• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

17 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Selintas

4.1.1.Karakteristik Gandum di Setiap Umur Panen Table 4.1 Karakteristik Gandum Berbagai Umur Panen

Perlakuan Keterangan Gambar

92 hari setelah tanam

Warna malai gandum masih dominan hijau agak kuning, warna biji hijau kekuningan dan biji masih agak lunak.Umur 20 hari setelah pembungaan.

99 hari setelah tanam

Warna malai gandum dominan kuning agak kehijauan , warna biji sudah 80% kuning dan biji mulai keras. Umur 27hari setelah pembungaan.

106 hari setelah tanam

Warna malai gandum kuning keemasan, biji sudah kuning mulai kecoklatan dan biji cukup

keras.Umur 34 hari setelah pembungaan.

113 hari setelah tanam

Warna malai gandum kuning , biji berwarna kuning kecoklatan dan biji sudah keras. 41Umur hari setelah pembungaan.

120 hari setelah tanam

Warna malai kuning pucat, biji berwarna coklat dan biji sudah keras. 48Umur hari setelah pembungaan.

Keterangan: waktu berbunga tanaman gandum pada umur 72 hari setelah tanam dan penghitungan umur berbunga dengan cara melihat pada seluruh petak penelitian ± 80 % tanaman gandum sudah berbunga.

(2)

18 4.1.2.Kondisi Lingkungan Penanaman Gandum

Tabel 4.2 Kondisi Suhu, Kelembaban Dan Curah Hujan Lingkungan

Bulan *)T.Max rata-rata ˚C *)T.Min rata-rata ˚C **)Suhu Rata-rata harian *)RH rata-rata (%) *)JUMLAH CH (mm/bulan) Juni 31,1 21,4 22.9 79,8 205,8 Juli 31,0 19,5 22.1 75,2 0 Agustus 31,1 19,3 22.4 74,0 0 September 32,8 20,9 22.7 72,8 8

Sumber: *) BMKG 2018 dan **) suhu rata-rata harian laboratorium salaran 2018 Data curah hujan kelembaban dan suhu minimum maksimum Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika Ungaran Jawa Tengah. Suhu yang dikehendaki untuk tanaman gandum adalah 20˚C -25˚C dan curah hujan 104,2 mm/bulan (Anonim, 2017). Suhu pada penelitian sudah cukup sesuai tetapi untuk awal pertanaman suhu masih terlalu tinggi. Data curah hujan menunjukkan bahwa curah hujan saat penelitian pada bulan pertama dengan curah hujan 205,8 mm sudah sesuai dengan kebutuhan tanaman gandum pada awal penanaman tetapi pada bulan kedua dan bulan ketiga dengan curah hujan 0 mm/bulan tidak memenuhi syarat tumbuh gandum karena air dibutuhkan pada proses pertumbuhan perkembangan tanaman gandum, pada bulan september sudah cukup sesuai dengan curah hujan 8 mm/bulan karena pada stadia pemasakan dibutuhkan curah hujan yang rendah.

Sumarno dan Made (2016) menyatakan bahwa pada stadia pertumbuhan gandum kekurangan air berpengaruh pada pembentukan polen, penyerbukan dan pengisian biji. Pengaruh terbesar kekurangan air adalah terhadap fase pembungaan, kekurangan air pada fase ini menyebabkan penurunan bobot biji.Pada waktu tanam dan fase pertumbuhan vegetatif, tanaman gandum menghendaki suhu udara sekitar 20°C dan meningkat menjadi sekitar 30°C pada fase pertumbuhan generatif dan fase pematangan biji, disertai kelembaban udara yang rendah dan kelembaban tanah yang cukup.

(3)

19 4.1.3.Kondisi Lingkungan Seed Germinator.

Gambar 4.1 Grafik purata perkecambahan suhu dan RH seed germinator Suhu maksimum dan minimum untuk perkecambahan benih tanaman gandum adalah maks 30-43˚C dan min 3-5˚C tetapi untuk suhu optimum adalah 15-30˚C dimana suhu optimum adalah suhu yang sangat mendukung untuk benih dapat berkecambah dengan baik dan maksimal (ISTA, 2005).Data suhumaksimal dan minimal pada saat proses perkecambahan adalah sebagai berikut dimana suhu maksimal tertinggi mencapai 41,4˚C mendekati suhu maksimal perkecambahan dan suhu minimal terendah 22,4˚C. Suhu maksimum dan minimum saat perkecambahan benih masih dalam batas yang sesuai dengan syarat pertumbuhan benih dimana suhu perkecambahan masih dibawah suhu maksimal 43˚C.

4.2 Pengamatan Utama

4.2.1 Pengamatan Mutu Fisik Benih

Pengamatan mutu fisik benih meliputi kadar air, berat kering, bobot 1000 biji dan daya hantar listrik yang diuji menggunakan analisis sidik ragam dan dilanjut dengan uji beda nyata jujur. Hasil analisis kadar air, berat kering, bobot 1000 biji dan daya hantar listrik benih menunjukkan hasil berbeda nyata setiap pertambahan umur panen.

(4)

20 4.2.1.1Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Air Benih.

Tabel 4.3 Pengaruh umur panen terhadap kadar air benih. Perlakuan

(Hari Setelah Tanam)

Kadar Air (%) 92 57,60 d 99 45,80 c 106 25,89 b 113 14,66 a 120 11,18 a

Keterangan: Data angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata sedangkan data angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan hasil yang berbeda nyata

Kadar air adalah persentase air di dalam benih atau biji. Menurut Kamil (1979) kadar air biji sangat penting untuk dapat menetapkan waktu panen yang akan dilakukan, hal ini berhubungan dengan kegiatan pemanenan dan penyimpanan benih. Benih yang dipanen dengan kadar air yang masih tinggi diatas 30 % mudah rusak ketika panen dilakukan dengan menggunakan mesin panen dan menjadi mudah busuk ketika disimpan. Pemanenan benih dengan kadar air yang sangat rendah mengakibatkan benih mudah pecah dan rapuh.

Kamil (1979) mengemukakan bahwa pada mulanya kadar air biji akan naik setelah tahap anthesis selesai dan memasuki pengisian benih kemudian akan pelan-pelan menurun secara teratur. Mendekati waktu masak kadar air menurun dengan cepat kurang lebih dengan penurunan hingga 20% pada biji tanaman serealia. Dalam kondisi ini kadar air biji akan mengalami kenaikan dan penurunan sejalan dengan perubahan faktor lingkungan salah satunya adalah kelembaban dimana kadar air benih akan dipengaruhi oleh kelembaban udara.

Menurut Andriani dan Muzdalifah (2018) pada fase pengisian biji gandum akumulasi cadangan makanan yang berupa pati dan protein akan meningkat setelah ukuran endosperm mencapai maksimal, akumulasi cadangan makanan tersebut masih dalam bentuk cairan yang berwarna putih dan pada fase ini disebut fase masak susu dengan kadar air pada biji sekitar > 50%. Cairan endosperm semakin mengental dan terjadi penurunan kadar air hingga kadar air mencapai

(5)

30-21 40% fase ini disebut fase masak adonan (dough). Fase terakhir adalah fase pemasakan biji dimana kadar air semakin turun, biji sudah kering dengan kadar air 12-13% dan tanaman sudah siap dipanen. Hasil penelitian menunjukkan kadar air semakin menurun pada perlakuan umur panen 92 dengan kadar air 57,60% merupakan masak susu gandum dan perlakuan umur panen 99 dan 106 merupakan fase masak adonan dengan hasil 45,80% dan 25,89% kemudian pada umur panen 113 dan 120 merupakan fase pemasakan biji dengan kadar air 14,66% dan 11,18%.

Benih yang dipanen dibutuhkan dalam kondisi kering agar atau pada kadar air rendah agar menghindarkan benih dari serangan mikroorganisme yang terundang oleh kelembaban tempat yang tinggi, menghindarkan benih dari kerusakan mekanis secara penanganan ataupun pemrosesan dan mencegah dan membatasi respirasi (Kartasapoetra, 1986). Pada tanaman gandum kadar air untuk benih sesuai standar FAO adalah maksimal 13 % hal ini dikarenakan pada kadar air dibawah standar maksimal tertentu aman untuk disimpan dan memiliki perkecambahan yang baik (FAO, 2006). Perlakuan umur panen 120 hari setelah tanam sudah memenuhi standar mutu yang dipakai dengan kadar air dibawah 13%.

4.2.1.2Pengaruh Umur Panen Terhadap Bobot 1000 Biji Tabel 4.4 Pengaruh umur panen terhadap bobot 1000 biji.

Perlakuan (Hari Setelah Tanam)

Bobot 1000 Biji (g) 92 10,42 a 99 13,86 a 106 18,73 b 113 27,89 c 120 33,78 d

Keterangan: Data angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata sedangkan data angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan hasil yang berbeda nyata

Hasil analisis pada bobot 1000 biji pada kondisi kadar air yang di setarakan 11 % menunjukkan peningkatan pada setiap perlakuan dari perlakuan umur panen 92 hst (54,42 g) dan umur panen 99 hst (57,68 g) bobot mengalami

(6)

22 kenaikan namun tidak beda nyata kemudian mengalami kenaikan yang beda nyata pada umur 106 (18,72 g)juga mengalami keaikan beda nyata kembali pada umur 113 (27,89 g) hingga perlakuan umur panen 120 (33,78 g). Yudono (2012) menuturkan bahwa perubahan bobot segar biji senantiasa bertambah karena pembelahan dan pembesaran sel dan penyerapan air serta penyerapan cadangan makanan hingga batas maksimum dan semakin menurun pada saat biji mulai masak fisiologis dan proses pengeringan biji dan bahwa pada fase perkembangan biji (benih) terjadi perubahan-perubahan yaitu perubahan bobot kering biji yang meningkat mulai dengan pembelahan sel, pembesaran sel, pengisian sel dengan cadangan makanan hingga maksimum pada saat masak fisiologis.

Perubahan bobot biji semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur panen. Bobot biji bertambah mengindikasikan bahwa proses pengisian benih masih berlangsung dan adanya pengisisan cadangan makanan. Kamil (1979) menjelaskan bahwa berat kering akan meningkat hingga mencapai maksimal pada periode tertentu saat masak fisiologis dimana transfer zat makanan kepada biji dihentikan. Setelah biji mencapai berat maksimal pada saat masak fisiologis, maka berat kering biji akan stabil atau berubah sesuai dengan kondisi lingkungan. Sehingga pada hasil bobot 1000 biji mengalami kenaikan dimana semakin umur panen bertambah bobot biji semakin bertambah juga karena adanya pengiian cadangan makanan.

4.2.1.3Pengaruh Umur Panen Terhadap Daya Hantar Listrik

Tabel 4.5 Pengaruh umur panen terhadap daya hantar listrik benih. Perlakuan

(Hari Setelah Tanam) DHL µs/cm/g

92 289,95 d

99 145,56 c

106 104,15 b

113 85,94 a

120 78,01 a

Keterangan: Data angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata sedangkan data angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan hasil yang berbeda nyata

(7)

23 Daya hantar listrik (DHL) adalah cara untuk mengetahui tingkat kebocoran pada benih. Daya hantar listrik dapat diketahui pada saat perendaman benih, perendaman benih mengakibatkan benih berimbibisi atau penyerapan air kedalam benih selain proses imbibisi benih akan mengalami kebocoran, dimana elektrolit seperti gula, asam organik dan asam amino dari dalam benih akan bocor ke larutan perendaman (Patriyawati dkk., 2011).

Hasil percobaan pada perlakuan umur panen pertama hingga umur panen terakhir dhl benih mengalami penurunan penurunan pada awalnya berbeda nyata pada umur panen 92, 99 dan 106 hst kemudian setelah umur panen 113 hst dan 120 hst mengalami penurunan namun tidak berbeda nyata, perlakuan umur panen pertama 92 hst menunjukkan hasil dhl paling tinggi 289,95 µs/cm/g. Dalam penelitian Patriyawaty (2018) Penurunan daya hantar listrik disebabkan karena penurunan integritas membran sel dimana penurunnya integritas tersebut disebabkan karena komponen membrane sel rusak. Semakin tua umur panen tingkat kebocoran pada membran semakin rendah karena semakin benih yang sudah masak membran benih akan semakin kuat. Menurut Copeland dan McDonald (1994) rendahnya integritas membran sel benih dipengaruhi oleh deteriorasi akibat penyimpanan benih dan akibat luka mekanis. Tingginya dhl benih pada umur panen yang pertama disebabkan oleh kulit biji yang masih tipis dan kadar air benih yang tinggi mengakibatkan benih mudah terluka saat panen dan proses perontokan malai.

Dari hasil penelitian menunjukkan pada umur panen yang muda nilai kebocoran benih lebih tinggi dibandingkan panen yang lebih tua dan semakin umur panen bertamah nilai dhl menurun. Perubahan perubahan yang terjadi pada perkembangan benih (biji) yaitu perubahan fisik yang salah satunya adalah perubahan morfologis di mana kulit biji menjadi semakin keras dan kuat (Yudono, 2012). Sehinga diduga semakin tua umur panen maka semakin rendah nilai dhl karena benih yang dipanen pada umur panen yang semakin tua, kulit biji atau membran kulit sudah semakin kuat.

(8)

24 4.2.2 Pengamatan Mutu Fisiologis Benih

4.2.2.1Pengaruh Umur Panen Terhadap Daya Berkecambah Benih

Tabel 4.6 Pengaruh umur panen terhadap hasil daya berkecambah benih, kecambah abnormal, benih segar tak berkecambah, benih busuk dan benih keras.

Perlakuan (hari setelah tanam) Daya Berkecambah (%) 92 44,00 a 99 67,60 b 106 67,60 b 113 64,40 b 120 80,40 b

Keterangan: Data angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata sedangkan data angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Standar viabilitas atau daya berkecambah benih adalah minimal 80%.

Viabilitas benih dilihat dari daya berkecambah benih yang dihitung di akhir periode pengamatan (final count), hasil analisis menunjukkan persentase daya berkecambah setiap umur panen terjadi kenaikan hingga umur panen ke 3 kemudian mengalami penurunan pada umur panen ke 4 dan kembali naik pada umur panen ke 5. Pada perlakuan umur panen 92 hst (44,00%) dengan umur panen 99 hst (67,60%), menunjukkan peningkatan yang berbeda nyata, perlakuan umur panen 99 hst dengan umur panen 106 hst (67,60%), menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata kemudian mengalami penurunan tidak beda nyata pada umur panen 113 hst (64,40%), dan pada perlakuan umur panen 120 hst (80,40%) dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya mengalami kenaikan juga namun tidak beda nyata. Beda nyata ditunjukkan pada perlakuan umur panen 92 hst dengan perlakuan umur panen yang semakin tua hal ini disebabkan karena pada perlakuan umur panen ke 92 hst benih masih terlalu muda dan embrio belum siap untuk berkecambah. Menurut Sutopo (2002) benih tanaman yang belum masak secara fisiologis sudah mampu berkecambah cukup banyak umumnya pada jenis rerumputan, pada benih ini embrio sudah mampu untuk berkecambah namun daya berkecambahnya rendah diduga karena embrio belum mampu membentuk jaringan tanaman karena embrio belum sempurna dan benih yang belum masak belum memiliki cadangan makanan yang cukup. Menurut pendapat Lesilolo dkk.,

(9)

25 (2013) daya berkecambah benih yang tinggi dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan makanan di dalam benih yang juga sangat menunjang dalam proses perkecambahan benih. Benih yang memiliki viabilitas tinggi mengindikasikan bahwa benih tersebut mempunyai cukup cadangan makanan di dalam endosperm yang digunakan sebagai sumber energi oleh benih ketika proses perkecambahan berlangsung.

Perlakuan umur panen 113 hst menunjukkan penurunan daya berkecambah diduga karena faktor lingkungan dengan kondisi suhu yang cukup tinggi max 41,25°C dan min 22,4°C dan untuk tanaman gandum sendiri suhu optimum dan sesuai untuk perkecambahan yang baik dan maksimal adalah pada suhu 15°C hingga 30°C sehingga perkecambahan benih gandum menjadi kurang maksimal karena kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Menurut Yudono (2012) dan Sutopo (2002) Suhu yang tinggi menyebabkan benih mengalami dormansi, mengalami kerusakan benih dan jaringan kecambah tanaman. Salah satu contoh adalah pada benih lettuce yang mengalami dorman pada suhu 30°C atau 35°C.

Benih bunga lili yang berasal dari dataran tinggi (2.000 m dpl) yang dikecambahkan membutuhkan suhu 10-20°C untuk mencapai daya berkecambah lebih dari 90%. Pada suhu 25°C daya berkecambah turun menjadi delapan persen, pada suhu yang tinggi sekitar 30°C benih tidak mampu berkecambah (Lee dan Yang, 1999 dalam Devi dkk., 2014). Benih Actinotus helianthi (family Apiaceae), suhu untuk perkecambahan tertinggi 15°C, baik untuk benih yang baru dipanen maupun benih yang telah disimpan (Lee dan Goodwin, 2006 lihat Devi dkk., 2014)

Selain faktor suhu terdapat juga hal yang mempengaruhi daya berkecambah benih Yudono (2012) menerangkan bahwa pada benih yang belum masak secara fisiologis memiliki potensi dormansi embrio dimana terjadi defisiensi metabolisme yang menyebabkan tidak terjadinya perkecambahan. Benih dengan embrio yang masih muda memerlukan masa istirahat untuk perkembangan embrionya hingga mampu untuk berkecambah.

Pada perlakuan umur panen 120 hari setelah tanam daya berkecambah benih dengan hasil purata 80,40% menunjukkan benih sudah sesuai standar mutu oleh FAO adalah minimal 80% untuk benih gandum dengan persentase

(10)

26 berkecambah tersebut benih yang ditanam dapat tumbuh dan berkembang (FAO, 2006). Hipotesis penelitian ditolak karena hasil menunjukkan bahwa pada perlakuan panen ke 106 hst atau perlakuan 3 belum dapat memenuhi kriteria dari mutu benih dengan hasil 64,40% belum memenuhi kriteria mutu daya berkecambah benih.

Tabel 4.7 Pengaruh umur panen terhadap hasil kecambah abnormal, benih segar tak berkecambah, benih busuk dan benih keras.

Perlakuan (hari setelah tanam) Kecambah abnormal (%) Benih segar tak berkecambah (%) Benih busuk (%) Benih keras (%) 92 16.6 38.4 1 0 99 4.6 27.8 0 0 106 1.8 26.6 0.8 0 113 1.2 34.4 0 0 120 0.6 19 0 0

Persentase kecambah abnormal/ less vigor pada perlakuan umur panen berkisar dari 0,6% hingga tertinggi 16,6% persentase kecambah abnormal semakin rendah sejalan dengan umur panen yang semakin lama. Kecambah abnormal adalah kecambah yang salah satu struktur atau lebih pada perkecambahan tidak normal, contohnya akar primer tidak tumbuh, kotiledon rusak dan epikotil tumbuh spiral. Kondisi kecambah pada perlakuan umur panen 92 hst abnormal diduga disebabkan karena cadangan makanan benih yang masih sedikit dan dalam kondisi embrio yang belum siap. Menurut Yudono (2012) terdapat berbagai macam faktor yang mempengaruhi vigor benih yaitu adalah sifat keturunan/ genetik, faktor lingkungan, dan tingkat kemasakan biji. Tingkat kemasakan biji yang telah mencapai masak fisiologis dalam perkembanganya mendukung vigor dan biji yang belum masak secara fisiologis memiliki vigor yang rendah.

Persentase benih segar tak berkecambah terendah adalah 19% dan tertinggi 38,4%. Benih segar tak berkecambah didefinisikan sebagai benih yang gagal berkecambah pada kondisi optimum perkecambahan yang diberikan tetapi masih bersih, kuat dan terlihat memiliki potensi untuk tumbuh menjadi kecambah normal. Terjadinya benih segar tak berkecambah pada umur panen pertama tinggi adalah karena embrio belum masak secara fisiologi dan mengalami dormansi

(11)

27 embrio. Menurut Yudono (2012) embrio pada berbagai spesies tumbuhan yang belum mencapai masak fisiologi, biji ini membutuhkan masa istirahat untuk perkembangan embrionya hingga mampu untuk berkecambah. Semakin bertambahnya umur panen benih segar tak berkecambah berkurang hal ini terjadi karena embrio sudah mulai masak fisiologis dan semakin matang sehingga menyebabkan benih segar tak berkecambah semakin rendah.

Benih keras adalah benih yang hingga akhir pengujian daya berkecambah masih tetap keras karena tidak dapat menyerap air persentase benih keras tidak ada karena benih secara keseluruhan mampu untuk berimbibisi. Dalam Kamil (1979) menerangkan bahwa terjadinya benih keras atau tidak dapat berimbibisi dikarenakan kulit biji tidak dapat melewatkan air ke dalam benih, biasa terjadi pada biji yang memiliki kulit yang keras hal ini menyebabkan benih tidak akan berkecambah hingga periode waktu tertentu walaupun biji sudah ditempatkan pada media perkecambahan yang kelembabanya cukup.

Rikumahu dkk., (2012) menerangkan bahwa benih yang sampai pada akhir masa pengujian tidak keras, tidak segar, dan tidak berkecambah dikategorikan sebagai benih mati. Benih mati dapat dilihat dari keadaan benih yang telah membusuk, warna benih terlihat agak kecoklatan. Persentase benih busuk/mati berkisar 0,8% hingga 1% mengindikasikan bahwa persentase benih mati sedikit.

4.2.2.2Pengaruh Umur Panen Terhadap Persentase Kecepatan Tumbuh Tabel 4.8 Pengaruh umur panen terhadap kecepatan tumbuh.

Perlakuan (hari setelah tanam)

Kecepatan tumbuh (%/etmal) 92 34,06 b 99 33,72 b 106 41,32 b 113 55,93 ab 120 72,70 a

Keterangan: Data angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata sedangkan data angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

Kecepatan tumbuh benih merupakan proses reaktivasi benih cepat apabila kondisi sekeliling untuk tumbuh optimum dan proses metabolisme tidak

(12)

28 terhambat. Kecepatan tumbuh dapat diungkapkan sebagai tolok ukur waktu yang diperlukan untuk mencapai perkecambahan satu etmal 50 persen. Benih yang mempunyai kecepatan tumbuh dan keserempakan tumbuh yang tinggi memiliki tingkat vigor yang tinggi (Sadjad dkk, 1999).

Menurut Leisolo dkk, (2013) kecepatan tumbuh mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh benih karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang sub optimal. Kecepatan tumbuh benih menunjukkan hasil tidak berbeda nyata dari perlakuan umur panen pertama 34,06% hingga umur panen ke tiga 33,72%, 41,32% hal ini menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh benih hampir sama dan untuk perlakuan umur panen ke empat 55,93% berada di antara beda nyata antara perlakuan pertama hingga ke tiga dengan perlakuan ke lima. Pada perlakuan umur panen kelima 72,70% menunjukkan berbeda nyata dengan perlakuan umur panen pertama hingga ke tiga, kecepatan tumbuh semakin meningkat dan pada perlakuan umur panen ke lima adalah kecepatan tumbuh yang paling tinggi.

Vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kemasakan biji dan lingkungan. Pada biji yang mencapai masak fisiologis, telah mencapai kesempurnaan fisiologis dalam perkembangannya untuk mendukung vigor. Pada saat ini biji mempunyai berat kering maksimum, kadar air menurun pada biji orthodox) dan siap mengadakan imbibisi. Biji yang belum masak dan biji yang lewat masak (aged) vigornya lebih rendah. Pengaruh lingkungan yang membuat vigor benih rendah adalah suhu dan ketersediaan air (Yudono, 2012)

(13)

29 Pengaruh Umur Panen Terhadap Persentase Keserempakan Tumbuh

Tabel 4.9 Pengaruh umur panen terhadap persentase keserempakan tumbuh.

Perlakuan (hari setelah tanam)

Keserempakan Tumbuh (%) 92 14,40 b 99 8,00 b 106 19,20 ab 113 32,80 a 120 38,00 a

Keterangan: Data angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata sedangkan data angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

Keserempakan tumbuh dihitung dari kecambah yang normal dan kuat pada periode pengamatan pertama (first count) periode pengamatan pertama untuk benih gandum adalah pengamatan hari ke 4. Hasil analisis data menunjukkan penurunan keserempakan tumbuh pada perlakuan umur panen 92 hst 14,40% dan umur panen 99 hst 8,00%.

Hasil daya berkecambah perhitungan pertama (first count) pada perlakuan umur panen pertama 14,40 % lebih tinggi dari pada perlakuan umur panen 99 hst 8,00% menunjukkan bahwa daya kecambah perlakuan umur panen kedua pada masa perhitungan first count lebih lambat dari pada perlakuan umur panen 92 hst tetapi jika dikaitkan dengan persentase daya berkecambah periode akhir pengamatan (final count) perlakuan umur panen 99 hst lebih baik. Setelah mengalami penurunan kemudian berangsur-angsur meningkat dengan hasil umur panen 106 hst 19,20% umur panen 113 32,80% umur panen 120 38,00% peningkatan ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi umur panen semakin baik juga keserempakan tumbuh benih gandum.

Presentase keserempakan tumbuh yang tinggi menunjukkan benih memiliki vigor yang baik. Vigor atau kekuatan tumbuh ditunjukkan dengan pertumbuhan benih yang serempak. Nilai keserempakan tumbuh lebih dari 70% mengindikasikan memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi dan benih yang kurang vigor adalah benih yang nilai keserempakan tumbuhnya kurang dari 40%. (Oktaviana dkk., 2016). Hasil analisis menunjukkan bahwa benih pada semua perlakuan keserempakan tumbuh masih belum memenuhi minimal tetapi pada

(14)

30 perlakuan umur panen 113 hst 32,80 % dan umur panen 120 hst 38,00 sudah mendekati minimum syarat keserempakan tumbuh.

Benih yang vigornya baik/tinggi yaitu benih yang cepat tumbuhnya dan serempak, karena benih yang cepat tumbuhnya dan serempak mengindikasikan bahwa benih tersebut mampu untuk beradaptasi dengan keadaan lingkungan. Ketidakserempakkan tumbuh dapat diakibatkan oleh sifat genetik yang tidak sama, atau oleh kondisi lingkungan yang tidak homogen. Keserempakan tumbuh sejumlah benih yang ditanam baik pada media pengujian maupun di lahan produksi, terkait pada kemampuan benih sebagai kelompok individu dalam suatu lot memanfaatkan cadangan energi dalam masing-masing benih untuk tumbuh menjadi kecambah atau kuat secara serempak. Dalam keserempakan termasuk unsur waktu dan kinerja fisiologis. Energi itu berasal dari glukosa yang dalam respirasi dirombak menjadi ATP. Pada umumnya benih yang rendah vigornya kurang bisa memanfaatkan energi dibanding dengan vigor yang lebih tinggi (Sadjad dkk., 1999).

4.2.2.3Pengaruh Umur Panen Terhadap Vigor /Kekuatan Tumbuh Benih VKT

Tabel 4.10 Pengaruh umur panen terhadap persentase kekuatan tumbuh.

Perlakuan (hari setelah tanam)

Kekuatan Tumbuh (%) 92 27,20 a 99 58,80 b 106 62,40 b 113 60,00 b 120 77,60 b

Keterangan: Data angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata sedangkan data angka yang diikuti huruf yang beda menunjukkan hasil yang berbeda nyata.

Vigor dicerminkan oleh vigor kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologis ini memungkinkan benih tersebut untuk tumbuh menjadi normal meskipun keadaan biofisik dilapangan produksi sub optimum. Tingkat vigor tinggi dapat dilihat dari penampilan kecambah yang tahan terhadap berbagai

(15)

31 faktor pembatas yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya. Menyatakan bahwa ketahanan terhadap faktor pembatas juga dipengaruhi oleh mutu genetis yang dicerminkan oleh varietas (Sadjad, 1999).

Dari hasil analisis vigor atau kekuatan tumbuh benih menunjukkan bahwa perlakuan umur panen gandum pada 92 hst hingga umur panen 113 hst tidak menunjukkan beda nyata dan beda nyata diperlihatkan pada perlakuan umur panen 92 dan 99 hst dengan umur panen terakhir 120 hst. Menurut Yudono (2012) Faktor yang mempengaruhi vigor adalah tingkat kemasakan biji. Pada biji yang mencapai masak fisiologis, telah mencapai kesempurnaan fisiologis dalam perkembangannya untuk mendukung vigor. Pada saat ini biji mempunyai berat kering maksimum, kadar air menurun (pada biji orthodox) dan siap mengadakan imbibisi. Biji yang belum masak dan biji lewat masak (aged) vigornya lebih rendah.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa semakin umur panen bertambah vigor kekuatan tumbuh juga mengalami pertambahan, memperlihatkan bahwa semakin bertambah umur panen benih juga sudah masak. Menurut Sutopo (2012) cadangan makanan yang terdapat pada benih belum masak masih belum cukup tersedia bagi pertumbuhan embrio dan semakin lengkap tersedia pada benih yang sudah masak. Kondisi ini menggambarkan hubungan yang erat antara proses pemasakan buah dengan benihnya.

4.2.3 Masak Fisiologis Benih Gandum

Benih yang dipanen sebelum mencapai masak fisiologis mengakibatkan vigor benih rendah. Pada fase tersebut pembentukan embrio belum sempurna dan akumulasi cadangan makanan dalam benih belum cukup untuk proses perkecambahan. Benih yang dipanen lewat masak fisiologis sudah mengalami deteriorasi akibat adanya deraan cuaca pada tanaman induk di lapangan (Kartika dan Ilyas., 1994).

Menurut Andriani dan Muzdalifah (2018) embrio sudah mulai mencapai ukuran maksimal pada saat memasuki tahap masak adonan lunak dan sebagian besar bahan kering sudah terakumulasi pada biji. Untuk fase pemasakan biji gandum berkisar 30-40 hari setelah penyerbukan dengan ciri-ciri biji sudah terasa

(16)

32 keras bila ditekan dan berwarna coklat dan tanaman sudah mulai mengering sesuai dengan varietas masing-masing. Pada perlakuan antara umur panen 99 merupakan fase dimana masak adonan lunak dan embrio sudah mulai memasuki tahap ukuran maksimal dan ukuran maksimal embrio diperkirakan pada umur panen 106 hst. Untuk fase pemasakan biji dimulai pada sekitar umur panen 106 hst 34 hari setelah pembungaan, umur panen 113 hst 41 hari setelah pembungaan hingga umur panen 120 hst 48 hari setelah pembungaan.

Kamil (1979) menerangkan bahwa biji pada umumnya mencapai masak fisiologi atau disebut juga masak fungsional adalah pada saat terjadi penurunan kadar air yang cepat sampai sekitar 20% khususnya pada biji tanaman serealia. Dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3 dan gambar 4.2 dimana penurunan kadar air terlihat cepat pada perlakuan umur panen 99 hst ke perlakuan umur panen 106 hst dan diduga masak fisiologis sudah dimulai dari 106 hst dengan penurunan kadar air yang sangat cepat dimana penurunan kadar air hingga 19,19%.

Suatu benih yang viable bila mampu berkecambah pada lingkungan yang cocok, benih yang demikian tidak harus langsung berkecambah. Contoh pada benih yang dalam keadaan dorman yang memerlukan perlakuan khusus sebelum langsung dapat berkecambah. Viabilitas suatu biji mencapai puncak kapasitasnya pada saat biji mencapai masak fisiologis (Yudono, 2012) hasil penelitian viabilitas benih yang dilihat dari daya berkecambah perlakuan yang menunjukkan daya berkecambah benih tertinggi adalah pada umur 120 hst diduga pada umur ini dengan daya kecambah benih 80% sudah masuk pada masak fisiologis benih. Pada dasarnya secara analisis daya berkecambah benih tidak menunjukkan beda nyata dari perlakuan umur panen ke 99 hingga umur panen yang ke 120 namun jika dilihat secara besarnya nilai angka menunjukkan bahwa umur panen 120 lebih besar dari nilai perlakuan umur panen yang lain.

Akumulasi bobot kering dalam benih ini merupakan proses yang paling penting. Bobot kering benih yang sedang berkembang meningkat sejak pembuahan. Peningkatannya mula-mula perlahan, kemudian lebih cepat, dan akhirnya lebih lambat lagi sampai titik bobot kering maksimum tercapai, yaitu saat benih mencapai masak fisiologis. Saat terjadinya bobot kering maksimum

(17)

33 benih ini biasanya dipandang juga sebagai saat ketika translokasi tepat seimbang dengan respirasi (Mugnisjah dan Asep., 1990) hasil penelitian bahwa bobot kering tertinggi didapatkan dari umur panen ke 120 hst dimana bobot kering juga tidak berbeda nyata dari perlakuan umur panen 106 hst hingga 120 hst namun secara besarnya nilai pada perlakuan 120 hst adalah bobot kering tertinggi.

Ciri benih vigor yaitu mempunyai kecepatan berkecambah yang tinggi, mempunyai keseragaman perkecambahan, pertumbuhan, dan perkembangan yang baik pada lingkungan yang berbeda, kecambah mampu berkembang normal. Faktor yang mempengaruhi vigor adalah tingkat kemasakan biji. Pada biji yang mencapai masak fisiologis, telah mencapai kesempurnaan fisiologis dalam perkembangannya untuk mendukung vigor. (Yudono, 2012)hasil penelitian vigor benih didapatkan pada umur 106 hst tidak berbeda nyata hingga umur panen ke 120 hst namun nilai tertinggi didapatkan pada umur panen 120 hst.

Menurut Sadjad (1980), proses perkembangan dan kemasakan benih melalui tiga fase yaitu fase pertumbuhan, fase menghimpun makanan, dan fase pemasakan. Pada fase pemasakan, bobot kering mencapai maksimum yang disebut dengan masak fisiologis. Masak fisiologis merupakan stadia pertumbuhan yang penting bagi tanaman karena berhubungan dengan akumulasi maksimum bobot kering benih, vigor benih, serta hasil yang maksimum.

Dari hasil percobaan belum di ketahui hasil maksimum parameter-parameter diatas, dimana dilihat dari data masih menunjukkan peningkatan walaupun dengan peningkatan yang tidak signifikan, namun dari hasil kadar air viabilitas, berat kering dan vigor benih didapatkan bahwa hasil tertinggi dari semua parameter didapatkan pada umur panen yang ke 120 hst dimana pada umur panen tersebut diduga benih sudah masak secara fisiologis dengan hasil tertinggi melalui parameter daya berkecambah, vigor kekuatan tumbuh dan berat kering. Umur panen 120 hst juga sudah memenuhi kriteria mutu benih menurut FAO 2006 ditinjau dari kadar air dan viabilitas benih.

Gambar

Gambar 4.1 Grafik purata perkecambahan suhu dan RH seed germinator  Suhu  maksimum  dan  minimum  untuk  perkecambahan  benih  tanaman  gandum  adalah  maks  30-43˚C  dan  min  3-5˚C  tetapi  untuk  suhu  optimum  adalah  15-30˚C dimana suhu optimum adalah
Tabel 4.3 Pengaruh umur panen terhadap kadar air benih.  Perlakuan
Tabel 4.5 Pengaruh umur panen terhadap daya hantar listrik benih.  Perlakuan
Tabel  4.6  Pengaruh  umur  panen  terhadap  hasil  daya  berkecambah  benih,  kecambah abnormal, benih segar tak berkecambah, benih busuk dan benih keras
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data hasil observasi pendahuluan pada lokasi berbeda dan berdekatan, dapat diperoleh hasil bahwa lalat sebagai vektor mekanis pembawa bakteri patogen dan

Fotocopy berkas yang tercantum didalam formulir isian kualifikasi penawaran yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut untuk diserahkan pada Pokja sebanyak 1

Oleh karena itu, Tim Pengabdian pada Masyarakat menyelenggarakan pelatihan akuntansi dan keuangan dasar ini untuk para anggota BMT BISS dengan harapan dapat memberikan ilmu

sistem pengendalian internal berfungsi dengan baik, diperlukan kelima komponen tersebut sehingga akan mendorong terlaksananya struktur sistem pengendalian internal yang

Perempuan lebih berisiko jatuh daripada laki-laki sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prasetya, Wibawa, dan Adiputra (2014) dengan hasil 81,3%

Kentang merupakan salah satu produk hortikultura yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan, baik dilihat dari segi ketersediaan sumber daya, kelayakan usaha dan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis

Laboratorrium komputer yang mempunyai banyak client tentunya juga mempunyai beberapa pekerjaan diantaranya installasi system operasi, aplikasi dan konfigurasi yang harus