• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PERAN MASYARAKAT INTERNASIONAL DALAM PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH 3.1 Kondisi Suriah - PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH) Repository - UNAIR REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB III PERAN MASYARAKAT INTERNASIONAL DALAM PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH 3.1 Kondisi Suriah - PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH) Repository - UNAIR REPOSITORY"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

PERAN MASYARAKAT INTERNASIONAL DALAM PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH

3.1 Kondisi Suriah

Perpindahan yang dilakukan penduduk Suriah ke negara lain menyebabkan

permasalahan kompleks. Beberapa diantaranya adalah permasalahan penentuan

status mereka. Status merupakan hal yang penting karena berkaitan dengan

perlindungan yang akan diberikan, sehingga di dalam menentukan status mereka,

perlu mengacu pada ketentuan-ketentuan yang telah diatur.

3.1.1 Konflik Bersenjata di Suriah

Musim Semi Arab yang terjadi di sebagian negara Afrika dan Timur Tengah

pada umumnya adalah konflik yang muncul karena faktor yang sama, yaitu

adanya rezim diktator yang berkuasa secara otoriter. Rezim otoriter cenderung

menganggap tabu segala manifestasi demokrasi, oleh karena itu jika terdapat

demonstrasi, rezim otoriter akan menganggap demonstrasi tersebut sebagai suatu

tindakan yang berupaya menggulingkan kekuasaan rezim tersebut. Musim Semi

Arab memang terjadi di negara-negara yang mempunyai sistem pemerintahan

yang cenderung otoriter dalam memimpin negaranya. Beberapa negara di Timur

Tengah sebagian besar dipimpin oleh rezim otoriter seperti Mesir, Libya, Tunisia

(2)

lepas terkena dampak dari Musim Semi Arab. Negara Suriah adalah negara yang

terletak di kawasan Timur Tengah. Suriah merupakan negara dengan bentuk

pemerintahan republik. Suriah dipimpin oleh Presiden Bashar Al-Assad yang

diusung oleh Partai Baath. Partai Baath adalah partai yang paling berkuasa di

Suriah. “Bashar was picked as president because he did not pose a challenge to

any of the factions in power”84

Bashar Al-Assad dinilai sebagai sosok yang

diharapkan dapat menyeimbangkan isu politik di Suriah dan mengatasi

konflik-konflik internal yang terjadi di Suriah. Terpilihnya Bashar Al-Assad menjadi

Presiden Suriah yang menggantikan ayahnya, Hafez Al-Assad ternyata tidak

mengatasi masalah-masalah yang terjadi di Suriah. “Many Sunni Arabs (who

constitute the majority of the population) undoubtedly resent the disproportionate

power wielded by the minority Allawite community to which both Assad and a

large proportion of the security apparatus belong”85 Faktor perbedaan ras dan

kebangsaan juga ikut menjadi penyebab terjadinya konflik di Suriah. Perlakuan

yang berbeda yang diterima golongan minoritas tersebut menimbulkan rasa tidak

percaya terhadap pemerintahan rezim Bashar Al-Assad. Hal tersebut membuat

sebagian golongan minoritas di Suriah khawatir jika pemerintahan di bawah rezim

Bashar Al-Assad akan melakukan tindakan diskriminatif. Selain faktor sekterian

agama, faktor ekonomi juga menjadi permasalahan yang timbul di dalam

pemerintahan rezim Bashar Al-Assad.

84

International Crisis Group, Syria Under Bashar (II): Domestic Policy Challenges

(ICG Middle East Report N°24 Amman/Brussels), 11 February 2004, Page. 4. 85

International Crisis Group, Popular Protest In North Africa And The Middle East (VI):

(3)

The country is about to explode. The cost of living is increasing dramatically; the economy has opened up so fast, and the people have been left behind. State institutions are ever more dysfunctional. The state employed middle class, which constituted one of Syria‟s strengths, has been devastated. Hardly anything has been done to attract genuine investments. Meanwhile, we are creating more poverty.86

Permasalahan-permasalahan di Suriah mulai menyebar ke beberapa daerah di

Suriah yang menginginkan adanya reformasi pemerintahan.

In Duma, just north of the capital, the precipitating factors were a tightly knit conservative society, strong local identity and history of rebelliousness, combined with the harmful effects of economic liberalisation on the manufacturing trade. In other cities, the uprising was shaped by a variety of other ingredients: age-old grievances; recent cases of abuse by security services; growing religiousness; the drought‟s devastating impact on the agricultural sector; the role of powerful smuggling networks; or persistent communal fault lines that fuelled sectarianism.87

Situasi yang terjadi di Suriah merupakan situasi yang sangat kompleks. Banyak

faktor penyebab yang melatarbelakangi terjadinya situasi yang tidak kondusif di

Suriah. Selain faktor permasalahan sektarian agama dan faktor permasalahan

ekonomi, fenomena gerakan Musim Semi Arab yang berhasil menumbangkan

rezim pemerintahan di beberapa negara lain juga menjadi faktor penyebab hal

tersebut.

Seiring memburuknya situasi di Suriah, pada awal Februari tahun 2011

mulai muncul gelombang aksi demonstrasi dari beberapa rakyat Suriah.

Demonstrasi menyebar ke beberapa wilayah di Suriah. Pemerintahan rezim

Bashar Al-Assad menganggap demonstrasi yang terjadi di beberapa wilayah

86

International Crisis Group II, Op. Cit., Page. 16. 87

(4)

Suriah sebagai tindakan yang dapat mengancam kekuasaan rezim Bashar

Al-Assad, oleh karena itu pemerintahan rezim Bashar Al-Assad memerintahkan

aparat keamanan Suriah menggunakan tindakan-tindakan kekerasan. Puncaknya,

pada tanggal 22 April 2011 terjadi peristiwa kekerasan oleh aparat keamanan

Suriah dan sekaligus menjadi awal dari hari berdarah terhadap para demonstran

pro-demokrasi. “It‟s expansive security services have served the regime well over

the years; in the current phase, as will be described in a companion report, they

have showed no mercy in efforts to crush the protest movement.”88 Tindakan

pemerintah rezim Bashar Al-Assad yang lebih memilih menggunakan cara

kekerasan untuk meredam demonstran pro-demokrasi, tidak membuat situasi di

Suriah menjadi lebih kondusif, karena demonstran pro-demokrasi menolak untuk

menghentikan aksi protes dan memilih untuk melawan pemerintahan rezim

Bashar Al-Assad.

With the government's troops assaulting civilians, violence in Syria is only set to spread quicker and deeper. In the first months of the conflict, the demonstrations were mainly peaceful, but as the regime's forces have repeatedly continued to kill protesters, the relationship between the security forces and civilians now consists of a mix of fear, distrust, rage and defiance. Clearly, what started as protests is now slowly turning into a civil war between the people and the government, with neither side willing to back down.89

Situasi menjadi lebih buruk ketika aksi protes tersebut berubah menjadi aksi

perlawanan bersenjata, sehingga menyebabkan Suriah terjebak ke dalam konflik

88

International Crisis Group II, Op. Cit., Page. 24.

89

International Bussiness Times, Is Syria Sliding into Civil War?,

(5)

bersenjata. “By June 2013, the UN said 90,000 people had been killed in the

conflict. However, by August 2014 that figure had more than doubled to 191,000 -

and continued to climb to 220,000 by March 2015, according to activists and the

UN.”90

Konflik bersenjata yang terus menerus berlangsung dan tidak kunjung usai

tersebut menyebabkan tidak terjaminnya perlindungan terhadap rakyat Suriah.

Tidak terjaminnya rasa aman menjadi faktor pendorong bagi sebagian rakyat

Suriah untuk meninggalkan negaranya untuk mencari tempat perlindungan yang

aman ke negara terdekat sepertiTurki, Lebanon, Yordania, Yaman dan Mesir.

3.1.2 Analisa terhadap adanya perpindahan penduduk akibat konflik di Suriah

Situasi yang tidak kondusif di Suriah yang menyebabkan sebagian rakyat

Suriah memilih meninggalkan Suriah dan mencari tempat perlindungan ke negara

lain.

Almost 4 million people have fled Syria since the start of the conflict, most of them women and children. It is one of the largest refugee exoduses in recent history. Neighbouring countries have borne the brunt of the refugee crisis, with Lebanon, Jordan and Turkey struggling to accommodate the flood of new arrivals. The exodus accelerated dramatically in 2013, as conditions in Syria deteriorated. A further 7.6 million Syrians have been internally displaced within the country, bringing the total number forced to flee their homes to more than 11 million - half the country's pre-crisis population. Overall, an estimated 12.2 million are in need of humanitarian assistance inside Syria, including 5.6 million children, the UN says.91

90

BBC News, Syria: The Story of Conflict, http://www.bbc.com/news/world-middle-east-26116868, 12 Maret 2015, h.1, diakses pada tanggal 1 April 2015.

91

(6)

Perpindahan yang dilakukan sebagian rakyat Suriah ini memiliki karakteristik

yang sesuai dengan beberapa klasifikasi mengenai pengungsi. Penulis akan

menganalisis beberapa karakteristik perpindahan yang dilakukan rakyat Suriah

yang dikaitkan dengan pengaturan yang terdapat di dalam hukum pengungsi

internasional.

Beberapa penduduk Suriah yang memilih pergi dari negara asalnya menuju

ke negara lain karena takut akan terancamnya keselamatan mereka. Kondisi di

Suriah yang terlibat konflik bersenjata menyebabkan tidak terjaminnya rasa aman

bagi penduduk Suriah.

A UN commission of inquiry, investigating alleged human rights violations since March 2011, has evidence that those on both sides of the conflict have committed war crimes - including murder, torture, rape and enforced disappearances. Government and rebel forces have also been accused by investigators of using civilian suffering, such as blocking access to food, water and health services, as a method war.92

Kondisi tersebut mengakibatkan penduduk Suriah rentan menjadi objek kekerasan

akibat konflik bersenjata tersebut, sehingga hak-hak dasar mereka tidak terpenuhi.

Jika ditinjau dari hukum pengungsi internasional, di dalam Pasal 1 huruf (A)

angka (2) dari Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951 dijelaskan bahwa

faktor pendorong bagi pengungsi untuk meninggalkan negaranya dan pergi ke

negara lain untuk mencari perlindungan adalah karena ketakutan akan persekusi

atau kekerasan akibat adanya konflik bersenjata yang tidak kunjung selesai.

Ketakutan atas terjadinya persekusi dilatarbelakangi oleh alasan-alasan ras, agama

kebangsaan keanggotaan pada kelompok sosial tertentu. “Kurds, roughly 10 per

92

(7)

cent of the population...Kurds have grievances – including the denial in 1962 of

Syrian nationality to up to 200,000 born in Syria and their offspring”93

Penduduk Suriah yang mengungsi ke negara lain, sebagian besar merupakan

penduduk yang terusir karena mempunyai kepercayaan terhadap aliran agama

yang berbeda dengan pemerintahan rezim Bashar Assad. “Many Sunni Arabs

(who constitute the majority of the population) undoubtedly resent the

disproportionate power wielded by the minority Allawite community to which both

Assad and a large proportion of the security apparatus belong”94 Pemerintahan

rezim Bashar Al-Assad mempunyai aliran agama yang berbeda dengan sebagian

besar penduduk Suriah yang mempunyai aliran agama sunni. Perbedaan tersebut

yang merupakan fakta yang melatarbelakangi adanya tindakan persekusi rezim

Bashar Al-Ass‟ad ke beberapa orang yang dianggap berbeda aliran agama,

sehingga mengakibatkan adanya perpindahan yang dilakukan oleh sebagian besar

penduduk Suriah.

Di dalam situasi konflik, rentan terabaikannya keselamatan diri, hal

tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman dan aman dalam diri seseorang sehingga

alasan penduduk Suriah yang meninggalkan negaranya dan mencari perlindungan

ke negara lain tersebut memenuhi karakteristik seorang pengungsi.

Keadaan-keadaan non-kondusif yang terjadi di Suriah terjadi karena adanya konflik

mengenai aliran agama. Alasan agama tersebut diatas dapat dijadikan dasar untuk

menentukan bahwa status penduduk Suriah, yang melakukan perpindahan tempat

93

Ibid.

94

(8)

ke negara lain untuk mencari tempat perlindungan, adalah sebagai pengungsi yang

pergi meninggalkan negaranya karena ketakutan terhadap persekusi rezim Bashar

Al-Ass‟ad terhadap beberapa aliran agama yang berbeda dengan rezim tersebut,

sesuai dengan kriteria di dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951

dan Protokol 1967.

3.2 Peran Masyarakat Internasional dalam Penanganan Pengungsi Suriah

Negara seringkali menjadi subjek pertama dalam permasalahan pengungsi

dan pencari suaka. Tidak hanya negara, subjek hukum internasional lainnya yaitu

organisasi internasional, khususnya yang mempunyai komitmen penuh terhadap

perlindungan hak asasi manusia berkewajiban membantu menangani

permasalahan pengungsi. Situasi yang terjadi di Suriah merupakan situasi yang

kritis, sehingga menyebabkan sebagian besar penduduk Suriah melakukan

perpindahan ke negara lain.

3.2.1 Peran Negara Peserta Konvensi

Majelis Umum Perserikatan Bangsa Bangsa dengan resolusi nomor 429 (V)

Desember 1950, mengadakan konferensi di Jenewa untuk membahas mengenai

penanganan pengungsi. Konferensi tersebut berhasil menghasilkan akta final

tentang status pengungsi dan orang tanpa kewarganegaraan. Akta final tersebut

merupakan bentuk komitmen negara-negara untuk menyelesaikan permasalahan

pengungsi dan orang tanpa lewarganegaraan. Dibuatnya akta final tentang status

(9)

ketentuan-ketentuan yang secara khusus mengatur mengenai pengungsi. Hukum

pengungsi internasional mempunyai pedoman dalam penanganan pengungsi yang

diatur di dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi 1951 dan Protokol

mengenai Status Pengungsi 1967. Ketentuan di dalam Konvensi mengenai Status

Pengungsi 1951 dan Protokol mengenai Status Pengungsi 1967 tersebut memuat

penjelasan mengenai klasifikasi, hak dan kewajiban pengungsi. Diatur juga

kewajiban negara peserta konvensi atas pengungsi.

Beberapa peran negara peserta konvensi yang terdapat di dalam Konvensi

mengenai Status Pengungsi 1951 dan Protokol mengenai Status Pengungsi 1967

antara lain:

1. Negara pihak berperan sebagai pihak utama yang memberikan

perlindungan95 terhadap pengungsi dan sebagai pihak yang harus

melaksanakan prinsip-prinsip di dalam Konvensi mengenai Status

Pengungsi 1951 dan Protokol mengenai Status Pengungsi 1967.96 Di

95

Perlindungan terhadap pengungsi di dalam konvensi dapat dibagi menjadi:

a. Perlindungan terhadap keselamatan pengungsi. Di dalam Pasal Konvensi disebutkan bahwa negara harus menerima keberadaan pengungsi di wilayahnya. Hal tersebut merupakan suatu kewajiban dasar bagi negara yang menjadi pihak Konvensi.

b. Perlindungan terhadap hak-hak pengungsi. Sebagai negara yang menjadi pihak Konvensi, maka pengaturan yang terdapat di dalam Konvensi wajib dilakukan oleh negara pihak. Konvensi mengatur beberapa hak-hak bagi pengungsi yang wajib diberikan oleh negara pihak antara lain: kebebasan untuk menjalankan ajaran agama (pasal 4), hak tehadap kepemilikan benda bergerak dan tidak bergerak bagi pengungsi (pasal 13),hak untuk memindahkan benda milik pengungsi (pasal 30), hak untuk melakukan perkawinan (pasal 12), hak untuk akses pengadilan (pasal 16), hak pendidikan (pasal 22), hak kekayaan atas intelektual (pasal 14), hak untuk bergerak/berpinfdah tempat (pasal 26), hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial (pasal 20-24)

96

(10)

dalam dalam pasal 2, 32 dan 33 Konvensi mengenai Status Pengungsi

1951 dan Protokol mengenai Status Pengungsi 1967 mengatur mengenai

prinsip non-diskriminasi dan non-refoulement. “...bagi negara-negara yang

telah menjadi peserta pada Konvensi atau Protokol tidak dapat mereservasi

beberapa pasal yang terdapat dalam: Pasal 3 (non-diskriminasi) dan Pasal

33 (non-refoulement)....”97

Negara yang telah menjadi pihak tidak dapat melanggar ketentuan atau

mengkesampingkan ketentuan mengenai kedua prinsip tersebut.

Prinsip-prinsip tersebut mengikat negara yang menjadi peserta Konvensi. Dengan

menjadi pihak dalam Konvensi, negara diharapkan dapat membantu

UNHCR atau lembaga-lembaga yang peduli terhadap permasalahan

pengungsi dengan melaksanaan prinsip-prinsip perlindungan pengungsi

yang terdapat di dalam Konvensi.

2. Negara pihak dapat juga sebagai negara promotor. Negara pihak

bekerjasma dengan UNHCR menjadi pihak yang melakukan kegiatan

promosi ke negara lain. Hak-hak dasar di dalam Konvensi merupakan

bagian dari hak asasi manusia yang setiap negara diharuskan untuk

menghormatinya. Negara yang menjadi pihak di dalam Konvensi, pada

dasarnya adalah negara yang mempunyai pandangan bahwa hak-hak dasar

yang terdapat di dalam Konvensi merupakan hak yang sangat penting

untuk diterapkan. Oleh karena itu merupakan kewajiban negara pihak

97

(11)

untuk menekankan pentingnya pengaturan instrumen perlindungan

pengungsi.

3. Negara pihak sebagai negara yang mempunyai kewenangan dalam

menentukan status pengungsi. Dalam hal ini negara pihak bertindak

mewakili UNHCR untuk menentukan status pengungsi. Kewenangan

negara pihak tersebut terdapat di dalam Pasal 3 Konvensi yang

menyebutkan bahwa negara-negara pihak diharuskan untuk menerapkan

ketentuan di dalam Konvensi tanpa diskriminasi. Hal tersebut

menunjukkan bahwa negara pihak jika diperlukan, dapat menentukan

status pengungsi seseorang atau sekelompok orang. Sehingga prosedur

untuk menetapkan siapa sebagai pengungsi diserahkan kepada negara

anggota konvensi.

4. Negara pihak berperan sebagai pihak yang berpartisipasi dalam

perkembangan regulasi di dalam hukum pengungsi. Di dalam Pasal 35

Konvensi disebutkan bahwa Negara pihak terikat untuk bekerja sama

dengan UNHCR atau Badan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk

menjalankan segala tindakan yang berhubungan dengan permasalahan

pengungsi. Oleh karena itu, negara pihak tidak hanya sebagai negara yang

secara faktual berkewajiban untuk menampung pengungsi, tetapi negara

pihak juga dapat memberikan kontribusi baik berupa pemikiran atau

langkah-langkah kongkrit lainnya dalam mengembangkan instrumen

pengaturan pengungsi. Hal tersebut bertujuan agar perlindungan terhadap

(12)

tetapi juga pembaharuan-pembaharuan instrumen yang bermuara pada

pengaturan perlindungan pengungsi yang lebih baik.

3.2.1.1 Turki

Turki merupakan negara yang menjadi peserta di dalam Konvensi

Pengungsi. Turki telah meratifikasi Konvensi Pengungsi dan Protokolnya, namun

dengan syarat pemberlakuannya yang dibatasi oleh faktor geografis. Dalam kasus

pengungsi Suriah, Turki memberlakukan kebijakan perbatasan yang terbuka bagi

pengungsi Suriah. Pemerintah Turki mempunyai ketentuan mengenai pengungsi

yang berasal dari luar Eropa. Ketentuan tersebut mengatur bahwa Pemerintah

Turki mau menerima pengungsi yang berasal dari luar Eropa dan memberikannya

status sebagai pencari suaka sementara. “Under its 1994 Asylum Regulation,

Turkey provides non-European refugees with temporary asylum-seeker status.”98

Ketentuan tersebut juga berlaku bagi pengungsi Suriah. Pengungsi Suriah yang

mencari perlindungan internasional diizinkan masuk ke wilayah Turki.

Since the Syrian crisis began in 2011, Turkey - estimated to host over one million Syrians - has maintained an emergency response of a consistently high standard and declared a temporary protection regime, ensuring

non-refoulement and assistance in 22 camps, where an estimated 217,000 people are staying. Turkey is currently constructing two additional camps.99

Turki tidak hanya memperbolehkan pengungsi Suriah untuk masuk ke

wilayahnya, tetapi juga memberikan tempat pengungsian sementara yang aman

98

Relief Web, Legal Status of Individuals Fleeing Syria: Syria Needs Analysis Project-June 2013, http://reliefweb.int/report/syrian-arab-republic/legal-status-individuals-fleeing-syria-syria-needs-analysis-project-june, 14 june 2013, diakses pada 14 Januari 2015, Page. 9.

(13)

bagi pengungsi Suriah. Turki melalui Kementerian Keuangannya juga

berkontribusi dengan mengeluarkan dana untuk menangani masalah pengungsi

Suriah. “Turkey has adopted an open-door policy for civilians fleeing from war in

its conflict-ridden neighbors, Syria and Iraq... Ankara also spent more than $5

billion on refugees so far, according to the Turkish Finance Ministry.”100 Dengan

langkah-langkah yang telah dilakukan oleh pemerintahan Turki tersebut, Turki

tetap menunjukkan komitmen untuk kepedulian terhadap permasalahan

pengungsi.

3.2.1.2 Mesir

Mesir merupakan negara penandatangan Konvensi dan Protokolnya. Dalam

kasus pengungsi Suriah, Mesir memberikan jaminan pelayanan terhadap akses

kesehatan dan akses pendidikan.“Egypt granted Syrian access to the public health

system with the same fees as Egyptians... Egypt grants access to Government

schools on the same basis as Egyptians.”101

Pemerintah Mesir menjamin akses

kesehatan bagi pengungsi Suriah dan membuat kebijakan atas biaya yang

dikeluarkan pengungsi Suriah. Dari segi pendidikan, Mesir memberikan jaminan

hak untuk mendapatkan pendidikan bagi pengungsi Suriah, termasuk akses ke

sekolah dan perguruan tinggi di Mesir. Hak pengungsi Suriah dalam mendapatkan

pendidikan dianggap sama dengan kedudukan warga negara Mesir.

100

UNHCR (The UN Refugee Agency), 2015 UNHCR Country Operations Profile-Turkey, http://www.unhcr.org/pages/49e48e0fa7f.html, 1 Februari 2013 , diakses pada 14 Februari 2015.

101

(14)

3.2.1.3 Yaman

Yaman merupakan negara yang melakukan aksesi Konvensi. Di dalam kasus

pengungsi Suriah, Yaman mengizinkan pengungsi Suriah untuk memasuki

wilayah negaranya. Yaman juga memeberikan upaya perlindungan terhadap

pengungsi Suriah. “As of August 2014, Yemen was granting temporary protection

to Syrians, allowing them to access services available to other refugees.”102

Yaman juga melaksanakan kewajibannya sebagai negara peserta konvensi untuk

memberikan hak-hak dasar pengungsi Suriah. “Among other contributions, Yemen

continues to provide land and security for Kharaz refugee camp, as well as access

for refugees to the public health system and education in urban areas.”103 Hak

atas jaminan keamanan, hak untuk mendapatkan pendidikan, dan hak untuk

jaminan kesehatan merupakan sebagian hak yang terdapat didalam Konvensi

Pengungsi. Adanya jaminan keamanan dari pemerintah Yaman dan akses untuk

kesehatan dan pendidikan diberikan kepada pengungsi Suriah untuk memudahkan

pengungsi Suriah dalam menjalankan aktifitas.

3.2.2 Peran Negara Non-Konvensi

Faktor pertimbangan negara atas penegakkan nilai-nilai kemanusiaan yang

merupakan bagian perwujudan terhadap penghormatan atas hak asasi manusia,

membuat negara-negara tujuan atau negara-negara tempat singgah pengungsi

102

UNHCR (The UN Refugee Agency), 2015 UNHCR Country Operations Profile

-Yemen, http://www.unhcr.org/pages/49e486ba6.html, 1 Februari 2014, diakses pada 15 April 2015.

(15)

tidak boleh menolak kedatangan ataupun mengusir pengungsi yang telah berada di

batas wilayah negara tersebut. Negara yang bukan merupakan pihak di dalam

Konvensi 1951 jika di wilayahnya terdapat pencari suaka atau pengungsi akan

cenderung melihat dengan sudut pandang lain dari pada negara pihak konvensi.

Negara bukan pihak sebagian besar berpikiran bahwa penanganan dan segala

permasalahan pengungsi bukan merupakan tanggung jawab negara tersebut. Di

dalam bukunya J.G. Starke menyatakan “kecuali jika terikat oleh suatu traktat

internasional yang mengatur hal yang sebaliknya, negara-negara tidak tunduk

kepada hukum internasional untuk mengizinkan masuknya orang-orang asing atau

suatu kewajiban menurut hukum internasional untuk tidak mengusir mereka”104

Negara dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum internasional utama,

sepenuhnya dapat menolak atau melarang masuknya orang asing ke wilayahnya.

Penolakan tersebut merupakan bentuk dari pelaksanaan kedaulatan suatu negara.

Tetapi, ditinjau dari segi hukum pengungsi mengusir dan menempatkan pengungsi

ke tempat atau keadaan yang membahayakan keselamatan atau kebebasan

pengungsi tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia. “Hukum

internasional telah mengatur mengenai perlindungan atas hak-hak kemanusiaan.

Ketentuan tersebut tidak secara langsung menciptakan hak-hak kemanusiaan bagi

individu, akan tetapi telah menciptakan kewajiban-kewajiban tertentu kepada

negara.”105

104

JG Starke, Op. Cit., h. 134 105

(16)

Perlindungan terhadap pengungsi pada dasarnya merupakan tanggung jawab setiap negara. Masalah pemberian perlindungan kepada pengungsi atau pencari suaka telah menjadi masalah internasional. Sudah sejak lama negara-negara menerima dan menyediakan pelindungan bagi warga negara yang menjadi korban penindasan atau kekerasan di negara asal tempat tinggalnya.106

Pernyataan diatas menunjukkan bahwa walaupun bukan merupakan pihak dari

Konvensi 1951, negara-negara tetap mempunyai tanggung jawab paling tidak

secara moral untuk memberikan perlindungan kepada pengungsi. Dalam hal ini

peran negara bukan peserta konvensi adalah mengizinkan pengungsi untuk masuk

ke wilayahnya. Hal tersebut dilakukan dengan dasar pertimbangan kemanusiaan

dan penghormatan terhadap HAM. Negara non-peserta memberikan tempat

pengungsian sementara bagi pengungsi Suriah. Negara bukan pihak berperan

sebagai pihak fasilitator dengan melakukan koordinasi UNHCR107 “Di ne

gara-negara yang tidak menjadi anggota Konvensi, penetapan status sebagai pengungsi

ditetapkan oleh wakil-wakil UNHCR”108

Di dalam kasus pengungsi Suriah, negara-negara bukan peserta seperti Lebanon,

Jordania dan Irak tetap memperbolehkan pengungsi Suriah untuk memasuki

wilayah perbatasannya, memberikan tempat pengungsian sementara dan

melakukan kerjasama dengan UNHCR untuk menentukan status pengungsi

106

Wagiman, Op. Cit., h. 80. 107

(17)

Suriah. Beberapa negara menunjukkan kepeduliannya terhadap pengungsi Suriah

dengan memberikan hak-hak pengungsi yang diatur di dalam Konvensi.

3.2.2.1 Yordania

Yordania tidak menjadi pihak penandatanganan di dalam Konvensi

Pengungsi, namun Yordania yang menjadi pihak di dalam Konvensi terhadap

penyiksaan terikat pada ketentuan di dalam pasal 3 yang melarang untuk

mengembalikan seseorang ke tempat yang dapat membahayakan keselamatannya.

Oleh karena itu, Yordania tidak dapat mengembalikan dan mengusir pengungsi

Suriah ke tempat yang dapat mengancam keselamatan pengungsi Suriah.

Pemerintah Yordania menyediakan tempat pengungsian sementara untuk

menampung pengungsi Suriah. “The Jordanian Government shares a 370 km (230

mile) border with Syria and since the onset of the crisis upheld an open border

policy, providing protection to Syrian refugees that cross regularly and

irregularly into its territory.”109

Yordania juga memberikan akses terhadap

kesehatan dan pendidikan untuk pengungsi Suriah. “Syrian refugee children who

are registered with UNHCR can enrol in public schools....Once registered,

Syrians can access the public health system.”110

Kebijakan pemerintah Yordania

merupakan bentuk komitmen keikutsertaannya dalam Konvensi melawan

penyiksaan dan bentuk perwujudan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi

manusia khususnya untuk pengungsi Suriah.

109

Relief Web, Op. Cit., Page. 7. 110

(18)

3.2.2.1 Lebanon

Lebanon tidak meratifikasi Konvensi pengungsi, tetapi Lebanon telah

menandatangani Memorandum of understanding dengan UNHCR untuk

menangani masalah pengungsi di Lebanon pada tahun 2003. Konsekuensinya,

Lebanon mempunyai kewajiban untuk membuat tempat pengungsian sementara

bagi pengungsi Suriah. Tidak hanya menyediakan tempat pengungsian sementara,

Lebanon juga telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menguntungkan

pengungsi Suriah. Di Lebanon, pemerintah memberikan akses-akses kemudahan

agar pengungsi Suriah tetap dapat menikmati hak-hak dasar yang telah diatur di

dalam Konvensi Pengungsi. Beberapa kemudahan dalam akses pendidikan,

pekerjaan dan kesehatan diberikan untuk mempermudah pengungsi Suriah dalam

menjalankan kehidupan. “In terms of benefits offered to refugees, the Lebanese

government allows refugees to enroll in Lebanese universities and have access to

primary health care after registering with the UNHCR.”111

Peran Lebanon

tersebut merupakan wujud kepedulian terhadap kasus pengungsi Suriah.

3.2.3 UNHCR

United Nation High Commissioner for Refugees atau disingkat dengan

UNHCR merupakan organ khusus Perserikatan Bangsa Bangsa yang bertujuan

untuk menangani permasalahan pengungsi. Badan yang dibentuk pada tersebut

mempunyai beberapa kewenangan yang diatur di dalam Konvensi Pengungsi.

111

(19)

Jika dianalisis lebih lanjut, peran UNHCR di dalam penanganan pengungsi Suriah

antara lain:

1. Sebagai badan yang berwenang memberikan status pengungsi menurut

Konvensi.

”Untuk menetapkan seseorang/kelompok orang berstatus sebagai

pengungsi sehingga dapat menikmati hak-hak yang ditentukan di dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 atau tunduk pada kewenangan UNHCR maka statusnya harus ditentukan.”112

UNHCR mempunyai kewenangan untuk memberi keputusan mengenai

diberikannya status pengungsi tersebut. Hal tersebut berimplikasi pada

kewajiban untuk dilakukannya mekanisme identifikasi kepada sekelompok

orang tersebut. UNHCR bertugas untuk melakukan analisa terhadap fakta,

mengkaitkan penyebab terjadinya perpindahan sekelompok orang tersebut

dengan ketentuan di dalam Konvensi. UNHCR merupakan badan resmi

yang berwenang menyelidiki dan melakukan analisa untuk mencari tahu

penyebab perpindahan sekelompok orang tersebut. Di dalam kasus Suriah

UNHCR dapat menyerahkan kewenangan dalam menentukan status

pengungsi kepada negara peserta konvensi. Untuk negara yang bukan

peserta konvensi, UNHCR tidak dapat mewakilkan kewenangannya di

dalam menentukan status pengungsi, sehingga UNHCR dengan

mengirimkan perwakilannya ke negara tempat pengungsi untuk

menentukan status pengungsi. Dalam kasus pengungsi Suriah, UNHCR

telah melakukan langkah-langkah yang berdampak signifikan atas

(20)

penanganan pengungsi Suriah. UNHCR bekerjasama dengan beberapa

negara untuk mengatasi permasalahan pengungsi Suriah. “UNHCR will

focus its activities on: the overall coordination of the Syrian refugee

crisis; registration; protection monitoring and outreach activities”113

2. Sebagai badan yang bertugas memberikan perlindungan pada pengungsi

dan sebagai badan yang mencarikan solusi atas masalah pengungsi. Di

dalam Statuta dijelaskan bahwa fungsi dari UNHCR adalah:

Komisariat Tinggi Perserikatan Bangsa Bangsa untuk pengungsi yang bertindak di bawah kekeuasaan Majelis Umum akan memegang fungsi pemberian perlindungan internasional, di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa, kepada pengungsi yang termasuk dalam ruang lingkup Statuta ini dan pencarian

solusi permanen masalah pengungsi...”114

UNHCR pada awal dibentuknya, terfokus pada pemberian perlindungan

internasional bagi pengungsi. Pemberian perlindungan tersebut terdiri dari

2 bentuk, perlindungan terhadap keselamatan dan perlindungan terhadap

hak-hak dasar pengungsi.115UNHCR juga bertugas mencarikan solusi

permanen untuk pengungsi. Di dalam kasus pengungsi Suriah, UNHCR

dengan berkoordinasi dengan negara tempat pengungsian membuat

alternatif-alternatif solusi untuk menangani pengungsi Suriah.

Perlindungan hak-hak seorang pengungsi yang dijamin oleh konvensi terdiri dari beberapa hak yaitu:

1. Hak untuk kebebasan dalam menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaan sebagaimana yang dijalankan pengungsi di negara asalnya (Pasal 4 Konvensi)

(21)

“UNHCR's overarching strategy in Lebanon remains to protect assist,

shelter and access to health and education, and facilitate solutions for

refugees and other people of concern, through close partnership with the

Government...”116

3. Sebagai badan yang mengumpulkan dana bagi permasalahan pengungsi.

For 2015, the budget is set at USD 556.8 million, largely to respond to the Syria situation. In light of the evolving situation in the Syrian Arab Republic and in Iraq, any changes in requirements will be presented in the 2015 Regional Refugee and Resilience Plan (3RP) for the Syria situation...117

Sumber keuangan UNHCR berasal dari anggaran Perserikatan Bangsa

Bangsa dan sumbangan sukarela sebagaimana telah diatur di dalam Statuta

UNHCR Bab 3 Angka 20: “Sumbangan sukarela tersebut berasal dari

pemerintah, dan juga dari kelompok lain baik individu, maupun organisasi

swasta.”118

3.2.4 ICRC

ICRC merupakan badan independen yang bermarkas di Swiss. “Tugas

pokok ICRC sebagai pelaksana yang melingkupi kegiatan kemnusiaan dengan

cara memberikan pertolongan kepada korban, reunifikasi anggota keluarga yang

116

UNHCR (The UN Refugee Agency), 2015 UNHCR Country Operations Profile

-Lebanon, http://www.unhcr.org/pages/49e486676.html, 13 Februari 2014, diakses pada 1 Mei 2015.

117

Ibid.

118

(22)

terpisah saat konflik, serta mengunjungi tawanan atau tahanan perang.”119 Di

dalam kasus Suriah, ICRC berperan sebagai: 120

1. Krisis air dan masalah fasilitas kesehatan terjadi di Suriah sebagai akibat

konflik bersenjata yang menghancurkan fasilitas akses air dan kesehatan.

ICRC bekerjasama dengan Palang Merah Suriah berperan sebagai penyedia

dan penyalur akses fasilitas air. ICRC juga mengirimkan obat-obatan bagi

korban akibat konflik bersenjata di Suriah.

2. Penduduk Suriah yang terjebak konflik bersenjata di negaranya sangat

membutuhkan bahan makanan. ICRC bekerjasama dengan Palang Merah

Suriah dan pemerintah Suriah menyediakan makanan dan kebutuhan pokok

untuk penduduk Suriah yang menjadi korban adanya konflik bersenjata di

Suriah.

3. ICRC berkoordinasi dengan UNHCR membuat kamp-kamp pengungsian

sementara bagi pengungsi Suriah. Pengungsi Suriah yang terusir dari tempat

tinggalnya membutuhkan tempat berkatifitas mereka sehari-hari.

4. ICRC juga berperan sebagai pihak yang memfasilitasi beberapa orang untuk

dapat menemukan dan berkumpul bersama dengan keluarganya kembali.

119

Wagiman, Op. Cit.. h. 199. 120

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu demi kepastian hukum sudah sepatutnya Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa permohonan yang diajukan Pemohon tidak jelas/kabur (obscuur libel) dan sepatutnya untuk

Berdasarkan UN Habitat-conservation and rehabilitation of historical and cultural heritage (1996) tindakan yang dapat dilakukan untuk pemeliharaan dan perkembangan

Gambar 4.17 hampir sama dengan gambar 4.15, perbedaannya terletak pada adanya fungsi-fungsi yang muncul karena perbedaan hak akses antara operator dan ahli metrologi, adanya

Jaminan kualitas hasil pekerjaan adalah tindakan-tindakan yang diambil guna meningkatkan nilai hasil pekerjaan untuk pelanggan melalui peningkatan efektivitas

Penelitian ini diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan yang berkaitan dengan karakter kerja keras serta diharapakan mampu menjadi rujukan bagi penelitian berikutnya yang

ABSTRAK PENGARUH IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI PT PLN PERSERO KANTOR DISTRIBUSI JAKARTA RAYA DAN TANGERANG Oleh: Benny Sanjaya Penelitian ini

Bentuk kerjasama itu tercermin didalam struktur organisasi sekolah dalam kegiatan proses pendidikan dan pengajaran pada Madrasah Ibtidaiyah Swasta Pangeran Aji