• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbaikan Ransum dan Penggunaan Probiotik Saccharomyces cerevisiae dalam Ransum terhadap Total Bakteri Asam Laktat dan Kesehatan Ayam Kedu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbaikan Ransum dan Penggunaan Probiotik Saccharomyces cerevisiae dalam Ransum terhadap Total Bakteri Asam Laktat dan Kesehatan Ayam Kedu"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Perbaikan Ransum dan Penggunaan Probiotik

Saccharomyces

cerevisiae

dalam Ransum terhadap Total Bakteri Asam Laktat

dan Kesehatan Ayam Kedu

(Effect of Ration Improvement and Probiotic Use of

Saccharomyces cerevisiae

in Improved Ration on Lactic Acid Bacteria and Health of Kedu Chicken)

Bambang Sukamto, Sari DA, Tristiarti

Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Kampus Undip Semarang bambang.sukamto@rocketmail.com

ABSTRACT

This research aimed at observing effect of probiotic yeast Saccharomyces cerevisiae ration on lactic acid bacteria (LAB) and health status of Kedu chicken. A total of 90 Kedu chickens (72 females with an average weight 1,636.13+109.51 g and 18 males with an average weight 1,850.54+120.89 g) aged 12 months. Experiment was done based on a completely randomized design (CRD) 2x3 factorial with three replications. The first factor was ration namely farmer ration and improved ration. Factor II is the addition of S. cerevisiae

level of 0; 2 and 4%. Parameters measured were total LAB and ratio H/L. Results showed that there was an interaction between type of diet and addition of S. cerevisiae levels, significantly (P<0.05) decreased H/L ratio, where treatment R1T1 0.96 (the highest) and R2T3 0.46 (lowest) to indicate the most healthy. Partially, lower improved ration increased total LAB. In conclusion the addition of S. cerevisiae in improved ration increased total LAB and resulted in better health conditions.

Key Words: Repair Ration, Probiotics, Lactic Acid Bacteria, Chicken Health

ABSTRAK

Penelitian bertujuan mengamati penggunaan probiotik Saccharomyces cerevisiae atau ragi roti dalam ransum peternak terhadap bakteri asam laktat (BAL) dan derajat kesehatan ayam Kedu. Digunakan 90 ekor ayam Kedu (72 ekor betina dengan berat badan rata-rata 1.636,1±109,51 g dan 18 ekor jantan dengan berat badan rata-rata 1.850,54 ±120,89 g) umur 12 bulan. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 2x3 dengan tiga kali ulangan. Faktor I adalah ransum yaitu ransum milik peternak dan ransum perbaikan. Faktor II adalah level penambahan S. cerevisiae 0; 2 dan 4%. Parameter yang diamati adalah total BAL dan rasio H/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara jenis ransum dan level, penambahan S. cerevisiae nyata (P<0,05) menurunkan rasio H/L, yaitu perlakuan R1T1 0,96 (paling tinggi) dan R2T3 0,46 (paling rendah) sebagai indikasi paling sehat. Secara parsial ransum perbaikan meningkatkan total BAL. Disimpulkan bahwa penambahan S. cerevisiae pada ransum perbaikan memberikan respon dapat meningkatkan total BAL dan kondisi kesehatan yang lebih baik.

Kata Kunci: Perbaikan Ransum, Probiotik, Bakteri Asam Laktat, Kesehatan Ayam

PENDAHULUAN

Saccharomyces cerevisiae merupakan fungi uniseluler berukuran 5-12 µ, berkembang biak dengan membentuk tunas berkecambah dan strukturnya mempunyai dinding polisakarida tebal yang menutup protoplasma, termasuk khamir uniseluler yang tersebar luas di alam. Fungi ini penghasil potensial β-glukan karena sebagian besar dinding selnya tersusun atas

β-glukan (Thantowi et al. 2007). Beta β-glukan (β-glukan) memiliki berbagai aktivitas biologis sebagai antioksidan, antikolesterol dan peningkat sistem imun. Saccharomyces cerevisiae mampu mengikat mikotoksin pada bahan makanan dan terbukti efektif mengurangi pengaruh negatif aflatoksin pada ayam (Mobiuddin 2000). Saccharomyces cerevisiae merupakan jenis khamir yang dapat dipakai sebagai probiotik (Thantowi et al.

(2)

2007). Pengujian terhadap S. cerevisiae

sebagai probiotik dilakukan secara in vitro

dengan melakukan uji kemampuan daya hidup terhadap asam-asam organik, garam empedu dan uji pada pH rendah (Agarwal et al. 2000). Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip kerja probiotik adalah melekat dan berkolonisasi pada dinding saluran pencernaan, berkompetisi dengan mikroba patogenik terhadap nutrisi tertentu, mampu memproduksi zat antimikroba serta menstimulasi mukosa usus. Pemberian probiotik menyebabkan pH dalam usus turun sehingga motilitas saluran pencernaan meningkat yang berakibat meningkatkan absorbsi dan pemanfaatan nutrien makanan menjadi lebih baik (Wahyono 2002).

Semua spesies bakteri asam laktat (BAL) tergolong Gram positif, tidak membentuk spora, tidak motil, tidak menghasilkan katalase, merupakan kelompok spesies bakteri yang mampu membentuk asam laktat dari aktivitas hasil metabolisme karbohidrat dan tumbuh pada pH rendah (Misgiyarta & Widowati 2002). Bakteri asam laktat mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen dengan cara memfermentasikan gula sehingga menghasilkan asam laktat yang menyebabkan pH menjadi rendah. Penurunan pH menyebabkan bakteri yang tidak tahan asam pertumbuhannya terhambat (Schlegel & Schmidt 1999).

Mekanisme aktivitas S. cerevisiae dalam melindungi inangnya yaitu menstimulus sistem kekebalan di tingkat jaringan limfoid usus, degradasi toksin bakteri oleh enzim proteolitik yang dihasilkannya, penghambatan perlekatan bakteri patogenik pada saluran pencernaan melalui pemecahan sel reseptor bakteri patogenik (Murwani 2008). Fungsi utama adalah merespon terhadap antigen (benda asing) dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan kekebalan seluler (Frandson 1992).

Terdapat dua macam sistem kekebalan yaitu seluler dan humoral. Kekebalan seluler terbentuk apabila suatu antigen menyentuh dan merangsang T-limfosit yang berasal dari sel-sel batang sumsum tulang dan diproses di dalam timus. Kekebalan humoral dihasilkan sebagai respon terhadap interaksi suatu antigen spesifik dengan limfosit yang mengalami pemprosesan yang disebut B-limfosit yang diproses dalam bursa fabrisius yaitu organ limfosit yang

terletak di dekat kloaka (Frandson 1992). B-limfosit berfungsi sebagai imunitas humoral yang mampu menyerang antigen dengan memproduksi antibodi. Limfosit T berperan menghancurkan benda asing serta membantu limfosit B dengan mengaktifkan makrofag untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan infeksi mikroba (Tizard 1987). Gross & Siegel (1993) menyatakan bahwa respon hemotologi utama adalah terjadinya perubahan rasio heterofil dan limfosit pada sel leukosit. Jumlah sel heterofil darah akan meningkat dan jumlah sel limfosit menurun pada unggas yang mengalami stres. Nilai heterofil/limfosit (H/L) 0,2 (rendah), 0,5 (optimal) dan 0,8 (tinggi) terhadap stres (Gross & Siegel 1993). Hasil penelitian Shareef & Al-Dabbagh (2009) pemberian S. cerevisiae sebanyak 2% dalam ransum mampu meningkatkan jumlah sel leukosit dari 25x103 mm3 menjadi 27x103 mm3 serta mampu menurunkan rasio H/L. Mekanisme S. cerevisiae dalam melindungi inangnya yaitu menstimulus sistem kekebalan di tingkat jaringan limfosit usus, degradasi toksin bakteri oleh enzim proteolitik yang dihasilkan, penghambatan perlekatan bakteri patogen pada sel saluran pencernaan melalui sel reseptor bakteri patogen (Murwani 2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengamati penggunaan probiotik S. cerevisiae atau ragi roti dalam ransum peternak dan ransum perbaikan terhadap BAL dan derajat kesehatan ayam Kedu.

MATERI DAN METODE

Ayam Kedu betina dewasa umur 12 bulan, bobot badan 1.636,13±109,51 g sebanyak 72 ekor secara acak ditempatkan ke dalam 18 unit kandang semi intensif berukuran 5x2x3 m. Sumber S. cerevisiae adalah ragi roti. Komposisi dan kandungan nutrisi ransum peternak dan perbaikan disajikan pada Tabel 1. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), pola faktorial 2x3 dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah jenis ransum, ransum peternak (R1) dan ransum perbaikan (R2). Faktor kedua adalah level penambahan ragi roti yaitu 0% (T1), 2% (T2) dan 4% (T3) sehingga kombinasi perlakuan adalah :

(3)

R2T1: Ransum perbaikan + 0% ragi roti; R1T2: Ransum peternak + 2% ragi roti; R2T2: Ransum perbaikan + 2% ragi roti; R1T3: Ransum peternak + 4% ragi roti; R2T3: Ransum perbaikan + 4% ragi roti.

Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrisi ransum perlakuan Komposisi ransum (%) R1 R2 Dedak padi 30,00 50,00 Konsentrat 50,00 24,00 Bungkil kedelai 15,00 - Tepung ikan - 14,00 CaCO3 - 5,00

Tepung kulit kerang - 3,00

Premix 5,00 4,00 Jumlah 100,00 100,00 Kandungan nutrien Protein kasara 11,03 15,03 Lemak kasara 4,51 3,29 Serat kasara 15,18 10,58 Kalsiumb 1,51 2,81 Fosforb 0,71 0,66

Energi metabolis (kkal/kg)c 2.429 2.647 aHasil analisis Laboratorium Ilmu Makanan Ternak,

Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro; bHasil analisis Laboratorium Biokimia

Nutrisi, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro; cDihitung berdasarkan

rumus Balton

Total bakteri asam laktat

Perhitungan total BAL menggunakan sampel ekskreta dari masing-masing perlakuan dikoleksi, kemudian dihitung total BAL menggunakan metode hitung cawan (HC) dengan beberapa tahapan yaitu persiapan alat dan media, pengenceran, pencawanan dan perhitungan total bakteri. Sampel diambil 0,5 g untuk diencerkan dengan 4,5 ml NaCl fisiologis dalam tabung reaksi. Pengenceran dilakukan sampai dengan 10-7. Sampel dari hasil penngenceran 10-5, 10-6, 10-7 ditanam ke media MRS (de man rogosa sharpe). Penanaman menggunakan metode permukaan (surface/spread plate) yaitu sampel sebanyak 0,1 ml dituangkan ke permukaan media agar steril dan padat yang telah diencerkan pada

cawan petri. Sampel disebar ke seluruh permukaan MRS agar dengan cara goresan menggunakan jarum ose yang telah disterilkan. Cawan petri diamati dan dihitung total BAL setelah diinkubasi selama 24 jam. BAL yang hidup adalah yang mampu membentuk koloni. Koloni yang tumbuh pada media untuk setiap pengenceran dihitung dengan rumus berdasarkan Fardiaz (1989).

Total BAL = Jumlah koloni Faktor pengenceran

Rasio heterofil/limfosit

Pengambilan sampel darah diambil dari vena sayap yang disebut vena brachialis

sebanyak 3 ml dengan syringe, kemudian dimasukkan ke dalam tabung plastik yang mengandung ethyline diamine l 2. tetra acetic acid (EDTA) yang disimpan dalam box es. Sampel darah yang diperoleh di-sentrifuge

dengan kecepatan 3.000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan antara serum dan plasma. Pengamatan jumlah heterofil limfosit dilakukan dengan melihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali berdasarkan bentuk (Shini 2002). Penentuan kadar hematokrit dilakukan dengan menggunakan metode mikrohematokrit, untuk perhitungan jumlah heterofil dan limfosit ditentukan dengan menggunakan metode preparat ulas pewarnaan Giemsa (Campbell 1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang dikaji berkaitan dengan kesehatan ternak meliputi kolesterol total, rasio H/L dan total BAL dapat dilihat pada Tabel 2.

Total bakteri asam laktat

Hasil uji menunjukkan tidak ada interaksi antara Ri dan Ti pada peubah total BAL.

Jenis ransum nyata (P<0,05) meningkatkan BAL dalam ekskreta. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa kualitas ransum perbaikan lebih baik daripada ransum peternak sehingga asupan nutrien mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Menurunnya bakteri patogen dan meningkatkan bakteri Gram positif seperti

(4)

Tabel 2. Total BAL dan rasio H/L pada ayam Kedu yang diberi beda jenis ransum dan level penambahan

S. cerevisiae

Parameter Jenis ransum Level penambahan S. cerevisiae Rata-rata

T1 T2 T3 Total BAL R1 8,13x104 3,17x104 3,57x104 4,96x104b R2 2,33x105 1,16x105 1,90x105 1,18x105a Rata-rata 1,57x105a 0,74x105c 1,12x105b Rasio H/L R1 0,96a 0,59c 0,71bc 0,75 R2 0,77b 0,59c 0,46cd 0,60 Rata-rata 0,87b 0,59 0,59

Superskrip berbeda pada nilai rata-rata masing-masing faktor terhadap total BAL dan rasio H/L menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

BAL. Menurut Frandson (1992) daya tahan tubuh dipengaruhi oleh asupan nutrisi dalam pakan. Hasil penelitian Uswanto et al. (2010) menunjukkan bahwa perbaikan formulasi ransum pada ayam Kedu mampu meningkatkan total BAL dalam usus. Penambahan S. cerevisiae 4% menghasilkan total BAL paling tinggi pada usus yaitu 1,6x105 cfu/g dibandingkan dengan kontrol 1,1x105 cfu/g dan pada level 2% 0,36x105 cfu/g. Probiotik bekerja sebagai bioregulator dalam saluran pencernaan dan memperkaya kandungan bakteri inangnya (Murwani 2008).

Hasil penelitian Hassanein & Soliman (2010) penggunaan 1,6% S. cerevisiae dalam ransum ayam petelur mampu meningkatkan total Lactobacillus sp. dalam digesta. Penambahan 2% S. cerevisiae menghasilan total BAL nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan level 0 dan 4%. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa pada level 2%, total BAL dalam usus jumlahnya paling sedikit, sedangkan E. coli yang ada di ekskreta jumlahnya paling banyak yaitu 7,02x106 dan total E. coli dalam usus paling sedikit 1,15x106. Rendahnya E. coli dalam usus dan tingginya E. coli dalam ekskreta menunjukkan bahwa S. cerevisiae mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen dan dikeluarkan bersama ekskreta.

Saccharomyces cerevisiae sebagai probiotik merupakan bioregulator yang dapat menyeimbangkan mikroflora usus dan memperkuat pertahanan melalui peningkatan melawan kolonisasi bakteri patogen (Murwani 2008). Faktor yang mempengaruhi kinerja probiotik antara lain komposisi mikroba pada

saluran pencernaan, umur ayam yang digunakan dan jenis probiotik yang digunakan (Kompiang 2009).

Rasio heterofil limfosit

Perbaikan ransum dan penambahan level

S. cerevisiae mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Ransum perbaikan dapat meningkatkan asupan nutrisi bagi tubuh untuk membentuk sistem kekebalan (Frandson 1992). Tampaknya

S. cerevisiae mampu mencegah koloni bakteri patogen yang menyebabkan penyakit, seperti

Salmonella sp. dan E. coli sehingga tidak mampu berkembang dalam saluran pencernaan dan keseimbangan mikroba saluran pencernaan tetap terjaga kondisi mikrobanya (Newman 2001).

Rasio H/L 0,2 termasuk rendah, 0,5 (optimal) dan 0,8 (tinggi) (Gross & Siegel 1993). Secara keseluruhan, dalam penelitian ini rata-rata rasio H/L adalah 0,68. Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara Ri dan Ti pada rasio H/L. Ransum peternak dengan penambahan S. cerevisiae 2% dan ransum perbaikan dengan penambahan S. cerevisiae 2 dan 4% mendekati normal. Jumlah sel heterofil darah akan meningkat dan jumlah sel limfosit menurun pada ayam yang mengalami stres. Heterofil merupakan jajaran pertama dalam sistem pertahanan untuk melawan infeksi dengan cara migrasi ke daerah yang terinfeksi bakteri. Fungsi utama limfosit adalah respon terhadap antigen dengan membentuk antibodi yang bersirkulasi di dalam darah atau dalam pengembangan kekebalan seluler (Frandson 1992).

(5)

Respon S. cerevisiae terhadap rasio H/L pada ransum perbaikan pada level 4%, yaitu 0,46. Hal tersebut menunjukkan bahwa asupan nutrisi sangat penting dalam rangka membentuk daya tahan tubuh, terutama protein sangat berperan dalam pembentukan organ sistem imun dan antibodi, vitamin A, C dan E sebagai antioksidan dan mineral Zn dan Fe yang mempengaruhi imunitas humoral dan seluler (Fatmah 2006). Saccharomyces cerevisiae mampu meningkatkan sistem pertahanan tubuh melalui aktivasi sel darah putih seperti makrofag (Ahmad 2005). Rasio H/L pada penambahan level S. cerevisiae 2 dan 4% tidak berbeda karena level 2% sudah cukup untuk meningkatkan ketahanan tubuh. Sebagai probiotik merupakan bioregulator yang dapat menyeimbangkan mikroflora usus dan memperkuat pertahanan melalui peningkatan kemampuan melawan bakteri patogen dan peningkatan sistem imun (Murwani 2008). Hasil penelitian Paryad & Mahmoudi (2008) penambahan 2% S. cerevisiae dalam ransum mampu menurunkan rasio H/L. Demikian pula penelitian Shareef & Al-Dabbagh (2009) pemberian S. cerevisiae sebanyak 2% dalam ransum mampu meningkatkan jumlah sel leukosit dari 25x103 mm3 menjadi 27 x103 mm3.

KESIMPULAN

Penggunaan S. cerevisiae memberi respon meningkatkan bakteri asam laktat dan menurunkan bakteri patogen serta rasio H/L yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal N, Kamra DN, Chaudhary LC, Sahoo A, Pathak NN. 2000. Selection of Saccharomyces cerevisiae strains for use as a microbial feed additive. Lett Appl Microbiol. 31:270-273. Ahmad RZ. 2005. Pemanfaatan khamir

Saccharomyces cerevisiae untuk ternak. Wartazoa. 15:49-55.

Campbell TW. 1995. Avian hematology and cytology. 2nd ed. Ames (US): Iowa State University Press.

Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi pangan I. Jakarta (Indonesia): PT Gramedia Utama.

Fatmah. 2006. Respon imunitas yang rendah pada tubuh manusia usia lanjut. Makara Kesehatan. 10:47-53.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan fisiologi ternak. Yogyakarta (Indonesia): Gadjah Mada University Press.

Gross WB, Siegel PB. 1993. Evaluation of heterophil lymphosyte ratio as a measure of stress in broiler chicken. J Avian Dis. 27:972-979.

Hassanein SM, Soliman NK. 2010. Effect of probiotic (Saccharomyces cerevisiae) adding to diets on intestinal microflora and performance of hy-line layer hens. J Am Sci. 6:159-169.

Kompiang IP. 2009. Pemanfaatan mikroorganisme sebagai probiotik untuk meningkatkan produksi ternak unggas di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian. 2:177-191. Misgiyarta, Widowati. 2002. Seleksi dan

karakterisasi bakteri asam laktat (BAL) indigenus. Dalam: Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman. Bogor (Indonesia): Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. hlm. 374-381.

Mobiuddin SM. 2000. Handling mycotoxin in contaminated feedstuff. Poult Int. 1:46-52. Murwani R. 2008. Aditif pakan. Semarang

(Indonesia): Universitas Negeri Semarang Press.

Newman K. 2001. The MOS factor from yeast culture-A true growth promoter for pigs and chicks and now pets. Feed Times. 6:18-19. Paryad A, Mahmoudi M. 2008. Effect of different

levels of supplemental yeast (Saccharomyces cerevisiae) on performance, blood constituents and carcass characteristics of broiler chicks. Afr J Agric Res. 3:835-842.

Schlegel HG, Schmidt K. 1999. Mikrobiologi umum. Edisi ke-6. Baskoro T, Wattimena JR, penyunting. Yogyakarta (Indonesia): Gadjah Mada University Press.

Shareef AM, Al-Dabbagh ASA. 2009. Effect of probiotic (Saccharomyces cerevisiae) on performance of broiler chicks. Iraqi J Vet Sci. 23:23-29.

Shini S. 2002. Physiological responses of laying hens to the alternative housing system. Poult Sci. 2:357-360.

Thantowi A, Kismiati, Nurwantoro S. 2007. Produksi B-glukan Saccharomyces cerevisiae

(6)

pada air-lift fermentor. Biodiversitas. 8:253-256.

Tizard L. 1987. Veterinary imunology an introduction. Philadelphia (PA): WB Saunders Company.

Uswanto, Wahyuni HI, Sukamto B, Mangisah I, Suthama N. 2010. Konsentrasi bakteri asam laktat dalam usus halus, laju digesta dan kecernaan serat kasar akibat perbaikan kualitas pakan pada ayam Kedu. Dalam:

Prosiding Seminar Nasional Unggas ke IV. Semarang, 7 Oktober 2010. Semarang (Indonesia): Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.

Wahyono F. 2002. Pengaruh prebiotik terhadap tingkat konsumsi ransum pertambahan berat badan dan kolesterol darah ayam broiler yang diberi ransum tinggi lemak jenuh dan tidak jenuh. J Trop Anim Dev. 27:36-44.

DISKUSI Pertanyaan:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi antar perlakuan, secara nyata menurunkan rasio H/L dan meningkatkan total BAL. Bagaimana konsumsi bisa menurun dengan bertambahnya level S. cerevisiae dan bagaimana dapat disimpulkan kondisi kesehatan materi perlakuan lebih baik?

2. Pada umur berapa S. cerevisiae diberikan pada ayam Kedu? Sebenarnya adakah kaitan faktor umur dan lama pemberian S. cerevisiae pada ayam sehingga dapat meningkatkan performansnya?

3. Kenapa materi penelitian melibatkan jantan dan betina?

4. Kandungan asam laktat yang tinggi di saluran pencernaan akan merusak mukosa usus, terutama pada individu yang masih berumur dini, pH rendah di saluran pencernaan akan berakibat buruk pada kesehatan saluran ini. Bagaimana menurut anda?

Jawaban:

1. Saccharomyces cerevisiae sendiri adalah materi yang siap dimetabolisme lebih lanjut menjadi protein pakan. Ransum dengan penambahan S. cerevisiae menjadi ransum yang lebih baik secara nutrisi, terlebih pada ransum perbaikan. Pemberian ransum yang baik akan menurunkan H/L sistem kekebalan tubuh meningkat sehingga diasumsikan kesehatan ayam menjadi lebih baik.

2. Ayam Kedu yang digunakan sebagai materi penelitian berumur 12 bulan. Yeast dapat digunakan pada saat ayam masih pada masa starter, dari sini dapat disarankan bahwa pemberian S. cerevisiae dapat diberikan pada semua tingkatan umur ayam.

3. Sebenarnya ini adalah bagian dari penelitian besar untuk melihat hal-hal yang lebih luas pada ayam Kedu. Penggunaan materi jantan dan betina digunakan untuk melihat kualitas reproduksi terutama pada pejantan ayam Kedu.

4. Digesta asam dari lambung, setelah masuk duodenum pH akan naik, ketika bertemu dengan Ca bikarbonat digesta akan semakin netral. Pada saluran digesta bagian belakang, Saccharomyces cerevisiae akan berkembang dan akan menurunkan Escherichia coli.

Gambar

Tabel  1.  Komposisi  dan  kandungan  nutrisi  ransum
Tabel 2.  Total  BAL  dan  rasio  H/L  pada  ayam  Kedu  yang  diberi  beda  jenis  ransum  dan  level  penambahan

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan aplikasi taksasi tebu berbasis website untuk memprediksi hasil panen tebu, yang bisa di manfaatkan oleh

pembinaan. Di atas disebutkan bahwa terdapat 4 faktor dalam kaitannya dengan keputusan responden mengundurkan diri dari OKPM. Faktor hidup doa, selain tiga

Tata cara penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua

Menimbang bahwa majelis dipersidangan telah mengingatkan jaksa penuntut umum tentang belum cukupnya bukti untuk menuntut terdakwa di persidangan dengan memerintahkan agar

Selain tumbuhan air lokasi penangkapan Ikan Putak (Notopterus notopterus) di rawa banjiran Desa Belanti Kecamatan Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir

Pada tindakan ini hampir semua mahasiswa merespon pertanyaan maupun ungkapan dari dosen dan teman yang lain, walaupun cara meresponnya dalam bahasa inggris

Berdasarkan hasil uji kelayakan oleh ahli media untuk pembuatan media pembelajaran oleh Mahasiswa pada mata kuliah pendidikan multimedia di program studi Teknologi

siswa pada mata pelajaran Produktif Akuntansi Kelas X Akuntansi SMK Pasundan 1 Kota Bandung. Untuk mengetahui pengaruh minat belajar dan kesulitan belajar terhadap