• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KETELADANAN ORANG TUA DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PENGAMALAN IBADAH SALAT FARDHU SISWA KELAS VII SMP N 8 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20172018 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH KETELADANAN ORANG TUA DAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PENGAMALAN IBADAH SALAT FARDHU SISWA KELAS VII SMP N 8 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 20172018 SKRIPSI"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KETELADANAN ORANG TUA DAN

PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TERHADAP PENGAMALAN IBADAH SALAT FARDHU

SISWA KELAS VII SMP N 8 SALATIGA

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Fita Taranisa

NIM. 11114074

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(2)

i

PENGARUH KETELADANAN ORANG TUA DAN

PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TERHADAP PENGAMALAN IBADAH SALAT FARDHU

SISWA KELAS VII SMP N 8 SALATIGA

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Fita Taranisa

NIM. 11114074

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(3)
(4)

iii

PENGARUH KETELADANAN ORANG TUA DAN

PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TERHADAP PENGAMALAN IBADAH SALAT FARDHU

SISWA KELAS VII SMP N 8 SALATIGA

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh :

Fita Taranisa

NIM. 11114074

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

(5)
(6)
(7)
(8)

vii MOTTO





































Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat

dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab : 21)

“Anak-anak memang tidak bagus di bidang mendengarkan orang yang lebih tua, namun mereka tidak pernah gagal

(9)

viii

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan karunia-Nya, skripsi ini penulis persembahkan untuk :

1. Kedua orang tuaku tersayang Bapak Rokhimin dan Ibu Tarwiyah yang selalu

membimbingku, memberikan do’a, nasihat, kasih sayang, dan motivasi dalam

kehidupanku.

2. Saudara kandungku Fida Adintara atas kasih sayang, dan dukungannya. Semoga kita bisa membahagiakan Bapak dan Ibu.

3. Sahabat-sahabatku Painem Squad (Desita Eka Kurniasari, Yulia Dwi Rahmawati, Indah Setiyowati, Novie Purnia Putri, Nurul Fatimah) dan sahabat MAku (Arina Maftuhah, Khusnadhya Hanif, Mariza Kurnia), yang

selalu memberikan semangat, do’a dan membantu menyelesaikan skripsi ini,

terimakasih, sukses buat kita semua.

4. Kawan-kawan kos Bu Tomo, Wisma Pandhito Wono, dan Anami Kos yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terimakasih atas segala semangat, dan

do’anya.

5. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 khususnya PAI terimakasih untuk semangat dan motivasi yang telah diberikan. Sukses untuk semuanya.

6. Keluarga kecilku PPL MAN Tengaran dan KKN posko 27 Dusun Marangan, Desa Podosoko, Kec. Candimulyo, Kab. Magelang yang telah memberikan

(10)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Puji syukur alhamdulillahi robbil’alamin, penulis panjatkan kepada Allah

Swt yang selalu memberikan nikmat, kaunia, taufik, serta haidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi ini dengan judul Pengaruh Keteladanan Orang Tua dan Prestasi Belajar Pendidikan Aagama Islam Terhadap Pengamalan Ibadah shalat Fardhu Siswa Kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun ajaran 2017/2018.

Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah satu-satunya umat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman terang benerang yakni dengan ajarannya agama Islam.

Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga. 2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

(11)

x

4. Bapak Jaka Siswanta, M.Pd. selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan ikhlas, mengarahkan, dan meluangkan waktunya untuk penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.

5. Bapak Drs. Abdul Syukur, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik.

6. Bapak Ngadiman, M.Or, selaku kepala sekolah SMP N 8 Salatiga yang telah memberi izin penelitian dalam skripsi ini.

7. Ibu Tri Hariyastuti, S.Ag. selaku guru mata pelajaran PAI di SMP N 8 Salatiga yang telah membantu dalam penelitian skripsi ini.

8. Bapak ibu dosen yang telah membekali berbagai ilmu pengetahuan, serta karyawan IAIN Salatiga sehingga penulis dapat menyelesaikan jenjang pendidikan S1.

Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta para pembaca pada umumnya. Amin.

Salatiga, 27 Agustus 2018

(12)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

LEMBAR BERLOGO ... ii

HALAMAN SAMPUL ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PENGESAHAN KELULUSAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... vi

MOTTO... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

(13)

xii

D. Manfaat penelitian ... 7

E. Definisi Oprasional ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II LANDASAN TEORI ... 17

A. Landasan Teori ... 17

B. Kajian Pustaka... 52

C. Hipotesis Penelitian ... 55

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

A. Jenis Penelitian ... 57

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 57

C. Populasi dan Sampel ... 58

D. Variabel Penelitian ... 60

E. Instrumen Penelitian ... 60

F. Uji Coba Instrumen Penelitian ... 62

G. Metode Pengumpulan Data ... 70

H. Teknik Analisis Data ... 72

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA ... 77

A. Deskripsi Data ... 77

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 77

2. Data Hasil Penelitian ... 85

B. Analisis Data ... 98

BAB V PENUTUP ... 116

(14)

xiii

B. Saran ... 117

DAFTAR PUSTAKA ... 118

LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 1 Rincian Jumlah Siswa Kelas VII ... 58

Tabel 2 Kisi-Kisi Instrumen Keteladanan Beribadah Orang Tua ... 61

Tabel 3 Kisi-Kisi Instrumen Pengamalan Ibadah Shalat Fardhu Siswa ... 61

Tabel 4 Skala Pembobotan untuk Instrumen Kuesioner ... 63

Tabel 5 Hasil Uji Validitas Instrumen Keteladanan Orang Tua ... 66

Tabel 6 Hasil Uji Validitas Instrumen Pengamalan Ibadah Shalat Fardhu Siswa ... 67

Tabel 7 Daftar Tenaga Guru ... 79

Tabel 8 Data Jumlah Guru Dan Statusnya ... 80

Tabel 9 Data Tenaga Administrasi ... 80

Tabel 10 Data Kelulusan (5 Tahun Terakhir) ... 81

Tabel 11 Data Prestasi yang Pernah Dicapai ... 81

Tabel 12 Jumlah Siswa SMP N 8 Salatiga ... 83

Tabel 13 Kenaikan Kelas/Kelulusan (5 Tahun Terakhir) ... 83

Tabel 14 Daftar Siswa Putus Sekolah ... 84

Tabel 15 Kondisi Penerimaan Peserta Didik Baru ... 84

Tabel 16 Sarana Prasarana yang Dimiliki ... 84

(15)

xiv

Tabel 18 Distribusi Kecenderungan Keteladanan Orang Tua ... 89 Tabel 19 Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam .... 90 Tabel 20 Distribusi Kecenderungan Prestasi Belajar Pendidikan Agama

Islam ... 92 Tabel 21 Distribusi Frekuensi Pengamalan Ibadah Shalat Fardhu Siswa ... 94 Tabel 22 Distribusi Kecenderungan Pengamalan Ibadah Shalat Fardhu

Siswa ... 97 Tabel 23 Perhitungan skor pengaruh keteladanan orang tua (X1) dan prestasi

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Angket

Lampiran 2 Pedoman Dokumentasi Lampiran 3 Pedoman Wawancara

Lampiran 4 Uji Validitas Keteladanan Orang Tua

Lampiran 5 Uji Validitas Pengamalan Ibadah Sholat Fardhu Siswa Lampiran 6 Uji Reliabilitas Instrumen Keteladanan Orang Tua Lampiran 7 Uji Reliabilitas Instrumen Pengamalan Ibadah Shalat

Fardhu

Lampiran 8 Jawaban Instrumen Keteladanan Orang Tua

Lampiran 9 Jawaban Instrumen Pengamalan Ibadah Shalat Fardhu Siswa Lampiran 10 Nilai Pendidikan Agama Islam Responden

Lampiran 11 Foto Penelitian

Lampiran 12 Tabel r Product Moment Lampiran 13 Tabel Krejcie

Lampiran 14 Tabel Nilai-Nilai untuk Distribusi F Lampiran 15 Daftar Riwayat Hidup

(18)

xvii ABSTRAK

Taranisa, Fita. 2018. Pengaruh Keteladanan Orang Tua dan Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Terhadap Pengamalan Ibadah Shalat Fardhu Siswa Kelas VII SMP N 8 Salatiga Tahun Ajaran 2017/2018. Skripsi, Salatiga: Progdi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Jaka Siswanta, M, Pd.

Kata Kunci: Keteladanan Orang Tua, Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam, Pengamalan Ibadah Shalat Fardhu.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : (1) Untuk mengetahui keteladanan orang tua siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2017/2018, (2) Untuk mengetahui prestasi belajar PAI siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2017/2018, (3) Untuk mengetahui pengamalan ibadah sholat fardhu siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga, (4) Untuk mengetahui pengaruh keteladanan orang tua terhadap pengamalan ibadah shalat siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga, (5) Untuk mengetahui pengaruh prestasi belajar PAI terhadap pengamalan ibadah shalat siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga, (6) untuk mengetahui pengaruh keteladanan orang tua dan prestasi belajar PAI terhadap pengamalan ibadah shalat siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, sedangkan rancangan penelitian ini adalah penelitian kausalitas. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 198 siswa dan sampelnya sebanyak 132 siswa. Metode pengumpulan data dengan menggunakan metode angket, wawancara, dan dokumentasi.

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah baligh berakal, dan harus dikerjakan bagi seorang mukmin. Sholat merupakan rukun Islam yang kedua setelah syahadat. Shalat adalah tiang agama, bahkan tiang segala urusan. Sehingga orang yang meninggalkan shalat, maka sama saja ia telah merobohkan bangunan agama dan pondasi kehidupannya. Karena dengan meninggalkan shalat, itu sama artinya ia telah kehilangan beneng yang melindunginya dari berbagai perbuatan keji dan munkar, ia telah mengundang adzab Allah, ia telah membawa dirinya pada kekufuran, dan ia telah menyebabkan seluruh amal kebaikannya selama hidup menjadi tertolak (tidak diterima) di sisi Allah Swt (El-Sutha, 2016: 5). Sebagaimana hal itu dinyatakan oleh sabda Rasulluah SAW berikut ini:

ِّ َّاللَّ ُةَّمِّذ ُهْنِّم ْتَئ ِّرَب ْدَقَف ًادِّ مَعَتُم ًةَبوُتْكَم ًةَلاَص َكَرَت ْنَم

)

)يقهيبلا هاور

“Barang siapa yang meninggalkan shalat dengan sengaja (atau secara terang-terangan), maka sungguh ia benar-benar kafir secara

nyata.” (HR. Ath-Tabrani) (Imam Adz-Dzahabi, 2007 : 35-36).

(20)

2

mengerjakan sholat. Dalam hal ini, orang tua mempunyai peranan penting untuk membuat anak-anak terbiasa sholat sejak kecil, terutama dengan memberikan contoh perilaku sehari-hari.

Anak kecil akan selalu meniru orang dewasa, khususnya kedua orang tua atau gurunya dalam hal yang baik ataupun buruk. Seorang bapak apabila melakukan shalat, maka si anak akan berusaha untuk mengikutinya. Salah satu cara terpenting dalam mendidik anak adalah

memberikan suri teladan (Muhammad Sa’id, 2001: 11-14). Oleh karena itu

pengamalan ibadah shalat anak tidak lepas dari peran keluarga khususnya orang tua. Orang tua hendaknya menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya khususnya dalam hal ibadah. Setiap orang tua memiliki harapan agar anak-anaknya tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik dan taat beragama. Serta tidak terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain.

(21)

3

antaranya adalah Ali bin Abi Tholib yang beriman kepada seruan beliau ketika usianya kurang dari sepuluh tahun (Ahmad, 2015 : 117).

Sesungguhnya anak adalah amanah Allah yang perlu di syukuri.

“Jika amanah itu disia-siakan, maka tunggulah saat kehancuran,” demikian

salah satu potongan hadis Nabi sebagai peringatan bagi orang tua dan para pendidik. Salah satu wujud rasa syukur adalah berusaha mendidik anak dengan sebaik-baiknya, sebab tanpa pendidikan yang baik, rasanya mustahil bagi orang tua untuk memiliki putra putri dan dan generasi yang berkualitas.

Jika kita perhatikan, para Rasul dan Nabi selalu memberikan perhatian yang besar terhadap keselamatan akidah putra-putri mereka. Hal ini dapat kita temukan pada diri Nabi Ibrahim As, sebagaimana dilukiskan oleh Allah Swt dalam firman-Nya:



anaknya, demikian pula Ya'qub. (Ibrahim berkata): "Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah Telah memilih agama Ini bagimu, Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam".(QS, Al-Baqarah :132)

(22)

4

dalam pergaulan di luar keluarga, si anak memperoleh pendidikan yang berlangsung secara informal, baik dari para tokoh masyarakat, pejabat atau penguasa, dan para pemimpin agama, dan lain sebagainnya (Muhammad Anwar, 2015: 81).

Demikian pula sekolah atau madrasah, menurut (Ahmadi, 1991) yang di kutip oleh (Abdul Kadir, 2012) sekolah memegang peran penting dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Karena itu disamping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk tempat pendidikan, dapatlah ia digolongkan sebagai tempat atau lembaga pendidikan keluarga dengan guru sebagai ganti orang tua yang harus ditaati.

Pendidikan agama sebagai bidang studi di lembaga sekolah bukan hanya menekankan pada pertumbuhan pengetahuan semata, tetapi juga menekankan pada pembentukan kepribadian yang bulat dan utuh, yang nilai keberhasilannya diukur dengan apa yang tercetak dalam hati para siswa yaitu keimanan yang teguh dan tertanam dalam amal perbuatan yang baik (H.M. Arifin, 1991 : 163).

(23)

5

lebih memilih melanjutkan aktivitasnya daripada menggugurkan kewajibannya melaksanakan shalat.

Sesuai wawancara dengan beberapa siswa, dalam pengamalan ibadah shalat fardhu, ada siswa yang shalatnya masih bolong-bolong, bahkan ada beberapa siswa yang tidak shalat sama sekali. Itu terjadi tidak hanya kepada siswa yang prestasi belajar Pendidikan Agama Islamnya rendah saja, akan tetapi siswa dengan prestasi belajar Pendidikan Agama Islam tinggi pun juga demikian. Kurangnya kesadaran anak dalam pengamalan ibadah shalat itu juga dikarenakan kurangnya pembiasaan dan teladan dari orang tua siswa. Anak yang dibiasakan sejak kecil untuk mengamalkan ibadah shalat maka ketika anak sudah besar akan terbiasa mengamalkannya tanpa harus diperintah, begitupun sebaliknya.

Sesuai wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru Pendidikan Agama Islam SMP N 8 Salatiga, Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sendiri terdapat materi tentang ibadah shalat, materi tersebut dipelajari saat siswa kelas VII. Akan tetapi dalam pengamalannya siswa masih kurang. Oleh karenanya untuk meningkatkan pengamalan ibadah shalat fardhu siswa sekolah sendiri membuat beberapa kegiatan seperti shalat dzuhur berjamaah, walaupun dalam pelaksanaannya guru masih harus turun tangan untuk menggiring siswa shalat berjamaah.

Berdasarkan fenomena di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian lebih mendalam tentang masalah tersebut dengan

(24)

6

Agama Islam Terhadap Pengamalan Ibadah Sholat Fardhu Siswa Kelas VII SMP N 8 SALATIGA Tahun Pelajaran 2017/2018”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana keteladanan orang tua siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2017/2018?

2. Bagaimana prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2017/2018?

3. Bagaimana pengamalan ibadah sholat fardhu siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2017/2018?

4. Adakah pengaruh antara keteladanan orang tua terhadap pengamalan ibadah shalat siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2018/2019?

(25)

7 C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui keteladanan orang tua siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2017/2018.

2. Untuk mengetahui prestasi belajar Pendidikan Agama Islam siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2017/2018.

3. Untuk mengetahui pengamalan ibadah sholat fardhu siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2017/2018.

4. Untuk mengetahui pengaruh keteladanan orang tua terhadap pengamalan ibadah shalat siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun pelajaran 2018/2018.

5. Untuk mengetahui pengaruh prestasi belajar Pendidikan Agama Islam terhadap pengamalan ibadah shalat siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga. 6. Untuk mengetahui pengaruh keteladanan orang tua dan prestasi

belajar Pendidikan Agama Islam terhadap pengamalan ibadah shalat siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

(26)

8

pengamalan ibadah shalat fardhu siswa kelas VII SMP N 8 Salatiga tahun ajaran 2017/2018.

b. Dapat dijadikan pijakan untuk penelitian yang akan datang. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi orang tua, sebagai masukan tentang pentingnya beribadah orang tua khususnya dalam hal ibadah shalat.

b. Bagi pendidik, membantu siswa untuk memahami pentingnya melaksanakan shalat sehingga mampu meningkatkan kedisiplinan siswa dalam mengerjakan shalat secara ikhlas dan bersemangat. c. Bagi siswa, dapat tergugah hati dan pikirannya tentang arti

pentingnya melaksanakan shalat bagi dirinya sendiri.

E. Definisi Operasional 1. Keteladanan Orang Tua

Dalam bahasa Arab keteladanan diungkapkan dengan kata uswah dan qudwah. Al-Asfahani, bahwa menurut beliau “al-uswah

dan “al-iswah” sebagaimana kata “alqudwah” dan “alqidwah” berarti

“Suatu keadaan ketika seorang manusia mengikuti manusia lain,

apakah dalam kebaikan, kejelekan, kejahatan, atau kemurtadan”

(27)

9

kepada anak. Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seseorang dari orang lain.

Ciri-ciri keteladanan orang tua dalam ibadah shalat menurut Adnan Hasan Shalih Baharits (2007) adalah:

a. Orang tua berwudhu di hadapan anak berulang-ulang secara perlahan-lahan

b. Orang tua terutama melakukan shalat sunnah di rumah

c. Orang tua mengajarkan dan menyuruh anak untuk shalat dan bersuci

d. Orang tua wajib menasihati dan mengingatkan apabila anak dalam usia 10 tahun enggan shalat

e. Memotivasi dan mengajak anak untuk melakukan shalat di masjid.

Sedangkan menurut Syaikhah Binti Abdillah (2007) ciri-ciri keteladanan orang tua adalah:

a. Orang tua harus mengajari anak-anaknya shalat dan selalu menganjurkan untuk mengerjakannya sesuai waktu yang telah ditentukan

b. Orang tua harus menjadi teladan bagi anak-anaknya dalam hal bersegera dalam mengerjakan shalat pada waktu-waktu yang telah ditentukan.

(28)

10

a. Anak-anak sejak dini diajak sholat bersama keluarga

b. Orang tua harus menyampaikan tata cara shalat yang baik dan dicerna

c. Mengajak anak untuk melakukan shalat.

d. Memberi motivasi kepada anak untuk mengerjakan shalat

e. Orang tua harus bersungguh-sungguh dan berusaha membina anak untuk mengkonsentrasikan diri hanya ingat kepada Allah melalui bacaan-bacaan shalat.

Jadi keteladanan orang tua khususnya dalam ibadah shalat mencakup beberapa indikator yaitu:

a. Bersegera dalam mengerjakan shalat.

b. Membina anak untuk mengerjakan shalat dengan khusyuk. c. Mengajak anak untuk shalat.

d. Memotivasi anak untuk mengerjakan shalat. e. Menegur anak bila enggan shalat.

f. Memotivasi anak untuk shalat berjamaah.

g. Mengajak anak untuk shalat berjamaah di masjid. 2. Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam

a. Prestasi belajar

(29)

11

Menurut Djamarah (1994 :39) yang dikutip oleh Darmadi (2017: 297) prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan diciptakan baik secara individu maupun secara kelompok.

Selanjutnya untuk memahami pengertian tentang belajar berikut dikemukakan beberapa pengertian belajar diantaranya menurut Lefudin (2017: 4), belajar dapat diartikan proses perubahan perilaku, akibat interaksi individu dengan lingkungan. Sedangkan menurut James O. Wittaker yang dikutip oleh Lefudin (2017: 4), belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.

Dapat disimpulkan prestasi belajar adalah hasil usaha belajar yang berupa nilai-nilai sebagai ukuran kecakapan dari usaha belajar yang telah dicapai seseorang, prestasi belajar ditujukkan dengan jumlah nilai rapor atau tes sumatif.

b. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan merupakan proses dalam “transfer” ilmu, yang

umumnya dilakukan melalui tiga cara; yakni lisan, tulisan/gambar, dan perbuatan (perilaku/sikap) (Heri Jauhari Muchtar, 2008 : 12).

(30)

12

bahasa-bahasa lainnya. Bagi umat Islam salah satu istilah yang paling relevan dengan sumber ilmu dan umat Islam, yakni menggunakan istilah al-din untuk memahami pengertian agama (Deden Makbuloh, 2011 : 1-2).

Pendidikan Agama Islam menurut Ditbinpaisun adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhirat (Zakiyah Darajat, 2011: 88).

Jadi prestasi belajar pendidikan agama Islam disini adalah hasil yang telah dicapai anak didik dalam menerima dan memahami serta menerapkan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh guru. Prestasi pendidikan agama Islam ini dapat diukur melalui nilai rapot terakhir pendidikan agama Islam siswa.

3. Pengamalan Ibadah Shalat Fardhu

(31)

13

tersebut, dapat diartikan sesuatu yang dikerjakan dengan maksud berbuat baik, dari hal tersebut pengamalan masih butuh objek kegiatan.

Menurut kamus istilah fiqih, ibadah yaitu memperhambakan diri kepada Allah dengan taat melaksanakan segala perintah-Nya karena Allah semata, baik dalam bentuk kepercayaan, perkataan maupun perbuatan. Orang beribadah berusaha melengkapi dirinya dengan perasaan cinta, tunduk dan patuh kepada Allah SWT (M. Abdul Majieb et.el, 1995: 109).

Menurut Quraisy Syihab (2001:13) yang dikutip oleh Subur

(2015:137), shalat berarti berdo’a memunajat dan berkomunikasi.

Lebih lanjut Subur mengatakan shalat merupakan ibadah fardlu ‘ain yang harus ditegakkan oleh setiap umat Islam yang sudah memenuhi syarat (Subur 2015:137). Sedangkan shalat fardhu adalah ibadah dan kewajiban yang telah ditentukan waktunya masing-masing oleh Allah Swt. Ia tidak boleh dikerjakan sembarang waktu, tetapi harus sesuai waktunya masing-masing (El-Sutha, 2016:22).

Adapun ciri-ciri pengamalan ibadah shalat menurut Syahminan (1991: 96-97) adalah:

a. Dilaksanakan dengan ikhlas khusyu’ serta melaksanakannya dengan sempurna.

(32)

14

d. Dilaksanakan tepat pada waktuya.

Sedangkan menurut Gus Arifin (2009), ciri-ciri pengamalan ibadah shalat fardhu yaitu:

a. Menjaga shalat baik di waktu mukim maupun safar, baik dalam keadaan aman maupun dalam keadaan mencekam.

b. Khusyuk dan mengikhlaskan ibadahnya hanya kepada Allah. c. Berwudhu sebelum shalat dan memperhatikan kebersihan badan

seluruhnya, demikian juga pakaian dan tempat shalat harus suci/bersih dari kotoran/ najis.

d. Ibadah shalat fardhu dikerjakan secara tepat waktu dan dengan berjamaah.

Berdasarkan ciri-ciri di atas dapat diambil kesimpulan bahwa indikator pengamalan ibadah shalat fardu yaitu:

a. Shalat dikerjakan secara tepat waktu

b. Mengerti akan apa yang dibaca di dalam shalat c. Menjaga shalat dalam keadaan apapun

d. Khusyuk dan mengikhlaskan shalat hanya kepada Allah e. Shalat dilakukan secara berjamaah

(33)

15 F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam pembahasan penelitian ini, penulis menyusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bagian awal terdiri dari sampul luar, lembar berlogo IAIN, halaman sampul dalam, halaman persetujuan pembimbing, halaman pengesahan kelulusan, halaman pernyataan keaslian penelitian, halaman motto dan persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, abstrak.

Bab I Pendahuluan

Meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi oprasional, sistematika penulisan. Bab II Landasan Teori

Meliputi landasan teori (dengan sub bab pertama: pengertian keteladanan orang tua, bentuk-bentuk keteladanan orang tua, hal- hal yang berkaitan dengan teladan orang tua. Sub bab kedua pembahasan tentang prestasi belajar pendidikan agama islam yang terdiri dari, pengertian prestasi belajar pendidikan agama islam, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar pendidikan agama islam siswa, indikator dan bentuk prestasi belajar pendidikan agama islam. Dan sub bab ketiga pembahasan tentang pengamalan ibadah sholat fardhu, terdiri dari: pengertian ibadah sholat, dasah hukum ibadah sholat, perintah mendirikan shalat dalam

al-qur’an dan as-sunnah, hikmah ibadah shalat), kajian pustaka (kajian

(34)

16 Bab III Metode Penelitian

Meliputi jenis penelitian, lokasi dan waktu penelitian, populasi dan sempel, dan variabel penelitian, Instrumen penelitian, uji coba instrumen penelitian, metode pengumpulan data, teknik analisis data.

Bab IV Deskripsi dan Analisis Data

Meliputi paparan data dan analisis data. Bab V Penutup

Meliputi kesimpulan dan saran. Bagian Akhir

(35)

17 BAB II

LANDASAN TEORI

A. LANDASAN TEORI 1. Keteladanan orang tua

a. Pengertian keteladanan orang tua

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan, bahwa

“Keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu: “(Perbuatan atau

barang dsb) yang patut ditiru dan dicontoh.” Oleh karena itu

“keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh.

Dalam bahasa Arab “keteladanan” diungkapkan dengan kata

uswah” dan “qudwah”. Kata “uswah” terbentuk dari huruf-huruf

bahasa Arab hamzah, as-sin, dan al-waw. Secara etimologi setiap kata bahasa Arab yang terbentuk dari ketiga huruf tersebut

memiliki persamaan arti yaitu “pengobatan dan perbaikan” (Armai

Arief, 2002 : 116).

(36)

18

Dengan demikian keteladanan adalah hal-hal yang dapat ditiru atau dicontoh oleh seorang dari orang lain (Armai Arief, 2002 : 117). Orang tua sebagai pendidik utama dan pertama sehingga orang tua harus menjadi panutan dan teladan yang baik bagi anaknya. Oleh karena itu orang tua hendaknya dalam berkata dan berbuat dapat memberikan contoh yang baik bagi anaknya sehingga nantinya dapat ditiru oleh anak. Dengan demikian keteladanan beribadah orang tua adalah segala perkataan maupun perbuatan dalam beribadah terutama dalam ibadah shalat yang dilakukan oleh orang tua yang patut dijadikan teladan dan dicontoh anak.

b. Landasan keteladanan beribadah orang tua

(37)

19

Secara psikologis ternyata menusia memang memerlukan tokoh teladan dalam hidupnya; ini adalah sifat pembawaan. Taqlid (meniru) adalah salah satu sifat pembawaan manusia.

Sebagai pendidikan yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulluah, metode keteladanan tentunya didasarkan kepada kedua sumber tersebut. Dalam Al-Qur’an “keteladanan” diistilahkan dengan kata uswah, kata ini terulang sebnyak tiga kali di dalam dua surat yaitu:

(38)

20 menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab : 21)

Ketiga ayat di atas memperlihatkan bahwa kata “uswah”

selalu digandengkan dengan sesuatu yang positif: “Hasanah

(baik) dan suasana yang sangat menyenangkan yaitu bertemu dengan Tuhan sekalian alam (Armai Arief, 2002: 118).

Khusus untuk ayat terakhir di atas dapat dipahami bahwa Allah mengurus Nabi Muhammad Saw ke permukaan bumi ini adalah sebagian contoh atau teladan yang baik bagi umatnya. Beliau selalu terlebih dahulu mempraktekkan semua kepada umat, sehingga tidak ada celah bagi orang-orang yang tidak senang untuk membantah dan menuduh bahwa Rasulluah Saw. Hanya pandai

bicara dan tidak pandai mengamalkan. Praktek “uswah” ternyata

menjadi pemikat bagi umat untuk menjauhi semua larangan yang disampaikan Rasulluah dan mengamalkan semua tuntunan yang diperintahkan oleh Rasulluah, seperti melaksanakan ibadah salat, puasa, nikah, dll.

Anak-anak cenderung meneladani perilaku orang tuanya. Jika ia melihat kedua orang tuanya selalu berbuat baik terhadap ibu

bapak mereka (nenek dan kakek si anak), selalu mendo’akan dan

(39)

21

memenuhi kebutuhan mereka dan medo’akan mereka, maka anak

secara otomatis akan meniru akhlak mulia ini. Ia akan memperlakukan kedua orang tuanya seperti perlakuan yang pernah dilihatnya dari kedua orang tuanya. Ia akan memintakan ampunan untuk orangtuanya.

Anak yang selalu diajari shalat oleh orang tuanya berbeda dengan anak yang diajari bermain film, musik dan bola. Anak yang melihat orang tuanya shalat di malam hari, menangis karena takut kepada Allah Swt dan membaca Al-Qur’an, pasti akan berfikir, mengapa ayahku menangis? Mengapa ayahku bangun di tengah malam untuk shalat? Mengapa tidak tidur? Mengapa menjauhi kasur? Mengapa berwudhu ketika malam begitu dingin? Mengapa

tubuh ayahku jauh dari tempat tidur dan berdo’a memohon kepada

(40)

22

memperdengarkannya. Itulah dunia anak adalah meniru, ia akan meniru apa saja yang dapat ditangkap oleh indranya. Kebutuhan-kebutuhan akan figur teladan selalu ada pada manusia karena karakter manusia sebenarnya adalah senang untuk meniru. Hal ini bersumber dari kondisi mental seseorang, yang senantiasa dirinya berada dalam perasaan orang lain, shingga dirinya meniru, ada kecenderungan anak akan meniru perilaku orang dewasa. Dan bawahan akan meniru atasannya. Untuk itu hendaklah orang tua mengedepankan keteladanan yang baik bagi anak-anak (Khoir, 2014: 267)

Pendidikan agama dan spiritual bagi anak-anak adalah termasuk bidang-bidang yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak dengan pengetahuan agama dan kebudayaan Islam yang sesuai dengan umurnya dalam bidang-bidang akidah, ibadah, muamalat dan sejarah. Begitu juga dengan mengajarkan kepadanya cara-cara yang betul untuk menunaikan

syi’ar-syi’ar dan kewajiban-kewajiban agama dan menolongnya

(41)

23

Salah satu perkara paling utama yang seharusnya diajarkan orang tua kepada anaknya sejak dini adalah shalat, karena ia adalah tiang agama dan dasar agama yang lurus.



“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan

Bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang memberi rezki kepadamu. dan

akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa” (QS. Thaha : 132).

(42)

24

“Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)

mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).(QS Al-Luqman :17)

)دوادوبا هاور( ِّة َلاَّصلااِّب ُه ْوُّرُمَف ِّهِّلاَمِّش ْنِّم ُهَنْيِّمَي ُم َلاُغْلا َفَرَع َذِّا

Artinya:

“Apabila anak telah mengenal tangan kanannya dengan tangan

kirinya, maka suruhlah dia mengerjakan shalat”. (HR. Abu Dawud)

Di dalam Al-Musnad dan Sunan Abu Dawud terdapat

hadist ‘Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya

Rasulluah saw. bersabda :

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat saat berumur tujuh tahun dan pukullah mereka saat telah berumur

sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka di tempat tidur.”

(43)

25

menjelaskan bahwa Lukman Al hakim menyuruh anaknya untuk mendirikan shalat.

Kemudian pada hadist pertama dijelaskan bahwa anak harus sudah disuruh atau diajarkan shalat ketika mereka sudah mengenal atau bisa membedakan tangan kanan dan tangan kiri, ini berarti ketika anak berumur sekitar dua tahun atau tiga tahun. Pada umur ini anak dikenalkan tata cara shalat atau diajak bersama-sama mengerjakan shalat. Mungkin anak belum serius dalam mengerjakannya, akan tetapi tidak mengapa, yang terpenting anak harus dikenalkan shalat sejak masih usia dini (Heri Jauhari, 2008: 91-92)..

Hadist kedua dijelaskan bahwa orang tua harus memulai menganjurkan anak-anaknya untuk mengerjakan shalat dan memukul mereka karena meninggalkannya, serta memisahkan antar mereka di tempat tidur, sama saja antara anak laki-laki dan anak perempuan. Hal itu termasuk dalam pembahasan saddudz

dzari’ah (penutup celah penyimpangan) (Abdillah, 2017 : 86).

Jadi, untuk mencapai tujuan pendidikan Islam, orang tua senantiasa memberikan bimbingan dalam bentuk keteladanan orang

tua dalam mengajarkan beribadah, menghafal do’a-do’a shalat dan

(44)

26

Penguatan materi juga dilakukan dengan mengirimkan anak-anak belajar ditempat-tempat ibadah.

c. Bentuk-Bentuk Keteladanan Orang Tua

Peneladanan itu ada dua macam, yaitu sengaja dan tidak sengaja (Ahmad Tafsir, 2008 : 143-144)

1) Keteladanan yang disengaja : keteladanan yang memang disertai penjelasan atau perintah untuk meneladani. Keteladanan ini dilakukan secara formal sebagaimana pendidik harus meneladani peserta didiknya dengan teladan yang baik. Misalnya apabila sudah masuk waktu shalat orang tua segera mengambil air wudhu dan mengajak anak untuk melaksanakan shalat serta diberikan penjelasan bahwa shalat dengan disiplin itu adalah hal yang diutamakan dalam shalat dan anak harus membiasakannya sejak dini.

(45)

27

Tinjauan dari sudut ilmiah menunjukkan bahwa, pada dasarnya, keteladanan memiliki sejumlah azas kependidikan berikut ini (Nawawi.1995: 262-263).

1) Pendidikan Islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada jalan Allah. Dengan demikian, seorang pendidik dituntut untuk menjadi teladan di hadapan anak didiknya, bersegera untuk berkorban, dan menjauhkan diri dari hal-hal yang hina. Artinya, setiap anak didik akan meneladani pendidikannya dan benar-benar puas terhadap ajaran yang diberikan dari setiap anak merupakan tuntutan realistis dan dapat diaplikasikan. Begitu juga dengan orang tua; anak-anak harus memiliki figur teladan dalam keluargamya sehingga sejak kecil dia terarahkan oleh konsep-konsep Islam. Dengan begitu, para pendidik dan orang tua harus menyempurnakan dirinya dengan akhlak mulia yang berasal dari Al-Qur’an dan dari perilaku Rasulluahsaw. 2) Sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah

(46)

28

mengambilnya sesuai dengan kesanggupan dan bersabar dalam menggapai puncak perolehannya. Demikianlah, keteladanan dalam Islam senantiasa terlihat dan tergambar jelas sehingga tidak beralih menjadi imajinasi kecintaan spiritual tanpa dampak yang nyata. Barangkali yang mempermudah transfer keteladanan itu ialah kesiapan peniruan yang menjadi karakteristik manusia.

e. Landasan psikologis pengambilan teladan (peniruan)

Pada hakikatnya peniruan itu berpusat pada tiga unsur berikut ini: 1) Keninginan untuk meniru dan mencontoh.

Anak atau pemuda terdorong oleh keinginan halus yang tidak dirasakannya untuk meniru orang yang dikaguminya di dalam absen berbicara, cara bergerak, cara bergaul, cara menulis, dan sebagian besar adat tingkah laku, tanpa disengaja. Oleh sebab itu, betapa bahayanya bila seseorang berbuat tidak baik padahal ada orang lain yang menirunya, karena dengan demikian orang tersebut akan menanggung dosa orang yang menirunya.

2) Kesiapan untuk meniru

(47)

29

kedua orang tuanya sebelum berusia tujuh tahun, tidak pula menyuruhnya supaya mengucapkan seluruh doanya.

3) Tujuan

Setiap peniru mempunyai tujuan yang kadang-kadang diketahui oleh pihak-pihak yang meniru dan kadang-kadang tidak. Tujuan pertama bersifat biologis, tujuan ini bersifat naluriah, tidak kita sadari, namun kadang-kadang nampak pada anak kecil atau hewan. Pengarahan kepada tujuan naluri ini nampak pada peniruan atau ketundukan anak-anak dan kelompok masa dalam mencapai perlindungan, sekaitan dengan kepribadian atau eksistensi dirinya. Si peniru yang merasa dirinya lemah menemukan dirinya dalam naungan seseorang yang dipandangnya kuat. Peniruan tersbut berlangsung dengan harapan akan memperoleh kekuatan seperti yang dimiliki orang yang dikaguminya (Ali, 1996: 368-370).

2. Prestasi belajar Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian prestasi belajar Pendidikan Agama Islam

(48)

30

belajar siswa adalah dengan melakukan tes prestasi belajar(Olivia 2011:73).

Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran dan penilaian usaha belajar. Prestasi belajar merupakan tolak ukur yang utama untuk mengetahui keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang prestasinya tinggi dapat dikatakan bahwa ia telah berhasil dalam belajar (Slameto, 1991:17).

Prestasi belajar ini dapat dilihat secara nyata berupa skor atau nilai setelah mengerjakan suatu tes. Tes yang digunakan untuk menentukan prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengukur aspek-aspek tertentu dari siswa misalnya pengetahuan, pemahaman, atau aplikasi suatu konsep.

Pendidikan Agama Islam menurut Ditbinpaisun adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhirat (Zakiyah Darajat, 2011: 88).

(49)

31

tentang standar isi, ruang lingkup Pendidikan Agama Islam SMP/Mts meliputi aspek-aspek berikut:

1) Al-Qur’an dan Hadis 2) Aqidah Akhlak 3) Fiqih

4) Sejarah Kebudayaan Islam

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar Pendidikan Agama Islam adalah hasil yang telah dicapai siswa dengan kemampuan atau potensi dirinya dalam menerima dan memahami materi Pendidikan Agama Islam yang telah diberikan. Hasil belajar siswa dapat meliputi aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (tingkah laku). b. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Pendidikan

Agama Islam siswa

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu (Slameto, 1991: 56)

1) Faktor Intern

(50)

32

Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan trganggu jika kesehatan seseorang terganggu.

(2) Cacat tubuh

Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi prestasi belajar. Siswa yang cacat belajarnya akan terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatan itu. (3) Faktor psikologis

Sekurang-kurangnya ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam ke dalam faktor yang mempengaruhi prestasi belajar.

(a) Intelegensi (b) Perhatian (c) Minat (d) Bakat (e) Motif

(51)

33

Kelelahan pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (bersifat praktis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. 2) Faktor-faktor ekstern

(a) Faktor keluarga

(1) Cara orang tua mendidik (2) Relasi antar anggota keluarga (3) Suasana rumah

(4) Keadaan ekonomi keluarga (5) Pengertian orang tua (6) Latar belakang kebudayaan (b) Faktor sekolah

(1) Metode belajar

(2) Relasi guru dengan siswa (3) Alat pembelajaran

(4) Waktu sekolah

(52)

34 (7) Tugas rumah (c) Faktor masyarakat

(1) Kegiatan siswa dalam masyarakat (2) Mass media

(3) Teman bergaul

(4) Bentuk kehidupan masyarakat

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keberhasilan anak dalam proses belajar/prestasi belajar terutama bidang studi Pendidikan Agama Islam dipengaruhi faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal) yang bersifat sosial atau non sosial yang juga mempunyai pengaruh bagi prestasi belajar Pendidikan Agama Islam.

c. Macam- macam prestasi belajar

Dalam sistem pendidikan Nasional, rumusan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi prestasi belajar dari Bunyamin Bloom, yang secara garis besar membagi tiga ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

1) Ranah kognitif

(53)

35

sederhana menuju ke tingkatan yang tertinggi atau paling sulit. Tingkatan mengenai semua ini didasarkan pada taksonomi Bloom dan pada penelitian kelas yang dilaksanakan oleh Tapestry. Tingkatan dimaksud adalah: (Abd. Rachman Assegaf, 2014 : 77)

a) Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan di sini diartikan sebgai daya mengingat (menyebut kembali) informasi belajar sebelumnya. Seorang peserta didik yang mempelajari materi pelajaran tingkat kognitif ini dapat mengenal dan mengidentifikasi sesuatu jika materi tersebut dinyatakan kembali pada bentuk semula seperti yang telah dipelajari sebelumnya.

b) Pemahaman (Comprehension)

Materi pelajaran yang dipelajari pada tingkat pemahaman ini berupa kemampuan peserta didik untuk menyatakan kembali, mendaftar dan menciptakan kembali pelajaran menurut kata-kata sendiri.

c) Penerapan (Application)

(54)

36 d) Analisis (Analysis)

Peserta didik yang belajar materi pada tahap analisis ini dapat memisahkan elemen dari topik materi yang kompleks, memecahkannya pada beberapa komponen yang dapat dimanipulasi secara bebas dari bagian-bagian lainnya.

e) Sintesis (Systhesis)

Peserta didik yang belajar materi pada tahap sintesis ini dapat memuat analisis antara kategori yang tidak serupa, dan menghimpun kembali komponennya dengan cara yang baru dan kreatif

f) Evaluasi (Evaluation)

Peserta didik yang belajar materi pada tahap ini dapat mengukur kekuatan penerimaan materi informasi dengan menempatkannya pada pengetahuan lain yang lebih besar.

2) Ranah afektif

(55)

37

a) Receiving/ attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada siswa dalam konteks situasi dan gejala.

b) Responsding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan seorang terhadap stimulasi yang datangnya dari luar. Hal ini mencangkup ketepatan reaksi, perasaan, serta kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya.

c) Valuing (penilaian), yakni berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap stimulus tadi. Dalam evaluasi ini, termasuk di dalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang atau pengalaman untuk menerima nilai, dan kesepakatan terhadap nilai tersebut.

d) Organisasi, yakni pengembangan atas nilai keadaan satu sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.

e) Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki dan mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku seseorang.

(56)

38

Prestasi belajar psikomotorik tampak dalam keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada lima tingkat keterampilan, yakni:

a) Gerakan reflek (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar).

b) Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar

c) Keterampilan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.

d) Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan dan ketepatan. Gerakan-gerakan skill mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks.

e) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive, seperti gerakan ekspresif dan interpretatif (Popi Sopiatin dan Sohari Sahrani, 2011 : 67-68).

3. Pengamalan ibadah shalat fardhu

Pengamalan ibadah shalat merupakan suatu tindakan atau bentuk pengaplikasian dalam melakukan hal-hal yang mulia sesuai dengan tuntunan agama Islam, dan langsung berhubungan dengan Allah.

(57)

39

Sebagai kewajiban atas setiap orang beriman, perintah dan kewajiban untuk mengerjakan shalat lima waktu dinyatakan secara jelas dan tegas dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Bahkan, dalam Al-Qur’an sendiri, bisa dikatakan bahwa shalat lima waktu

adalah rukun Islam yang memperoleh “perhatian lebih” dari Allah

Swt.

Di dalam Al-Qur’an, kata shalat disebutkan sebanyak 67 kali sedangkan kata zakat 32 kali, shaum/shiam 13 kali dan haji 10 kali( Saiful Hadi El-Sutha, 2016: 14). Di antara ayat-ayat

Al-Qur’an yang secara tegas (sharih) menyatakan tentang kewajiban

shalat lima waktu adalah:



103. Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa:103)

(58)

40

43. Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. (QS. Al-Baqarah: 43)

Adapun perintah untuk melaksanakan shalat fardhu lima waktu di dalam As-Sunnah, di antaranya adalah dinyatakan secara tegas (sharih) dalam hadis berikut:

ِّالله َي ِّضَر ِّباَّطَخْلا ِّنْب َرَمُع ِّنْب ِّالله ِّدْبَع ِّنَمْحرَّلا ِّدْبَع ْيِّبَأ ْنَع

Radhiyallahu’anhu berkata : Aku pernah mendengar Rasulluah Shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam dibangun atas lima

perkara (1) persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasul Allah, (2) mendirikan shalat, (3) mengeluarkan zakat, (4) melaksanakan ibadah haji, dan (5) berpuasa

Ramadhan”. [HR. Bukhari dan Muslim]

b. Rukun dan syarat sahnya shalat 1) Rukun shalat

a) Niat

b) Berdiri (kalau mampu, kalo nggak mampu alias lagi sakit boleh shalat sambil duduk atau berbaring).

c) Takbiratul ikhram (ucapan “Allahu Akbar”) d) Membaca Al-Fatihah

e) Ruku dengan tuma’ninah (tenang dan nggak tergesa-gesa f) I’tidal dengan thuma’ninah

(59)

41

h) Duduk di antara dua sujud dengan tuma’ninah

i) Duduk akhir, membaca syahadat dan shalawat pada nabi j) Salam yang pertama dan niat mau keluar (selasai) shalat k) Tertib, maksudnya dikerjakan berurutan mulai dari niat

sampai salam 2) Syarat sahnya shalat

a) Suci badan dari najis dan hadats b) Menutup aurat dengan kain yang suci c) Berada di tempat yang suci

d) Sudah masuk waktu shalat

e) Menghadap kiblat (Fauzi Rachman, 2007 : 32-33).

c. Shalat khusyu’

1) Pengertian dan hukum shalat khusyuk

Dari segi bahasa kata khusyu’ itu merupakan bentuk

masdar (infinitif) dari kata khasya’a – yakhsya’a – khusukan,

yang berarti khidmat, tunduk, menundukkan pandangan ke bawah (arah bumi) dan merendahkan suara. Dalam istilah

syar’i, khusyu’ adalah khidmat atau konsentrasinya hati yang

berpengaruh pada tertib dan tenangnya anghota badan karena merendahkan diri dan merasa takut kepada Allah Swt., Dengan

demikian, shalat khusyu’ adalah shalat yang dikerjakan dengan

(60)

42

bacaan dan gerakan shalat yang berpengaruh pada tertib dan tenangnya anggota badan karena merasa seakan-akan qalbu kita melihat langsung kepada Allah Swt., atau minat kita merasakan bahwa Dia melihat kepada kita (El-Sutha, 2016: 97-98).

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang

beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam

sembahyangnya,” (QS. Al-Mukminun (1-2)

Dengan demikian, khusyu’ menjadi faktor penting

dalam melaksanakan shalat. Sebab, khusyu’ membawa hati

dan diri pelakunya pada kenyataan hakiki bahwa Allah Swt, adalah Sang Pencipta yang sangat berkuasa atas makhluk-Nya. Kesadaran itu bisa menyampaikan doa maupun keinginan dan menjadi keberuntungan bagi pelakunya Oleh karena itu, hendaklah kita melaksanakan shalat secara khusyuk (Ahmad, 2015: 43-44)

(61)

43

mengagungkan Allah Swt, mengharapkan ridha-Nya, merasa takut terhadap ancaman siksa-Nya serta berkonsentrasi dan menghayati ayat-ayat suci Al-Qur’an dan bacaan-bacaan shalat

lainnya. Akan tetapi menurut jumhur ulama’ (mayoritas

ulama’), hukum khusyuk dalam shalat adalah sunnah, bukan

wajib mengingat betapa sulit dan susahnya meraih khusyuk dalam shalat sehingga banyak orang yang tidak mampu

meraihnya. Sungguhpun demikian, jumhur ulama’ bersepakat

bahwa khusyuk merupakan syarat diterimanya shalat. Sementara itu para sufi seperti Imam Al-Ghazali dan Sufyan Ats-Tsauri berpendapat lebih keras lagi, yaitu bahwa khusyuk merupakan syarat sahnya shalat, sehingga barang siapa tidak khusyuk dalam shalat, maka batal-lah shalatnya. Karena shalat adalah bermunajat, berdialog dan berkomunikasi dengan Allah Swt, maka seorang yang tidak khusyuk, tidak menghadirkan hatinya didalam shalat, maka ia dinilai belum bermunajat, belum berdialog dan belum berkomunikasi dengan-Nya. Oleh karena itu shalatnya dinilai tidak sah dan menjadi batal (El-Sutha, 2016: 99-100).

2) Usaha dan langkah menuju shalat khusyuk

(62)

44

dan langkah-langkah komprehesif yang bersifat kontinyu, antara lain:

a) Meningkatkan kualitas iman.

b) Meningkatkan kualitas pemahaman terhadap ajaran Islam. c) Mensucikan badan dan kotoran, najis dan hadats.

d) Membersihkan pakaian dan tempat shalat dari najis e) Menutup aurat.

f) Mengetahui secara pasti (yakin) bahwa waktu shalat telah masuk.

g) Menghadap kiblat.

h) Melatih konsentrasi terhadap seluruh bacaan dan gerakan (perbuatan) dalam shalat.

d. Shalat berjamaah

(63)

45

Islam saling bahu-membahu dalam mewujudkan tegaknya kebenaran dan kebaikan (El-Sutha, 2016 : 154).

Diantara keutamaan shalat berjamaah adalah terdapat dalam hadist berikut :

Begitu besarnya keutamaan dalam mengerjakan shalat secara berjamaah, sehingga para sahabat Rasulluah Saw., kaum

tabi’in, dan para safush shaleh, mereka semua sangat termotivasi

dan bersemangat untuk senantiasa istiqomah dalam mengerjakan shalat secara berjamaah seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulluah Saw., para Khulafaur Rasyidin (Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) mereka adalah orang sangat konsisten dalam melaksanakan shalat berjamaah di sisi Rasulluah Saw. bahkan setelah Rasulluah Saw. wafat sekalipun (El-Sutha 2016: 161).

e. Bergegas ketika panggilan shalat sudah berkumandang

(64)

46

10. Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al-Jumu’ah: 10)

Menjalankan ibadah shalat fardhu di awal waktu adalah bentuk kedisiplinan yang tinggi seorang hamba, bagaikan disiplin seorang patriot sejati di medan pertempuran yang rela berkorban jiwa dan raga untuk membela negara. Shalat di awal waktu adalah suatu bentuk kesadaran yang dalam seorang hamba akan arti hidup dan kehidupan. Rela sejenak meninggalkan kesibukan dalam galau duniawi, mencari keteduhan jiwa bertatapan dengan Ilahi (Iqbal Hamdi, 2006 : 45-46).

f. Hikmah ibadah shalat

Menurut Saiful Hadi El-Suttha : 2016, ada beberapa hikmah ibadah shalat diantaranya:

1) Shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar

2) Shalat adalah sarana berdialog dan bermunajat (berdo’a) 3) Shalat adalah sarana menghapus dosa

(65)

47

6) shalat adalah senjata untuk meraih kemenangan

7) shalat meneguhkan hati dan menghindarkan dari sifat bakhil 8) shalat melatih disiplin dan konsentrasi dalam melaksanakan

pekerjaan

9) shalat membersihkan sifat-sifat buruk yang bersemayam dalam diri

10) shalat menyehatkan jasmani dan rohani 11) shalat membina solidaritas sosial

12) shalat mendekatkan diri kepada Allah serta menciptakan kasih sayang dalam kehidupan.

4. Pengaruh keteladanan orang tua dan prestasi belajar pendidikan agama islam terhadap pengamalan ibadah shalat fardhu

(66)

48

orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anaknya kepada guru di sekolah.

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, dari merekalah anak-anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga (Zakiyah Daradjat, 2011 : 35). Orang tua tidak boleh berpandangan bahwa setelah anak dimasukkan ke dalam lembaga pendidikan orang tua hanya bertanggung jawab dalam hal pembiayaan saja, akan tetapi orang tua tetap berkewajiban membimbing dan memberi arahan bagaimana cara bersikap dimanapun berada kepada anak saat anak tengah bersama keluarga (Siti Sukrillah, 2014: 291)

Menurut Juliana Langowuyo (2011) yang dikutip oleh Agus Wibowo (2013), pihak yang paling bertanggung jawab untuk mendidik, mengasuh dan membesarkan anak-anak menjadi generasi yang tangguh adalah orang tua. Mereka merupakan orang yang paling dekat dengan anak sehingga kebiasaan dan segala tingkah laku yang terbentuk dalam keluarga menjadi contoh dan dengan mudah ditiru anak.

Berdasarkan pendapat Juliana tersebut, maka dapat kita simpulkan bahwa keteladanan orang tua adalah faktor utama keberhasilan pendidikan di dalam keluarga. “Air cucupan atap,

(67)

49

kaitannya dengan teladan orang tua atas anak. Menurut peribahasa itu, tabiat perilaku atau apa saja dari orang tua akan menurun atau diikuti

oleh anaknya. Peribahasa yang senada adalah : “buah jatuh tak jauh

dari pohonnya.” Selain itu, banyak penelitian psikologi yang

memngungkap bahwa sebagian besar yang anak-anak pelajari tidak berasal dari apa yang orang tua katakan ketika mengajar anaknya, namun sebagian besar anak-anak belajar dari teladan orang tuanya ( Agus Wibowo, 2013: 81).

Menurut Nasih Ulwan, bahwa memberikan teladan yang baik dalam pandangan Islam merupakan metode yang dapat membekas dalam anak didik. Ketika anak menemukan pada diri kedua orang tua dan pendidiknya suatu teladan yang baik dalam segala hal, ia akan meneguk prinsip-prinsip kebaikan yang membekas dalam jiwanya. Ketika orang tua menginginkan sang anak tumbuh dalam kejujuran, amanah, kasih sayang, jauh dari perbuatan yang tidak diridhai oleh agama, hendaklah kedua orang tua memberikan teladan, misalnya dalam berbuat kebaikan, menjauhi kejahatan, menanggalkan kehinaan, mengikuti yang hak, dan meninggalkan yang batil (Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida, 2012, 169).

Keteladanan yang baik memiliki pengaruh yang cukup besar

pada diri seorang anak. Anak akan selalu meniru tabi’at orang tuanya

(68)

50

menjadi apa saja yang diajarkan orang tuanya melalui perilaku diri mereka sendiri.

Selain orang tua sekolah juga berperan penting dalam mendidik anak. Pada dasarnya sekolah harus merupakan suatu lembaga yang membantu bagi tercapainya cita-cita keluarga dan masyarakat, khususnya masyarakat Islam, dalam bidang pengajaran yang tidak dapat secara sempurna dilakukan dalam rumah dan masjid. Bagi umat Islam, lembaga pendidikan yang dapat memenuhi harapan ialah lembaga pendidikan Islam, artinya bukan sekedar lembaga yang di dalamnya diajarkan pelajaran Islam, melainkan suatu lembaga pendidikan yang secara keseluruhannya bernafaskan Islam. Hal itu hanya mungkin terwujud jika terdapat keserasian antara rumah dan sekolah (Zakiyah Daradjat, 2011: 74).

Islam merupakan syariat Allah bagi manusia yang dengan

bekal syari’at itu manusia beribadah. Agar manusia mampu memikul

dan merealisasikan amanat besar itu, syari’at iu membutuhkan

pengamalan, pengembangan, dan pembinaan. Pengembangan dan pembinaan itulah yang dimaksud dengan pendidikan Islam (Abdurrahman An Nahlawi, 1995 : 25)

(69)

51

manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya, berbangsa, dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Wiyani, 2012 : 90).

Sehubungan dengan pengamalan ibadah shalat anak orang tua dan lembaga sekolah sama-sama memiliki peran penting dalam mendidik dan membiasakan anak dalam pengamalan ibadah shalat fardhu anak. Orang tua dalam memberikan ibadah shalat tidak hanya memerintahkan anak untuk mengerjakan shalat, akan tetapi dalam diri orang tua terdapat teladan yang baik dalam ibadah shalat. Dengan demikian anak secara langsung akan meniru orang tuanya.

Begitupun sekolah, menurut Zakiyah Daradjat melalui pendidikan agama islam anak diharapkan dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama islam yang telah diyakininya secara menyeluruh. Jadi ketika anak melakukan pembelajaran disekolah diharapkan anak tidak hanya paham materi saja akan tetapi anak mampu mengamalkan atau mengaplikasikan apa yang di dapat dari pembelajaran yang didapat dari sekolah (Zakiah Daradjat, 2011: 86).

(70)

52

orang tua dan lembaga sekolah sangat berperan penting untuk mendidik dan membiasakan anak shalat sejak kecil.

Bagi umat Islam, shalat lima waktu merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa ditawar. Dalam situasi dan kondisi apa pun meskipun sedang berperang, dalam perjalanan atau sedang menderita sakit parah sekali pun, sepanjang akalnya masih sehat, kewajiban shalat tidak boleh ditinggalkan. Begitulah karena shalat adalah tiang agama, maka barang siapa yang mendirikan shalat, berarti ia telah mendirikan agama. Sebaliknya, barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti ia telah merobohkan agama. Lebih dari itu, kelak di akhirat, amal perbuatan manusia yang pertama kali dimintakan pertanggungjawaban oleh Allah Swt adalah shalat (El-Sutha, 2016: 9).

B. KAJIAN PUSTAKA

Kajian pustaka dimaksudkan untuk memperkaya wawasan peneliti tentang tema atau fokus kajian dan menghindari duplikasi penelitian. Dalam penelitian ini kajian pustaka diangkat dari skripsi-skripsi terdahulu.

(71)

53

Keagamaan Islam Terhadap Pengalaman Ibadah Shalat (Studi

Kasus Anak-Anak Keluarga Petani Di Dusun Kerep Desa Jombor

Kec. Tuntang, Kab. Semarang Tahun 2015). Dengan temuannya yaitu ada pengaruh positif antara pembinaan keagamaan Islam terhadap pengamalan ibadah shalat anak ( studi kasus pada keluarga petani di Dusun Kerep Desa Jombor Kec. Tuntang, Kab. Semarang tahun 2015). Hal ini dapat dilihat dengan hasil angket dari pembinaan keagamaan islam yang memperoleh kategori tinggi mencapai 80%, kategori sedang 20% dan kategori rendah 0%. Sedangkan hasil untuk pengamalan ibadah shalat anak yang memperoleh kategori tinggi mencapai 13,33% , kategori sedang mencapai 70% dan kategori rendah 16,67%. Dari analis yang telah dilakukan secara sistematik diperoleh hasil akhir rhitung sebesar 0,0609 berada di atas r tabel pada taraf signifikan 5% yaitu 0,361 dengan N=30.

2. Skripsi Urip Muyasaroh mahasiswa Pendidikan Agama Islam IAIN

Salatiga tahun 2010, yang berjudul: “Hubungan Keteladanan

Orang Tua Dan Perilaku Ibadah Anak Sehari-Hari di MIM

Al-Huda Banjarejo 1 Kecamatan Kaliangkrik Kabupaten Magelang

Tahun 2011”. Temuan peneliti ini menunjukkan keteladanan orang

(72)

54

diketahui nilai minimal 56, nilai maksimal 60 dan nilai rata-rata 58,67. Sedangkan pengaruh antar keduanya diketahui dari nilai hasil analisis korelasi rhitung 0,596. Nilai korelasi yang diperoleh, apabila dikonsultasikan dengan nilai r tabel. Sedangkan nilai r tabel adalah 0,463 pada taraf signifikansi 1%. Maka nilai rhitung lebih besar dari nilai rtabel, jadi terdapat pengaruh positif antara variabel Keteladanan Orang Tua Terhadap Perilaku Ibadah Siswa MIM Al-Huda Banjarejo 1 Kecamatan Kaliangkrik Kabupaten Magelang Tahun 2011.

3. Skripsi Sunarto mahasiswa Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2010, yang berjudul: “Pengaruh Keteladanan Orangtua Terhadap Keberhasilan Pendidikan Agama Anak di Dusun

Doplang I Desa Pakis Kecamatan Bringin Kabupaten Semarang

Tahun 2010”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat

keteladanan orang tua yang berada pada kategori baik mencapai 13,3%, kategori sedang 33,3% dan kategori kurang 53,4%, keberhasilan pendidikan agama yang berada pada kategori baik mencapai 26,6%, kategori sedang 33,4% dan kategori kurang 40%, dan ada pengaruh secara positif dan signifikan antara keteladanan orang tua dengan keberhasilan pendidikan agama anak di Dusun Doplang 1 Desa Pakis Kecamatan Bringin.

(73)

55

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Umi Muyasaroh menekankan pada keteladanan orang tua dan perilaku ibadah anak sehari-hari. Kemudian penelitian yang dilakukan Aji Abidin menekankan pada pengaruh pembinaan keagamaan Islam terhadap pengalaman ibadah shalat. Sehingga pada penelitian kali ini terdapat perbedaan pada jumlah variabel yang akan diteliti, responden, tempat dan tahun penelitian. Jadi, peneliti tertarik untuk meneliti kembali penelitian yang sejenis guna membuktikan teori yang sudah ada, dengan tiga variabel penelitian yaitu keteladanan orang tua, prestasi belajar pendidikan agama islam dan pengamalan ibadah shalat fardhu.

C. HIPOTESIS

Hipotesis (hypo = sebelum; thesis = pernyataan, pendapat) adalah suatu pernyataan yang pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk diuji dalam kenyataan empiris. Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, atau pengamatan dengan teori. Hipotesis

mengemukakan “pernyataan tentang harapan peneliti mengenai

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan morfologi eritrosit dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi yang dilakukan identifikasi pada mikroskop tidak selalu menghasilkan interpretasi baik atau normal, namun

Beberapa hasil penelitian tersebut memberikan, gambaran bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu proses pembelajaran yang dapat melibatkan siswa lebih aktif

tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang

(ROE) dan ukuran pasar (EPS) secara parsial terhadap return saham pada perusahaan sektor pertanian yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2012 s.d. Untuk

Berdasarkan pembahasan di atas maka dalam penelitian ini akan dilakukan pemodelan tiga dimensi struktur bawah permukaan pulau Flores dan sesar naik belakang busur ( back

Mengacu pada struktur pembiayaan investasi jalan tol Depok-Antasari, komponen risiko yang terdapat dalam investasi jalan tol meliputi risiko pada tahap pra konstruksi

Menurut Sutabri dalam jurnal Rahmawati & Rachmat (2018:169), Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan