• Tidak ada hasil yang ditemukan

ATRIBUT KEPRIBADIAN YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ORGANISASI (OB)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ATRIBUT KEPRIBADIAN YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ORGANISASI (OB)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ATRIBUT KEPRIBADIAN YANG MEMPENGARUHI PERILAKU ORGANISASI (OB)

Atribut-atribut tersebut diantaranya lokus kendali, Machiavelisme, harga diri, pemantauan diri, kecenderungan untuk menaggung resiko, dan kepribadian tipe A. Lokus Kendali

Persepsi seseorang tentang sumber nasibnya diistilahkan sebagai lokus kendali. Ada dua tipe mengenai lokus kendali. Pertama mereka yang yakin bahwa mereka sendiri yang mengendalikan nasib dirinya, diberi label internal. Sementara yang kedua, yang menganggap hidup mereka terkendali atau bergantung oleh kekuatan luar disebut eksternal.

Individu yang memiliki skor tinggi dalam eksternalitas akan merasa kurang puas dengan jabatan mereka. Hal ini dikarenakan mereka memahami bahwa diri mereka seperti memiliki sedikit kontrol atas hasil-hasil organisasi yang penting bagi mereka.

Dampak dari lokus kendali terhadap kemangkiran adalah bagi orang internal mereka yakin bahwa kesehatan benar-benar berada dalam kendali mereka sendiri melalui perilaku yang tepat, dan tanggungjawab yang tepat akan tanggung jawab mereka sehingga mereka jarang sakit dan karenanya kemangkiran atau absennya rendah.

Untuk itu perlu adanya pemisahan kaum internal dan eksternal dalam suatu tugas atau pekerjaan. Untuk kaum internal sebaiknya diletakkan pada pekerjaan yang menuntut inisiatif dan indenpendensi tindakan. Sebaliknya, kaum eksternal akan melakukan dengan baik pekerjaan-pekerjaan yang rutin dan terstruktur. Dimana keberhasilan sangat tergantung pada penyesuaian denngan arah orang lain.

MACHIAVELIANISME

Seorang individu yang Macheavelianismenya tinggi adalah pragmatis, menjaga jarak emosional, dan yakin tujuan dapat menghalalkan segala cara..Orang-orang yang Mach-nya tinggi lebih banyak melakukan manipulasi , lebih banyak menang, kurang bisa dibujuk, dan membujuk lebih banyak orang lain dibandingkan dengan orang-orang yang Mach-nya rendah.

Oleh karena itu, orang-orang yang mempunyai Mach yang tinggi sangat cocok ditempatka pada pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tawar-menawar atau yang menawarkan imbalan besar untuk menang.

HARGA DIRI

Sejauh mana orang suka terhadap dirinya adalah definisi sederhana dari harga diri. Riset membuktikan Orang-orang dengan harga diri rendah lebih rentan terhadap pengaruh luar daripada orang-orag dengan harga diri tinggi. Hal ini dikarenakan individu dengan harga diri rendah tergantung pada penerimaan evaluasi positif dari orang lain. Akibatnya, mereka lebih mungkin untuk mencari pengakuan dari orang lain dan lebih suka berkompromi dengan keyakinan dan perilaku dari orang-orang yang mereka hargai. Dalam posisi manajerial, harga diri rendah akan cenderung memperhatikan bagaimana membahagiakan orang lain sehingga kurang mungkin mengambil langkah-langkah yang kurang tepat dibandingkan dengan orang-orang denga harga diri tinggi.

(2)

PEMANTAUAN-DIRI

Kemampuan individu untuk menyesuaikan perilakunya dengan factor-faktor situasional eksternal adalh definisi dari pemantauan diri. Seseorang dengan pemantauan diri yang tinggi sangat peka terhadap isyarat-isyarat eksternal dan dapat berperilaku berbeda dalam situasi berbeda dimana mampu menyajikan kontradiksi mencolok antara personal publik mereka dan diri pribadi mereka. Sementara seseorang seseorang yang mempunyai pemantauan diri yang rendah cenderung menampilkan disposisi dan sikap mereka yang sebenarnya dalam setiap situasi.

Sehingga dapat disimpulkan orang-orang dengan pemantauan diri tinggi akan lebih berhasil dalam posisi manajerial dimana orang-orang dituntut untuk memainkan peran-peran ganda, dan bahkan berkontradiksi.

MENGAMBIL RESIKO

Kecenderungan pengambilan atau menghindari resiko membawa dampak berapa lama waktu bagi manajer untuk mengambil keputusan dan berapa banyak informasi yang mereka perlukan sebelum menentukan pilihan. Kecenderungan pengambilan resiko yang tinggi bisa menyebabkan kinerja yang lebih efektif bagi seorang pedagang saham karena jenis pekerjaan itu menuntut pengambilan keputusan yang cepat. Di lain pihak, keinginan untuk mengambil resiko membuktikan suatu hambatan besar bagi seorang akuntan yang melakukan kegiatan auditing, karena sebaiknya jabatan auditing sebaiknya diisi oleh seseorang dengan pengambilan resiko yang rendah.

KEPRIBADIAN TIPE A

Seseorang dengan kepribadian tipe A secara agresif terlibat dalam pengumulan yang kronis dan tak hehti-hentinya untuk mencapai lebih banyak dalm waktu yang lebih sedikit, dan jika perlu, melawan upaya-upaya dari orang lain yang menentang. Orang dengan kepribadian tipe A mempunyai ciri:

1. selalu brgerak, berjalan ,dan makan denan cepat

2. merasa tidak sabar dengan tingkatan dari kebanyakan peristiwa yang ada 3. berusaha keras untuk berpikir atau melakukan dua atau lebih hal sekaligus 4. tidak dapat menghadapi waktu luang

5. terobsesi dengan jumlah, mengukur sukses dari segi berapa banyak yang mereka peroleh

Sementara seseorang dengan kepribadian B jarang didorong keinginan untuk memperoleh jumlah barang yang semakin meningkat atau berpartisipasi dalam rangkaian peristiwa yang terus bertumbuh dalm jumlah waktu yang terus menerus menurun. Orang dengan kepribadian tipe B mempunyai cirri:

1. tak pernah mengalami keterdesakan waktu ataupun ketidaksabaran

2. meras tidak perlu memamerkan atau membahas entah prestasi mereka atau apa yang sudah mereka capai kecuali kalau pemaparan itu dituntut oleh situasi

3. bermain untuk mendapatkan kegembiraan dan relaksasi, bukannya untuk memperlihatka superioritas mereka

4. dapt santai tanpa rasa bersalah

Dari data diatas, dapat disimpulkanbahwa tipe B akan lebih berhasil dibandingkan tipe A dalam berorganisasi. Hal ini dikarenakan promosi-promosi dalam perusahaan

(3)

professional biasanya jatuh pada mereka yang bijaksana dan bukannya kepada mereka yang gegabah, dan pada mereka yang kreatif dan bukannya pada mereka yang hanya cerdas dalam perselisihan yang bersaing.

KEPRIBADIAN DAN BUDAYA NASIONAL

Tidak ada tipe kepribadian umum untuk suatu Negara tertentu. Anda dapat menemukan pengammbil resiko yang tinggi dan rendah di hamper semua budaya manapun. Namun budaya sebuah Negara mempengaruhi karakteristik kepribadian yang dominant dari penduduknya. Kita dapat memperhatikan ini dari lokus kendali dan kepribadian tipe A. sebagai contoh kelaziman kepribadian tipe A akan menjadi agak terpengaruh oleh lingkungan budaya dimana seseorang dibesarkan. Negara-negara kapitalis yang menghargai prestasi dan keberhasilan akan menumbuhkan lebih banyak kepribadian tipe A dibandingkan dengan Negara yang kurang menghargai materialisme seperti Swedia dan Perancis.

MENCAPAI KECOCOKAN KEPRIBADIAN

KECOCOKAN ORANG DAN PEKERJAAN

Tipologi kepribadian dan kedudukan yang sama dan sebangun menurutorang Belanda :

TIPE KARAKTERISTIK

KPRIBADIAN

KEDUDUKAN YANG SAMA SEBANGUN Realistis. Menyukai kegiatan

fisik yang menuntut keterampilan, kekuatan, dan koordinasi

Pemalu, tahan, stabil, mudah

menyesuaikan diri, praktis Mekanik, operator drill press, petani Investigatif. Menyukai

kegiatan yang mencakup pemikiran, pengorganisasian, dan pemahaman

Analitis, asli, ingin tahu,

independen Ahli biologi, ahli ekonomi, ahli matemetika, reporter berita Sosial. Menyukai kegiatan

yang mencakup membantu dan membangun rang lain

Mampu bergaul, bersahabat,

kooperatif, bersifat memahami Pekerja sosial, guru, konselor, psikolog klinik Konvensional. Menyukai

kegiatan-kegiatan yang diatur dengan peraturan jelas, dan tidak bersifat mendua

Mudah menyesuaikan diri, efisien, praktis, tidak imajinatif, tidak luwes

Akuntan, manajer perusahaan, teller bank, pegawai

Enterprising, menyukai kegiatan-kegiatan verbal dimana ada peluang untuk mempengaruhi yang lain dan mendapat kekuasaan

Percaya diri, ambisi, energetik,

mendominasi Pengacara, agen real estate, spesialis hubungan public, manajer bisnis kecil

Artistik. Menyukai kegiatan-kegiatan yang bersifat mendua dan tidak sistematik, yang memungkinkan ekspresi yang kreatif

Imajinatif, tidak teratur, idealis,

(4)

KECOCOKAN ORGANISASI-ORANG

Kecocokan orang-orang pada hakikatnya berargumentasi bahwa orang meninggalkan pekerjaan yang tidak cocok dengan kepribadiannya. Dengan menggunakan terminology lima besar, misalnya, kit adapt memastikan bahwa orang dengan ekstraversi tinggi lebih cocok dengan budaya yang agresif dan berorientasi tim. Orang yang berkemampuan sepakat yang tinggi akan lebih cocok dengan iklim organisasi yang suportif dibandingkan orang yang berfokus pada keagresifan, dan bahwa orang dengan keterbukaan tinggi trhadap pengalaman, lebih cocok dengan organisasi yang menekankan inovasi dan bukannya standardisasi. Mengikuti pedoman ini pada saat perekrutan akan mengarah ke seleksi karyawan baru yang lebih cocok dengan budaya organisasi, yang pada gilirannyaakan menghasilan kepuasan karyawan yang lebih tinggi dan mengurangi perputaran karyawan.

(5)

TEORI-TEORI ETIKA LINGKUNGAN Oct 22, '09 7:02 PMuntuk Secara teoritis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep

Environmental Ethics. Ketiga teori ini juga dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.(Sony Keraf: 2002)

Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan cara pandang Barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern, di mana perhatian utamanya menganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnya, dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan, dan yang dianggap relevan dalam pertimbangan moral, yang dilihat dalam istilah Frankena--sebagai satu-satunya moral patient (William K. Frankena:1979).

Akibatnya, secara teleologis, diupayakan agar dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia dan dihindari akibat buruk sebanyak mungkin bagi spesies itu. Etika antroposentrisme ini dalam pandangan Arne Naess dikategorikan sebagai Shallow

Ecology (kepedulian lingkungan yang dangkal).

Cara pandang antroposentrisme, kini dikritik secara tajam oleh etika biosentrisme dan ekosentrisme. Bagi biosentrisme dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis, makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk hidup dan "memandang manusia tak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan". (Fritjof Capra:1997)

Ekosentrisme berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.

Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan oleh Arne Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973. di mana prinsip moral yang

dikembangkan adalah menyangkut seluruh komunitas ekologis.

Etika ini dirancang sebagai sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya, prinsip-prinsip moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret. Etika ini menyangkut suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekadar sesuatu yang instrumental dan ekspansionis sebagaimana ditemukan pada

(6)

antroposentrisme dan biosentrisme. Dengan demikian, Deep Ecology lebih tepat disebut sebagai sebuah gerakan diantara orang-orang yang sama, mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan isu lingkungan dan politik. Akar gerakan Deep Ecology telah ditemukan pada teori ekosentrisme pada umumnya dan kritik sosial dari Henry David Thoureau, John Muir, D.H. Lawrence, Robinson Jeffers, dan Aldo Huxley. Pengaruh Taoisme, Fransiskus Asisi, Zen Budhisme, dan Barukh Spinoza juga sangat kuat dalam teori-teori dan gerakan Deep Ecology (George Session:1995)

Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini layak dan harus dijaga. Krisis alam yang terasa begitu mengkhawatirkan akan membawa dampak pada setiap dimensi kehidupan ini. Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini dalam kedudukan yang hierarkis. Melainkan sebuah satu kesatuan organis yang saling

bergantung satu sama lain. Sebuah jaring-jaring kehidupan yang harmonis. Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling

menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung.

Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.

Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri

Biosentrisme dan Ekosentrisme

Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism)

(7)

Prinsip-prinsip Etika Lingkungan

Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan dengan alam , terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu :

1. Sikap Hormat terhadap Alam

Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya

2. Prinsip Tanggung Jawab

Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.

3. Prinsip Solidaritas

Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan.

4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian

Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam.

5. Prinsip “No Harm”

Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu

6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam

Ini berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia.

7. Prinsip Keadilan

Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari. 8. Prinsip Demokrasi

Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman sehingga prinsip ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baik-buruknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam.

9. Prinsip Integritas Moral

Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber daya alam.

Marilah kita pekakan hati dan perilaku anak cucu kita, generasi muda bangsa kita pada etika lingkungan yang benar. Biarlah hati mereka peka akan kelestarian lingkungan, agar kelak Indonesia boleh lestari kembali dengan berjuta kekayaan alamnya yang luar biasa

(8)

indahnya. Hutan adalah ’sahabat’ kita, yang harus selalu terjaga kebersamaannya dengan kita

hUBUNGAN BISNIS DAN LINGKUNGAN

HHUBUNGAN BISNIS DAN LINGKUNGAN

Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan, dengan kata lain bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang disediakan oleh lingkungan. Di samping itu bisnis tidak terlepas dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang mendukung maupun yang menghambat atas tujuan yang ingin dicapai bisnis. Di lain pihak lingkungan bisnis merupakan seluruh karakter dan faktor yang dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak terhadap bisnis.

Sebaliknya bisnis dapat secara langsung maupun tidak dapat mempengaruhi atau menciptakan pengaruh terhadap lingkungannya. Oleh karena itu interaksi antara bisnis dan lingkungannya atau sebaliknya menjadi tema pencermatan yang cukup penting dan sangat urgen bagi kegiatan bisnis terhadap masyarakat. Sehingga eksistensi bisnis layak diterima atau memberikan pengaruh tertentu yang positif atau negatif terhadap

lingkungannya. Secara umum lingkungan bisnis dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.

(9)

Konon, Sony Keraf mengatakan terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai Shallow Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep Environmental Ethics. Ketiga teori ini juga dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.

Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan cara pandang Barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern, di mana perhatian utamanya menganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnya, dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan, dan yang dianggap relevan dalam pertimbangan moral. Akibatnya, secara teleologis, lingkungan [atau alam] diupayakan agar dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia, dan dihindari akibat buruk sebanyak mungkin bagi spesies itu.

Cara pandang antroposentrisme, kini dikritik secara tajam oleh etika biosentrisme dan ekosentrisme. Bagi biosentrisme dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis, makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk hidup dan memandang manusia tak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan. Ekosentrisme berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.

Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini layak dan harus dijaga. Krisis alam yang terasa begitu mengkhawatirkan akan membawa dampak pada setiap dimensi kehidupan ini. Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini dalam kedudukan yang hierarkis. Melainkan sebuah satu kesatuan organis yang saling

bergantung satu sama lain. Sebuah jaring-jaring kehidupan yang harmonis, mungkin seperti impian Fritjof Capra.

Antroposentrisme

Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling

(10)

menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langung.

Nilai tertinggi adalah kepentingan manusia [sehingga, sebenarnya kurang tepat kalau diistilahkan dengan antroposenrisme]. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.

Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat, dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.

Biosentrisme dan Ekosentrisme

Ekosentrisme merupakan kelanjutan dari teori etika lingkungan biosentrisme. Oleh karenanya teori ini sering disamakan begitu saja karena terdapat banyak kesamaan. Yaitu pada penekanannya atas pendobrakan cara pandang antroposentrisme yang membatasi keberlakuan etika hanya pada komunitas manusia. Keduanya memperluas keberlakuan etika untuk mencakup komunitas yang lebih luas. Pada biosentrisme, konsep etika dibatasi pada komunitas yang hidup (biosentrism), seperti tumbuhan dan hewan. Sedang pada ekosentrisme, pemakaian etika diperluas untuk mencakup komunitas ekosistem seluruhnya (ekosentrism)

***

Setidaknya, demikianlah beberapa poin pemikiran Sony Keraf, tentang etika dan etika lingkungannya.

Tetapi ada yang janggal ketika membahas tentang etika lingkungan, yang kemudian dibedakan menjadi yang bersifat biosentris, antroposentris, dan ekosentris.

Antroposentris kemudian dirujukkan kepada Aristoteles, yang menekankan bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Bahwa dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan, dan yang dianggap relevan dalam

pertimbangan moral. Dan secara teleologis, diupayakan agar dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia, dan menghindari akibat buruk sebanyak mungkin bagi spesies itu.

Lingkungan adalah segala hal yang “bersentuhan” dengan kita, baik secara pikir, rasa, indra, ataupun sarana lain yang kita miliki. Tetapi dalam diskursus ini, sebenarnya selalu ada hidden subject [subyek yang disembunyikan]. Kata “kita” di atas, menyiratkan adanya penyatuan antara saya, dan beberapa anda. Mengatakan “kita” berarti menapal batas, antara “kita” dan yang “bukan kita”. Ketika saya mengatakan “lingkungan”, sebenarnya saya mengatakan “lingkungan saya”. Begitu juga ketika anda mengatakan lingkungan, maka sesungguhnya anda pun megatakan “lingkungan saya”. Bagi saya, anda adalah “anda”; bagi anda, saya adalah “anda”, dan anda adalah “saya”. Subyek yang disembunyikan itu, tak lain adalah subyek itu sendiri. Dunia, hanya terdiri dari “saya”, dan yang lain, yang “bukan saya”.

(11)

Etika bukan mengajarkan moralitas secara langsung agar manusia menjadi lebih baik, melainkan ikhtiar mencapai pengertian yang mendasar tentang moral. Maka etika adalah usaha “saya”, usaha “kita”, usaha manusia, untuk memahami bagaimana ber-laku kepada sesamanya, juga kepada yang bukan sesamanya. Etika adalah bagaimana “saya” ber-laku terhadap diri sendiri, juga kepada yang lain, sehingga etika mempunyai dimensi ke dalam dan keluar. Dan yang lain, juga bisa, untuk mengatakan “saya”, sebagaimana saya bisa untuk berkata “saya”.

Sehubungan dengan ini, kemudian Sony Keraf, dengan merunut cerita sejarah, membagi etika lingkungan [dimensi keluar, dari etika], menjadi antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme. Cara pandang antroposentrisme, kini dikritik secara tajam oleh etika biosentrisme dan ekosentrisme. Bagi biosentrisme dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai makhluk sosial. Manusia, juga harus dipahami sebagai makhluk biologis, serta makhluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk hidup, dan memandang manusia tak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan.

Sedangkan ekosentrisme berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme, yang hanya berpusat, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak hidup. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.

Dalam hal ini Keraf hanya memasukkan banyak “yang lain” ke dalam “kita”. “kita” yang semula hanya berisi “saya” dan “kamu”. Dalam diskursus antroposentrisme, “kita” berisi manusia. Kemudian ini dirasa tidak cukup, sehingga mengundang hewan dan tumbuhan, ke dalam “kita”. “kita” di sini, tidak bisalagi dinamai antroposentrisme, melainkan biosentrisme. Hal ini pun berlanjut, ketika kemudian bebatuan, minyak, gas, dan lain-lain dimasukkan ke dalam “kita”. “kita” adalah ekosentrisme. Jika etika adalah sebuah proses tentang bagaimana manusia ber-laku terhadap yang lain, dan lingkungan adalah segala sesuatu yang “menyentuh” subyek, dan di sini Keraf telah melebarkan konsepsi subyek, maka secara epistemologis, kategorisasinya terhadap etika perlu kembali dipertanyakan. Dan lebih jauh lagi, etika lingkungan tidaklah berbeda dengan dimensi-keluar, dari etika. Menurut saya, permasalahan bukanlah sampai mana batasan kita tentang “kita”, juga bukan siapa saja yang harus masuk ke dalam “kita”. Melainkan bagaimana kita, sebagai subyek meng-etis-kan etika itu sendiri. Secara praktis, adalah terus mempertanyakan bagaimana ber-laku terhadap “yang lain”. Keraf melihat, dan mengandaikan bahwa relasi antara “kita” dengan “yang lain” adalah relasi tuan-budak, yang banyak disuarakan oleh Hegel, juga Nietszche. Dan saya kira, jika bentuk relasi semakin di teguhkan, maka bentuk etika ekosentrisme pun [atau etika lain, yang lebih banyak meng-kita-kan, kalau ada], tidak akan bisa memberikan banyak perubahan. Karena, bagaimana kita ber-laku

(12)

kepada yang lain, adalah lebih mengenai sikap dan preposisinya, dan sekali lagi, bukan dengan memasukkan “yang lain” ke dalam lingkaran “kita”.

HUBUNGAN BISNIS DAN LINGKUNGAN

Bisnis merupakan kegiatan yang berhubungan dan berkepentingan dengan lingkungan, dengan kata lain bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang disediakan oleh lingkungan. Di samping itu bisnis tidak terlepas dengan adanya faktor- faktor lingkungan yang mendukung maupun yang menghambat atas tujuan yang ingin dicapai bisnis. Di lain pihak lingkungan bisnis merupakan seluruh karakter dan faktor yang dapat mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak terhadap bisnis.

Sebaliknya bisnis dapat secara langsung maupun tidak dapat mempengaruhi atau menciptakan pengaruh terhadap lingkungannya. Oleh karena itu interaksi antara bisnis dan lingkungannya atau sebaliknya menjadi tema pencermatan yang cukup penting dan sangat urgen bagi kegiatan bisnis terhadap masyarakat. Sehingga eksistensi bisnis layak diterima atau memberikan pengaruh tertentu yang positif atau negatif terhadap

lingkungannya. Secara umum lingkungan bisnis dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal.

LINGKUNGAN EKSTERNAL

Lingkungan Eksternal adalah semua faktor atau pihak-pihak atau variable dinamis yang berada di luar bisnis atau perusahaan. Jika perusahaan didirikan di suatu daerah atau Negara di dalam suatu system masyarakat, maka praktis perusahaan ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan masyarakat ini, dan merupakan sub system

masyarakat yang sudah tentu dituntut untuk berperilaku harmoni dengan semua unsur di dalam masyarakat. Unsur-unsur tersebut dapat dikelompokkan menjadi beberapa unsur : 1. Unsur Hukum yang berlaku di masyarakat

2. Unsur Budaya atau Kultur di masyarakat 3. Unsur Agama atau Kepercayaan

4. Unsur Politik Pemerintahan 5. Unsur Ekonomi Umum 6. Unsur Sosial atau Masyarakat 7. Unsur Geografik

8. Unsur Pendidikan.

Faktor/pihak yang bersifat Dinamis tersebut jelas akan ada pengaruhnya baik bersifat langsung mapun tidak langsung terhadap bisnis. Dan dalam banyak hal lingkunga eksternal ini merupakan variable strategis dan memiliki dimensi jangka panjang dan secara strategis sering menentukan peluang maupun tantangan yang akan dihadapi bisnis. Variabel atau faktor-faktor lingkungan eksternal ini relatife sulit dapat dikendalikan oleh bisnis,lebih sering bisnis mengikuti dan menyesuaikan terhadap perubahan atau dinamika dari variable eksternal ini

LINGKUNGAN INTERNAL

Lingkungan Internal merupakan sejumlah faktor, variable atau atribut-atribut yang melekat pada variable atau faktor tersebut yang berada di lingkungan bisnis dan cukup langsung mempengaruhi bisnis, antara lain yaitu Tenaga Kerja, Modal, Alat-alat, Sistem Manajemen, sarana dan prasarana yang tersedia di dalam perusahaan.

Dalam interaksinya mereka secara terorganisasi cepat dapat dikendalikan oleh

manajemen perusahaan dan secara langsung dapat dipengaruhi. Tingkat pengendaliannya relative lebih mudah dilakukan, karena perusahaan memiliki Bargaining Power yang cukup kuat untuk mempengaruhi variable-variabel ini sesuai dengan sasaran dan tujuan

(13)

perusahaan.

STRENGTH, WEAKNESS, OPPORTUNITY DAN TREATMENT

Lingkungan bisnis dapat dipilah-pilah secara lebih spesifik menurut kepentingan tertentu yang orientasinya adalah dalam persfektif penyusunan strategis yang secara garis besar terbagi dalam 4 kelompok besar :

1. Strength ( Kekuatan ) ;

Variabel-variabel yang masuk dalam kelompok ini mencerminkan kekuatan-kekuatan internal yang dimiliki perusahaan, dan sering dijadikan andalan untuk menetapkan dan menyusun strategi perusahaan, sehingga substansi strategi ini benar-benar sesuai dengan fakta dan prediksi kekuatan yang dimiliki perusahaan.

2. Weakness ( Kelemahan) ;

Sejumlah variable kelemahan ini juga bersifat internal, untuk lebih menjamin keputusan manajerial lebih akurat berdasar fakta. Sehingga dengan mengetahui kelemahan fasilitas dan kapasitas perusahaan tentu akan dilakukan rencana strategi yang lebih baik.

3. Opportunity (Peluang/Kesempatan) ;

Lingkungan eksternal ini sangat dinamis dan sering terjadi berbagai perubahan di mana perlu disesuaikan dengan keadaan lingkungan yang ada.

4. Treatment (Tantangan) ;

Treatment ini merupakan keadaan lingkungan eksternal yang merupakan tantangan yang dihadapi perusahaan yang diprediksi akan menghambat keberhasilan pengusaha dalam mencapai tujuan-tujuannya.

Dalam hal ini untuk meghadapi lingkungan demikian adalah mengkiati agar perusahaan dalam meraih keberhasilan dan tujuan bisnis tidak sampai merusak apalagi

menghancurkan lingkungan. Pengetahuan mengenai SWOT hanya merupakan data dan informasi yang dapat dijadikan sebagai bahan kebijakan perusahaan yang bijaksana dan fair terhadap lingkungan ini. Kebijakan yang dilatar belakangi oleh informasi lingkungan akan dijadikan sebagai masukan yang berharga dalam rangka menyusun strategi

Referensi

Dokumen terkait

Yulian Prabowo, Tinjauan Hukum Islam Dalam Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Terhadap Efektivitas Kinerja Aparatur Sipil Negara, Skripsi,10 Oktober 2018 Pukul

(4) Menghitung persentase perolehan data untuk masing-masing kategori, yaitu hasil bagi frekuensi pada masing-masing kategori dengan jumlah responden, dikali seratus

Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang

El grupo de proveedores no está obligado a competir con otros productos sustitutos para la venta en un sector industrial: Este factor se encuentra en una amenaza baja, se debe a

Dalam UU RI Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.Dengan dasar tersebut perlu perhatian khusus dari pemerintah untuk

Pakistan-Malaysia FTA which is reflected by import tariff decrease for RBD Olein from Malaysia will depress Malaysian RBD Olein price in Pakistan and then increase

Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat kecenderungan pengalaman kerja kepala sekolah SMA/SMK se Kabupaten Badung dalam klasifikasi cukup, berarti tingkat pengalaman kerja memberikan

Pernyataan di atas beririsan dengan hal berikut: (1) beras menjadi bahan pokok utama lebih dari 95% penduduk Indonesia (Sudaryanto 2013); (2) tingkat konsumsi per kapita per