• Tidak ada hasil yang ditemukan

hilal muharram 1437h

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "hilal muharram 1437h"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM

SELASA, 13 OKTOBER 2015 M

PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1437 H

Keteraturan peredaran Bulan dalam mengelilingi Bumi juga Bumi dan Bulan dalam

mengelilingi Matahari memungkinkan manusia untuk mengetahui penentuan waktu. Salah satunya

adalah penentuan awal bulan Hijriah, yang didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi.

Penentuan awal bulan Hijriah ini sangat penting bagi umat Islam, misalnya dalam penentuan awal

tahun baru Hijriah, awal dan akhir shaum Ramadlan, hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagai institusi pemerintah yang

salah satu tupoksinya adalah pelayanan data tanda waktu tentu sangat berkepentingan dalam

penentuan awal bulan Hijriah ini. Untuk itu, BMKG menyampaikan Informasi Hilal saat Matahari

Terbenam, Selasa, 13 Oktober 2015 M: Penentu Awal Bulan Muharram 1437 H sebagai berikut.

1.

Waktu Konjungsi (

Ijtima’

) dan Terbenam Matahari

Konjungsi geosentrik atau konjungsi atau i

jtima’

adalah peristiwa ketika bujur ekliptika Bulan

sama dengan bujur ekliptika Matahari dengan pengamat diandaikan berada di pusat Bumi. Peristiwa

ini akan kembali terjadi pada hari Selasa, 13 Oktober 2015 M, pukul 00 : 06 UT atau pukul 07 : 06

WIB atau pukul 08 : 06 WITA atau pukul 09 : 06 WIT, yaitu ketika nilai bujur ekliptika Matahari

dan Bulan tepat sama 199,342

o

. Pada saat konjungsi tersebut, jarak sudut Matahari dan Bulan

(elongasi) adalah 1,659

o

. Elongasi ini lebih besar daripada jumlah semi diameter Bulan dan

Matahari pada saat tersebut, yaitu 0,512

o

. Periode sinodis Bulan sendiri terhitung sejak konjungsi

sebelumnya hingga konjungsi yang akan datang ini adalah 29 hari 17 jam 24 menit.

Waktu terbenam Matahari dinyatakan ketika bagian atas piringan Matahari tepat di

horizon-teramati. Keadaan ini bergantung pada berbagai hal, yang di antaranya adalah semi diameter

Matahari, efek refraksi atmosfer Bumi dan elevasi lokasi pengamat di atas permukaan laut (dpl).

Dalam perhitungan standar penentuan waktu terbenam Matahari, semi diameter Matahari dianggap

16’, efek refraksi

atmosfer

dianggap 34’ dan

elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl (Seidelmann,

1992). Berdasarkan hal ini Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada tanggal 13 Oktober 2015

paling awal terjadi pada pukul 17 : 29 WIT di Jayapura dan paling akhir terjadi pada pukul 18 : 25

WIB di Sabang.

Dengan memerhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan konjungsi

terjadi sebelum Matahari terbenam tanggal 13 Oktober 2015 di wilayah Indonesia. Maka, secara

astronomis pelaksanaan rukyat Hilal penentu awal bulan Muharram 1437 H di wilayah Indonesia

(2)

2

2.

Data Hilal saat Matahari Terbenam untuk Beberapa Kota di Indonesia

Pada Tabel terlampir ditampilkan informasi astronomis Hilal dan Matahari untuk beberapa kota

di Indonesia saat Matahari terbenam tanggal 13 Oktober 2015 M. Informasi ini adalah informasi

dasar penentu awal bulan Muharram 1437 H. Pada tabel tersebut, sebagaimana penentuan waktu

terbenam Matahari, waktu terbenam Bulan dinyatakan saat bagian atas piringan Bulan tepat di

horizon-teramati. Dalam perhitungan standar waktu terbenam Bulan, efek refraksi atmosfer

dianggap 34’

, elevasi pengamat dianggap 0 meter dpl dan semi diameter Bulan adalah nilainya pada

saat tersebut (Seidelmann, 1992).

Azimuth adalah besar sudut yang dinyatakan dari titik Utara Geografis (True North) menyusuri

bidang horizon ke arah Timur dan seterusnya hingga ke posisi proyeksi benda langit di bidang

horizon. Benda langit yang dimaksud adalah Bulan atau Matahari. Tinggi Hilal dinyatakan sebagai

ketinggian pusat piringan Bulan dari horizon-teramati dengan elevasi pengamat dianggap 0 meter

dpl dan efek refraksi atmosfer standar telah diikutsertakan dalam perhitungan. Elongasi adalah jarak

sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat piringan Matahari untuk pengamat dengan elevasi

dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi diabaikan.

Sementara FI Bulan adalah fraksi illuminasi Bulan, yaitu persentase perbandingan antara luas

piringan Bulan yang tercahayai oleh Matahari dan menghadap ke pengamat di permukaan Bumi

dengan luas seluruh piringan Bulan. Dari tabel tersebut di atas dapat juga diperoleh informasi umur

Bulan dan lag. Umur Bulan adalah selisih waktu antara terbenam Matahari dengan waktu terjadinya

konjungsi. Adapun lag adalah selisih waktu terbenam Bulan dengan waktu terbenam Matahari.

Dalam perhitungan tinggi Bulan, efek tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dapat

diikutsertakan dengan menggunakan persamaan (1) berikut, yaitu

d

a

a

0

,

(1)

dengan a adalah tinggi Bulan dari horizon-teramati dengan memperhitungkan efek tinggi lokasi

pengamat dan a

o

adalah tinggi Bulan dari horizon-teramati tanpa efek tinggi lokasi pengamat.

Adapun d pada persamaan (1) di atas adalah efek kerendahan horizon (dip) yang dinyatakan oleh

h

d

0

,

02917

,

(2)

dengan h adalah tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dalam satuan meter (Seidelmann,

1992).

Sebagai contoh untuk perhitungan di atas adalah ketinggian Bulan pada 13 Oktober 2015 untuk

pengamat di Pelabuhan Ratu dengan elevasi lokasi pengamat 52,685 meter dpl. Berdasarkan Tabel

terlampir untuk lokasi Pelabuhan Ratu, diperoleh a

o

adalah 3

o

41,76

. Berdasarkan persamaan (2) di

atas, nilai d adalah 0,2117

o

. Setelah hasil ini diterapkan pada persamaan (1) di atas, diperoleh nilai a

adalah 3,9077

o

. Dengan demikian, setelah memperhitungkan elevasinya, tinggi Bulan di Pelabuhan

Ratu dari horizon-teramati saat Matahari terbenam tanggal 13 Oktober 2015 adalah 3

o

54,46

.

(3)

3

3.

Peta Ketinggian Hilal

Gambar 1. Peta ketinggian Hilal tanggal 13 Oktober 2015 untuk pengamat antara 60o LU s.d. 60o LS

Pada Gambar 1 ditampilkan peta ketinggian Hilal untuk pengamat di antara 60

o

LU sampai

dengan 60

o

LS saat Matahari terbenam di masing-masing lokasi pengamat di permukaan Bumi pada

tanggal 13 Oktober 2015. Pada gambar tersebut ditampilkan pula ketinggian Hilal untuk pengamat

yang berada di Indonesia. Tinggi Hilal yang ditampilkan pada gambar di atas dinyatakan sebagai

ketinggian pusat piringan Bulan dari horizon-teramati dengan elevasi pengamat dianggap 0 meter

dpl dan efek refraksi atmosfer standar telah diikutsertakan dalam perhitungan. Sebagaimana terlihat

pada gambar di atas pada daerah dengan ketinggian Hilal kurang dari 0

o

, Hilal mustahil akan

teramati karena saat Matahari terbenam Hilal sudah di bawah horizon. Ketinggian Hilal di Indonesia

(4)

4

4.

Peta Elongasi

Pada Gambar 2 ditampilkan peta elongasi untuk pengamat di Indonesia saat matahari terbenam

tanggal 13 Oktober 2015. Elongasi adalah jarak sudut antara pusat piringan Bulan dan pusat

piringan Matahari untuk pengamat dengan elevasi dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer

Bumi diabaikan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 2, elongasi saat Matahari terbenam tanggal 13

Oktober 2015 di Indonesia berkisar antara 3,41

o

sampai dengan 4,67

o

.

Gambar 2. Peta Elongasi tanggal 13 Oktober 2015 untuk pengamat di Indonesia

5.

Peta Umur Bulan

Pada Gambar 3 ditampilkan peta umur Bulan saat Matahari terbenam tanggal 13 Oktober 2015.

Umur Bulan adalah selisih waktu antara terbenam Matahari dengan waktu terjadinya konjungsi.

Sebagaimana terlihat pada Gambar 3, umur Bulan di Indonesia pada tanggal 13 Oktober 2015

berkisar antara 8,39 jam sampai dengan 11,33 jam.

(5)

5

6.

Peta Lag

Pada Gambar 4 ditampilkan peta Lag untuk pengamat di Indonesia pada tanggal 13 Oktober

2015. Lag adalah selisih waktu terbenam Bulan dengan waktu terbenam Matahari. Sebagaimana

terlihat pada gambar tersebut, selisih waktu terbenam Bulan dengan Matahari di Indonesia pada

tanggal 13 Oktober 2015 berkisar antara 13,78 menit sampai dengan 19,33 menit.

Gambar 4. Peta Lag tanggal 13 Oktober 2015 untuk pengamat di Indonesia

7.

Peta Fraksi Illuminasi Bulan

Pada Gambar 5 ditampilkan peta Fraksi Illuminasi Bulan untuk pengamat di Indonesia pada

tanggal 13 Oktober 2015. Fraksi Illuminasi Bulan adalah perbandingan antara luas piringan Bulan

yang tercahayai oleh Matahari dan menghadap ke pengamat di permukaan Bumi dengan luas

seluruh piringan Bulan. Sebagaimana terlihat pada Gambar 5, Fraksi Illuminasi Bulan pada tanggal

13 Oktober 2015 berkisar antara 0,09 % sampai dengan 0,17 %.

(6)

6

8.

Objek Astronomis Lainnya yang Berpotensi Mengacaukan Rukyat Hilal

Dalam perencanaan rukyat Hilal, perlu diperkirakan juga objek-objek astronomis selain Hilal

dan Matahari yang posisinya berdekatan dengan Bulan dan kecerlangannya tidak berbeda jauh

dengan Hilal atau lebih lebih cerlang daripada Hilal. Objek astronomis ini bisa berupa planet,

misalnya Venus atau Merkurius, atau berupa bintang yang cerlang, seperti Sirius. Adanya objek

astronomis lainnya ini berpotensi menjadikan pengamat menganggapnya sebagai Hilal.

Pada tanggal 13 Oktober 2015, dari sejak matahari terbenam hingga Bulan terbenam terdapat

bintang Spica dengan posisi di sebelah Selatan Bulan dan jarak sudut kurang dari 5

o

dari Bulan.

Referensi

Seidelmann P.K. (Ed.) (1992), Explanatory Supplement to the Astronomical Almanac,

University Science Books, Mill Valley, CA.

Informasi Lanjut

Sub Bidang Gravitasi dan Tanda Waktu BMKG

Gedung Operasional Baru Lantai 3

Jl. Angkasa I No. 2 Kemayoran, Jakarta 10720

Telepon

: (021) 4246321 ext. 3309

situs

:

http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Geofisika/Tanda_Waktu/

(7)

KONJUNGSI / IJTIMA':SELASA, 13 OKTOBER 2015 M, PUKUL 7 : 6 WIB

o ' o ' j m j m o ' o ' o ' o ' %

1 SABANG 95 21,00 BT 5 54,00 LU 18 : 25 WIB 18 : 44 WIB 262 17,96 261 46,87 3 58,99 4 39,68 Bulan di sebelah Selatan - Atas Matahari 0,17 2 BANDA ACEH 95 45,00 BT 5 31,00 LU 18 : 24 WIB 18 : 43 WIB 262 17,96 261 49,35 3 58,62 4 39,04 Bulan di sebelah Selatan - Atas Matahari 0,17 3 MEULABOH 96 7,00 BT 4 11,00 LU 18 : 23 WIB 18 : 42 WIB 262 17,71 261 57,03 3 58,88 4 38,60 Bulan di sebelah Selatan - Atas Matahari 0,16 4 GUNUNG SITOLI 97 42,30 BT 1 10,00 LU 18 : 18 WIB 18 : 37 WIB 262 16,27 262 13,93 3 57,51 4 36,43 Bulan di sebelah Selatan - Atas Matahari 0,16 5 MEDAN 98 40,60 BT 3 33,70 LU 18 : 13 WIB 18 : 32 WIB 262 17,66 262 2,19 3 54,99 4 34,25 Bulan di sebelah Selatan - Atas Matahari 0,16 6 SIBOLGA 98 53,70 BT 1 33,10 LU 18 : 13 WIB 18 : 32 WIB 262 16,62 262 12,74 3 55,41 4 34,27 Bulan di sebelah Selatan - Atas Matahari 0,16 7 PADANG 100 21,30 BT 0 53,00 LS 18 : 9 WIB 18 : 28 WIB 262 14,66 262 25,44 3 53,37 4 32,35 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,16 8 PEKANBARU 101 26,70 BT 0 27,70 LU 18 : 4 WIB 18 : 22 WIB 262 15,96 262 19,69 3 51,39 4 30,11 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,16 9 JAMBI 103 38,30 BT 1 38,10 LS 17 : 56 WIB 18 : 14 WIB 262 14,06 262 30,66 3 47,81 4 26,88 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 10 BENGKULU 102 20,30 BT 3 51,80 LS 18 : 2 WIB 18 : 21 WIB 262 11,11 262 39,65 3 49,69 4 29,83 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 11 PALEMBANG 104 42,10 BT 2 54,20 LS 17 : 52 WIB 18 : 11 WIB 262 12,58 262 36,74 3 45,85 4 25,44 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 12 BANDAR LAMPUNG 105 14,40 BT 5 14,40 LS 17 : 52 WIB 18 : 10 WIB 262 9,16 262 46,49 3 44,26 4 25,33 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 13 BATAM 104 6,80 BT 1 7,10 LU 17 : 53 WIB 18 : 11 WIB 262 16,64 262 18,15 3 46,80 4 25,33 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 14 TANJUNG PINANG 104 31,80 BT 0 55,00 LU 17 : 51 WIB 18 : 9 WIB 262 16,51 262 19,37 3 46,14 4 24,65 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 15 RANAI 108 27,00 BT 3 50,00 LU 17 : 34 WIB 17 : 52 WIB 262 18,37 262 7,61 3 38,80 4 17,23 Bulan di sebelah Selatan - Atas Matahari 0,14 16 PANGKAL PINANG 106 8,40 BT 2 8,70 LS 17 : 46 WIB 18 : 4 WIB 262 13,62 262 34,22 3 43,52 4 22,72 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 17 TANJUNG PANDAN 107 45,20 BT 2 45,10 LS 17 : 40 WIB 17 : 58 WIB 262 12,97 262 37,62 3 40,69 4 20,14 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 18 MERAK 106 0,00 BT 5 56,00 LS 17 : 49 WIB 18 : 7 WIB 262 8,03 262 49,46 3 42,66 4 24,29 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 19 PANDEGLANG 106 6,00 BT 6 18,00 LS 17 : 49 WIB 18 : 7 WIB 262 7,39 262 50,86 3 42,31 4 24,26 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 20 SERANG 106 9,00 BT 6 6,00 LS 17 : 48 WIB 18 : 7 WIB 262 7,75 262 50,14 3 42,32 4 24,09 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 21 RANGKAS BITUNG 106 14,00 BT 6 22,00 LS 17 : 48 WIB 18 : 6 WIB 262 7,27 262 51,16 3 42,05 4 24,06 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 23 JAKARTA 106 50,47 BT 6 9,31 LS 17 : 46 WIB 18 : 4 WIB 262 7,69 262 50,62 3 41,10 4 22,93 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 24 PELABUHAN RATU 106 33,46 BT 7 1,74 LS 17 : 47 WIB 18 : 5 WIB 262 6,06 262 53,68 3 41,76 4 23,77 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 25 BANDUNG 107 35,00 BT 6 54,00 LS 17 : 43 WIB 18 : 1 WIB 262 6,37 262 53,60 3 39,43 4 21,96 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 26 LEMBANG 107 36,96 BT 6 49,55 LS 17 : 43 WIB 18 : 1 WIB 262 6,51 262 53,35 3 40,05 4 21,87 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,15 27 SEMARANG 110 22,80 BT 6 59,00 LS 17 : 32 WIB 17 : 50 WIB 262 6,39 262 54,92 3 34,56 4 17,22 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 28 YOGYAKARTA 110 26,00 BT 7 47,00 LS 17 : 32 WIB 17 : 50 WIB 262 4,81 262 57,66 3 33,97 4 17,47 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 29 PANGGUNG REJO 112 13,00 BT 8 20,00 LS 17 : 25 WIB 17 : 43 WIB 262 3,78 263 0,04 3 30,51 4 14,68 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 30 TANJUNG KODOK 112 21,00 BT 6 52,00 LS 17 : 24 WIB 17 : 41 WIB 262 6,73 262 55,25 3 31,23 4 13,81 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 31 NGLIYEP 112 26,00 BT 8 21,00 LS 17 : 25 WIB 17 : 42 WIB 262 3,76 263 0,16 3 30,13 4 14,32 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 32 PRAPAT,BAWEAN 112 35,00 BT 5 48,00 LS 17 : 23 WIB 17 : 40 WIB 262 8,68 262 51,62 3 31,40 4 12,98 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 33 SURABAYA 112 47,10 BT 7 23,00 LS 17 : 23 WIB 17 : 40 WIB 262 5,76 262 57,15 3 30,16 4 13,29 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 34 PASIBAN 113 20,00 BT 8 20,00 LS 17 : 21 WIB 17 : 38 WIB 262 3,85 263 0,40 3 28,58 4 12,78 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 35 AMBAT,PAMEKASAN 113 25,00 BT 7 13,00 LS 17 : 20 WIB 17 : 37 WIB 262 6,13 262 56,82 3 29,18 4 12,15 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 36 TERANGULASI 114 22,00 BT 8 40,00 LS 17 : 17 WIB 17 : 34 WIB 262 3,21 263 1,76 3 26,55 4 11,18 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,13 37 PONTIANAK 109 24,50 BT 0 8,60 LS 17 : 32 WIB 17 : 50 WIB 262 15,93 262 27,21 3 38,08 4 16,51 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14 38 SINTANG 111 28,60 BT 0 3,90 LS 17 : 24 WIB 17 : 41 WIB 262 16,13 262 28,06 3 34,61 4 12,94 Bulan di sebelah Utara - Atas Matahari 0,14

NO NAMA LOKASI POSISI LOKASI WAKTU TERBENAM

LINTANG MATAHARI BULAN

TINGGI POSISI BULAN RELATIF

TERHADAP MATAHARI (ELONGASI) MATAHARI BULAN

BUJUR

DATA HILAL DAN MATAHARI PADA SAAT MATAHARI TERBENAM

SELASA, 13 OKTOBER 2015 M

PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1437 H

AZIMUTH FI

(8)

Gambar

Gambar 1. Peta ketinggian Hilal tanggal 13 Oktober 2015 untuk pengamat antara 60o LU s.d
Gambar 2. Peta Elongasi tanggal 13 Oktober 2015 untuk pengamat di Indonesia
Gambar 4. Peta Lag tanggal 13 Oktober 2015 untuk pengamat di Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Kegagalan / kekurangan mutu sebahagian dan / atau kesemua hasil kerja turapan baru yang diperolehi melalui maklumat ujian makmal yang dihantar terus ke MBSJ oleh pihak makmal

Pelayanan administrasi kependudukan di tingkat Pemerintah Desa hanya sebagian saja dari pelayanan administrasi kependudukan secara utuh, karena di luar Pemerintah

Kesimpulan penelitian adalah (1) Terdapat interaksi rata-rata prestasi belajar matematika siswa antara bentuk tes dengan motivasi belajar siswa sebesar (0,001 < 0,05) (2)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur pembuatan media pembelajaran video inovatif berbasis e-learning dengan memanfaatkan aplikasi Prezi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter terdapat pada novel Perahu Kertas karya Dewi Lestari dengan nilai yang dominan nilai kreatif,

Setelah melalui tahapan demi tahapan dengan menggunakan model pengembangan Bambang Warsita, mulai dari pendahuluan, analisis kebutuhan, proses perancangan sampai

Berdasarkan perhitungan uji kelayakan yang dilakukan terhadap Ahli media I dan II, Ahli materi I dan II, kelompok perorangan, kelompok kecil dan kelompok besar

Perkembangan hukum pidana yang terjadi belakangan, diperkenalkan pula tindak-tindak pidana yang pertanggungjawaban pidananya dapat dibebankan kepada pelakunya