhadap

bangsa-bangsa kelinci (Nugroho, 1982).

Bangsa kelinci mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut:

Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Subfilum: Vertebrata, Kelas: Mamalia,

Ordo: Lagomorpha, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Genus: Lepus

Orictolagus, Spesies: Lepes spp, Orictolagus spp (Susilorini, 2008).

Anak kelinci dapat dipasarkan setelah berumur dua bulan. Anak kelinci

pada umur ini pada jenis yang sedang telah mencapai bobot hidup kurang lebih

600-800 gram. Penggemukan kelinci dapat dilakukan setelah lepas sapih atau

pada umur 5-6 minggu, lama penggemukanya cukup berkisar 2-3 bulan

(Sumoprastowo, 1985).

Temperatur ideal didalam kandang kelinci berkisar 15-16ºC. meskipun

demikian, pada temperatur antara 10-30ºC ternak kelinci masih dapat hidup dan

(2)

10ºC ternak kelinci berusaha untuk mengkonsumsi pakan yang lebih banyak

sehingga berakibat “over consumption”. Anak–anak kelinci yang dilahirkan pada

suhu dibawah optimal mengalami kelainan ginjal (diatas 30ºC) terutama kelinci

jenis New Zealand White menunjukkan kesulitan bernapas (panting) fertilitas

pejantan menurun. Temperatur diatas 30ºC mempunyai efek negatif terhadap

fertilitas (kualitas semen jantan rendah) dan meningkatkan kematian embrio dini.

Sedangkan pada temperatur dibawah 10ºC menyebabkan meningkatnya biaya

pakan untuk setiap perekor kelinci yang dipelihara (Kartadisastra, 1997).

Menurut Sarwono (2001) Rex termasuk kelinci baru. Ras ini mulai dikenal

di Amerika Serikat sejak tahun 1980-an sebagai binatang kontes. Belakangan

beralih fungsi menjadi ternak dwiguna. Sifat kuantitatif kelinci Rex sebagai

berikut: umur dewasa kelamin 4-6 bulan, bobot badan dewasa kelamin 2,5-3,5 kg,

litter size sapih hidup minimal 4 ekor, frekuensi beranak minimal 4 kali pertahun.

Warna bulu kelinci Rex sangat bervariasi, antara lain putih (White Rex), hitam

(Black Rex), biru (Blue Rex), ungu merah muda (Lilac Rex), cokelat emas

(Nutria Rex), merah kuning keemasan (Orange Rex),cokelat gelap

kehitam-hitaman (Havana Rex), bertotol-totol seperti anjing (Dalmatian Rex), kombinasi

hitam dan orange (Harlequin Rex), cokelat keemasan (Cinnamon Rex) dan seperti

kucing siam (Siamase Sable Rex).

Pakan Ternak Kelinci

Pakan bagi ternak sangat besar perananya. Pemberian pakan yang

seimbang diharapkan dapat memberi produksi yang tinggi. Pakan yang diberikan

(3)

karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna

(Anggorodi, 1994).

Pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan efesiensi produktivitas,

karena makanan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam dunia usaha

peternakan. Oleh karena itu kelinci harus diberi ransum yang memadai sesuai

dengan kebutuhannya (Anggorodi, 1994).

Makanan kelinci yang baik adalah yang terdiri dari sayuran hijau, jerami,

biji-bijian, umbi dan konsentrat. Makanan hijau yang diberikan antara lain

semacam rumput lapangan, limbah sayuran seperti kangkung, wortel, daun

papaya, daun alas, ampas teh dan lain-lain. Sayuran hijau yang akan diberikan

pada kelinci ini kalau bisa telah dilayukan dan jangan dalam keaadan segar.

Proses pelayuan selain juga untuk mempertinggi kadar serat kasar, juga untuk

menghilangkan getah atau racun yang dapat menimbulkan kejang-kejang atau

mencret (Kristanto, 1988).

Ternak kelinci yang memperoleh makanan yang kurang nilai gizinya akan

memberi pengaruh langsung terhadap ternak. Pengaruh ini antara lain adalah

pengaruh terhadap produksi dan reproduksi (Tilman et al., 1991).

Kebutuhan Nutrisi Ternak Kelinci

Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh

terhadap tinggi rendahnya produktivitas ternak. Penerapan tata laksana pemberian

pakan, yang berorientasi pada kebutuhan kelinci dan ketersediaan bahan pakan,

merupakan upaya yang tepat untuk meningkatkan produktivitas ternak kelinci

(4)

Kelinci hanya memerlukan ransum dengan kadar lemak rendah. Bahan

pakan seperti: jagung, sorghum, bekatul dan dedak sangat cocok untuk kelinci.

Protein sangat penting untuk pertumbuhan anak, pembentukan daging dan

pertumbuhan bulu. Banyaknya ransum untuk induk bunting dan induk menyusui

per ekor dewasa per hari adalah: hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 6,7% dari

bobot hidupnya. Sedangkan untuk induk kering, induk muda dan anak kelinci

yang telah disapih banyaknya: rumput/hijauan sekitar 1-2 kg dan konsentrat 3,8%

dari berat hidup (Sumoprastowo, 1985).

Kandungan nutrisi yang terkandung didalam pakan kelinci yakni sebagai

berikut: air (maksimal 12%), Protein (12-18%), Lemak (maksimal 4%), Serat

Kasar (maksimal 14%), Kalsium (1,36%), Posfor (0,7-0,9%). Pakan kelinci bisa

berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara secara ekstensif, porsi pakan

hijauan bisa mencapai 60-80% (Masanto dan Agus, 2010).

Menurut aksi agraris kanisius (1980) standar kebutuhan pakan ternak

kelinci pedaging adalah protein 15-19%, serat kasar: 11-14%, lemak: 2,5-4%,

vitamin A: 10.000 IU/kg, kalsium 0,9-1,5%, energi sebesar 2005-2009 Kkal/kg.

Menurut Prawirokusumo (1990) kebutuhan pakan kelinci minimum yaitu protein:

12%, serat kasar: 11% dan lemak 2%, kelinci umur 2-4 bulan mengkonsumsi

pakan dengan kandungan serat kasar diatas 17% akan memperlambat pencapaian

bobot badan. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih umur 2-4 bulan dapat dilihat

(5)

Tabel 1. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih

Divisi: Spermatophyta, Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,

Keluarga: Musaceae, Genus: Musa, Spesies: Musa sp. Tanaman pisang banyak

dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Selain buahnya, bagian

tanaman lainya pun dapat dimananfaatkan, mulai dari bonggol sampai daun.

Termasuk kulit pisang juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak

(Suyanti, 1990).

Varietas pisang yang terbesar di Indonesia begitu banyak jumlahnya.

Demikian halnya dengan kulitnya. Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang

beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada

yang berwarna kuning berbintik coklat (pisang raja bulu), ada juga yang berkulit

tipis berwarna kuning kecoklatan (pisang raja sore) yang sangat cocok sekali

dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Widyastuti, 1993).

Kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak seperti kambing,

babi, kelinci, kuda dan lain-lainya. Hal ini disebabkan karena nilai gizi kulit

pisang cukup baik. Untuk diberikan kepada ternak, kulit pisang perlu diiris-iris

(6)

tepung jagung dan lain-lain. Pencampuran tersebut dimaksudkan untuk

melengkapi kebutuhan gizi ternak (Munadjim, 1983).

Fermentasi

Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai salah satu cara

pengelolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang

ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat didalam bahan

bakunya (Tjitjah, 1997).

Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi

kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta

perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan

penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan

perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi

pemecahan substrat oleh enzim–enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat

dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama

proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga

dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga

terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

MOL (Mikroorganisme Lokal)

MOL (Mikroorganisme Lokal) merupakan salah satu cara

pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan

organik. Bahan pembuat MOL ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi

(7)

Mikroorganisme dasar dalam MOL ini adalah Saccharomyces yang berasal

dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus dari yoghurt.

Mikroorganisme ini mempunyai sifat–sifat sebagai berikut :

a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan

enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi

volatile fatty acid yang kemudian akan menjadi asam amino.

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan

enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu

menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2

dan air.

c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan

enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

Rhizhopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota

ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang

membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki

hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp

yang disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa

vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak

sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa

lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah

Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi

(8)

Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai

Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari

41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga

dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan

(Handajani, 2007).

Saccharomyces sp

Saccharomyces sp merupakan genus khamir/ragi/en:yeast yang memiliki

kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces

merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok

Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan

saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat

berkembang biak, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan

cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu

memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus

lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces

dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber

carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton,

mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-300C. Beberapa

spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces

cerevisiae, Saccharomyces boullardii, dan Saccharomyces uvarum

(http://id.wikipedia.org/Saccharomyces, Mei 2013).

Lactobacillus sp

Lactobacilus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif

(9)

bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat

mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri

ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam tubuh manusia, bakteri ini

dapat ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka

bersimbiosis dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari

Lactobacillus memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat

baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan

mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus

ini telah memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering

digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, acar, bir, anggur (minuman),

cuka kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan

hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan “kultur awal”

yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang

berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. Casei

dan L. Brevis, adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir.

Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan

membentuk asam laktat (http://id.wikipedia.org/lactobacillus sp, Mei 2013).

Pembuatan MOL menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air

tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon,

lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3

hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi

apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik

menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan

(10)

Trichoderma

Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagai

berikut: Kingdom: Fungi, Phylum: Ascomycota, Class: Ascomycetes,

Subclass: Hypocreomycetidae, Ordo: Hypocreales, Family: Hypcreaceae,

Genus: Trichoderma, Species : T. Harzianum, T. Pseudokoningii dan T. Viridae.

Trichoderma merupakan salah satu jamur yang bersifat selulolitik yang

potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk

mendegradasi selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yang

dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa.

Trichoderma spp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim

ekstraseluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks

(Harman, 2002).

Beberapa ciri morfologi fungi Trichoderma harzianum yang menonjol

antara lain koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi

konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur

dan pertumbuhannya cepat (fast grower) (Harman, 2002).

Teknologi Pengolahan Pakan berbentuk Pelet

Pada dasarnya, pelet dibuat untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci sacara

instan, artinya hanya dengan satu jenis pakan (pelet) semua kebutuhan kelinci

terpenuhi, sehingga kita tidak perlu lagi menyediakan bermacam-macam jenis

pakan. Aturan dasar dalam membuat pelet adalah kandungan gizi. Jadi boleh

terbuat dari apa pun selama gizi kelinci terpenuhi dan bahan yang

(11)

Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pelet dari pakan bentuk

tepung harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan

pengujian kepadatan atau kerekatanya jika mau dibuat pakan bentuk pelet.

Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering,

kalau pelet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun jika

pelet kurang keras dan mudah pecah maka dapat diberikan tambahan perakat

sintesis (white pellard) atau tepung tapioca. Penambahan bahan tersebut bertujuan

untuk membantu tingkat kekerasan pelet seperti yang diinginkan

(Prawirokusumo, 1990).

Pelet kelinci sampai saat ini masih menjadi masalah bagi peternak kelinci.

pasalnya, sampai sekarang belum ada pabrik khusus yang menyediakan pelet

kelinci. Kalau ada, hanya pabrikan skala kecil di daerah tertentu yang dikenal

sebagai sentra produksi kelinci seperti di Lembang, Bogor, Klaten dan Malang.

Padahal pelet ini sangat penting bagi para peternak, khususnya ketika musim

kemarau tiba, dimana rumput berkualitas sulit didapatkan. pelet khusus untuk

kelinci sangat penting, karena dengan begitu seorang peternak bisa menimbun

untuk jangka waktu lama ini membuat arus khas keuangan untuk biaya ternak

juga bisa diatur lebih mudah. Saat kelinci terjual, secara otomatis sebagian dari

uangnya dibelikan untuk pakan kelinci hingga sebulan penuh

(Prawirokusumo, 1990).

Pakan Penyusun Pelet Kulit Pisang Raja

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup

(12)

Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara optimal tetapi kebanyakan

dibuang sebagai sampah, padahal kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan

pakan ternak karena kandungan gizinya yang cukup tinggi. Selain itu juga dapat

digunakan sebagai bahan baku anggur, alkohol dan kompos (Munadjim, 1983).

Kulit pisang termasuk pakan non konvensial dalam usaha (bisnis) bahan

pakan, bahkan produk buangan ini kelihatan sangat bernilai untuk makanan ternak

di Filipina, produk ini merupakan bahan buangan yang melimpah yang dapat

mencemari lingkungan jika tidak dimanfaatkan dengan tepat. Ahli nutrisi di

university of Southerm Mindanao Filipina, memperkirakan bahwa jika

dimanfaatkan dalam sesuai standard umumnya pemberian pakan, kulit pisang bisa

di manfaatkan dalam level tertentu, sebagai pengganti bahan pakan komersial

(Sabutan, 1996).

Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit pisang raja (% BK)

Kandungan Nutrisi Jumlah

Sumber: Laboratorium Nutrisi pakan Ternak IPB Bogor (2000)

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan proses rekstaksi inti sawit.

Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik

(Devendra, 1997).

Bungkil inti sawit mempunyai kandungan nutrisi yang lebih baik daripada

solid sawit. Produksi rata-rata sekitar 40 ton/hari/pabrik. Bahan pakan ini sangat

(13)

karenanya perlu diberikan secara bersama-sama dengan bahan pakan lainnya

(Mathius, 2003).

Kandungan protein bungkil inti sawit lebih rendah dari bungkil lainya.

Namun demikian masih dapat dijadikan sebagai sumber protein, kandungan asam

amino esensialnya cukup lengkap (Lubis, 1993). Kandungan nutrisi bungkil inti

sawit tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit

Nutrisi Kandungan

Energi Metabolis (Kkal/kg) 2810

Protein Kasar (%) 15,40

Lemak Kasar (%) 6,49

Serat Kasar (%) 9,00

Abu (%) 5,18

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian USU (2000). Disitasi oleh Muzakki (2011).

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapati dari ekstraksi daging

buah kelapa segar atau kering. Kopra merupakan buah kelapa yang dikeringkan

dan digunakan sebagai sumber minyak. Pengeringan kelapa tersebut biasanya

dilakukan dibawah sinar matahari atau dengan menggunakan pengeringan buatan

(Woodrof, 1979).

Bungkil kelapa merupakan salah satu sumber protein yang penting di

Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan lisin

sehinnga bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi unggas

(14)

Tabel 4. Komposisi nutrisi bungkil kelapa (%)

Bungkil kedalai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil

kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam

amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai

dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan

penggilingan (Boniran, 1999). Kandungan nutrisi kandungan kedelai tertera pada

Tabel 5.

Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah

menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan

bagian penutup beras. Hasil yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar

dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat

(15)

Penggunaan dedak padi telah lazim digunakan sebagai salah satu bahan

campuran pakan, baik untuk ternak ruminansia maupun non ruminansia termasuk

unggas. Dedak cukup mengandung energi dan protein dan kaya akan vitamin

(Rasyaf, 1990). Kandungan nutrisi dedak padi tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan nutrisi dedak padi

Uraian Jumlah kandungan

Protein Kasar (%) 13,3a

Lemak Kasar (%) 7,2a

Serat Kasar(%) 13,5b

Kalsium (%) 0,07a

Posfor (%) 1,61a

Energi Metabolisme (kkal/kg) 2850a

Sumber: a. NRC (1998) b. Hartadi et al (1997)

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan sumber protein utama, karena bahan ransum

tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam jumlah

yang cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik.

Tepung ikan mudah busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar

(Anggorodi, 1994).

Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai

sumber kalsium. Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi

oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatanya. Pemanasan yang

berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna cokelat dan kadar

protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak

(16)

Tabel 7. Komposisi nutrisi tepung ikan (%)

Mineral merupakan nutrisi yang esensial selalu digunakan untuk

memenuhi kebutuhan ternak juga memesok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh

ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Ada 31 jenis mineral yang

terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis

mineral yang tergolong esensial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan

perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral

esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl, dan S.

Jenis mikroba ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka

yaitu I, Mo, Co, dan Se ( Siregar, 2008).

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain

berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas

(Pardede dan Asmira, 1997).

Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam

akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defesiensi garam

lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena

(17)

bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang, dan

produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1994).

Garam dapur ditambahkan sebanyak 5% untuk menurunkan tingkat

konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75 Kg/ekor/hari.

Semula pengaruhnya terlihat meningkatkan konsumsi kemudian menurunkan

sampai jumlah yang dikehendaki (Parakkasi, 1995).

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi

molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam

kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa

karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tiggi dan dapat digunakan untuk

pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung.

Molases dapat dipergunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan

penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi

(48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai ternak. Molases

juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi

ternak seperti Cobalt, Boron, Yodium, Tembaga, Magnesium dan seng sedangkan

kelemahannya adalah kadar kalium yang tinggi dapat menyebabkan diare jika

dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti, et al., 1985). Komposisi nutrisi molases

(18)

Tabel 8. Kandungan nutisi pada molases (%)

Total digestible nutriens (TDN) 56,7 b

Sumber: a. Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, Pogram Studi Peternakan,Fakultas pertanian, USU Medan (2009)

b. Disitasi oleh Muzaki (2011)

Parameter Penelitian

Konsumsi Ransum

Konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang dapat

dikonsumsi oleh hewan, bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum.

Menurut Smith dan Mangowewidojo (1988) seekor kelinci dalam satu hari

sekurangnya memakan 1 kg dedaunan.

Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah

ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan

jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum

dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara

pemberian (Anggorodi, 1994).

Menurut Piliang (2000) yang menyatakan bahwa konsumsi ransum

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk

fisik ransum, bobot badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan

hormonal dan fase pertumbuhan.

Umur dan keadaan fisiologis kelinci sangat erat hubunganya dengan jenis

(19)

sore hari dan malam hari, air minum diperlukan untuk induk yang menyusui,

cuaca panas dan melancarkan makanan dalam saluran pencarnaan (Jenus, 1982).

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan adalah pertambahan dalam bentuk dan bobot

jaringan-jaringan pembangunan seperti urat daging, tulang, otak, jantung dan semua

jaringan tubuh (kecuali jaringan lemak), serta alat-alat tubuh lainnya. Lebih lanjut

dikatakan pertumbuhan murni adalah penambahan dalam jumlah protein dan

zat-zat mineral, sedangkan pertambahan akibat penimbunan air bukanlah

pertumbuhan murni. Dalam pertumbuhan seekor hewan, ada dua hal yang terjadi:

bobot badan meningkat sampai mencapai bobot badan dewasa yang disebut

pertumbuhan, terjadinya perubahan konfirmasi dan bentuk tubuh serta terjadinya

berbagai fungsi dan kesanggupanya untuk melakukan sesuatu menjadi wujud

penuh yang disebut perkembangan (Anggorodi, 1990).

Bobot tubuh ternak senantiasa berbanding lurus dengan tingkat konsumsi

pakan, makin tinggi bobot tubuhnya, makin tinggi pula tingkat konsumsinya

terhadap pakan. Bobot tubuh ternak dapat diketahui dengan penimbangan

(Kartadisastra, 1997).

Kemampuan ternak dalam mengubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam

ransum menjadi daging ditunjukkan dalam pertambahan bobot badan.

Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang digunakan untuk

mengukur pertumbuhan kecapatan pertumbuhan tergantung dari spesies, jenis,

kelamin, umur dan keseimbangan zat-zat nutrisi dalam ransum. Wahyu (1992)

(20)

bangsa, jenis kelamin, energi, metabolisme, kandungan protein dan suhu

lingkungan.

Konversi Ransum

Konversi ransum adalah jumlah ransum yang habis dikonsumsi ternak

dalam jangka waktu yang tertentu dibandingkan dengan berat hidup

(pada akhir waktu tertentu). Semakin baik mutu ransumnya, semakin kecil pula

konversi ransumnya. Ransum yang kekurangan salah satu unsur dari zat gizi akan

mengakibatkan kekurangan zat gizi yang diperlukan tubuhnya (Rasyaf, 1990).

Kualitas pakan menentukan konversi pakan. Pakan yang berkualitas baik

dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi. Penggunaan pakan

akan semakin efisien bila jumlah pakan yang dikonsumsi rendah, namun

menghasilkan pertambahan bobot badan yang tinggi (Martawidjaja, 1998).

Campbell dan Lasley (1985) mengatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, umur, berat badan, tingkat

konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, palatabilitas dan hormon.

Menurut Sarwono (1996) semakin baik mutu pakan akan ditandai dengan

seimbangnya zat-zat gizi pada ransum, semakin kecil pula angka konversi ransum.

Bila ransum kekurangan salah satu unsur gizi, makan ternak akan mengkonsumsi

ransum secara berlebihan untuk mencukupi kekurangan zat yang diperlukan.

Konversi merupakan salah satu ukuran yang dapat memperlihatkan sejauh mana

efesiensi usaha ternak dapat menemukan besar kecilnya keuntungan yang diterima

Gambar

Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit pisang raja (% BK)
Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kedelai
Tabel 6. Kandungan nutrisi dedak padi
Tabel 8. Kandungan nutisi pada molases (%)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik usia ibu dengan kejadian abortus menunjukkan hasil secara statistik adanya hubungan signifikan antara usia dengan kejadian abortus (nilai p-value :

1. Pasokan bahan baku kayu yang legal dan lestari tercapai yang berasal dari berbagai sumber, khususnya dari hutan produksi yang dikelola secara lestari dan disertifikasi

Produk yang memiliki citra merek yang baik, kuat dan positif cinderung lebih mudah di terima oleh masyarakat atau konsumen serta dapat memenuhi kebutuhan dan

DPA - SKPD 2.2 Rekapitulasi Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Langsung Menurut Program dan Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. DPA - SKPD 2.2.1 Rincian Dokumen

[r]

Penulisan ilmiah ini menjelaskan mengenai pembuatan program Aplikasi Administrasi Rental dengan menggunakan bantuan tools Microsoft Visual Basic 6.0 dan Micrososft SQL server

bahwa berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, pemrakarsa usaha dan/ atau kegiatan

Praktek baik seperti mandi selalu (82,6%), sering menyikat gigi (61,1%), rambut bersih disisir (80,2%) lebih pada anak perempuan dibandingkan dengan anak lelaki, manakala,