• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur kalimat dan gaya bahasa pada iklan kecantikan dan perawatan tubuh di tabloid Nova edisi Oktober-Desember 2010 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Struktur kalimat dan gaya bahasa pada iklan kecantikan dan perawatan tubuh di tabloid Nova edisi Oktober-Desember 2010 - USD Repository"

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

STRUKTUR KALIMAT DAN GAYA BAHASA PADA IKLAN

KECANTIKAN DAN PERAWATAN TUBUH DI TABLOID NOVA

EDISI OKTOBER-DESEMBER 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Oleh:

F. HESTI NUGRAHENI 051224036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,

Bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.

Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan

Yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir”

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji syukur skripsi ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang senantiasa melindungi dan

tidak habis memberikan kekuatan kepadaku.

Kedua orangtuaku, Bapak Ign. Shaleh Raharja dan Ibu Theresia

Kasni yang telah sabar mendidik dan memberiku kasih sayang.

Adikku Elisabeth Agnes Novitasari yang telah memberikan rasa

kebersamaan dan canda tawa untukku.

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Nugraheni, F. Hesti. 2011. Struktur Kalimat dan Gaya Bahasa pada Iklan Kecantikan dan Perawatan Tubuh di Tabloid Nova Edisi Oktober-Desember 2010. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji struktur kalimat dan gaya bahasa pada iklan kecantikan dan perawatan tubuh di Tabloid Nova Edisi Oktober-Desember 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kalimat dilihat dari kelengkapan unsur-unsur fungsionalnya, dan gaya bahasa dalam iklan kecantikan dan perawatan tubuh. Sumber data yang digunakan ada empat puluh enam iklan. Data dalam penelitian ini adalah semua kalimat yang ada dalam iklan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada empat macam kalimat menurut strukturnya, yaitu: kalimat tunggal (132), kalimat majemuk setara (10), kalimat majemuk bertingkat (19), dan kalimat yang tidak memiliki kejelasan unsurnya (16). Dilihat dari kelengkapan unsurnya terdapat kalimat tunggal tanpa subjek (37), kalimat majemuk setara semua memliki unsur S (subjek), kalimat majemuk bertingkat tanpa subjek (3). Gaya bahasa yang ditemukan meliputi gaya bahasa personifikasi (49), gaya bahasa hiperbola (15), gaya bahasa oksimoron (2), gaya bahasa periphrasis (3), gaya bahasa epizeukis (3), gaya bahasa eponim (2), gaya bahasa mesodiplosis (1), gaya bahasa depersinifikasi (4), gaya bahasa anaphora (1), gaya bahasa asonasis (1), dan gaya bahasa polisindenton (1).

(9)

ix ABSTRACT

Nugraheni, F. Hesti. 2011. The Sentence Structure and Figures of Speech in Beauty and Body Treatments Advertisement in Nova Tabloid Edition October-December 2010. Thesis. Yogyakarta: Study Program of Local and Indonesian Literature and Language Education, Faculty of Teachers Training Education, Sanata Dharma University.

This research studied the the sentence structure and figures of speech in beauty and body treatments advertisement in Nova Tabloid Edition October-December 2010. This research intended to describe the sentence structure seen from the completeness of functional elements, figures of speech of advertising beauty and body treatments. The data source used is totaled there forty-six advertisement. The data in the research were all sentences in the advertisement.

The results of this research show that there are four kinds of sentences according to their structures, namely: simple sentences (132), compound sentences (10), complex sentences (19), and sentences that do not have the clarity of the element (16). Based on the completenes of the element contained singular sentences without subject (37), compound sentences at all equivalent elements S (subject), complex sentences without a subject (3). Figures of speech that is found include personifications (49), hyperbole (15), oxymorons (2), periphrasys (3), epizeucys (3), eponymous(2), mesodiplosis (1), depersonifications (4), anaphora (1), asonansy (1), and polisindenton (1).

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya dalam proses penyusunan skripsi ini

hingga dapat disajikan dalam wujud sekarang ini.

Skripsi berjudul “Struktur Kalimat dan Gaya Bahasa pada Iklan Kecantikan

dan Perawatan Tubuh di tabloid Nova Edisi Oktober-Desember 2010” diajukan

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

Penulis menyadari banyak pihak yang membantu, membimbing dan

mengarahkan penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Dr. Y. Karmin, M. Pd., selaku dosen pembimbing pertama yang dengan sabar

membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Pranowo, M. Pd., selaku dosen pembimbing kedua yang dengan

sabar membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

3. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

4. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua prodi PBSID Universitas Sanata

Dharma.

5. Seluruh staf pengajar Prodi PBSID yang telah membimbing penulis selama

(11)

xi

6. Karyawan sekretariat PBSID, F.X Sudadi yang selalu sabar memberikan

bantuan pelayanan akademik selama penulis kuliah di Prodi PBSID.

7. Kedua orangtuaku, Bapak Ign. Shaleh Raharja dan ibu Theresia Kasni yang

telah mendidik, dan selalu memberikan nasehat serta dukungan di hidupku.

8. Adikku, Elisabeth Agnes Novitasari yang selalu menjadi penyemangat dalam

hidupku.

9. Keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang, dan doa

kepada penulis.

10.Keluarga Bapak Budy Rahardjo yang selalu memberikan dukungan dan

mampu menjadi keluarga keduaku. Terimakasih atas segala dukungan dan

motivasi yang telah diberikan selama ini.

11.Mahendra Sigit Hermawan yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang

untukku.

12.Sahabat-sahabatku, Refti Bernadevi, S. Pd., Rosiana Priharsanti, S. Pd., Bekti

Yustiarti yang telah bersedia memberikan ruang dan waktu untuk berbagi suka

maupun duka bersama.

13.Teman-teman Prodi PBSID angkatan 2005 yang tidak dapat disebutkan

namanya satu persatu, terima kasih atas kebersamaan kalian selama ini.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak

membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Tuhan membalas semua

kebaikan kalian semua, Amin

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 5

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.5Batasan Istilah ... 6

(14)

xiv

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Penelitian yang Relevan ... 9

2.2 Kajian Teori ... 10

2.2.1Kalimat ... 11

2.2.1.1 Unsur-unsur Kalimat ... 12

2.2.1.2 Bentuk-bentuk Kalimat ... 24

2.2.1.3 Hubungan Makna Antara Klausa yang Satu Dengan Klausa Lainnya dalam Kalimat ... 30

2.2.2Gaya Bahasa ... 39

2.2.2.1 Gaya Bahasa Perbandingan ... 41

2.2.2.2 Gaya Bahasa Pertentangan ... 44

2.2.2.3 Gaya Bahasa Pertautan ... 49

2.2.2.4 Gaya Bahasa Perulangan ... 52

2.2.3Iklan ... 56

2.2.3.1 Jenis-jenis Iklan ... 57

2.2.3.2 Bahasa Iklan ... 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 60

3.1Jenis Penelitian ... 60

3.2Sumber Data dan Data Penelitian ... 61

3.3Instrumen Penelitian ... 62

3.4Teknik Pengumpulan Data ... 62

3.5Teknik Analisis Data ... 63

(15)

xv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1Deskripsi Data ... 65

4.2Analisis Data ... 66

4.2.1AnalisisStruktur Kalimat dan Kelengkapannya ... 66

4.2.2Analisis Gaya Bahasa ... 68

4.3Pembahasan ... 72

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 79

1.1Kesimpulan ... 79

1.2Implikasi ... 80

1.3Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 84

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Persamaan dan Perbedaan Antara Objek dan Pelengkap ... 22

Tabel 2 Macam Kalimat Berdasarkan Strukturnya ... 77

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Jumlah Kalimat Pada Iklan ... 85

Lampiran 2 Iklan Kecantikan dan Perawatan Tubuh di Tabloid Nova ... 86

Lampiran 3 Data Unsur Kalimat ... 133

Lampiran 4 Data Struktur Kalimat ... 143

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tayangan iklan dari berbagai macam produk kecantikan dan perawatan

tubuh sangat mendominasi media massa baik cetak maupun elektronik seperti

televisi. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya iklan produk kecantikan dan

perawatan di seluruh stasiun televisi yang muncul sebagai selingan dari tayangan

program atau acara yang disuguhkan kepada pemirsa. Tidak kalah dengan media

elektronik, dalam media cetak seperti majalah, tabloid pun banyak dihiasi iklan

yang mempromosikan berbagai macam produk kecantikan dan perawatan tubuh.

Iklan dalam berbagai media massa tersebut merupakan salah satu bentuk

komunikasi secara tertulis. Iklan berisi pesan yang menawarkan suatu produk

yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media seperti televise, majalah

atau radio.

Iklan sebagai salah satu bentuk promosi dari berbagai macam produk,

dikemas sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku

masyarakat. Hal ini terkait dengan tujuan iklan yang salah satu di antaranya

adalah untuk merayu konsumen agar menggunakan barang yang ditawarkan dari

produsen barang. Terkait dengan itu, dalam mengemas iklan terdapat sejumlah

hal yang penting yang perlu/harus dipertimbangkan pembuat iklan agar pesan

(19)

Salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan pembuat iklan agar

menarik bagi konsumen adalah penggunaan bahasa. Bahasa iklan harus mudah

dicerna, gampang diingat, dan dapat mengena di hati konsumen. untuk itu,

penggunaan bahasa dalam iklan seringkali dibuat tidak mengikuti aturan baku

sebagaimana lazimnya aturan penyusunan suatu kalimat dalam bahasa Indonesia

yang benar. Hal itu dapat diidentifikasi dari kalimat-kalimat dalam iklan yang

kurang memperhatikan struktur kalimat dan fungsi-fungsinya seperti pada iklan

salah satu sabun kecantikan berikut.

Sumber: Tabloid Nova, edisi 3 Oktober 2010, hlm. 16

Judul “Mau kulit cantik putih merona?” tidak memiliki subjek seperti pada

kalimat yang seharusnya, yakni “Apakah Anda mau memiliki kulit cantik putih

merona?” Kalimat dalam iklan ini dibuat demikian semata-mata agar bisa lebih

mengena di hati konsumen. Kalimat ini tampak sangat persuasif dan menggiring

pembaca agar memilih produk sabun kecantikan yang ditawarkan. Konsumen

dibuat seakan-akan tidak ada pilihan lain selain mengatakan “mau” dan

(20)

perempuan cantik yang memiliki kulit cantik putih merona yang diletakkan persis

di sebelah tulisan.

Selain masalah struktur kalimat, penggunaan gaya bahasa dalam bahasa

iklan juga merupakan salah satu unsur yang sangat penting. Penggunaan gaya

bahasa tertentu seperti gaya bahasa hiperbola dalam bahasa iklan bertujuan untuk

melebih-lebihkan kegunaan atau manfaat dari produk yang diiklankan. Hal

tersebut dapat dicontohkan dengan gaya bahasa dalam kalimat iklan shampo

berikut.

Sumber: Tabloid Nova, edisi 29 November – 5 Desember 2010, hlm. 18

Kalimat di atas menggunakan gaya bahasa hiperbola, misalnya hanya

dalam waktu 1 menit seseorang yang menggunakan shampo Loreal ini akan

memiliki rambut seindah bintang iklannya (Dian Sastrowardoyo). Ini tentu saja

merupakan hal yang mustahil.

Terkait dengan struktur kalimat dan gaya bahasa yang digunakan dalam

iklan kecantikan dan perawatan tubuh seperti yang banyak dijumpai pada tabloid

(21)

bahasa jurnalistik. Bahasa iklan merupakan bahasa yang dipakai untuk

menyampaikan segala bentuk pesan tentang suatu produk di media,

mengekspresikan gagasan atau sebagai sarana persuasif sehingga mampu

mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat.

Pemakaian bahasa yang menyangkut struktur kalimat dan gaya bahasa

dalam berbagai iklan kecantikan dan perawatan tubuh seperti pada tabloid Nova

sangat tergantung pada kemampuan konseptor iklan tersebut. Iklan kecantikan

dan perawatan tubuh yang dikemas dengan bahasa yang menarik akan lebih

mudah diingat oleh konsumen. Ini akan sangat mempengaruhi tindakan

konsumen yang membacanya yakni sampai pada tindakan pembelian produk. Hal

ini memperlihatkan bahwa semakin komunikatif dan persuasif suatu iklan

kecantikan dan perawatan tubuh, maka kemungkinan masyarakat untuk

membelinya akan semakin tinggi. Sebaliknya, penggunaan bahasa yang kurang

komunikatif dalam iklan dapat membuat iklan tersebut kurang menarik dan

mudah dilupakan orang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penggunaan bahasa

seperti struktur kalimat dan gaya bahasa dalam iklan berbeda dengan penggunaan

bahasa dalam konteks lain seperti kajian ilmiah. Terkait dengan itu, peneliti

tertarik untuk menganalisis pemakaian bahasa dalam iklan kecantikan dan

perawatan tubuh dengan mengambil judul Struktur Kalimat dan Gaya Bahasa

pada Iklan Kecantikan dan Perawatan Tubuh di Media Cetak Tabloid Nova Edisi

Oktober-Desember 2010. Peneliti tertarik untuk melakukan kajian pada topik ini

(22)

bahasa pada iklan kecantikan dan perawatan tubuh yang dilihat dari struktur

kalimat, dan gaya bahasa. Selain itu, peneliti belum menemukan tulisan yang

secara khusus membahas struktur kalimat dan gaya bahasa pada iklan kecantikan

dan perawatan tubuh di tabloid Nova. Pemilihan media yang berupa iklan di

tabloid Nova dipilih karena memiliki gaya bahasa dan struktur kalimat yang

bervariasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan

beberapa masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana struktur kalimat dalam iklan kecantikan dan perawatan

tubuh di media cetak tabloid Nova edisi Oktober-Desember 2010

dilihat dari kelengkapan unsur-unsur fungsionalnya?

2. Jenis-jenis gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam iklan

kecantikan perawatan tubuh di tabloid Nova?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan rumusan masalah tersebut,

tujuan yang akan dicapai adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan struktur kalimat yang dilihat dari kelengkapan

unsur-unsur fungsionalnya dalam iklan kecantikan dan perawatan tubuh di

(23)

2. Mendeskripsikan jenis-jenis gaya bahasa yang digunakan dalam iklan

kecantikan dan perawatan tubuh di tabloid Nova edisi

Oktober-Desember 2010.

1.4 Manfaat penelitian

Sebagai sebuah penelitian, manfaat yang ingin diberikan kepada pembaca

sebagai berikut.

a. Bagi Pembuat Iklan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembuat

iklan mengenai berbagai macam gaya bahasa dan penggunaan

unsur-unsur kalimat yang digunakan dalam pembuatan iklan suatu barang.

b.Bagi peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti

tentang deskripsi gaya bahasa dan struktur kalimat yang dapat

digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya.

1.5Batasan Istilah

a. Struktur Bahasa

Struktur bahasa adalah mencakup unsur-unsur yang harus dimiliki sebuah

kalimat dan fungsi-fungsinya.

b.Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk

(24)

memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal

lain yang lebih umum (Tarigan, 1985: 5).

c. Iklan

Iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan

kepada masyarakat luas lewat suatu media. Iklan ini lebih diarahkan untuk

membujuk orang supaya membeli (Kasali, 1992: 9).

d. Iklan Kecantikan dan Perawatan Tubuh

Iklan kecantikan dan perawatan tubuh adalah iklan yang berisi

tentang masalah-masalah kecantikan dan perawatan tubuh, misalnya iklan

kosmetika, pemutih kulit, shampoo, sabun mandi, semir rambut, pasta gigi,

peramping tubuh, perhiasan, makanan, minuman, yang dimaksudkan untuk

memperindah sebagian atau seluruh tubuh, dan sebagainya (Widyatama,

2005: 113).

1.6 Sistematika Penyajian

Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, penulisan ini dibuat dengan

sistematika penyajian yang terdiri dari lima bab sebagai berikut. Bab I

pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan isttilah, dan sistematika

penyajian. Bab II landasan teori, menguraikan tentang penelitian yang relevan dan

kajian teori. Bab III metodologi penelitian, menguraikan jenis penelitian, data dan

(25)

analisis data. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, menguraikan tentang

analisis struktur kalimat, unsur-unsur kalimat, dan gaya bahasa pada iklan

kecantikan dan perawatan tubuh di tabloid Nova, beserta pembahasannya. Bab V

(26)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Pertama,

penelitian yang dilakukan Nur Wijayanti (2007) yang berjudul Diksi dan Gaya

Bahasa pada Kolom “Dari Redaksi” dan “Liputan” Majalah Sekolah Eksperana

SMP Bentara Wacana Muntilan. Ada dua temuan dalam penelitian ini, yaitu diksi

berupa kata umum dan khusus serta kata baku dan nonbaku. Ditemukan pula gaya

bahasa berupa gaya bahasa simile, personifikasi, hiperbola, litotes, metafora,

paradoke, sinekdoke, metonimia pada kolom itu.

Kedua, penelitian Fachrizal Yoga Pamungkas (2010) yang berjudul Diksi

dan Gaya Bahasa Penyiar 103,3 Tara FM Unit Kegiatan Mahasiswa Ikatan

Pecinta Retorika Indonesia Universitas Negeri Malang (UKM IPRI UM).

Hasil penelitian ini adalah deskripsi dari jenis diksi dan gaya bahasa yang

digunakan oleh penyiar Tara FM. Jenis diksi yang digunakan penyiar Tara

FM adalah: (a) pilihan kata umum dan kata khusus, (b) pilihan kata konkret dan

kata abstrak, (c) pilihan kata lebih emotif dan kata kurang emotif. Jenis

gaya bahasa yang digunakan oleh penyiar Tara FM adalah gaya

bahasa personifikasi, hi-perbola, sinisme, sarkasme, aptronim, eufimisme,

metonimia, metafora, para-doks, erotesis, repetisi, sindeton, apofasis dan,

(27)

Ketiga, penelitian Fitri Dwi Jayanti (2009) yang berjudul Diksi dan Gaya

Bahasa Pada Wacana Iklan Majalah Kawanku Edisi Januari-Maret 2009.

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pemakaian diksi dan bentuk

pemakaian gaya bahasa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Sumber

data dalam penelitian ini adalah wacana iklan majalah Kawanku edisi

Januari-Maret 2009. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi pemakaian kata

tutur; pemakaian indria berupa bentuk indria peraba, indria penglihatan, dan indria

penciuman; pemakaian istilah asing; dan pemakaian makna kata berupa makna

konotasi. Penemuan dari gaya bahasa meliputi gaya bahasa berdasarkan nada

berupa gaya mulia dan bertenaga, gaya menengah; berdasarkan struktur kalimat

berupa pararel, antitesis, dan repetisi yang terdiri dari repetisi epizeuksis,

epistrofa, dan mesodiplosis; berdasarkan langsung tidaknya makna berupa gaya

retoris dengan jenis hiperbola.

Peneliti memiliki anggapan bahwa penelitian ini relevan dengan ketiga

penelitian tersebut karena memiliki kesamaan yaitu sama-sama meneliti tentang

gaya bahasa. Perbedaannya, penelitian terdahulu meneliti tentang diksi dan gaya

bahasa, sedangkan penelitian ini membahas tentang struktur kalimat dan gaya

bahasa iklan kecantikan dan perawatan tubuh di tabloid Nova.

2.2 Kajian Teori

Pada bab ini diuraikan teori yang digunakan untuk dijadikan landasan teori

dalam masalah penelitian ini, yaitu kajian mengenai kalimat yang mencakup

(28)

bahasa yang mencakup pengertian, jenis-jenis gaya bahasa, dan pengertian iklan

kecantikan dan perawatan tubuh.

2.2.1 Kalimat

Pengertian kalimat dikemukakan sejumlah ahli berdasarkan perspektifnya

masing-masing. Definisi-definisi tersebut umumnya mengandung makna yang

kurang lebih sama. Beberapa pengertian kalimat yang dikemukakan ahli tersebut

di antaranya oleh (Kridalaksana, 1993: 92) yang mengartikan sebagai wacana

dalam satuan yang paling kecil. Atau dapat juga diartikan bahwa kalimat

merupakan konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang

ditata menurut pola tertentu dan dapat berdiri sendiri sebagai satu kesatuan.

Ramlan (2001: 27) mendefinisikan kalimat sebagai satuan gramatik yang dibatasi

oleh adanya jeda panjang yang disertai oleh nada turun atau naik. Nada akhir

turun jika satuan itu merupakan pernyataan dan nada naik jika satuan itu

merupakan pertanyaan. Dalam wujud tulisan mempunyai jeda panjang, yang

ditandai dengan adanya huruf kapital pada huruf pertama kata pertama, nada akhir

ditandakan dengan tanda titi (.), tanda tanya (?), dan atau tanda seru (!).

Menurut Razak (1986: 3) kalimat merupakan alat komunikasi yang berupa

struktur atau pola-pola yang terdiri atas unsur-unsur yang teratur. Keraf (1991:

185) mengartikan kalimat sebagai bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh

kesenyapan, dan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah

lengkap. Sementara menurut Alwi (2003: 311), kalimat adalah satuan bahasa

terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.

(29)

tanda titik (.), tanda tanya (?), sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai

tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Menurut Arifin

(2008:54), kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,

mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan secara aktual ataupun potensial

terdiri atas klausa. Menurut Ramlan (2001: 17), kalimat adalah satuan gramatis yang

dibatasi oleh intonasi akhir selesai. Dalam bahasa tulis, kalimat dibatasi oleh tanda (.),

(?), dan tanda (!).

Berdasarkan pengertian-pengertian yang ada, peneliti hanya mengacu pada

pendapat yang dikemukakan oleh Alwi, dkk (2003: 311) karena kalimat adalah

bagian terkecil dari suatu teks yang mengungkapkan pikiran yang utuh, penulisannya

diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda seru (!) atau

tanda tanya (?). Alasan memilih pendapat Alwi, dkk (2003: 311) adalah karena

definisi yang dikemukakan lebih lengkap menjelaskan unsur-unsur kalimat

dibandingkan dengan pendapat ahli lainnya.

2.2.1.1Unsur-unsur Kalimat

Kalimat dikatakan yang baik bila memenuhi unsur-unsur kalimat memiliki

subjek (S) dan predikat (P). Umumnya sebuah kalimat lengkap bila memenuhi

unsur-unsur seperti subjek (S) predikat (P), objek (O), pelengkap (P), dan

keterangan (K). Sejumlah ahli memberikan pendapatnya mengenai unsur-unsur

kalimat. Menurut Indradi (2003: 77), subjek dan predikat merupakan unsur

penting dalam kalimat. Subjek adalah suatu yang menjadi inti pembicaraan,

sedangkan predikat adalah hal yang menjelaskan inti pembicaraan. Menurut Alwi,

(30)

pembentukan kalimat yaitu Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pel),

dan Keterangan Ket). Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis

tersebut terisi, tetapi konstituen pengisi subjek (S) dan predikat (P) harus ada.

Kehadiran unsur O, Pel, dan Ket sangat bergantung pada bentuk dan jenis

predikat. Dengan kata lain, unsur yang terdapat di sebelah kanan merupakan

konstituen yang berfungsi melengkapi verba predikat. Menurut Sugono (2009:

41), terdapat lima unsur kalimat yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O),

pelengkap (P), dan keterangan (K). Unsur tersebut dapat digunakan untuk

mengetahui apakah kalimat yang dihasilkan sudah memenuhi syarat kaidah

bahasa atau belum karena kalimat yang benar harus memiliki kelengkapan unsur

kalimat.

Berdasarkan ketiga pendapat mengenai unsur kalimat tersebut, peneliti

hanya mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Alwi, dkk (2003: 321),

karena setiap bentuk kata atau frasa yang membangun sebuah kalimat mempunyai

fungsi sintaksis unsur-unsur kalimat. Alasan memilih pendapat Alwi, dkk (2003:

321) karena menjelaskan kelima unsur kalimat.Berikut ini akan diuraikan setiap

unsur-unsur kalimat.

a. Subjek

Subjek (S) adalah bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, tokoh,

sosok (benda), sesuatu hal, atau suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok

pembicaraan (Ramlan, 2001). Subjek biasanya diisi oleh jenis kata/frasa benda

(31)

1) Ayahku sedang melukis.

2) Meja direktur besar.

3) Yang berbaju batik dosen saya.

4) Berjalan kaki menyehatkan badan.

5) Membangun jalan layang sangat mahal.

Selain ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan

memakai kata tanya siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada P. Apabila ada

jawaban yang logis atas pertanyaan yang diajukan, itulah S. Jika ternyata

jawabannya tidak ada atau tidak logis berarti kalimat itu tidak mempunyai S.

Contoh “kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak ada/tidak jelas pelaku

atau bendanya seperti berikut.

1) Bagi siswa sekolah dilarang masuk. (yang benar : Siswa sekolah dilarang

masuk).

2) Di sini melayani resep obat generik. (yang benar : Toko ini melayani resep

obat generik).

3) Melamun sepanjang malam. (yang benar : Dia melamun sepanjang malam)

Dengan membicarakan unsur subjek, kalimat-kalimat yang dihasilkan

dapat terpelihara strukturnya dan dapat mengenal kalimat yang gramatikal

maupun kalimat yang tidak gramatikal. Berikut akan diuraikan mengenai

(32)

1) Jawaban untuk Apa atau Siapa

Untuk penentuan subjek kalimat yang bukan berupa manusia

digunakan kata tanya apa, sedangkan yang berupa insan (manusia)

digunakan kata siapa. Contoh:

a) Perusahaan ini // telah maju pesat.

b) Dosen baru itu // berasal dari Surabaya.

Dengan menggunakan pertanyaan apa yang telah maju pesat?,

subjek kalimat (a) sudah dapat ditemukan yaitu perusahaan ini [S].

Demikian juga kalimat (b) dengan menggunakan pertanyaan siapa yang

berasal dari Surabaya?, subjek kalimat itu sudah dapat ditemukan yaitu

dosen baru itu [S].

2) Disertai Kata Itu

Kebanyakan subjek dalam bahasa Indonesia bersifat takrif (definite).

Untuk menyatakan takrif, biasanya digunakan kata itu. Subjek yang berupa

nama orang, pronomina (saya, kami, kita, kamu, dia) dan nama diri (nama

negara, instansi, badan, atau nama geografi) tidak disertai itu karena sudah

takrif. Contoh:

a) Saya // memasak.

b) Besi itu // benda padat.

Kata saya merupakan pronomina, sudah takrif maka kata saya tidak

disertai dengan kata itu. Kata besi masih bersifat umum, belum takrif maka kata

(33)

3) Tidak Didahului Preposisi

Subjek tidak didahului preposisi, seperti dari, dalam, ke, kepada, pada,

untuk. Orang sering memulai kalimat dengan menggunakan kata-kata seperti

itu sehingga menyebabkan kalimat-kalimat yang dihasilkan tidak bersubjek.

4) Berupa Nomina atau Frasa Nominal

Subjek dapat berupa nomina dan dapat berupa frasa nominal. Subjek

dapat berupa verba atau adjektiva biasanya disertai penunjuk itu. Contoh:

a) Melukis itu // memerlukan keterampilan.

b) Manusia yang mempunyai akal budi // tidak terlepas // dari kekurangan.

b. Predikat

Menurut Ramlan (2001) predikat (P) adalah bagian kalimat yang

memberitahu melakukan (tindakan) apa atau dalam keadaan bagaimana S

(pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain memberitahu

tindakan atau perbuatan S, prediksi dapat pula menyatakan sifat, situasi, status,

ciri, atau jatidiri S. Pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki S juga

termasuk sebagai P dalam kalimat. Predikat dapat berupa kata atau frasa,

sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia,

nomina, atau frasa nominal. Predikat dapat dicontohkan seperti berikut.

1) Kuda meringkik.

2) Ibu sedang tidur siang.

3) Putrinya cantik jelita.

4) Kota Jakarta dalam keadaan aman.

(34)

6) Robby mahasiswa baru.

7) Rumah Pak Hartawan lima.

Tuturan di bawah ini tidak memilik P karena tidak ada kata-kata yang

menunjuk perbuatan, sifat, keadaan, ciri dan status pelaku/bendanya.

1) Adik saya yang gendut lagi lucu itu.

2) Kantor kami yang terletak di Jln. Gatot Subroto.

3) Bandung yang terkenal sebagai kota kembang.

Menurut Sugono (2009: 55) ciri-ciri predikat adalah seperti berikut.

1) Jawaban atas Pertanyaan Mengapa atau Bagaimana

Dilihat dari segi makna, bagian kalimat yang memberikan informasi

atas pertanyaan mengapa atau bagaimana adalah predikat kalimat. Contoh:

a) Bheny // baik-baik.

b) Reza // menggambar // denah rumah.

Dalam kalimat (a), baik-baik merupakan jawaban atas pertanyaan

bagaimana Bheny? dan dalam kalimat (b), menggambar merupakan jawaban

atas pertanyaan mengapa Reza?

2) Kata Adalah atau Ialah

Predikat kalimat dapat berupa kata adalah atau ialah. Predikat yang

tergolong ini adalah predikat yang terdapat dalam kalimat nominal. Contoh:

Jumlah mahasiswa yang diterima di tahun pertama // adalah seribu

(35)

3) Dapat Diingkarkan

Predikat dalam bahasa Indonesia mempunyai bentuk pengingkaran yang

diwujudkan oleh kata tidak dan bukan. Bentuk ini digunakan untuk predikat

yang berupa verba atau adjektiva. Contoh:

a) Di Universitas Oxford // tidak dikenal // sistem pendidikan massal.

b) Menara Eiffel // bukan // merupakan petunjuk zaman keemasan di Paris saja.

4) Dapat Disertai Kata-kata Aspek dan Modalitas

Predikat kalimat yang berupa verba atau adjektiva dapat disertai

kata-kata aspek seperti telah, sudah, belum, akan, dan sedang. Kata-kata itu terletak

di depan verba atau adjektiva. Contoh:

a) Pembantu rumah tangga pun // ingin // kaya.

b) Kemenangan kesebelasan Argentina // sudah // diramal para penggemar

sepak bola.

5) Melihat Unsur Pengisi Predikat

Predikat suatu kalimat dapat berupa (1) kata misalnya verba, adjektiva,

nomina, atau (2) frasa, misalnya frasa verbal, frasa adjektiva, frasa nominal,

frasa numeralia (bilangan). Kalimat yang predikatnya berupa verba atau frasa

verbal dikenal dengan sebutan kalimat verbal, sedangkan kalimat yang

predikatnya bukan verbal atau frasa verbal disebut kalimat nominal.

c. Objek

Menurut Ramlan (2001) objek (O) adalah bagian kalimat yang

melengkapi P. Objek pada umumnya diisi oleh nominal, frasa nominal, atau

klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu verba

(36)

1) Nurul menimang……....(bonekanya) Arsitek merancang………....(sebuah

gedung bertingkat) Juru masak menggorek…….….(udang windu)

Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak diperlukan.

1) Nenek sedang tidur.

2) Komputerku rusak.

3) Tamunya pulang.

Objek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya

dipasifkan. Perhatikan contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang

dan lihat ubahan posisinya bila kalimatnya dipasifkan.

1) a. Serena Williams mengalahkan Angelique Wijaya [O].

b. Angelique Wijaya [S] dikalahkan oleh Serena Williams.

2) a. Orang itu menipu adik saya [O].

b. Adik saya [S] ditipu orang itu.

3) a. Ibu Tuti mencupit pipi Sandra [O]

b. Pipi Sandra [S] dicubit oleh ibu Tuti.

4) a. John Smith memberi barang antik [O].

b. Barang antik [S] dibeli oleh John Smith.

Menurut Sugono (2009: 70) ciri-ciri objek adalah seperti berikut.

1) Langsung di Belakang Predikat

Dalam struktur kalimat aktif hanya ada dua pilihan urutan, yaitu (1)

urutan dasar: S-P-O dan (2) urutan variasi : P-O-S. Dari kedua pola urutan itu,

kedudukan O selalu menempati posisi di belakang P. Contoh:

a) Dia // menciptakan // sejumlah opera. (S-P-O)

(37)

2) Dapat Menjadi Subjek Kalimat Pasif

Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi

subjek dalam kalimat pasif. Contoh:

Orang // menemukan // pesut // di Sungai Mahakam.

3) Tidak Didahului Preposisi

Objek yang selalu menempati posisi di belakang predikat itu tidak

didahului predikat. Contoh:

Bur Rasuanto // menulis // sajak, cerpen, dan novel.

d. Pelengkap

Menurut Ramlan (2001) pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian

kalimat yang melengkapi P. Letak Pel umumnya di belakang P yang berupa

verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel

dan O juga sama, yaitu dapat juga berupa nominal, frase nominal, atau klausa.

Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan. Perhatikan contoh Pel dalam

kalimat berikut.

1) KetuaMPR // membacakan // Pancasila

S P O

2) Banyak orsospol // berlandaskan // Pancasila.

S P Pel

3) Pancasila // dibacakan // oleh Ketua MPR.

S P O

Beda Pel dan O adalah Pel tidak dapat dipasipkan menjadi subjek,

(38)

pada contoh nomor 2 di atas tidak dapat dipindahkan ke depan menjadi S

dalam kalimat pasip.

Contoh yang salah : Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol (X)

Akan tetapi Pancasila sebagai O pada contoh nomor 1 di atas dapat dibalik

menjadi S dalam kalimat pasip.

Contoh: Pancasila dibacakan oleh Ketua MPR.

S P O

Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya. Selain

diisi oleh nomina dan frase nominal, Pel dapat pula diisi oleh frase adjektival

dan frase preposisional. Di samping itu, letak Pel tidak selalu persis di belakang

P. Apabila dalam kelimatnya terdapat O, letak Pel adalah di belakang O

sehingga urutuan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel.

Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dalam kalimat.

1) Sutardji membacakan pengagumnya puisi kontemporer.

2) Mayang mendongengkan Rayhan Cerita si Kancil.

3) Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum.

4) Annisa mengirimi kakeknya kopiah bludru.

5) Pamanku membelikan anaknya rumah mungil

Bedakan:

a) Sekretaris itu mengambil air minum untuk atasannya.

b) Annisa mengirim kopiah bludru untuk kakaknya.

(Kata atasannya dan kakanya menjadi Keterangan (Ket.), sedangkan air minum

(39)

Sementara menurut Alwi, dkk. (2003: 329) baik objek maupun pelengkap

sering berwujud nomina, dan keduanya juga sering menduduki tempat yang sama,

yakni di belakang verba. Contoh:

1) Nita menjual sayuran di pasar.

2) Nita berjualan sayuran di pasar.

Kedua contoh di atas tampak bahwa sayuran adalah nomina dan berdiri di

belakang verba menjual dan berjualan. Akan tetapi, pada kalimat (a) unsur

sayuran berfungsi sebagai objek sedangkan pada kalimat (b) unsur sayuran

berfungsi sebagai pelengkap. Berikut tabel persamaan dan perbedaan antara objek

dan pelengkap (Alwi, dkk., 2003: 329).

Objek Pelengkap 1. berwujud frasa nominal atau klausa

2. berada langsung di belakang

predikat

3. menjadi subjek akibat pemasifan

kalimat

4. dapat diganti dengan pronomina –

nya

1. berwujud frasa nomina, frasa verbal,

frasa adjektival, frasa preposisional,

atau klausa

2. berada langsung di belakang predikat

jika tidak ada objek dan di belakang

objek kalau unsur ini hadir

3. tak dapat menjadi subjek akibat

pemasifan kalimat

4. tidak dapat diganti dengan –nya

kecuali dalam kombinasi preposisi

(40)

Unsur pelengkap hadir pada kalimat yang berpredikat verba dwitransitif,

yaitu verba me- + verba transitif + -i/-kan. Selain itu, pelengkap juga hadir pada

kalimat yang berpredikat verba ber-, ke- - an.

e. Keterangan

Menurut Ramlan (2001) keterangan (Ket) merupakan unsure kalimat

yang mempunyai posisi bebas (di depan, di tengah, atau di belakang) kalimat,

kecuali di antara predikat (P) dengan objek (O) atau di antara predikat (P) dan

pelengkap (Pel) karena objek (O) dan pelengkap (Pel) dapat dikatakan selalu

menduduki tempat langsung di belakang predikat (P). Keterangan merupakan

fungsi sintaksi yang paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya.

Contoh:

1) Ani baru saja datang dari Bali

2) Ayah pergi ke rumah nenek

3) Indah memotong kertas dengan gunting

Keterangan dibedakan berdasarkan perannya di dalam kalimat. Ada

keterangan waktu (seperti kemarin, besok, sekarang, kini, lusa, siang, malam dan

sebagainya), keterangan tempat (ditandai oleh preposisi seperti di, pada, dan

dalam), keterangan cara (seperti dengan, cara, dan dalam), keterangan sebab

(seperti karena, lantaran), keterangan tujuan (seperti untuk, demi, supaya, agar,

untuk), keterangan aposisi (keterangan ini diapit tanda koma, tanda pisah (), atau

ditempatkan di dalam kurung), keterangan tambahan (memberi penjelasan

(41)

2.2.1.2 Bentuk Kalimat

Menurut Arifin (2009: 5), berdasarkan bentuknya kalimat dibedakan

menjadi kalimat tunggal, dan kalimat majemuk. Kalimat majemuk dibedakan

menjadi kalimat majemuk setara, dan kalimat majemuk campuran.

a. Kalimat Tunggal

Menurut Arifin (2009: 56), kalimat tunggal adalah kalimat yang

mempunyai satu subjek dan satu predikat. Dengan demikian semua kalimat

dasar adalah kalimat tunggal. Akan tetapi tidak semua kalimat tunggal

merupakan kalimat dasar. Contoh:

Wisatawan asing // berkunjung // ke Yogyakarta.

Klausa kalimat tersebut terdiri dari tiga unsur, yaitu wisatawan asing

sebagai S, berkunjung sebagai P, ke Yogyakarta sebagai K. Unsur keterangan

dalam kalimat ditandai dengan adanya kata depan (preposisi). Kata depan ke- yang

letaknya mendahului kata Yogyakarta menjadi ke Yogyakarta merupakan unsur

keterangan kalimat itu.

Menurut Widyaningsih (2009) dilihat dari strukturnya, kalimat bahasa

Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dan dapat pula berupa kalimat majemuk.

Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif), tidak setara (subordinatif),

ataupun campuran (koordinatif-subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan

dalam kalimat tunggal; gagasan yang bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat

majemuk.

Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada

(42)

dalam Bahasa Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar

yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu

subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang

panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah

yang dimaksud dengan pola kalimat dasar, seperti contoh berikut.

Mahasiswa // berdiskusi

Kalimat di atas adalah kalimat yang mengandung subjek (S) Mahasiswa

dan predikat (P) berdiskusi. Kalimat itu menjadi Mahasiswa berdiskusi.

Kalimat tunggal di atas dapat diperluas dengan menambahkan kata-kata

pada unsur-unsurnya. Dengan menambah kata-kata pada unsur-unsurnya itu,

kalimat akan menjadi panjang (lebih panjang dari pada kalimat asalnya), tetapi

masih dapat dikenali unsur utamanya.

Kalimat Mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat.

Mahasiswa Semester III // sedang berdiskusi // di Aula

Perluasan kalimat itu adalah hasil perluasan subjek mahasiswa dengan

semester III. Perluasan predikat berdiskusi dengan sedang, dengan

menambahkan keterangan tempat di akhir.

Memperluas kalimat tunggal tidak hanya terbatas seperti pada

contoh-contoh di atas. Tidak tertutup kemungkinan kalimat tunggal kalimat tunggal

seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau lebih.

Perluasan kalimat itu, antara lain, terdiri atas.

1) keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup, dan sekeliling kota;

(43)

3) keterangan alat seperti, dengn linggis, dengan undang-undang itu, dengan sendok dan garpu, denganb wesel pos dan dengan cek.

4) keterangan modalitas, seperti harus, barangkali, senyognyanya,

sesaungguhnya, dan sepatutnya;

5) keterangan cara, seperti dengan hati-hati, seenaknya saja, selekas mungkin, dan dengan tergesah-gesah;

6) keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah ,dan telah

7) keterangan tujuan, seperti agar bahagia, supaya tertip, untuk anaknya, dan

bagi kita;

8) keterangan sebab, seperti karena tekun, sebab berkuasa, dan lantaran panik;

9) frasa yang, seperti Mahasiswayang Ipnya 3 ke atas, para atlet yang sudah menyelesaikan latihan, dan pemimpin yang memperhatikan takyatnya;

10)keterangan aposisi, yaitu keterangan yang sifatnya saling menggantikan, seperti penerima kalpataru, Abdul Rozak, atau Gubernur DKI Jakarta, Sutyoso.

b. Kalimat Majemuk

1. Kalimat Majemuk Setara

Menurut Arifin (2009: 62) kalimat majemuk setara adalah kalimat

majemuk yang terdiri atas dua kalimat tunggal atau lebih yang digabungkan

dengan kata penghubung yang menunjukkan kesetaraaan, seperti dan, atau,

sedangkan, dan tetapi. Kata penghubung tersebut dapat berfungsi sebagai

subjek kalimat. Contoh:

Ibu membeli sayur di pasar sedangkan kakak membersihkan rumah.

Menurut Widyaningsih (2009) kalimat majemuk setara terjadi dari

penggabungan dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk setara

dikelompokkan menjadi empat jenis, sebagai berikut.

a) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat digabungkan oleh kata dan atau

serta jika kedua kalimat tunggal atau lebih itu sejalan, dan hasilnya

(44)

Contoh:

Kami membaca

Mereka menulis

Kami membaca dan mereka menulis

Tanda koma dapat digunakan jika kalimat yang digabungkan itu lebih

dari dua kalimat tunggal.

Contoh:

Direktur tenang

Karyawan duduk teratur.

Para nasabah antre.

Direktur tenang, karyawsan duduk teratur, dan para nasabah antre.

b) Kalimat tunggal dapat digabungkan dengan kata tetapi jika kalimat itu

menunjukkan pertentangan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk

setara pertentangan.

Contoh:

Amerika dan Jepang tergolong negara maju

Indonesia dan Brunei Darussalam negara berkembang

Amerika dan Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia dan

Brunei Darussalam tergolong negara berkembang.

Kata-kata penghubung lain yang dapat digunakan dalam

menghubungkan dua kalimat dalam kalimat tunggal dalam kalimat

majemuk setara pertentangan ialah kata sedangkan dan melainkan

(45)

1)Puspiptek terletak di Serpong, sedangkan industri Pesawat Terbang

Nusantara terletak di Bandung.

2)Ia bukan peneliti, melainkan pedagang.

c) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata lalu dan

kemudian jika kejadian yang dikemukakannya berurutan.

Contoh:

1)mula-mula disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat remaja,

kemudian disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat dewasa.

2)Upacara serah terima pengurus koperasi sudah selesai, lalu pak

Ustad membacakan doa selamat.

d) Dapat pula dua kalimat tunggal atau lebih dihubungkan oleh kata atau

jika kalimat itu menunjukkan pemilihan, dan hasilnya disebut kalimat

majemuk setara pemilihan.

Contoh:

Para pemilik televisi membayar iuran televisinya di kantor pos yang

terdekat, atau para petugas menagihnya ke rumah pemilik televisi

langsung.

2. Kalimat Majemuk Bertingkat

Menurut Arifin (2009: 62), kalimat majemuk bertingkat terdiri atas

unsur anak kalimat dan unsur induk kalimat. Induk gagasan merupakan inti

gagasan, sedangkan anak kalimat adalah gagasan yang dipertalikan kepada

(46)

Saya akan sulit sampai di kantor jika pagi-pagi sekali hari sudah

hujan.

Dalam contoh kalimat itu yang merupakan induk kalimat adalah

saya akan sulit sampai di kantor. Kalimat pagi-pagi sekali hari sudah hujan

dinyatakan sebagai anak kalimat. Kata yang digunakan sebagai penanda

anak kalimat antara lain, walaupun, meskipun, sungguhpun, kedatipun,

sekalipun, karena, apabila, jika, kalau, agar, sebab, supaya, ketika,

sehingga, setelah, sebelum, dan bahwa.

Menurut Widyaningsih (2009) kalimat majemuk tidak

setara/bertingkat terdiri dari atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku

kalimat atau lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan

taraf kepentingan yang berbeda-beda di antara unsur gagasan yang

majemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam induk kalimat, sedangkan

pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat, dan

sebagainya dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak

kalimat.

Contoh:

a. 1) komputer itu dilengkapi drngan alat-alat modern. (tunggal)

2) mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer. (tunggal)

3) walupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern, mereka

masih dapat mengacaukan data-data komputer itu

b. 1) Para pemain sudah lelah.

(47)

3) Karena para pemain sudah lelah, para pemain boleh beristirahat.

4) Karena sudah lelah, para pemain boleh beristirahat.

Seperti dikemukakan di atas, kalimat majemuk tak setara terbagi

dalam bentuk anak kalimat dan induk kalimat. Induk kalimat ialah inti gagasan, sedangkan anak kalimat ialah pertalian gagasan dengan hal-hal

lain.

Hal tersebut dapat dilihat pada contoh kalimat berikut.

Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas, saya akan membawamu ke hotel-hotel besar.

Anak kalimat:

Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas.

Induk kalimat:

Saya akan membawamu ke hotel-hotel besar.

Penanda anak klimat ialah kata walaupun, meskipun, sungguhpun, karena, apabila, jika, kalau, sebab, agar, supaya, ketika, sehingga, setelah,sesudah, sebelum, kendatipun, bahwa, dan sebagainya.

2.2.1.3Hubungan Makna Antara Klausa yang Satu dengan Klausa Lainnya

dalam Kalimat

Hubungan antara klausa yang satu dengan klausa yang lainnya, dalam

kalimat terdapat hubungan makna yang timbul sebagai akibat pertemuan antara

klausa yang satu dengan klausa yang lainnya, baik antara klausa dengan klausa

inti, maupun antara klausa inti dengan klausa bukan inti. Ramlan (2001: 48)

(48)

a. Hubungan Penjumlahan

Dalam hubungan antara klausa yang satu dengan klausa yang lain

menyatakan makna penjumlahan. Penjumlahan peristiwa, penjumlahan

keadaan dan mungkin juga penjumlahan tindakan secara jelas hubungan ini

ditandai oleh kata penghubung dan.

Contoh :

(1) Dia membuka tali rambutnya dan mulai bersisir.

TBBBI (1993: 317) menyatakan hubungan penjumlahan adalah hubungan

yang menyatakan penjumlahan atau penggabungan kegiatan, keadaan,

peristiwa, dan proses. Hubungan ini ditandai oleh konjungsi dan, serta, baik

dan maupun. Kadang-kadang konjungsi ini dapat dihilangkan juga. Jika

diperhatikan secara konstektual, hubungan penjumlahan ada yang menyatakan

sebab, akibat, urutan, waktu, pertentangan, dan perluasan.

b. Hubungan Perurutan

Dalam hubungan ini pertalian klausa satu dengan klausa lain menyatakan

makna perurutan. Perurutan peristiwa, keadaan atau perbuatan yang

berturut-turut terjadi atau dilakukan. Hubungan ini secara jelas ditandai dengan kata

penghubung lalu, kemudian, lantas.

Contoh :

(2) Ia mengunci sepedanya, lalu masuk ke sebuah toko.

c. Hubungan Pemilihan

Dalam hubungan pemilihan secara jelas ditandai dengan kata penghubung

(49)

pilihan diantara dua kemungkinan yang dinyatakan oleh kedua klausa yang

dihubungkan.

Contoh :

(3) Engkau menyanyi atau bermain piano.

d. Hubungan Perlawanan

Dalam hubungan ini pertalian klausa satu dengan klausa lain menyatakan

perlawanan, maksudnya apa yang dinyatakan dalam klausa yang satu

berlawanan atau tidak sama dengan apa yang dinyatakan dalam klausa lain.

Hubungan ini dinyatakan dengan kata-kata penghubung: tetapi, tapi, akan tetapi, namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan sebaliknya.

TBBBI (1993: 321) menyatakan hubungan perlawanan, hubungan yang

menyatakan bahwa hal yang dinyatakan dalam klausa pertama berlawanan atau

tidak sama dengan yang dinyatakan dalam klausa kedua. Hubungan perlawanan

yang menyatakan penguatan terjadi jika klausa kedua memuat informasi yang

menguatkan dan menegaskan informasi yang menyatakan dalam klausa

pertama. Dalam klausa pertama biasanya kata tidak, bukan hanya tidak, bukan sekedar dan pada klausa kedua terdapat kata melainkan, tetapi. Hubungan perlawanan yang menyatakan implikasi terjadi jika klausa kedua menyatakan

sesuatu yang merupakan perlawanan dari implikasi klausa pertama. Hubungan

perlawanan yang menyatakan perluasan, menyatakan bahwa informasi yang

terkandung dalam klausa kedua hanya merupakan informasi tambahan untuk

melengkapi apa yang dinyatakan oleh klausa pertama.

Contoh :

(50)

e. Hubungan Lebih

Dalam pertalian makna ini klausa satu menyatakan makna yang lebih

rendah atau lebih tinggi dibanding dengan klausa yang lain. Perangkai yang

digunakan : bahkan, malahan, malah.

Contoh :

(5) Ia pandai, bahkan terpandai dalam kelasnya.

f. Hubungan Waktu

Dalam hubungan ini pertalian klausa satu dengan klausa lain

menyatakan waktu terjadinya, waktu permulaan atau berakhirnya suatu

peristiwa atau keadaan. Untuk menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam

klausa satu terjadi bersamaan dengan apa yang dinyatakan klausa lain

digunakan perangkai : ketika, tatkala, tengah, sedang, waktu, sewaktu, selagi,

semasa, sementara, serta,demi, begitu, selama, dalam. Kata perangkai setiap,

setiap kali, tiap kali, untuk menyatakan makna yang sama dengan makna di

atas, hanya bedanya waktu terjadinya beberapa kali. Untuk menyatakan batas

waktu permulaan digunakan perangkai: sejak, semenjak, sedari. Sedangkan

untuk menyatakan batas waktu akhir digunakan kata perangkai hingga,

sehingga, sampai.

Contoh :

(6) Santo masih menoleh beberapa kali ketika mobil sudah

meninggalkan rumah asuhan.

TBBBI (1993: 322-324) hubungan waktu terjadi jika klausa anak

menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam

klausa induk. Hubungan waktu ini dapat dibedakan lagi menjadi hubungan

(51)

hubungan waktu batas akhir. Untuk menyatakan hubungan waktu permulaan

dipakai konjungsi se (jumlah dan sendiri). Hubungan waktu bersamaan yang menunjukkan peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa induk dan

klausa anak terjadi pada waktu yang bersamaan, atau hampir bersamaan.

Konjungsi yang digunakan untuk menyatakan hubungan itu adalah tatkala, seraya, serta, selagi, sementara, selama, sambil, dan ketika. Hubungan beruntun menunjukkan bahwa yang dinyatakan dalam klausa induk lebih

dahulu atau lebih kemudian daripada klausa anak, konjungsi yang dipakai

adalah sebelum, setelah, sesudah, sesuai, begitu, dan sehabis. Hubungan waktu

batas akhir dipakai untuk menyatakan suatu proses dan konjungsi yang

digunakan adalah hingga dan sampai.

g. Hubungan Perbandingan

Dalam hubungan ini pertalian klausa-klausanya menyatakan

perbandingan antara klausa satu dengan klausa lainnya. Apabila perbandingan

ini menyatakan makna lebih digunakan perangkai daripada. Sedangkan bila perbandingan itu menunjukkan adanya kesamaan atau kemiripan dipakai kata

perangkai: seperti, sebagaimana, bagai, seakan-akan, seakan, seolah-olah, seolah, serasa-rasa.

Contoh:

(7) Mereka lebih suka memilih uang daripada menyimpan barang.

TBBBI (1993: 326). Hubungan perbandingan memperlihatkan kemiripan

antara pernyataan yang dinyatakan dalam klausa induk dan klausa anak.

Konjungsi yang digunakan adalah seperti, ibarat, bagaikan, laksana,

(52)

h. Hubungan Sebab

Dalam pertalian ini klausa yang satu menjadikan sebab terjadinya akibat

pada klausa yang lain. Atau klausa yang satu menjadi akibat dari sebab yang

dinyatakan oleh klausa yang lain. Perangkai yang digunakan: karena, oleh

karena, sebab, lantaran, berhubung, berkat.

Contoh:

(8) Suamiku tidak mau pindah ke gedung yang disediakan oleh

perwakilannya karena letaknya agak jauh dari kota.

TBBBI (1993: 326). Hubungan yang terjadi dalam klausa yang klausa

anaknya menyatakan sebab atau alasan terjadinya sesuatu yang dinyatakan

dalam klausa induk. Konjungsi yang bisa dipakai adalah sebab, karena, dan

oleh karena. i. Hubungan Akibat

Hubungan ini dinyatakan oleh kata-kata penghubung hingga, sehingga, sampai, dan sampai-sampai.

Contoh :

(9) Fani tertawa galak-galak sampai merah mukanya.

Depdikbud, (1993: 326) menyatakan hubungan akibat terjadi jika klausa

anak menyatakan akibat dari hal yang dinyatakan dalam klausa induk.

Hubungan ini biasanya dinyatakan dengan memakai konjungsi sehingga,

sesampai, dan maka. j. Hubungan Syarat

Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan syarat bagi

terlaksananya apa yang disebut dalam klausa ini. Hubungan ini ditandai dengan

(53)

Contoh :

(10) Kemauan untuk hidup ini akan ada jika di dalam diri

seseorang ada perasaan bahwa dia dibutuhkan oleh

lingkungan.

TBBBI (1993: 324). Hubungan syarat terjadi dalam kalimat yang klausa

anaknya menyatakan syarat terlaksananya pernyataan yang ada pada klausa

induk. Konjungsi yang sering digunakan adalah jika (lau), seandainya,

andaikata, dan asalkan. Disamping itu konjungsi kalau, apa (bila), bilamana,

juga akan dipakai jika syarat itu bertalian dengan waktu.

k. Hubungan Tak Bersyarat

Dalam pertalian ini klausa yang satu menyatakan bahwa dalam keadaan

bagaimanapun juga apa yang dinyatakan oleh klausa yang lain akan tetap

terlaksana. Perangkai yang digunakan:

meski meskipun walau walaupun

kendati

kendatipun biar biarpun sekalipun sungguhpun

Contoh :

(54)

TBBBI (1993: 325). Menyatakan hubungan konsesif terdapat dalam

sebuah kalimat yang klausa sematanya memuat pernyataan yang tidak akan

mengubah hal yang dinyatakan dalam klausa utama.

l. Hubungan Pengandaian

Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan suatu andaian, suatu

syarat yang tak mungkin terlaksana bagi klausa inti sehingga apa yang

dinyatakan dalam klausa ini juga tak mungkin terlaksana. Hubungan ini secara

jelas ditandai dengan kata-kata penghubung andaikan, andaikata, seandainya,

sekiranya, dan seumpama.

Contoh :

(12) Andaikan gadis itu tidak suka padamu, engkau tetap harus

menjamin dia kecuali bila ia keberatan.

m.Hubungan Harapan

Dalam pertalian ini klausa yang satu menyatakan suatu yang diharapkan

atau apa yang dikerjakan akan dikerjakan pula oleh apa yang tersebut dalam

klausa lain. Perangkai yang digunakan adalah: agar, supaya, agar supaya, biar.

Contoh :

(13) Dokter itu memberi isyarat agar Anton mengikutinya.

TBBBI (1993: 325). Hubungan harapan merupakan hubungan tujuan,

terdapat dalam kalimat yang klausa anaknya menyatakan suatu tujuan atau

harapan dari hal yang disebut dalam klausa utama.

n. Hubungan Penerang

Dalam hubungan ini klausa bukan inti menerangkan salah satu unsur

yang terdapat dalam klausa inti. Unsur yang diterangkan itu selalu berupa kata

(55)

Contoh :

(14) Sebelum tidur, waktuku kupergunakan untuk membahas

surat-surat yang jumlahnya amat terbatas.

o. Hubungan Cara

Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan bagaimana tindakan

yang disebutkan dalam kalusa inti itu dilakukan. Kata penghubung yang

dipakai untuk menandai hubungan ini secara jelas ialah kata dengan, tanpa,

sambil, seraya, dan sembari.

Contoh :

(15) Narti duduk di tempat tidur dengan kedua kakinya

ditumpangkan pada sebuah bangku kecil.

Hubungan cara terjadi jika klausa anak menyatakan akibat dari hal yang

dinyatakan oleh klausa induk (TBBBI, 1993: 327).

p. Hubungan Perkecualian

Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan sesuatu perkecualian,

maksudnya menyatakan sesuatu yang dikecualikan dari apa yang dinyatakan

dalam klausa inti. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan

ini secara jelas ialah kata kecuali dan selain.

Contoh :

(24) Hari pertama tidak terjadi sesuatupun kecuali kadang-kadang

kami bergandengan tangan untuk melompati semak-semak

(56)

q. Hubungan Kegunaan

Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan kegunaan, menjawab

pertanyaan untuk apa. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai

hubungan ini secara jelas ialah kata untuk, guna, dan buat.

Contoh:

(25) Dia diangkat menjadi mandor untuk memimpin beberapa

pekerja lainnya.

r. Hubungan Isi

Hubungan isi klausa bukan inti menyatakan apa yang dikatakan,

diketahui dijelaskan dalam klausa inti. Secara jelas hubungan isi ditandai

dengan kata penghubung bahwa.

Contoh:

(26) Aku mulai mengerti hari itu bahwa Saputra benar-benar

menaruh perhatian padaku.

2.2.2 Gaya Bahasa

Pengertian gaya bahasa sangat luas. Menurut Gorys Keraf (1984: 113),

gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Menurut Tarigan

(1985: 5), gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk

meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu

benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Menurut

Kosasih (2004: 40), majas adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan unuk

(57)

Menurut Gorys Keraf (1984), terdapat beberapa macam gaya bahasa

seperti berikut:

a. Gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari tiga macam, yaitu gaya bahasa

resmi, gaya bahasa tak resmi, gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa

berdasarkan nada dibagi menjadi tiga, yaitu gaya sederhana, gaya mulia dan

bertenaga, gaya menengah.

b. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dibagi menjadi lima, yaitu klimaks,

antiklimaks, parelelisme, antithesis, repetisi.

c. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dibagi menjadi dua bagian,

yaitu:

1)Gaya bahasa retoris meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof,

asindenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron

porteron, pleonasme, periphrasis, prolepsis, erotesis, silepsis, koreksio,

hiperbol, paradoks, oksimoron

2)gaya bahasa kiasan meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori,

parabel, fabel, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia,

antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, innuendo, antifrasis,

paronomasia.

Menurut Kosasih (2004), majas adalah bahasa kias, bahasa yang

dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Majas sering disebut gaya bahasa.

Majas terbagi atas empat jenis, yakni:

1) Majas perbandingan terdiri dari empat macam, yaitu majas personifikasi,

majas perumpamaan, majas metafora, dan majas alegori.

2)Majas pertentangan terdiri dari lima macam, yaitu majas hiperbola, majas

(58)

3)Majas pertautan terdiri dari empat macam, yaitu majas metonimia, majas

sinekdoke, majas alusi, dan majas elipsis.

4)Majas perulangan terdiri dari empat macam, yaitu majas aliterasi, majas

antanaklasis, majas repetisi, dan majas paralelisme.

Berdasarkan ketiga pendapat mengenai gaya bahasa, peneliti hanya

mengacu pada pendapat Tarigan (1985) karena memberikan penjelasan yang lebih

detail sehingga lebih mudah dipahami.

Menurut Tarigan (1985), ada enam puluh macam gaya bahasa yang terbagi

dalam empat kelompok seperti dijelaskan berikut.

2.2.2.1 Gaya bahasa perbandingan

Menurut Tarigan (1985) gaya bahasa perbandingan dapat dibedakan atas

beberapa macam seperti berikut:

a. Perumpamaan

Gaya bahasa perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada

hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Gaya bahasa ini

ditandai dengan penggunaan kata seperti, serupa, ibarat, bak, sebagai,

umpama, dan laksana.

Contoh: Umpama memadu minyak dengan air.

b. Metafora

Gaya bahasa metafora adalah perbandingan dua hal atau benda untuk

menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara

(59)

laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan (Dale via Tarigan, 1985:

15). Contoh: Fitnahnya menaikkan darah kami.

c. Personifikasi

Gaya bahasa personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan

sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.

Contoh: Angin pagi mengelus tubuh kami dengan mesranya.

d. Depersonifikasi

Gaya bahasa depersonifikasi atau pembedaan adalah kebalikan dari

gaya bahasa personifikasi. Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang

membedakan manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa depersonifikasi

terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata

kalau, jikalau, bila, sekiranya, misalkan, umpama, seandainya.

Contoh: Bila kakanda menjadi darah, maka adinda menjadi daging.

e. Alegori

Alegori adalah cerita yang dikisahkan dengan lambang-lambang;

merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah

obyek-obyek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan. Alegori biasanya

mengandung sifat-sifat moral atau spiritual manusia.

Contoh: Kancil dengan buaya.

f. Antitesis

Antithesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau

perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri

(60)

Contoh: Segala fitnahan tetangganya dibalasnya dengan budi bahasa

yang baik.

g. Pleonasme

Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang

sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat, saling tolong

menolong).

Contoh: Saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri.

h. Perifrasis

Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang agak mirip dengan

pleonasme. Kedua-duanya mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada

yang dibutuhkan. Walaupun begitu terdapat perbedaan yang penting antara

keduanya. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada

prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata-kata saja.

Contoh: Saya menerima segala saran, petuah, petunjuk yang sangat

berharga dari Bapak Lurah.

i. Prolepsis

Gaya bahasa prolepsis disebut juga gaya bahasa antisipasi. Kata

antisipasi berasal dari bahasa Latin anticipacio yang berarti mendahului atau

penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau

akan terjadi. Contoh: Mobil yang malang itu ditabrak oleh truk pasir dan jatuh

(61)

j. Koreksio

Gaya bahasa koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula

ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki

mana-mana yang salah.

Contoh: Pak Tarigan memang orang Bali, ah bukan, orang Batak.

2.2.2.2 Gaya bahasa pertentangan

Menurut Tarigan (1985) gaya bahasa pertentangan dapat dibedakan atas

beberapa macam seperti berikut:

a. Hiperbola

Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan

yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukkurannya atau sifatnya bermaksud untuk

memberikan penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat,

meningkatkan kesan dan pengaruhnya.

Contoh: Sempurna sekali, tiada kekurangan suatu apa pun buat

pengganti baik atau cantik.

b. Litotes

Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan

sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang

bertentangan.

Contoh: Anak itu sama sekali tidak bodoh.

c. Ironi

Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan

Gambar

Tabel 1   Persamaan dan Perbedaan Antara Objek dan Pelengkap  ...................  22
Tabel 2. Tabel 2
Tabel 3 Jenis Gaya Bahasa pada Iklan Kecantikan dan Perawatan Tubuh
Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Latar belakang : Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri yang beresiko terhadap penyimpangan seksualitas. Remaja dapat melakukan perilaku seks pranikah karena

Penanganan kasus pada tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh anak di Pengadilan Negeri Mataram pada tahun 2016 sampai dengan September 2017 adalah sebanyak 7 (kasus),

Perlakuan pengaruh rasio ikan teri dan rumput laut Eucheuma spinosum pada uji skoring memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap aroma nori namun tidak

klien yang mengalami pneumonia dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang dapat memberi manfaat berupa ilmu terapan di bidang keperawatan tentang penyakit

Efek Sitotoksik dan Kinetika Proliferasi Ekstrak Etanol Kulit Batang Beringin Pencekik ( Ficus annulata ) Dan Epirubicin Sebagai Agen Ko-Kemoterapi.. Terhadap Sel Kanker

Menimbang, bahwa berdasarkan uraian pertimbangan diatas, maka Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tentang gugatan

hidupnya dari lingkungan sekitar termasuk di area pekarangan rumah. Pekarangan merupakan lahan yang merupakan area ruang terbuka dimana keberadaannya mengelilingi

Dari hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa sampel air yang telah dilakukan proses adsorbsi dengan arang aktif baik yang dilakukan secara bersamaan