TINJAUAN PUSTAKA
Karekteristik dan Potensi Ternak Kelinci
Menurut sistem binomial, bangsa kelinci diklasifikasikan sebagai berikut ;
Ordo : Lagomorpha, Famili : Leporidae, Subfamili : Laporine, Genus : Lepus,
Orictolagus, Spesies : Lepus spp, Orictolagus spp. (Rans, 2004).
Seekor kelinci bisa menghasilkan anak dengan kisaran 48-74 ekor dalam
setahun, lebih banyak dibandingkan dengan sapi (0,9), domba (1,5), dan kambing
(1,5) seperti yang tertera dalam Tabel 1. Kelinci mempunyai konversi daging
yang cukup tingggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%.
Tabel 1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak
Jenis ternak
Tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari
sebagai kelinci hias, kelinci penghasil bulu dan kelinci penghasil daging. Kelinci
hias adalah jenis kelinci yang dipelihara sebagai hewan kesayangan yang
didasarkan pada bentuk dan ukuran tubuh kecil, lucu serta berbulu indah, tebal
dan lembut. Contohnya antara lain Angora, Loop, Jersey, Woolies, Lions, Fuzzy
dan mini Rex. Tujuan pemeliharaan kelinci kedua adalah penghasil bulu yang
bernilai ekonomi tinggi sehingga potensi untuk di ekspor. Contoh kelinci
kriteria persentase karkas 50-60%, bobot badan mencapai 2 kg pada umur 8
minggu dan memiliki laju pertumbuhan tinggi yaitu sekitar 40 g/ekor/hari.
Beberapa jenis kelinci pedaging antara lain Flemish Giant, new Zealand white,
Vlameusreus, satin, Rex, Rexa, persilangan antara Flemish dengan kelinci lokal
(Masanto dan Agus, 2010).
Kelinci memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan ternak yang
sangat penting di dunia. Budidayanya cocok dilakukan oleh masyarakat karena
tidak membutuhkan tanah yang luas dan modal yang besar serta mampu tumbuh
dan berkembang dengan cepat (Sitorus et al, 1982).
Tabel 2. Produksi dan reproduksi kelinci Rex
Data Keterangan
Lama penyapihan 6-8 minggu
Umur dewasa kelamin 2 bulan
Umur dewasa tubuh 4 bulan
Lama bunting 29-32 hari
Lama produksi 1-3 tahun
Bobot dewasa 2,7-3,6 kg
Sumber: Kartadisastra (1994)
Kebutuhan pakan yang seimbang harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi
kelinci. Dalam beternak kelinci pedaging, hal ini perlu diperhatikan agar kelinci
dapat mencapai bobot maksimal pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu,
peternak harus mengetahui kebutuhan gizi masing-masing kelinci. Kebutuhan gizi
kelinci berbeda-beda sesuai dengan umur dan kondisi kelinci. Berikut
perbandingan kebutuhan gizi pakan pada beberapa fase hidup kelinci
Tabel 3. Kebutuhan gizi pakan kelinci
Periode
Kebutuhan gizi (%)
Protein Lemak Serat kasar
Bunting 15 – 17 3 – 6 12 – 16
Menyusui 24 – 26 3 – 6 12 – 16
Dewasa 12 – 15 2 – 4 16 – 22
Muda 16 – 18 3 – 6 12 – 16
Sumber : Ensminger (1991) dalam Nuning (2011), Beternak dan Bisnis Kelinci Pedaging
Selain kebutuhan gizi, kelinci pedaging juga harus terpenuhi kebutuhan
bahan keringnya. Jumlah pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan
kelinci sesuai umur dan bobotnya. Jumlah pakan yang kurang menyebabkan
kenaikan bobot tubuh kelinci akan lambat. Sementara itu, jumlah pakan yang
berlebihan hanya menyebabkan pemberian pakan tidak efisien dan menambah
biaya produksi. Dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Tabel 4. Kebutuhan bahan kering kelinci
Periode Bobot (kg) Bahan kering (%) Kebutuhan bahan kering (g/ekor/hari)
Muda 1,8 – 3,2 6,2 – 5,4 112 – 173
Dewasa 2,3 – 6,8 4,0 – 3,0 92 – 204
Bunting 2,3 – 6,8 5,0 – 3,7 115 – 251
Menyusui 4,5 11,5 520
Sumber : NRC (1979) dalam Muslih et al. (2005), Tatalaksana Pemberian Pakan Untuk Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci
Pakan Ternak Kelinci
Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pemberian pakan yang
diberikan hendaknya memiliki persyaratan kandungan gizi yang lengkap seperti
protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna
(Anggorodi, 1990).
Pakan merupakan salah satu faktor utama dalam mengendalikan ternak
kelinci. Karena itu berhasilnya usaha ternak kelinci (daging, kulit, bulu) juga
sangat tergantung pada perhatian peternak pada penyajian mutu pakan beserta
volumenya. Pakan harus mencukupi jumlah zat gizi yang dibutuhkan kelinci
sesuai fase pertumbuhannya. Ada pun zat-zat yang harus dipenuhi adalah vitamin,
mineral, hidrat arang, protein, lemak dan air (Aksi Agraris Kanisius, 1996).
Bahan pakan yang sering diberikan kepada ternak kelinci adalah: hijauan,
umbi, biji dan hay. Hijauan dalah tanaman yang dapat tumbuh seperti rumput,
daun-daun, sayur-sayuran kaya vitamin, mineral dan protein. Adapun daun-daun
sayuran yang dapat diberikan seperti kol, sawi, kangkung, daun turi, daun kacang
tanah, kacang panjang, demikian pula rumput yang relatif lunak dan batangnya
halus, umbian dalam keadaan segar mengandung air sekitar 60-90%, dan bahan
kering sekitar 5-40%. Contohnya wortel, ubi jalar, ubi kayu. Biji yang bisa
diberikan kepada kelinci adalah biji padi dan legum. Keduanya disebut konsentrat,
karena masing-masing berkonsentrasi gizi tinggi. Hay diberikan hanya sebagai
pelengkap karena kadar proteinnya tinggal 50% dari hijauan tersebut dalam
keadaan segar (Sumoprastowo, 1989).
Potensi Kulit Pisang Sebagai Pakan Ternak
Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut ;
Divisi : Spermatophyta, Sub divisi : Angiospermae, Kelas : Monocotyledonae,
bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya yaitu
kira-kira sepertiga dari buah pisang yang belum dikupas. Umumnya kulit pisang belum
dimanfaatkan secara optimal tetapi kebanyakan dibuang sebagai sampah, padahal
kulit pisang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak karena kandungan
gizinya yang cukup tinggi. Selain itu juga dapat digunakan sebagai bahan baku
anggur, alkohol dan kompos (Munadjim, 1983).
Tabel 5. Kandungan nutrisi kulit pisang (% BK)
Kandungan Nutrisi Jumlah
Bahan kering (%) 91,42
Protein Kasar (%) 6,48
Lemak Kasar (%) 9,7
Serat Kasar (%) 15,67
Energi Metabolisme (Kkal/kg) 3159
Sumber: Laboratorium Nutrisi pakan Ternak IPB Bogor (2000)
Tanaman pisang banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup
manusia. Selain buahnya, bagian tanaman lainya pun dapat dimananfaatkan,
mulai dari bonggol sampai daun. Termasuk kulit pisang juga dapat digunakan
sebagai bahan pakan ternak (Suyanti, 1990).
Varietas pisang yang terbesar di Indonesia begitu banyak jumlahnya.
Demikian halnya dengan kulitnya. Kulit pisang yang baik berasal dari pisang yang
beraroma tajam seperti halnya kulit pisang raja yang mempunyai kulit tebal, ada
yang berwarna kuning berbintik coklat (pisang raja bulu), ada juga yang berkulit
tipis berwarna kuning kecoklatan (pisang raja sore) yang sangat cocok sekali
Fermentasi
Secara sederhana fermentasi didefenisikan sebagai salah satu cara
pengelolahan dengan melibatkan mikroba (kapang, bakteri atau ragi), baik yang
ditambahkan dari luar ataupun secara spontan sudah terdapat di dalam bahan
bakunya (Tjitjah, 1997).
Selama proses fermentasi terjadi, bermacam-macam perubahan komposisi
kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta
perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan
penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan
perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi
pemecahan substrat oleh enzim–enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat
dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama
proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga
dihasilkan protein ekstraseluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga
terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).
MOL (Mikroorganisme Lokal) Rhizhopus sp
Rhizopus sp adalah genus jamur benang yang termasuk filum Zygomycota
ordo Mucorales. Rhizopus sp mempunyai ciri khas yaitu memiliki hifa yang
membentuk rhizoid untuk menempel ke substrat. Ciri lainnya adalah memiliki
hifa coenositik, sehingga tidak bersepta atau bersekat. Miselium dari Rhizopus sp
yang disebut stolon menyebar di atas substratnya karena aktivitas dari hifa
vegetatif. Rhizopus sp bereproduksi secara aseksual dengan memproduksi banyak
lainnya oleh sebuah dinding seperti septa. Salah satu contoh spesiesnya adalah
Rhizopus stonolifer yang biasanya tumbuh pada roti basi
(Postlehwait dan Hopson, 2006).
Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memakai
Rhizopus sp, mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari
41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga
dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan
(Handajani, 2007).
Saccharomyces sp
Saccharomyces sp merupakan genus khamir/ragi/enyeast yang memiliki
kemampuan mengubah glukosa menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces
merupakan mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil, termasuk kelompok
Eumycetes. Tumbuh baik pada suhu 300C dan pH 4,8. Beberapa kelebihan
saccharomyces dalam proses fermentasi yaitu mikroorganisme ini cepat
berkembang biak, tahan terhadap suhu yang tinggi, mempunyai sifat stabil dan
cepat mengadakan adaptasi. Beberapa spesies Saccharomyces mampu
memproduksi ethanol hingga 13,01%. Hasil ini lebih bagus dibanding genus
lainnya seperti Candida dan Trochosporon. Pertumbuhan Saccharomyces
dipengaruhi oleh adanya penambahan nutrisi yaitu unsur C sebagai sumber
carbon, unsur N yang diperoleh dari penambahan urea, ZA, amonium dan pepton,
mineral dan vitamin. Suhu optimum untuk fermentasi antara 28-300C. Beberapa
spesies yang termasuk dalam genus ini di antaranya yaitu Saccharomyces
cerevisiae, Saccharomyces boullardii, dan Saccharomyces uvarum
Saccharomyces penting dalam dekomposisi karbohidrat. Ragi /Yeast
(Saccharomyces cerevisiae) memproduksi substansi dengan cara fermentasi.
Substansi bioaktif yang dihasilkan oleh ragi berguna untuk pertumbuhan sel dan
pembelahan akar. Ragi juga berperan dalam perkembang biakan atau pembelahan
mikroorganisme menguntungkan lain seperti Actinomycetes dan bakteri asam
laktat (Lactobacillus sp) (Indriani, 2007).
Lactobacillus sp
Lactobacilus sp adalah genus bakteri gram-positif, anaerobik fakultatif
atau mikroaerofilik. Genus bakteri ini membentuk sebagian besar dari kelompok
bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat
mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri
ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Dalam tubuh manusia, bakteri ini
dapat ditemukan di dalam sistem pencernaan, dimana mereka bersimbiosis dan
merupakan sebagian kecil dari flora usus. Banyak spesies dari Lactobacillus
memiliki kemampuan membusukkan materi tanaman yang sangat baik. Produksi
asam laktatnya membuat lingkungannya bersifat asam dan mengganggu
pertumbuhan beberapa bakteri merugikan. Beberapa anggota genus ini telah
memiliki genom sendiri. Beberapa spesies Lactobacillus sering digunakan untuk
industri pembuatan yoghurt, keju, sauerkraut, acar, bir, anggur (minuman), cuka
kimchi, cokelat dan makanan hasil fermentasi lainnya, termasuk juga pakan
hewan, seperti silase. Ada pula roti adonan asam, dibuat dengan “kultur awal”
yang merupakan kultur simbiotik antara ragi dengan bakteri asam laktat yang
berkembang di media pertumbuhan air dan tepung. Laktobasili, terutama L. Casei
Cara kerja spesies ini adalah dengan menurunkan pH bahan fermentasinya dengan
membentuk asam laktat (http://wikipedia.org, 2013).
Lactobacillus sp penting dalam dekomposisi bahan organik. Jenis-jenis
bakteri asam laktat ini antara lain: Lactobacillus lactic, Lactobacillus
acidophillus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus plantarum, Lactobacillus
delbrueckii (Sutedjo, dkk. 1991).
Lactobacillus paling tahan terhadap keadaan asam dibandingkan jenis
bakteri asam laktat lainnya (Jenis Pediococcus dan Streptococcus). Bakteri ini
penting dalam fermentasi susu. Kelompok bakteri asam laktat menghasilkan
sejumlah besar asam laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme gula
(karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan cara ini akan menurunkan nilai
pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. pH yang
rendah ini menyebabkan hambatan pertumbuhan pada beberapa mikroorganisme
lainnya khususnya bakteri (Buckle, dkk. 1987).
Lactobacillus sp merupakan bakteri yang memproduksi asam laktat
sebagai hasil penguraian gula dan karbohidrat lain. Lactobacillus dapat
bekerjasama dengan bakteri fotosintetik dan ragi. Asam laktat merupakan bahan
sterilisasi yang kuat yang dapat menekan mikroorganisme berbahaya dan dapat
menguraikan bahan organik dengan cepat (Indriani, 2007).
Trichoderma
Klasifikasi Trichoderma sp. menurut Semangun (2000) adalah sebagai
berikut: Kingdom : Fungi, Phylum : Ascomycota, Class : Ascomycetes, Subclass
:Hypocreomycetidae, Ordo : Hypocreales, Family : Hypcreaceae, Genus
Trichoderma merupakan salah satu jamur yang bersifat selulolitik yang potensial
menghasilkan selulase dalam jumlah yang relatif banyak untuk mendegradasi
selulosa. Trichoderma menghasilkan enzim kompleks selulase yang dapat
merombak selulosa menjadi selobiosa hingga menjadi glukosa. Trichoderma spp.
memiliki kemampuan untuk menghasilkan berbagai enzim ekstraseluler,
khususnya selulase yang dapat mendegradasi polisakarida kompleks
(Harman, 2002).
Beberapa ciri morfologi fungi Trichoderma harzianum yang menonjol
antara lain koloninya berwarna hijau muda sampai hijau tua yang memproduksi
konidia aseksual berbentuk globus dengan konidia tersusun seperti buah anggur
dan pertumbuhannya cepat (fast grower) (Harman, 2002).
Trichoderma adalah jamur tanah yang banyak berperan dalam
dekomposisi bahan organik. Disamping itu, Trichoderma merupakan jamur
antagonis bagi berbagai jamur patogen seperti Ganoderma pseudoferreum,
Rigidoporus lignosus, Rosellina bunodes, Fusarium, Rhizoctonia, Colletotrichum,
dll. Jamur Trichoderma menghuni permukaan perakaran tanaman dalam bentuk
miselia (Syahnen, 2006; Sutanto, dkk. 2005).
Mekanisme antagonistik dapat berjalan melalui berbagai cara antara lain
kompetisi, antibiosis, mikroparasitisme dan lisis. Trichoderma dapat
mempengaruhi tingkat resistensi tanaman terhadap serangan patogen dan
mengurangi dampak negatifnya. Inokulasi Trichoderma pada tanaman budidaya
dapat meningkatkan massa dan kesehatan akar sehingga meningkatkan hasil
secara berkala hal yang tidak dapat dilakukan oleh fungisida kimia
Teknologi Pengolahan Pakan Berbentuk Pelet
Pada dasarnya, pelet dibuat untuk memenuhi kebutuhan gizi kelinci sacara
instan, artinya hanya dengan satu jenis pakan pelet semua kebutuhan kelinci
terpenuhi, sehingga kita tidak perlu lagi menyediakan bermacam-macam jenis
pakan. Aturan dasar dalam membuat pelet adalah kandungan gizi. Jadi boleh
terbuat dari apa pun selama gizi kelinci terpenuhi dan bahan yang digunakan
aman (Rasidi, 2002).
Untuk membuat pakan bentuk crumble atau pelet dari pakan bentuk
tepung harus dilakukan proses lebih lanjut. Selain itu juga perlu dilakukan
pengujian kepadatan atau kerekatanya jika mau dibuat pakan bentuk pelet.
Caranya, ambil pakan yang berbentuk secukupnya lalu dijemur. Setelah kering,
kalau pelet yang dihasilkan keras dan tidak mudah pecah berarti baik. Namun jika
pelet kurang keras dan mudah pecah maka dapat diberikan tambahan perakat
sintesis (white pellard) atau tepung tapioca. Penambahan bahan tersebut bertujuan
untuk membantu tingkat kekerasan pelet seperti yang diinginkan (Rasidi, 2002).
Pelet kelinci sampai saat ini masih menjadi masalah bagi peternak kelinci.
pasalnya, sampai sekarang belum ada pabrik khusus yang menyediakan pelet
kelinci. Kalau ada, hanya pabrikan skala kecil di daerah tertentu yang dikenal
sebagai sentra produksi kelinci seperti di Lembang, Bogor, Klaten dan Malang.
Padahal pelet ini sangat penting bagi para peternak, khususnya ketika musim
kemarau tiba, dimana rumput berkualitas sulit didapatkan. Pelet khusus untuk
kelinci sangat penting, karena dengan begitu seorang peternak bisa menimbun
untuk jangka waktu lama ini membuat arus khas keuangan untuk biaya ternak
uangnya dibelikan untuk pakan kelinci hingga sebulan penuh
(Prawirokusumo,1990).
Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit (BIS) adalah hasil ikutan proses ekstraksi inti sawit.
Bahan ini dapat diperoleh dengan proses kimia atau dengan cara mekanik
(Devendra, 1997).
Tabel 7. Komposisi nutrisi bungkil inti sawit
Nutrisi Kandungan
Energi Metabolis (Kkal/kg) 28,10
Protein Kasar (%) 15,40
Lemak Kasar (%) 6,49
Serat Kasar (%) 9
Abu (%) 5,18
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian USU (2000). Disitasi oleh Muzakki (2011).
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa merupakan salah satu sumber protein yang penting di
Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan lisin
sehinnga bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi unggas
Tabel 8. Komposisi nutrisi bungkil kelapa (%)
Nutrisi Kandungan
Energy metabolis (Kkal/kg) 1540
protein kasar (%) 18,56
Lemak kasar (%) 1,8
Serat kasar (%) 15
Abu (%) 11,7
Sumber : Siregar (2009) Hartadi (2005). Disitasi oleh Muzakki (2011).
Dedak Padi
Penggunaan dedak padi telah lazim digunakan sebagai salah satu bahan
campuran pakan, baik untuk ternak ruminansia maupun non ruminansia termasuk
unggas. Dedak cukup mengandung energi dan protein dan kaya akan vitamin
(Rasyaf, 1990). Kandungan nutrisi dedak padi tertera pada Tabel 9.
Tabel 9. Kandungan nutrisi dedak padi
Uraian Jumlah kandungan
Protein Kasar (%) 13,3a
Lemak Kasar (%) 7,2a
Serat Kasar(%) 13,5b
Kalsium (%) 0,07a
Posfor (%) 1,61a
Energi Metabolisme (kkal/kg) 2850a
Sumber: a. NRC (1998) b. Hartadi et al (1997) Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan sumber protein utama, karena bahan ransum
yang cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik.
Tepung ikan mudah busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar
(Anggorodi, 1995). Komposisi nutrisi tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 10 di
bawah ini.
Tabel 10. Komposisi nutrisi tepung ikan (%)
Nutrisi Kandungan
Energy metabolis (Kkal/kg) 2565
Protein kasar (%) 55
Lemak kasar (%) 8
Serat kasar (%) 1
Abu (%) 11,7
Sumber : Siregar 2009) Hartadi (2005). Disitasi oleh Muzakki (2011).
Mineral
Mineral merupakan nutrisi yang esensial selalu digunakan untuk
memenuhi kebutuhan ternak juga memesok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh
ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis
mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi
hanya 15 jenis mineral yang tergolong esesnsial untuk ternak ruminansia. Agar
pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan
15 jenis mineral esensial yaitu 7 jenis mineral esensial makro yaitu Ca, K, P, Mg,
Na, Cl, dan S. Jenis mikroba ada 4 yaitu Cu, Fe, Mn, dan Zn dan 4 jenis mineral
Garam
Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain
berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas
(Pardede dan Asmira, 1997).
Garam berfungsi untuk merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak garam
akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan odema. Defesiensi garam
lebih sering terdapat pada hewan herbivora daripada hewan lainnya, karena
hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala defisiensi garam adalah
bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, nafsu makan hilang, dan
produksi menurun sehingga menurunkan bobot badan (Anggorodi, 1990).
Garam dapur ditambahkan sebanyak 5% untuk menurunkan tingkat
konsumsi konsentrat berenergi tinggi sampai menjadi 1,25-1,75 Kg/ekor/hari.
Semula pengaruhnya terlihat meningkatkan konsumsi kemudian menurunkan
sampai jumlah yang dikehendaki (Parakkasi,1995).
Molases
Molases atau tetes tebu adalah hasil sampingan pengolahan tebu menjadi
molases yang bentuk fisiknya berupa cairan kental dan berwarna hitam
kecoklatan. Walaupun harganya murah, namun kandungan gizi yang berupa
karbohidrat, protein dan mineralnya masih cukup tinggi dan dapat digunakan
untuk pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pendukung. Kandungan nutrisi
Tabel 11. Kandungan nutrisi pada molases
Kandungan Zat Nilai gizi
Bahan Kering 67,5 a
Total digestible nutriens (TDN) 56,7 b
Sumber: a. Laboratorim Ilmu Makanan Ternak, program Studi Peternakan,Fakultas pertanian, USU Medan (2009) b. Batubara,et al (1993), Disitasi oleh Muzaki (2011).
Bobot Potong
Sebelum penyembelihan dilakukan, sebaiknya dilakukan Starving yaitu
perlakuan terhadap kelinci, dimana kelinci tersebut tidak diberi pakan selama 6-10
jam. Tujuan dari perlakuan ini adalah untuk mengosongkan usus yang akan
menentukan besarnya persentase karkas. Perlu diperhatikan bahwa untuk
mencegah terjadinya dehidrasi dan penurunan berat badan khususnya pada daerah
tropis, maka selama perlakuan ini kelinci harus mendapatkan air minum yang
cukup baik kualitas maupun kuantitasnya. Penyembelihan pada kelinci prinsipnya
adalah sama dengan ternak lainnya yakni memutuskan saluran darah balik
(Vena Jugularis) pada bagian antara kepala dan leher untuk menghasilkan daging
dan kulit yang berkualitas tinggi (Kartadisastra, 1997).
Penyembelihan dapat dilakukan oleh dua orang, seorang memegang ternak
dan seorang lagi menyembelihnya, tetapi orang yang sudah berpengalaman
melakukannya sendiri. Penyembelihan dilakukan dengan pisau yang cukup tajam
selesai disembelih, kelinci segera digantung dengan kaki belakang ke arah atas,
untuk mempercepat pengeluaran darah (Kartadisastra, 1997).
Stress sebelum pemotongan, seperti pada iklim, tingkah laku yang agresif
diantara ternak atau gerakan yang berlebihan dan pemuasaan yang terlalu lama
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot
Soeparno (1994).
Glukosa adalah gula yang penting untuk mengontrol metabolisme energi
ternak pedaging, termasuk dalam pembentukan glikogen. Secara persentase urat
daging tidak banyak glikogen (hanya 1 persen) dibandingkan dengan hati (2-8
persen). Namun total massa daging dalam tubuh sangat besar sehingga jumlah
glikogen yang disimpan dalam urat daging cukup besar (Parakkasi, 1995).
Stres sebelum pemotongan seperti iklim, tingkah laku yang agresif
diantara ternak atau gerakan yang berlebihan dan pemuasaan yang terlalu lama
mempunyai pengaruh yang besar terhadap penurunan atau habisnya glikogen otot
dan akan menurunkan persentase karkas (Kartadisastra, 1998).
Bobot Karkas dan Persentase Bobot Karkas
Karkas pada ternak kelinci diperoleh dari hasil penimbangan dari daging
bersama tulang kelinci yang telah dipisahkan dari kepala sampai batas pangkal
leher dan dari kaki sampai batas pergelangan kaki, isi rongga perut, darah, ekor
dan kulit. Besarnya bobot karkas tergantung besarnya kelinci yang akan dipotong selain itu kondisi kelinci juga sangat berpengaruh diantaranya yang memiliki
bentuk badan bulat, berbadan lebar padat dan singset menunjukkan keadaan fisik
yang prima dan bertenaga kuat mencerminkan kandungan dagingnya yang banyak
Faktor yang menentukan nilai karkas meliputi berat karkas, jumlah daging
yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan. Nilai karkas
yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin atau tipe ternak yang
menghasilkan karkas, umur, kedewasaan ternak dan jumlah lemak intramuscular
di dalam otot (Soeparno, 1994).
Faktor yang mempengaruhi bobot karkas pada dasarnya adalah faktor
genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu fisiologi dan kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan
faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar
lemak (Lesson, 2000).
Karkas pada ternak kelinci adalah bagian tubuh yang sudah disembelih
dipisahkan kepala, jari sampai pergelangan kaki, kulit, ekor, jeroan (usus, jantung,
hati dan ginjal). Menurut pembagiannya, karkas ternak kelinci dapat dipotong
sesuai dengan porsinya masing-masing menjadi delapan potong daging yaitu: Dua
potong kaki depan, dua potong bagian dada sampai leher, dua potong pinggang,
dua potong kaki belakang (Kartadisastra, 1998).
Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dan bobot
hidup yang mempunyai faktor penting dalam produksi ternak potong sebenarnya,
karena dalam bobot hidup masih terdapat saluran pencernaan dan organ dalam
yang beratnya untuk masing-masing ternak berbeda. Persentase karkas
dipengaruhi oleh bertambahnya umur serta bobot hidup dan akan diikuti dengan
peningkatan bobot karkas yang dihasilkan, selain itu persentase karkas juga
Faktor yang mempengaruhi persentase karkas adalah umur potong dan
jenis kelamin. Kelinci jantan umur 5 bulan menghasilkan karkas sebesar 46 % dan
betina 44 %. Kelinci jantan umur 8 bulan menghasilkan karkas sebesar 50 % dan
betina 55 %. Seekor kelinci jantan dapat menghasilkan karkas sebanyak 43-52 %