STRUKTUR KALIMAT DAN GAYA BAHASA PADA IKLAN
KECANTIKAN DAN PERAWATAN TUBUH DI TABLOID NOVA
EDISI OKTOBER-DESEMBER 2010
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah
Oleh:
F. HESTI NUGRAHENI 051224036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
MOTTO
“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,
Bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka.
Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan
Yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir”
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang senantiasa melindungi dan
tidak habis memberikan kekuatan kepadaku.
Kedua orangtuaku, Bapak Ign. Shaleh Raharja dan Ibu Theresia
Kasni yang telah sabar mendidik dan memberiku kasih sayang.
Adikku Elisabeth Agnes Novitasari yang telah memberikan rasa
kebersamaan dan canda tawa untukku.
viii ABSTRAK
Nugraheni, F. Hesti. 2011. Struktur Kalimat dan Gaya Bahasa pada Iklan Kecantikan dan Perawatan Tubuh di Tabloid Nova Edisi Oktober-Desember 2010. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini mengkaji struktur kalimat dan gaya bahasa pada iklan kecantikan dan perawatan tubuh di Tabloid Nova Edisi Oktober-Desember 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur kalimat dilihat dari kelengkapan unsur-unsur fungsionalnya, dan gaya bahasa dalam iklan kecantikan dan perawatan tubuh. Sumber data yang digunakan ada empat puluh enam iklan. Data dalam penelitian ini adalah semua kalimat yang ada dalam iklan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada empat macam kalimat menurut strukturnya, yaitu: kalimat tunggal (132), kalimat majemuk setara (10), kalimat majemuk bertingkat (19), dan kalimat yang tidak memiliki kejelasan unsurnya (16). Dilihat dari kelengkapan unsurnya terdapat kalimat tunggal tanpa subjek (37), kalimat majemuk setara semua memliki unsur S (subjek), kalimat majemuk bertingkat tanpa subjek (3). Gaya bahasa yang ditemukan meliputi gaya bahasa personifikasi (49), gaya bahasa hiperbola (15), gaya bahasa oksimoron (2), gaya bahasa periphrasis (3), gaya bahasa epizeukis (3), gaya bahasa eponim (2), gaya bahasa mesodiplosis (1), gaya bahasa depersinifikasi (4), gaya bahasa anaphora (1), gaya bahasa asonasis (1), dan gaya bahasa polisindenton (1).
ix ABSTRACT
Nugraheni, F. Hesti. 2011. The Sentence Structure and Figures of Speech in Beauty and Body Treatments Advertisement in Nova Tabloid Edition October-December 2010. Thesis. Yogyakarta: Study Program of Local and Indonesian Literature and Language Education, Faculty of Teachers Training Education, Sanata Dharma University.
This research studied the the sentence structure and figures of speech in beauty and body treatments advertisement in Nova Tabloid Edition October-December 2010. This research intended to describe the sentence structure seen from the completeness of functional elements, figures of speech of advertising beauty and body treatments. The data source used is totaled there forty-six advertisement. The data in the research were all sentences in the advertisement.
The results of this research show that there are four kinds of sentences according to their structures, namely: simple sentences (132), compound sentences (10), complex sentences (19), and sentences that do not have the clarity of the element (16). Based on the completenes of the element contained singular sentences without subject (37), compound sentences at all equivalent elements S (subject), complex sentences without a subject (3). Figures of speech that is found include personifications (49), hyperbole (15), oxymorons (2), periphrasys (3), epizeucys (3), eponymous(2), mesodiplosis (1), depersonifications (4), anaphora (1), asonansy (1), and polisindenton (1).
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya dalam proses penyusunan skripsi ini
hingga dapat disajikan dalam wujud sekarang ini.
Skripsi berjudul “Struktur Kalimat dan Gaya Bahasa pada Iklan Kecantikan
dan Perawatan Tubuh di tabloid Nova Edisi Oktober-Desember 2010” diajukan
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi
Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Penulis menyadari banyak pihak yang membantu, membimbing dan
mengarahkan penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Y. Karmin, M. Pd., selaku dosen pembimbing pertama yang dengan sabar
membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Pranowo, M. Pd., selaku dosen pembimbing kedua yang dengan
sabar membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
3. Rohandi, Ph. D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
4. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua prodi PBSID Universitas Sanata
Dharma.
5. Seluruh staf pengajar Prodi PBSID yang telah membimbing penulis selama
xi
6. Karyawan sekretariat PBSID, F.X Sudadi yang selalu sabar memberikan
bantuan pelayanan akademik selama penulis kuliah di Prodi PBSID.
7. Kedua orangtuaku, Bapak Ign. Shaleh Raharja dan ibu Theresia Kasni yang
telah mendidik, dan selalu memberikan nasehat serta dukungan di hidupku.
8. Adikku, Elisabeth Agnes Novitasari yang selalu menjadi penyemangat dalam
hidupku.
9. Keluarga besarku yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang, dan doa
kepada penulis.
10.Keluarga Bapak Budy Rahardjo yang selalu memberikan dukungan dan
mampu menjadi keluarga keduaku. Terimakasih atas segala dukungan dan
motivasi yang telah diberikan selama ini.
11.Mahendra Sigit Hermawan yang selalu memberikan motivasi, kasih sayang
untukku.
12.Sahabat-sahabatku, Refti Bernadevi, S. Pd., Rosiana Priharsanti, S. Pd., Bekti
Yustiarti yang telah bersedia memberikan ruang dan waktu untuk berbagi suka
maupun duka bersama.
13.Teman-teman Prodi PBSID angkatan 2005 yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu, terima kasih atas kebersamaan kalian selama ini.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Tuhan membalas semua
kebaikan kalian semua, Amin
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
HALAMAN PERNYATAAN ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 5
1.3Tujuan Penelitian ... 5
1.4Manfaat Penelitian ... 6
1.5Batasan Istilah ... 6
xiv
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
2.1 Penelitian yang Relevan ... 9
2.2 Kajian Teori ... 10
2.2.1Kalimat ... 11
2.2.1.1 Unsur-unsur Kalimat ... 12
2.2.1.2 Bentuk-bentuk Kalimat ... 24
2.2.1.3 Hubungan Makna Antara Klausa yang Satu Dengan Klausa Lainnya dalam Kalimat ... 30
2.2.2Gaya Bahasa ... 39
2.2.2.1 Gaya Bahasa Perbandingan ... 41
2.2.2.2 Gaya Bahasa Pertentangan ... 44
2.2.2.3 Gaya Bahasa Pertautan ... 49
2.2.2.4 Gaya Bahasa Perulangan ... 52
2.2.3Iklan ... 56
2.2.3.1 Jenis-jenis Iklan ... 57
2.2.3.2 Bahasa Iklan ... 58
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 60
3.1Jenis Penelitian ... 60
3.2Sumber Data dan Data Penelitian ... 61
3.3Instrumen Penelitian ... 62
3.4Teknik Pengumpulan Data ... 62
3.5Teknik Analisis Data ... 63
xv
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65
4.1Deskripsi Data ... 65
4.2Analisis Data ... 66
4.2.1AnalisisStruktur Kalimat dan Kelengkapannya ... 66
4.2.2Analisis Gaya Bahasa ... 68
4.3Pembahasan ... 72
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 79
1.1Kesimpulan ... 79
1.2Implikasi ... 80
1.3Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN ... 84
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Persamaan dan Perbedaan Antara Objek dan Pelengkap ... 22
Tabel 2 Macam Kalimat Berdasarkan Strukturnya ... 77
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Jumlah Kalimat Pada Iklan ... 85
Lampiran 2 Iklan Kecantikan dan Perawatan Tubuh di Tabloid Nova ... 86
Lampiran 3 Data Unsur Kalimat ... 133
Lampiran 4 Data Struktur Kalimat ... 143
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tayangan iklan dari berbagai macam produk kecantikan dan perawatan
tubuh sangat mendominasi media massa baik cetak maupun elektronik seperti
televisi. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya iklan produk kecantikan dan
perawatan di seluruh stasiun televisi yang muncul sebagai selingan dari tayangan
program atau acara yang disuguhkan kepada pemirsa. Tidak kalah dengan media
elektronik, dalam media cetak seperti majalah, tabloid pun banyak dihiasi iklan
yang mempromosikan berbagai macam produk kecantikan dan perawatan tubuh.
Iklan dalam berbagai media massa tersebut merupakan salah satu bentuk
komunikasi secara tertulis. Iklan berisi pesan yang menawarkan suatu produk
yang ditujukan kepada masyarakat lewat suatu media seperti televise, majalah
atau radio.
Iklan sebagai salah satu bentuk promosi dari berbagai macam produk,
dikemas sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi sikap dan perilaku
masyarakat. Hal ini terkait dengan tujuan iklan yang salah satu di antaranya
adalah untuk merayu konsumen agar menggunakan barang yang ditawarkan dari
produsen barang. Terkait dengan itu, dalam mengemas iklan terdapat sejumlah
hal yang penting yang perlu/harus dipertimbangkan pembuat iklan agar pesan
Salah satu hal penting yang harus dipertimbangkan pembuat iklan agar
menarik bagi konsumen adalah penggunaan bahasa. Bahasa iklan harus mudah
dicerna, gampang diingat, dan dapat mengena di hati konsumen. untuk itu,
penggunaan bahasa dalam iklan seringkali dibuat tidak mengikuti aturan baku
sebagaimana lazimnya aturan penyusunan suatu kalimat dalam bahasa Indonesia
yang benar. Hal itu dapat diidentifikasi dari kalimat-kalimat dalam iklan yang
kurang memperhatikan struktur kalimat dan fungsi-fungsinya seperti pada iklan
salah satu sabun kecantikan berikut.
Sumber: Tabloid Nova, edisi 3 Oktober 2010, hlm. 16
Judul “Mau kulit cantik putih merona?” tidak memiliki subjek seperti pada
kalimat yang seharusnya, yakni “Apakah Anda mau memiliki kulit cantik putih
merona?” Kalimat dalam iklan ini dibuat demikian semata-mata agar bisa lebih
mengena di hati konsumen. Kalimat ini tampak sangat persuasif dan menggiring
pembaca agar memilih produk sabun kecantikan yang ditawarkan. Konsumen
dibuat seakan-akan tidak ada pilihan lain selain mengatakan “mau” dan
perempuan cantik yang memiliki kulit cantik putih merona yang diletakkan persis
di sebelah tulisan.
Selain masalah struktur kalimat, penggunaan gaya bahasa dalam bahasa
iklan juga merupakan salah satu unsur yang sangat penting. Penggunaan gaya
bahasa tertentu seperti gaya bahasa hiperbola dalam bahasa iklan bertujuan untuk
melebih-lebihkan kegunaan atau manfaat dari produk yang diiklankan. Hal
tersebut dapat dicontohkan dengan gaya bahasa dalam kalimat iklan shampo
berikut.
Sumber: Tabloid Nova, edisi 29 November – 5 Desember 2010, hlm. 18
Kalimat di atas menggunakan gaya bahasa hiperbola, misalnya hanya
dalam waktu 1 menit seseorang yang menggunakan shampo Loreal ini akan
memiliki rambut seindah bintang iklannya (Dian Sastrowardoyo). Ini tentu saja
merupakan hal yang mustahil.
Terkait dengan struktur kalimat dan gaya bahasa yang digunakan dalam
iklan kecantikan dan perawatan tubuh seperti yang banyak dijumpai pada tabloid
bahasa jurnalistik. Bahasa iklan merupakan bahasa yang dipakai untuk
menyampaikan segala bentuk pesan tentang suatu produk di media,
mengekspresikan gagasan atau sebagai sarana persuasif sehingga mampu
mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat.
Pemakaian bahasa yang menyangkut struktur kalimat dan gaya bahasa
dalam berbagai iklan kecantikan dan perawatan tubuh seperti pada tabloid Nova
sangat tergantung pada kemampuan konseptor iklan tersebut. Iklan kecantikan
dan perawatan tubuh yang dikemas dengan bahasa yang menarik akan lebih
mudah diingat oleh konsumen. Ini akan sangat mempengaruhi tindakan
konsumen yang membacanya yakni sampai pada tindakan pembelian produk. Hal
ini memperlihatkan bahwa semakin komunikatif dan persuasif suatu iklan
kecantikan dan perawatan tubuh, maka kemungkinan masyarakat untuk
membelinya akan semakin tinggi. Sebaliknya, penggunaan bahasa yang kurang
komunikatif dalam iklan dapat membuat iklan tersebut kurang menarik dan
mudah dilupakan orang.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penggunaan bahasa
seperti struktur kalimat dan gaya bahasa dalam iklan berbeda dengan penggunaan
bahasa dalam konteks lain seperti kajian ilmiah. Terkait dengan itu, peneliti
tertarik untuk menganalisis pemakaian bahasa dalam iklan kecantikan dan
perawatan tubuh dengan mengambil judul Struktur Kalimat dan Gaya Bahasa
pada Iklan Kecantikan dan Perawatan Tubuh di Media Cetak Tabloid Nova Edisi
Oktober-Desember 2010. Peneliti tertarik untuk melakukan kajian pada topik ini
bahasa pada iklan kecantikan dan perawatan tubuh yang dilihat dari struktur
kalimat, dan gaya bahasa. Selain itu, peneliti belum menemukan tulisan yang
secara khusus membahas struktur kalimat dan gaya bahasa pada iklan kecantikan
dan perawatan tubuh di tabloid Nova. Pemilihan media yang berupa iklan di
tabloid Nova dipilih karena memiliki gaya bahasa dan struktur kalimat yang
bervariasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan
beberapa masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana struktur kalimat dalam iklan kecantikan dan perawatan
tubuh di media cetak tabloid Nova edisi Oktober-Desember 2010
dilihat dari kelengkapan unsur-unsur fungsionalnya?
2. Jenis-jenis gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam iklan
kecantikan perawatan tubuh di tabloid Nova?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan rumusan masalah tersebut,
tujuan yang akan dicapai adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan struktur kalimat yang dilihat dari kelengkapan
unsur-unsur fungsionalnya dalam iklan kecantikan dan perawatan tubuh di
2. Mendeskripsikan jenis-jenis gaya bahasa yang digunakan dalam iklan
kecantikan dan perawatan tubuh di tabloid Nova edisi
Oktober-Desember 2010.
1.4 Manfaat penelitian
Sebagai sebuah penelitian, manfaat yang ingin diberikan kepada pembaca
sebagai berikut.
a. Bagi Pembuat Iklan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembuat
iklan mengenai berbagai macam gaya bahasa dan penggunaan
unsur-unsur kalimat yang digunakan dalam pembuatan iklan suatu barang.
b.Bagi peneliti lain
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peneliti
tentang deskripsi gaya bahasa dan struktur kalimat yang dapat
digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya.
1.5Batasan Istilah
a. Struktur Bahasa
Struktur bahasa adalah mencakup unsur-unsur yang harus dimiliki sebuah
kalimat dan fungsi-fungsinya.
b.Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk
memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal
lain yang lebih umum (Tarigan, 1985: 5).
c. Iklan
Iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukan
kepada masyarakat luas lewat suatu media. Iklan ini lebih diarahkan untuk
membujuk orang supaya membeli (Kasali, 1992: 9).
d. Iklan Kecantikan dan Perawatan Tubuh
Iklan kecantikan dan perawatan tubuh adalah iklan yang berisi
tentang masalah-masalah kecantikan dan perawatan tubuh, misalnya iklan
kosmetika, pemutih kulit, shampoo, sabun mandi, semir rambut, pasta gigi,
peramping tubuh, perhiasan, makanan, minuman, yang dimaksudkan untuk
memperindah sebagian atau seluruh tubuh, dan sebagainya (Widyatama,
2005: 113).
1.6 Sistematika Penyajian
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas, penulisan ini dibuat dengan
sistematika penyajian yang terdiri dari lima bab sebagai berikut. Bab I
pendahuluan, yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan isttilah, dan sistematika
penyajian. Bab II landasan teori, menguraikan tentang penelitian yang relevan dan
kajian teori. Bab III metodologi penelitian, menguraikan jenis penelitian, data dan
analisis data. Bab IV hasil penelitian dan pembahasan, menguraikan tentang
analisis struktur kalimat, unsur-unsur kalimat, dan gaya bahasa pada iklan
kecantikan dan perawatan tubuh di tabloid Nova, beserta pembahasannya. Bab V
9 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Penelitian yang Relevan
Ada beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Pertama,
penelitian yang dilakukan Nur Wijayanti (2007) yang berjudul Diksi dan Gaya
Bahasa pada Kolom “Dari Redaksi” dan “Liputan” Majalah Sekolah Eksperana
SMP Bentara Wacana Muntilan. Ada dua temuan dalam penelitian ini, yaitu diksi
berupa kata umum dan khusus serta kata baku dan nonbaku. Ditemukan pula gaya
bahasa berupa gaya bahasa simile, personifikasi, hiperbola, litotes, metafora,
paradoke, sinekdoke, metonimia pada kolom itu.
Kedua, penelitian Fachrizal Yoga Pamungkas (2010) yang berjudul Diksi
dan Gaya Bahasa Penyiar 103,3 Tara FM Unit Kegiatan Mahasiswa Ikatan
Pecinta Retorika Indonesia Universitas Negeri Malang (UKM IPRI UM).
Hasil penelitian ini adalah deskripsi dari jenis diksi dan gaya bahasa yang
digunakan oleh penyiar Tara FM. Jenis diksi yang digunakan penyiar Tara
FM adalah: (a) pilihan kata umum dan kata khusus, (b) pilihan kata konkret dan
kata abstrak, (c) pilihan kata lebih emotif dan kata kurang emotif. Jenis
gaya bahasa yang digunakan oleh penyiar Tara FM adalah gaya
bahasa personifikasi, hi-perbola, sinisme, sarkasme, aptronim, eufimisme,
metonimia, metafora, para-doks, erotesis, repetisi, sindeton, apofasis dan,
Ketiga, penelitian Fitri Dwi Jayanti (2009) yang berjudul Diksi dan Gaya
Bahasa Pada Wacana Iklan Majalah Kawanku Edisi Januari-Maret 2009.
Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pemakaian diksi dan bentuk
pemakaian gaya bahasa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Sumber
data dalam penelitian ini adalah wacana iklan majalah Kawanku edisi
Januari-Maret 2009. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi pemakaian kata
tutur; pemakaian indria berupa bentuk indria peraba, indria penglihatan, dan indria
penciuman; pemakaian istilah asing; dan pemakaian makna kata berupa makna
konotasi. Penemuan dari gaya bahasa meliputi gaya bahasa berdasarkan nada
berupa gaya mulia dan bertenaga, gaya menengah; berdasarkan struktur kalimat
berupa pararel, antitesis, dan repetisi yang terdiri dari repetisi epizeuksis,
epistrofa, dan mesodiplosis; berdasarkan langsung tidaknya makna berupa gaya
retoris dengan jenis hiperbola.
Peneliti memiliki anggapan bahwa penelitian ini relevan dengan ketiga
penelitian tersebut karena memiliki kesamaan yaitu sama-sama meneliti tentang
gaya bahasa. Perbedaannya, penelitian terdahulu meneliti tentang diksi dan gaya
bahasa, sedangkan penelitian ini membahas tentang struktur kalimat dan gaya
bahasa iklan kecantikan dan perawatan tubuh di tabloid Nova.
2.2 Kajian Teori
Pada bab ini diuraikan teori yang digunakan untuk dijadikan landasan teori
dalam masalah penelitian ini, yaitu kajian mengenai kalimat yang mencakup
bahasa yang mencakup pengertian, jenis-jenis gaya bahasa, dan pengertian iklan
kecantikan dan perawatan tubuh.
2.2.1 Kalimat
Pengertian kalimat dikemukakan sejumlah ahli berdasarkan perspektifnya
masing-masing. Definisi-definisi tersebut umumnya mengandung makna yang
kurang lebih sama. Beberapa pengertian kalimat yang dikemukakan ahli tersebut
di antaranya oleh (Kridalaksana, 1993: 92) yang mengartikan sebagai wacana
dalam satuan yang paling kecil. Atau dapat juga diartikan bahwa kalimat
merupakan konstruksi gramatikal yang terdiri atas satu atau lebih klausa yang
ditata menurut pola tertentu dan dapat berdiri sendiri sebagai satu kesatuan.
Ramlan (2001: 27) mendefinisikan kalimat sebagai satuan gramatik yang dibatasi
oleh adanya jeda panjang yang disertai oleh nada turun atau naik. Nada akhir
turun jika satuan itu merupakan pernyataan dan nada naik jika satuan itu
merupakan pertanyaan. Dalam wujud tulisan mempunyai jeda panjang, yang
ditandai dengan adanya huruf kapital pada huruf pertama kata pertama, nada akhir
ditandakan dengan tanda titi (.), tanda tanya (?), dan atau tanda seru (!).
Menurut Razak (1986: 3) kalimat merupakan alat komunikasi yang berupa
struktur atau pola-pola yang terdiri atas unsur-unsur yang teratur. Keraf (1991:
185) mengartikan kalimat sebagai bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh
kesenyapan, dan intonasinya menunjukkan bahwa bagian ujaran itu sudah
lengkap. Sementara menurut Alwi (2003: 311), kalimat adalah satuan bahasa
terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.
tanda titik (.), tanda tanya (?), sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai
tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Menurut Arifin
(2008:54), kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,
mempunyai intonasi final (kalimat lisan), dan secara aktual ataupun potensial
terdiri atas klausa. Menurut Ramlan (2001: 17), kalimat adalah satuan gramatis yang
dibatasi oleh intonasi akhir selesai. Dalam bahasa tulis, kalimat dibatasi oleh tanda (.),
(?), dan tanda (!).
Berdasarkan pengertian-pengertian yang ada, peneliti hanya mengacu pada
pendapat yang dikemukakan oleh Alwi, dkk (2003: 311) karena kalimat adalah
bagian terkecil dari suatu teks yang mengungkapkan pikiran yang utuh, penulisannya
diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda seru (!) atau
tanda tanya (?). Alasan memilih pendapat Alwi, dkk (2003: 311) adalah karena
definisi yang dikemukakan lebih lengkap menjelaskan unsur-unsur kalimat
dibandingkan dengan pendapat ahli lainnya.
2.2.1.1Unsur-unsur Kalimat
Kalimat dikatakan yang baik bila memenuhi unsur-unsur kalimat memiliki
subjek (S) dan predikat (P). Umumnya sebuah kalimat lengkap bila memenuhi
unsur-unsur seperti subjek (S) predikat (P), objek (O), pelengkap (P), dan
keterangan (K). Sejumlah ahli memberikan pendapatnya mengenai unsur-unsur
kalimat. Menurut Indradi (2003: 77), subjek dan predikat merupakan unsur
penting dalam kalimat. Subjek adalah suatu yang menjadi inti pembicaraan,
sedangkan predikat adalah hal yang menjelaskan inti pembicaraan. Menurut Alwi,
pembentukan kalimat yaitu Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pel),
dan Keterangan Ket). Dalam suatu kalimat tidak selalu kelima fungsi sintaksis
tersebut terisi, tetapi konstituen pengisi subjek (S) dan predikat (P) harus ada.
Kehadiran unsur O, Pel, dan Ket sangat bergantung pada bentuk dan jenis
predikat. Dengan kata lain, unsur yang terdapat di sebelah kanan merupakan
konstituen yang berfungsi melengkapi verba predikat. Menurut Sugono (2009:
41), terdapat lima unsur kalimat yaitu subjek (S), predikat (P), objek (O),
pelengkap (P), dan keterangan (K). Unsur tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui apakah kalimat yang dihasilkan sudah memenuhi syarat kaidah
bahasa atau belum karena kalimat yang benar harus memiliki kelengkapan unsur
kalimat.
Berdasarkan ketiga pendapat mengenai unsur kalimat tersebut, peneliti
hanya mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh Alwi, dkk (2003: 321),
karena setiap bentuk kata atau frasa yang membangun sebuah kalimat mempunyai
fungsi sintaksis unsur-unsur kalimat. Alasan memilih pendapat Alwi, dkk (2003:
321) karena menjelaskan kelima unsur kalimat.Berikut ini akan diuraikan setiap
unsur-unsur kalimat.
a. Subjek
Subjek (S) adalah bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, tokoh,
sosok (benda), sesuatu hal, atau suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok
pembicaraan (Ramlan, 2001). Subjek biasanya diisi oleh jenis kata/frasa benda
1) Ayahku sedang melukis.
2) Meja direktur besar.
3) Yang berbaju batik dosen saya.
4) Berjalan kaki menyehatkan badan.
5) Membangun jalan layang sangat mahal.
Selain ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan
memakai kata tanya siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada P. Apabila ada
jawaban yang logis atas pertanyaan yang diajukan, itulah S. Jika ternyata
jawabannya tidak ada atau tidak logis berarti kalimat itu tidak mempunyai S.
Contoh “kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak ada/tidak jelas pelaku
atau bendanya seperti berikut.
1) Bagi siswa sekolah dilarang masuk. (yang benar : Siswa sekolah dilarang
masuk).
2) Di sini melayani resep obat generik. (yang benar : Toko ini melayani resep
obat generik).
3) Melamun sepanjang malam. (yang benar : Dia melamun sepanjang malam)
Dengan membicarakan unsur subjek, kalimat-kalimat yang dihasilkan
dapat terpelihara strukturnya dan dapat mengenal kalimat yang gramatikal
maupun kalimat yang tidak gramatikal. Berikut akan diuraikan mengenai
1) Jawaban untuk Apa atau Siapa
Untuk penentuan subjek kalimat yang bukan berupa manusia
digunakan kata tanya apa, sedangkan yang berupa insan (manusia)
digunakan kata siapa. Contoh:
a) Perusahaan ini // telah maju pesat.
b) Dosen baru itu // berasal dari Surabaya.
Dengan menggunakan pertanyaan apa yang telah maju pesat?,
subjek kalimat (a) sudah dapat ditemukan yaitu perusahaan ini [S].
Demikian juga kalimat (b) dengan menggunakan pertanyaan siapa yang
berasal dari Surabaya?, subjek kalimat itu sudah dapat ditemukan yaitu
dosen baru itu [S].
2) Disertai Kata Itu
Kebanyakan subjek dalam bahasa Indonesia bersifat takrif (definite).
Untuk menyatakan takrif, biasanya digunakan kata itu. Subjek yang berupa
nama orang, pronomina (saya, kami, kita, kamu, dia) dan nama diri (nama
negara, instansi, badan, atau nama geografi) tidak disertai itu karena sudah
takrif. Contoh:
a) Saya // memasak.
b) Besi itu // benda padat.
Kata saya merupakan pronomina, sudah takrif maka kata saya tidak
disertai dengan kata itu. Kata besi masih bersifat umum, belum takrif maka kata
3) Tidak Didahului Preposisi
Subjek tidak didahului preposisi, seperti dari, dalam, ke, kepada, pada,
untuk. Orang sering memulai kalimat dengan menggunakan kata-kata seperti
itu sehingga menyebabkan kalimat-kalimat yang dihasilkan tidak bersubjek.
4) Berupa Nomina atau Frasa Nominal
Subjek dapat berupa nomina dan dapat berupa frasa nominal. Subjek
dapat berupa verba atau adjektiva biasanya disertai penunjuk itu. Contoh:
a) Melukis itu // memerlukan keterampilan.
b) Manusia yang mempunyai akal budi // tidak terlepas // dari kekurangan.
b. Predikat
Menurut Ramlan (2001) predikat (P) adalah bagian kalimat yang
memberitahu melakukan (tindakan) apa atau dalam keadaan bagaimana S
(pelaku/tokoh atau benda di dalam suatu kalimat). Selain memberitahu
tindakan atau perbuatan S, prediksi dapat pula menyatakan sifat, situasi, status,
ciri, atau jatidiri S. Pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki S juga
termasuk sebagai P dalam kalimat. Predikat dapat berupa kata atau frasa,
sebagian besar berkelas verba atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia,
nomina, atau frasa nominal. Predikat dapat dicontohkan seperti berikut.
1) Kuda meringkik.
2) Ibu sedang tidur siang.
3) Putrinya cantik jelita.
4) Kota Jakarta dalam keadaan aman.
6) Robby mahasiswa baru.
7) Rumah Pak Hartawan lima.
Tuturan di bawah ini tidak memilik P karena tidak ada kata-kata yang
menunjuk perbuatan, sifat, keadaan, ciri dan status pelaku/bendanya.
1) Adik saya yang gendut lagi lucu itu.
2) Kantor kami yang terletak di Jln. Gatot Subroto.
3) Bandung yang terkenal sebagai kota kembang.
Menurut Sugono (2009: 55) ciri-ciri predikat adalah seperti berikut.
1) Jawaban atas Pertanyaan Mengapa atau Bagaimana
Dilihat dari segi makna, bagian kalimat yang memberikan informasi
atas pertanyaan mengapa atau bagaimana adalah predikat kalimat. Contoh:
a) Bheny // baik-baik.
b) Reza // menggambar // denah rumah.
Dalam kalimat (a), baik-baik merupakan jawaban atas pertanyaan
bagaimana Bheny? dan dalam kalimat (b), menggambar merupakan jawaban
atas pertanyaan mengapa Reza?
2) Kata Adalah atau Ialah
Predikat kalimat dapat berupa kata adalah atau ialah. Predikat yang
tergolong ini adalah predikat yang terdapat dalam kalimat nominal. Contoh:
Jumlah mahasiswa yang diterima di tahun pertama // adalah seribu
3) Dapat Diingkarkan
Predikat dalam bahasa Indonesia mempunyai bentuk pengingkaran yang
diwujudkan oleh kata tidak dan bukan. Bentuk ini digunakan untuk predikat
yang berupa verba atau adjektiva. Contoh:
a) Di Universitas Oxford // tidak dikenal // sistem pendidikan massal.
b) Menara Eiffel // bukan // merupakan petunjuk zaman keemasan di Paris saja.
4) Dapat Disertai Kata-kata Aspek dan Modalitas
Predikat kalimat yang berupa verba atau adjektiva dapat disertai
kata-kata aspek seperti telah, sudah, belum, akan, dan sedang. Kata-kata itu terletak
di depan verba atau adjektiva. Contoh:
a) Pembantu rumah tangga pun // ingin // kaya.
b) Kemenangan kesebelasan Argentina // sudah // diramal para penggemar
sepak bola.
5) Melihat Unsur Pengisi Predikat
Predikat suatu kalimat dapat berupa (1) kata misalnya verba, adjektiva,
nomina, atau (2) frasa, misalnya frasa verbal, frasa adjektiva, frasa nominal,
frasa numeralia (bilangan). Kalimat yang predikatnya berupa verba atau frasa
verbal dikenal dengan sebutan kalimat verbal, sedangkan kalimat yang
predikatnya bukan verbal atau frasa verbal disebut kalimat nominal.
c. Objek
Menurut Ramlan (2001) objek (O) adalah bagian kalimat yang
melengkapi P. Objek pada umumnya diisi oleh nominal, frasa nominal, atau
klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa verba transitif, yaitu verba
1) Nurul menimang……....(bonekanya) Arsitek merancang………....(sebuah
gedung bertingkat) Juru masak menggorek…….….(udang windu)
Jika P diisi oleh verba intransitif, O tidak diperlukan.
1) Nenek sedang tidur.
2) Komputerku rusak.
3) Tamunya pulang.
Objek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya
dipasifkan. Perhatikan contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang
dan lihat ubahan posisinya bila kalimatnya dipasifkan.
1) a. Serena Williams mengalahkan Angelique Wijaya [O].
b. Angelique Wijaya [S] dikalahkan oleh Serena Williams.
2) a. Orang itu menipu adik saya [O].
b. Adik saya [S] ditipu orang itu.
3) a. Ibu Tuti mencupit pipi Sandra [O]
b. Pipi Sandra [S] dicubit oleh ibu Tuti.
4) a. John Smith memberi barang antik [O].
b. Barang antik [S] dibeli oleh John Smith.
Menurut Sugono (2009: 70) ciri-ciri objek adalah seperti berikut.
1) Langsung di Belakang Predikat
Dalam struktur kalimat aktif hanya ada dua pilihan urutan, yaitu (1)
urutan dasar: S-P-O dan (2) urutan variasi : P-O-S. Dari kedua pola urutan itu,
kedudukan O selalu menempati posisi di belakang P. Contoh:
a) Dia // menciptakan // sejumlah opera. (S-P-O)
2) Dapat Menjadi Subjek Kalimat Pasif
Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi
subjek dalam kalimat pasif. Contoh:
Orang // menemukan // pesut // di Sungai Mahakam.
3) Tidak Didahului Preposisi
Objek yang selalu menempati posisi di belakang predikat itu tidak
didahului predikat. Contoh:
Bur Rasuanto // menulis // sajak, cerpen, dan novel.
d. Pelengkap
Menurut Ramlan (2001) pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian
kalimat yang melengkapi P. Letak Pel umumnya di belakang P yang berupa
verba. Posisi seperti itu juga ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel
dan O juga sama, yaitu dapat juga berupa nominal, frase nominal, atau klausa.
Namun, antara Pel dan O terdapat perbedaan. Perhatikan contoh Pel dalam
kalimat berikut.
1) KetuaMPR // membacakan // Pancasila
S P O
2) Banyak orsospol // berlandaskan // Pancasila.
S P Pel
3) Pancasila // dibacakan // oleh Ketua MPR.
S P O
Beda Pel dan O adalah Pel tidak dapat dipasipkan menjadi subjek,
pada contoh nomor 2 di atas tidak dapat dipindahkan ke depan menjadi S
dalam kalimat pasip.
Contoh yang salah : Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol (X)
Akan tetapi Pancasila sebagai O pada contoh nomor 1 di atas dapat dibalik
menjadi S dalam kalimat pasip.
Contoh: Pancasila dibacakan oleh Ketua MPR.
S P O
Hal lain yang membedakan Pel dan O adalah jenis pengisinya. Selain
diisi oleh nomina dan frase nominal, Pel dapat pula diisi oleh frase adjektival
dan frase preposisional. Di samping itu, letak Pel tidak selalu persis di belakang
P. Apabila dalam kelimatnya terdapat O, letak Pel adalah di belakang O
sehingga urutuan penulisan bagian kalimat menjadi S-P-O-Pel.
Berikut adalah beberapa contoh pelengkap dalam kalimat.
1) Sutardji membacakan pengagumnya puisi kontemporer.
2) Mayang mendongengkan Rayhan Cerita si Kancil.
3) Sekretaris itu mengambilkan atasannya air minum.
4) Annisa mengirimi kakeknya kopiah bludru.
5) Pamanku membelikan anaknya rumah mungil
Bedakan:
a) Sekretaris itu mengambil air minum untuk atasannya.
b) Annisa mengirim kopiah bludru untuk kakaknya.
(Kata atasannya dan kakanya menjadi Keterangan (Ket.), sedangkan air minum
Sementara menurut Alwi, dkk. (2003: 329) baik objek maupun pelengkap
sering berwujud nomina, dan keduanya juga sering menduduki tempat yang sama,
yakni di belakang verba. Contoh:
1) Nita menjual sayuran di pasar.
2) Nita berjualan sayuran di pasar.
Kedua contoh di atas tampak bahwa sayuran adalah nomina dan berdiri di
belakang verba menjual dan berjualan. Akan tetapi, pada kalimat (a) unsur
sayuran berfungsi sebagai objek sedangkan pada kalimat (b) unsur sayuran
berfungsi sebagai pelengkap. Berikut tabel persamaan dan perbedaan antara objek
dan pelengkap (Alwi, dkk., 2003: 329).
Objek Pelengkap 1. berwujud frasa nominal atau klausa
2. berada langsung di belakang
predikat
3. menjadi subjek akibat pemasifan
kalimat
4. dapat diganti dengan pronomina –
nya
1. berwujud frasa nomina, frasa verbal,
frasa adjektival, frasa preposisional,
atau klausa
2. berada langsung di belakang predikat
jika tidak ada objek dan di belakang
objek kalau unsur ini hadir
3. tak dapat menjadi subjek akibat
pemasifan kalimat
4. tidak dapat diganti dengan –nya
kecuali dalam kombinasi preposisi
Unsur pelengkap hadir pada kalimat yang berpredikat verba dwitransitif,
yaitu verba me- + verba transitif + -i/-kan. Selain itu, pelengkap juga hadir pada
kalimat yang berpredikat verba ber-, ke- - an.
e. Keterangan
Menurut Ramlan (2001) keterangan (Ket) merupakan unsure kalimat
yang mempunyai posisi bebas (di depan, di tengah, atau di belakang) kalimat,
kecuali di antara predikat (P) dengan objek (O) atau di antara predikat (P) dan
pelengkap (Pel) karena objek (O) dan pelengkap (Pel) dapat dikatakan selalu
menduduki tempat langsung di belakang predikat (P). Keterangan merupakan
fungsi sintaksi yang paling beragam dan paling mudah berpindah letaknya.
Contoh:
1) Ani baru saja datang dari Bali
2) Ayah pergi ke rumah nenek
3) Indah memotong kertas dengan gunting
Keterangan dibedakan berdasarkan perannya di dalam kalimat. Ada
keterangan waktu (seperti kemarin, besok, sekarang, kini, lusa, siang, malam dan
sebagainya), keterangan tempat (ditandai oleh preposisi seperti di, pada, dan
dalam), keterangan cara (seperti dengan, cara, dan dalam), keterangan sebab
(seperti karena, lantaran), keterangan tujuan (seperti untuk, demi, supaya, agar,
untuk), keterangan aposisi (keterangan ini diapit tanda koma, tanda pisah (–), atau
ditempatkan di dalam kurung), keterangan tambahan (memberi penjelasan
2.2.1.2 Bentuk Kalimat
Menurut Arifin (2009: 5), berdasarkan bentuknya kalimat dibedakan
menjadi kalimat tunggal, dan kalimat majemuk. Kalimat majemuk dibedakan
menjadi kalimat majemuk setara, dan kalimat majemuk campuran.
a. Kalimat Tunggal
Menurut Arifin (2009: 56), kalimat tunggal adalah kalimat yang
mempunyai satu subjek dan satu predikat. Dengan demikian semua kalimat
dasar adalah kalimat tunggal. Akan tetapi tidak semua kalimat tunggal
merupakan kalimat dasar. Contoh:
Wisatawan asing // berkunjung // ke Yogyakarta.
Klausa kalimat tersebut terdiri dari tiga unsur, yaitu wisatawan asing
sebagai S, berkunjung sebagai P, ke Yogyakarta sebagai K. Unsur keterangan
dalam kalimat ditandai dengan adanya kata depan (preposisi). Kata depan ke- yang
letaknya mendahului kata Yogyakarta menjadi ke Yogyakarta merupakan unsur
keterangan kalimat itu.
Menurut Widyaningsih (2009) dilihat dari strukturnya, kalimat bahasa
Indonesia dapat berupa kalimat tunggal dan dapat pula berupa kalimat majemuk.
Kalimat majemuk dapat bersifat setara (koordinatif), tidak setara (subordinatif),
ataupun campuran (koordinatif-subordinatif). Gagasan yang tunggal dinyatakan
dalam kalimat tunggal; gagasan yang bersegi-segi diungkapkan dengan kalimat
majemuk.
Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada
dalam Bahasa Indonesia dapat dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar
yang sederhana. Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu
subjek dan satu predikat. Sehubungan dengan itu, kalimat-kalimat yang
panjang itu dapat pula ditelusuri pola-pola pembentukannya. Pola-pola itulah
yang dimaksud dengan pola kalimat dasar, seperti contoh berikut.
Mahasiswa // berdiskusi
Kalimat di atas adalah kalimat yang mengandung subjek (S) Mahasiswa
dan predikat (P) berdiskusi. Kalimat itu menjadi Mahasiswa berdiskusi.
Kalimat tunggal di atas dapat diperluas dengan menambahkan kata-kata
pada unsur-unsurnya. Dengan menambah kata-kata pada unsur-unsurnya itu,
kalimat akan menjadi panjang (lebih panjang dari pada kalimat asalnya), tetapi
masih dapat dikenali unsur utamanya.
Kalimat Mahasiswa berdiskusi dapat diperluas menjadi kalimat.
Mahasiswa Semester III // sedang berdiskusi // di Aula
Perluasan kalimat itu adalah hasil perluasan subjek mahasiswa dengan
semester III. Perluasan predikat berdiskusi dengan sedang, dengan
menambahkan keterangan tempat di akhir.
Memperluas kalimat tunggal tidak hanya terbatas seperti pada
contoh-contoh di atas. Tidak tertutup kemungkinan kalimat tunggal kalimat tunggal
seperti itu diperluas menjadi dua puluh kata atau lebih.
Perluasan kalimat itu, antara lain, terdiri atas.
1) keterangan tempat, seperti di sini, dalam ruangan tertutup, dan sekeliling kota;
3) keterangan alat seperti, dengn linggis, dengan undang-undang itu, dengan sendok dan garpu, denganb wesel pos dan dengan cek.
4) keterangan modalitas, seperti harus, barangkali, senyognyanya,
sesaungguhnya, dan sepatutnya;
5) keterangan cara, seperti dengan hati-hati, seenaknya saja, selekas mungkin, dan dengan tergesah-gesah;
6) keterangan aspek, seperti akan, sedang, sudah ,dan telah
7) keterangan tujuan, seperti agar bahagia, supaya tertip, untuk anaknya, dan
bagi kita;
8) keterangan sebab, seperti karena tekun, sebab berkuasa, dan lantaran panik;
9) frasa yang, seperti Mahasiswayang Ipnya 3 ke atas, para atlet yang sudah menyelesaikan latihan, dan pemimpin yang memperhatikan takyatnya;
10)keterangan aposisi, yaitu keterangan yang sifatnya saling menggantikan, seperti penerima kalpataru, Abdul Rozak, atau Gubernur DKI Jakarta, Sutyoso.
b. Kalimat Majemuk
1. Kalimat Majemuk Setara
Menurut Arifin (2009: 62) kalimat majemuk setara adalah kalimat
majemuk yang terdiri atas dua kalimat tunggal atau lebih yang digabungkan
dengan kata penghubung yang menunjukkan kesetaraaan, seperti dan, atau,
sedangkan, dan tetapi. Kata penghubung tersebut dapat berfungsi sebagai
subjek kalimat. Contoh:
Ibu membeli sayur di pasar sedangkan kakak membersihkan rumah.
Menurut Widyaningsih (2009) kalimat majemuk setara terjadi dari
penggabungan dua kalimat tunggal atau lebih. Kalimat majemuk setara
dikelompokkan menjadi empat jenis, sebagai berikut.
a) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat digabungkan oleh kata dan atau
serta jika kedua kalimat tunggal atau lebih itu sejalan, dan hasilnya
Contoh:
Kami membaca
Mereka menulis
Kami membaca dan mereka menulis
Tanda koma dapat digunakan jika kalimat yang digabungkan itu lebih
dari dua kalimat tunggal.
Contoh:
Direktur tenang
Karyawan duduk teratur.
Para nasabah antre.
Direktur tenang, karyawsan duduk teratur, dan para nasabah antre.
b) Kalimat tunggal dapat digabungkan dengan kata tetapi jika kalimat itu
menunjukkan pertentangan, dan hasilnya disebut kalimat majemuk
setara pertentangan.
Contoh:
Amerika dan Jepang tergolong negara maju
Indonesia dan Brunei Darussalam negara berkembang
Amerika dan Jepang tergolong negara maju, tetapi Indonesia dan
Brunei Darussalam tergolong negara berkembang.
Kata-kata penghubung lain yang dapat digunakan dalam
menghubungkan dua kalimat dalam kalimat tunggal dalam kalimat
majemuk setara pertentangan ialah kata sedangkan dan melainkan
1)Puspiptek terletak di Serpong, sedangkan industri Pesawat Terbang
Nusantara terletak di Bandung.
2)Ia bukan peneliti, melainkan pedagang.
c) Dua kalimat tunggal atau lebih dapat dihubungkan oleh kata lalu dan
kemudian jika kejadian yang dikemukakannya berurutan.
Contoh:
1)mula-mula disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat remaja,
kemudian disebutkan nama-nama juara MTQ tingkat dewasa.
2)Upacara serah terima pengurus koperasi sudah selesai, lalu pak
Ustad membacakan doa selamat.
d) Dapat pula dua kalimat tunggal atau lebih dihubungkan oleh kata atau
jika kalimat itu menunjukkan pemilihan, dan hasilnya disebut kalimat
majemuk setara pemilihan.
Contoh:
Para pemilik televisi membayar iuran televisinya di kantor pos yang
terdekat, atau para petugas menagihnya ke rumah pemilik televisi
langsung.
2. Kalimat Majemuk Bertingkat
Menurut Arifin (2009: 62), kalimat majemuk bertingkat terdiri atas
unsur anak kalimat dan unsur induk kalimat. Induk gagasan merupakan inti
gagasan, sedangkan anak kalimat adalah gagasan yang dipertalikan kepada
Saya akan sulit sampai di kantor jika pagi-pagi sekali hari sudah
hujan.
Dalam contoh kalimat itu yang merupakan induk kalimat adalah
saya akan sulit sampai di kantor. Kalimat pagi-pagi sekali hari sudah hujan
dinyatakan sebagai anak kalimat. Kata yang digunakan sebagai penanda
anak kalimat antara lain, walaupun, meskipun, sungguhpun, kedatipun,
sekalipun, karena, apabila, jika, kalau, agar, sebab, supaya, ketika,
sehingga, setelah, sebelum, dan bahwa.
Menurut Widyaningsih (2009) kalimat majemuk tidak
setara/bertingkat terdiri dari atas satu suku kalimat yang bebas dan satu suku
kalimat atau lebih yang tidak bebas. Jalinan kalimat ini menggambarkan
taraf kepentingan yang berbeda-beda di antara unsur gagasan yang
majemuk. Inti gagasan dituangkan ke dalam induk kalimat, sedangkan
pertaliannya dari sudut pandangan waktu, sebab, akibat, tujuan, syarat, dan
sebagainya dengan aspek gagasan yang lain diungkapkan dalam anak
kalimat.
Contoh:
a. 1) komputer itu dilengkapi drngan alat-alat modern. (tunggal)
2) mereka masih dapat mengacaukan data-data komputer. (tunggal)
3) walupun komputer itu dilengkapi dengan alat-alat modern, mereka
masih dapat mengacaukan data-data komputer itu
b. 1) Para pemain sudah lelah.
3) Karena para pemain sudah lelah, para pemain boleh beristirahat.
4) Karena sudah lelah, para pemain boleh beristirahat.
Seperti dikemukakan di atas, kalimat majemuk tak setara terbagi
dalam bentuk anak kalimat dan induk kalimat. Induk kalimat ialah inti gagasan, sedangkan anak kalimat ialah pertalian gagasan dengan hal-hal
lain.
Hal tersebut dapat dilihat pada contoh kalimat berikut.
Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas, saya akan membawamu ke hotel-hotel besar.
Anak kalimat:
Apabila engkau ingin melihat bak mandi panas.
Induk kalimat:
Saya akan membawamu ke hotel-hotel besar.
Penanda anak klimat ialah kata walaupun, meskipun, sungguhpun, karena, apabila, jika, kalau, sebab, agar, supaya, ketika, sehingga, setelah,sesudah, sebelum, kendatipun, bahwa, dan sebagainya.
2.2.1.3Hubungan Makna Antara Klausa yang Satu dengan Klausa Lainnya
dalam Kalimat
Hubungan antara klausa yang satu dengan klausa yang lainnya, dalam
kalimat terdapat hubungan makna yang timbul sebagai akibat pertemuan antara
klausa yang satu dengan klausa yang lainnya, baik antara klausa dengan klausa
inti, maupun antara klausa inti dengan klausa bukan inti. Ramlan (2001: 48)
a. Hubungan Penjumlahan
Dalam hubungan antara klausa yang satu dengan klausa yang lain
menyatakan makna penjumlahan. Penjumlahan peristiwa, penjumlahan
keadaan dan mungkin juga penjumlahan tindakan secara jelas hubungan ini
ditandai oleh kata penghubung dan.
Contoh :
(1) Dia membuka tali rambutnya dan mulai bersisir.
TBBBI (1993: 317) menyatakan hubungan penjumlahan adalah hubungan
yang menyatakan penjumlahan atau penggabungan kegiatan, keadaan,
peristiwa, dan proses. Hubungan ini ditandai oleh konjungsi dan, serta, baik
dan maupun. Kadang-kadang konjungsi ini dapat dihilangkan juga. Jika
diperhatikan secara konstektual, hubungan penjumlahan ada yang menyatakan
sebab, akibat, urutan, waktu, pertentangan, dan perluasan.
b. Hubungan Perurutan
Dalam hubungan ini pertalian klausa satu dengan klausa lain menyatakan
makna perurutan. Perurutan peristiwa, keadaan atau perbuatan yang
berturut-turut terjadi atau dilakukan. Hubungan ini secara jelas ditandai dengan kata
penghubung lalu, kemudian, lantas.
Contoh :
(2) Ia mengunci sepedanya, lalu masuk ke sebuah toko.
c. Hubungan Pemilihan
Dalam hubungan pemilihan secara jelas ditandai dengan kata penghubung
pilihan diantara dua kemungkinan yang dinyatakan oleh kedua klausa yang
dihubungkan.
Contoh :
(3) Engkau menyanyi atau bermain piano.
d. Hubungan Perlawanan
Dalam hubungan ini pertalian klausa satu dengan klausa lain menyatakan
perlawanan, maksudnya apa yang dinyatakan dalam klausa yang satu
berlawanan atau tidak sama dengan apa yang dinyatakan dalam klausa lain.
Hubungan ini dinyatakan dengan kata-kata penghubung: tetapi, tapi, akan tetapi, namun, hanya, melainkan, sedang, sedangkan, padahal, dan sebaliknya.
TBBBI (1993: 321) menyatakan hubungan perlawanan, hubungan yang
menyatakan bahwa hal yang dinyatakan dalam klausa pertama berlawanan atau
tidak sama dengan yang dinyatakan dalam klausa kedua. Hubungan perlawanan
yang menyatakan penguatan terjadi jika klausa kedua memuat informasi yang
menguatkan dan menegaskan informasi yang menyatakan dalam klausa
pertama. Dalam klausa pertama biasanya kata tidak, bukan hanya tidak, bukan sekedar dan pada klausa kedua terdapat kata melainkan, tetapi. Hubungan perlawanan yang menyatakan implikasi terjadi jika klausa kedua menyatakan
sesuatu yang merupakan perlawanan dari implikasi klausa pertama. Hubungan
perlawanan yang menyatakan perluasan, menyatakan bahwa informasi yang
terkandung dalam klausa kedua hanya merupakan informasi tambahan untuk
melengkapi apa yang dinyatakan oleh klausa pertama.
Contoh :
e. Hubungan Lebih
Dalam pertalian makna ini klausa satu menyatakan makna yang lebih
rendah atau lebih tinggi dibanding dengan klausa yang lain. Perangkai yang
digunakan : bahkan, malahan, malah.
Contoh :
(5) Ia pandai, bahkan terpandai dalam kelasnya.
f. Hubungan Waktu
Dalam hubungan ini pertalian klausa satu dengan klausa lain
menyatakan waktu terjadinya, waktu permulaan atau berakhirnya suatu
peristiwa atau keadaan. Untuk menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam
klausa satu terjadi bersamaan dengan apa yang dinyatakan klausa lain
digunakan perangkai : ketika, tatkala, tengah, sedang, waktu, sewaktu, selagi,
semasa, sementara, serta,demi, begitu, selama, dalam. Kata perangkai setiap,
setiap kali, tiap kali, untuk menyatakan makna yang sama dengan makna di
atas, hanya bedanya waktu terjadinya beberapa kali. Untuk menyatakan batas
waktu permulaan digunakan perangkai: sejak, semenjak, sedari. Sedangkan
untuk menyatakan batas waktu akhir digunakan kata perangkai hingga,
sehingga, sampai.
Contoh :
(6) Santo masih menoleh beberapa kali ketika mobil sudah
meninggalkan rumah asuhan.
TBBBI (1993: 322-324) hubungan waktu terjadi jika klausa anak
menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam
klausa induk. Hubungan waktu ini dapat dibedakan lagi menjadi hubungan
hubungan waktu batas akhir. Untuk menyatakan hubungan waktu permulaan
dipakai konjungsi se (jumlah dan sendiri). Hubungan waktu bersamaan yang menunjukkan peristiwa atau keadaan yang dinyatakan dalam klausa induk dan
klausa anak terjadi pada waktu yang bersamaan, atau hampir bersamaan.
Konjungsi yang digunakan untuk menyatakan hubungan itu adalah tatkala, seraya, serta, selagi, sementara, selama, sambil, dan ketika. Hubungan beruntun menunjukkan bahwa yang dinyatakan dalam klausa induk lebih
dahulu atau lebih kemudian daripada klausa anak, konjungsi yang dipakai
adalah sebelum, setelah, sesudah, sesuai, begitu, dan sehabis. Hubungan waktu
batas akhir dipakai untuk menyatakan suatu proses dan konjungsi yang
digunakan adalah hingga dan sampai.
g. Hubungan Perbandingan
Dalam hubungan ini pertalian klausa-klausanya menyatakan
perbandingan antara klausa satu dengan klausa lainnya. Apabila perbandingan
ini menyatakan makna lebih digunakan perangkai daripada. Sedangkan bila perbandingan itu menunjukkan adanya kesamaan atau kemiripan dipakai kata
perangkai: seperti, sebagaimana, bagai, seakan-akan, seakan, seolah-olah, seolah, serasa-rasa.
Contoh:
(7) Mereka lebih suka memilih uang daripada menyimpan barang.
TBBBI (1993: 326). Hubungan perbandingan memperlihatkan kemiripan
antara pernyataan yang dinyatakan dalam klausa induk dan klausa anak.
Konjungsi yang digunakan adalah seperti, ibarat, bagaikan, laksana,
h. Hubungan Sebab
Dalam pertalian ini klausa yang satu menjadikan sebab terjadinya akibat
pada klausa yang lain. Atau klausa yang satu menjadi akibat dari sebab yang
dinyatakan oleh klausa yang lain. Perangkai yang digunakan: karena, oleh
karena, sebab, lantaran, berhubung, berkat.
Contoh:
(8) Suamiku tidak mau pindah ke gedung yang disediakan oleh
perwakilannya karena letaknya agak jauh dari kota.
TBBBI (1993: 326). Hubungan yang terjadi dalam klausa yang klausa
anaknya menyatakan sebab atau alasan terjadinya sesuatu yang dinyatakan
dalam klausa induk. Konjungsi yang bisa dipakai adalah sebab, karena, dan
oleh karena. i. Hubungan Akibat
Hubungan ini dinyatakan oleh kata-kata penghubung hingga, sehingga, sampai, dan sampai-sampai.
Contoh :
(9) Fani tertawa galak-galak sampai merah mukanya.
Depdikbud, (1993: 326) menyatakan hubungan akibat terjadi jika klausa
anak menyatakan akibat dari hal yang dinyatakan dalam klausa induk.
Hubungan ini biasanya dinyatakan dengan memakai konjungsi sehingga,
sesampai, dan maka. j. Hubungan Syarat
Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan syarat bagi
terlaksananya apa yang disebut dalam klausa ini. Hubungan ini ditandai dengan
Contoh :
(10) Kemauan untuk hidup ini akan ada jika di dalam diri
seseorang ada perasaan bahwa dia dibutuhkan oleh
lingkungan.
TBBBI (1993: 324). Hubungan syarat terjadi dalam kalimat yang klausa
anaknya menyatakan syarat terlaksananya pernyataan yang ada pada klausa
induk. Konjungsi yang sering digunakan adalah jika (lau), seandainya,
andaikata, dan asalkan. Disamping itu konjungsi kalau, apa (bila), bilamana,
juga akan dipakai jika syarat itu bertalian dengan waktu.
k. Hubungan Tak Bersyarat
Dalam pertalian ini klausa yang satu menyatakan bahwa dalam keadaan
bagaimanapun juga apa yang dinyatakan oleh klausa yang lain akan tetap
terlaksana. Perangkai yang digunakan:
meski meskipun walau walaupun
kendati
kendatipun biar biarpun sekalipun sungguhpun
Contoh :
TBBBI (1993: 325). Menyatakan hubungan konsesif terdapat dalam
sebuah kalimat yang klausa sematanya memuat pernyataan yang tidak akan
mengubah hal yang dinyatakan dalam klausa utama.
l. Hubungan Pengandaian
Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan suatu andaian, suatu
syarat yang tak mungkin terlaksana bagi klausa inti sehingga apa yang
dinyatakan dalam klausa ini juga tak mungkin terlaksana. Hubungan ini secara
jelas ditandai dengan kata-kata penghubung andaikan, andaikata, seandainya,
sekiranya, dan seumpama.
Contoh :
(12) Andaikan gadis itu tidak suka padamu, engkau tetap harus
menjamin dia kecuali bila ia keberatan.
m.Hubungan Harapan
Dalam pertalian ini klausa yang satu menyatakan suatu yang diharapkan
atau apa yang dikerjakan akan dikerjakan pula oleh apa yang tersebut dalam
klausa lain. Perangkai yang digunakan adalah: agar, supaya, agar supaya, biar.
Contoh :
(13) Dokter itu memberi isyarat agar Anton mengikutinya.
TBBBI (1993: 325). Hubungan harapan merupakan hubungan tujuan,
terdapat dalam kalimat yang klausa anaknya menyatakan suatu tujuan atau
harapan dari hal yang disebut dalam klausa utama.
n. Hubungan Penerang
Dalam hubungan ini klausa bukan inti menerangkan salah satu unsur
yang terdapat dalam klausa inti. Unsur yang diterangkan itu selalu berupa kata
Contoh :
(14) Sebelum tidur, waktuku kupergunakan untuk membahas
surat-surat yang jumlahnya amat terbatas.
o. Hubungan Cara
Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan bagaimana tindakan
yang disebutkan dalam kalusa inti itu dilakukan. Kata penghubung yang
dipakai untuk menandai hubungan ini secara jelas ialah kata dengan, tanpa,
sambil, seraya, dan sembari.
Contoh :
(15) Narti duduk di tempat tidur dengan kedua kakinya
ditumpangkan pada sebuah bangku kecil.
Hubungan cara terjadi jika klausa anak menyatakan akibat dari hal yang
dinyatakan oleh klausa induk (TBBBI, 1993: 327).
p. Hubungan Perkecualian
Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan sesuatu perkecualian,
maksudnya menyatakan sesuatu yang dikecualikan dari apa yang dinyatakan
dalam klausa inti. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai hubungan
ini secara jelas ialah kata kecuali dan selain.
Contoh :
(24) Hari pertama tidak terjadi sesuatupun kecuali kadang-kadang
kami bergandengan tangan untuk melompati semak-semak
q. Hubungan Kegunaan
Dalam hubungan ini klausa bukan inti menyatakan kegunaan, menjawab
pertanyaan untuk apa. Kata penghubung yang digunakan untuk menandai
hubungan ini secara jelas ialah kata untuk, guna, dan buat.
Contoh:
(25) Dia diangkat menjadi mandor untuk memimpin beberapa
pekerja lainnya.
r. Hubungan Isi
Hubungan isi klausa bukan inti menyatakan apa yang dikatakan,
diketahui dijelaskan dalam klausa inti. Secara jelas hubungan isi ditandai
dengan kata penghubung bahwa.
Contoh:
(26) Aku mulai mengerti hari itu bahwa Saputra benar-benar
menaruh perhatian padaku.
2.2.2 Gaya Bahasa
Pengertian gaya bahasa sangat luas. Menurut Gorys Keraf (1984: 113),
gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang
memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Menurut Tarigan
(1985: 5), gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk
meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu
benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Menurut
Kosasih (2004: 40), majas adalah bahasa kias, bahasa yang dipergunakan unuk
Menurut Gorys Keraf (1984), terdapat beberapa macam gaya bahasa
seperti berikut:
a. Gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari tiga macam, yaitu gaya bahasa
resmi, gaya bahasa tak resmi, gaya bahasa percakapan. Gaya bahasa
berdasarkan nada dibagi menjadi tiga, yaitu gaya sederhana, gaya mulia dan
bertenaga, gaya menengah.
b. Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat dibagi menjadi lima, yaitu klimaks,
antiklimaks, parelelisme, antithesis, repetisi.
c. Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:
1)Gaya bahasa retoris meliputi aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof,
asindenton, polisindenton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron
porteron, pleonasme, periphrasis, prolepsis, erotesis, silepsis, koreksio,
hiperbol, paradoks, oksimoron
2)gaya bahasa kiasan meliputi persamaan atau simile, metafora, alegori,
parabel, fabel, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia,
antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, satire, innuendo, antifrasis,
paronomasia.
Menurut Kosasih (2004), majas adalah bahasa kias, bahasa yang
dipergunakan untuk menciptakan efek tertentu. Majas sering disebut gaya bahasa.
Majas terbagi atas empat jenis, yakni:
1) Majas perbandingan terdiri dari empat macam, yaitu majas personifikasi,
majas perumpamaan, majas metafora, dan majas alegori.
2)Majas pertentangan terdiri dari lima macam, yaitu majas hiperbola, majas
3)Majas pertautan terdiri dari empat macam, yaitu majas metonimia, majas
sinekdoke, majas alusi, dan majas elipsis.
4)Majas perulangan terdiri dari empat macam, yaitu majas aliterasi, majas
antanaklasis, majas repetisi, dan majas paralelisme.
Berdasarkan ketiga pendapat mengenai gaya bahasa, peneliti hanya
mengacu pada pendapat Tarigan (1985) karena memberikan penjelasan yang lebih
detail sehingga lebih mudah dipahami.
Menurut Tarigan (1985), ada enam puluh macam gaya bahasa yang terbagi
dalam empat kelompok seperti dijelaskan berikut.
2.2.2.1 Gaya bahasa perbandingan
Menurut Tarigan (1985) gaya bahasa perbandingan dapat dibedakan atas
beberapa macam seperti berikut:
a. Perumpamaan
Gaya bahasa perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada
hakikatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Gaya bahasa ini
ditandai dengan penggunaan kata seperti, serupa, ibarat, bak, sebagai,
umpama, dan laksana.
Contoh: Umpama memadu minyak dengan air.
b. Metafora
Gaya bahasa metafora adalah perbandingan dua hal atau benda untuk
menciptakan suatu kesan mental yang hidup walaupun tidak dinyatakan secara
laksana, penaka, serupa seperti pada perumpamaan (Dale via Tarigan, 1985:
15). Contoh: Fitnahnya menaikkan darah kami.
c. Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan
sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.
Contoh: Angin pagi mengelus tubuh kami dengan mesranya.
d. Depersonifikasi
Gaya bahasa depersonifikasi atau pembedaan adalah kebalikan dari
gaya bahasa personifikasi. Depersonifikasi adalah gaya bahasa yang
membedakan manusia atau insan. Biasanya gaya bahasa depersonifikasi
terdapat dalam kalimat pengandaian yang secara eksplisit memanfaatkan kata
kalau, jikalau, bila, sekiranya, misalkan, umpama, seandainya.
Contoh: Bila kakanda menjadi darah, maka adinda menjadi daging.
e. Alegori
Alegori adalah cerita yang dikisahkan dengan lambang-lambang;
merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah
obyek-obyek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan. Alegori biasanya
mengandung sifat-sifat moral atau spiritual manusia.
Contoh: Kancil dengan buaya.
f. Antitesis
Antithesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan komparasi atau
perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri
Contoh: Segala fitnahan tetangganya dibalasnya dengan budi bahasa
yang baik.
g. Pleonasme
Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang
sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat, saling tolong
menolong).
Contoh: Saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan saya sendiri.
h. Perifrasis
Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang agak mirip dengan
pleonasme. Kedua-duanya mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada
yang dibutuhkan. Walaupun begitu terdapat perbedaan yang penting antara
keduanya. Pada gaya bahasa perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada
prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata-kata saja.
Contoh: Saya menerima segala saran, petuah, petunjuk yang sangat
berharga dari Bapak Lurah.
i. Prolepsis
Gaya bahasa prolepsis disebut juga gaya bahasa antisipasi. Kata
antisipasi berasal dari bahasa Latin anticipacio yang berarti mendahului atau
penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau
akan terjadi. Contoh: Mobil yang malang itu ditabrak oleh truk pasir dan jatuh
j. Koreksio
Gaya bahasa koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud mula-mula
ingin menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memeriksa dan memperbaiki
mana-mana yang salah.
Contoh: Pak Tarigan memang orang Bali, ah bukan, orang Batak.
2.2.2.2 Gaya bahasa pertentangan
Menurut Tarigan (1985) gaya bahasa pertentangan dapat dibedakan atas
beberapa macam seperti berikut:
a. Hiperbola
Hiperbola adalah sejenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan
yang berlebih-lebihan jumlahnya, ukkurannya atau sifatnya bermaksud untuk
memberikan penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat,
meningkatkan kesan dan pengaruhnya.
Contoh: Sempurna sekali, tiada kekurangan suatu apa pun buat
pengganti baik atau cantik.
b. Litotes
Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapannya menyatakan
sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang
bertentangan.
Contoh: Anak itu sama sekali tidak bodoh.
c. Ironi
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan