• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian tersebut terlihat dari banyaknya ayat al-qur an, matan hadis dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Perhatian tersebut terlihat dari banyaknya ayat al-qur an, matan hadis dan"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama Allah yang memberikan pedoman kepada umat manusia secara menyeluruh dalam memenuhi kehidupan umatnya. Ketinggian tata nilai Islam jauh berbeda dengan agama lain. Islam memiliki kekuatan hukum, sangat tidak adil bila petunjuk kehidupan yang lengkap ini dipisah-pisahkan antara bagian yang satu dengan yang lainnya.1

Islam sebagai ajaran yang mengajarkan kehidupan yang seimbang antara yang material dan spiritual, dunia dan akhirat yang memberikan perhatian yang sangat besar terhadap kegiatan pertanian dan cabangnya. Perhatian tersebut terlihat dari banyaknya ayat al-qur‟an, matan hadis dan kehidupan Rosulullah SAW dan para sahabatnya yang berkaitan dengan pertanian. Kegiatan dalam Islam bukan hanya semata-mata kegiatan duniawi dan material melainkan bersifat ukhrawi spiritual. Dengan demikian kegiatan pertanian dalam Islam harus ditunjukkan untuk menyakini adanya Allah SWT dan mengagungkan kebesarannya.2

Pengelolaan lahan pertanian dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagaimana yang telah diajarkan oleh Islam seperti halnya yang diolah

1 Mahmud Abu Daud, Garis-garis Besar Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,

1984), hlm 15.

2

Jusuf Susanto, dkk. Revalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban (Jakarta: Kompas 2006), hlm 693-694

(2)

sendiri oleh yang punya atau dengan cara dipinjamkan dengan orang lain untuk dikelola dengan menggunakan bagi hasil. Hal ini dilakukan karena dalam masyarakat ada sebagian diantara mereka yang mempunyai lahan pertanian, tetapi tidak mempunyai keahlian bertani, baik dalam segi modal maupun dalam segi kemampuan tenaga. Agar tidak adanya pertanian yang menganggur, maka Islam mengharuskan kepada pemilik lahan untuk memanfaatkannya sendiri. Jika pemilik tidak dapat mengerjakan dengan kemampuannya sendiri, maka pengelolaannya dapat diserahkan kepada orang lain yang lebih ahli dalam pertanian. Karena selain itu juga, dalam sistem bagi hasil pertanian sering terjadi permasalahan dikalangan masyarakat, meskipun ketentuan-ketentuan dan syarat yang sudah ada, tapi sering terjadi kesalahpahaman antara pemilik tanah dan penggarap dari segi hasilnya, karena hasil yang didapatkan terkadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dan juga mengenai hal benih yang akan ditanam.

Islam mempunyai solusi dalam memanfaatkan lahan pertanian dengan sistem yang lebih menunjukkan nilai-nilai keadilan bagi kedua belah pihak, yakni dengan cara kerjasama menggunakan bagi hasil dengan sistem muzara‟ah, mukhabrah dan musaqoh yang merupakan contoh kaerjasama bagi hasil dibidang pertanian.3 Aspek pertanian merupakan aspek penting dalam mengembangkan pertumbuhan suatu negara, sebagiamana Al-Syaibani lebih mengutamakan usaha pertanian dari usaha

3 Made Iin Hamidah, Kesesuaian Konsep Islam dalam Praktek Kerjasama Bagi Hasil

Petani Desa Tenggulung Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur. 2014. e-Journal S1 Ekosy Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jurusan Ekonomi Syariah Program S1 ( Volume 3 No. 1 tahun 2014)

(3)

lain. Menurutnya pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangat menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajibannya.4

Namun Kekurangan modal, pengetahuan, infrastruktur pertanian dan aplikasi teknologi modern dalam kegiatan pertanian menyebabkan sektor ini tingkat produktifitasnya sangat rendah dan seterusnya mengakibatkan tingkat pendapatan petani yg tidak banyak bedanya dengan pendapatan pada tingkat subsisten. Di negara-negara maju sumbangan relatif sektor pertanian kepada pendapatan nasional adalah kecil, tetapi pada waktu yang sama jumlah penduduk di sektor yang bekerja disektor ini juga relatif kecil. Walaupun demikian mereka mampu mengeluarkan hasil-hasil pertanian yang melebihi kebutuhan seluruh penduduknya. Juga sektor tersebut dapat mewujudkan pendapatan yang tinggi kepada para petani. Salah satu faktor penting yang menimbulkan keadaan ini adalah penggunanaan teknologi modern disektor pertanian yang meliputi penggunaan alat-alat pertanian modern dan input-input pertanian lain seperti pupuk, insektisida, fungisida dan penggunaan bibit yang baik yang sudah secara meluas dilakukan. Disamping itu keluasan tanah yang dimiliki seorang petani adalah sangat besar.5

Keadaan yang di jumpai disektor pertanian negara-negara berkembang sangat berbeda sekali. Di banyak negara berkembang lebih

4

Muhamad bin Hasan asy-syaibani, “al-ikhtisab fi al-Rizq Al-Mustaba”, dalam Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Islam dari Masa Klasik Hingga Kontroporer (Jakarta: Pustaka Assatrus 2005), hlm 96

5

Sukirno Sadono, Makro Ekonomi Teori Pengantar, ( Jakarta: Rajawali press, 2012), Hlm 438

(4)

setengah dari penduduknya berada di sektor pertanian. Masalah pengangguran tak kentara dijumpai disektor ini. Cara bercocok tanam masih tradisional, penggunaan input pertanian yang digunakan masih tradisional. Semua ini menyebabkan tingkat produktivitas sektor tersebut masih sangat rendah dan merupakan faktor penting yang menimbulkan pendapatan yang rendah dan masalah kemiskinan yang masih meluas.6

Kabupaten Brebes sebagai bagian dari wilayah Indonesia memiliki potensi yang besar pada sektor pertanian, dimana sektor pertanian mampu menyediakan banyak lapangan pekerjaan dan menjadi sumber mata pencaharian bagi sebagian besar masyarakat Brebes. Berdasarkan pada data yang diperoleh dari BPS pada akhir tahun 2013, penduduk Kabupaten Brebes berjumlah 1.764.648 jiwa yang terdiri dari 877.956 jiwa penduduk perempuan dan 886.698 jiwa penduduk laki-laki. Dari keseluruhan total jumlah penduduk di Kabupaten Brebes tersebut, terdapat sekitar 35,07% penduduk yang bekerja pada sektor pertanian. Selain menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya, sektor pertanian juga memberikan kontribusinya terhadap pendapatan regional sebesar 52,18% (tahun 2010).7

Bawang merah merupakan salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Brebes dan merupakan sentra produksi terbesar di Indonesia. Dari keseluruhan total kebutuhan nasional bawang merah, sebesar 23% di suplai dari Kabupaten Brebes. Berdasarkan data yang

6 Ibid., 7

Katalog BPS. Statistik Daerah Kecamatan Larangan 2014. Badan Pusat Statistik kabupaten Brebes 2014. Hlm 7

(5)

diperoleh dari data Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Brebes, sentra bawang merah tersebar di Kecamatan Brebes, Wanasari, Bulakamba, Losari, Tanjung, Kersana, Ketanggungan, Larangan, Songgom, Jatibarang, Bantarkawung dan sebagian Banjarharjo. Dengan potensi bawang merah yang begitu besar tersebut, sesungguhnya merupakan kondisi yang ideal untuk memberikan dampak positif bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat petani bawang merah di Kabupaten Brebes, namun tampaknya masih jauh dari harapan ketika pada kenyataannya masih banyak petani yang hidup dalam kemiskinan.8

Aktifitas berusaha dan bekerja sangat dipengaruhi oleh kondisi suatu daerah dimana masyarakat hidup. Kenyataan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia hidup dan bermukim di daerah dan menggantungkan hidup mereka di sektor pertanian dan perkebunan. Tak terkecuali masyarakat di Dusun Temukerep Desa larangan Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes, baik sebagai petani di lahan sendiri maupun sebagai petani penggarap di lahan milik orang lain.

Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia telah ditemukan sistem bagi hasil di desa-desa khususnya di sektor usaha pertanian. Bagi hasil dalam pertanian merupakan bentuk pemanfaatan tanah dimana pembagian hasil terdapat dua unsur produksi, yaitu modal dan kerja dilaksanakan menurut perbandingan tertentu dari hasil tanah. Sistem yang berkembang di kehidupan masyarakat ini yang menghendaki konsep hukum Islam

(6)

sebenarnya juga telah lama berakar dari budaya bangsa. Contoh yang paling menarik antara lain dalam tata cara pembagian hasil atas garapan tanah pertanian. Telah lama berlalu disini sistem bawon atau baron, maro,

pertelonan dll. Dimana sistem-sistem tersebut banyak kesamaannya

dengan sistem bagi hasil berdasarkan prinsip Islam.9

Petani bawang disalah satu daerah penelitian ini dalah daerah kabupaten Brebes tepatnya di desa Larangan yang masyarakatnya banyak menanam bawang merah, yaitu di lihat dari penggunaan lahan sawah yaitu 886,00 m2 dan banyak menggunakan sistem bagi hasil antara pemilik modal (bisa berupa tanah dan bibit) dengan para penggarap untuk merawat pertanian tersebut. Dalam pelaksanaan bagi hasil petani bawang merah tersebut bila mengalami keuntungan, maka akan secara damai dibagi tetapi bila ada kerugian kadang-kadang terjadi kesalahpahaman antara pemilik modal dengan para pekerja karena para pekerja ini juga tidak hanya memberikan jasa berupa tenaga tetapi kadang juga memberikan pupuk.10

Bertani bawang merah merupakan usaha yang penuh resiko, karena bisa dalam semalam tanaman ini habis dimakan ulat dan akan menimbulkan kerugian. Tetapi kalau mengalami keuntungan maka juga cukup besar yang diperoleh, sehingga bagi hasilnya cukup besar. Oleh karena sering adanya kerugian dan menimbulkan kesalahpahaman diantara

9 Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta : PT. Pena Budi Aksara, 2009). Hlm. 133.

10 Kecamatan Larangan dalam Angka Tahun 2013. Balai Penyuluhan Pangan Kecamatan

(7)

para pemilik modal dan para penggarap.11 Maka peneliti melihat dan memahami lebih jauh bagaimana bentuk model bagi hasil yang selama ini dilaksanakan oleh para petani bawang merah yang ditinjau dengan konsep ekonomi Islam.

Berdasarkan kajian tersebut penulis menarik untuk meneliti kasus yang melanda para petani bawang merah khususnya di daerah Brebes ini, dalam penelitian ini penulis mengambil judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG BAGI HASIL PADA PETANI BAWANG

MERAH DI DUSUN TEMUKEREP DESA LARANGAN

KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN BREBES”

B. Rumusan Masalah

Berdasarakan latar belakang masalah yang di kemukakan di atas, maka dapatlah di rumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun Temukerep?

2. Bagaimana pelaksanaan sistem bagi hasil pada petani bawang merah ditinjau dalam hukum Islam?

3. Bagaimana sistem keuntungan dan kerugian yang diperoleh petani bawang merah di dusun Temukerep ditinjau dalam hukum Islam?

11 Surojo G, Pemupukan dan Pemeliharaan Bawang Merah, (Ngambun : Dipertabu,

(8)

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Untuk mengetahui model bagi hasil pada petani bawang merah di dusun Temukerep

b. Untuk mengetahui pelaksanaan sistem bagi hasil pada petani bawang merah ditinjau dalam hukum Islam

c. Untuk mengetahui sistem keuntungan dan kerugian yang diperoleh petani bawang merah di dusun Temukerep ditinjau dalam hukum Islam

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk:

a. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah informasi, wawasan pemikiran dan pengetahuan mengenai tinjauan hukum Islam tentang bagi hasil pada petani bawang merah di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan wacana dan pedoman untuk Masyarakat dan pemerintah yang dapat menjadi acuan untuk menerapkan sistem bagi hasil dalam hukum Islam. E. Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup tinjauan hukum Islam tentang bagi hasil pada petani bawang merah di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan Kabupaten Brebes pada penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan tersebut hanya tentang model

(9)

bagi hasil petani bawang merah, penerapan bagi hasil pada petani bawang merah ditinjau dalam hukum Islam dan sistem keuntungan dan kerugian yang diperoleh petani bawang merah di dusun Temukerep desa Larangan kecamatn Larangan kabupaten Brebes dalam bagi hasil.

F. Kajian Pustaka 1. Kerangka Teoritis

a. Profit and loss sharing ( bagi hasil)

Ahmad Ghozali (2003) menjelaskan bahwa sistem profit

and loss sharing tidak mengenal adanya bunga (riba). Sistem ini

secara rasional dan objektif diharapkan mampu menciptakan keadilan di antara pemilik modal dan pengusaha atau pengelola yang memanfaatkan modal. Kedua belah pihak memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko apabila usaha tersebut mengalami kerugian.12

Sistem profit and loss sharing (bagi hasil) adalah suatu

kerja sama antara dua pihak dalam menjalankan usaha. Pihak pertama, yaitu pemodal (investor) yang memiliki andil dalam bentuk pendanaan baik berupa modal kerja saja atau modal secara keseluruhan. Sementara itu, pihak kedua adalah pengusaha (penggarap) yang memiliki andil dalam bentuk keahlian, kentrampilan, sarana, dan waktu untuk pengelolaan usaha. Dan

12

Yaumiddin, Umi Karomah., Usaha Bagi Hasil Antara Teori dan Praktik, (Sidoarjo: Kreasi Kencana. 2010). Hlm 22

(10)

masing-masing andil, kedua belah pihak berhak atas hasil usaha yang mereka kerjakan. Karena tidak ada yang dapat memastikan jumlah keuntungan yang akan diperoleh dari suatu usaha, pembagian hasil usaha tersebut ditetapkan dalam bentuk persentase bagi hasil dari keuntungan yang didapat, bukan atas besar dana yang di investasikan.13

b. Model bagi hasil di subsektor pertanian

Dalam pertanian, pola bagi hasil masih bertahan, tetapi ada kecenderungan menurun. Bagi hasil yang masih banyak di gunakan adalah antara pemodal atau pemilik tanah dengan tenaga kerja saat panen. Selain itu, masih ada (walau sudah sangat jarang) pemilik lahan yang menyerahkan pengelolaan lahannya kepada mitranya dengan hanya dilandasi oleh rasa saling percaya. Biasanya antara pemilik dengan mitranya mempunyai tanggung jawab yang sudah ditentukan berdasarkan kesepakatan yang berlaku. Adapun pola-pola bagi hasil yang lazim dilakukan adalah sebagai berikut :14 1) Bagi hasil dengan tenaga kerja sampai panen

Sistem ini biasanya dikenal dengan istilah bawon. Ketika panen, pemilik lahan bekerja sama dengan buruh tani dan hasilnya dibagi. Adapun pola bagi hasilnya bervariasi yaitu 1:4, 1:7, 1:8, 1:9, 1:10, 3:7. Bagi hasil gabah atau hasil panen tanaman, antara pemilik lahan dengan mitra kerja umumnya.

13

Ibid.,

14

(11)

Artinya bagi hasil yang dilakukan didasarkan pada keuntungan bersih yang didapat ketika panen.

2) Seperempat

Keuntungan panen dibagi empat, yaitu 3 bagian diserahkan kepada pemilik lahan dan mitra mendapatkan 1 bagian.

3) Sepertiga

Bagi hasil dengan nisbah 2:1, pemilik lahan bertanggung jawab terhadap satu kali pemupukan dan pembibitan, sementara mitra bertanggungjawab atas pemupukan selanjutmya dan pembajakan, obat, ngurit dan pengairan. c. Sistem bagi hasil di bidang pertanian dalam pandangan Islam

Kerja sama antara pengusaha dan pemodal dalam Islam dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut :

1) Muzara‟ah ( Harvest- yield profit sharing) a) Pengertian Muzara‟ah

Muzara‟ah adalah kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Al- Muzara‟ah seringkali diidentikan dengan Mukhobarah. Di antara keduanya ada sedikit perbedaan sebagai berikut:15

15

(12)

(a) Muzara‟ah: benih dari pemilik lahan (b) Mukhobarah: benih dari penggarap b) Dasar hukum muzara‟ah

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rosullulah SAW pernah memberikan tanah khaibat kepada penduduknya (waktu itu mereka masih yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanam-tanaman. Diriwayatkan oleh Bukhori dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara

muzara‟ah dengan rasio bagi hasil 1/3: 2/3, 1/4: 3/4, 1/2: 1/2,

maka Rasulullah SAW pun bersabda: “ Hendaklah menenami

atau menyerahkan untuk digarap. Barang siapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya.”16

Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “Tidak ada satu pun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara muzara‟ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4, hal ini telah dilakukan oleh Sayidina Ali, Sa‟ad bin Waqash, Ibnu Mas‟ud, Umar bin Abdul Azis, Qasim, Urwah, keluarga Abu bakar, dan keluarga Ali.17

c) Rukun Muzara‟ah dan sifat akad

Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun

muzara‟ah adalah ijab dan qobul yang menunjukan keridaan

16

Ibid.,

(13)

di antara keduannya. Ulama Hanabilah berpendapat bahwa

muzara‟ah tidak memerlukan qabul secara lafazh, tetapi

cukup dengan mengerjakan tanah, hal itu sudah dianggap qabul.18

Tentang sifat muzara‟ah, menurut ulama Hanafiyah, merupakan sifat-sifat perkongsian yang tidak lazim. Adapun menurut ulama Malikiyah, diharuskan menaburkan benih di atas tanah supaya tumbuh tanaman atau dengan menanam tumbuhan di atas tanah yang tidak ada bijinya. Menurut pendapat paling kuat, perkongsian harta termasuk muzara‟ah dan harus menggunakan sighat.19

d) Syarat-syarat muzara‟ah

Syarat- syaratnya ialah sebagai berikut:20

(a) Syarat yang bertalian dengan „aqidain, yaitu harus berakal (b) Syarat yang berkaitan dengan tanaman, yaitu disyaratkan

adanya penentuan macam apa saja yang akan ditanam (c) Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman,

yaitu: bagian masing- masing harus disebutkan jumlahnya (persentase ketika akad), hasil adalah milik bersama, bagian antara Amil dan Malik adalah dari satu jenis yang

18

Syafe‟i, Rachmat, Fiqih Muamalah, ( Bandung: CV Pustaka Setia. 2001). Hlm 207

19 Ibid., hlm 208 20

Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2002). Hlm 158- 159

(14)

sama, bagian kedua belah pihak sudah diketahui, tidak disyaratkan bagi salah satunya penambahan ma‟lum. (d) Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami

yaitu: tanah tersebut dapat ditanami, tanah tersebut dapat diketahui batas-batasnya

(e) Hal yang berkaitan dengan waktu syarat-syaratnya ialah: waktunya telah ditentukan, waktu itu memungkinkan untuk menanam tanaman yang dimaksud, waktu tersebut memungkinkan kedua belah pihak hidup menurut kebiasaan

(f) Hal yang berkaitan dengan alat- alat muzara‟ah, alat-alat tersebut disyaratkan berupa hewan atau yang lainnya dibebankan kepada pemilik tanah

(15)

d). Skema Al-Muzara‟ah

Secara umum, sistem al-muzara‟ah dapat digambarkan dalam skema berikut ini :21

Gambar 1.1 Skema Al-Muzara‟ah

2) Mukhobaroh

a) Pengertian mukhobaroh

Kata

ةﻣﺨﺎﺑﺮ

merupakan masdar dari fi‟il Madli ﺧﺎﺑﺮ dan fi‟il Mudlari‟

ﻳﺨﺎﺑﺮ

yang secara bahasa mempunyai pengertian tanah gembur, lunak.22 Al- mukhobaroh adalah

Mukhābarah adalah bentuk kerja sama antara pemilik

21 Antonio, Muhamad Syafi‟e. Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, ( Jakarta:

Gema Insani Press, 2001), hlm 100

22

Ahmad Warson Munawir, Kamus Indonesia-Arab-Inggris, Surabaya : Pustaka Progresif, 1997, hlm. 319. -Lahan -Benih -Pupuk -Keahlian -Tenaga -Waktu Pemilik lahan Penggarap Lahan Pertanian Hasil Pertanian Perjanjian Pertanian

(16)

sawah/tanah penggarap dengan perjanjian bahwa hasilnya akan dibagi antara pemilik tanah dan penggarap menurut kesepakatan bersama. Mazhab Syafi‟iyah membedakan antara muzāra‟ah dan mukhābarah. Mukhābarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkannya dan benihnya berasal dari pengelola..23

b) Dasar hukum24 (a) Al-Hadist

Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rosulullah SAW, pernah memberikan tanah kahibar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman.

(b) Ijma

Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, “ Tidak ada satu rumah pun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara mukhobaroh dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4. Hal ini telah dilakukan oleh Sayyidina Ali, Sa‟ad bin Abi Wasaqh, Ibnu Mas‟ud, Umar bin Abdul Aziz, Qasim, Urwah, keluarga Abu Bakar dan keluarga Ali.

23

Drs. H. Ahmad Wardi Muslieh, Fiqih Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 392

24

(17)

3) Ijarah

a) Pengertian Ijarah

Kata ijarah diderivasi dari bentuk fi‟il “

ajara-ya‟juru-ajran” ajaran semakna dengan kata al‟iwadh yang

mempunyai arti ganti dan upah, dan juga dapat berarti sewa atau upah.25 Dalam arti luas ijarah bermakna suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam jumlah tertentu.26

b) Landasan Syara‟

Hampir semua ulama fiqih sepakat bahwa ijarah disyariatkan dalam Islam. Jumhur Ulama berpendapat bahwa

ijarah disyariatkan berdasarkan al-qur‟an :27

َّنُه َرْوُجُا َّنُهْوُ ت ْأَف ْمُكَل َنْعَضْرَا ْنِاَف

Artinya:

“ Jika mereka menyusukan (anak-anakmu) untukmu, maka berikanlah mereka upahnya”

(QS. Thalaq : 6)

25 Huda Qamarul, Fiqih Muamalah (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm 77 26

Karim Helmi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hlm 29

27

Syafi‟i Rachmat, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006), hlm 121

(18)

c) Rukun ijarah

Adapun menurut jumhur ulama, rukun ijarah ada (4) empat yaitu:28

(a) Aqid ( orang yang akad) (b) Shighat akad

(c) Ujroh (upah) (d) Manfaat d) Syarat ijarah

Menurut jumhur ulama ada beberapa syarat yang harus dipenuhi berkaitan dengan manfaat atau objek akad ijarah yaitu:29

(a) Manfaat yang akan dijadikan objek ijarah harus diketahui dengan pasti, mulai dari bentuk, sifat, tempat hingga waktunya

(b) Manfaat itu harus dipenuhi dalam arti yang sebenarnya. Karena itu ulama Hanafiyah berpendapat bahwa tidak boleh menyewakan benda milik bersama yang tidak dapat dibagi tanpa ada teman serikatnya, karena manfaatnya tidak dapat terpenuhi.

(c) Manfaat yang dimaksud bersifat mubah. Karena itu tidak boleh menyewakan barang yang manfatnya untuk kegiatan yang dilarang oleh syara‟, misalnya

28

Ibid., hlm 125

29

(19)

menyewakan tempat untuk perjudian atau pelacuran dan lain-lain.

e) Akhir ijarah

Penghabisan ijarah yaitu:30

(a) Menurut ulama Hanafiyah, ijarah dipandang habis dengan meninggalnya salah seorang yang berakad. Sedangkan ahli waris tidak memiliki hak untuk meneruskannya. Adapun menurut jumhur ulama, ijarah itu tidak batal tetapi diwariskan.

(b) Pembatalan akad

(c) Terjadi kerusakan terhadap barang yang disewa. Akan tetapi, menurut ulama lainnya kerusakan pada barang sewaan tidak menyebabkan habisnya ijarah, tetapi harus diganti selagi masih dapat diganti.

(d) Habis waktu kecuali ada uzur

30

(20)

f) Skema ijarah

Secara umum, sistem ijarah dapat digambarkan dalam skema berikut:31

Gambar 1.2 Skema Ijarah

31

Antonio, Muhamad Syafi‟e. Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm 119

Penjual Suplier Nasabah Penyewa Objek Sewa Lembaga Peminjam B.Milik 1. Pesan Objek Sewa 3. Sewa Beli A.Milik 2. Beli Objek Sewa

(21)

Penulis menyadari bahwa penelitian ini bukan merupakan penelitian yang pertama kalinya dilakukan. Oleh karena itu, penulis mencoba menyajikan beberapa penelitian relevan yang telah dilakukan terkait dengan tema yang hendak diteliti berikut ini :

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

No Judul dan nama peneliti Jenis penelitian Teknik pengelolaan data Teknik analisis data

Hasil penelitian Perbedaan Persamaan

1 Tinjuan hukum islam terhadap akad bagi hasil muzara‟ah (studi kasus di desa Dalang kabupaten Klaten) oleh Afia Susilo tahun 2012 Universitas Penelitian lapangan (fieldh research) Quisioner dan observasi Analisis deskriptif Akad (perjanjian) Muzara‟ah di desa

penelitian belum sesuai dengan hukum Islam. Untuk rukun Muzara‟ah dalam hukum Islam telah terpenuhi yaitu dengan

Akad perjanjian bagi hasil di dusun Temukerep telah sesuai dengan hukum Islam, Rukun dan syarat perjanjian bagi hasil dalam hukum Islam telah terpenuhi dengan adanya

(22)

Surakarta berakad. Namun ada beberapa hal yang tidak sempurnanya akad bagi hasil Muzara‟ah di desa penelitian yaitu adanya unsur Gharar, Fasid dan

Zalim. mereka tidak mengetahui istilah bagi hasil pertanian dalam hukum Islam. Dan di dusun Temukerep akad yang dilakukan telah sempurna karena tidak adanya unsur Gharar, Fasid dan Zalim kareana mereka sudah saling percaya berakad yaitu penggarap dan pemilik lahan pertanian

(23)

2 Tinjuan hukum Islam terhadap praktek pengelolaan lahan pertanian di desa Jorongkelabu, Nagari Simpang Tonang Sumatra Barat oleh Lara Harnita tahun 2012 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Penelitian lapangan (fieldh research) Wawancara dan observasi Deskriptif analitik kualitatif

Aplikasi dari kerjasama bidang pertanian

Muzara‟ah dilaksanakan

sesuai dengan

kesepakatan bersama (pemilik dan penggarap), akan tetapi kesepakatan yang dibuat oleh pihak tersebut tidak murni sesuai dengan prinsip akad bagi hasil pertanian dalam hukum Islam. Untuk akad bagi hasil lahan pertanian ini sudah sesuai dengan hukum Islam yaitu dengan adanya unsur-unsur pembentuk akad. Serta untuk berakhirnya akad

Kesepakatan yang dibuat oleh petani di dusun Temukerep murni sesuai dengan prinsip aka bagi hasil pertanian dalam hukum Islam. Dan di dusun Temukerep akad yang dilakukan telah sempurna karena tidak adanya unsur Gharar, Fasid

Rukun dan syarat perjanjian bagi hasil dalam hukum Islam telah terpenuhi dengan adanya orang yang berakad yaitu penggarap dan pemilik lahan pertanian. Serta untuk berakhirnya akad bagi hasil lahan pertanian ini sudah sesuai dengan hukum Islam karena sudah

(24)

bagi hasil lahan pertanian ini sudah sesuai dengan hukum Islam karena sudah terpenuhinya kriteria berakhirnya akad. dan Zalim kareana mereka sudah saling percaya. terpenuhinya kriteria berakhirnya akad.

3 Tinjuan hukum Islam terhadap praktek bagi hasil pengelolaan lahan sawah di desa

Pasir geulis

Padaherang kabupaten Ciamis oleh Barokah Hasanah tahun 2012 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Penelitian lapangan (fieldh research) Wawancara dan dokumentasi Analisis deskriptif kualitatif

Akad Mukhabrah yang dilakukan di desa peneliti belum sesuai dengan hukum Islam, meskipun akad telah memenuhi rukun akad tapi belum memenuhi syarat syahnya perjanjian Akad perjanjian bagi hasil di bidang pertanian di dusun Temukerep telah sesuai dengan hukum Islam karena rukun dan syaratnya telah terpenuhi. Petani bawang merah di dusun Temukerep juga memakai akad Mukhabarah

untuk bagi hasil pertanian.

(25)

Islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani di desa Tenggulun kecmatan Solokuro kabupaten Lamongan Jawa Timur oleh Iin Hamidah tahun 2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dokumentasi dan wawancara deskriptif kualitatif dilakukan oleh masyarakat di peneliti ada relevansinya dengan sistem Mukhobarah.

Untuk akad kerjasama bagi hasil sudah sesuai dengan konsep Islam dilihat dari unsur-unsur pembentukan akad, namun dari aspek objek

akad adanya

ketidaksesuaian yaitu presentase porsi bagi hasil dan jangka waktu tidak disebutkan diawal akad.

objek akad bagi hasil yang dilakukan di dusun Temukerep sudah sesuai dengan hukum Islam karena presentasi dan jangka waktu pelaksanaan akad bagi hasil pertanian di sebutkan dan disepakati diawal. merah di dusun Temukerep juga memakai akad Mukhabarah

untuk bagi hasil pertanian. Untuk akad kerjasama bagi hasil sudah sesuai dengan konsep Islam dilihat dari unsur-unsur pembentukan akad. 5 Sistem Mara” petani bawang merah di desa Kupu Kualitatif Observasi, dokumentasi dan Analisis data kualitatif Sistem pelaksanaan perjanjian bagi hasil (maro) pertanian di desa

Model bagi hasil ayng digunakan oleh Sistem pelaksanaan perjanjian bagi

(26)

kecamatan wanasari kabupaten Brebes dilihat dari perspektif ekonomi Islam oleh Nur Asepudin tahun 2015 UIN Walisongo Semarang

wawancara peneliti yaitu

melaksanakannya dengan hukum adat setempat. Untuk persetujuan antar pihak pemilik dan penggarap lahan dilakukan dengan cara lisan atas dasar kepercayaan dalam membagi imbalan hasil pertanian bawang merah. Serta untuk model bagi hasil yang digunakan oleh masyarakat di desa peniliti adalah 1/7 (maro

pitu) dan 1/8 (maro wolu) petani bawang merah di dusun Temukerep adalah 1/10 (maro sepuluh), 1/9 (maro sanga) dan 1/8 (maro wolu) hasil (maro) pertanian di dusun Temukerep juga melaksanakannya dengan hukum adat setempat. Untuk persetujuan antar pihak pemilik dan penggarap lahan dilakukan dengan cara lisan atas dasar kepercayaan dalam membagi imbalan hasil pertanian bawang merah.

(27)

6 Tinjuan hukum Islam terhadap bagi hasil penggarap kebun karet di desa Bukit Selabu kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan oleh Epi Yuliana tahun 2008 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Penelitian lapangan (fieldh research) Observasi dan wawancara Analisis data kualitatif

Bagi hasil penggarapan kebun karet di desa peneliti adalah aplikasi dari bidang kerjasama pertanian Musaqoh dan pembagian hasil dilaksanakan menurut adat kebiasaan yang telah menjadi ketentuan hukum adat dan telah disetujui masyarakat. Tidak terdapat unsur

penipuan dalam

pembagian hasil, perjanjian kerjasama dilakukan dengan lisan karena lebih mudah mengerjakannya dibandingkan dengan Sistem bagi hasil pertanian di dusun Temukerep merupakam aplikasi kerjasama bidang pertanian Muzara‟ah dan Mukhobaroh. Petani bawang merah di dusun Temukerep untuk pembagian hasil dilaksanakan menurut adat kebiasaan yang telah menjadi ketentuan hukum adat dan telah disetujui masyarakat. Tidak terdapat unsur penipuan dalam pembagian hasil, perjanjian kerjasama dilakukan dengan lisan karena lebih

(28)

perjanjian tertulis. mudah mengerjakannya dibandingkan dengan perjanjian tertulis. 7 Tinjuan hukum Islam

terhadap pelaksanaan bagi hasil pengelolaan lahan tambak (studi di

desa Tluwuk

kecamatan Wedarijaksa

kabupaten Pati oleh Anisatur Rohmatin tahun 2008 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Penelitian lapangan (fieldh research) Populasi dan sampel, interview serta observasi

kualitatif Pelaksanaan kerjasama pengelolaan lahan tambak yang terjadi di

desa peneliti

dilaksanakan menurut adat kebiasaan yang telah menjadi katentuan hukum adat dan telah disetujui serta dijalankan oleh masyarakat di desa peneliti, perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan Model bagi hasil ayng digunakan oleh petani bawang merah di dusun Temukerep adalah 1/10 (maro sepuluh), 1/9 (maro sanga) dan 1/8 (maro wolu) Petani bawang merah di dusun Temukerep untuk pembagian hasil dilaksanakan menurut adat kebiasaan yang telah menjadi ketentuan hukum adat dan telah disetujui

masyarakat. Perjanjian bagi

(29)

hukum Islam karena sudah terpenuhinya rukun dan syaratnya. Untuk pembagian bagi hasil dilakukan berdasarkan model bagi hasil ½ atau 50% hasil petani bawang merah di dusun Temukerep tidak bertentangan dengan hukum Islam karena sudah terpenuhinya rukun dan syaratnya. 8 Implementasi PLS

Petani Bawang Merah ditinjau dari Konsep Ekonomi Islam oleh Umrotul Khasanah tahun 2009 Universitas Islam Negeri Malang Kualitatif Observasi, wawancara dan dokumentasi Analisis deskriptif

Model pelaksanaan bagi hasil pada petani bawang merah di salah satu kabupaten Jawa Timur

adalah dengan

menggunakan skim musyarakah yaitu pengabungan dalam sisi

Petani bawang merah di dusun Temukerep sistem pelaksanaan bagi hasil menggunakan skim Akad perjanjian bagi hasil di bidang pertanian di dusun Temukerep telah sesuai dengan hukum Islam

(30)

modal dan jasa, penggarap tidak hanya berpartisipasi dalam jasa tenaga kerja yang dipunyai tetapi juga mengeluarkan dana untuk biaya perawatan bawang merah yang

ditanam untuk

melindungi dari serangan

hama. Dalam

pelaksanaan bagi hasil para petani bawang merah bila ditinjau dari konsep bagi hasil yaitu rukun dan syaratnya telah sesuai dengan konsep ekonomi islam, namun ada beberapa

Muzara‟ah dan Mukhabarah.

(31)

permasalahan yang terjadi akibat dari pelaksanaan sistem bagi hasil dari usaha bertani bawang merah antara pemilik lahan dengan penggarap, karena hal itu hanya semata-mata diakibatkan karena tidak adanya penulisan dalam setiap kegiatan mulai dari proses akad sampai panen.

9 Implementasi bagi hasil antara pemilik dan penghasil gabah

pada usaha penggilingan gabah Penelitian lapangan (fieldh research) Observasi, wawancara dan angket Analisis deskriptif kualitatif

Pada dasarnya para petani dan pihak penggilingan gabah memakai prinsip saling percaya satu sama lain.

Akad perjanjian bagi hasil di bidang pertanian di dusun Menerapkan sistem bagi hasil

(32)

menurut tinjauan ekonomi Islam oleh Erlina Yosefa tahun 2014 UIN Sarif Arif Kasim Riau

Dari sistem ini pada hakikatnya pelaksanaan bagi hasil penggilingan masih belum sesuai dengan konsep ekonomi Islam. Dalam praktek bagi hasil tidak disertai dengan akad lisan maupun tulisan, sehinggan tidak ada unsur kejelasan antara pihak yang bersangkutan, dimana penggiling tidak memberikan prosentase yang jelas kepada para penghasil gabah sehingga menyebabkan unsur ketidakpastian usaha ini.

Temukerep telah sesuai dengan hukum Islam. Untuk aspek objek akad bagi hasil yang dilakukan di dusun Temukerep sudah sesuai dengan hukum Islam karena presentasi dan jangka waktu pelaksanaan akad bagi hasil pertanian di sebutkan dan disepakati

(33)

diawal. 10 Analisis hukum Islam

terhadap kerjasama pertanian dengan sistem bagi hasil disertai dengan upah di desa Pademonegoro kecamatan Sukodono kabupaten Sidoarjo oleh Siti Mahmudah tahun 2013 IAIN Sunan Ampel Surabaya Penelitian lapangan (fieldh research) Observasi, wawancara dan dokumentasi Deskriptif analitis Praktek kerjasama pertanian tidak sesuai dengan pengertian

Muzara‟ah dan menurut

pandangan hukum Islam praktek kerjasama pertanian ini tidak sesuai dengan tujuan dari suatu kerjasama ini yaitu saling

membatu atau

meringankan beban orang lain (pemilik lahan) Akad perjanjian bagi hasil di bidang pertanian di dusun Temukerep telah sesuai dengan hukum Islam. Menerapkan sistem bagi hasil

(34)

G. KERANGKA BERFIKIR

Salah satu masalah yang dihadapi negara Indonesia sekarang ini adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang dilakukan melalui pembangunan diberbagai bidang. Hal ini nampak semakin di adakannya pembangunan di bidang pertanian utamanya sub sektor pangan. Salah satu sub sektor pangan adalah usaha tani bawang. Petani bawang merah dalam melakukan sistem bagi hasil untuk menghasilkan keuntungan atau pendapatan, diperlukan kegiatan usaha (bertani bawang merah) kemudian menunggu panen untuk kelangsungan proses bagi hasil tersebut. Sehingga penulis menarik pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1.3 Skema Kerangka Operasional Penelitian

Bagi Hasil Petani Bawang Merah

3 Sistem bagi hasil dibidang pertanian dalam hukum Islam:

-Muzara‟ah -Mukhobaroh

-Ijarah

Sesuai atau tidak dengan hukum Islam

Perolehan keuntungan dan kerugian dalam bagi

hasil petani bawang merah

(35)

G. METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian.32

1. Desain Penelitian a. Jenis penelitian

Penelitian ini secara metodologi tergolong field research (penelitian lapangan), dengan menggunakan metode pendekatan kasus (case study) yaitu penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan sesuai dengan unit sosial, individu, kelompok, lembaga atau masyarakat. Dalam hal ini penulis melakukan pengamatan langsung dalam obyek yang diteliti guna memperoleh informasi dan data-data tentang masalah yang dibahas.33

Dalam hal ini penulis mengadakan penelitian tentang penerapan bagi hasil petani bawang merah dalam hukum Islam di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah.

32

Masyhuri dkk, Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dan Aplikatif, (Malang : PT Refika Aditama, 2011) . Hlm. 157

33 Chilid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian, cet. 8 (Jakarta: PT Bumi Aksara,

(36)

b. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriftif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.34

Pendekatan masalah yang digunakan oleh peneliti ini adalah pendekatan sosiologis normatif yaitu dengan peneliti apakah penerapan bagi hasil petani bawang merah di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan kabupaten Brebes telah sesuai dengan syari‟at Islam khususnya yang berkenaan dengan transaksi muamalah terutama dalam penerapan bagi hasil dalam bidang pertanian. Selain itu juga dilihat dari sudut pandang sosial budaya serta tradisi yang ada dalam masyarakat setempat, yang dalam penetapan hukum Islam sendiri dikenal dengan „Urf.

2. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang dicari atau sumber data utama yang digunakan peneliti untuk mencari data di tempat penelitian.

34 Bogdan dan Taylor dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. 22,

(37)

Adapun yang dimaksud sebagai sumber data primer dalam penelitian ini adalah para penggarap dan pemilik lahan pertanian yang yang tergabung dalam kelompok tani di dusun Temukerep dan sebagian yang tidak tergabung dalam kelompok tersebut. b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitian.35 Data sekunder biasanya berwujud undang-undang yang mengatur tentang bagi hasil, ayat dan hadist tentang bagi hasil dalam hukum Islam, dokumen, arsip, data-data mengenai gambaran umum daerah penelitian (BPS) dan buku-buku yang relevan yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. Tehnik Pengumpulan Data

Penelitian ini juga termasuk penelitian lapangan (field

research), yakni penelitian yang langsung dilakukan atau pada

responden, oleh karenanya untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode penelitian, yaitu sebagai berikut:

a. Teknik observasi

Teknik observasi adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data yang dengan mengadakan pengamatan untuk

(38)

pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.

Teknik ini digunakan untuk mengamati situasi dalam pelaksanaan bagi hasil petani bawang merah di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan kabupaten Brebes.

b. Teknik interview atau wawancara

Metode wawancara yaitu sebagai suatu proses tanya jawab lisan, dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengarkan suaranya dengan telinganya sendiri.36

Penulis menggunakan metode ini dengan cara melakukan wawancara langsung atau tanya jawab kepada para penggarap dan pemilik lahan pertanian yang tergabung dalam kelompok tani di dusun Temukerep dan sebagian penggarap dan pemilik lahan pertanian yang tidak tergabung dalam kelompok tani tersebut. c. Teknik dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan menelaah dokumen yang ada untuk mempelajari pengetahuan atau fakta yang hendak diteliti.37

Metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi tentang kondisi umum, dokumen kegiatan “mara”(bagi hasil), dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan gambaran umum petani

36

Sutrisno Hadi, Metode Research, Yogyakarta: Andi, 2004, jilid 2, hlm. 217.

37

Toto Syatori Nasehudin dan Nanang Gozali, Metode Penelitian Kuantitatif (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 130.

(39)

bawang merah di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan kabupaten Brebes, dan lain sebagainya yang diperlukan dalam penelitian ini.

d. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.38 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petani bawang merah di susun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan kabupaten Brebes.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan subjektif penelitian yang disesuaikan dengan tujuan penelitian.39 Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode acak sederhana (simple random sampling) yaitu 5-10 orang terhadap penggarap atau pemilik lahan. Pemilihan penggarap atau pemilik lahan diambil dari petani yang tergabung dalam kelompok tani, yaitu peneliti mengambil salah satu anggota atau pengurus dari kelompok tani tersebut, yang keseluruhan total 4 orang karena jumlah kelompok tani di tempat penelitian juga 4 kelompok. Dan peneliti juga mengambil dari penggarap dan pemilik lahan yang tidak tergabung dalam kelompok tani yaitu 4 orang. Jadi di dalam penelitian ini dilakukan pengambilan sampel sebanyak 8 orang petani di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan kabupaten Brebes.

38

Suharsini Ari Kuncoro, Prosedur peneltian pendekatan suatu Praktek, edisiRvisi V (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hlm 108

39Martono Nanang, metode Peneltian kuantitaif Analisis Isi dan Analisis Data Sekunder,

(40)

4. Teknik Analisis

Analisa data adalah proses penyederhanaan suatu data dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan data yang bersifat kualitatif, maka teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis data tersebut adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu analisis dengan memberikan predikat kepada variabel yang akan diteliti sesuai dengan tolak ukur yang telah ditentukan.40

Deskriptif kualitatif disini menekankan bahwa penelitian yang bersifat deskriptif selain mendeskripsikan berbagai kasus yang ditemukan, juga untuk mendeskirpsikan hal-hal yang bersifat spesifik yang disoroti tentang suatu hal-hal yang di analisis yaitu tinjaun hukum Islam tentang bagi hasil petani bawang merah di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan kabupaten Brebes, model bagi hasil dalam sub sektor pertanian serta sistem bagi hasil dalam bidang pertanian. Sesuai dengan judul penelitian ini, bahwa data yang dianalisis tidak berupa angka-angka tetapi dalam bentuk argumen, yaitu informasi yang diperoleh peneliti dari informasi.

40 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktik (Jakarta:

(41)

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Guna mempermudah dalam pembahasan, sistematika penulisan yang dibuat ini dibagi tiga (3) bagian yaitu bagian pertama, bagian isi dan bagian bagian akhir. Adapun secara rinci sistematika penulisan penelitian tersebut sebagai berikut :

BAB I: Merupakan Halaman Pendahuluan. Dalam bab ini penulis menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, kajian pustaka, kerangka teori, kerangka berfikir, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II: Bagi hasil dalam tinjuan hukum Islam pada bab dua membahas tentang pengertian dan kerjasama bagi hasil dalam Islam, ruang lingkup bagi hasil, dan sitem serta model bagi hasil pertanian dalam hukum Islam .

BAB III: Profil petani bawang merah di dusun Temukerep desa Larangan kecamatan Laranagan kabupaten Brebes. Dalam bab III ini memaparkan mengenai gambaran umum petani bawang merah, yang meliputi data geografis dan monografi dusun Temukerep desaa Larangan, struktur direksi kelompok tani dusun Temukerep, dan perolehan hasil panen serta pembagian hasil panen bawang merah (bagi hasil) dari Analisis kualitatif deskriftif ( lapangan). BAB IV: Analisis hasil penelitian. Berisikan tentang analisis tinjuan hukum

(42)

Temukerep desa Larangan kecamatan Larangan kabupaten Brebes.

BAB V: Penutup Bagian terakhir meliputi kesimpulan dan saran. Adapun untuk halaman terakhir tentang daftar pustaka, lampiran dan daftar riwayat pendidikan penulis.

Gambar

Gambar 1.1 Skema Al-Muzara‟ah
Gambar 1.2 Skema Ijarah
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 1.3 Skema Kerangka Operasional Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

 Pemain yang ketahuan pertama adalah calon sebagai penjaga pada permainan selanjutnya, kalau dalam permainan tersebut tidak kebentengan (benteng atau pos jaga

Konsep nilai waktu dari uang (time value of money) pada dasarnya menjelaskan bahwa uang dalam jumlah yang sama yang diterima hari ini nilainya lebih besar dari nilainya di masa

1. Kesatuan merupakan prinsip yang utama di mana unsur-unsur seni rupa saling menun+ang satu sama lain dalam mementuk k$mp$sisi yang agus dan serasi. !ntuk

Kemampuan media menjadikan objek atau peristiwa yang menyita waktu panjang menjadi singkat, seperti proses metamorfosis,dan lain-lain.Kemampuan media menghadirkan objek

Penggunaan lahan sangat tergantung pada keadaan dan lingkungan lahan berada (Daniel, 2004:66). Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk

Pada kecepatan superfisial air dan udara yang rendah, dari sinyal liquid hold-up pada gambar4 (a) terlihat adanya gelembung yang cukuppanjang Pada gambar 4 (b) dengan

6 14 Mahasiswa dapat memahami konsep dan implementasi pengukuran kematangan Tata Kelola pada Organisasi Konsep IT Alignment and Maturity Project-based learning 240 -

Dengan bantuan regresi logistik dan random forest sebagai classifier, dapat ditunjukkan fitur-fitur penting yang membantu model untuk klasifikasi. Baik regresi