• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kecernaan Pakan Berbentuk Pelet Mengandung Kulit Pisang Raja Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dibandingkan Dengan Trichoderma harzianum Pada Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kecernaan Pakan Berbentuk Pelet Mengandung Kulit Pisang Raja Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dibandingkan Dengan Trichoderma harzianum Pada Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KECERNAAN PAKAN BERBENTUK PELET

MENGANDUNG KULIT PISANG RAJA FERMENTASI

DENGAN MIKROORGANISME LOKAL DIBANDINGKAN

DENGAN

Trichoderma harzianum

PADA KELINCI

REX

JANTAN LEPAS SAPIH

 

 

SKRIPSI

Oleh:

JULIUS SYAH PUTRA GINTING 090306050

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KECERNAAN PAKAN BERBENTUK PELET

MENGANDUNG KULIT PISANG RAJA FERMENTASI

DENGAN MIKROORGANISME LOKAL DIBANDINGKAN

DENGAN

Trichoderma harzianum

PADA KELINCI

REX

JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh :

JULIUS SYAH PUTRA GINTING 090306050/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

(3)

Judul Skripsi : Kecernaan Pakan Berbentuk Pelet Mengandung Kulit Pisang Raja Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dibandingkan Dengan Trichoderma harzianum Pada Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih.

Nama : Julius Syah Putra Ginting NIM : 090306050

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing

Ir. Tri Hesti Wahyuni M.Sc Ir.Armyn Hakim Daulay, MBA

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(4)

ABSTRAK

JULIUS SYAH PUTRA GINTING, 2014. “Kecernaan Pakan Berbentuk Pelet Mengandung Kulit Pisang Raja Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dibandingkan Dengan Trichoderma harzianum Pada Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih” dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Pemanfaatan kulit pisang raja perlu dimaksimalisasi dengan perlakuan fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji level penggunaan kulit pisang raja yang difermentasi dalam pakan kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 3 bulan, dimulai bulan Agustus 2013-November 2013. Penelitian ini menggunakan 21 ekor kelinci Rex jantan dengan bobot awal 732±66,74 g dan rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas ransum P0 (ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%), P2 (ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%), P3 (ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%), P4 (ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%), P5 (ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30%), P6 (ransum kulit raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan kering (g/ekor/hari) P0: 60,81; P1: 61,64; P2: 62,68; P3: 60,35; P4: 59,09; P5: 58,14; dan P6 : 57,31. Rataan kecernaan bahan organik (g/ekor/hari) P0: 66,69; P1: 66,71; P2: 68,89; P3: 66,17; P4: 63,83; P5: 63,70; dan P6: 63,63. Kecernaan bahan kering dan bahan organik (BK dan BO) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa kulit pisang raja yang telah difermentasi dengan MOL dapat dimanfaatkan maksimum sampai level 30% sebagai bahan pakan kelinci Rex jantan lepas sapih.

(5)

ABSTRACT

JULIUS SYAH PUTRA GINTING, 2014. “Digestibility feed to pellets contain banana peel fermentation with Local Microorganism and Trichoderma harzianum to rex rabbit male weaning. Under supervisied by TRI HESTI WAHYUNI and ARMYN HAKIM DAULAY.

Utilization of Raja banana peel can be maximized by fermentation method. The objective of research was to determine the effect of utilization fermented raja banana peel in rations of weaning males rex rabbit. The research had been conducted in the Laboratory of Animal Biology Livestock Studies Program, Agriculture faculty of North Sumatera University from Agustust 2013 until November 2013. This research was used 21 Rex rabbit, mutual average body weights 732±66,74 g. The design was used completely randomized design with 7 treatments and 3 replications. The treatments were consist of ration P0 (complete feed Raja banana peel without fermentation 45%), P1 (complete feed Raja banana peel fermented by MOL 15%), P2 (complete feed Raja banana peel fermented by MOL 30%), P3 (complete feed Raja banana peel femented by MOL 45%), P4 (complete feed Raja banana peel fermented by Trichoderma harzianum 15%), P5 (complete feed Raja banana peel fermented by Trichoderma harzianum 30%), P6 (complete feed Raja banana peel fermented by Trichoderma harzianum 45%).

The results showed the average dry matter digestibility (g/head/day) P0: 60,81; P1: 61,64; P2: 62,68; P3: 60,35; P4: 59,09; P5: 58,14; and P6: 57,31 respectively. Average organic matter digestibility (g/head/day) P0: 66,69; P1: 66,71; P2: 68,89; P3: 66,17; P4: 63,83; P5: 63,70; and P6: 63,63, respectively. Digestibility of dry matter and organic matter showed very significant different effect (P<0,01).

The conclutions showed that fermented Raja banana peel by MOL can be used maximum until level 30% in ration of rex rabbit males weaning.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pancur Batu pada tanggal 14 Juli 1991 dari Ayah Umur Ginting dan Ibu Damai Br Bangun. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pancur Batu dan pada tahun yang sama penulis masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasisiwa Peternakan (IMAPET). Selain itu penulis pernah menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP). Penulis juga pernah menjadi anggota Pekan Olahraga dan Seni Peternakan (PORSIPET) pada tahun 2011. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di desa Situnggaling Kecamatan Merek, Kabupaten Karo dimulai dari bulan Juli sampai dengan September 2012.

 

 

 

 

 

 

 

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Judul dari skripsi ini adalah “Kecernaan Kulit Pisang Raja Difermentasi Mikroorganisme Lokal Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”.

Penulis tidak lupa mengucapkan terimaksih kepada orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Tri Hesti Wahyuni M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir.Armyn Hakim Daulay, MBA selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan dalam penulisan skripsi ini.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada civitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

 

 

 

 

 

 

(8)

DAFTAR ISI

Kebutuhan Nutrisi Ternak Kelinci. ... 7

Sistem Pencernaan Kelinci. ... 8

Potensi Kulit Pisang Sebagai Pakan Ternak ... 9

Fermentasi ... ... 10

MOL (Mikroorganisme Lokal) ... 11

Rhizopus sp ... ... 11

Saccharomyces sp.... ... 11

Lactobacillus sp... ... 12

(9)

Teknologi Pengelolahan Pakan Berbentuk Pelet ... .. 14

Pakan Penyusun Pelet ... 16

Kulit pisang ... 16

Bungkil Inti Sawit... ... 16

Bungkil Kelapa... ... 16

Bungkil Kedelai ... 17

Dedak Padi... 17

Tepung Ikan ... 18

Mineral ... 18

Garam ... 19

Molases ... 19

Konsumsi Ransum ... 20

Kecernaan Bahan Pakan ... 21

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

Bahan dan Alat Penelitian ... 22

Bahan ... 22

Alat ... 22

Metode Penelitian ... 23

Analisis Data ... 24

Parameter Penelitian... ... 25

Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik) ... 25

Kecernaan Bahan Kering... ... 25

Kecernaan Bahan Organik... ... 26

(10)

Persiapan Kandang dan Peralatan.... ... 26

Pemilihan ternak... ... 26

Penyusunan Pakan dalam Bentuk Pelet ... 27

Pemberian Pakan dan Air Minum ... 27

Pemberian Obat-obatan ... 28

Metode Pengambilan Sampel ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering... 30

Konsumsi Bahan Organik... 31

Kecernaan Bahan Kering…... 32

Kecernaan Bahan Organik……….. 35

Rekapitulasi………. 38

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 40

Saran... 40

DAFTAR PUSTAKA... 41

(11)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal.

1. Kebutuhan Ransum Kelinci Lepas Sapih ... 8

2. Kandungan Nutrisi Kulit Pisang ... 16

3. Komposisi Nutrisi Bungkil Inti Sawit ... 16

4. Komposisi Nutrisi Bungkil Kelapa ... 17

5. Komposisi Nutrisi Bungkil Kedelai ... 17

5. Kandungan Nutrisi Dedak Padi ... 18

6. Kandungan Nutrisi Tepung Ikan ... 18

7. Kandungan Nutrisi Molases ... 20

8. Rataan konsumsi BK pada kelinci Rex jantan... 30

9. Rataan konsumsi BO pada kelinci Rex jantan... 31

10. Rataan kecernaan BK selama penelitian………... 32

11. Analisis kecernaan kulit pisang raja fermentasi Mikroorganisme Lokal(MOL) dan Trichoderma harzianum terhadap kecernaan BK... 33

12. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap kecernaan BK... 34

13. Rataan kecernaan BO selama penelitian………... 35

14. Analisis kecernaan kulit pisang fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum terhadap kecernaan BO………..………... 36

15.Pembanding uji ortogonal kontras terhadap kecernaan BO……… 37

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Rataan konsumsi bahan kering pada kelinci Rex jantan (g/ekor/hari) ... 44

2. Rataan konsumsi bahan organik pada kelinci Rex jantan (g/ekor/hari) ... 44

3. Rataan kecernaan bahan kering pada kelinci Rex jantan ... 45

4. Analisis ragam kecernaan bahan kering feses kelinci Rex (%) ... 45

5. Uji Ortogonal Kontras bahan kering kelinci Rex jantan ... 45

6. Rataan kecernaan bahan organik pada kelinci Rex jantan (%)………... 46

7. Analisis ragam kecernaan bahan organik feses kelinci Rex jantan (%)…... 46

8. Uji Ortogonal Kontras bahan kering kelinci Rex jantan lepas sapih….…. 47

(13)

ABSTRAK

JULIUS SYAH PUTRA GINTING, 2014. “Kecernaan Pakan Berbentuk Pelet Mengandung Kulit Pisang Raja Fermentasi Dengan Mikroorganisme Lokal Dibandingkan Dengan Trichoderma harzianum Pada Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih” dibimbing oleh TRI HESTI WAHYUNI dan ARMYN HAKIM DAULAY.

Pemanfaatan kulit pisang raja perlu dimaksimalisasi dengan perlakuan fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji level penggunaan kulit pisang raja yang difermentasi dalam pakan kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara selama 3 bulan, dimulai bulan Agustus 2013-November 2013. Penelitian ini menggunakan 21 ekor kelinci Rex jantan dengan bobot awal 732±66,74 g dan rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas ransum P0 (ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%), P2 (ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%), P3 (ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%), P4 (ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%), P5 (ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30%), P6 (ransum kulit raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kecernaan bahan kering (g/ekor/hari) P0: 60,81; P1: 61,64; P2: 62,68; P3: 60,35; P4: 59,09; P5: 58,14; dan P6 : 57,31. Rataan kecernaan bahan organik (g/ekor/hari) P0: 66,69; P1: 66,71; P2: 68,89; P3: 66,17; P4: 63,83; P5: 63,70; dan P6: 63,63. Kecernaan bahan kering dan bahan organik (BK dan BO) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa kulit pisang raja yang telah difermentasi dengan MOL dapat dimanfaatkan maksimum sampai level 30% sebagai bahan pakan kelinci Rex jantan lepas sapih.

(14)

ABSTRACT

JULIUS SYAH PUTRA GINTING, 2014. “Digestibility feed to pellets contain banana peel fermentation with Local Microorganism and Trichoderma harzianum to rex rabbit male weaning. Under supervisied by TRI HESTI WAHYUNI and ARMYN HAKIM DAULAY.

Utilization of Raja banana peel can be maximized by fermentation method. The objective of research was to determine the effect of utilization fermented raja banana peel in rations of weaning males rex rabbit. The research had been conducted in the Laboratory of Animal Biology Livestock Studies Program, Agriculture faculty of North Sumatera University from Agustust 2013 until November 2013. This research was used 21 Rex rabbit, mutual average body weights 732±66,74 g. The design was used completely randomized design with 7 treatments and 3 replications. The treatments were consist of ration P0 (complete feed Raja banana peel without fermentation 45%), P1 (complete feed Raja banana peel fermented by MOL 15%), P2 (complete feed Raja banana peel fermented by MOL 30%), P3 (complete feed Raja banana peel femented by MOL 45%), P4 (complete feed Raja banana peel fermented by Trichoderma harzianum 15%), P5 (complete feed Raja banana peel fermented by Trichoderma harzianum 30%), P6 (complete feed Raja banana peel fermented by Trichoderma harzianum 45%).

The results showed the average dry matter digestibility (g/head/day) P0: 60,81; P1: 61,64; P2: 62,68; P3: 60,35; P4: 59,09; P5: 58,14; and P6: 57,31 respectively. Average organic matter digestibility (g/head/day) P0: 66,69; P1: 66,71; P2: 68,89; P3: 66,17; P4: 63,83; P5: 63,70; and P6: 63,63, respectively. Digestibility of dry matter and organic matter showed very significant different effect (P<0,01).

The conclutions showed that fermented Raja banana peel by MOL can be used maximum until level 30% in ration of rex rabbit males weaning.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak merupakan komponen penting dalam suatu sistem usaha tani di berbagai tempat di Indonesia. Walaupun kebutuhan hidup pokok bagi keluarga petani dipenuhi oleh tanaman pangan, namun produk ternak sering kali merupakan suatu yang penting bagi petani untuk bisa memperoleh uang tunai, tabungan modal, penyediaan pupuk kandang dan tenaga hewan tarik, serta merupakan bahan makanan berkualitas tinggi bagi anggota rumah tangga.

Ternak kelinci adalah komoditas peternakan yang dapat menghasilkan daging berkualitas tinggi dengan kandungan protein yang tinggi pula. Ternak kelinci memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: 4-6 kali setiap tahunnya dalam menghasilkan 4-12 anak setiap kelahiran. Daging kelinci mengandung kolesterol jauh lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi tetapi kandungan proteinnya lebih tinggi. Kadar kolesterol daging kelinci sekitar 164 mg/100 g, sedangkan kadar kolesterol daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi berkisar 220-250 mg/100 g daging. Kandungan protein daging kelinci mencapai 21%, sementara kandungan protein ternak lainnya hanya 12-20%. Untuk menghasilkan daging yang berkualitas baik maka peternak harus memperhatikan pakan pakan yang baik juga, karena pakan merupakan bagian terpenting dalam suatu pemeliharaan ternak. (Masanto dan Agus, 2010).

(16)

pakan yang rendah akan mengakibatkan produksi ternak menjadi rendah. Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan membuka wawasan untuk memanfaatkan hasil samping limbah dan perkebunan menjadi pakan ternak yang bermutu tinggi serta ekonomis serta tidak bersifat kompetitif dengan bahan makanan untuk manusia. Akan tetapi saat ini pakan sangat sulit untuk diperoleh dalam jumlah yang banyak. Untuk itu dilakukan alternatif pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai pakan ternak (Anggorodi, 1990).

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya yaitu kira-kira sepertiga dari buah pisang yang belum di kupas. Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara optimal tetapi kebanyakan dibuang sebagai sampah, padahal kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan gizinya yang cukup baik.

(17)

Fermentasi yang sangat sederhana dan harganya murah adalah Mikroba lokal. Selain Mikroba lokal ada juga bahan fermentator yang sering digunakan oleh para peneliti yaitu Trichoderma. Fungi jenis ini mempunyai potensi untuk mendegradasi selulosa. Selulosa dari tanaman dapat berperan sebagai bahan penghasil bioetanol alami dari alam yaitu dari kulit kayu.

Pakan dalam bentuk pelet memiliki beberapa kelebihan yakni: dapat meningkatkan selera makan / palabilitas, pemborosan ransum akibat tumpah / terbuang dapat ditekan, dapat mengefisienkan formula ransum karena setiap butiran pelet mengandung nutrisi yang sama, ternak tidak diberi kesempatan untuk memilih-milih makanan yang disukai (Khalil,1999).

Atas dasar pemikiran inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang pemanfaatan kulit pisang raja difermentasi Mikroorganisme lokal dan Trichorderma harzianum yang dijadikan pelet sebagai pakan ternak terhadap performans kelinci Rex lepas sapih.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal (MOL) dan Trichorderma harzianum untuk pakan pelet terhadap kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci Rex jantan lepas sapih.

Hipotesis Penelitian

(18)

meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organik kelinci Rex jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Kelinci

Dalam meningkatkan gizi masyarakat, pemerintah antara lain berusaha memasyarakatkan ternak kelinci terutama didaerah rawan gizi dan padat penduduk. Tenak kelinci cukup potensial untuk dikembangkan karena cepat berkembang biak dan mampu memanfaatkan hijauan dengan sedikit konsentrat. Keberhasilan usaha ini perlu ditunjang dengan penelitian berbagai aspek pemeliharaannya dan disesuaikan dengan kondisi setempat. Di Indonesia ada beberapa jenis kelinci unggul seperti New Zealand White, Californian yang didatangkan dari belanda. Peternak di Indonesia belum banyak mengenal berbagai bangsa atau varietas kelinci sehingga perlu diadakan pengenalan terhadap bangsa-bangsa kelinci (Nugroho, 1982).

Bangsa kelinci mempunyai klasifikasi taksoni sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Filum: Chordata, Subfilum: Vertebrata, Kelas: Mamalia, Ordo: Lagomorpha, Famili: Leporidae, Subfamili: Leporine, Genus: Lepus Orictolagus, Spesies: Lepes spp, Orictolagus spp (Susilorini, 2008).

(20)

Temperatur ideal didalam kandang kelinci berkisar 15-16ºC. meskipun demikian, pada temperatur antara 10-30ºC ternak kelinci masih dapat hidup dan berkembang biak dengan baik. Pada temperatur yang sangat rendah di bawah 10ºC ternak kelinci berusaha untuk mengkonsumsi pakan yang lebih banyak sehingga berakibat “over consumption”. Anak–anak kelinci yang dilahirkan pada suhu dibawah optimal mengalami kelainan ginjal (diatas 30ºC) terutama kelinci jenis New Zealand White menunjukkan kesulitan bernapas (panting) fertilitas pejantan menurun. Temperatur diatas 30ºC mempunyai efek negatif terhadap fertilitas (kualitas semen jantan rendah) dan meningkatkan kematian embrio dini. Sedangkan pada temperatur dibawah 10ºC menyebabkan meningkatnya biaya pakan untuk setiap perekor kelinci yang dipelihara (Kartadisastra, 1997).

Karakteristik Kelinci Rex

(21)

Pakan Ternak Kelinci

Pakan bagi ternak sangat besar perananya. Pemberian pakan yang seimbang diharapkan dapat memberi produksi yang tinggi. Pakan yang diberikan hendaknya memberi persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi, 1990).

Pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan efesiensi produktivitas, karena makanan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam dunia usaha peternakan. Oleh karena itu kelinci harus diberi ransum yang memadai sesuai dengan kebutuhannya (Anggorodi, 1995).

Makanan kelinci yang baik adalah yang terdiri dari sayuran hijau, jerami, biji-bijian, umbi dan konsentrat. Makanan hijau yang diberikan antara lain semacam rumput lapangan, limbah sayuran seperti kangkung dan wortel, dan daun papaya, daun alas, ampas teh dan lain-lain. Sayuran hijau yang akan diberikan pada kelinci ini kalau bisa telah dilayukan dan jangan dalam keaadan segar. Proses pelayuan selain juga untuk mempertinggi kadar serat kasar, juga untuk menghilangkan getah atau racun yang dapat menimbulkan kejang-kejang atau mencret (Kristanto, 1998).

(22)

Kebutuhan Nutrisi Ternak Kelinci

Kandungan nutrisi yang terkandung didalam pakan kelinci yakni sebagai berikut: air (maksimal 12%), protein (12-18%), lemak (maksimal 4%), serat kasar (maksimal 14%), kalsium (1,36%), fosfor (0,7-0,9%). Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara secara ekstensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80% dan sisanya menggunakan hijauan sebesar 40% (Masanto dan Agus, 2010).

Menurut Aksi Agraris Kanisius (1980) standar kebutuhan pakan ternak kelinci pedaging adalah protein 15-19%, serat kasar: 11-14%, lemak: 2,5-4%, vitamin A: 10.000 IU/kg, kalsium 0,9-1,5%, energi sebesar 2005-2009 Kkal/kg. Menurut Prawirokusumo (1990) kebutuhan pakan kelinci minimum yaitu protein: 12%, serat kasar: 11% dan lemak 2%, kelinci umur 2-4 bulan mengkonsumsi pakan dengan kandungan serat kasar diatas 17% akan memperlambat pencapaina bobot badan. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih umur 2-4 bulan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih

No Nutrisi Jumlah 1 Protein 12-19% 2 Lemak 2-4% 3 Serat Kasar 11-14%

4 Energi 2005-2900 Kkal/kg 5 Calsium 0.9-1,5%

6 Phospor 0,7-0,9% 7 Air 12%

(23)

Sistem Pencernaan Kelinci

Kelinci merupakan ternak pseudo-ruminant yaitu herbivora yang tidak dapat mencerna serat kasar secara baik. Sistem pencernaan kelinci yang sederhana dengan caecum dan usus yang besar memungkinkan kelinci untuk memakan dan memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput, dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri disaluran cerna bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci memfermentasikan pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi terjadi di caecum (bagian pertama usus besar), kurang lebih merupakan 50% dari seluruh kapasistas saluran pencernaanya Sarwono (2001). Kemampuan kelinci mencerna serat kasar dan lemak bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu.

Kelinci mempunyai kebiasaan cropophagy yaitu memakan kotoran lunak yang berbentuk pelet langsung dari anusnya. Feses ini berwarna hijau muda dan lembek. Kegiatan ini selalu dilakukan oleh kelinci muda umur 3 minggu pada waktu malam menjelang pagi. Hal ini merupakan akibat dari fermentasi caecum yang menghasilkan banyak vitamin B, asam amino esensial dan mengeluarkan serat kasar yang telah dicerna lebih lanjut, serta nutrisi yang lainnya (Blakely, 1998).

Potensi Kulit Pisang Sebagai Pakan Ternak

Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: Divisi: Spermatophyta, Sub divisi: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae,

(24)

tanaman lainya pun dapat dimananfaatkan, mulai dari bonggol sampai daun. Termasuk kulit pisang juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak (Suyanti, 1990).

Varietas pisang yang terbesar di Indonesia begitu banyak jumlahnya. Demikian halnya dengan kulitnya. Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada yang berwarna kuning berbintik coklat (pisang raja bulu), ada juga yang berkulit tipis berwarna kuning kecoklatan (pisang raja sore) yang sangat cocok sekali dimanfaatkan sebagai pakan ternak (Widyastuti, 1993).

Kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak seperti kambing, babi, kelinci, kuda dan lain-lainya. Hal ini disebabkan karena nilai gizi kulit pisang cukup baik. Untuk diberikan kepada ternak, kulit pisang perlu diiris-iris kecil-kecil, kemudian dicampur dengan bahan pakan seperti bekatul, tepung ikan, tepung jagung dan lain-lain. Pencampuran tersebut dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan gizi ternak (Munadjim, 1988).

Fermentasi

Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai alah satu cara pengelolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat didalam bahan bakunya (Tjitjah, 1997).

(25)

penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim–enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring et al., 2006).

Mol (Mikroorganisme Lokal)

Rhizhopus sp

Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adlah memiiki hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp yang disebut stolon menyebar diatas substratnya karena aktivitas dari hifa vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak sporangiofor yang bertangkai. Sporangiofor ini biasanya dipisahkan dari hifa lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah

Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlethwait dan Hopson, 2006).

(26)

dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).

Saccharomyces sp

Saccharomyces sp merupakan genus yang memiliki kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat berkembang biak, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton, mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-300C. Beberapa spesies yang termasuk dalam genus ini diantaranya yaitu Saccharomyces cerevisiae, Saccharomyces boullardii, dan Saccharomyces uvarum (http://id.wikipedia.org, Mei 2013).

Lactobacillus sp

(27)

dapat ditemukan didalam vagina dan sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari Lactobacillus memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk industri pembuatan yoghurt, keju, sauerkraut, acar, bir, anggur (minuman), cuka kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan “kultur awal” yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. Casei dan L. Brevis, adalah dua dari sekian banyak organisme yang membusukkan bir. Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat (http://id.wikipedia.org, Mei 2013).

MOL (Mikroorganisme Lokal)

Mikroorganisme Lokal merupakan salah satu cara pengembangbiakan mikroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Bahan pembuat MOL ini antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe, yoghurt.

(28)

a. Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids yang kemudian akan menjadi asam amino.

b. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air.

c. Sifat lipolitik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak.

Pembuatan MOL menggunakan beberapa bahan antara lain air sumur, air tebu, ragi tape, ragi tempe dan yoghurt. Semuanya dimasukkan ke galon, lubangnya ditutup dengan kantong plastik ukuran 1 kg dan dibiarkan selama 3 hari. Guna ditutup dengan kantong plastik adalah untuk mendapatkan indikasi apakah mikroorganisme yang akan diaktifkan bekerja, bila kantong plastik menggelembung, berarti terjadi reaksi positif dari mikroorganisme dalam tahapan MOL (Takakura Method, 2009).

Trichoderma

Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagai

berikut: Kingdom: Fungi, Phylum: Ascomycota, Class: Ascomycetes, Subclass: Hypocreomycetidae, Ordo: Hypocreales, Family: Hypcreaceae, Genus: Trichoderma, Species: T. Harzianum, T. Pseudokoningii dan T. Viridae

(29)

selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa. Trichoderma spp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002).

Beberapa ciri morfologi fungi Trichoderma harzianum yang menonjol antara lain koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur dan pertumbuhannya cepat (fast grower) (Harman, 2002).

Teknologi Pengolahan Pakan berbentuk Pelet

Pada dasarnya, pelet dibuat untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci sacara instan, artinya hanya dengan satu jenis pakan (pelet) semua kebutuhan kelinci terpenuhi, sehingga kita tidak perlu lagi menyediakan bermacm-macam jenis pakan. Aturan dasar dalam membuat pelet adalah kandungan gizi. Jadi boleh terbuat dari apa pun selama gizi kelinci terpenuhi dan bahan yang digunakan aman (Masanto et al., 2010).

(30)

untuk membantu tingkat kekerasan pelet seperti yang diinginkan (Ranjhnan, 2001).

Pelet kelinci sampai saat ini masih menjadi masalah bagi peternak kelinci, sampai sekarang belum ada pabrik khusus yang menyediakan pelet kelinci. Kalau ada, hanya pabrikan skala kecil di daerah tertentu yang dikenal sebagai sentra produksi kelinci seperti di Lembang, Bogor, Klaten dan Malang. Pelet ini sangat penting bagi para peternak, khususnya ketika musim kemarau tiba, dimana rumput berkualitas sulit didapatkan. Pelet khusus untuk kelinci sangat penting, karena dengan begitu seorang peternak bisa menimbun untuk jangka waktu lama ini membuat arus khas keuangan untuk biaya ternak juga bisa diatur lebih mudah. Saat kelinci terjual, secara otomatis sebagian dari uangnya dibelikan untuk pakan kelinci hingga sebulan penuh (Prawirokusumo,1990).

Pakan Penyusun Pelet

Kulit Pisang Raja

(31)

Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit pisang Raja (% BK)

Energi Metabolisme (Kkal/kg) 3159

Laboratorium Nutrisi pakan Ternak IPB Bogor (2000)

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan proses rekstaksi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Devendra, 1997). Komposisi nutrisi bungkil inti sawit dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit

Nutrisi Kandungan Energi Metabolis (Kkal/kg) 28,10

Protein Kasar (%) 15,40

Lemak Kasar (%) 6,49

Serat Kasar (%) 9

Abu (%) 5,18

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian USU

(2000).

Bungkil Kelapa

(32)

Tabel 4. Komposisi nutrisi bungkil kelapa (%)

Nutrisi Kandungan

Energi metabolis (Kkal/kg) 1540

protein kasar (%) 18,56

Lemak kasar (%) 1,8

Serat kasar (%) 15

Abu (%) 11,7

Sumber : Siregar (2009) Hartadi (1997).

Bungkil Kedelai

Bungkil kedalai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung didalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak, pemanasan dan penggilingan (Anggorodi, 1995). Kandungan nutrisi kandungan kedelai tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kedelai

Nutrisi Kandungan

(33)

unggas. Dedak cukup mengandung energi dan protein dan kaya akan vitamin (Rasyaf, 1989). Kandungan nutrisi dedak padi dapat di lihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan nutrisi dedak padi

Uraian Jumlah kandungan

Protein Kasar (%) 13,3a

Lemak Kasar (%) 7,2a

Serat Kasar(%) 13,5b

Kalsium (%) 0,07a

Posfor (%) 1,61a

Energi Metabolisme (kkal/kg) 2850a

Sumber: a. Hartadi et al (1997)

b. Laboratorium Ilmu Nutrisi da Pakan Ternak FP USU (2000)

Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan sumber protein utama, karena bahan ransum tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dan teristemewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik. Tepung ikan mudah busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar (Anggorodi, 1995). Komposisi nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Komposisi nutrisi tepung ikan (%)

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 2565

Protein kasar (%) 55

Lemak kasar (%) 8

Serat kasar (%) 1

Abu (%) 11,7

(34)

Mineral

Mineral merupakan nutrisi yang esensial selalu digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong esesnsial untuk ternak ruminansia. Agar pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan 15 jenis mineral esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg, Na, Cl, dan S. Jenis mikroba ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral esensial langka yaitu I, Mo, Co, dan Se ( Siregar, 2008).

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain

berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas. Garam

berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defesiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang, dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

(35)

Molases

Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Kandungan nutrisi pada molases dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan nutisi pada molases

Kandungan Zat Nilai gizi

Bahan Kering 67,5 Total digestible nutriens (TDN) 56,7

Sumber: a. Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, program Studi Peternakan,Fakultas pertanian,

USU Medan (2000)

Konsumsi Ransum

Konsumsi (Voluntary Feed Intake) adalah jumlah makanan yang dapat dikonsumsi oleh hewan, bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Menurut Smith dan Mangoewidjojo (1988) seekor kelinci dalam satu hari sekurangnya memakan 1 kg dedaunan.

(36)

aktifitas serta untuk mengetahui standar konsumsi ransum dalam pertambahan bobot badan yang diukur selama seminggu.

Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian (Anggorodi, 1995).

Kecernaan Bahan Pakan

Kecernaan pakan adalah bagian pakan yang tidak diekskresikan dalam feses dan selanjutnya dapat diasumsikan sebagai bagian yang diserap oleh ternak. Selisih antara nutrien yang dikandung dalam bahan makanan dengan nutrien yang ada dalam feses merupakan bagian nutrien yang dicerna. Kecernaan merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrien yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan yang terkandung dalam feses. Nutrien yang tidak terdapat dalam feses diasumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap McDonald et al., (2002) menyatakan bahwa kecernaan suatu pakan didefinisikan sebagai bagian dari pakan yang tidak diekskresikan melalui feses dan diasumsikan bagian tersebut diserap oleh ternak.

(37)
(38)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini

berlangsung selama 3 bulan dimulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kelinci Rex jantan lepas sapih sebanyak 21 ekor dengan bobot awal 732 ± 66,74 g. Bahan pakan yang terdiri dari kulit pisang, dan konsentrat terdiri dari tepung ikan, bungkil kedelai, dedak padi, molases mineral mix, bungkil kelapa, tepung ikan dan garam. Bahan pakan dan konsentrat diolah menjadi pakan bentuk pelet. Rodalon sebagai desinfektan dan air minum yang diberikan secara ad libitum serta obat–obatan seperti obat cacing (kalbazen) dan anti bloat untuk obat gembung.

Alat

(39)

sebagai alat pembersih kandang, terpal plastik sebagai alas untuk menyusun pelet, kardus sebagai tempat penyimpanan bahan untuk pelet.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara experimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan yang sama. Adapun perlakuan tersebut sebagai berikut:

P0: ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%

P1:ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%

P2: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%

P3: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%

P4: ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%

P5: ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30%

P6: ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%

Setiap percobaan diulang sebanyak tiga kali, dengan demikian terdapat sebanyak 21 petak percobaan dan ransum yang diberikan dalam bentuk pelet.

Menurut Hanafiah (2003) linear untuk rancangan acak lengkap (RAL) adalah : Yij = + i + ij

(40)

j = 1, 2, 3 (ulangan)

 = Nilai tengah umum

I = Pengaruh dari perlakuan ke-i

ij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Analisis Data

Data yang diperoleh selama penelitian dari setiap perlakuan dianalisis dengan perbandingan linier ortogonal kontras sehingga diperoleh informasi perlakuan yang terbaik. Dari 7 perlakuan dapat disusun 6 pembanding linier ortogonal kontras sebagai berikut.

Perlakuan Keterangan P0 vs P1P2P3 Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%

dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL

P0 vs P4P5P6 Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45% dibandingkan dengan kulit pisang raja fermentasi Trichiderma harzianum

P1P2P3 vs P4P5P6 Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum

P1 vs P2P3 Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15% dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30% dan 45%

P0 vs P3P6 Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45% dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45% dan Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%

P4 vs P5P6 Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15% dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30% dan 45%

(41)

1. Jumlah koefisien pembanding sama dengan nol (∑ki = 0)

2. Jumlah perkalian koefisien dua pembanding sama dengan nol (∑ki ki = 0) 3. Jumlah kuadrat = ²

∑ ²

Qi = Jumlah perkalian koefisien pembanding dengan total tiap perlakuan R = Ulangan

∑ki = Kuadrat koefisien pembanding (Sastropsupadi, 1999). Sidik ragam

─ Bila F hit < F 0,05 : perlakuan tidak berbeda nyata (terimaH0/tolak H1). ─ Bila F hit ≥ F 0.05 : Perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1). ─ Bila F hit ≥ F 0,01 : perbedaan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H.

Parameter Penelitian

Konsumsi Pakan (Bahan Kering dan Bahan Organik)

(42)

Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

Kecernaan bahan kering didapatkan dengan cara mengurangi bahan kering konsumsi dengan bahan kering feses lalu dibagi dengan bahan kering konsumsi yang kemudian dikali seratus persen. Bahan kering konsumsi didasarkan pada hasil analisis proksimat dan bahan kering feses diukur dari hasil rata-rata pengukuran bahan kering feses selama tujuh hari terakhir selama penelitian. Koefisien cerna bahan kering dihitung dengan menggunakan rumus:

KcBK = (Konsumsi BK – Pengeluaran BK ) x 100% Konsumsi BK

Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Kecernaan bahan organik didapatkan dengan cara mengurangi bahan organik konsumsi dengan bahan organik feses lalu dibagi dengan bahan organik konsumsi yang kemudian dikali seratus persen. Bahan organik konsumsi didasarkan pada hasil analisis proksimat dan bahan organik feses diukur dari hasil rata-rata pengukuran bahan organik feses selama tujuh hari terakhir selama penelitian. Koefisien cerna bahan organik dihitung dengan menggunakan rumus:

(43)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm sebanyak 21 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci masuk dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan dengan menggunakan rodalon.

Pemilihan Ternak

Penyeleksian ternak kelinci yang akan digunakan sebagai objek penelitian melalui beberapa syarat sebagai berikut: ternak kelinci dalam keadaan sehat, lincah, tidak cacat dilihat dari bentuk kaki yang lurus dan lincah, ekor melengkung keatas lurus merapat kebagian luar mengikuti tulang punggung, telinga lurus keatas, mata jernih dan bulu mengkilat. Sebelum kelinci dimasukkan kedalam kandang, dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot badan awal dari masing-masing kelinci kemudian dilakukan random (pengacak) yang bertujuan memperkecil nilai keragaman. Lalu kelinci dimasukkan kedalam sebanyak 1 ekor per unit penelitian.

Penyusunan Pakan Dalam BentukPelet

(44)

formulasi pelet yang teleh sesuai dengan level perlakuan. Untuk menghindari ketengikan, pencampuran konsentrat dilakukan satu kali dalam dua minggu.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan adalah pakan komplit berbentuk pelet sesuai dengan perlakuan P0: ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%, P1: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%, P2: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%, P3: ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45%, P4: ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%, P5: ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30%, P6: ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%.

Pakan diberikan pada pagi hari pada pukul 08.00 WIB. Sisa pakan ditimbang pada waktu pagi hari keesokan harinya sesaat sebelum ternak diberi makan kembali untuk mengetahui konsumsi ternak tersebut. Sebelum dilaksanakan peneliti diberikan waktu untuk beradaptasi selama 10 hari sedikit demi sedikit. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum, air diganti setiap harinya dan tempat minum dicuci bersih.

Pemberian Obat-obatan

(45)

Metode Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada minggu terakhir dari setiap periode. Pengumpulan total feses dilakukan setiap hari selama satu minggu dimana berat feses ditimbang setiap hari. Dengan cara sebagai berikut :

1. Diambil sampel feses dilakukan setiap pukul 15.00 WIB dengan cara mengoleksi total feses yang diekskresikan setiap hari (24 jam) kemudian ditampung dalam tempat penampungan.

2. Ditampung feses didalam plastik, diikat, dan diberi label sesuai perlakuan. 3. Disimpan feses setiap perlakuan didalam freezer selama kolekting.

4. Ditimbang feses untuk mengetahui berat totalnya. 5. Dihomogenkan feses dengan cara diaduk hingga merata.

6. Dimasukkan feses kedalam oven dengan suhu 60oCselama 24 jam. 7. Diambil 10 % dari berat total feses dan digiling.

8. Dimasukkan sampel 10 % feses setiap perlakuan kedalam oven dengan suhu 105oCselama 24 jam untuk kecernaan bahan kering.

9. Dimasukkan sampel 10 % feses setiap perlakuan kedalam tanur dengan suhu 500oCselama 24 jam untuk mendapatkan kadar abu.

10.Dilakukan analisis proksimat pada feses di Laboratorium. Pengambilan data konsumsi pakan sebagai berikut:

(46)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Bahan Kering

Konsumsi bahan kering kelinci Rex jantan lepas sapih dihitung dari total konsumsi ransum yang diberikan dan dihitung berdasarkan kandungan bahan keringnya. Pengambilan data konsumsi bahan kering diambil selama 7 hari terakhir dari masa pemeliharaan kelinci Rex jantan. Data konsumsi bahan kering kelinci Rex jantan disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan konsumsi bahan kering pakan pada kelinci Rex jantan (g/ekor/hari)

(47)

Hal ini menggambarkan bahwa ternak kelinci Rex jantan menyukai kulit pisang raja difermentasi MOL pada level 30%. Ini tampak dari data bahwa semakin tinggi level yang diberikan, semakin rendah pula konsumsi bahan kering yang ditunjukkan. Perbedaan konsumsi bahan kering ini juga

dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williamson dan Payne (1993), yang menyatakan bahwa pengukuran konsumsi

pakan dipengaruhi oleh perbedaan ternak, dan palatabilias pakan. Konsumsi pakan juga mempunyai hubungan dengan kebutuhan energi ternak yang sering menyebabkan konsumsi pakan ternak menjadi berbeda.

Konsumsi Bahan Organik

Konsumsi bahan organik diperoleh dengan mengalikan konsumsi ransum dengan kandungan bahan kering dan bahan organik yang diperoleh dari data analisis di laboratorium. Data rataan konsumsi bahan organik dapat dilihat pada Tabel 9.

(48)

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa konsumsi bahan organik tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (kulit pisang raja difermentasi MOL 30%) sebesar 123,95 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi bahan kering terendah terdapat pada perlakuan P6 (kulit pisang raja difermentasi Trichoderma harzianum 45%) sebesar 92,35.

Secara pengamatan dapat diketahui bahwa pemberian berbagai level kulit pisang raja yang difermentasi memberikan hasil yang sejalan dengan konsumsi bahan kering kelinci Rex jantan dimana konsumsinya menurun seiring meningkatnya level pemberian kulit pisang raja fermentasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kamal (1994), yang menyatakan bahwa konsumsi bahan kering memiliki hubungan searah dengan konsumsi bahan organik yaitu apabila konsumsi bahan kering tinggi maka dapat meningkatkan konsumsi bahan organik juga tinggi.bahan kering terdiri dari bahan organik berbanding lurus dengan besarnya konsumsi bahan kering.

Kecernaan Bahan Kering (KcBK)

(49)

Tabel 10. Rataan kecernaan BK pakan kelinci Rex jantan selama 7 hari (%) Perlakuan

Ulangan

Rataan ± sd

U1 U2 U3

P0 60,85 60,63 60,95 60,81±0.17

P1 61,66 61,39 61,87 61,64±0.24

P2 63,31 62,59 62,14 62,68±0.59

P3 60,30 60,16 60,57 60,35±0.21

P4 59,13 59,12 59,03 59,09±0.05

P5 - 57,87 58,41 58,14±0.38

P6 60,85 - 60,95 57,31±0.93

Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa tingkat konsumsi rataan yang terbesar adalah pada perlakuan P2 (ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%) yaitu sebesar 62,68 dan terkecil adalah perlakuan P6 (ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%) yaitu sebesar 57,31. Nilai kecernaan bahan kering yang diperoleh pada penelitian ini bisa dikatakan sedang karena nilainya berada diatas 50% dan dibawah 70%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harahap (2011), yang menyatakan bahwa tingkat kecernaan akan menentukan seberapa besar gizi yang terkandung dalam bahan pakan secara potensial dapat dimanfaatkan untuk produksi ternak. Kecernaan nutrisi tinggi bila nilainya 70% dan rendah bila nilainya lebih kecil dari 50%.

(50)

Tabel 11. Analisis kecernaan kulit pisang raja fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum terhadap kecernaan BK pakan pada kelinci Rex jantan SK DB JK KT F Hit 

F tabel 

0,05 0,01 Perlakuan 6,00 54,75 9,12 64,99** 2,85 4,45 Galat 14,00 1,97 0,14

Total 20,00 56,71

Keterangan**= sangat nyata

Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa pemberian kulit pisang raja fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kecernaan bahan kering kelinci Rex jantan lepas sapih, hal ini disebabkan oleh ransum yang diberikan kepada ternak kelinci memiliki kandungan nutrisi yang lengkap, sehingga dapat meningkatkan daya cerna pakan itu sendiri dan yang mempengaruhi daya cerna tersebut adalah komposisi pakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tilman et al., (1991) yang menyatakan bahwa yang mempengaruhi daya cerna adalah konsumsi pakan dan pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap akan meningkatkan daya cerna pakan itu sendiri.

(51)

Tabel 12. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap kecernaan BK pakan

P0vsP36 6,2233* 4,60 8,86

P4 vs P56 2,9730tn 4,60 8,86

Keterangan**= sangat nyata

tn = tidak nyata

(52)

difermentasi dengan Trichoderma harzianum dengan level 45%. Pada perlakuan P4 ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15% tidak berbeda nyata dengan perlakuan P5 dan P6, diamana P5 dan P6 adalah ransum kulit pisang raja yang difermentasi mengguanakan Trichoderma harzianum dengan level 30% dan 45%. Dari hasil yang diperoleh bahwa fermentasi menggunakan MOL lebih meningkatkan daya cerna kelinci dikarenakan didalam MOL terdapat bakteri Lactobacillus sp yang baik dalam memfermentasi kulit pisang raja, sehingga hasil fermentasi memiliki bau, dan rasa yang harum. Hal ini sesuai dengan pernyataan Buckle (1987) yang menyatakan bahwa Lactobacillus sp mampu memfermentasi bahan berupa sayuran dan buah-buahan dengan baik.

Kecernaan Bahan Organik (KcBO)

Kecernaan bahan kering diperoleh dari konsumsi BO dikurang pengeluaran feses dalam bentuk BO dibagi dengan konsumsi BO dan dikali 100%.Dari hasil penelitian diperoleh rataan kecernaan bahan organik pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan kecernaan BO pakan kelinci Rex jantan selama 7 hari (%)

Perlakuan Ulangan Rataan ± sd

(53)

Dari Tabel 13 terlihat bahwa tingkat konsumsi rataan yang terbesar adalah pada perlakuan P2 (ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30%) yaitu sebesar 68,89 dan terkecil adalah perlakuan P6 (ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%) yaitu sebesar 63,63. Kecernaan bahan orgaanik yang berbeda sangat nyata disebabkan kecernaan bahan kering yang berbeda sangat nyata pula. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al (1998) yang menyatakan bahwa kecernaan bahan kering dan bahan organik saling berhubungan, disebabkan karena berdasarkan komposisi kimianya bahan pakan dibedakan menjadi bahan anorganik (abu) dan bahan organik.

Untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum dalam ransum terhadap KcBO kelinci selama penelitian ialah pada Tabel 14.

Tabel 14. Analisis kecernaan kulit raja pisang fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum terhadap kecernaan BO pakan pada kelinci Rex jantan

SK DB JK KT F Hit F table

0.05 0.01 Perlakuan 6,00 63,77 10,63 81,59** 2,85 4,45 Galat 14,00 1,82 0,13

Total 20,00 65,60

Keterangan**= sangat nyata

(54)

Tillman et al (1991) yang menyatakan bahwa sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit pisang raja fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum pada setiap perlakuan terrhadap kecernaan BK kelinci maka dilakukan uji ortogonal kontras yang tertera pada Tabel 15.

Tabel 15. Pembanding uji ortogonal kontras terhadap kecernaan BO pakan kelinci Rex jantan

SV F hitung F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 81,59** 2,85 4,45

P0 vs P123 0,6235tn 4,60 8,86

P0Vs P456 16,9059** 4,60 8,86

P123vs P456 48,0459** 4,60 8,86

P1 vs P23 1,1564tn 4,60 8,86

P0vsp36 5,4388* 4,60 8,86

P4 vs P56 0,0458tn 4,60 8,86

Keterangan**= sangat nyata

tn = tidak nyata

(55)
(56)

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rataan dari parameter yaitu : Konsumsi bahan kering, konsumsi bahan organik, kecernaan bahan kering dam kecernaan bahan organik hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Rekapitulasi hasil penelitian kelinci Rex jantan Perlakuan Konsumsi

P0 118,14±3,51 110,87±2,34 60,81±0,17 66,69±0,14 P1 114,38±3,94 107,42±1,46 61,64±0,24 66,71±0,26 P2 125,61±2,78 123,95±2,13 62,68±0,59 68,89±0,49 P3 114,59±2,82 108,57±1,20 60,35±0,21 66,17±0,16 P4 104,30±2,99 103,02±1,80 59,09±0,05 63,83±0,15 P5 100,04±2,46 99,13±1,67 58,14±0,38 63,70±1,01

P6 94,17±6,18 92,35±7,79 57,31±0,93 63,63±0,21

Pada Tabel 16 menunjukkan bahwa, ransum kulit pisang raja yang difermentasi dengan MOL dengan berbagai level pemberian (15%, 30% dan 45%) pada kelinci Rex jantan memberikan pengaruh sangat berbeda nyata dengan ransum kulit pisang raja yang difermentasi Trichoderma harzianum dengan level pemberian (15%, 30% dan 45%) pada kelinci Rex jantan terhadap konsumsi pakan (bahan kering dan bahan organik), kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik.

(57)
(58)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa ransum kulit pisang raja yang telah difermentasi dengan MOL dapat meningkatkan kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik kelinci Rex jantan lepas sapih, sedangkan ransum kulit pisang raja yang telah difermentasi dengan Trichoderma harzianum menurunkan kecernaan bahan kering dan bahan organik pakan pada kelinci Rex jantan lepas sapih.

Saran

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius., 1980. Pemeliharaan Kelinci. Kanisius, Yogyakarta. Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Anggorodi, R., 1995. Nutrisi Aneka Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Blakely, J dan Bade D.H., 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Buckle, K.A., Edward. R.A., Fleet, G.H., dan Wootton, M., (1987). Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Calvert, J., 1978. Commercial Rabbit Production. Ministry of Agriculture, Fisheries and food of The United Kingdom, London.

Devendra, C., 1997. Utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P. 16. Malaysian Agriculture and Research Development Institute Serdang, Malaysian.

Handajani, H., 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah, Malang.

Harahap, Y.P., 2011. Pelepah dan Daun Kelapa Sawit terfermentasi oleh Aspergilus niger dalam Konsentrat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum. Jurusan Peternakan –USU, Medan.

Hartadi, H. S., Reksohadiprodjo, A. D., Tillman, 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

Harman, G.E. 2002. Trichoderma spp., including T. harzianum, T. viride, T. koningii, T. hamatum and other spp. Deuteromycetes, Moniliales (asexual classification system). URL: http://www.nysaes.cornell.edu/ent/biocontrol/ pathogens/trichoderma.html [9 September 2009]

http://Wikipedia.org. Saccharomyces sp. (diakses pada tanggal 1 Mei 2013 pukul 21.00 wib). Medan.

Kamal, M., 1994. Nutrisi Ternak 1. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

(60)

Khalil., 1999. Khalil Kandungan Air dan Ukuran Partikel Terhadap Sifat Fisik Pakan: Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan dan Berat Jenis. Media Peternakan 22 (1) : 1-11.

Kristanto, K. dkk (ed). 1998. Ekonomi Pemasaran Dalam Pertanian. PT Gramedia; Jakarta.

Laboratorium Ilmu Nutrisi Dan Pakan Ternak, 2000. Hasil Analisa Dedak Padi. Program Studi Peternakan FP USU, Medan.

Laboratorium Nutrisi pakan Ternak, 2000. Hasil Analisa Kulit Pisang.IPB, Bogor. Masanto, R. dan Agus A., 2010. Beternak kelinci Potong. Penebar swadaya,

Jakarta.

McDonald, P.,R.A.Edward.,J.F.D. greenhalgh and C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition.6th Edition. Ashford Colours Press,Gosport.

Munadjim, 1983. Teknologi Pengelolahan Pisang. PT. Gramedia, Jakarta. Munadjim, 1988. Teknologi Pengelolahan Pisang. PT. Gramedia, Jakarta.

Nugroho, 1982. Beternak kelinci Secara Modern. Jilid 1, Edisi 1. Eka Offset, Semarang.

Parakkasi, A., 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart dan Winston. Texas.

Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.

Ranjhnan, S.K. 2001. Animal Nutrition in the Tropics. Fifth revised edition. Vikas Publishing house PVT LTD, India.

Rasyaf, M., 1989. Bahan Makanan Ternak di Indonesia. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Takakura Method. 2009. GuidelinesTraining On Compost: A. Sumatera Utara University Campus, Medan

Sarwono, B., 2001. Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.

(61)

Sembiring, I., Jacob, M dan Sitinjak, R., 2006. Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan Dalam Konsentrat Terhadap Persentase Bobot Non-Karkas Dan Income Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol. 2, No. 2 Agustus.

Siregar, S. B. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Siregar, A. 2009. Suplementasi Blok Multinutrisi Berbasis Hijauan Lapangan

Terhadap Kecernaan In Vivo Pada Domba Jantan, Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Smith, J dan S. Mangoewidjojo, 1988. Pemeliharaan, pembiakan dan penggunaan hewan percobaan di daerah tropis. Universitas Indonesia press, jakarta.. Sastropsupadi., 1999. Principles and Procedures of Statistics, A Biometrical

Approach. 2nd Edition, International Student Edition.

Sumoprastowo, R., M, 1985 Beternak Kelinci Idaman. Bhratara Karya Aksara, Jakarta

Susilorini, T. E., 2008. Budaya Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta. Suyanti, S., 1990. Budidaya Pengelolahan dan Prospek Pasar Pisang. Penerbit

Swadaya, Jakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo., 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Tjitjah, 1997. Fermentasi Onggok. Disertai S2 Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung.

Widyustuti, 1993. Mengenal Buah Unggul Indonesia. Penebar swadaya, Jakarta. Williamson G. And W. J. A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah

(62)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan konsumsi bahan kering pada kelinci Rex jantan (g/ekor/hari) Perlakuan ulangan Total Rataan±sd

U1 U2 U3

P0 118,72 114,37 121,33 354,42 118,14±3,51

P1 114,42 110,41 118,31 343,15 114,38±3,94

P2 122,47 127,75 126,62 376,85 125,61±2,78

P3 115,77 116,65 111,38 343,80 114,59±2,82

P4 106,67 105,30 100,94 312,91 104,30±2,99

P5 - 98,30 101,79 200,08 100.04±2,46

P6 89,80 - 98,55 188,35 94,17±6,18

Total 667,85 672,78 778,92 2119,56

Lampiran 2. Rataan konsumsi bahan organik pada kelinci Rex jantan (g/ekor/hari)

Perlakuan ulangan Total Rataan±sd

U1 U2 U3

P0 113,21 108,53 110,87 332,61 110,87±2,34 P1 108,89 107,42 105,97 322,28 107,42±1,46 P2 121,64 125,86 124,35 371,85 123,95±2,13 P3 109,72 108,68 107,31 325,71 108,57±1,20 P4 104,41 100,98 103,67 309,06 103,02±1,80

P5 - 97,95 100,32 198,27 99,13±1,67

P6 86,84 - 97,87 184,71 92,35±7,79

Total 644,71 649,42 750,36 2044,49

Lampiran 3. Rataan kecernaan bahan kering pada kelinci Rex jantan (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

(63)

Lampiran 4. Analisis ragam kecernaan bahan kering feses kelinci Rex jantan (%) SK DB JK KT F hitung F tabel

0,05 0,01

Perlakuan 6,00 54,75 9,12 64,99** 2,85 4,45

Galat 14,00 1,97 0,14

Total 20,00 56,71

Ket: **= berbeda sangat nyata

Lampiran 5. Uji ortogonal kontras bahan kering kelinci Rex jantan

Kontras 60,81 61,64 62,68 60,35 59,09 58,14 57,31 QK ∑c².r jki

P0 vs P123 3 -1 -1 -1 0 0 0 -2,24528 36 0,140035

P0Vs P456 3 0 0 0 -1 -1 -1 7,882843 36 1,726089

P123vsP456 0 1 1 1 -1 -1 -1 10,12812 18 5,698823

P1 vs P23 0 2 -1 -1 0 0 0 0,261087 18 0,003787

p0 vs P36 2 0 0 -1 0 0 -1 3,965868 18 0,873784

P4 vs P56 0 0 0 0 2 -1 -1 2,74108 18 0,417418

SV DB JK KT F hitung F Tabel

0,05 0,01

Perlakuan 6 64,99** 2,85 4,45

P0 vs P123 1 0,1400 0,1400 0,9974tn 4,60 8,86

P0Vs P456 1 1,7261 1,7261 1,.2936** 4,60 8,86

P123vs P456 1 5,6988 5,6988 4,5885** 4,60 8,86

P1 vs P23 1 0,0038 0,0038 0,0270tn 4,60 8,86

P0 vs P36 1 0,8738 0,8738 6,2233* 4,60 8,86

P4 vs P56 1 0,4174 0,4174 2,9730tn 4,60 8,86

(64)

Lampiran 6. Rataan kecernaan bahan organik pada kelinci Rex jantan (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan±sd

U1 U2 U3

Lampiran 7. Analisis ragam kecernaan bahan organik feses kelinci Rex jantan (%) SK DB JK KT F hitung F tabel

Lampiran 8. Uji ortogonal kontras bahan organik kelinci Rex jantan

(65)

Lampiran 9. Rekapitulasi hasil penelitian kelinci Rex jantan Perlakuan Konsumsi

BK(g)

Konsumsi BO(g)

Kecernaan BK (%)

Kecernaan BO (%)

P0 118,14±3,51 110,87±2,34 60,81±0,17 66,69±0,14 P1 114,38±3,94 107,42±1,46 61,64±0,24 66,71±0,26 P2 125,61±2,78 123,95±2,13 62,68±0,59 68,89±0,49 P3 114,59±2,82 108,57±1,20 60,35±0,21 66,17±0,16 P4 104,30±2,99 103,02±1,80 59,09±0,05 63,83±0,15 P5 100,04±2,46 99,13±1,67 58,14±0,38 63,70±1,01

(66)

Lampiran 10. Skema pembuatan inokulen cair

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air

Dimasukkan air gula sebanyak 1,5 liter

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan yakult/susu basi sebanyak 15 ml

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

Diaduk seluruh bahan sampai merata

(67)

Lampiran 11. Skema Pengolahan Kulit Pisang

Pengambilan kulit pisang

Pembersihan kulit pisang dari tangkai

Dipotong-potong kulit pisang berkisar 3-5 cm

Pencucian kulit pisang untuk mengurangi kotoran yang lengket

Pengovenan selama 12 jam suhu 65 0 celsius

Penggilingan atau grinder

(68)

Lampiran 12. Skema Fermentasi Kulit Pisang Dengan Inokulen Cair

Inokulen cair (siap digunakan)

Tepung kulit pisang 10 kg + dedak padi sebanyak 15 % dari bahan

Diaduk merata campuran bahan

Ditutup dengan selimut sabuk kelapa selama 5 hari

Pengukuran suhu dengan thermometer

Kulit pisang fermentasi diangin – anginkan sampai kering

(69)

Lampiran 13. Skema Fermentasi Kulit Pisang Dengan Trichoderma harzianum

Kulit pisang di rebus suhu 30 0c

Trichoderma harzianum + Kulit pisang siap rebus diaduk merata

Ditutup dengan selimut sabuk kelapa selama 4 hari

Pengukuran suhu dengan thermometer

Kulit pisang fermentasi diangin – anginkan sampai kering Kulit pisang Fermentasi siap

(70)

Lampiran 14. Skema pembuatan pakan bentuk Pelet

Diaduk hingga merata ditempat pengadukan

Ditambah air kedalam molases dengan perbandingan 1:1 kemudian aduk hingga merata

Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan

Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60 %

Adonan dimasukkan ke alat pencetak pelet

Dihasilkan pelet dengan ukuran 5-7 mm

Pelet dianginkan dan siap diberikan sebagai pakan kelinci Pelet dioven selama 12 jam dengan suhu 500 celsius

Bahan baku

Gambar

Tabel 1. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih
Tabel 2. Kandungan nutrisi kulit pisang Raja (% BK)
Tabel 5. Kandungan nutrisi bungkil kedelai
Tabel 5. Kandungan nutrisi dedak padi
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penulisan ilmiah ini menjelaskan mengenai pembuatan program Aplikasi Administrasi Rental dengan menggunakan bantuan tools Microsoft Visual Basic 6.0 dan Micrososft SQL server

bahwa berdasarkan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, pemrakarsa usaha dan/ atau kegiatan

1. Pasokan bahan baku kayu yang legal dan lestari tercapai yang berasal dari berbagai sumber, khususnya dari hutan produksi yang dikelola secara lestari dan disertifikasi

Kesulitan peserta didik dalam memecahkan sebuah permasalahan terjadi karena kurangnya pemahaman peserta didik pada suatu konsep materi ajar.. Penelitian ini

Produk yang memiliki citra merek yang baik, kuat dan positif cinderung lebih mudah di terima oleh masyarakat atau konsumen serta dapat memenuhi kebutuhan dan

Hadits Qudsi adalah hadits suci yang isinya berasal dari adalah hadits suci yang isinya berasal dari Tuhan, disampaikan dengan kata-kata Nabi sendiri. Tuhan, disampaikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum bagi terdakwa yang terkena ancaman pidana 5 tahun atau lebih yang tidak didampingi dengan penasihat hukum saat proses