• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penggabungan usaha adalah penyatuan Entitas-entitas usaha yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penggabungan usaha adalah penyatuan Entitas-entitas usaha yang"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis

2.1.1 Penggabungan Usaha

Penggabungan usaha adalah penyatuan Entitas-entitas usaha yang sebelumnya terpisah, meskipun tujuan utama penggabungan usaha adalah profitabilitas, penggabungan juga ditujukan untuk memperoleh efisiensi melalui integrasi operasi secara horizontal atau vertikal dan atau mendiversifikasikan risiko usaha melalui operasi konglomerat.

Ikatan Akuntan Indonesia dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK No. 22) mendefinisikan penggabungan usaha (business combination) sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain. Berdasarkan definisi tersebut, penggabungan tidak hanya terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang terpisah melebur menjadi satu entitas hukum, melainkan ketika dua atau lebih perusahaan menjadi pihak pengendali. Jenis penggabungan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu Akuisisi dan penyatuan pemilikan (Merger).

Penggabungan usaha adalah bagian dari lingkungan usaha yang berkelanjutan dan sering terjadi. Puncak merger terjadi pada tahun 1960-an. Periode ini ditandai dengan merger yang menghebohkan, kadang-kadang tidak terorganisasi yang mengakibatkan terciptanya banyak konglomerasi, atau perusahaan yang beroperasi pada berbagai jenis industri. Karena banyak

(2)

perusahaan yang kurang memiliki koherensi dalam operasinya. Banyak perusahaan yang tidak sesukses yang diharapkan, dan banyak dari akuisisi yang terjadi pada tahun 1960-an tersebut akhirnya dijual atau dilepaskan. Pada tahun 1980-an jumlah penggabungan usaha mengalami peningkatan lagi. Pada periode ini di lihat banyak terjadi leveraged buyouts, tetapi utang yang ditimbulkan dari transaksi tersebut menyebabkan banyak perusahaan yang mengalami kesulitan.

Alasan-alasan penggabungan usaha : 1. Manfaat Biaya

2. Risiko Lebih rendah

3. Memperkecil penundaan operasi

Menurut Payamta (dikutip dari Gie, 1992) menyatakan bahwa praktik bisnis modern istilah merger dan akuisisi sering Penggabungan usaha dapat berupa merger, akuisisi dan konsolidasi, digunakan dan saling menggantikan (interchangeable).

2.1.2 Pengertian Merger dan Akuisisi

Menurut Reed dan Lajoux (1990) mendefinisikan merger adalah bergabungnya dua atau lebih perusahaan untuk beroperasi di masa mendatang dimana suatu perusahaan tidak berfungsi lagi (hilang). perusahaan yang tetap beroperasi bisa berganti nama setelah merger dilakukan untuk menyatakan operasi perusahaan. perusahaan yang digabungkan harus dileburkan atau dibubarkan untuk menyatakan telah terjadi penggabungan perusahaan. Sedangkan menurut Akbarwati ( dalam Associate Analyst Vibiz Research Center, 2010) menyatakan perluasan atau ekspansi bisnis diperlukan oleh suatu perusahaan untuk mencapai

(3)

efisiensi, menjadi lebih kompetitif, serta untuk meningkatkan keuntungan atau profit perusahaan. Merger dan Akuisisi atau penggabungan usaha merupakan salah satu bentuk restrukturisasi perusahaan, dalam dunia bisnis khususnya korporasi istilah merger dan akuisisi merupakan istilah yang tidak asing lagi. Merger merupakan salah satu strategi yang diambil perusahaan untuk mengembangkan dan menumbuhkan perusahaan.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1988 mendefinisikan merger adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar.

Ikatan Akuntan Indonesia memberikan definisi berdasarkan perspektif akuntansi bahwa merger adalah salah satu metode penyatuan usaha (business combination). Penyatuan usaha itu sendiri didefinisikan sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain.

Dari Definisi diatas akuntansi memberdakan penyatuan usaha dalam dua kategori yaitu (1) penyatuan kepentingan atau penyatuan kepemilikan \ dan (2) akuisisi. Penyatuan kepentingan memiliki makna yang sama dengan terminologi dan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Indonesia) No.22 mendefinisikan penyatuan kepentingan dengan suatu penggabungan usaha di mana para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva neto dan operasi perusahaan yang bergabung tersebut dan selanjutnya memikul bersama segala risiko dan manfaat

(4)

yang melekat pada entitas gabungan, sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasikan sebagai perusahaan pengakuisisi.

Pihak yang masih hidup dalam atau yang menerima merger dinamakan

surviving firm atau pihak yang mengeluarkan saham (issuing firm). Sementara itu perusahaan yang berhenti dan bubar setelah terjadinya merger dinamakan merged firm. Surviving firm dengan sendirinya memiliki ukuran yang semakin besar karena seluruh aset dan kewajiban dari merger firm dialihkan ke surviving firm. Perusahaan yang di merger akan menanggalkan status hukumnya sebagai entitas yang terpisah dan setelah merger statusnya berubah menjadi bagian (unit bisnis) di bawah surviving firm. Dengan demikian merged firm tidak dapat bertindak hukum atas namanya sendiri.

Gambar 2.1 Kerangka Merger

Sementara akuisisi berasal dari kata acquisitio (Latin) dan acquisition

(Inggris), secara harfiah akuisisi mempunyai makna membeli atau mendapatkan sesuatu/obyek untuk ditambahkan pada sesuatu/obyek yang telah dimiliki

Perusahaan AA

Perusahaan BB

(5)

sebelumnya. dalam teminologi bisnis akuisisi dapat diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau asset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah, Menurut Hadiningsih (dikutip dari Moin, 2003).

Pada Pemerintah Republik Indonesia No.27 tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan akusisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Dalam PSAK No.22 memberi istilah akuisisi untuk bentuk penggabungan usaha di mana salah satu perusahaan yang bergabung memperoleh kendali atas perusahaan lain.

Akuisisi adalah bentuk penggabungan usaha di mana salah satu perusahaan, yaitu perusahaan pengakuisisi, memperoleh kendali atas aktiva neto dan operasi perusahaan yang diakuisisi dengan memberikan aktiva tertentu, mengakui suatu kewajiban atau mengeluarkan saham. Biasanya perusahaan pengakuisisi memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan terakuisisi. Kendali perusahaan yang dimaksud dalam pengendalian adalah kekuatan untuk:

a. Mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan. b. Mengangkat dan memberhentikan manajemen.

(6)

Pengendalian ini yang memberikan manfaat kepada perusahaan pengakuisisi. Akuisisi berbeda dengan merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas hukum. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri dan beroperasi secara independen tetapi telah terjadi pengalihan oleh pihak pengakusisi. Beralihnya kendali berarti pengakuisisi memiliki mayoritas saham-saham berhak suara (voting stock) yang biasanya ditunjukan atas kepemilikan lebih dari dari 50 persen saham berhak suara tersebut.

Dimungkinkan bahwa walaupun memiliki saham kurang dari jumlah itu pengakuisisi juga bisa dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika anggaran dasar perusahaan yang diakuisisi menyebutkan hal yang demikian. Namun bisa juga pemilik dari 51 persen tidak tau belum dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika dalam anggaran dasar perusahaan menyebutkan lain. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk (pengakuisisi) dan perusahaan anak (terakuisisi) dan selanjutnya kedua memiliki hubungan afiliasi.

2.1.3 Manfaat Merger dan Akuisisi

menurut Gie sebagaimana dikutip Payamta (2004) mencatat beberapa manfaat M&A adalah :

1. Komplementaris.

Penggabungan dua perusahaan sejenis atau lebih secara horizontal dapat menimbulkan sinergi dalam berbagai bentuk, misalnya : Perluasan produk, transfer teknologi, sunber daya manusia yang tangguh dan sebagainya.

(7)

2. pooling kekuatan

Perusahaan-perusahaan yang terlampau kecil untuk mempunyai fungsi-fungsi penting untuk perusahaannya, misalnya fungsi-fungsi research and

development, akan lebih efektif jika bergabung dengan perusahaan lain yang telah memiliki fungsi tersebut.

3. Mengurangi Persaingan

penggabungan usaha diantara perusahaan sejenis akan mengakibatkan adanya pemusatan pengendalian, sehingga dapat mengurani pesaing

4. Menyelamatkan Perusahaan dari Kebangkrutan

Bagi perusahaan yang kesulitan likuiditas dan terdesak oleh kreditur, keputusan M&A dengan perusahaan yang kuat akan menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.

2.1.4 Alasan Melakukan Merger dan Akuisisi

Merger dan akuisisi adalah keputusan strategis para manajer dari suatu perusahaan, yang mana juga merupakan produk dari salah satu aspek mendasar dalam strategi korporasi, memiliki beragam alasan, motif dan tujuan. Menurut Prasana Chandra yang dikutip oleh kurniawan (2011) menyatakan bahwa alasan ekonomi yang utama dari merger adalah nilai (value) perusahaan hasil merger diharapkan lebih besar dari jumlah nilai mandiri (independent values) dari perusahaan yang bergabung (merger).

Sedangkan menurut Brigham sebagaimana dikutip oleh Payamta (2004) menyatakan bahwa sinergi merupakan alasan utama perusahaan melakukan

(8)

merger dan akuisisi. Pengaruh sinergi sendiri bisa timbul dari empat sumber, yaitu (1) penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi, (2) penghematan keuangan, yang meliput i biaya transaksi yang lebih rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas, (3) perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger dan (4) peningkatan penguasaan pasar akibat berkurangnya persaingan.

Ada beberapa alasan kenapa perusahaan melakukan M&A menurut Ravenscraft dan Scherer (1989) :

1. Mengganti manajer yang tidak efisien.

2. Untuk mencapai skala ekonomis dalam produksi, distribusi dan pembiayaan.

3. Untuk menarik kekuatan monopoli.

4. Untuk mendapatkan kesempatan pengurangan pajak.

5. Untuk membangun kerajaan bisnis. penggabungan badan usaha diantaranya dimaksudkan agar perusahaan memperoleh daerah pemasaran yang lebih luas dan volume penjualan lebih besar, mampu mengembangkan organisasi yang lebih kuat dan produksi yang lebih baik serta manajemen yang baik/ berbakat, penurunan biaya melalui penghematan dan efisiensi pada skala produksi yang lebih besar, peningkatan pengendalian pasar dan posisi bersaing, diversifikasi lini-lini produk, perbaikan posisi dalam kaitannya dengan sumber

(9)

pengadaan bahan baku, dan peningkatan yang menitikberatkan pada modal untuk pertumbuhan sebagai biaya yang rendah atas pinjaman. sedangkan alasan yang mendukung digunakannya strategi akuisisi secara aktif diungkapkan oleh Hitt (2001, h. 296-305) adalah :

1. Meningkatkan kekuatan pasar. Dilakukannya akuisisi adalah untuk mencapai kekuatan pasar yang lebih besar

2. Mengatasi hambatan untuk memasuki pasar. untuk memasuki pasar baru seringkali mengalami kesulitan maka untuk itu akuisisi sering digunakan untuk mengatasinya.

3. Biaya pegembangan produk baru. Akuisisi merupakan cara lain yang digunakan perusahaan untuk memasuki akses ke produk baru dan produk yang saat ini yang baru dan diinginkan perusahaan.

4. Meningkatkan kecepatan memasuki pasar. Dibandingkan dengan pengembangan produk internal, akuisisi lebih cepat meningkatkan kecepatan memasuki pasar.

5. Risiko lebih rendah dibandingkan dengan pengembangan produk baru. terdapat pendapat proses pengembangan produk internal lebih berisiko, dan para manajer melihat akuisisi sebagai salah satu cara untuk menurunkan tingkat risiko karena mudah diprediksi.

6. Meningkatkan diversifikasi. perusahaan biasanya lebih mudah mengenalkan produk baru dalam pasar yang baru-baru ini dilayani oleh perusahaan, dan sebaliknya semakin sulit bagi perusahaan untuk mengembangkan produk untuk pasar yang kurang dikuasainya.

(10)

7. Membentuk kembali jangkauan kompetitif perusahaan. untuk mengurangi dampak negatif dari tingginya tingkat persaingan terhadap kinerja keuangan, maka perusahaan dapat menggunakan akuisisi sebagai salah satu cara untuk membatasi ketergantungannya pada produk pasar yang sedikit atau tunggal.

Tujuan Akuisisi adalah pembuktian diri atas pertumbuhan dan ekspansi asset perusahaan. Menurut Kurniawan (dikutip dari Sudarman 1999, h. 19) menyatakan dalam perspektif neoklasik, semua keputusan perusahaan termasuk akuisisi dibuat dengan tujuan memaksimalkan kekayaan pemegang saham perusahaan, dalam perspektif manajerial para manajer melakukan akuisisi karena beberapa alasan berikut :

1. Untuk memperbesar ukuran perusahaan, karena penghasilan, bonus, status dan kekuasaan mereka merupakan suatu fungsi dari ukuran perusahaan (sindrom empire building).

2. Untuk menyusun kemampuan manajerial yang saat ini belum digunakan secara maksimal.

3. untuk mengurangi resiko atau diversifikasi risiko dan meminimalkan tekanan biaya financial dan kebangkrutan (motivasi keamanan pekerjaan). tekanan keuangan merupakan kondisi di mana perusahaan menemui kesulitan memenuhi kewajiban dan dipaksa membuat keputusan operasi, investasi dan financial melalui akuisisi

4. Untuk menghindari pengambilalihan. Hal ini dimaksudkan ketika terjadi sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang

(11)

memaksa dan tidak bersahabat. Di mana pengambilalihan memaksa bersifat perusahaan target tidak diberi otonomi dalam tingakatan perusahaan setelah pengambil alihan dan tidak memiliki kekuasaan atas hak-hak khusus. Sementara pengambilalihan tidak bersahabat di mana perusahaan target mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh

bidding firm yang berminat. 2.1.5 Klasifikasi Merger dan Akuisisi

Jika berdasarkan aktivitas ekonomi maka merger dan akuisisi dapat di klasifikasikan dalam lima tipe :

a. Merger Horisontal

Merger horisontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam industri yang sama. Sebelum terjadi merger perusahaan-perusahaan ini bersaing satu sama lain dalam pasar/industri yang sama. Salah satu tujuan utama merger dan akuisisi horisontal adalah untuk mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan efisiensi melalui penggabungan aktivitas produksi, pemasaran dan distribusi, riset dan pengembangan dan fasilitas administrasi. Efek dari merger horisontal ini adalah semakin terkonsentrasinya struktur pasar pada industri tersebut. Apabila hanya terdapat sedikit pelaku usaha, maka struktur pasar bisa mengarah pada bentuk oligopoli, bahkan akan mengarah pada monopoli.

(12)

Merger vertikal adalah integrasi yang melibatkan perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam tahapan-tahapan proses produksi atau operasi. Merger dan akuisisi tipe ini dilakukan jika perusahaan yang berada pada industri hulu memasuki industri hilir atau sebaliknya. Merger dan akuisisi vertikal dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang bermaksud untuk mengintegrasikan usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna produk dalam rangka stabilisasi pasokan dan pengguna. Tidak semua perusahaan memiliki bidang usaha yang lengkap mulai dari penyediaan input sampai pemasaran. Untuk menjamin bahwa pasokan input berjalan dengan lancar maka perusahaan tersebut bisa mengakuisisi atau merger dengan pemasok. Merger dan akuisisi vertikal ini dibagi dalam dua bentuk yaitu integrasi ke belakang atau ke bawah (backward/downwardintegration) dan integrasi ke depan atau ke atas (forward/upwardintegration).

c. Merger Konglomerat

Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing-masing bergerak dalam industri yang tidak terkait. Merger dan akuisisi konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan berusaha mendiversifikasi bidang bisnisnya dengan memasuki bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis semula. Apabila merger dan akuisisi konglomerat ini dilakukan secara terus menerus oleh perusahaan, maka terbentuklah sebuah konglomerasi. Sebuah konglomerasi memiliki bidang bisnis yang sangat beragam dalam industri yang berbeda.

(13)

d. Merger Ekstensi Pasar

Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk secara bersama-sama memperluas area pasar. Tujuan merger dan akuisisi ini terutama untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi produk masing-masing perusahaan. Merger dan akuisisi ekstensi pasar sering dilakukan oleh perusahan-perusahan lintas Negara dalam rangka ekspansi dan penetrasi pasar. Strategi ini dilakukan untuk mengakses pasar luar negeri dengan cepat tanpa harus membangun fasilitas produksi dari awal di negara yang akan dimasuki. Merger dan akuisisi ekstensi pasar dilakukan untuk mengatasi keterbatasan ekspor karena kurang memberikan fleksibilitas penyediaan produk terhadap konsumen luar negeri.

e. Merger Ekstensi Produk

Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan untuk memperluas lini produk masing-masing perusahaan. Setelah merger perusahaan akan menawarkan lebih banyak jenis dan lini produk sehingga akan menjangkau konsumen yang lebih luas. Merger dan akuisisi ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan pengembangan masing-masing untuk mendapatkan sinergi melalui efektivitas riset sehingga lebih produktif dalam inovasi. Pola adalah sistem bisnis yang di implementasikan oleh sebuah perusahaan dan dalam hal ini pola merger adalah sistem bisnis yang akan diadopsi atau yang akan dijadikan acuan oleh perusahaan hasil merger. Klasifikasi berdasarkan pola merger terbagi dalam dua kategori yaitu :

(14)

a. Mothership Merger

Mothership merger adalah pengadopsian satu pola atau system untuk dijadikan pola atau sistem pada perusahaan hasil merger. Biasanya perusahaan yang dipertahankan hidup adalah perusahaan yang dominan dan sistem pola bisnis perusahaan yang dominan inilah yang diadopsi.

b. Platform Merger

Jika dalam mothership merger hanya satu sistem yang diadopsi, maka dalam platform merger hardware dan software yang menjadi kekuatan masing-masing perusahaan tetap dipertahankan dan dioptimalkan. Artinya adalah semua sistem atau pola bisnis, sepanjang itu baik, akan diadopsi oleh perusahaan hasil merger.

Klasifikasi berdasarkan obyek yang di akuisisi dibedakan atas akuisisi saham dan akuisisi asset, yaitu :

a. Akusisi Saham

Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu transaksi jual beli perusahaan, dan transaksi tersebut mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual kepada pembeli. Karena perusahaan didirikan atas saham-saham, maka akuisisi terjadi ketika pemilik saham menjual saham-saham mereka kepada pembeli/pengakuisisi. Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan akuisisi.

(15)

Akuisisi tersebut dapat dilakukan dengan cara membeli seluruh atau sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan maupun dengan atau tanpa melakukan penyetoran atas sebagian maupun seluruh saham yang belum dan akan dikeluarkan perseroan yang mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham perseroan oleh perusahaan yang melakukan akuisisi tersebut, yang akan membawa ke arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan.

b. Akusisi Aset

Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain maka ia dapat membeli sebagian atau seluruh aktiva atau asset perusahaan lain tersebut. Jika pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva perusahaan maka hal ini dinamakan akusisi parsial. Akuisisi aset secara sederhana dapat dikatakan merupakan:

1. Jual beli (aset) antara pihak yang melakukan akuisisi (sebagai pihak pembeli) dengan pihak yang diakuisisi asetnya (sebagai pihak penjual), jika akuisisi dilakukan dengan pembayaran uang tunai. Dalam hal ini segala formalitas yang harus dipenuhi untuk suatu jual beli harus diberlakukan, termasuk jual beli atas hak atas tanah yang harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah.

2. Perjanjian tukar menukar antara aset yang diakuisisi dengan suatu kebendaan lain milik dan pihak yang melakukan akuisisi, jika akuisisi tidak dilakukan dengan cara tunai. Dan jika kebendaan yang dipertukarkan dengan aset merupakan saham-saham, maka akuisisi

(16)

tersebut dikenal dengan nama assets forshare exchange, dengan akibat hukum bahwa perseroan yang diakuisisi tersebut menjadi pemegang saham dan perseroan yang diakuisisi.

2.1.6 Motif Merger dan Akusisi

Menurut Payamta (dikutip dari Surtojo (1992) menggolongkan motivasi untuk melakukan M&A menjadi dua kelompok yaitu motivasi ekonomis dan motivasi non ekonomis

1. Motivasi Ekonomis. Perusahaan target mempunyai keunggulan kompetitif, yang di harapkan akan menghasilkan sinergi setelah digabung. dalam jangka panjang sinergi tersebut akan mampu meningkatkan volume penjualan dan keuntungan perusahaan.

2. Motivasi Non Ekonomis. Misalnya karena perusahaan sudah lemah secara modal dan keterampilan manajemen, keinginan menjadi kelompok yang terbesar di dunia, meskipun ada kemungkinan penggabungan usaha yang dilakukan tersebut tidak menguntungkan, karena diambil alih oleh pihak bank.

2.1.7 Proses dalam Merger dan Akuisisi

Merger dan akuisisi adalah hal yang sangat umum dilakukan agar perusahaan dapat memenangkan persaingan serta terus tumbuh dan berkembang. Merger dan Akuisisi yang sukses menuntut pemilihan yang cermat, perencanaan yang rapi, dan pendanaan yang dapat, tetapi tindakan ini saja belum cukup, keberhasilan juga memerlukan kerja sama karena menggabungkan dua

(17)

perusahaan sangatlah rumit dan memerlukan serta melibatkan banyak pihak. Proses merger dan akuisisi dilakukan dalam beberapa tahap kegiatan, menurut Kurniawan yang dikutip dari payamta (2001) proses itu meliputi :

1. Penetapan tujuan.

2. Mengidentifikasi perusahaan target yang potensial untuk merger atau di akuisisi.

3. Menyeleksi calon target.

4. Mengadakan kontak dengan manajemen perusahaan target untuk mendapatkan informasi.

5. Mencari informasi yang dibutuhkan, terutama informasi kondisi keuangan perusahaan target, yang mencakup periode 5 tahun terakhir dan komitmen yang dilakukan perusahaan target. 6. Menetapkan harga penawaran dan cara pembiayaannya.

7. Mencari alternatif sumber pembiayaan.

8. Melakukan Uji Kelayakan terhadap perusahaan target

9. mempersiapkan dan menandatangani kontrak merger dan akuisisi

10. pelaksanaan merger dan akuisisi 2.1.8 Masalah Dalam Merger dan Akuisisi

Menurut Payamta (dikutip dari suta, 1992) keputusan merger dan akuisisi selain membawa manfaat juga tidak terlepas dari permasalahan di antaranya biaya untuk melaksanakan merger dan akuisisi sangatlah mahal dan hasilnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Disamping itu, pelaksanaan

(18)

akuisisi juga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap posisi keuangan dari acquiring company apabila strukturisasi dari akuisisi melibatkan cara pembayaran dengan kas dan melalui pinjaman. Permasalahan yang lain adalah kemungkinan adanya corporate culture, sehingga berpengaruh pada sumber daya manusia yang dipekerjakan

Disamping memiliki alasan untuk melakukan merger dan akuisisi, Hitt (2001, h. 308) menyatakan akuisisi juga dapat memiliki masalah dalam meraih suksesnya yaitu :

1. Kesulitan Integrasi

2. Evaluasi sasaran yang tidak memadai 3. Utang yang besar atau luar biasa

4. Ketidakmampuan untuk mencapai sinergi 5. Terlalu banyak diversifikasi

6. Manajer terlalu fokus pada merger dan akuisisi.

Sementara menurut Kurniawan (dikutip dari Bringham, 2001) menyatakan alasan suatu merger dan akusisi tidak berhasil adalah :

1. Kesulitan menentukan nilai perusahaan target secara akurat. 2. Biaya konsultan yang mahal.

3. Meningkatnya kompleksitas birokrasi. 4. Biaya koordinasi yang mahal.

5. Seringkali menurunkan moral organisasi. 6. Tidak menjamin peningkatan nilai perusahaan.

(19)

2.1.9 Kinerja Perusahaan

Menutur teori keuangan modern menurut Kurniawan (dikutip dari Sudarsaman 1999, h. 246) menyatakan keputusan-keputusan manajemen ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini merger dan akuisisi sebagai bagian dari keputusan manajemen perlu adanya pembuktian keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut.

Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan penggabungan usaha biasanya adalah pada kinerja perusahaan dan penampilan perusahaan yang praktis membesar dan meningkat. Kondisi dan posisi perusahaan mengalami perubahan, dan hal ini tercermin dalam pelaporan keuangan perusahaan.

Penilaian kinerja menurut Kurniawan (dikutip dari Setyasih, 2009) adalah penentuan efektifitas operasional, organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya secara periodik. Ada dua macam kinerja, yakni kinerja operasional dan kinerja keuangan. Kinerja operasional lebih ditekankan pada kepentingan internal perusahaan seperti kinerja cabang/ divisi yang diukur dengan kecepatan dan kedisiplinan. Sedangkan kinerja keuangan lebih kepada evaluasi laporan keuangan perusahaan pada waktu dan jangka tertentu.

Secara teori, setelah merger dan akuisisi ukuran perusahaan dengan sendirinya bertambah besar karena asset, kewajiban dan ekuitas perusahaan digabung bersama dengan kinerja pasca merger dan akuisisi seharusnya semakin

(20)

baik dibandingkan dengan sebelum merger dan akuisisi. Kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi dapat dinilai dan diukur dengan menggunakan rasio keuangan.

2.1.10 Metode Analisis Kinerja dengan Rasio Keuangan

Analisis rasio keuangan merupakan metode umum yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan di bidang keuangan. Rasio merupakan alat yang memperbandingkan suatu hal dengan hal lainnya sehingga dapat menunjukkan hubungan atau korelasi dari suatu laporan finansial berupa neraca dan laporan laba rugi. Adapun jenis rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio ini membantu perusahaan dalam mengontrol penerimaannya. Rasio-rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Net Profit Margin,

Return on Assets, dan Returnon Equity.

2. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas atau financial leverage merupakan tingkat jumlah hutang terhadap seluruh kekayaan perusahaan. Rasio-rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio dan Debt Ratio.

(21)

Rasio pasar mengukur seberapa besar nilai pasar saham perusahaan dibanding dengan nilai buku. Lebih dari itu rasio ini mengukur bagaimana nilai perusahaan saat ini dan di masa yang akan datang dibandingkan dengan nilai perusahaan di masa lalu. Pada sudut pandang investor, apabila sebuah perusahaan memiliki nilai-nilai yang tinggi pada rasio ini maka semakin baik prospek perusahaan. Rasio pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah earning per share (EPS). 4. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola aktivanya. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar kecepatan aset-aset perusahaan dikelola dalam rangka menjalankan bisnisnya. Rasio aktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah total assets turn over (TATO).

5. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendek yang segera jatuh tempo. Rasio likuiditas yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio

(CR).

2.2 Penelitian Terdahulu

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menginvestasikan pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan, namun hasilnya tidak selalu konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (1996) bertujuan untuk menganalisa kinerja perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi pada perusahaan go

(22)

public di Indonesia, dari 55 perusahaan yang masuk kriteria yaitu sebanyak 40 perusahaan, perusahaan melakukan akuisisi dari tahun 1989 sampai 1992. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan uji statistiknya menggunakan t-test sebelum dan setelah akuisisi.

Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat perbedaan kinerja perusahaan yang digambarkan oleh rasio keuangan yaitu: rasio likuiditas, rasio rentabilitas, rasio solvabilitas dan rasio tingkat pengembalian atas total aktiva yang semakin membaik setelah akuisisi dalam jangka waktu tiga tahun.

Hasil negative dikemukakan oleh payamta & sholikah (2001) yang menganalisis pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perbankan di Indonesia terhadap 87 bank dari tahun 1990 sampai 1995 dan yang masuk sampel adalah 9 bank, metode yang digunakan adalah purposive sampling. Kinerja bank dianalisis menggunakan CAMEL (aspek permodalan, kualitas aktiva, manajemen, rentabilitas dan likuiditas), dengan hasil penelitian tidak adanya perbedaan yang signifikan pada tingkat kinerja bank yang diukur dengan rasio camel untuk 1 tahun sebelum dan 1 tahun sesudah merger dan akuisisi.

Pada tahun 2004 Payamta kembali meneliti pengaruh merger dan akuisisi kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tahun 1990- 1996 bersama Setiawan (Payamta & Setiawan, 2004). Dari rasio-rasio keuangan yang terdiri rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas hanya rasio

Total Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, Operating Profit Margin, Total Asset to Debt, Net

(23)

Worth to Debt yang mengalami penurunan signifikan setelah merger dan akuisisi. Sedangkan rasio lainnya tidak mengalami perubahan signifikan.

Berlainan dengan penelitian di atas yang tidak mengalami perubahan yang signifikan, penelitian Yulianto (2008) secara umum menunjukan ada perbedaan yang positif signifikan pada Debt to Equity Ratio, Total Asset Turn Over, Fixed Asset Turn Over, Operating Profit Margin, Namun pada Current Ratio, Quick Ratio, Return On Investment, Return On Equity dan Net Profit Margin tidak ada perbedaan yang signifikan walaupun hasilnya positive. Sejalan dengan penelitian di atas pada penelitian Shinta (2008) yang dikutip oleh Kurniawan, meneliti hanya dua perusahaan yang melakukan merger yaitu pada PT Ades Water Indonesia, Tbk. & PT. Medco Energi Internasional, Tbk. Menunjukan hasil analisis dapat diketahui perbedaan kinerja keuangan setelah dan sebelum melakukan merger dan akuisisi, di mana dari hasil tersebut dapat membuktikan bahwa pada rasio Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Operating Profit Margin, ,Gross Profit Margin, Net Profit Margin, Return On Equity dan Total Asset TurnOver dapat diketahui lebih besar sebelum melakukan merger dan akuisisi.

Widjanarko (2006) meneliti perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi pada tahun 1998-2002. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada kinerja keuangan berdasarkan rasio profitabilitas dan leverage.

Penelitian ini menyimpulkan penyebab kemungkinan tidak signifikan karena cara merger dan akuisisi dan pemilihan perusahaan target yang salah.

Penemuan Yudyatmoko dan Na’im (2000) yang melakukan pengujian terhadap 34 kasus merger dan akuisisi selama 1989-1995 menemukan rata-rata

(24)

profit margin selama tiga tahun sebelum dan sesudah merger dan akuisisi, menunjukan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata profit margin tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah merger dan akuisisi. Tine D Langhe dan Hubert O (2001) meneliti tentang apakah akuisisi dapat mensejahterakan perusahaan yang melakukannya dan didapatkan kesimpulan bahwa rasio profitabilitas, solvabilitas, likuiditas tidak terdapat perbedaan yang signifikan selama 5 tahun setelah akuisisi. Dan untuk variabel gross added value

dan personal expenses per employee terdapat perbedaan, terjadinya peningkatan pada kedua variabel tersebut setelah akuisisi.

Pada penlitian Azizudin (2003) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan untuk periode sebelum dengan sesudah merger dan akuisisi dari segi rasio keuangan. Meskipun ada beberapa rasio dan tidak konsisten. yang memberikan indikasi perbedaan signifikan namun sifatnya hanya sementara keuangan seperti DER, ROE dan PBV. Sejalan dengan penelitian Azizudin, penelitian Arviana (2009) yang dikutip oleh Kurniawan secara umum menunjukkan tidak ada peningkatan yang signifikan antara kinerja keuangan perusahaan pada Debt Equity Ratio, Gross Profit Margin, Operating Profit Margin, Net Profit Margin , Return On Equity, dan Return On Investment, sebelum dan sesudah melakukan merger dan akuisisi.

2.3 Kerangka Konseptual

Merger dan akuisisi adalah tindakan strategis dari perusahaan untuk mengembangkan usahanya. Keberhasilan perusahaan dalam merger dan akuisisi dapat di lihat dari kinerja perusahaan tersebut, terutama kinerja keuangan.

(25)

Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan merger dan akuisisi biasanya akan tampak pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya. Pasca merger dan akuisisi kondisi dan posisi keuangan perusahaan mengalami perubahan dan hal ini tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi.

Seperti telah diuraikan sebelumnya perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi di dasari motivasi sinergi, nilai keseluruhan perusahaan setelah melakukan merger dan akuisisi, yang lebih besar dari pada perusahaan yang motivasi sinergi lebih kecil. Di mana dengan motivasi sinergi akan membawa perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi mengalami perbedaan yang

positive pada kinerjanya, tanpa motivasi sinergi maka perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi hanya akan bertambah nilai asset saja namun sejalan dengan itu kinerja perusahaan berpotensi menurun.

Sinergi yang terjadi pada perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi dapat tercemin dari kinerja perusahaan., maka ditetapkan kerangka pemikiran teoritis yang menyatakan kinerja perusahaan yang sinergis setelah melakukan merger dan akuisisi dapat terukur dari rasio-rasio keuangan. Rasio keuangan tersebut adalah rasio profitabilitas, financial leverage, rasio aktivitas, rasio pasar, dan rasio likuiditas.

Rasio profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari penujualannya. Di mana jika terjadi sinergi yang baik maka secara umum tingkat profitabilitas perusahaan akan lebih baik dari sebelum melakukan

(26)

sinergi. Dimana margin pendapat bersih (NPM), serta return atas asset (ROA) dan ekuitas (ROE) juga akan meningkat.

Financial leverage merupakan tingkat jumlah hutang terhadap seluruh kekayaan perusahaan. Maka jika terjadi sinergi atas dilakukannya merger dan akuisisi maka secara umum keikut sertaan modal mereka akan cukup baik untuk melakukan usahanya sehingga penggunaan hutang, secara keselurah (DR) atau atas ekuitas perusahaan (DER), untuk menjalankan perusahaan dapat diminimalisir.

Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola aktivanya. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar kecepatan aset-aset perusahaan dikelola dalam rangka menjalankan bisnisnya. Dengan merger dan akuisisi maka sharing tentang efektifitas perusahaan dapat dilakukan sehingga dapat meningkatkan kefektifitasan perusahaan dapat terjadi. Sehingga asset yang dimiliki oleh perusahaan dapat digunakan secara efektif (TATO).

Rasio pasar mengukur seberapa besar nilai pasar saham perusahaan dibanding dengan nilai buku. Lebih dari itu rasio ini mengukur bagaimana nilai perusahaan saat ini dan di masa yang akan datang dibandingkan dengan nilai perusahaan di masa lalu. Maka merger dan akuisisi yang diharapkan mendatangkan keuntungan lebih pada perusahaan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh tiap lembar saham (EPS).

Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendek yang

(27)

segara jatuh tempo. Perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancarnya (CR) mengindikasikan likuiditas perusahaan. Dengan penggabungan usaha maka semestinya kemampuan perusahaan untuk memenuhi hutang jangka pendek akan meningkat.

Banyak dari rasio-rasio keuangan yang lain yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi. Berdasarkan tinjauan pustaka serta beberapa penelitian terdahulu, maka peneliti mengindikasikan rasio-rasio keuangan yang terdiri dari rasio profitabilitas (NPM, ROA, ROE), rasio solvabitias atau financial leverage (DR dan DER), rasio aktivitas (TATO), rasio pasar (EPS) dan rasio likuiditas (CR) variabel penelitian yang mencerminkan perbedaan setelah melakukan merger dan akuisisi dalam penelitian ini.

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

Sumber : Djayani Nurdin (1996), Payamta dan Setyawan (2004), dan Hendro Wijanarko (2006)

Sebelum Merger dan Akuisisi Sesudah Merger dan Akuisisi

Kinerja Perusahaan

Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Debt Ratio, Total Asset

Turn Over, Return On

Investment, Return On Equity, Net Profit Margin.

Kinerja Perusahaan

Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Debt Ratio, Total Asset

Turn Over, Return On

Investment, Return On Equity, Net Profit Margin.

(28)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan telaah literatur mengenai perbandingan kinerja perusahaan, yang ditunjukkan oleh rasio keuangan, yang melakukan M&A maka hipotesis pada penelitian ini adalah :

HA : Tingkat kinerja perusahaan publik pada masa sesudah merger dan akuisisi berbeda dengan tingkat kinerja perusahaan tersebut sebelum merger dan akuisisi

Ha1 : Tingkat Current ratio perusahaan publik pada masa sesudah merger dan akuisisi berbeda dengan tingkat current ratio perusahaan sebelum merger dan akuisisi.

Ha2 : Tingkat debt to equity ratio perusahaan publik pada masa sesudah merger dan akuisisi berbeda dengan tingkat debt to equity ratio perusahaan publik sebelum merger dan akuisisi

Ha3: Tingkat debt ratio perusahaan publik pada masa sesudah merger dan akuisisi berbeda dengan tingkat debt ratio perusahaan publik sebelum merger dan akuisisi

Ha4 : Tingkat total asset turnover perusahaan publik pada masa sesudah merger dan akuisisi berbeda dengan tingkat total asset turnover perusahaan sebelum merger dan akuisisi

Ha5: Tingakt ROI perusahaan publik pada masa sesudah merger dan akuisisi berberda dengan tingkat ROI perusahaan publik sebelum merger dan akuisisi.

(29)

Ha6 : Tingkat ROE perusahaan publik pada masa sesudah merger dan akuisisi berbeda dengan tingkat ROE perusahaan publik sebelum merger dan akuisisi.

Ha7 : Tingkat NPM perusahaan publik pada masa sesudah merger dan akuisisi berbeda dengan tingkat NPM perusahaan publik sebelum merger dan akuisisi

Gurendrawati dan Sudibyo (1999) melakukan pengujian terhadap volume perdagangan saham sebelum dan sesudah pengumuman M&A, selama periode 1990-1995, dengan menggunakan sampel 34 perusahaan, serta melakukan pengujian beda dua mean (t-test) ternyata hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan.

Kemudian penelitian ini dikembangkan lebih lanjut dengan menggunakan alat variabel dependen yang berbeda, yaitu return saham, oleh Sutrisno dan Sudibyo (1999) dengan menggunakan sampel 57 perusahaan selama periode 1990-1997 dan melakukan uji t, menunjukkan hasilnya signifikan negative. Berarti pengumuman merger dan akuisisi direaksi negative oleh pasar yang berakibat penurunan harga saham bidder. Sutrisno dan Sudibyo (1999) berpendapat volume perdagangan yang stabil (Gurendrawati dan Sudibyo, 1999) dan return saham yang turun (Sutrisno dan Sudibyo, 1999) merupakan cerminan dari sikap inverstor di BEJ yang menganggap M&A tidak menimbulkan sinergi.

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Merger
Gambar 2.2  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak.. dan Gas Bumi (BPMIGAS), dan Direktorat Jenderal Anggaran

22 paragraf 8 disebutkan bahwa : Penggabungan usaha (Business Combination) adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena

Pengaruh Kesenjangan Antar Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersih mereka

1) Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengembalian keputusan. Pemerintah sering kali mengambil keputusan dengan keterbatasan data yang dan berbagai kepentingan politik

Penelitian sekarang dilakukan oleh Wisnu Aditya Nurkamal untuk menguji ulang pengaruh dimensi gaya hidup terhadap keputusan pembelian dengan menggunakan objek yang berbeda dengan

Barlund (dalam Rakhmat, 1999:110) menyatakan bahwa arus komunikasi interpersonal dapat diramalkan dengan mengetahui siapa tertarik kepada siapa atau siapa menghindari

Dari setiap bait lagu “Gosip Jalanan” masyarakat sepaham dan sepakat dengan grup musik Slank serta makna pesan yang ingin disampaikan oleh Slank kepada negara ini

Penulis sangat mengharapkan dan menaruh hormat kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan Skripsi ini, maka dalam kesempatan ini