• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman Gandum Gandum merupakan tanaman serealia dari family Graminae yang kaya akan karbohidrat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman Gandum Gandum merupakan tanaman serealia dari family Graminae yang kaya akan karbohidrat."

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tanaman Gandum

Gandum merupakan tanaman serealia dari family Graminae yang kaya akan karbohidrat. Selain sebagai bahan makanan, gandum dapat pula diolah sebagai bahan-bahan industri yang penting, baik bentuk karbohidrat utamanya atau komponen lainnya. Adapun klasifikasi tanaman gandum secara ilmiah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Poales Famili : Poaceae Genus : TriticumL.

Species : Triticum aestivum L. (Gembong, 2004).

Sistem perakaran gandum adalah perakaran serabut. Batang gandum berupa jerami yang tegak, berbentuk silinder dan memiliki permukaan yang halus, tersusun atas beberapa buku dan ruas. Ruas dan buku pada tanaman gandum berkisar antara 8-16. Daun gandum berbentuk pita sejajar tulang daun, tersusun atas helai daun (leaf blade), pelepah daun (leaf seath), ligula (ligule) dan aurikel (auricle). Bagian dasar pelepah daun melekat pada buku dan menyelimuti batang. Pelepah daun berfungsi melindungi batang dari cuaca ekstrim dan menopang batang agar tidak mudah rebah. Anakan tanaman gandum merupakan cabang lateral yang tumbuh dari pangkal daun pada batang utama. Anakan memiliki struktur yang sama dengan batang utama dan membentuk malai, meski tidak semua anakan mampu menghasilkan malai. Anakan pertama tumbuh di bawah ligula daun pertama, begitu seterusnya. Anakan primer mampu membentuk anakan sendiri yang disebut dengan anakan skunder. Pertumbuhan anakan ini terhenti setelah terjadi perpanjangan ruas. Jumlah anakan bergantung pada varietas dan kondisi lingkungan. Pembungaan pada tanaman gandum bersifat determinate, artinya pertumbuhan vegetatif terhenti pada saat pembungaan. Bunga

(2)

5 gandum merupakan sekelompok bunga yang tersusun dalam malai (ear/spike). Pada setiap malai terdapat beberapa spikelet (spikelet), dan setiap spikelet terdiri atas beberapa bunga tunggal (floret) ( Andriani dan Muzdalifah, 2018). Gandum termasuk tanaman yang mengadakan penyerbukan sendiri, kemungkinan penyerbukan silang 1-4 persen (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2001).

Biji gandum berkeping satu dan keras sehingga sering disebut kariopsis (caryopsis). Jumlah biji yang terbentuk dalam setiap malai 10-60 biji. Bobot 1.000 biji berkisar antara 15-44 g. Bobot biji gandum akan menurun bila suhu udara dan suhu tanah meningkat (Andriani dan Muzdalifah, 2018). Pada tanaman gandum varietas dewata introduksi dari india dengan bobot 1000 biji kurang lebih 46 g dan jumlah biji tiap malai berkisar 47 biji (lampiran 9).

2.1.2 Syarat Tumbuh Tanaman Gandum

Di Indonesia gandum dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian >800 m dpl dengan suhu 10-28 ˚C. Namun masih dapat dibudidayakan pada ketinggian ± 400 dpl meskipun produktivitas yang diperoleh lebih rendah (Nur dkk., 2012). Hasil penelitian menunjukkan beberapa varietas gandum dapat berproduksi hingga 5 ton pada ketinggian lebih dari 1000 dpl, dan mencapai 2,27 t/ha dengan ketinggian ± 400 dpl pada iklim Indonesia (Komalasari and Hamdani, 2010).

Kemasaman tanah yang ideal untuk tanaman gandum adalah pH 6-8. Suhu yang baik bagi pertumbuhan tanaman gandum musim panas “spring” adalah 20-25˚C. Tanaman gandum memerlukan curah hujan 254 mm – 762 mm per tahun (Bahar dan Kaher 1989).

2.1.3 Panen dan Fase Masak Fisiologis Biji Gandum

Terdapat fase-fase perkembangan gandum sebelum mulai masak fisiologis yaitu fase masak susu, fase masak adonan (dough) dan fase pemasakan biji. Fase-fase tersebut mulai terjadi setelah tanaman gandum berbunga yakni pada umur 45-65 HST. Fase masak susu terjadi pada 11-16 hari setelah penyerbukan, fase masak adonan (dough) pada 17-30 hari setelah penyerbukan dan fase pemasakan biji pada 30-40 hari setelah penyerbukan. Lamanya fase pemasakan ini bergantung pada varietas dan kondisi lingkungan (Andriani dan Muzdalifah 2018).

(3)

6 Umur masak fisiologis gandum yang ditanam di dataran tinggi ≥1000 mdpl berkisar 94-105 HST, sedangkan pada ketinggian ≤ 500 mdpl pemasakannya lebih cepat yakni 73-93 HST (Andriani dan Muzdalifah 2018). Menurut Nur dkk., (2012) gandum varietas Dewata yang ditanam di Cipanas dengan ketinggian > 800 mdpl memiliki umur berbunga dalam waktu 64 HSTdan waktu panen pada hari ke 99 HST. Ketinggian tempat di Salaran, kecamatan Getasan, kabupaten Semarang adalah ± 900 mdpl sehingga umur panen dan masak fisiologis kurang lebih sekitar 106 HST.

Kamil (1979) menerangkan bahwa biji pada umumnya mencapai masak fisiologi atau disebut juga masak fungsional adalah pada saat terjadi penurunan kadar air yang cepat sampai sekitar 20%. Setelah masak fisiologis tidak terjadi proses pertumbuhan biji karena translokasi zat makanan yang akan disimpan ke dalam biji dihentikan sehingga biji dengan kata lain biji sudah mencapai ukuran maksimum. Pada saat masak fisiologis biji juga mempunyai berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum, dan daya kecambah maksimum.

Tanaman untuk benih harus segera dipanen ketika benih sudah mencapai kadar air yang aman untuk disimpan. Keterlambatan dalam panen akan mengurangi mutu benih. Penyebab menurunnya mutu benih adalah cuaca yang buruk, benih yang sudah masak panen bila terkena kondisi lapangan yang tidak kondusif akan mengalami kemunduran fisiologis (Mugnisjah dan Asep, 1990)

Pemanenan benih gandum dapat dilakukan setelah terlihat ciri-ciri seperti berubahnya warna daun dari hijau menjadi kuning tua, malai telah merunduk/terkulai ke tanah dan biji telah mengeras. (Neill and Overhults, 2014). Pada fase ini tanaman mulai mengering, warna biji berubah semakin kuning tua/cokelat/merah, bergantung pada varietas. (Andriani dan Muzdalifah, 2018).

Mutu biji tertinggi juga diperoleh pada saat masak fisiologis. Tidak pernah diperoleh mutu biji yang lebih tinggi daripada mutu biji pada saat masak fisiologis. Untuk ini dianjurkan melakukan pemanenan pada saat masak fisiologis telah tercapai. Menunda waktu panen jauh sesudah masak fisiologis menimbulkan banyak kejelekan terutama : (1) menurunkan mutu biji, (2) menurunkan hasil (yield), (3) kerusakan biji oleh fungi atau hama, (4) kerontokan biji atau (shattering) (5) kerebahan (lodging) tanaman yang juga dapat menurunkan hasil.

(4)

7 2.1.4 Umur Panen Terhadap Mutu Fisik Dan Fisiologis Benih

Tanda tanda kunci dari pemasakan dan pematangan benih meliputi perubahan pada kadar air benih, ukuran benih, bobot kering benih dan viabilitas (daya berkecambah dan vigor) benih. Tanda tersebut merupakan hal yang penting dalam rangka memproduksi benih. Diantara perubahan tersebut merupakan hal yang penting dalam memproduksi benih. Diantara perubahan tersebut pengurangan kadar air hingga mencapai titik keseimbangan atmosfir, peningkatan bobot kering hingga maksimum, peningkatan perkecambahan dan vigor hingga maksimum merupakan tanda yang dibutuhkan produsen benih untuk menetapkan waktu panen benih (Mugnisjah dan Asep, 1990).

Menurut Pramono (2009), Kemasakan benih terus meningkat sejalan dengan waktu. Semakin mendekati masak fisiologis, maka tingkat kemasakan benih semakin tinggi. Indikator fisik dari kemasakan benih adalah bahan kering yang terakumulasi dalam benih, sedangkan tanda non fisik atau fisiologi darikemasakan benih adalah viabilitas benih. Semakin masak benih, makaviabilitasnya semakin tinggi dan viabilitas dapat dilihat dari daya berkecambah.

Kamil (1979) berat kering akan meningkat hingga mencapai maksimal pada periode tertentu saat masak fisiologis dimana transfer zat makanan kepada biji dihentikan. Setelah biji mencapai berat maksimal pada saat masak fisiologis maka berat kering biji stabil atau berubah sesuai dengan kondisi lingkungan. Menurut Yudono (2012) pada fase perkembangan biji (benih) terjadi perubahan-perubahan pada biji yaitu perubahan bobot kering biji yang meningkat mulai dengan pembelahan sel, pembesaran sel, pengisian sel dengan cadangan makanan hingga maksimum pada saat masak fisiologis.

Menurut Idris dan Sudarmawan (2010) kadar air pada benih kedelai varietas willis pada tiap umur panen akan semakin menurun. Kadar air mula-mula tinggi pada panen pertama 73 hari sebesar 53, 63 % dan semakin menurun seiring umur panen yang semakin tua dan pada akhirnya kadar air menurun dengan konstan pada umur 88 hari dan 93 hari. Setelah konstan kadar air akan berubah-ubah naik dan turun sejalan dengan perubahan faktor lingkungan.

(5)

8 Yudono (2012) menuturkan bahwa perubahan bobot segar biji senantiasa bertambah karena pembelahan dan pembesaran sel dan penyerapan air serta penyerapan cadangan makanan hingga batas maksimum dan semakin menurun pada saat biji mulai masak fisiologis dan proses pengeringan biji.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rusmin dkk., (2007) menunjukkan bahwa pada tanaman sambiloto pada umur 18 hari setelah pembungaan memperlihatkan daya berkecambah benih yang paling rendah (23%) dan pada umur 22 hari setelah pembungaan memperlihatkan daya kecambah yang paling tinggi (67,00%). Daya berkecambah benih sambiloto pada umur 18 rendah diduga karena belum cukupnya cadangan makanan. Hal yang sama juga pada kecepatan berkecambah benih pada umur 18 hari setelah pembungaan kecepatan berkecambah 0,23 %/etmal dan pada umur 22 hari setelah pembungaan 0,68 %/etmal.

Vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemasakan biji dan lingkungan. Pada biji yang mencapai masak fisiologis, telah mencapai kesempurnaan fisiologis dalam perkembangannya untuk mendukung vigor. Pada saat ini biji mempunyai berat kering maksimum, kadar air menurun pada biji orthodox dan siap mengadakan imbibisi. Biji yang belum masak dan biji yang lewat masak (aged) vigornya lebih rendah. (Yudono, 2012)

2.1.5 Standar Mutu Benih Gandum

Pengujian benih ditujukan untuk mengetahui kualitas atau mutu dari suatu jenis atau kelompok benih. Pengujian benih dilakukan di laboratorium untuk menentukan baik mutu fisik maupun mutu fisiologi suatu jenis atau kelompok benih (Sutopo, 2012).

Terdapat tiga kriteria mutu benih yang perlu dipenuhi: (a) mutu genetik, yaitu mutu benih berdasarkan identitas genetik yang telah ditetapkan oleh pemulia dan tingkat kemurniannya, identitas benih tidak hanya ditentukan oleh tampilan benih, tapi juga oleh fenotipe tanaman; (b) mutu fisiologis, yaitu mutu benih berdasarkan daya kecambah dan ketahanan simpan benih; dan (c) mutu fisik yang ditentukan oleh tingkat kebersihan, keseragaman biji dari segi ukuran maupun bobotnya (Saenong dkk., 2007).

(6)

9 Pada umumnya standar minimum sebagai dasar penuntun tinggi atau rendahnya mutu suatu benih adalah daya kecambah (viabilitas), kekuatan tumbuh (vigor) dan kemurnian benih. Daya kecambah merupakan persentase benih untuk dapat bertumbuh secara normal dalam waktu yang ditentukan dan kondisi yang menguntungkan. Kecambah normal adalah perkecambahan yang menunjukkan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang menjadi bibit tanaman yang baik dan normal, sedangkan untuk lingkungan sendiri adalah kondisi kelembaban, temperature, oksigen yang sesuai dan kadang untuk benih tertentu yang memerlukan cahaya (Kartasapoetra, 1986).

Menurut Sadjad (1993), nilai keserempakan tumbuh berkisar antara 40 – 70 persen, dimana jika nilai keserempakan tumbuh lebih besar dari 70% mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh sangat tinggi dan keserempakan kurang dari 40% mengindikasikan kelompok benih yang kurang vigor. Keserempakan tumbuh benih yang tinggi mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh yang tinggi karena suatu kelompok benih yang menunjukkan pertumbuhan serempak dan kuat akan memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi.

Kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh benih karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimal. Hal ini juga diungkapkan sesuai dengan pendapat Sadjad (1993), yang juga memberi kriteria bila benih mempunyai kecepatan tumbuh lebih besar dari 30 persen memiliki vigor kecepatan tumbuh yang kuat. Nilai Keserempakan Tumbuh benih yang menunjukan nilai peubah dari parameter vigor benih menggambarkan potensi benih untuk cepat tumbuh, munculnya seragam dan pengembangan bibit normal dalam berbagai kondisi lapangan.

Tabel 2.1 Standar mutu benih yang dinyatakan berkualitas menurut FAO (2006) Tanaman serealia Kemurnian varietas (min. %) Kemurnian analisis (min. %) Daya berkecambah (min. %) Kadar Air (max. %) Jagung 98 98 80 13 Padi 98 98 75 13 Sorgum 98 98 70 13 Gandum 98 98 80 13

(7)

10 Vigor dipakai oleh para pakar benih untuk membedakan benih yang berpotensi menjadi tanaman muda yang kuat, sehat, dan pertumbuhan seragam dengan benih yang mengalami deteriosasi/kemunduran yang ditampilkannya dengan kelambatan dan kelemahan berkecambah dan tumbuh. Untuk itu, vigor didefinisikan sebagai: suatu keadaan di mana benih sehat bila ditanam langsung berkecambah cepat, serentak, dan seragam kemudian mengadakan pertumbuhan cepat pada keadaan umum di lapangan. Ciri benih vigor yaitu mempunyai kecepatan berkecambah yang tinggi, mempunyai keseragaman perkecambahan, pertumbuhan, dan perkembangan yang baik pada lingkungan yang berbeda, kecambah mampu berkembang normal (Yudono, 2012)

Vigor dan berat kering maksimal tercapai pada waktu yang sama yaitu pada saat masak fisiologis. Setelah masak fisiologis tercapai vigor dan berat kering menurun sesuai dengan keadaan lapangan yang jelek. Jadi untuk mendapatkan biji dengan viability dan vigor yang tinggi, dianjurkan pemanenan jangan terlalu lambat (terlalu lama sesudah masak fisiologis). Lakukanlah pemanenan pada saat maximum vigor dan maximum dry weight untuk memperoleh biji dengan kualitas tinggi baik dalam arti botanis atau ekonomis (Kamil, 1979).

2.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian, model hipotetik dan tinjauan pustaka maka disusun hipotesis sebagai berikut :

1. Perbedaan umur panen gandum untuk produksi benih berpengaruh terhadap mutu benih yang meliputi bobot 1000 biji, viabilitas, kecepatan tumbuh keserempakan tumbuh dan kadar air benih.

2. Masak fisiologis benih ditandai dengan kriteria benih dimana berat kering benih maksimal, daya berkecambah maksimal dan vigor benih maksimal dan diduga pada umur 106 benih sudah masak secara fisiologis.

2.3 Definisi dan Pengkuran Variabel

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda terhadap hipotesis yang dikemukakan, maka dibuat definisi dan pengukuran variabel sebagai berikut :

(8)

11 1. Kadar air diukur dari benih seberat 5 gram dengan cara ditimbang setelah dioven dengan suhu 130˚C hingga konstan dan dihitung persentase air yang hilang dengan rumus :

Keterangan :

KA : kadar air dalam persen

M1 : berat botol timbang dan tutupnya

M2 : berat botol timbang dan tutupnya serta benih sebelum dioven M3 : berat botol timbang dan tutupnya serta benih sesudah dioven

2. Bobot 1000 biji adalah berat dari 1000 biji gandum yang diambil secara acak dalam satu unit petak percobaan yang sama dan disetarakan pada kadar air 11 % (berat kering benih yang siap disimpan) dengan satuan pengukurannya adalah gram.

3. Uji daya hantar listrik DHL untuk mengetahui tingkat kebocoran benih pengukuran dhl dengan cara menimbang 30 benih (A gram) kemudian di rendam dengan 100 ml aquades selama 24 jam setelah itu diukur dengan menggunakan elektroconduktivity meter dan dihitung dengan rumus:

(DHL sampel – DHL blangko)

4. Viabilitas benih dihitung dalam bentuk persentase yang diuji menggunakan UKDDP (Uji Kecambah Digulung Didirikan Dalam Plastik). Uji viabilitas adalah uji daya kecambah yang dilihat pada 100 benih yang dikecambahkan di kertas merang dengan benih yang tumbuh dalam keadaan normal perhitungan pertama (first count) pada hari ke empat dan perhitungan akhir (final count) pada hari ke delapan sesuai dengan ISTA (Internasional Seed Testing Association).

Komponen uji daya berkecambah meliputi :

a. Presentase kecambah normal persentase kecambah normal adalah presentase benih uji yang menghasilkan kecambah normal hingga akhir pengamatan.

(9)

12 b. Persentase kecambah abnormal adalah persentase benih uji yang menghasilkan kecambah tidak normal termasuk benih yang berkecambah kemudian busuk pada akhir hari pengamatan.

c. Persentase benih segar tak berkecambah persentase benih uji yang mengalami imbibisi namun tidak berkecambah sampai pada akhir pengamatan.

d. Persentase benih busuk/mati adalah persentase benih uji yang mengalami kebusukan hingga tidak dapat berkecambah.

e. Persentase benih keras adalah persentase benih uji yang tidak mengalami imbibisi dan tidak berkecambah hingga akhir hari pengamatan.

Uji ini dinyatakan didalam persentase dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

5. Uji vigor benih/ kekuatan tumbuh VKT, KCT dan KST (Pudjihartati, 2017). a. Kecepatan tumbuh (KCT) dapat dihitung menggunakan rumus :

Dimana t = waktu pengamatan (1x24 jam, 2x24 jam dst)

N = persentase perkecambahan setiap waktu pengamatan. tn = waktu akhir periode pengamatan.

b. Keserempakan tumbuh (KST) perhitungan pertama (first count) yaitu hari ke 4 perkecambahan benih dan dihitung menggunakan rumus :

Gambar

Tabel 2.1 Standar mutu benih yang dinyatakan berkualitas menurut FAO (2006)  Tanaman  serealia  Kemurnian varietas  (min

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memperhatikan sebaran 6 mahasiswa yang mengalami peningkatan kemampuan berpikir generik kategori tinggi, yang terdiri dari 3 mahasiswa kelompok prestasi tinggi, 2

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II atau kelompok eksperimen dan yang tidak

Merupakan pedagang yang membeli hasil pertanian dari pedagang pengepul dan atau dari produsen, serta menjual kembali kepada pengecer dan pedagang lain atau kepada

beban pajak kini terhadap profitabilitas pada perusahaan perbankan yang. terdaftar di BEI

Telah berhasil dilakukan modifikasi permukaan elektrode karbon aktif monolit untuk sel superkapasitor dari kayu karet dengan metode aktivasi fisika dan kimia.. Penggunaan

Lalu, dengan penilitian yang lebih lanjut, peniliti juga menemukan bahwa Bank X telah melakukan perubahan dalam hal metodologi manajemen risiko kredit dimana hal tersebut

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Hubungan