• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISTRIBUSI DAN KELIMPAHAN BAKTERI Enterococcus spp. DI PERAIRAN TERUMBU KARANG KEPULAUAN SPERMONDE MAKASSAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DISTRIBUSI DAN KELIMPAHAN BAKTERI Enterococcus spp. DI PERAIRAN TERUMBU KARANG KEPULAUAN SPERMONDE MAKASSAR"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

DISTRIBUSI DAN KELIMPAHAN BAKTERI Enterococcus

spp. DI PERAIRAN TERUMBU KARANG KEPULAUAN

SPERMONDE MAKASSAR

S K R I P S I

OLEH :

MUSDALIFAH

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

(2)

DISTRIBUSI DAN KELIMPAHAN BAKTERI Enterococcus

spp. DI PERAIRAN TERUMBU KARANG KEPULAUAN

SPERMONDE MAKASSAR

Oleh:

MUSDALIFAH

L111 09 276

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana pada Program Studi Ilmu Kelautan

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Universitas Hasanuddin

JURUSAN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2013

(3)

ABSTRAK

MUSDALIFAH, L111 09 276. “Distribusi dan Kelimpahan Bakteri

Enterococcus spp. di Perairan Terumbu Karang Kepulauan Spermonde

Makassar”. Di bawah bimbingan Arniati Massinai selaku Pembimbing Utama dan Jamaluddin Jompa selaku Pembimbing Anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan bakteri

Enterococcus spp. di perairan terumbu karang Kepulauan Spermonde Makassar, sedangkan kegunaannya yaitu sebagai bahan informasi untuk kehadiran jumlah Bakteri Enterococcus spp. di Kepulauan Spermonde Makassar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi tentang kelimpahan bakteri Enterococcus spp.

Pengambilan sampel dilakukan di perairan Pulau Laelae, Pulau Samalona dan Pulau Barranglompo dengan memasukkan botol sampel dimiringkan 45 ⁰

kedalam kolom air dengan kedalam 10 cm dari permukaan. Inokukasi bakteri dengan menyaring air sampel sebanyak 50 mL, kemudian kertas saring yang mengandung bakteri ditanam pada medium selektif Enterococcus Slanetz-Bartley inkubasi suhu 40⁰ C selama 48 jam. Perhitungan jumlah koloni bakteri dengan berdasarkan perhitungan Standar Plate Counts (SPC). Keterkaitan antara parameterr lingkungan dengan keberadaab bakteri Enterococcus dianalis dengan Principle Component Analysis (PCA). Hasil yang didapatkan bakteri

Enterococcus terdapat pada semua lokasi penelitian yaitu Pulau lae-lae (4,258 x 104) , Pulau Samalona (0,617 x 104), Pulau barrang lompo (4, 981 x 104) dan Pulau Kodingarengkeke (4,398 x 104). Keberadaannya dicirikan oleh bahan organik, nitrat dan fosfat yang relatif tinggi. Kelimpahan tertinggi bakteri

Enterococcus ditemukan di Pulau Barranglompo dan terendah di Pulau Samalona.

Kata kunci: Distribusi Kelimpahan, Bakteri Enterococcus spp., Terumbu Karang, Spermonde.

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : Distribusi dan Kelimpahan Bakteri Enterococcus spp di Perairan Terumbu Karang Kepulauan Spermonde Makassar

Nama Mahasiswa : Musdalifah

Nomor Pokok : L111 09 276

Program Studi : Ilmu Kelautan

Jurusan : Ilmu Kelautan

Skripsi Telah Diperiksa dan Disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Arniati Massinai. M. Si Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M. Sc

NIP : 196606141991031002 NIP : 196703081990031001

Mengetahui

:

Dekan, Ketua,

Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Program Studi Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP. Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si

NIP : 19611201 198703 2 000 NIP : 19631120 199303 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Musdalifah di lahirkan pada tanggal 18 Maret 1991 di Dawi-dawi Pomalaa, Sulawesi Tenggara, anak kedua dari 6 bersodara dari Ayahanda Drs. H. Mustarii dan Ibunda Syamsiar.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di MIN (Madrasah Ibtidaiya Negeri) Pelambua tahun 2002, pendidikan lanjutan di SMPN 1 Abuki tahun 2005 dan SMAN 1 Pomalaa tahun 2008.

Melaului Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN) pada tahun 2009, penulis diterima di Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

Penulis aktif dalam berbagai Organisasi di Kelautan diantaranya yaitu Marine Science Diving Club Universitas Hasanuddin (MSDC-UH) periode 2012-2013, pengurus Senat Kelautan Universitas Hasanuddin periode 2009-2012, pengurus Mushalla Bahrul Ulum Kelautan (MBUK) periode 2010-2012, dan pengurus CSC (Coral Study Club). Penulis juga pernah menjadi sebagai asisten dari beberapa mata kuliah yaitu Botani Laut, Avertebrata, Koralogi dan Mikrobiologi.

Penulis menyelesaikan rangkaian tugas akhir, masing-masing mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kec. Suppa Kab. Pinrang tahun 2012 dan Praktek Kerja Lapang (PKL) yang dilaksanakan di Desa Tassiwalie Kec. Suppa Kab. Pinrang tahun 2012. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul “Distribusi dan Kelimpahan Bakteri Enterococcus spp. Di Perairan Terumbu Karang Kepulauan Spermonde Makassar” .

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkah dan anugerah-Nyalah sehingga penelitian dan skripsi ini dapat tersele-saikan dengan baik. Seiring selesainya penulisan skripsi ini, perkenankanlah penulis pada kesempatan ini menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak, yakni terurai sebagai berikut:

1. Ucapan khusus kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda Drs. H. Mustarih dan Ibunda tercinta Syamsiar, yang telah melahirkan, membesarkan dan mendidik penulis dalam menimba ilmu pengetahuan sampai kepada penyelesaian studi, demikian pula kepada saudara(i) ku

Musyahidah, Muhammad Riswan, Muhammad Radiyal, Muhammad Fadli dan Muhammad Rifki yang telah banyak mendorong dan memberi semangat, terutama di akhir penyelesaian studi penulis.

2. Para pembimbing penulis, ibu Dr. Ir. Arniati, M.Si (Pembimbing Utama), bapak Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa. M. Sc (Pembimbing Anggota) serta para penguji, Bapak Drs. Sulaiman Gosalam, M, Si. Bapak Dr. Safyuddin Yusuf, St. M. Si, ibu Dr. Ir. Shinta Werorilangi, M. Sc yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan dan mengarahkan, serta memberi petunjuk-petunjuk yang sangat berguna dari tahap awal sampai kepada tahap akhir penulisan skripsi ini.

3. Ibu Prof. Dr. Ir. Andi Niartiningsih, MP sebagai Dekan FIKP-UH serta sebagai penasehat akademik yang selalu memberikan nasehat dan

(7)

saran-saran yang membangun bagi penulis , Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si sebagai Ketua Jurusan Ilmu Kelautan FIKP-UH.

4. Bapak Kepala Puslit LP3K,Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa. M. Sc atas bantuan dana dalam menyelesaikan penelitian

5. Seluruh staf Bapak/Ibu Dosen pengajar pada Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin yang tidak sempat disebutkan namanya satu per satu, yang telah membekali ilmu kepada penulis sejak awal terdaftarnya sebagai mahasiswa hingga akhir penyelesaian studi ini. Serta seluruh staf Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin terkhususnya untuk Bapak Syam yang telah membantu kelancaran dan kemudahan penulis.

6. Untuk H. Mone, H. Jumsana dan Siti Hasnah Hafid, terimakasih banyak untuk pengorbanan dan doa restu yang di berikan pada penulis.

7. Kepada sahabat dan teman teristimewa Asri Nur, Ainun Jegess, S.Ikom Eva Mustika Sari, S.Pd dan Niramala Sari yang telah menyemangati dan selalu hadir dalam suka duka penulis.

8. Kepada seluruh rekan mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin, Khususnya Angkatan Kosong Sembilan “KOSLET” (Kla’09) dan untuk teman-teman seperjuangan Nur Tri Handayani, Steven, Nurhikmah, Ekalisdayanti, Azmi Utami Putri, Emmi Suliastiningsih, Mayang Sari Takdir, Fahri Angriawan, Muh.Akhsan, Tarsan, Eko Yunianto, M.Yahya Anwar, Hasbi Afsansyah, Sapiullah, Liandri Agung Permadi, Nurzahraeni, Nurfadillah, Sry Swarni Abu Bakar, Jezsy Patiri, Hasanah, Nurwahidah, Jumniati, Noviety Tandiseru, Nugraha maulana, Syamsul Rizal, Riswan, Nirwan, Matchudo Eka Prasetya, Dedof Indra Agung, Takbir, A. Mahatir, dan Muh. Iksan Terimakasih

(8)

atas segala toleransi yang tinggi dan kerjasamanya selama ini serta kebersamaannya.

9. Untuk Baso Hamdani, Muhammad Arifuddin, Eka Lisdayanti, S.Kel,

Nur Tri Handayani, Azmi Utami Putri, Fahri Angriawan, dan Nur Abu

yang telah membantu penulis dalam proses pengambilan data penelitian dii lapangan.

10. Seluruh mahasiswa Ilmu Kelautan, penulis banyak belajar tentang rasa persaudaraan, susah, senang, canda dan tawa di Koridor Ilmu Kelautan

bersama kalian dan teman-teman Posko KKN UNHAS GEL. 82 Desa

Maritenggae Kecematan Suppa Kabupaten Pinrang.

Penulis menyadari bahwa keterbatasan yang tuhan berikan kepada

penulis

karena

hanya

tuhanlah

yang

memiliki

kesempurnaan

menyebabkan skripsi ini masih akan memiliki kekurangan dan kelemahan.

Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan dari segenap

pembaca demi melengkapi kekurangan penyususnan skripsi ini. Akhir

kata, penulis mengharapkan skripsi ini memberikan manfaat dalam

perkembangan ilmu pengetahuan di masa depan amin ya rabbal alamin.

Makassar, Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN ... 13

A. Latar Belakang ... 13

B. Tujuan dan Kegunaan ... 15

C. Ruang Lingkup Penelitian ... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 16

A. Bakteri Laut ... 16 1. Morfologi bakteri ... 16 2. Sifat-Sifat Fisiologi ... 17 3. Kecenderungan Perlekatan ... 18 4. Penyebaran ... 18 5. Pertumbuhan bakteri ... 19

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri ... 21

B. Bakteri Enterococcus spp. ... 25

III. BAHAN DAN METODE ... 27

A. Waktu dan Tempat ... 27

B. Alat Dan Bahan ... 28

C. Prosedur Penelitian ... 28

1. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel ... 28

2. Pengambilan Data di Lapangan ... 28

D. Analisis Data ... 32

(10)

A. Distribusi bakteri Enterococcus spp. ... 33

B. Kelimpahan Bakteri Enterococcus spp. ... 35

IV. SIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. Simpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bentuk sel bakteri : a. E.coli (batang), b. Enterococcus spp. (bulat), c.

Treponema palladium (spiral), d. Vibrio harvei (koma)

(Sumber:http://www.turbosquid.com) ... 16 2. Kurva pertumbuhan mikroba (sumber: Brock & Madigan,1991) ... 19 3. Bakteri Entrococcus ... 26 4. Peta penelitian yag terdiri dari lokasi pengambilan sampel yakni P.Laelae,

P.Samalona, P.Barranglompo, P.Kodingarengkeke, yang berada dalam

Kepulauan Spermonde. ... 27 5. Warna koloni bakteri Enterococcus pada medium selectif Slanetz & Bartley

yang berasal dari Kepulauan Spermonde Makassar: a. P. Laelae; b. P. Samalona; c. P. Barranglompo; d. P. Kodingarengkeke (Keterangan = 1, daerah tepi; 2, daerah karang) ... 33 6. koloni bakteri Enterococcus spp. pada medium Slanetz dan Bartlay

(Sumber : Biokar diagnostics , Akses (11-01-2013 pukul 11:01 WITA). ... 33 7. Histogram kelimpahan rata-rata jumlah bakteri Enterococcus spp. di

Kepulauan Spermonde Makassar ... 35 8. Histogram kelimpahan bakteri di setiap lokasi pengamatan ... 37 9. Biplot keterkaitan antara parameter lingkungan dengan kelimpahan bakteri

Enterococcus spp. di Kepulauan Spermonde untuk setiap stasiun: a.

P.Laelae; b.P. Samalona; c. P. Barranglompo; d. P. Kodingarengkeke ... 38 10. Pola arus di Kepulauan Spermonde Kota Makassar ... 39

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Urutan kerja isolasi bakteri di lapangan ... Error! Bookmark not defined.

2. Pembuatan medium selektif entrococci slanetz-bartley medium (iso 7899-2), penanaman , inkubasi bakteri di Laboratorium Mikrobiologi Laut Jurusan Ilmu Kelautan Unhas ... Error! Bookmark not defined.

3. Perhitungan koloni bakteri setelah inkubasi suhu 40 o C selama 48 jam Error! Bookmark not defined.

4. Morfologi koloni bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari P. Laelae .. Error! Bookmark not defined.

5. Morfologi koloni bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari P. Samalona ... Error! Bookmark not defined.

6. Morfologi koloni bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari P.

Barranglompo... Error! Bookmark not defined.

7. Morfologi koloni bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari

P.Kodingarengkeke ... Error! Bookmark not defined.

8. Data kualitas air dan hasil Principle Componenent Analysis (PCA) ... Error! Bookmark not defined.

9. Analisis PCA ... Error! Bookmark not defined.

10. Data hasil perhitungan jumlah koloni bakteri dan hasil analisis

Nested Anova ... Error! Bookmark not defined.

11. Tabel Perbandingan Jumlah Bakteri di setiap lokasi pengamatan ... Error! Bookmark not defined.

12. Tabel Jumlah Rata-rata Bakteri dan Standar Eror ... Error! Bookmark not defined.

13. Anasted anova ... Error! Bookmark not defined.

(13)

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bakteri Enterococcus spp. di lingkungan perairan dijadikan sebagai indikator kualitas suatu perairan. Selain itu juga merupakan indikator kehadiran bakteri patogen yang lainnya (Suriaman, 2008). Enterococcus spp. adalah bakteri yang termasuk didalam golongan faecal coliform yang mendiami saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah panas yang kemudian keluar dari fases dan merupakan patogen pada manusia (Gaman dan Sherrington, 1992). Selanjutnya dikatakan jumlah koloni bakteri golongan berkorelasi positif dengan kehadiran bakteri patogen yang lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai indikator kualitas perairan.

Perairan laut merupakan penampungan terakhir semua jenis limbah baik berasal dari daratan maupun dari laut itu sendiri. Aktivitas manusia dan aliran sungai membawa partikulat dari daratan berupa sedimen dan bahan organik yang kemudian masuk ke dalam laut, akibatnya terjadi pencemaran eutrofikasi, fragmentasi habitat dan introduksi bakteri patogen di perairan laut (Aeby et al., 2008). Bakteri Enterococcus spp. berasal dari tinja manusia dan hewan yang merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari daratan akan masuk ke lingkungan laut terikut dengan limbah cair dan padat melalui aliran air, kemudian dengan adanya arus dan pasang memungkinkan bakteri tersebut masuk ke terumbu karang dan perairan laut lepas.

Sebagai indikator pencemaran bahan organik dari tinja kehadiran

Enterococcus spp. di terumbu karang dapat mengindikasikan bahwa terdapat jumlah bahan organik yang relatif tinggi. Kandungan bahan organik yang tinggi merupakan faktor pembatas bagi kehidupan karang. Hal ini dapat

(14)

mengakibatkan stress pada karang sehingga dapat terinfeksi penyakit yang berakibat pada kematian karang (Massinai, 2012)

Penelitian tentang bakteri di lingkungan perairan laut telah banyak dilakukan seperti Massinai (2012) meneliti tentang bakteri yang berasosiasi

dengan karang yang terinfeksi penyakit growth anomaly di kepulauan

Spermonde Sulawesi Selatan, Ningsih (2010) meneliti tentang jenis dan kelimpahan bakteri Actinomycetes pada Muara Sungai Limbangan Kabupaten Pangkep. Penggunaan bakteri golongan coliform sebagai indikator pencemaran biologis perairan Pantai Losari Kota Makassar (Sudarto, 2005) hasil yang didapatkan yaitu perairan pantai losari telah tercemar bakteri coliform kerena telah melampaui nilai baku mutu yang telah ditetapkan untuk kegiatan budidaya. Kelimpahan bakteri pendegradasi serasah lamun pada ekosistem terumbu karang dan padang lamun di Pulau Barrang Lompo Makassar (Yahya, 2005) . Sedangkan penelitian tentang bakteri Enterococcus spp. sudah banyak di lakukan di luar indonesia yaitu perbandingan respon antara total bakteri coliform, fekal coliform dan Enterococcus spp. sebagai indikator kualitas perairan untuk keperluan rekreasi di California dan United States-Mexico (Noble,

et al., 2003) hasil yang di dapatkan bahwa bakteri Enterococcus spp. merupakan indikator bakteri yang melebihi standar dari 104 MPN atau 100 ml/Cfu sehingga daerah California mendapatkan tiga kategori bakteri indikator yang masih diteliti, Distribusi dan potensi bakteri patogen enterik di perairan pantai selatan Kerala, India (Sudhanandh et al., 2012). Namun belum ada penelitian tentang bakteri

Enterococcus spp. khususnya di Kepulauan Spermonde Sulawesi Selatan. Kepulauan Spermonde terdapat di bagian selatan Selat Makassar, terbentang dari utara ke selatan sejajar pantai daratan Pulau Sulawesi (Vuuren, 1920 dalam Klerk, 1983), Kab. Pangkep dan Kab. Barru. Hutchinson (1945)

(15)

dari daratan utama menjadi 4 zona, yaitu Inner Zone, (zona I), Middle Inner Zone

(zona II), Middle Outer Zone (Zona III) dan Outer Zone (Zona IV).

Beberapa pulau di Kepulauan Spermode yang berpenghuni, ada yang kepadatan penduduknya tinggi dengan aktivitas yang tinggi pula dan ada yang jumlahnya sedikit. Penduduk yang padat dengan aktivitas yang tinggi pada daerah pulau akan menghasilkan buangan limbah yang relatif tinggi, termasuk limbah organik yang berasal dari tinja.

Berdasarkan hal tersebut di atas bakteri Enterococcus spp. dapat mempengaruhi kehidupan biota laut dan kehidupan manusia maka perlu dilakukan penelitian tentang distribusi dan kelimpahan bakteri Entrococcus di Kepulauan terumbu karang Spermonde Kota Makassar.

B. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi dan kelimpahan Bakteri

Enterococcus spp. di perairan terumbu karang Kepulauan Spermonde Makassar, sedangkan kegunaannya yaitu sebagai bahan informasi untuk kehadiran jumlah Bakteri Enterococcus spp. di Kepulauan Spermonde Makassar

C. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini melingkupi : isolasi Bakteri Enterococcus spp., perhitungan jumlah koloni dan pengamatan paremeter lingkungan yaitu pH, kekeruhan, oksigen terlarut , BOT, fosfat, dan nitrat dilakukan di laboratorium.

(16)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bakteri Laut

Mikroorganisme laut mampu mendiami seluruh bagian laut, mulai dari permukaan air laut hingga dasar laut yang terdalam. Beberapa jenis bakteri darat dan air tawar dapat bertahan hidup dalam larutan garam, keadaan ini membuat bakteri darat dan air tawar akan ditemukan hidup bersama-sama secara bebas dengan bakteri laut. Sebagian besar bakteri laut bergerak secara aktif yang diperkirakan kemampuan bergerak sebagai hasil adaptasi kehidupan perairan (Zobell, 1946).

1. Morfologi bakteri

Bakteri te rmasuk dalam golongan prokariotik uniseluler, tidak mempunyai selubung inti, pada umumnya mempunyai ukuran sel 0,5-1,0 μm kali 2,0-5,0 μm,

dan terdiri dari tiga bentuk dasar yaitu bentuk bulat atau kokus, batang atau basil, koma dan spiral (Gambar 1). Pada umumnya tidak memiliki klorofil namun ada diantaranya yang berklorofil sehingga mampu berfotosintesis yaitu Sianobakteri. Bakteri melakukan reproduksi secara aseksual dengan pembelahan biner (Dwidjoseputro,1985).

Gambar 1. Bentuk sel bakteri : a. E.coli (batang), b. Enterococcus spp. (bulat), c. Treponema palladium (spiral), d. Vibrio harvei (koma) (Sumber:http://www.turbosquid.com)

(17)

Berdasarkan komposisi dinding sel, bakteri dibedakan atas dua golongan yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (Pelczer dan Chan 1986). Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memberi respon berwarna biru keunguan jika dilakukan uji pewarnaan Gram, karena pada bakteri gram positif memiliki kandungan peptidoglikan > 50 %, memiliki asam teikoat, polimer yang bersifat asam yang mengandung ribitol fosfat atau gliserol fosfat. Asam teikoat ini bermuatan negatif, sehingga menyebabkan muatan negatif pada permukaan sel bakteri Gram-positif (Lay & Sugyo 1992). Sedangkan bakteri Gram negatif memberikan respon warna merah disebabkan memiliki kandungan lapisan membran luar, yang meliputi peptidoglikan, kehadiran membran ini menyebabkan dinding sel bakteri kaya akan lipida (11-22%) polisakarida dan protein. Lipida dan polisakarida ini berhubungan erat dan membentuk struktur khas yang disebut lipopolisakarida (LPS) (Brock et al.1994).

Pewarnaan yang digunakan pada umumnya berbentuk senyawa kimia khusus yang akan memberikan reaksi mengenai bagian tubuh bakteri. Karena pewarna tersebut berbentuk ion yang bermuatan positif ataupun negatif.

2. Sifat-Sifat Fisiologi

Bakteri laut mampu mencerna hampir semua senyawa organik dan sebagian besar senyawa anorganik akan mengalami perubahan akibat kegiatan bakteri laut. Secara umum bakteri laut lebih kuat dalam hal mencerna protein dari pada karbohidrat.

Zobell & Grant (1943) memperlihatkan bahwa semua bakteri laut yang heterotrifik mampu mengasimilasi glukosa, hanya 40-60% sediaan yang di amati mampu mem-fermentasi glukosa dan menghasilkan asam, tapi tidak satupun yang menghasilkan gas. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan fermentasi, tapi mungkin pula karena sifat efiseinsi dalam mencerna

(18)

senyawa organik yang berguna baginya. Hampir semua bakteri laut akan melepas amonia dari hasil pencernaan pepton dan 75% memiliki kemampuan mencairkan gelatin.

3. Kecenderungan Perlekatan

Bakteri laut memiliki kecenderungan untuk berasosiasi dengan suatu lapisan permukaan padat. Bakteri yang hidup di laut dengan nutrien yang amat encer, amat tergantung pada substrat yang dilekatinya. Dengan demikian sangatlah wajar sebagian besar bakteri laut menjadi teradaptasi dengan kehidupan sesil, terutama akibat rendahnya kandungan nutrien dalam air laut (Sidharta, 2000).

Zobell (1943) mengamati bahwa 50 dari 96 sediaan yang bebeda kecenderungan perlekatan dan semuanya memiliki kemampuan melekat pada benda yang dimasukkan ke dalam kolom air laut.

4. Penyebaran

Penyebaran bakteri di laut dipengaruhi oleh banyak faktor, demikian juga dinamika faktor-faktor tersebut. Gerakan air laut misalnya, suatu saat dekat pantai, tapi pada saat berikutnya sudah berada sekian kilometer jaraknya. Hal ini membawa akibat pada penyebaran bakteri laut, terutama yang melayang-layang dalam kolom air.

Faktor lain yang mempengaruhi penyebaran bakteri adalah jarak dari pantai, kedalaman, cahaya matahari, iklim, dan organisme lain. Kedekatan jarak terhadap pantai menentukan banyaknya jumlah populasi bakteri dan tidak tergantung kedalaman atau suhu perairan. Sedangkan berkurangnya kelimpahan bakteri dengan semakin jauhnya jarak dari pantai merupakan khas bagi lingkungan laut (Sidaharta, 2000).

(19)

5. Pertumbuhan bakteri

Pertumbuhan bakteri, dapat ditinjau dari dua segi, yaitu pertumbuhan sel secara individu dan pertumbuhan kelompok sebagai satu populasi. Pertumbuhan sel diartikan sebagai adanya penambahan volume-sel serta bagian-bagian sel lainnya, yang diartikan pula penambahan kuantitas isi dan kandungan didalam selnya. Sedangkan pertumbuhan populasi merupakan akibat dari adanya pertumbuhan individu, misalnya dari satu sel menjadi dua, dari dua menjadi empat, dari empat menjadi delapan dan seterusnya berjumlah banyak.

Pertumbuhan individu (sel) dapat berubah langsung menjadi perumbuhan populasi. Pada pertumbuhan populasi bakteri misalnya, merupakan gambaran jumlah atau massa sel yang terjadi pada saat tertentu. Didapatkan bahwa konsentrasi sel sesuai dengan jumlah sel per unit, sedang kerapatan sel adalah jumlah materi per unit volume.

Pada organisme prokariot seperti bakteri, pertumbuhan merupakan pertambahan volume dan ukuran sel dan juga sebagai pertambahan jumlah sel. Pertumbuhan sel bakteri biasanya mengikuti suatu pola pertumbuhan tertentu berupa kurva pertumbuhan (Gambar 2). Kurva pertumbuhan jasad hidup, khususnya mikroba, merupakan Gambaran dari fase pertumbuhan secara bertahap sejak awal hingga berhenti melakukan aktivitas atau fase kematian.

(20)

Pada Gambar diatas dijelaskan bagaimana kurva pertumbuhan bakteri dapat dipisahkan menjadi 5 fase utama ( Suriawiria,1995) yaitu :

a. Fase lag (fase lamban atau lag phase), pada fase ini perubahan bentuk dan pertumbuhan jumlah individu tidak secara nyata terlihat. Karena masih dalam penyesuaian atau fase adaptasi. Sehingga grafik yang terlihat selama fase pertumbuhan ini umumnya mendatar.

b. Fase eksponensial atau logaritmik (fase pertumbuhan cepat atau log phase), setelah setiap individu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru pada fase lag, maka mulailah mengadakan perubahan bentuk dan meningkatkan jumlah individu (sel) sehingga kurva meningkat dengan tajam (menanjak). Pada peningkatan ini diimbangi oleh beberapa faktor yaitu faktor biologis dimana bentuk dan jasad terhadap lingkungan yang ada serta asosiasinya, sedangkan faktor non-biologis dipengaruhi oleh kandungan sumber nutrien di dalam media, temperatur, kadar oksigen, cahaya dan sebagainya.

c. Fase pengurangan pertumbuhan yaitu berupa keadaan puncak dari fase logaritmik sebelum mencapai fase stasioner, dimana penambahan jumlah individu mulai berkurang atau menurun yang disebabkan banyak faktor antara lain berkurangnya sumber nutrien di dalam media, tercapai kejenuhan pertumbuhan dan sebagainya.

d. Fase stationer (fase statis atau stationary phase). Pada fase ini terjadi pengurangan sumber nutrian serta faktor-faktor yang terkandung di dalam tubuh bakteri, maka sampailah puncak aktivitas pertumbuhan yang tidak biasa dilampaui lagi. Sehingga gambar pada grafik akan mendatar.

e. Fase kematian merupakan akhir dari suatu kurva di mana jumlah individu secara tajam akan menurun sehingga pada grafik akan menurun kembali ke titik awal.

(21)

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri

Untuk pertumbuhan bakteri banyak faktor lingkungan yang akan berpengaruh. Sehingga dengan adanya faktor lingkungan tersebut akan memberikan jumlah peningkatan sel atau populasi keseluruhan yang berbeda dan akhirnya mempengaruh kurva pertumbuhan yang berlainan pula. Menurut Suriawiria, 1995 faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah:

1. Faktor biotik a. Bentuk jasad

b. Sifat jasad, terutama di dalam kehidupannya, apakah toleran terhadap suatu perubahan yang tiba-tiba ada , baik yang datang dari lingkungan yang bersifat hidup, salah satu contohnya yaitu hama.

c. Kemampuan jasad untuk menyusaikan diri dan tumbuh berkembang. Di alam jarang sekali ditemukan kehadiran jasad yang hidup sebagai biakan murni, tetapi selalu berada di dalam asosiasi dengan jasad-jasad lainnya.

2. Faktor abiotik

a. Susunan dan jumlah senyawa di dalam media, yang akibatnya adanya pertumbuhan akan berkurang.

b. Faktor-faktor luar yang menyertainya, seperti temperatur, cahaya, kelembaban dan sebagainya.

1) Temperature

Temperature merupakan salah satu faktor yang penting di dalam kehidupan. Beberapa jenis mikroba dapat hidup pada daerah temperature yang luas sedang jenis lainnya pada daerah yang terbatas. Pada umumnya batas daerah temperatur bagi kehidupan mikroba terletak antara 0 0C dan 90 0C.

(22)

Batas pH untuk pertumbuhan bakteri merupakan gambaran dari batas pH bagi kegiatan enzim. Bakteri memerlukan nilai pH antara 6,5-7,5.

3) Radiasi

Umumnya cahaya mempengaruhi daya merusak kepada sel bakteri yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis. Sedang dengan cahaya gelombang pendek dapat berpengaruh terhadap hidup.

4) Tekanan

Tekanan hidrostatik air laut merupakan fungsi kedalaman (terutama) dan juga suhu, klorinitas, kepadatan dan garis lintang. Tekanan akan meningkat sebesar 1 atm setiap perubahan kedalaman 10 M.

Menerut Johnson et al, (1954) menyatakan bahwa perubahan

tekanan beberapa atm tidak akan mempengaruhi kegiatan enzim. Pada kedalaman hingga 10.000 m dengan tekanan mencapai 1.000 atm, maka faktor tekanan memiliki pengaruh. Tekanan dapat mempengaruhi kelarutan senyawa kimia, meskipun pengaruhnya terhadap sifat-sifat fisik dan kimia air laut lebih rendah.

5) Salinitas

Konsentrasi seluruh bahan padat terlarut di air laut disebut dengan salinitas. Satuan part per thousand (ppt, bagian perseribu) atau per mille (%o ) atau bahan padat per kilogram air laut. Salinitas air laut permukaan biasanya berkisar antara 33-37 %o .

6) Senyawa Organik

Ketersediaan dan pemanfaatan bahan organik terlarut (BOT) maupun pertikel (BOP) dalam laut, menurut Putter (1980) mengemukakan teorinya bahwa hewan laut dapat memanfaatkan karbon organik terlarut. Jumlah BOT diwakili 1,2 -1,0 mg C organik dan 0,2 mg N

(23)

organik per liter, atau 1,5 kg BOT per m2 luas permukaan. Sedang C pertikel sebesar 0,3 dari angka tersebut pada kolom air yang lebih dalam.

c. Kehadiran senyawa yang mungkin dapat bersifat toksik atau meracuni terhadap jasad tersebut, baik yang datang dari luar ataupun diakibatkan oleh aktivitas jasad menyebabkan perubahan pH dsn C/N-rasio media. Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, Zn, Li dan Pb walaupun pada kadar yang sangat rendah akan bersifat toksik terhadap mikroba karena ion-ionat logam berat dapat bereaksi dengan gugusan senyawa sel. Anion seperti sulfat, tartat, klorida, nitrat dan benzoate, mempengaruhi kegiatan fisiologi bakteri.

Bakteri sangat membutuhkan nutrisi, yang diperlukan untuk pertumbuhan, sehingga diketahui beberapa tipe nutrisi bakteri adalah Autotrof, heterotrof, Fotoautotrof dan kemoautotrof. Bakteri Autotrof adalah bakteri yang mampu membuat makanannya sendiri, pertumbuhannya hanya membutuhkan air, garam anorganik dan karbon dioksida, kelompok ini mensintesis karbon dioksida menjadi sebagian besar metabolit organik esensial. Bakteri Heterotrofik adalah bakteri yang makanannya berupa senyawa organik dari organisme lain. membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhannya. Memperoleh bahan makanan dari sisa-sisa organisme misalnya daun yang gugur, susu, daging dan kotoran hewan. Bakteri fotoautotrof adalah bakteri yang menggunakan makanannya. Kemoautotrof adalah bakteri yang menggunakan energi kimia untuk mensintesis makanannya, energi ini diperoleh dari proses oksidasi senyawa anorganik.

Dalam menumbuhkan dan mengembang biakan mikroba diperlukan suatu suspensi yang disebut media. Media dapat dibuat dari bahan seperti toge, kentang, wortel, daging, telur, susu ataupun dari bahan buatan yaitu senyawa

(24)

kimia organik ataupun anorganik.

Bentuk media ditentukan oleh ada tidaknya penambahan zat pemadat seperti agar, glatin dsb. Dikenal ada 3 bentuk media yaitu media cair (kaldu cair) tidak ditambahkan zat pemadat. Media padat dengan menggunakan agar, merupakan media umum yang dipergunakan untuk pertumbuhan bakteri heterotrof. Dan media semi padat atau semi cair dengan zat padat 50% dipergunakan untuk pertumbuhan mikroba yang banyak memerlukan air, anaerobic atau fakultatif.

Tujuan lain penggunaan media untuk isolasi, seleksi, evaluasi dan diferensiasi biakan yang didapat, artinya penggunaan zat tertentu yang mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan. Setiap media mempunyai sifat (spesifikasi) tersendiri sesuai dengan maksudnya, adapun pembagian media berdasarkan sifatnya yaitu:

- Media umum dengan komposisi agar kaldu nutrisi digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan satu atau lebih kelompok mikroba secara umum.

- Media pengaya digunakan untuk memberikan kesempatan terhadap

suatu jenis atau kelompok mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat misalnya untuk memisahkan bakteri dari feses manusia.

- Media selektif hanya dapat digunakan untuk ditumbuhi oleh salah satu atau lebih jenis mikroba tertentu tetapi akan menghambat atau mematikan untuk jenis-jenis lainnya , contohnya media SS ( Salmonella-Shigella).

- Media differensial dipergunakan untuk menumbuhkan mikroba tertentu serta penentuan sifat-sifatnya seperti media agar darah yang dipergunakan untuk pertumbuhan bakteri hemolitik.

- Media penguji dipergunakan untuk pengujian senyawa mikroba atau benda tertentu dengan bantuan mikroba

(25)

- Media perhitungan dipergunakan untuk menghitung jumlah mikroba pada suatu bahan.

Pertumbuhan bakteri sangat berkaitan erat dengan kondisi fisik lingkungan diantaranya suhu dimana peroses pertumbuhan tergantung pada reaksi kimia dipengaruhi oleh suhu, oksigen adalah gas utama yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri berupa karbon dioksida dan pH yang optimum terletak antara 6,5 dan 7,5 tetapi ada beberapa bakteri yang dapat tumbuh pada pH rendah, atau tumbuh pada pH tinggi (basa) (Zaldi, 2009).

B. Bakteri Enterococcus spp.

Bakteri Enterococcus spp. adalah bakteri Gram positif, katalase negatif, berbentuk kokus, tidak motil, tidak membentuk spora dan bersifat patogen oportunistik. Genus Enterococcus spp. sejak 1899 telah diakui organisme usus yang habitatnya di usus manusia maupun hewan (Stiles & Holzapfel, 1997).

Bakteri Enterococcus spp. merupakan bakteri coliform yaitu bakteri yang hidup di dalam saluran pencernaan manusia bersifat anaerob fakultatif (golongan bakteri intestinal). Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform faekal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform faekal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen Jadi, coliform adalah indikator kualitas air digunakan sebagai indikator faecal kontaminasi air rekreasi, tetapi juga bisa terisolasi dari lingkungan alam yang belum terkontaminasi oleh bahan tinja (Ator dan Starzyk 1976; Pantai Act 2000).

Entrococcus spp. dapat tumbuh pada suhu berkisar antara 10 dan 45º C, dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama pada lingkungan, mentolerir garam yang tinggi (natrium klorida 5% (b / v)) dan telah diisolasi dari berbagai

(26)

lingkungan. (Domig et al., 2003.; Johnston & Jaykus, 2004, dan Tacconelli Cataldo 2008).

Gambar 3. Bakteri Entrococcus

Klasifikasi: Kingdom: Bacteria Division: Firmicutes Class: Bacilli Order: Lactobacillales Family: Enterococcaceae Genus: Enterococcus spp.

(Thiercelin & Jouhaud 1903) Schleifer & Kilpper-Bälz 1984

Jenis-jenis dari bakteri Entrococcus yaitu dari Species E. avium, E. durans, E. faecalis,E. faecium, E. gallinarum, E. solitaries, E. Moraviensis, E. hirae, E. mundtii, E. porcinus dan E. villorum (Klein, 2003).

Menurut Sherman mencatat bahwa Enterococcus spp. kelompok D

Streptokokus dan membedakan antara Streptokokkus dengan Enterococcus spp.

dengan hemolitik dan proteolitik reaksi, hemolisis ditentukan oleh plasmid (Stiles & Holzapfel, 1997)

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Enterococcus spp. yaitu BOT, karena bahan organik digunakan oleh bakteri Enterococcus spp. sebagai bahan makanan dan energinya dperoleh dari hasil oksidasi (Pescod, 1973). Kemudian bakteri Enterococcus spp. juga membutuhkan oksigen terlarut untuk menguraikan menjadi CO2 dan H2O.

(27)

III.

BAHAN DAN METODE

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2013. Pengambilan sampel air dilakukan di Pulau Laelae, Pulau Samalona, Pulau Barranglompo dan Pulau Kodingareng Keke pada Perairan di Kota Makassar. Isolasi bakteri dan perhitungan bakteri dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Laut Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.

Gambar 4. Peta penelitian yag terdiri dari lokasi pengambilan sampel yakni P.Laelae, P.Samalona, P.Barranglompo, P.Kodingarengkeke, yang berada dalam Kepulauan Spermonde.

(28)

B. Alat Dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada saat pengambilan sampel air di lapangan yaitu alat dasar untuk snorkling, kamera underwater, GPS, sabak, cool box, botol sampel, layang-layang arus, kompas dan kantong sampel. Sedangkan alat-alat yang digunakan di laboratorium adalah autoklaf, inkubator, laminar air flow, oven, timbangan analitik, cawan petri, labu Erhlenmeyer, pinset, gelas piala, pompa fakum, alat penyaring bakteri, spoid, baker glass 100 ml, saringan bakteri yang berukuran 0,45 µm, dan lampu bunsen.

Bahan-bahan yang digunakan adalah air sampel bakteri yang diperoleh dari lokasi penelitian, medium selektif Enterococcus spp. Slanetz - Bartley Medium (Conda, 1960), akuades steril, alkohol, spiritus, aluminium foil, tissue, gloves, masker dan kertas label.

C. Prosedur Penelitian

1. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel brdasarkan jarak dari daratan utama dilakukan pada Pulau Laelae (Lokasi 1), Pulau Samalona (Lokasi 2) dan Pulau Barranglompo (Lokasi 3), sedangkan Pulau Kodingarengkeke sebagai kontrol (Lokasi 4). Pada setiap lokasi penelitian dibagi menjadi 2 yaitu stasiun utara & timur, dan masing-masing stasiun dibagi menjadi 2 sub stasiun yaitu pada daerah dekat dengan daratan (tepi) dan daerah terumbu karang.

2. Pengambilan Data di Lapangan a. Pengambilan Sampel Bakteri

Pengambilan sampel air laut digunakan alat bantu berupa masker, snorkel dan fins. Sebelum mengambil sampel air laut terlebih dahulu mencuci botol dengan air laut sebanyak 3 kali untuk mengurangi kontaminasi dari bakteri lain. Pengambilan sampel air pada setiap sub stasiun sebanyak 3 kali ulangan

(29)

dilakukan dengan memasukkan botol sampel steril ke dalam kolom air ( sekitaran 30 cm dari permukaan ) memiringkan botol beberapa derajat dan langsung menutup botol sampel pada kolom air, agar mengurangi bakteri selain dari lingkungan tersebut. Setelah sampel diambil, masukkan langsung ke dalam cool box yang sudah berisi es batu, untuk dilakukan analisis ke laboratorium.

b. Pengambilan Data Kualitas Air

Pengambilan data kualitas air dengan cara mengambil air laut pada lokasi pengamatan dan dijadikan sampel untuk pengukuran kekeruhan, pH, Do, BOT, Fosfat dan Nitrat yang dilakukan di laboratorium Oseanografi kimia Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. pengukuran kecepatan arus dengan menggunakan layang-layang arus dengan cara meletakkan layang-layang arus ke permukaan air laut dan membiarkan terbawa oleh arus sambil menghitung waktunya menggunakan stopwatch hingga tali pengikatnya tegang/lurus, yang panjang talinya sudah ditentukan sepanjang 5 meter.

c. Analisis kualitas air (BOT, Nitarat dan Fosfat)

Penentuaan nitrat-nitrogen digunakan dengan Metoda Brucine (APHA, 1979) dengan metode kerja sebagai berikut:

1. Menyaring sebanyak 25-50 ml air sample dengan kertas saring Whatman no. 42 atau yang setara.

2. Mengambil air sampel yang telah disaring dengan menggunakan pipet tetes sebanyak 5,0 ml, lalu memasukkannya ke dalam tabung reaksi. 3. Menambahkan 0,5 ml Brucine, aduk. Biarkan 2-4 menit (jangan sampai

lebih).

4. Menambahkan 5 ml asam sulfat pekat (gunakan ruang asam), lalu diaduk dan dibiarkan sampai dingin.

(30)

5. Mengukur kadar Nitrat dengan menggunakan Spektrofotometer DREL 2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 420 nm. Mencatat nilai Nitrat yg tertera di layar Spektrofotometer DREL 2800.

Untuk mengukur Phospat digunakan metode asam askrobik (APHA, 1979) dengan metode kerja sebagai berikut:

1. Menyaring sebanyak 25-50 ml air sample dengan kertas saring Millipore

0,45 μm atau yang setara.

2. Mengambil air sampel yang telah disaring sebanyak 2,0 ml dengan menggunakan pipet tetes, masukkan ke dalam tabung reaksi.

3. Menambahkan 2,0 ml H3BO3 1%, lalu diaduk.

4. Menambahkan 3,0 ml larutan pengoksid Phosphat (campuran antara Asam sulfat 2,5 M,asam ascorbic & ammonium mlybdate) aduk. Biarkan satu jam, agar terjadi reaksi yang sempurna.

5. Mengukur kadar Fosfat dengan menggunakan Spektrofotometer DREL 2800 dalam satuan mg/L pada panjang gelombang 420 nm. Mencatat nilai Fosfat yg tertera di layar Spektrofotometer DREL 2800.

Sedangkan untuk mengukur BOT digunakan metode SNI (Standar Nasional Indonesia) dilakukan dengan metode kerja sebagai berikut:

1. Mengambil air sampel sebayak 50 ml , masukkan dalam Erhlenmeyer. 2. Menambahkan sebanyak 9,5 ml KMnO4 langsung dari buret.

3. Menambahkan 10 ml H2SO4 (1:4).

4. Memanaskan sampai suhu 70-80oC, kemudian angkat.

5. Menambahkan Natrium oksalat 0,01 N bila suhu sampel telah turun menjadi 60-70 oC, secara perlahan-lahan sampai tidak berwarna. Segera titrasi dengan KMnO4 0,01 N, sampai berubah warna (merah jambu/pink). Catat ml KMnO4 yang digunakan (x ml).

(31)

6. Pipet 50 ml aquades, lakukan prosedur (1-6), catat ml KMnO4 yang digunakan.

d. Isolasi bakteri 1. Sterilisasi alat

Semua peralatan yang akan digunakan terlebih dahulu disterilisasikan. Untuk botol sampel mula-mula dicuci dengan menggunakan air dan sabun, setelah itu dibilas dengan air mengalir lalu dibiarkan kering. Selanjutnya sterilisasi dengan panas basah menggunakan metode Outoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 2 atm selama 15 – 20 menit. Botol sampel yang sudah disterilisasi langsung dimasukkan ke dalam cool box yang sudah dibersihkan dengan menggunakan alkohol lalu ditutup rapat agar tidak terkena kontaminasi.

Untuk cawan petri sebagai wadah medium dilakukan sterilisasi dengan panas kering menggunakan metode pemanasan dengan Oven/sterilisasi dengan udara panas. Menempatkan cawan petri ke dalam Oven dengan mengatur suhu 160-180 oC dan dibiarkan selama 1-2 jam.

2. Penyaringan bakteri

Sebelum melakukan penyaringan sampel terlebih dahulu membuat medium yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri yaitu medium selektif Enterococcus

spp. Slanetz-Bartley Medium (Conda, 1960). Dengan komposisi yaitu Tryptone 2.0%, Yeast Extract 0.5%, Glucose 0.2%, Dipotassium phosphate 0.4%, sodium azide 0.04%, agar 1.0% dan Triphenyltetrazolium Chloride (TTC) 0.10%. Pembuatan medium dilakukan di laminary air flow agar tidak terjadi kontakminasi bakteri lain.

Selanjutnya melakukan penyaringan dengan menggunakan bantuan pompa fakum dan alat penyaring bakteri serta kertas saring yang berukuran 0,45 µm (Asepa, 2000). Kertas saring yang mengandung bakteri dimasukkan kedalam

(32)

cawan petri untuk diisolasi agar tidak terjadi kontaminasi, kemudian dimasukkan ke dalam cool box untuk selanjutnya diamati di laboratorium.

3. Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri

Perhitungan jumlah koloni bakteri dilakukan dengan metode hitungan cawan. Mengambil cawan yang ditumbuhi oleh bakteri lalu dihitung secara manual pada koloni yang terlihat, selanjutnya jumlah koloni dalam cawan dapat dihitung menggunakan Standar Plate Counts (SPC). Dengan rumus sebagai berikut:

D. Analisis Data

Perbedaan jumlah koloni bakteri Enterococcus spp. pada setiap lokasi penelitian dianalis dengan Nested ANOVA (Pallant, 2007) dengan menggunakan perangkat lunak SPSS Versi 17.0. Untuk mengetahui keterkaitan antara lokasi penelitian dengan parameter lingkungan terhadap jumlah koloni bakteri

Enterococcus spp. dilakukan analisis PCA (Principle Component Analysis). Serta menggunakan perangkat lunak Excel 2003.

(33)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Distribusi bakteri Enterococcus spp.

Penentuan distribusi bakteri Enterococcus spp. pada ke empat lokasi penelitian dilakukan pengamatan terhadap kultur bakteri dengan menggunakan medium selektif Slanetz & Bartley. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap bakteri yang telah dikultur pada suhu inkubasi 40⁰ C selama 2 hari didapatkan pertumbuhan koloni berwarna merah pada semua cawan petri (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa bakteri Enterococcus spp. menyebar pada perairan Kepulauan Spermonde Makassar yaitu Pulau Laelae, Pulau Samalona, Pulau Barranglompo, dan Pulau Kodingarengkeke. Koloni bakteri enterococcus berwarna merah telah diamati pula oleh Dufour (1984) yang diinokulasi pada medium selektif Slanetz & Bartley (Gambar 2).

Gambar 5. Warna koloni bakteri Enterococcus pada medium selectif Slanetz & Bartley yang berasal dari Kepulauan Spermonde Makassar: a. P. Laelae; b. P. Samalona; c. P. Barranglompo; d. P. Kodingarengkeke (Keterangan = 1, daerah tepi; 2, daerah karang)

Gambar 6. koloni bakteri Enterococcus spp. pada medium Slanetz dan Bartlay (Sumber : Biokar diagnostics , Akses (11-01-2013 pukul 11:01 WITA)).

(34)

Dalam Biokar (2013) mejelaskan tentang medium yang di gunakan untuk menumbuhkan bakteri Enterecoccus spp. adalah Medium Slanetz and Bartley

yaitu media selektif yang di gunakan untuk mengetahui jumlah bakteri

Enterococcus spp. dalam air limbah maupun perairan laut dan berbagai produk biologis yang berasal dari manusia dan hewan berdarah panas. Dalam metode standar untuk mendeteksi Streptokokus tinja dan kelompok Enterococcus spp.

menggunakan teknik filtrasi membran, yang di ingkubasi dengan suhu 37o C selama 48 jam.

Bakteri Enterococcus spp. melimpah pada setiap lokasi pengamatan kemungkinan dipengaruhi oleh faktor dari aktivitas penduduk dan oseanografi fisika yang terjadi alami di perairan laut. Keberadaan bakteri Enterococcus spp.

sangat tergantung dari nutrien diperairan yang berasal dari bahan organik. Bahan Organik merupakan salah satu bahan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dengan tingginya kadar Bahan Organik akan meningkatkan pertumbuhan mikroba patogen (Kline et al, 2006).

Keberadaan bakteri Enterococcus di Pulau Laelae kemungkinan

disebabkan oleh aktivitas manusia yang relatif tinggi dan bahan organik yang berasal dari daratan utama. Rendahnya jumlah bakteri Enterococcus di Pulau Samalona kemungkinan kurangnya pembuangan limbah tinja pada perairan. Pulau Samalona selain memiliki penduduk yang kurang padat juga dijadikan sebagai objek wisata bahari, sehingga memiliki fasilitas WC pribadi dan umum. Kehadirannya dalam jumlah bakteri Enterococcus relatif melimpah di Pulau Barranglompo kemungkinan disebabkan oleh pendududuk membuang tinja langsung ke perairan di sekitar pulau. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dufour (1984) bahwa bakteri Enterecoccus spp merupakan bakteri idikator penentuan tingkat kontaminasi kotoran pada perairan wisata bahari. Selanjutnya

(35)

direkomendasikan untuk keperluan rekreasi renang adalah 33/100mL sedangkan untuk wisata bahari yaitu 35/100mL. Hal ini sejalan dengan rekomendasi oleh United State Environmental Protection Agency Usepa (2012) (Tabel 1). Sedangkan untuk di pulau kodingarengkeke yang tidak berpenghuni kehadiran bakteri enterococcus kemungkinan terbawa oleh arus dan pengaruh pasang surut.

Tabel 1. Rekomendasi untuk wisata berenang dari kelimpahan bakteri (Usepa, 2012)

B. Kelimpahan Bakteri Enterococcus spp.

Kelipahan bakteri Enterococcus pada daerah tepi antara 5,4 x 104 - 70 x 104 , sedangkan pada daerah terumbu karang antara 3,1 x 104 – 50,6 x 104 . Rata – rata jumlah bakteri Enterococcus spp. pada empat lokasi di Kepulauan Spermonde disajikan pada Gambar 7 dan Lampiran 10.

Gambar 7. Histogram kelimpahan rata-rata jumlah bakteri Enterococcus spp. di Kepulauan Spermonde Makassar

354,667 608 54 58 388,67 700,67 415,33 597,33 300 440,67 31,33 103,33 506,67 396,67 404 342,67 0 100 200 300 400 500 600 700 800

UTARA TIMUR UTARA TIMUR UTARA TIMUR UTARA TIMUR

LAELAE SAMALONA BARRANGLOMPO KODINGARENG KEKE

ju m la h b ak te ri ( co lo n i / 1 0 0 m L)

lokasi di pulau spermonde

(36)

Berdasarkan lokasi penelitian rata-rata jumlah bakteri Enterococcus spp.

paling tinggi di perairan P. Barranglompo 4,98 x 104, kemudian menyusul P. Kodingarengkeke 4,49 x 104 , P. Laelae 4,26 x 104 dan P. Samalona 0,62 x 104 . Gambar 7 memperlihatkan jumlah Enterococcus spp yang relatif tinggi pada daerah tepi dibanding dengan daerah terumbu karang, kecuali pada Pulau Barranglompo stasiun utara dan Pulau Samalona stasiun timur. Tingginya

kelimpahan jumlah Enterococcus spp. pada bagian tepi kemungkinan

disebabkan daerah tersebut lebih dekat dengan pemukiman penduduk dan masyarakat pulau menjadikan perairan sebagai tempat pembuangan tinja. Menurut Ator dan Starzyk (1976) bakteri Enterococcus spp. merupakan bakteri

yang termasuk dalam golongan feacal coliform yang mendiami saluran

pencernaan manusia dan hewan berdarah panas sehingga dapat keluar bersama dengan tinja dan masuk ke lingkungan perairan. Sedangkan tingginya jumlah bakteri pada daerah terumbu karang bagian utara P. Barranglompo kemungkinan disebabkan oleh kecepatan arus pada bagian utara lebih lambat (0,17 m/s) jika dibandingkan dengan arus yang dibagian timur (0,10m/s) . Hal ini berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Mason (1981) bahwa berdasarkan kecepatan arusnya maka perairan dapat dikelompokkan menjadi berarus sangat cepat (>1 m/detik), cepat (0,5-1 m/det), sedang (0,25-0,50), lambat (0,1-0,25 m/det), dan sangat lambat (<0,1 m/det). Sehingga bakteri yang berasal dari timur terbawa arus ke daerah terumbu karang di utara, karena arus bergerak dari timur ke utara sehingga terhalang di daerah terumbu karang, Selain itu juga di daerah utara lebih dekat dari daratan dibanding dengan daerah timur sehingga dengan adanya arus menyebabkan bakteri terbawa ke daerah terumbu karang dan melekat pada karang.

Berdasarkan hasil analisis Nested Anova kelimpahan bakteri antara lokasi penelitian berbeda nyata (p < 0,05) (Lampiran 14). Hasil uji lanjut Tukey

(37)

menunjukkan terdapat perbedaan kelimpahan bakteri antara Pulau Samalona dengan P. Barranglompo dan P. Kodingarengkeke, sedangkan Pulau Samalona dan Pulau Laelae tidak berbeda nyata demikian pula dengan P. Barranglompo terhadap P. Kodingarengkeke, hasil yang didapatkan sesuai yaitu signifikan (Lampiran 14).

Gambar 8. Histogram kelimpahan bakteri di setiap lokasi pengamatan

Hasil analisis PCA bahwa pada ketiga pulau tersebut dicirikan oleh bahan organik yang relatif tinggi (Gambar 9 dan Lampiran 9) Sedangkan di Pulau Samalona tidak dicirikan oleh faktor lingkungan tertentu.

0 100 200 300 400 500 600

P. Lae-lae P. Samalona P. Barranglompo P. Kodingarengkeke

Ju m la h b a kt e ri (k o lo n i/ 10 0 m l)

(38)

Gambar 9. Biplot keterkaitan antara parameter lingkungan dengan kelimpahan bakteri Enterococcus spp. di Kepulauan Spermonde untuk setiap stasiun: a. P.Laelae; b.P. Samalona; c. P. Barranglompo; d. P. Kodingarengkeke

Tingginya jumlah Enterococus dicirikan oleh bahan organik yang tinggi, kemungkinan bahan organik yang terdapat pada Pulau Barranglompo dan Pulau Laelae merupakan bahan organik yang berasal dari tinja, hal ini sejalan dengan padatnya jumlah penduduk pada ke dua lokasi tersebut. Jumlah penduduk P. Barranglompo yang paling padat penduduknya (4.442 jiwa), P. Laelae (1.551 Jiwa), P. Samalona (108 jiwa). Sedangkan P. Kodinarengkeke tidak berpenghuni namun didapatkan jumlah bakteri yang lebih tinggi dari Pulau Samalona. Kehadiran bakteri Enterococcus di perairan Pulau kodingareng kemungkinan terbawa arus pulau yang berpenghuni (Gambar 10) ,

(39)

Gambar 10. Pola arus di Kepulauan Spermonde Kota Makassar

Sedangkan ditemukan jumlahnya yang relatip tinggi didukung oleh tingginya bahan organik (Lampiran 8). Tingginya kandungan bahan organik dalam perairan mengakibatkan laju pertumbuhan dan perkembangan bakteri semakin tinggi pula. Bahan organik merupakan salah satu faktor yang memberi konstribusi nutrisi terhadap bakteri. Hal ini sesuai pendapat Sunarto (2003) bahwa bahan organik terlarut dibutuhkan oleh bakteri untuk hidup. Bahan organik mengandung karbon, nitrat, fosfat, sulfur, amonia, dan beberapa mineral yang merupakan nutrien bagi pertumbuhan bakteri (Sidharta, 2000). Selanjutnya Muslimin, (1995) menyatakan untuk keperluan hidupnya bakteri memerlukan bahan-bahan atau nutrisi dan unsur lain seperti karbon, nitorgen, fosfor, sulfur, hidrogen, oksigen, kalium, kalsium, magnesium, natrium, besi dan elemen lain. Karbon merupakan bahan dasar materi sel organik sehingga menjadi sumber energi bagi bakteri di dalam proses metabolisme dan perbanyakan sel, nitrogen merupakan bahan dasar pokok dalam pembentukan protein, asam nukleat dan komponen senyawa sel lainnya seperti koezim, fosfor merupakan unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi bakteri serta dapat mendorong

(40)

kemampuan bakteri untuk membentuk vitamin dan berfungsi sebagai faktor tumbuh dan sulfur merupakan bahan dasar protein yang diperlukan untuk pembentukan asam amino dan beberapa koenzim. Kemudian Suriawiria (1985) Hidrogen merupakan bahan dasar dari air dan materi sel organik, oksigen sangat dibutuhkan bakteri arobik untuk pertumbuhan sebagai aseptor untuk respirasi, kalium di gunakan oleh bakteri untuk kotion-anorganik utama didalam sel, kalsium merupakan kofaktor untuk beberapa koenzim, kalsium merupakan kofaktor untuk beberapa enzim, magnesium merupakan bahan anorganik untuk reaksi ensimatik yang berfungsi didalam penyatuan substrat dan ensim bahan dasar klorofil, sedangkan besi merupakan sitokrom dan hame atau non hame-protein, kofaktor untuk beberapa enzim. Faktor lain yaitu pengaruh parameter oseanografi perairan termasuk arus, bahan organik, pH, salinitas, tekanan, nitrat, fosfat, suhu dan toksikan (Sidharta, 2000).

Nilai pH yang didapatkan pada semua lokasi penelitian yaitu antara 6, 91 – 7,09 sesuai untuk kehidupan bakteri Enterococcus spp.. Hasil penelitian Tururaja (2010) menunjukkan kisaran pH pada empat stasiun pengamatan yaitu 6.96-7.06, pH tersebut sangat mendukung pertumbuhan bakteri coliform.

Berdasarkan hasil analisis dengan cara titrasi didapatkan nilai konsentrasi oksigen terlarut berkisar antara 4, 48 – 7, 68 mg/L. Kandungan oksigen tersebut masih mendukung bakteri aerob untuk tumbuh. Bakteri mengurai suatu bahan dan akan memperoleh energi dari hasil uraian tersebut, Fardiaz (1992) dalam

Massinai (2004) menyatakan penguraian kandungan bahan organik oleh bakteri yang dibutuhkan, lebih besar dari 4 mg/L. Sedangkan menurut Jenie dan Rahayu, (1993) untuk kehidupannya bakteri memiliki kisaran oksigen terlarut dan batas kritis pada umumnya berkisar 0,5 mg/L, selanjutnya dinyatakan untuk berlangsungnya proses penguraian bahan organik konsentrasi oksigen tidak kurang dari 1mg/L.

(41)

Berdasarkan (Gambar 9 dan Lampiran 12) perbedaan jumlah bakteri

Enterococcus spp. antara P. Samalona dengan P. Kodingarengkeke dan P. Barranglompo, P. Samalona memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit sehingga buangan ke laut juga sedikit, selain itu pulau tersebut menjadi salah satu tempat wisata perairan yang paling sering dikunjungi baik turis lokal maupun mancanegara dan fasilitas WC tersedia sehingga pembuangan tinja tidak lasngsung dibuang ke laut seperti terjadi di P. Barranglompo, sedangkan untuk P. Kodingarengkeke mendapat hempasan dari Pulau terdekat yaitu P.Kodingarenglompo dan P.Barrangcaddi yang memiliki penduduk padat dengan aktifitas tinggi.

Distribusi dan kelimpahan suatu organisme dipengaruhi oleh faktor lingkungan termasuk BOT (bahan organik terlarut) Nitrat, Fosfat, Do, pH dan kekeruhan. Untuk mengetahui keterkaitan antara faktor lingkungan dengan kehadiran bakteri Enterococcus spp. dilakukan dengan analisis Principle Component Analysis (PCA). Parameter lingkungan yang berkaitan dengan kehadiran Enterococcus spp. di perairan Kepulauan Spermonde dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 menunjukkan distribusi bakteri Enterococcus spp. di perairan Pulau Laelae dicirikan oleh kekeruhan yang relatif tinggi, Pulau Barranglompo dicirikan oleh BOT dan nitrat yang relatif tinggi dan Pulau Kodingarengkeke BOT

dan fosfat, sedangkan perairan Pulau Samalona keberadaan bakteri

Enterococcus spp. tidak dicirikan oleh faktor lingkungan tertentu (Lampiran 8). Hal ini juga telah di jelaskan pada penelitian Ishida dan kadota dalam Ichikawa (1983) di zona eufotik teluk osaka-jepang menunjukkan bahwa jumlah bakteri di temukan banyak di tempat yang memiliki kandungan BOT yang tinggi.

(42)

IV.

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut

1. Bakteri Enterococcus spp. ditemukan pada semua lokasi penelitian yaitu Pulau Laelae, Pulau Samalona, Pulau Barranglompo dan Pulau Kodingarengkeke dan keberadaannya dicirikan adanya bahan organik, Nitrat dan Fosfat yang relatif tinggi.

2. Kelimpahan tertinggi bakteri Enterococcus spp. ditemukan di Pulau Barranglompo dan terendah di Pulau Samalona

B. Saran

Bakteri Enterococcus spp. merupakan bakteri patogen terhadap manusia dan hewan, Keberadaannya di terumbu karang kemungkinan menjadi patogen pada karang dan organisme yang hidup di terumbu karang, untuk itu perlu penelitian tentang patogenitasnya terhadap karang dan organisme lainnya.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Biokar diagnostics, Slanetz and Bartley agar (Akses tanggal 11 januari 2013 pukul 11:01 WITA).

Brock, T.D. and M. T. Madigan. 1991. Biology of Microorganism. Sixt Edition. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey. 07632

Brock, T. D.,Madigan, M. T., Martinko, J. M., and Parker, J. 1994. Biology of Microorganism. 5th Edition. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs New Jersey, USA.

de Klerk, L.G. de., 1983. Zeespigel Riffen en Kustflakten, in Zuitwest Sulawesi, Indonesia, PhD Thesis Utrecht Netherland.

Dufour, A.P. 1984. Health Effects Criteria for Fresh Recreational Waters. EPA-600/1-84-004, U.S.Environmental Protection Agency, Cincinnati, Ohio Dwidjoseputro. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan.

Surabaya

Pallant, Julie. 2007. SPSS Survival Manual Third Edition. Sydney: Ligare Book Printer

Gaman, P. M. and Sherington, K. B. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Klein Tank, A.M.G. and KönnenG.P., (2003): Trends in indices of daily temperature and precipitation extremes in Europe, 1946–99. Journal of Climate, 16, 3665–3680.

Lay Rabiana W., Hastowo Sugyo, (1992), Mikrobiologi, Rajawali Pers, Jakarta. Massinai, A. 2012. Kondisi Dan Sebaran Penyakit Pada Karang Baru (Story

Coral) Di Kepulauan Spermonde Disertasi, PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Ningsih, F. 2010. Jenis dan kelimpahan b. Actinomycetes hubungannya dengan kandungan bahan organik pada sedimen muara sungai limbangan di kecematan labakkang kabupaten pengkep sulawesi selatan skripsi. Jurusan ilmu kelautan fakultas ilmu kelautan dan perikanan, Makassar. Noble.R.T., Moore, D.F, Leecaster, M.K, Mcgee, C.D dan Weisberg, S.B. 2003.

Comparision Of Total Coliform, Fecal Coliform, And Enterococcus Bacterial Indicator Response For Ocean Recretional Water Quality Testing. Water Research 37 : 1637-1643.

Plazer Jr, M, J dan E, C, S Chan. 1986. Dasar-dasar mikrobiologi ul-press, Jakarta

(44)

Quinn, P. J, Markey BK, Carter ME, Donnelly WJ, Leonard FC. 2002. Veterinary Microbiology And Microbial Disease. London (GB):balckwell Science.

Sidaharta R.B, 2000. Pengantar Mikrobiologi Kelautan. Perputakaan

Nasional.Universitas Atma Jaya Yogyakarta.hal 21-47

Sudarto. 2008. Manejemen Krisis Penanggulangan Terorisme.

Sudhanandh, V.S, udayakumar, P, Faisal, A.K, Potty, V.P, Ouseph, P.P, Prasanthan, V dan Narendra B, K. 2012. Distribusion Of Potentially Pathogenic Enteric Bakteria In Coastal Sea Waters Along The Sounthern Kerala Coast, India. J. Environ. Biol. 33,61-66.

Suriaman, E. dan Juwita, 2008. Uji Kualitas Air. http://www.icel.or.id/ uji_kualitas_air

Suriawiria, U. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum, Penerbit Angkasa, Bandung Stiles ME and Holzapfel ,WH. 1997. Review article: lactic acid bacteria of foods

and their current taxonomy. Int J Food Microbiol 36:1-29.

Turaja. T. 2010, Bakteri Coliform Di Perairan Teluk Doreri, Monokwali Aspek Pencemaran Laut Dan Identifikasi Species. Jurusan Ilmu Kelutan, FPPK, Uneversitas Negri Papua Monokwari.

Veron JEN. 1995. Coral in space and time. The biogeography and evolution of scleractinian. Cornell, Univ. Press. Ithaca. 321pp.

Yahya , Y, 2005. Kelimpahan Bakteri Pendegredasian Serasah Lamun Enhalus Acoroides Pada Ekosistem Terumbukarang Dan Padang Lamun Di Pulau Barrang Lompoa Makassar skiripsi. Jurusan ilmu kelautan fakultas ilmu kelautan dan perikanan, Makassar.

Zaldi, 2009. Faktor Lingkungan Abiotik Dan Biotik Yang Mempengaruhi Mikroba skiripsi. Jurusan ilmu kelautan FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH, PONTIANAK.

ZoBell, C. E. 1946. Marine microbiology A monograph on hydrobac teriology. Chronica botanica Co. Waltham, Mass. 240 hal.

Gambar

Gambar  1.  Bentuk  sel  bakteri    :  a.  E.coli  (batang),  b.  Enterococcus  spp.  (bulat),  c
Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroba (sumber: Brock &amp; Madigan,1991)
Gambar 3. Bakteri Entrococcus
Gambar  4.  Peta  penelitian  yag  terdiri  dari  lokasi  pengambilan  sampel  yakni  P.Laelae,  P.Samalona,  P.Barranglompo,  P.Kodingarengkeke,  yang  berada  dalam  Kepulauan Spermonde
+6

Referensi

Dokumen terkait

Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan –tindakan atau sesuatu yang menjadi dasr atau

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh rita, 2013 membuktikan bahwa jumlah lansia dengan depresi sebelum diberikan intervensi musik gamelan dengan nada pelog pada

Namun sejalan dengan prinsip green tourism dan pro poor tourism, pengembangan pariwisata harus memberikan keuntungan langsung dan dilarang merugikan masyarakat disekitar

e) Herbert A. Simon adalah ilmuan politik dan sosial berkebangsaan Amerika. Simon mencatat bahwa kebanyakan dari prinsip klasik tidak lebih dari pada pepatah saja

Administrasi Agraria 2 MKK mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan mampu menjelaskan pokok-pokok kebijakan pertanahan nasional Indonesia, problematika pertanahan di

Dari hasil perhitungan kekuatan stimuli perluasan merek sebelum perubahan (S0) dan sesudah perubahan (S1) maka diperoleh skor 195, yang berarti stimuli pada Pop Mie

Analog kurkumin, 2,5 bis(4-hidroksi-3- metoksibenzilidin) siklopentanon dapat dibuat dengan reaksi kondensasi antara vanillin dengan siklopentanon selama 2 hari dengan

Berat Badan Lahir yang tidak normal (&lt;2500 gram) sangat mempengaruhi terjadinya ikterus neonatorum terutama pada bayi BBLR (Bayi berat lahir rendah), Hal ini