• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA DIFERMENTASI

MOL (Mikroorganisme Lokal) DIBANDINGKAN Trichoderma

harzianum SEBAGAI PAKAN BERBENTUK PELET

TERHADAP KARKAS KELINCI REX

JANTAN LEPAS SAPIH

 

 

RIANTO CIBRO

090306058

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA DIFERMENTASI

MOL (Mikroorganisme Lokal) DIBANDINGKAN Trichoderma

harzianum SEBAGAI PAKAN BERBENTUK PELET

TERHADAP KARKAS KELINCI REX

JANTAN LEPAS SAPIH

 

 

SKRIPSI

Oleh:

RIANTO CIBRO

090306058

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PEMANFAATAN KULIT PISANG RAJA DIFERMENTASI

MOL (Mikroorganisme Lokal) DIBANDINGKAN Trichoderma

harzianum SEBAGAI PAKAN BERBENTUK PELET

TERHADAP KARKAS KELINCI REX

JANTAN LEPAS SAPIH

SKRIPSI

Oleh :

RIANTO CIBRO 090306058/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL

(Mikroorganisme Lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk PeletTerhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

Nama : Rianto Cibro NIM : 090306058 Program Studi : Peternakan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Usman Budi, S.Pt, M.Si Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan

(5)

ABSTRAK

RIANTO CIBRO, 2014 : Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih, dibimbing oleh USMAN BUDI dan NURZAINAH GINTING.

Tujuan penelitian ini menguji pengaruh pemberian kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap karkas kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan penelitian yaitu P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (kulit pisang raja 15% fermentasi mikroorganisme lokal), P2 (kulit pisang raja 30% fermentasi mikroorganisme lokal), P3 (kulit pisang raja 45% fermentasi mikoorganisme lokal), P4 (kulit pisang raja 15% fermentasi

Trichoderma harzianum), P5 (kulit pisang raja 30% fermentasi Trichoderma

harzianum) dan P6 (kulit pisang raja 45% fermentasi Trichoderma harzianum). Parameter yang diamati adalah bobot potong (g/ekor), bobot karkas (g/ekor) dan persentase karkas (%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot potong P0: 1445,67; P1: 1462,33; P2: 1535,67; P3: 1389,33; P4: 1268,00; P5: 1208,00; P6: 1151,00 g. Rataan bobot karkas P0: 649,15; P1: 656,98; P2: 708,00; P3: 624,03; P4: 564,65; P5: 537,50; P6: 511,33 g. Rataan persentase karkas P0: 44,90; P1: 44,93; P2: 46,10; P3: 44,91; P4: 44,53; P5: 44,50; P6: 44,43. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong (g/ekor), bobot karkas (g/ekor) dan pesentase karkas (%).

(6)

ABSTRACT

RIANTO CIBRO, 2014: The Utilization of Fermented Raja Banana Peel by Local Microorganism compared Trichoderma harzianum for Pellets Feed on Carcass Rex Rabbit Male Weaning, supervised by USMAN BUDI and NURZAINAH GINTING.

The aim of this research is to test the utilization of fermented raja banana peel by local microorganism compared Trichoderma harzianum for pellets feed on carcass Rex rabbit male weaning. The research using completely randomized design with 7 treatments and 3 replications. Treatments were P0 (Raja Banana Peel without fermentation 45%), P1 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 15%), P2 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 30%), P3 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 45%), P4 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 15%), P5 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 30%), P6 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 45%). Parameters observed is body weight, carcass and carcass percentage (%). P6: 44,43. The results showed that the utilization of Raja Banana Peel fermentation of local microorganism and Trichoderma harzianum in pellets give significant influence to body weight, carcass and carcass percentage (%).

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuta Pinang pada tanggal 15 Mei 1991 dari ayah Daniel Cibro dan ibu Kamu Ria Anak Ampun. Penulis merupakan putra ke enam dari delapan bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA N 1 Kerajaan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih Program Studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP), Perpulungen Mahasiswa Pakpak (PERMAPAK).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme lokal)

Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas

Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis

selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Usman Budi, S.Pt. M.Si dan

ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing juga

kepada bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA dan bapak Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS

selaku dosen undangan yang telah memberikan berbagai masukan berharga kepada

penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga dapat terlaksana dengan baik

dan tepat pada waktunya.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh civitas

akademika USU yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat.

 

(9)

DAFTAR ISI

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci……….. 4

Pakan Ternak Kelinci. ... 6

Potensi Kulit Pisang Sebagai Pakan Ternak ... 7

Fermentasi ... ... 8

Rhizopus sp ... ... 9

Saccharomyces sp.... ... 10

Lactobacillus sp... ... 11

Trichoderma... ... 12

Teknologi Pengelolahan Pakan Berbentuk Pelet ... ... 13

Bungkil Inti Sawit... ... 15

(10)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Pelaksanaan Penelitian... ... 26

Persiapan Kandang Beserta Peralatannya.... ... 26

Pemilihan ternak... 26

Pengelolahan Tepung Kulit Pisang Fermentasi MOL ... 26

Pengelolahan Tepung Kulit Pisang Fermentasi Trichoderma harzianum. ... 26

Penyusunan Pakan dalam Bentuk Pelet ... 27

Pemberian Pakan dan Air Minum ... 27

Pemberian Obat-obatan ... 28

Pengumpulan Data ... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Potong ... 29

Bobot Karkas ... 32

Persentase Karkas... 35

Rekapitulasi hasil penelitian ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 40

Saran ... 40

(11)

DAFTAR TABEL

No. ... Hal

1. Perbandingan Hasil Daging beberapa Hewan Ternak ... 4

2. Produksi dan reproduksi kelinci Rex ... 5

3. Kebutuhan gizi pakan kelinci ... 6

4. Kebutuhan Bahan Kering Kelinci ... 6

5. Kandungan nutrisi kulit Pisang ... 8

6. Komposisi Nutrisi Bungkil Inti Sawit ... 13

7. Komposisi Nutrisi Bungkil Kelapa... ... 15

8. Komposis nutrisi dedak padi... 15

9. Komposisi Nutrisi Tepung Ikan... 16

10. Kandungan Nutisi Pada Molases... ... 16

11. Rataan bobot potong kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor) ... 29

12. Analisis ragam bobot potong kelinci Rex jantan ………... 29

13. Uji ortogonal kontras bobot potong pada kelinci Rex jantan ………... 30

14. Rataan bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor)………... 32

15. Analisis ragam bobot karkas kelinci Rex jantan ………... 33

16. Uji ortogonal kontras bobot karkas pada kelinci Rex jantan ………... 34

17. Rataan persentase karkas kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor)…... 36

18. Analisis ragam persentase karkas kelinci Rex jantan ………... 36

19. Uji ortogonal kontras persentase karkas pada kelinci Rex jantan …………... 37

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No.

1. Skema Pembuatan Inokulen Cair ... 45

2. Skema Pengolahan Kulit Pisang ... 46

3. Skema Fermentasi Kulit Pisang Dengan Inokulen Cair ... 47

4. Skema Fermentasi Kulit Pisang Raja Dengan Trichoderma harzianum ... 48

5. Skema pembuatan pakan bentuk Pelet ... 49

6. Rataan bobot akhir kelinci Rex Jantan pada penelitian ... 50

7. Analisis Ragam Karkas Kelinci Rex Jantan Selama Penelitian ... 51

8. Analisis Kandungan Nutrisi Kulit Pisang ... 52

9. Formulasi Ransum ... 53

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(13)

ABSTRAK

RIANTO CIBRO, 2014 : Pemanfaatan Kulit Pisang Raja Difermentasi MOL (Mikroorganisme lokal) Dibandingkan Trichoderma harzianum Sebagai Pakan Berbentuk Pelet Terhadap Karkas Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih, dibimbing oleh USMAN BUDI dan NURZAINAH GINTING.

Tujuan penelitian ini menguji pengaruh pemberian kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap karkas kelinci Rex jantan lepas sapih. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan penelitian yaitu P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%), P1 (kulit pisang raja 15% fermentasi mikroorganisme lokal), P2 (kulit pisang raja 30% fermentasi mikroorganisme lokal), P3 (kulit pisang raja 45% fermentasi mikoorganisme lokal), P4 (kulit pisang raja 15% fermentasi

Trichoderma harzianum), P5 (kulit pisang raja 30% fermentasi Trichoderma

harzianum) dan P6 (kulit pisang raja 45% fermentasi Trichoderma harzianum). Parameter yang diamati adalah bobot potong (g/ekor), bobot karkas (g/ekor) dan persentase karkas (%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan bobot potong P0: 1445,67; P1: 1462,33; P2: 1535,67; P3: 1389,33; P4: 1268,00; P5: 1208,00; P6: 1151,00 g. Rataan bobot karkas P0: 649,15; P1: 656,98; P2: 708,00; P3: 624,03; P4: 564,65; P5: 537,50; P6: 511,33 g. Rataan persentase karkas P0: 44,90; P1: 44,93; P2: 46,10; P3: 44,91; P4: 44,53; P5: 44,50; P6: 44,43. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot potong (g/ekor), bobot karkas (g/ekor) dan pesentase karkas (%).

(14)

ABSTRACT

RIANTO CIBRO, 2014: The Utilization of Fermented Raja Banana Peel by Local Microorganism compared Trichoderma harzianum for Pellets Feed on Carcass Rex Rabbit Male Weaning, supervised by USMAN BUDI and NURZAINAH GINTING.

The aim of this research is to test the utilization of fermented raja banana peel by local microorganism compared Trichoderma harzianum for pellets feed on carcass Rex rabbit male weaning. The research using completely randomized design with 7 treatments and 3 replications. Treatments were P0 (Raja Banana Peel without fermentation 45%), P1 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 15%), P2 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 30%), P3 (Raja Banana Peel with a local microorganism fermentation 45%), P4 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 15%), P5 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 30%), P6 (Raja Banana Peel with Trichoderma harzianum fermentation 45%). Parameters observed is body weight, carcass and carcass percentage (%). P6: 44,43. The results showed that the utilization of Raja Banana Peel fermentation of local microorganism and Trichoderma harzianum in pellets give significant influence to body weight, carcass and carcass percentage (%).

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi menyebabkan kebutuhan protein hewani juga semakin tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, beternak kelinci merupakan salah satu alternatif selain ternak lain. Kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang semakin populer di masyarakat. Hal ini terbukti dengan semakin banyak masyarakat yang berminat untuk memelihara kelinci dan mulai meningkatnya masyarakat yang mengkonsumsi produk yang dihasilkan dari kelinci yaitu dagingnya.

Ternak kelinci adalah komoditas peternakan yang dapat menghasilkan daging berkualitas tinggi. Ternak kelinci memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: 4-6 kali setiap tahunnya dalam menghasilkan 4-12 anak setiap kelahiran. Daging kelinci mengandung kolesterol jauh lebih rendah dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi tetapi kandungan proteinnya lebih tinggi. Kadar kolesterol daging kelinci sekitar 164 mg/100 gr, sedangkan kadar kolesterol daging ayam, daging sapi, daging domba dan daging babi berkisar 220-250 mg/100 gr daging. Kandungan protein daging kelinci mencapai 21%, sementara kandungan protein ternak lainnya hanya 12-20% (Masanto dan Agus, 2010).

(16)

sangat penting. Untuk menunjang usaha perbaikan gizi rakyat, perlu kiranya lebih dianekaragamkan penyediaan jenis-jenis ternak potong, salah satu ternak kecil yang patut dipertimbangkan adalah ternak kelinci (Suriaatmadja, 1980).

Pakan merupakan faktor penting dalam usaha peternakan, nutrisi yang seimbang akan menghasilkan produksi daging yang tinggi. Akan tetapi kualitas pakan yang rendah akan mengakibatkan produksi ternak menjadi rendah. Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang peternakan membuka wawasan untuk memanfaatkan hasil samping pertanian dan perkebunan menjadi pakan ternak yang bermutu tinggi, ekonomis serta tidak bersifat kompetitif dengan bahan makanan untuk manusia (Anggorodi, 1990).

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya yaitu kira-kira sepertiga dari buah pisang yang belum dikupas. Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara optimal tetapi kebanyakan dibuang sebagai sampah, padahal kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan gizinya yang cukup tinggi.

(17)

Selulosa dari tanaman dapat berperan sebagai bahan penghasil bioetanol alami, jenis fungi ini sudah banyak tersedia secara komersil dan apabila ingin menggunakan dalam jumlah yang banyak dapat dilakukan pembiakan sendiri.

Atas dasar pemikiran inilah penulis tertarik untuk meneliti tentang pemanfaatan kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.

Tujuan Penelitian

Menguji pengaruh pemberian kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi peneliti, peternak kelinci dan masyarakat tentang pemanfaatan kulit pisang raja difermentasi MOL (mikroorganisme lokal) dibandingkan Trichorderma harzianum sebagai pakan berbentuk pelet terhadap karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.

Hipotesis Penelitian

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Karekteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Menurut sistem binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut ; Ordo : Lagomorpha, Famili : Leporidae, Subfamili : Laporine, Genus : Lepus, Orictolagus, Spesies : Lepus spp, Orictolagus spp. (Rans, 2004).

Seekor kelinci bisa menghasilkan anak dengan kisaran 48-74 ekor dalam setahun, lebih banyak dibandingkan dengan sapi (0,9), domba (1,5), dan kambing (1,5) seperti yang tertera dalam Tabel 1. Kelinci mempunyai konversi daging yang cukup tingggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%.

Tabel 1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak

Jenis ternak

(19)

kriteria persentase karkas 50-60%, bobot badan mencapai 2 kg pada umur 8 minggu dan memiliki laju pertumbuhan tinggi yaitu sekitar 40 g/ekor/hari. Beberapa jenis kelinci pedaging antara lain Flemish Giant, new Zealand white,

Vlameusreus, satin, Rex, Rexa, persilangan antara Flemish dengan kelinci lokal (Masanto dan Agus, 2010).

Kelinci memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan ternak yang sangat penting di dunia. Budidayanya cocok dilakukan oleh masyarakat karena tidak membutuhkan tanah yang luas dan modal yang besar serta mampu tumbuh dan berkembang dengan cepat (Sitorus et al, 1982).

Tabel 2. Produksi dan reproduksi kelinci Rex

Data Keterangan

Lama penyapihan 6-8 minggu

Umur dewasa kelamin 2 bulan

Umur dewasa tubuh 4 bulan

Lama bunting 29-32 hari

Lama produksi 1-3 tahun

Bobot dewasa 2,7-3,6 kg

Sumber: Kartadisastra (1994)

(20)

Tabel 3. Kebutuhan gizi pakan kelinci

Periode

Kebutuhan gizi (%)

Protein Lemak Serat kasar

Bunting 15 – 17 3 – 6 12 – 16

Menyusui 24 – 26 3 – 6 12 – 16

Dewasa 12 – 15 2 – 4 16 – 22

Muda 16 – 18 3 – 6 12 – 16

Sumber : Ensminger (1991) dalam Nuning (2011), Beternak dan Bisnis Kelinci Pedaging

Selain kebutuhan gizi, kelinci pedaging juga harus terpenuhi kebutuhan bahan keringnya. Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan kelinci sesuai umur dan bobotnya. Jumlah pakan yang kurang menyebabkan kenaikan bobot tubuh kelinci akan lambat. Sementara itu, jumlah pakan yang berlebihan hanya menyebabkan pemberian pakan tidak efisien dan menambah biaya produksi. Dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 4. Kebutuhan bahan kering kelinci

Periode Bobot (kg) Bahan kering (%) Kebutuhan bahan kering (g/ekor/hari) Muda 1,8 – 3,2 6,2 – 5,4 112 – 173 Dewasa 2,3 – 6,8 4,0 – 3,0 92 – 204 Bunting 2,3 – 6,8 5,0 – 3,7 115 – 251

Menyusui 4,5 11,5 520

Sumber : NRC (1979) dalam Muslih et al. (2005), Tatalaksana Pemberian Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci

Pakan Ternak Kelinci

(21)

diberikan hendaknya memiliki persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna (Anggorodi, 1990).

Pakan merupakan salah satu faktor utama dalam mengendalikan ternak kelinci. Karena itu berhasilnya usaha ternak kelinci (daging, kulit, bulu) juga sangat tergantung pada perhatian peternak pada penyajian mutu pakan beserta volumenya. Pakan harus mencukupi jumlah zat gizi yang dibutuhkan kelinci sesuai fase pertumbuhannya. Ada pun zat-zat yang harus dipenuhi adalah vitamin, mineral, hidrat arang, protein, lemak dan air (Aksi Agraris Kanisius, 1996).

Bahan pakan yang sering diberikan kepada ternak kelinci adalah: hijauan, umbi, biji dan hay. Hijauan dalah tanaman yang dapat tumbuh seperti rumput, daun-daun, sayur-sayuran kaya vitamin, mineral dan protein. Adapun daun-daun sayuran yang dapat diberikan seperti kol, sawi, kangkung, daun turi, daun kacang tanah, kacang panjang, demikian pula rumput yang relatif lunak dan batangnya halus, umbian dalam keadaan segar mengandung air sekitar 60-90%, dan bahan kering sekitar 5-40%. Contohnya wortel, ubi jalar, ubi kayu. Biji yang bisa diberikan kepada kelinci adalah biji padi dan legum. Keduanya disebut konsentrat, karena masing-masing berkonsentrasi gizi tinggi. Hay diberikan hanya sebagai pelengkap karena kadar proteinnya tinggal 50% dari hijauan tersebut dalam keadaan segar (Sumoprastowo, 1989).

Potensi Kulit Pisang Sebagai Pakan Ternak

Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut ; Divisi : Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Monocotyledonae,

(22)

bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya yaitu kira-kira sepertiga dari buah pisang yang belum dikupas. Umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara optimal tetapi kebanyakan dibuang sebagai sampah, padahal kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan gizinya yang cukup tinggi. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan baku anggur, alkohol dan kompos (Munadjim, 1983).

Tabel 5. Kandungan nutrisi kulit pisang (% BK) Kandungan Nutrisi Jumlah

Bahan kering (%) 91,42

Protein Kasar (%) 6,48

Lemak Kasar (%) 9,7

Serat Kasar (%) 15,67

Energi Metabolisme (Kkal/kg) 3159 Sumber: Laboratorium Nutrisi pakan Ternak IPB Bogor (2000)

Tanaman pisang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Selain buahnya, bagian tanaman lainya pun dapat dimananfaatkan, mulai dari bonggol sampai daun. Termasuk kulit pisang juga dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak (Suyanti, 1990).

(23)

Fermentasi

Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai salah satu cara pengelolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat di dalam bahan bakunya (Tjitjah, 1997).

Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim–enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

MOL (Mikroorganisme Lokal)

Rhizhopus sp

(24)

lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah

Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi (Postlehwait dan Hopson, 2006).

Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan (Handajani, 2007).

Saccharomyces sp

(25)

Saccharomyces penting dalam dekomposisi karbohidrat. Ragi /Yeast (Saccharomyces cerevisiae) memproduksi substansi dengan cara fermentasi. Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel dan pembelahan akar. Ragi juga berperan dalam perkembang biakan atau pembelahan mikroorganisme menguntungkan lain seperti Actinomycetes dan bakteri asam laktat (Lactobacillus sp) (Indriani, 2007).

Lactobacillus sp

(26)

Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan membentuk asam laktat (http://wikipedia.org, 2013).

Lactobacillus sp penting dalam dekomposisi bahan organik. Jenis-jenis bakteri asam laktat ini antara lain: Lactobacillus lactic, Lactobacillus acidophillus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus

delbrueckii (Sutedjo, dkk. 1991).

Lactobacillus paling tahan terhadap keadaan asam dibandingkan jenis bakteri asam laktat lainnya (Jenis Pediococcus dan Streptococcus). Bakteri ini penting dalam fermentasi susu. Kelompok bakteri asam laktat menghasilkan sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan cara ini akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. pH yang rendah ini menyebabkan hambatan pertumbuhan pada beberapa mikroorganisme lainnya khususnya bakteri (Buckle, dkk. 1987).

Lactobacillus sp merupakan bakteri yang memproduksi asam laktat sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat lain. Lactobacillus dapat bekerjasama dengan bakteri fotosintetik dan ragi. Asam laktat merupakan bahan sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat menguraikan bahan organik dengan cepat (Indriani, 2007).

Trichoderma

(27)

Trichoderma merupakan salah satu jamur yang bersifat selulolitik yang potensial menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa. Trichoderma spp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler, khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks (Harman, 2002).

Beberapa ciri morfologi fungi Trichoderma harzianum yang menonjol antara lain koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur dan pertumbuhannya cepat (fast grower) (Harman, 2002).

Trichoderma adalah jamur tanah yang banyak berperan dalam dekomposisi bahan organik. Disamping itu, Trichoderma merupakan jamur antagonis bagi berbagai jamur patogen seperti Ganoderma pseudoferreum, Rigidoporus lignosus, Rosellina bunodes, Fusarium, Rhizoctonia, Colletotrichum, dll. Jamur Trichoderma menghuni permukaan perakaran tanaman dalam bentuk miselia (Syahnen, 2006; Sutanto, dkk. 2005).

(28)

Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pelet

Pada dasarnya, pelet dibuat untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci sacara instan, artinya hanya dengan satu jenis pakan pelet semua kebutuhan kelinci terpenuhi, sehingga kita tidak perlu lagi menyediakan bermacam-macam jenis pakan. Aturan dasar dalam membuat pelet adalah kandungan gizi. Jadi boleh terbuat dari apa pun selama gizi kelinci terpenuhi dan bahan yang digunakan aman (Rasidi, 2002).

Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pelet dari pakan bentuk tepung harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan pengujian kepadatan atau kerekatanya jika mau dibuat pakan bentuk pelet. Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering, kalau pelet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun jika pelet kurang keras dan mudah pecah maka dapat diberikan tambahan perakat sintesis (white pellard) atau tepung tapioca. Penambahan bahan tersebut bertujuan untuk membantu tingkat kekerasan pelet seperti yang diinginkan (Rasidi, 2002).

(29)

uangnya dibelikan untuk pakan kelinci hingga sebulan penuh (Prawirokusumo,1990).

Bungkil Inti Sawit

Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan proses ekstraksi inti sawit. Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik (Devendra, 1997).

Tabel 7. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit

Nutrisi Kandungan Energi Metabolis (Kkal/kg) 28,10

Protein Kasar (%) 15,40

Lemak Kasar (%) 6,49

Serat Kasar (%) 9

Abu (%) 5,18

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian USU (2000). Disitasi oleh Muzakki (2011).

Bungkil Kelapa

(30)

Tabel 8. Komposisi nutrisi bungkil kelapa (%)

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 1540

protein kasar (%) 18,56

Lemak kasar (%) 1,8

Serat kasar (%) 15

Abu (%) 11,7

Sumber : Siregar (2009) Hartadi (2005). Disitasi oleh Muzakki (2011).

Dedak Padi

Penggunaan dedak padi telah lazim digunakan sebagai salah satu bahan campuran pakan, baik untuk ternak ruminansia maupun non ruminansia termasuk unggas. Dedak cukup mengandung energi dan protein dan kaya akan vitamin (Rasyaf, 1990). Kandungan nutrisi dedak padi tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Kandungan nutrisi dedak padi

Uraian Jumlah kandungan

Protein Kasar (%) 13,3a

Lemak Kasar (%) 7,2a

Serat Kasar(%) 13,5b

Kalsium (%) 0,07a

Posfor (%) 1,61a

Energi Metabolisme (kkal/kg) 2850a Sumber: a. NRC (1998)

b. Hartadi et al (1997)

Tepung Ikan

(31)

yang cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik. Tepung ikan mudah busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar (Anggorodi, 1995). Komposisi nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Komposisi nutrisi tepung ikan (%)

Nutrisi Kandungan

Energy metabolis (Kkal/kg) 2565

Protein kasar (%) 55

Lemak kasar (%) 8

Serat kasar (%) 1

Abu (%) 11,7

Sumber : Siregar 2009) Hartadi (2005). Disitasi oleh Muzakki (2011).

Mineral

(32)

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain

berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas

(Pardede dan Asmira, 1997).

Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defesiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang, dan produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).

Garam dapur ditambahkan sebanyak 5% untuk menurunkan tingkat konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75 Kg/ekor/hari. Semula pengaruhnya terlihat meningkatkan konsumsi kemudian menurunkan sampai jumlah yang dikehendaki (Parakkasi,1995).

Molases

(33)

Tabel 11. Kandungan nutrisi pada molases

Kandungan Zat Nilai gizi

Bahan Kering 67,5 a

Total digestible nutriens (TDN) 56,7 b

Sumber: a. Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, program Studi Peternakan,Fakultas pertanian, USU Medan (2009) b. Batubara,et al (1993), Disitasi oleh Muzaki (2011).

Bobot Potong

Sebelum penyembelihan dilakukan, sebaiknya dilakukan Starving yaitu perlakuan terhadap kelinci, dimana kelinci tersebut tidak diberi pakan selama 6-10 jam. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengosongkan usus yang akan menentukan besarnya persentase karkas. Perlu diperhatikan bahwa untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan penurunan berat badan khususnya pada daerah tropis, maka selama perlakuan ini kelinci harus mendapatkan air minum yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Penyembelihan pada kelinci prinsipnya adalah sama dengan ternak lainnya yakni memutuskan saluran darah balik (Vena Jugularis) pada bagian antara kepala dan leher untuk menghasilkan daging dan kulit yang berkualitas tinggi (Kartadisastra, 1997).

(34)

selesai disembelih, kelinci segera digantung dengan kaki belakang ke arah atas, untuk mempercepat pengeluaran darah (Kartadisastra, 1997).

Stress sebelum pemotongan, seperti pada iklim, tingkah laku yang agresif diantara ternak atau gerakan yang berlebihan dan pemuasaan yang terlalu lama mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot Soeparno (1994).

Glukosa adalah gula yang penting untuk mengontrol metabolisme energi ternak pedaging, termasuk dalam pembentukan glikogen. Secara persentase urat daging tidak banyak glikogen (hanya 1 persen) dibandingkan dengan hati (2-8 persen). Namun total massa daging dalam tubuh sangat besar sehingga jumlah glikogen yang disimpan dalam urat daging cukup besar (Parakkasi, 1995).

Stres sebelum pemotongan seperti iklim, tingkah laku yang agresif diantara ternak atau gerakan yang berlebihan dan pemuasaan yang terlalu lama mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot dan akan menurunkan persentase karkas (Kartadisastra, 1998).

Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas

(35)

Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas, umur, kedewasaan ternak dan jumlah lemak intramuscular di dalam otot (Soeparno, 1994).

Faktor yang mempengaruhi bobot karkas pada dasarnya adalah faktor genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu fisiologi dan kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar lemak (Lesson, 2000).

Karkas pada ternak kelinci adalah bagian tubuh yang sudah disembelih dipisahkan kepala, jari sampai pergelangan kaki, kulit, ekor, jeroan (usus, jantung, hati dan ginjal). Menurut pembagiannya, karkas ternak kelinci dapat dipotong sesuai dengan porsinya masing-masing menjadi delapan potong daging yaitu: Dua potong kaki depan, dua potong bagian dada sampai leher, dua potong pinggang, dua potong kaki belakang (Kartadisastra, 1998).

(36)
(37)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan dimulai dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Bahan yang digunakan yaitu kelinci Rex jantan lepas sapih sebanyak 21 ekor dengan bobot badan awal 732±66,74 gram. Bahan pakan yang terdiri dari kulit pisang, konsentrat terdiri dari tepung ikan, bungkil kedelai, dedak padi, molases, mineral mix, bungkil kelapa, tepung ikan dan garam. Bahan pakan dan konsentrat diolah menjadi pakan bentuk pelet. Rodalon sebagai desinfektan dan air minum yang diberikan secara ad libitum serta obat–obatan seperti obat cacing (kalbazen) dan anti bloat untuk obat gembung.

Alat

(38)

alas untuk menyusun pelet, kardus sebagai tempat penyimpanan bahan untuk pelet.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah secara experimental dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 7 perlakuan dan 3 ulangan. Adapun perlakuan tersebut sebagai berikut:

P0 : Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45 % P1 : Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15 % P2 : Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30 % P3 : Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45 %

P4 : Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15 % P5 : Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 30 % P6 : Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45 %

Menurut Hanafiah (2003) model linear untuk rancangan acak lengkap adalah :

Yij = µ + αi + ij

Dimana: Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

i = 1, 2, 3,.., 7 (perlakuan) j = 1, 2, 3 (ulangan)

µ = Nilai tengah umum αi = Pengaruh perlakuan ke-i

(39)

Pakan yang digunakan merupakan campuran dari tepung kulit pisang fermentasi dengan konsentrat berupa dedak padi, bungkil kedelai, bungkil kelapa, tepung ikan, mineral, garam dan molases yang diproses dengan cara peleting sehingga menghasilkan pakan pelet.

Analisis Data

Data yang diperoleh selama penelitian dari setiap perlakuan dianalisis dengan perbandingan linier ortogonal kontras sehingga diperoleh informasi perlakuan yang terbaik. Dari 7 perlakuan dapat disusun 6 pembanding linier ortogonal kontras sebagai berikut.

Perlakuan Keterangan P0 vs P1P2P3 Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%

dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL

P0 vs P4P5P6 Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45% dibandingkan dengan kulit pisang raja fermentasi Trichiderma harzianum

P1P2P3 vs P4P5P6 Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum

P1 vs P2P3 Ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 15%

dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 30% dan 45%

P0 vs P3P6 Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%

dibandingkan dengan ransum kulit pisang raja fermentasi MOL 45% dan Ransum kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%

(40)

Pembanding linier ortogonal kontras menggunakan persyaratan sebagai berikut:

1. Jumlah koefisien pembanding sama dengan nol (∑ki = 0)

2. Jumlah perkalian koefisien dua pembanding sama dengan nol (∑ki ki = 0) 3. Jumlah kuadrat = ²

∑ ²

Qi = Jumlah perkalian koefisien pembanding dengan total tiap perlakuan R = Ulangan

∑ki = Kuadrat koefisien pembanding (Sastropsupadi, 1999).

Sidik ragam

SK Db JK KT Fhit F 5% F 1%

Perlakuan t-1 JKperl JKP/db KTP/KTG P0 vs P1P2 P3 1 JK1 JK1 JK1/G

P0 vs P4 P5P6 1 JK2 JK2 JK2/G P123vs P4P5P6 1 JK3 JK3 JK3/G

P1 vs P2P3 1 JK4 JK4 JK4/G P0 vs P3P6 1 JK5 JK5 JK5/G P4 vs P5P6 1 JK6 JK6 JK6/G Galat Rt-1 JKG T-P/rt-t -

Total Rt-1 JKT - -

Kaidah Keputusan

(41)

Parameter Yang Diamati

Bobot potong yang diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah dipuasakan, bobot karkas bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan dari daging bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor dan kulit dan persentase karkas yaitu bobot karkas dibandingkan dengan bobot potong dikali 100 %.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm sebanyak 21 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum kelinci masuk dalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta peralatan seperti tempat pakan dan minum dibersihkan dan didesinfektan dengan menggunakan rodalon.

Pemilihan Ternak

(42)

Pengolahan Tepung Kulit Pisang Raja Fermentasi dengan mikroorganisme

lokal (MOL) dan Trichoderma harzianum.

Pengolahan kulit pisang hingga menjadi tepung kulit pisang fermentasi, diawali dengan pemotongan kulit pisang 0,5-1 cm kemudian kulit pisang difermentasi selama 6 -7 hari. Kemudian kulit pisang yang sudah difermentasi di oven selama 8 jam dengan suhu 600C hingga renyah untuk digiling.

Penyusunan Pakan Dalam Bentuk Pelet

Badan penyusunan konsentrat yang digunakan terdiri atas tepung kulit pisang fermentasi, tepung ikan, bungkil kelapa, BIS, garam, mineral, dedak padi dan molases. Bahan yang digunakan ditimbang terlebih dahulu sesuai dengan formulasi pelet yang teleh sesuai dengan level perlakuan. Untuk menghindari ketengikan, pencampuran konsentrat dilakukan satu kali dalam tiga minggu.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Pakan yang diberikan adalah pakan komplit berbentuk pelet sesuai dengan perlakuan P0 : Ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi 45 %, P1 : Ransum kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal 15 %, P2 : Ransum kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal 30 %, P3 : Ransum kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal 45 %, P4 : Ransum kulit pisang raja fermentasi

Trichoderma harzianum 15 % P5 : Ransum kulit pisang raja fermentasi

Trichoderma harzianum 30 %, P6 : Ransum kulit pisang raja fermentasi

Trichoderma harzianum 45 %.

(43)

tersebut. Sebelum masuk perlakuan diberikan waktu untuk beradaptasi selama 14 hari sedikit demi sedikit. Pemberian air minum diberikan secara ad libitum, air diganti setiap harinya dan tempat minum dicuci bersih.

Pemberian Obat-obatan

Sebelum pelaksanaan penelitian terlebih dahulu kelinci diberikan obat cacing seperti wormmectin dan scabies dengan dosis 0,02 ml/kg bobot kelinci, pemberianya dengan cara menyuntikkan di bagian subkuntan, vitamin B-complex sebagai vitamin dosis 0,25 ml/kg bobot kelinci, disuntikkan secara intramuskuler di bagian paha kelinci dan anti bloat untuk obat mencret dan kembung dengan dosis 1 sendok teh untuk 1-3 ekor, pemberiannya melalui mulut.

Pengumpulan Data

‐ Bobot potong diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah

dipuasakan

‐ Bobot karkas adalah bobot yang diperoleh dari hasil penimbangan dari daging

bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor dan kulit

‐ Persentase bobot karkas diperoleh dengan cara membagikan bobot karkas

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Potong

Bobot potong diperoleh dengan cara penimbangan bobot akhir kelinci setelah dipuasakan selama 6-10 jam Kartadisastra (1997). Data rataan bobot potong kelinci Rex jantan dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11. Rataan bobot potong kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor)

Perlakuan Ulangan

U1 U2 U3 Total rataan sd

P0 1459,00 1448,00 1430,00 4337,00 1445,67 14,64 P1 1491,00 1440,00 1456,00 4387,00 1462,33 26,08 P2 1576,00 1598,00 1433,00 4607,00 1535,67 89,59 P3 1277,00 1500,00 1391,00 4168,00 1389,33 111,51 P4 1214,00 1282,00 1308,00 3804,00 1268,00 48,54

P5 - 1268,00 1148,00 2416,00 1208,00 84,85

P6 1154,00 - 1148,00 2302,00 1151,00 4,24

Total 8171,00 8536,00 9314,00 26021,00 9460,00 Rataan 1361,83 1422,67 1330,57 3717,29 1351,43

Dari Tabel 11 di atas, data rataan bobot potong tertinggi pada P2 1535,67 g/ekor (kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal 30%) dan rataan bobot potong terendah pada P6 1151,00 g/ekor (kulit pisang raja fermentasi

Trichoderma harzianum 45%). Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit

pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan fermentasi Trichoderma harzianum terhadap bobot potong, maka dilakukan analisis ragam

(45)

Tabel 12. Analisis ragam bobot potong kelinci Rex jantan

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0,05 0,01

Perlakuan 6,00 305828,07 50971,35 13,06** 2,85 4,45 Galat 14,00 54640,67 3902,90

Total 20,00 360468,74

Ket : **=sangat nyata

Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa pemberian kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum terhadap bobot potong berpengaruh sangat nyata (P>0.01), hal ini disebabkan pertambahan bobot badan yang terus meningkat karena tingkat konsumsi yang tinggi akibat dari palatabilitas kelinci terhadap ransum sehingga bobot potong menjadi nyata, hal ini sesuai dengan pernyataan Kartadisastra (1997) yang menyatakan bobot tubuh ternak berbanding lurus dengan tingkat konsumsi pakan. Kulit pisang raja yang difermentasi dengan (MOL) mikroorganisme lokal lebih disukai kelinci karena aroma yang lebih wangi sementara kulit pisang raja yang difermentasi dengan Trichoderma harzianum aroma yang ditimbulkan seperti aroma tanah.

Sementara pada ransum yang tanpa fermentasi kurang disukai kelinci hal ini dipengaruhi oleh warna dan aroma. Warna yang ditimbulkan dari ransum ini cokelat kehitam-hitaman dan aroma yang dikeluarkan bau kulit pisang yang dominan.

(46)

Tabel 13. Uji ortogonal kontras bobot potong pada kelinci Rex jantan SV F hit FTabel

Perlakuan 0,05 0,01

P0 VS P123 0,0180tn 4,60 8,86

P0VS P456 3,5878tn 4,60 8,86

P123VS P456 8,2290* 4,60 8,86

P1 VS P23 0,00002tn 4,60 8,86

P0VS P36 1,7537tn 4,60 8,86

P4 VS P56 0,4459tn 4,60 8,86

Ket : *= nyata, tn= tidak nyata

Dari Tabel 13 di atas diperoleh P0 tidak nyata dengan P1, P2 dan P3. Dimana P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%) dan P1, P2 dan P3 (kulit pisang raja fermentasi dengan mikroorganisme lokal masing masing dengan level 15%, 30% dan 45%).

(47)

Dari data di atas diperoleh juga P0 tidak nyata dengan P4, P5, dan P6, dimana P4, P5 dan P6 merupakan kulit pisang raja fermentasi dengan Trichoderma

harzianum dengan masing-masing level 15%, 30% dan 45%.

Dari perolehan data di atas bahwa P1, P2 dan P3 (kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal level 15%, 30% dan 45%) memberi pengaruh yang nyata dibandingkan dengan P4, P5 dan P6 (kulit pisang raja fermentasi

Trichoderma harzianum dengan level 15%, 30% dan 45%).

Berdasarkan Tabel 13 di atas P1 dengan P2 dan P3 (kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal level 15%, 30% dan 45%) memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap bobot potong, sama seperti P4 dengan P5 dan P6 (kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum level 15%, 30% dan 45%), P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%) dengan P3 dan P6 (kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum level 45%) tidak nyata terhadap bobot potong.

Perbedaan bobot potong pada setiap perlakuan di atas dapat disebabkan oleh stress sebelum pemotongan, seperti pada iklim, tingkah laku yang agresif diantara ternak atau gerakan yang berlebihan dan pemuasaan yang terlalu lama mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot soeparno (1994) karena pada saat pemotongan cuaca cukup panas dan mengakibatkan kelinci menjadi stress dan banyak bergerak.

Bobot Karkas

(48)

darah, ekor dan kulit Sarwono (2001). Data bobot karkas dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini.

Tabel 14. Rataan bobot karkas kelinci Rex jantan selama penelitian (g/ekor)

Perlakuan Ulangan

U1 U2 U3 Total Rataan sd

P0 655,38 650,15 641,93 1947,46 649,15 6,78 P1 670,20 646,99 653,74 1970,94 656,98 11,94 P2 726,54 737,00 660,47 2124,00 708,00 41,49 P3 572,99 674,55 624,56 1872,10 624,03 50,78 P4 540,23 570,87 582,84 1693,95 564,65 21,98

P5 - 564,26 510,75 1075,01 537,50 37,84

P6 512,72 - 509,94 1022,66 511,33 1,97

Total 3678,07 3843,83 4184,23 11706,12 4251,65 Rataan 613,01 640,64 597,75 1672,30 607,38

Dari Tabel 14 di atas rataan bobot karkas tertinggi yang diperoleh dari hasil penelitian pada P2 708,00 g/ekor dan terendah diperoleh pada P6 511,33 g/ekor. Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan fermentasi Trichoderma harzianum terhadap bobot karkas, maka dilakukan analisis ragam seperti pada Tabel 15 di bawah ini.

Tabel 15. Analisis ragam bobot karkas kelinci Rex jantan

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0,05 0,01

Perlakuan 6,00 76066,66 12677,78 15,60** 2,85 4,45 Galat 14,00 11380,27 812,88

(49)

Ket : **= sangat nyata

Berdasarkan hasil analisis ragam bahwa pemberian kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum berpengaruh sangat nyata terhadap bobot karkas. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula. Hal ini didukung oleh pendapat Sarwono (2001) yang menyatakan bahwa besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong, selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki bentuk badan bulat, berdada lebar, padat dan singset menunjukkan keadaan fisik yang prima dan bertenaga kuat. Bentuk badan yang kuat mencerminkan kandungan dagingnya banyak dan merupakan penghasil karkas yang baik.

Untuk melihat pengaruh pemberian kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum terhadap bobot karkas setiap perlakuan dapat dilakukan uji ortogonal kontras seperi pada Tabel 16 di bawah ini.

Tabel 16. Uji ortogonal kontras bobot karkas pada kelinci Rex jantan

SV F hit F Tabel

Perlakuan 0,05 0,01

P0 vs p1P2P3 0,0590tn 4,60 8,86

P0Vs p456 3,8116tn 4,60 8,86

P123vs P456 9,6381** 4,60 8,86

P1 vs P23 0,02233tn 4,60 8,86

P0Vs P36 8,2220* 4,60 8,86

P4 vs P56 0,4425tn 4,60 8,86

(50)

Dari Tabel 16 di atas diperoleh P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%) tidak nyata dengan P1, P2 dan P3 (kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme 15%, 30% dan 45%). Artinya pemberian ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi dan fermentasi mikroorganisme lokal dengan level yang berbeda memberi pengaruh yang sama terhadap bobot karkas kelinci Rex jantan.

Pada perlakuan P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%) tidak berbeda nyata dengan P4, P5 dan P6 (kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%, 30% dan 45%). Artinya pemberian ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi dan fermentasi Trichoderma harzianum dengan level yang berbeda memberi pengaruh yang sama terhadap bobot karkas kelinci Rex jantan.

Berdasarkan uji ortogonal kontras di atas P1, P2 dan P3 (kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal level 15%, 30% dan 45%) memberikan pengaruh sangat nyata dibandingkan P4, P5 dan P6 (kulit pisang raja fermentasi

(51)

Faktor yang mempengaruhi bobot karkas pada dasarnya adalah faktor genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu fisiologi dan kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar lemak Lesson (2000), hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana perbedaan bobot karkas setiap perlakuan diakibatkan kandungan zat makanan dalam pakan berbeda sehingga zat makanan yang terkandung dalam pakan dicerna dengan baik dan mengakibatkan karkas menjadi tinggi demikian sebaliknya.

Rataan bobot karkas yang tinggi terdapat pada perlakuan P2 yang disebabkan bobot potong pada perlakuan ini tinggi hal ini akan mempengaruhi berat karkas. Menurut Soeparno (1994) menyatakan faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang menghasilkan karkas, umur atau kedewasaan ternak dan jumlah lemak intramuscular di dalam otot.

Persentase Karkas

(52)

Tabel 17. Rataan persentase karkas kelinci Rex jantan selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan

U1 U2 U3 Total Rataan Sd

P0 44,92 44,90 44,89 134,71 44,90 0,02

P1 44,95 44,93 44,90 134,78 44,93 0,03

P2 46,10 46,12 46,09 138,31 46,10 0,02

P3 44,87 44,97 44,90 134,74 44,91 0,05

P4 44,50 44,53 44,56 133,59 44,53 0,03

P5 - 44,50 44,49 88,99 44,50 0,01

P6 44,43 - 44,42 88,85 44,43 0,01

Total 269,77 269,95 314,25 853,97 314,40

Rataan 44,96 44,99 44,89 122,00 44,90

Dari Tabel 17 di atas rataan persentase karkas tertinggi yang diperoleh dari hasil penelitian pada P2 46,10 % dan terendah pada P6 44,43 %. Mengetahui pengaruh pemberian kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan fermentasi Trichoderma harzianum terhadap persentase karkas, maka dilakukan analisis ragam seperti pada Tabel 18 di bawah ini.

Tabel 18. Analisis ragam persentase karkas kelinci Rex jantan

SK dB JK KT F Hit F Tabel

0,05 0,01

Perlakuan 6,00 5,50 0,92 920** 2,85 4,45 Galat 14,00 0,01 0,001

Total 20,00 5,51

(53)

Berdasarkan hasil analisis ragam bahwa pemberian kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dan Trichoderma harzianum berpengaruh sangat nyata terhadap persentase karkas. Bobot karkas yang tinggi akan menghasilkan persentase bobot karkas yang tinggi pula. Hal ini didukung oleh pendapat Muryanto dkk (1993) dan Kartadisastra (1998) yang menyatakan bahwa semakin tinggi bobot potong maka semakin tinggi persentase bobot karkasnya. Hal ini disebabkan proporsi bagian-bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh. Besar persentase bobot karkas tersebut sangat tergantung pada besar tubuh kelinci, sistem pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, kesehatan ternak dan perlakuan sebelum dipotong. Persentase karkas yang dihasilkan sangat tergantung pada besar tubuh kelinci, dan sebagai patokan, besar karkas kelinci yang baik seharusnya berkisar antara 40 % - 52 % dari berat potongnya.

(54)

Tabel 19. Uji ortogonal kontras persentase karkas pada kelinci Rex jantan

SV F hit F Tabel

Perlakuan 0,05 0,01

P0 vs P123 63,15** 4,60 8,86

P0Vs P456 65,91** 4,60 8,86

P123vs P456 516,21** 4,60 8,86

P1 vs P23 112,37** 4,60 8,86

P0 Vs P36 18,21** 4,60 8,86

P4 vs P56 1,62tn 4,60 8,86

Ket : *= nyata, tn= tidak nyata

Dari Tabel 19 di atas diperoleh P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%) berpengaruh sangat nyata dibandingkan P1, P2 dan P3 (kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal 15%, 30% dan 45%). Berpengaruh sangat nyata yang dimaksud disini yaitu menurunkan persentase karkas karena pada P1, P2 dan P3 rataan persentase karkas masih tertinggi pada perlakuan ini.

Berbeda dengan perlakuan P0 (kulit pisang raja tanpa fermentasi 45%) sangat nyata dengan P4, P5 dan P6 (kulit pisang raja fermentasi Trichoderma

harzianum 15%, 30% dan 45%). Artinya pemberian ransum kulit pisang raja tanpa fermentasi dan fermentasi Trichoderma harzianum dengan level yang berbeda memberi pengaruh yang sangat nyata terhadap persentase karkas kelinci Rex jantan. Sementara pada perlakuan ini sangat nyata dalam meningkatkan persentase karkas, karena rataan pada P0 lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P4, P5 dan P6

(55)

pengaruh sangat nyata dibandingkan P4, P5 dan P6 (kulit pisang raja fermentasi

Trichoderma harzianum level 15%, 30% dan 45%) terhadap persentase karkas. Pada perlakuan P1 dengan P2, P3 (kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal level 15% dengan 30%, 45%) memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase karkas, sama seperti P0 dengan P3 dan P6 (kulit pisang raja tanpa fermentasi level 45% dengan kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal 45% dan kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 45%) memberi pengaruh sangat nyata dalam meningkatkan persentase karkas. Pada P4 (kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum 15%) dengan P5, P6 (kulit pisang raja fermentasi Trichoderma harzianum level 30%, 45%) tidak berbeda nyata terhadap persentase karkas.  

Fariasi jumlah daging yang dihasilkan dari karkas seperti halnya kualitas daging dan produk daging dipengaruhi oleh faktor genetik termasuk faktor fisiologi dan nutrisi. Umur dan berat hidup juga dapat mempengaruhi jumlah daging yang dihasilkan dari berbagai spesies ternak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Lesson (2000) faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu fisiologi dan kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar lemak.

(56)

menghasilkan karkas sebesar 50 % dan betina 55 %. Seekor kelinci jantan dapat menghasilkan karkas sebanyak 43-52 % dan betina 50-59 % dari berat hidupnya.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Tabel 20. Rekapitulasi hasil penelitian kelinci Rex jantan

Perlakuan Bobot potong

(g/ekor)

Bobot karkas (g/ekor)

Persentase karkas (%)

P0 1445,67 649,15 44,90

P1 1462,33 656,98 44,93

P2 1535,67 708,00 46,10

P3 1389,33 624,03 44,91

P4 1268,00 564,65 44,53

P5 1208,00 537,50 44,50

P6 1151,00 511,33 44,43

(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemanfaatan kulit pisang raja yang difermentasi dengan mikroorganisme lokal sampai level 30 % lebih baik dibandingkan fermentasi dengan Trichoderma harzianum untuk meningkatkan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas kelinci Rex jantan lepas sapih.

Saran

Peternak dapat memberikan kulit pisang raja fermentasi mikroorganisme lokal dalam pakan pelet karena dapat meningkatkan bobot karkas.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(58)

DAFTAR PUSTAKA

Aksi Agraris Kanisius, 1996. Beternak Kelinci Lepas Sapih, Kanisius, Yogyakarta.

Anggorodi, R., 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta. Anggorodi, R., 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet dan M.Wootton (1987). Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Devendra, C., 1997. Utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P. 16. Malaysian Agriculture and Research Development Institute Serdang, Malaysian. Dirjen Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit dan Coklat

Indonesia, Jakarta.

Ensminger. 1991. Animal Science. The Interstate Printers and Publishers, Inc., New York, United State of Amerika.Johnston, R. G. 1983. Introduction To Sheep Farming. Granada Publishing Ltd. Great Britain.

Farel, D.J dan Y.C. Raharjo. 1984. The Potensial for Meat Production from Rabbit, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Hanafiah, K. A., 2003. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Palembang.

Handajani, H., 2007. Peningkatan Nilai Nutrisi Tepung Azolla Melalui Fermentasi. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah, Malang.

Harman, G.E. 2002. Trichoderma spp., including T. harzianum, T. viride, T. koningii, T. hamatum and other spp. Deuteromycetes, Moniliales (asexual classification system). URL: http://www.nysaes.cornell.edu/ent/biocontrol/ pathogens/trichoderma.html [9 September 2009]

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A. D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.

http://. Wikipedia.org. Saccharomyces sp. (diakses pada tanggal 1 Mei 2013 pukul 21.00 wib). Medan.

Indriyani, Y.H. (2007). Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.

(59)

Kartadisastra, H. R., 1997. Beternak Kelinci. Kanisius, Yogyakarta.

Kartadisastra, H. R., 1998. Ternak Kelinci dan Teknologi Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.

Laboratorium Nutrisi Pakan Ternak IPB. 2000.Hasil Analisa Kulit Pisang. IPB, Bogor.

Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, program Studi Peternakan,Fakultas pertanian, USU Medan (2009) b. Batubara,et al (1993), Disitasi oleh Muzaki (2011). Lesson , S ., 2000. Pengaruh Penggunaan Ampas Tahu Terhadap Efesiensi

Penggunaan Protein Oleh Ayam Pedaging. Jurnal Ilmiah, Semarang.

Manshur, F. 2009. Kelinci-pemeliharaan Secara Ilmiah, Tepat dan Terpadu. Nuansa . Bandung.

Masanto, R dan A. Agus. 2010. Beternak Kelinci Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Munadjim, 1983. Teknologi Pengelolahan Pisang. PT. Gramedia, Jakarta. Murtidjo, B.A. 1993. Memelihara Ternak Intensif. Kanisius, Yogyakarta.

NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Tenth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC Parakkasi, A., 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak . Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta 

Parakkasi, A.,1995. Ilmu Nutrisi Ruminansia Pedaging. Departemen Ilmu Pakan Ternak, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.

Postlethwait dan Hopson. 2006. Modern Biology. Holt, Rinehart dan Winston. Texas.

Prawirokusumo, S., 1990. Ilmu gizi Komparatif. BPFE, Yogyakarta.

Rans., 2004. Kelinci. Warintek Progressio. http//www.Progressio.or.id. (18 Februari 2012).

Rasidi. 2002. 302 Formula Pakan Lokal Alternatif Ternak. Penebar Swadaya, Jakarta.

(60)

Rohaeni, E.S., A. Darmawan, A. Hamdan, R. Qomariah dan A. Subhan. 2005. Inventarisasi dan Karakterisasi ternak di Kalimantan Selatan. Laporan Hasil Penelitian. BPTP Kalimantan Selatan.  

Sarwono, B., 2001.Kelinci Potong dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Sembiring, I., M. Jacob dan R. Sitinjak. 2006. Pemanfaatan Hasil Sampingan Perkebunan Dalam Konsentrat Terhadap Persentase Bobot Non-Karkas Dan Income Feed Cost Kambing Kacang Selama Penggemukan. Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol. 2, No. 2 Agustus.

Semangun H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada Univ Press. 808p

Siregar, S. B. 2008. Ransum Ternak Ruminansia. Penebar Swadaya. Jakarta. Siregar, A. 2009. Suplementasi Blok Multinutrisi Berbasis Hijauan Lapangan

Terhadap Kecernaan In Vivo Pada Domba Jantan, Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Sitorus, P., S. Sastrodiharjo, Y. C. Rahardjo, I. G. Putu, A. Nurhadi, Santosa, B. Sudaryani., 1982. Laporan Budidaya Peternakan Kelinci di Jawa, Puslitbangnat, Deptan.

Soeparno, 1994. Ilmu dan teknologi daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Steel, R.G.D and J.H. Torri.,1981. Principles and Procedures of Statistics, A Biometrical Approach. 2nd Edition, International Student Edition.

Sumoprastowo, R. M. CDA., 1989.Beternak Kelinci Idaman, Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Suriaatmadja, M. 1980. Beternak Kelinci di Pekarangan untuk Perbaikan Gizi Keluarga. Ed Sebtember 1980, No 4/Tahun I. Darmais.

Susilowati, I. 1997. Pengaruh Penambahan Tetes dan Urea pada Pembuatan Silase Kulit Pisang (Musa paradisiaca, L) terhadap Kualitas Silase. Skripsi. Sekolah Tinggi Pertanian Tribhuwana. Malang.

Sutanto, A. Prasetyo A.E. Lubis, F.AF. Dongoran, A.P. (2005). Viabilitas Bioaktivator Jamur Trichoderma koningii pada Media Tandan Kosong Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan, Indonesia

(61)

Suyanti, S., 1990. Budidaya Pengelolahan dan Prospek Pasar Pisang. Penerbit Swadaya, Jakarta.

Syahnen (2006). Eksplorasi, Perbanyakan dan Penggunaan Jamur Trichoderma. Balai Pengembangan Proteksi Tanaman Perkebunan Sumatera Utara. Medan.

Tjitjah,. 1997. Fermentasi Onggok. Disertasi S2 Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung.

(62)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skema Pembuatan Inokulen Cair

Dimasukkan air sumur sebanyak 10 liter ke dalam galon air

Dimasukkan gula sebanyak 600 gram

Dimasukkan ragi tempe sebanyak 60 gram

Dimasukkan yakult/susu basi sebanyak 15 ml

Dimasukkan ragi tape sebanyak 60 gram

Diaduk seluruh bahan sampai merata

(63)

Lampiran 2. Skema Pengolahan Kulit Pisang

Pengambilan kulit pisang

Pembersihan kulit pisang dari tangkai

Dipotong-potong kulit pisang berkisar 3-5 cm

Pencucian kulit pisang untuk mengurangi kotoran yang lengket

Pengovenan selama 12 jam suhu 65 0 celsius

Penggilingan atau grinder

(64)

Lampiran 3. Skema Fermentasi Kulit Pisang Dengan Inokulen Cair

Inokulen cair (siap digunakan)

Tepung kulit pisang 10 kg + dedak padi sebanyak 15 % dari bahan

Diaduk merata campuran bahan

Ditutup dengan selimut sabuk kelapa selama 5 hari

Pengukuran suhu dengan thermometer

Kulit pisang fermentasi diangin – anginkan sampai kering

(65)

Lampiran 4. Skema Fermentasi Kulit Pisang Raja Dengan Trichoderma harzianum

Kulit pisang di rebus suhu 30 0c

Trichoderma harzianum + Kulit pisang siap rebus diaduk merata

Ditutup dengan selimut sabuk kelapa selama 4 hari

Pengukuran suhu dengan thermometer

Kulit pisang fermentasi diangin – anginkan sampai kering

(66)

Lampiran 5. Skema pembuatan pakan bentuk Pelet

Bahan baku

Ditimbang menurut formula yang sudah ditetapkan Bahan baku digiling menjadi tepung dengan grinder

Diaduk hingga merata ditempat pengadukan

Ditambah air kedalam molases dengan perbandingan 1:1 kemudian aduk hingga merata

Diaduk kembali hingga bahan cair tercampur rata dalam bahan

Bahan baku berbentuk adonan dengan kebasahan 60 %

Adonan dimasukkan ke alat pencetak pelet

Dihasilkan pelet dengan ukuran 5-7 mm

Pelet dioven selama 12 jam dengan suhu 500 celsius

(67)

Lampiran 6. Rataan bobot akhir kelinci Rex Jantan pada penelitian

 

perlakuan ulangan

U1 U2 U3 Total rata-rata

P0 1505 1488 1475 4468.00 1489

P1 1539 1485 1501 4525.00 1508

P2 1621 1645 1478 4744.00 1581

P3 1322 1545 1436 4303.00 1434

P4 1259 1327 1355 3941.00 1314

P5 - 1313 1194 2507.00 1254

P6 1199 - 1194 2393.00 1197

Total 8445.00 8803.00 9633.00 26881.00

(68)

Lampiran 7. Analisis ragam karkas kelinci rex jantan selama penelitian

1. Bobot potong

Perlakuan ulangan

U1 U2 U3 Total rataan sd

P0 1459.00 1448.00 1430.00 4337.00 1445.67 14.64

P1 1491.00 1440.00 1456.00 4387.00 1462.33 26.08

P2 1576.00 1598.00 1433.00 4607.00 1535.67 89.59

P3 1277.00 1500.00 1391.00 4168.00 1389.33 111.51

P4 1214.00 1282.00 1308.00 3804.00 1268.00 48.54

P5 0.00 1268.00 1148.00 2416.00 1208.00 84.85

P6 1154.00 0.00 1148.00 2302.00 1151.00 4.24

Total 26021.00

2. Bobot karkas

Perlakuan ulangan

U1 U2 U3 Total rataan sd

P0 655,38 650,15 641,93 1947,46 649,15 5.70 P1 670,20 646,99 653,74 1970,94 656,98 12.35 P2 726,54 737,00 660,47 2124,00 708,00 40.88 P3 572,99 674,55 624,56 1872,10 624,03 49.28 P4 540,23 570,87 582,84 1693,95 564,65 18.39 P5 0,00 564,26 510,75 1075,01 537,50 44.52 P6 512,72 0,00 509,94 1022,66 511,33 3.04

(69)

3. Persentase karkas

Perlakuan ulangan

U1 U2 U3 Total rataan sd

P0 44,92 44,90 44,89 134,71 44,90 0,02

P1 44,95 44,93 44,90 134,78 44,93 0,03

P2 46,10 46,12 46,09 138,31 46,10 0,02

P3 44,87 44,97 44,90 134,74 44,91 0,05

P4 44,50 44,53 44,56 133,59 44,53 0,03

P5 0,00 44,50 44,49 88,99 44,50 0,01

P6 44,43 0,00 44,42 88,85 44,43 0,01

Total 269,77 269,95 314,25 853,97

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(70)

   

Lampiran 9. Susunan Ransum (%)

Nama Bahan Pakan P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Kulit Pisang 45,00 15,00 30,00 45,00 15,00 30,00 45,00

Bungkil Kelapa 11,00 9,00 8,00 5,00 17,00 13,00 14,00

Bungkil Inti Sawit 5,00 25,00 15,00 5,00 2,,00 12,00 5,00

Bungkil Kedelai 10,00 1,00 2,00 3,00 2,00 5,00 7,00

Dedak 9,00 30,00 25,00 22,00 25,00 20,00 9,00

Tepung Ikan 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00 10,00

Molases 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00 8,00

Top Mix 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Garam 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Total 100 100 100 100 100 100 100

Nutrisi

Protein Kasar 17,13 17,12 17,17 17,12 17,11 17,14 17,13

Energi Metabolisme 2654,85 2665,40 2752,90 2866,60 2661,2 2684,34 2745,36

Lemak Kasar 9,25 9,46 9,41 9,33 9,55 9,12 8,76

Serat Kasar 6,07 5,68 5,59 5,60 5,19 5,10 5,78

Kalsium 0,36 0,56 0,64 0,72 0,55 0,62 0,71

Gambar

Tabel 1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak
Tabel 2. Produksi dan reproduksi kelinci Rex
Tabel 3. Kebutuhan gizi pakan kelinci
Tabel 5. Kandungan nutrisi kulit pisang (% BK)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usaha di bidang peternakan pada saat ini menunjukkan kemajuan perkembangan yang lebih baik dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian.

Pemanfaatan kulit pisang raja fermentasi MOL (Mikroorganisme Lokal) dalam ransum dapat menaikkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan serta menurunkan konversi

Trichorderma harzianum yang dijadikan pelet sebagai pakan ternak terhadap performans kelinci rex jantan lepas sapih.

Kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai makanan ternak seperti kambing,.. babi, kelinci, kuda dan

Suplementasi Blok Multinutrisi Berbasis Hijauan Lapangan Terhadap Kecernaan In Vivo Pada Domba Jantan, Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa pemberian kulit pisang raja fermentasi MOL dan Trichoderma harzianum memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kecernaan

Penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh dari pemanfaatan kulit daging buah kopi fermentasi sebagai bahan pakan campuran dalam bentuk ransum pelet terhadap performans

Besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki. bentuk badan bulat, berbadan