• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data kependudukan tahun 2008, jumlah penduduk Kecamatan Jatinom tercatat 56.982 orang, terdiri dari 27.660 orang laki-laki dan 29.322 orang perempuan. Jumlah kepala keluarga di Kecamatan Jatinom pada tahun 2005 ada 11.821 KK, dengan rata-rata jumlah anggota keluarga sebanyak 4,8 jiwa. Rata-rata jumlah penduduk per desa adalah 3.165 jiwa, dengan tingkat kepadatan penduduk per km² sebanyak 1.604 jiwa. Sedangkan pada tahun 2003 rata-rata jumlah anggota keluarga 4,28 jiwa dan kepadatan penduduknya 1.559 jiwa per km². Dengan demikian dari tahun 2003 ada kenaikan kepadatan penduduk sebanyak 2,9%. Pertambahan penduduk mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan tempat perbelanjaan, sekaligus meningkatkan masalah-masalah dalam penyediaan tempat perbelanjaan. Di dalam penyediaan tempat perbelanjaan secara tersirat terkandung banyak permasalahan yang terkait dengan lokasi yang strategis dan jumlah penduduk/konsumen yang dilayani.

Salah satu tempat perbelanjaan yang paling menonjol dalam kehidupan penduduk adalah pasar. Pasar dalam hal ini merupakan salah satu pusat pelayanan ekonomi sebagai tempat bertemunya antara penjual dan pembeli untuk mengadakan transaksi jual beli barang maupun jasa. Pengertian pasar tersebut tidak terbatas pada pasar-pasar yang sifatnya tradisional tetapi juga meliputi pasar-pasar yang mengikuti perkembangan sosial ekonomi penduduk dan menggunakan teknik baru, yang dikenal dengan swalayan atau supermarket. Sejalan dengan pertumbuhan jumlah dan kepadatan penduduk, maka pasar sebagai tempat berlangsungnya aktivitas perdagangan yang merupakan salah satu pusat pelayanan juga meningkat baik kualitas maupun kuantitas. Namun hal ini justru menimbulkan persaingan antara pasar tradisional dan swalayan.

Berdasarkan keadaan tersebut di atas maka sangat menarik apabila dapat diketahui pola ruang belanja penduduk berdasarkan kecenderungan mereka dalam memilih pasar tradisional maupun swalayan sebagai tempat belanja, khususnya yang bertempat tinggal di pedesaan di

(2)

2

Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini untuk mengetahui apakah ruang belanja penduduk tersebut mempunyai pola menyebar atau mengumpul. Pola menyebar diperoleh apabila sebagian besar dari masyarakat desa berbelanja di pasar-pasar tradisional maupun swalayan-swalayan di luar daerahnya atau di pusat Kota Klaten, sedangkan pola mengumpul apabila sebagian besar dari masyarakat desa lebih senang berbelanja di pasar-pasar tradisional maupun swalayan-swalayan di daerah setempat. Dengan pola ruang belanja yang mengumpul, maka masyarakat desa di Kecamatan Jatinom dapat menjadi motor penggerak ekonomi lokal, sebaliknya jika polanya menyebar, maka masyarakat desa memiliki andil besar terhadap merosotnya ekonomi lokal.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasikan tempat belanja mana yang paling dimanfaatkan oleh penduduk masyarakat desa untuk memenuhi kebutuhan hidup, apakah itu pasar tradisional maupun swalayan sebagai tempat belanja. Penelitian seperti ini memang lebih banyak dilakukan di bidang ilmu ekonomi mikro, untuk geografi sendiri khususnya dipelajari dalam geografi ekonomi. Geografi ekonomi merupakan analisis terhadap fenomena ekonomi dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan adanya penelitian tentang

“Preferensi Terhadap Pasar Tradisional dan Swalayan Dalam Perilaku Belanja Masyarakat Desa di Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten” ini, diharapkan dapat mengembangkan ilmu

geografi sekaligus juga dapat menerapkan ilmu ekonomi dalam geografi dimana kedua ilmu tersebut tergabung dalam geografi ekonomi.

1.2 Perumusan Masalah

Jumlah penduduk di Kecamatan Jatinom dari tahun ke tahun bertambah. Pada tahun 2007 misalnya, jumlah penduduk di Kecamatan Jatinom sebanyak 56.811 jiwa, sedangkan pada tahun 2008 jumlah penduduknya 56.982. Jumlah KK dan kepadatan penduduknya pun bertambah dimana pada tahun 2007 jumlah KK sebanyak 11.835 KK dengan kepadatan penduduk 1.599 jiwa/km², sedangkan pada tahun 2008 jumlah KK sebanyak 11.822 KK dengan kepadatan penduduk 1.604 jiwa/km² (Kecamatan Jatinom Dalam Angka Tahun 2008). Melihat jumlah penduduk yang semakin bertambah dan semakin tingginya kepadatan penduduk di Kecamatan Jatinom akan berakibat pada semakin banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi sehingga sarana

(3)

3

prasarana yang ada harus ditambah. Salah satu sarana prasarana yang harus dapat dicukupi adalah sarana belanja baik itu pasar, toko-toko, warung, maupun fasilitas perbelanjaan lainnya.

Masyarakat desa Kecamatan Jatinom memiliki kondisi sosial ekonomi yang berbeda-beda. Rumah tangga yang mempunyai latar belakang atau kondisi sosial ekonominya lebih baik akan mengarahkan keluarganya agar selektif dalam memilih tempat belanja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejalan dengan hal tersebut tentunya masyarakat desa memiliki faktor-faktor yang mendorong mereka untuk berbelanja secara selektif karena pendapatan per bulan yang terbatas sedangkan pemenuhan kebutuhan tidak terbatas.

Antara daerah masyarakat desa pertanian dan daerah masyarakat desa non pertanian tentunya akan mempunyai karakteristik sosial ekonomi yang berbeda sehingga akan mempengaruhi perilaku belanja ke pasar tradisional dan ke swalayan. Selain itu, jika dilihat dari lokasi daerah-daerah tersebut terhadap pusat perdagangan Kota Klaten, maka ada yang lokasinya di daerah yang dekat pusat perdagangan dan ada pula yang lokasinya di daerah yang jauh dari pusat perdagangan. Secara teoritis, lokasi daerah yang dekat pusat perdagangan memiliki kelebihan diantaranya, pilihan tempat belanjanya lebih bervariasi dan faktor aksesibilitas menuju tempat perbelanjaan lebih mudah, namun belum tentu frekuensi belanja ke pasar tradisional maupun ke swalayan lebih tinggi. Demikian juga penduduk daerah yang jauh dari pusat perdagangan dengan pilihan tempat belanja yang sangat terbatas, belum tentu frekuensi belanja ke pasar tradisional maupun ke swalayan lebih rendah. Dengan demikian ingin diketahui faktor apa yang sebenarnya disukai/diprioritaskan dalam menentukan pilihan terhadap pasar tradisional dan swalayan sebagai tempat belanja dengan terlebih dahulu mengetahui karakteristik sosial ekonomi penduduk dan perilaku belanjanya.

Trend yang terjadi saat ini adalah penduduk cenderung memilih berbelanja di pasar swalayan meskipun harga barang disana lebih mahal dibanding dengan harga barang di pasar tradisional ataupun dilihat dari jaraknya lebih jauh untuk ditempuh daripada ke pasar tradisional. Selain itu, penduduk lebih menyukai tempat berbelanja di swalayan karena lebih praktis dan lebih bersih. Hal itu akibat dari kondisi fisik pasar tradisional yang kotor. Fenomena seperti ini sudah banyak ditemui di pasar-pasar tradisional di Kota Klaten dan sekitarnya (Kompas, 2006).

(4)

4

Dari trend seperti diatas, maka masalah yang dapat diungkapkan dalam penelitian ini adalah apabila penduduk di Kecamatan Jatinom lebih banyak yang memilih pasar tradisional sebagai tempat belanjanya atau dengan kata lain frekuensi ke pasar tradisional lebih sering, maka mereka dapat meningkatkan pendapatan penduduk yang mata pencahariannya bersumber dari pasar tradisional (umumnya penduduk dengan tingkat pendapatan yang rendah). Apabila didukung ruang belanja yang berorientasi lokal, maka masyarakat desa di Kecamatan Jatinom dapat mendorong ekonomi lokal.

Melihat permasalahan diatas, maka sebagai salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut adalah perlunya perbaikan pasar tradisional yang lama di Kecamatan Jatinom dan bila memungkinkan maka dapat dibangun pasar tradisional yang baru.

Dari latar belakang dan permasalahan tersebut di atas maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Apakah perbedaan nyata kondisi sosial ekonomi antara penduduk masyarakat desa pertanian dan masyarakat desa non pertanian di Kecamatan Jatinom?

2. Bagaimanakah perilaku belanja masyarakat desa di Kecamatan Jatinom dan hal-hal yang mempengaruhinya?

3. Hal-hal apa saja yang menjadi preferensi masyarakat desa di Kecamatan Jatinom dalam memilih pasar tradisional dan swalayan sebagai tempat belanja?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbedaan nyata kondisi sosial ekonomi antara penduduk masyarakat desa pertanian dan masyarakat desa non pertanian di Kecamatan Jatinom.

2. Mengetahui perilaku belanja masyarakat desa di Kecamatan Jatinom dan hal-hal yang mempengaruhinya.

3. Mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi preferensi masyarakat desa di Kecamatan Jatinom dalam memilih pasar tradisional dan swalayan sebagai tempat belanja.

(5)

5

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan penyusunan skripsi untuk menempuh ujian akhir tingkat sarjana S1 di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

2. Dapat digunakan sebagai bahan untuk memperluas dan memperdalam teori tentang preferensi, tentang pasar tradisional dan swalayan, tentang perilaku belanja, dan tentang daerah masyarakat desa.

3. Memberikan alternatif strategi bagi para pengambil dan pelaksana kebijakan dalam perencanaan dan pembangunan wilayah Kecamatan Jatinom dengan memperhatikan pada sektor perdagangan dan sosial ekonomi masyarakat desa.

4. Dapat menambah referensi dan bahan pembanding penelitian sejenis lainnya.

1.5 Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

1.5.1 Telaah Pustaka

1.5.1.1 Pendekatan Kompleks Wilayah dalam Geografi

Secara umum geografi mempunyai dua obyek bahasan, yaitu obyek yang berkenaan dengan materi dan obyek formal (Hinderink dan Murtomo, 1988). Obyek materi geografi berupa fenomena geosfer, yaitu atmosfer, hidrosfer, litosfer, serta biosfer, dimana di dalam fenomena-fenomena tersebut dijalin suatu interaksi, baik yang sederhana maupun yang rumit (Bintarto dan Surastopo, 1982). Sedangkan yang membedakan geografi dengan disiplin ilmu yang lain adalah obyek formalnya dilihat dari pendekatannya.

Geografi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan gejala-gejala muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi yang fisik maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, ekologi, dan regional untuk kepentingan program, proses dan keberhasilan pembangunan (Bintarto dan Surastopo, 1982). Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Murtomo (1988) yang menyatakan bahwa untuk kepentingan penelitian geografis dapat menggunakan tiga macam jenis analisis terutama untuk kepentingan pembangunan, yaitu :

(6)

6

1. Analisis ekologikal, yaitu hubungan manusia dengan lingkungannya.

2. Analisis kompleks wilayah, yaitu menganalisa distribusi dan deferensiasi dalam suatu wilayah.

3. Analisis organisasi keruangan, yaitu menganalisa terjadinya pola-pola tertentu dalam ruang.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompleks wilayah yang merupakan perpaduan antara pendekatan keruangan dengan pendekatan ekologi, yaitu dimana faktor fisik, sosial, ekonomi, dan budaya dikaji secara terpadu. Pendekatan ini juga banyak berhubungan dengan unsur-unsur keruangan seperti dibawah ini (Bintarto, 1982) yaitu :

1. Jarak, baik jarak absolut maupun jarak relatif atau jarak sosial.

2. Situs dan situasi yang banyak berhubungan dengan fungsi suatu wilayah.

3. Aksesibilitas.

4. Keterkaitan atau konektivitas yang besar kecilnya banyak menentukan hubungan fungsional antara beberapa tempat.

5. Pola, yaitu perulangan fenomena tertentu dalam lingkup geosfer.

Dalam penelitian ini, unsur-unsur keruangan yang lebih banyak dikaji dalam pendekatan kompleks wilayah adalah (1) unsur jarak yaitu jarak tempat tinggal ke pasar, semakin dekat jarak tempat tinggal ke pasar maka semakin besar frekuensi berbelanja ke pasar tersebut, (2) keterkaitan, dalam hal ini terjadi keterkaitan antara daerah pinggiran kota dengan pusat kota dimana pusat kota sebagai tempat yang menyediakan fasilitas-fasilitas perbelanjaan atau barang-barang yang dibutuhkan oleh penduduk pinggiran kota, (3) pola ruang belanja, dalam hal ini berbentuk pola ruang belanja berdasarkan pasar tradisional dan swalayan yang paling sering dikunjungi.

1.5.1.2 Konsep Pemasaran dan Teori Perilaku Konsumen

Konsep pemasaran merupakan pemasaran yang berorientasi pada konsumen. Pengertian pemasaran yang dianggap paling luas dikemukakan oleh Stanton, William J., yang diterjemahkan oleh Basu Swastha :

(7)

7

Pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.

Dalam pemasaran ini, perilaku konsumen perlu dipelajari agar dapat menawarkan kepuasan yang lebih besar kepada konsumen. Perilaku konsumen dipengaruhi oleh persepsi konsumen tersebut terhadap situasi yang dihadapi. Pada umumnya perilaku konsumen berkenaan dengan dimana mereka membeli barang dan jasa, mengapa mereka membeli barang dan jasa tersebut, kapan mereka membeli dan seberapa sering mereka membeli barang-barang dan jasa. Menurut Basu Swastha dan T. Hani Handoko :

Perilaku konsumen adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan menggunakan barang-barang dan jasa termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan dan persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. (1982:9)

Menurut Basu Swastha (1982), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah :

a. Faktor ekstern yaitu faktor kebudayaan dan faktor sosial.

• Faktor kebudayaan meliputi kebudayaan, sub budaya, kelas sosial.

• Faktor sosial meliputi kelompok referensi yaitu kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang, misalnya : serikat buruh, tim olahraga, perkumpulan agama, kesenian, dan lain sebagainya.

b. Faktor intern/individu psikologis yaitu persepsi, sikap, kepribadian dan konsep diri, belajar serta motivasi.

• Persepsi dapat dirumuskan dalam arti sebagai proses individu memilih, mengorganisasi dan menafsirkan masukan-masukan informasi untuk menciptakan sebuah gambar yang bermakna tentang dunia.

• Motivasi adalah suatu dorongan kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh kepuasan.

(8)

8

• Proses belajar terjadi melalui keadaan saling mempengaruhi antara dorongan, rangsangan, petunjuk-petunjuk, penting jawaban, faktor penguat dan tanggapan.

• Keputusan seorang pembeli dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadiannya termasuk usia, pekerjaan, dan pendapatannya. Selain itu juga kepribadian dan konsep diri.

• Sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk bereaksi terhadap penawaran produk dalam masalah-masalah yang baik ataupun kurang baik secara konsekuen. c. Proses pengambilan keputusan dari konsumen itu sendiri misalnya waktu dan situasi.

Kepergian konsumen ke pasar tradisional maupun ke swalayan untuk belanja kebutuhan sehari-hari disesuaikan dengan keadaan ekonomi mereka. Disamping itu juga ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi mereka dalam menentukan tempat belanja. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah lingkungan sosial, jarak tempat tinggal ke pasar, dan jenis barang yang akan dibeli. Selain itu faktor nilai barang atau jarak juga mempengaruhi pola belanja konsumen.

Ada suatu teori yang mendasari adanya faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang memilih suatu tempat belanja untuk memenuhi kebutuhannya, yaitu Teori Perilaku Konsumen. Selain jenis barang, faktor ekonomi, faktor psikologis, faktor sosiologis dan faktor antropologis juga menentukan perilaku konsumen. Pemilihan tempat belanja ini tidak hanya didorong oleh satu motif saja sehingga motif pemilihan tempat belanja ini bersifat kompleks dan berubah-ubah. Perilaku konsumen juga berubah-ubah karena adanya perubahan usia, pendapatan, dan faktor lainnya. Berikut pola dasar teori perilaku konsumen :

Faktor-faktor

Lingkungan Individu Perilaku

Gambar 1. Pola Dasar dari Teori Perilaku Konsumen

Gambar tersebut memperlihatkan bahwa perilaku konsumen ditimbulkan oleh adanya beberapa bentuk interaksi antara faktor-faktor lingkungan di satu pihak, dan individu di lain pihak. Seseorang individu dapat memilih berbelanja ke swalayan karena pengaruh teman (faktor lingkungan) dan merasa cocok berbelanja ke swalayan itu karena harganya murah (pertimbangan dari individu itu sendiri). Interaksi antara kedua faktor tersebut mengakibatkan adanya perilaku konsumen dalam memilih swalayan.

(9)

9

Selain teori perilaku konsumen terdapat pula model perilaku konsumen, salah satunya adalah Model Howard-Sheth yang berisi 4 elemen pokok, yaitu :

a. Input, berupa dorongan yang ada dalam lingkungan konsumen. Sejumlah pendorong tersebut meliputi baik yang bersifat komersial maupun sosial. Dorongan komersial berasal dari sumber pemasaran tempat belanja, yaitu yang berkaitan dengan harga, kualitas, kekhususan, pelayanan, dan ketersediaan. Sedangkan dorongan sosial adalah komunikasi yang terjadi dalam keluarga, kelas sosial, dan kelompok referensi.

b. Susunan hipotesis, merupakan proses intern dari konsumen, yang menggambarkan proses hubungan antara input dan output pemilihan tempat belanja.

c. Output, adalah variabel tanggapan yang berupa keputusan untuk memilih tempat belanja. Tujuan adalah kecenderungan konsumen untuk memilih tempat belanja yang paling disukai.

d. Variabel-variabel eksogen, meliputi sifat kepribadian, status keuangan, batasan waktu (mendesak tidaknya kebutuhan), faktor sosial dan organisasi, kelas sosial, kebudayaan. Model perilaku konsumen lainnya adalah model hirarki kebutuhan dari Maslow. Konsepnya melakukan adanya suatu hirarki dari kebutuhan, dimana kebutuhan yang lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tersebut, setelah kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan. Menurut Maslow, kebutuhan utama manusia berada pada tingkatan pertama, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum, dan lain-lain). Setelah kebutuhan pertama ini terpenuhi, barulah menginjak pada kebutuhan yang kedua (lebih tinggi), yaitu kebutuhan akan keselamatan. Kebutuhan ketiga (kebutuhan milik dan kecintaan) baru dilaksanakan setelah kebutuhan kedua terpenuhi. Kemudian kebutuhan keempat (kebutuhan akan penghargaan) baru dilaksanakan setelah kebutuhan ketiga terpenuhi. Proses seperti ini berjalan terus sampai akhirnya terpenuhi kebutuhan kelima (kebutuhan akan kenyataan diri). Model ini sangat bermanfaat untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan yang akan dipenuhi pasar, dan dapat memperkirakan perilaku konsumen atas dasar tingkat kebutuhannya.

(10)

10

1.5.1.3 Pendekatan Preferensi

Pendekatan preferensi meliputi pengujian dari observasi terhadap perilaku konsumen (consumen behavior) dengan tujuan untuk mengetahui struktur preferensi dan kemudian mengetahui keteraturan dari perilaku konsumen spasial (Pipkin, 1979 dalam Cadwallader : 1985). Samuelson (dalam Cadwallader, 1985) menyimpulkan bahwa pendekatan ini memiliki relevansi dengan penggunaan teori permintaan konsumen yang beragumentasi bahwa dapat diketahui adanya perankingan yang unik atas obyek-obyek yang diminati. Preferensi merupakan perankingan yang diturunkan dari perbandingan oyek-obyek tersebut. Dengan demikian teknik yang diturunkan dari pendekatan tersebut adalah meminta responden untuk memilih faktor preferensi personal dan preferensi lokasi geografis berdasarkan tingkat kepentingan sehingga nantinya dapat diranking dari yang paling tinggi frekuensinya sampai yang paling rendah frekuensinya.

1. Pasar merupakan suatu tempat dimana terjadi aktivitas dari manusia untuk mengadakan kegiatan jual beli barang-barang kebutuhannya atau konsumsinya (Lpem, 1977 : 5). 2. Pasar merupakan suatu tempat dimana pembeli dan penjual bertemu untuk mengadakan

pertukaran barang-barang maupun jasa (Hoddrem 1974 : 136).

3. Pengertian pasar menurut masyarakat umum, yaitu dimana masyarakat ramai mengartikan pasar sebagai tempat membeli dan menjual barang dan jasa tanpa menghiraukan apakah tempat-tempat itu disediakan secara resmi atau tidak oleh pemerintah setempat (Lpem, 1977 :46).

Dari beberapa pengertian diatas dengan jelas menyebutkan adanya suatu tempat, adanya kelompok penjual dan pembeli serta adanya barang dang jasa yang diperjualbelikan. Pengertian pasar tersebut diatas tidak terbatas pada pasar-pasar yang sifatnya tradisional, tetapi juga meliputi pasar-swalayan yang mengikuti perkembangan sosial ekonomi masyarakat dan menggunakan teknik baru, misalnya “swalayan”, “mall”, dan “department store”.

Adapun ciri-ciri dari pasar tradisional, adalah sebagai berikut :

1. Pasar tradisional pada dasarnya adalah pasar bagi masyarakat konsumen.

2. Barang dagangannya adalah barang-barang keperluan sehari-hari terutama bahan makanan segar hasil pertanian rakyat dan barang-barang hasil kerajinan rakyat.

(11)

11

3. Jarak ke pasar pada umumnya dapat ditempuh dengan jalan kaki di daerah pedesaan, jarak itu lebih kurang 5 km yang dapat ditempuh pejalan kaki dimana dalam waktu sehari dapat ditempuh pulang-pergi.

4. Struktur ruang bangunan pasar tradisional yang umumnya didominasi oleh los-losan terbuka diatas suatu pelataran. Jelas keadaan ini dapat dibedakan dari kelompok pertokoan yang terdiri dari bangunan rumah-rumah perorangan yang seringkali merupakan tempat tinggal.

5. Pasar tradisional merupakan kegunaan umum yang diakui umum, penguasa atau disahkan pemerintah setempat.

6. Pedagang pasar tradisional adalah pedagang pribumi, umumnya dari golongan pedagang kecil dan menengah.

7. Pasar tradisional biasanya mengenal hari-hari pasaran tertentu.

8. Pasar tradisional pada umumnya melayani masyarakat pembeli golongan yang mempunyai pendapatan terbatas.

9. Pasar tradisional pada dasarnya adalah pasar eceran tetapi dapat pula berkembang menjadi pasar pengumpul dan juga pasar borongan (Lpem, 1977 :2).

Menurut lokasi dan kemampuan pelayanannya, pasar dapat digolongkan menjadi 3 jenis : a. Pasar induk, yaitu pasar dimana mempunyai tempat strategis dan luas serta mempunyai

bangunan permanen dan kemampuan pelayanan meliputi seluruh wilayah kota dan daerah-daerah di luar kota, sedangkan barang-barang yang diperjualbelikan lengkap. b. Pasar wilayah, yaitu pasar dimana mempunyai tempat strategis dan bangunan permanen,

sedangkan kemampuan pelayanan meliputi beberapa lingkungan kota. Barang-barang yang diperjualbelikan kurang lengkap bila dibandingkan pasar induk.

c. Pasar lingkungan, yaitu pasar yang mempunyai tempat yang cukup strategis dan bangunannya pada umumnya masih bersifat sementara atau sudah permanen, sedangkan kemampuan pelayanannya meliputi suatu lingkungan kota. Barang-barang yang diperjualbelikan tidak lengkap atau terbatas.

Dalam penelitian ini sasarannya ditekankan pada ketiga jenis pasar tersebut karena berkaitan dengan konsep lokasi dan pelayanan. Baik pasar tradisional maupun swalayan dalam penelitian ini berkaitan erat dengan perdagangan eceran (retail) karena keduanya merupakan

(12)

12

jenis pedagang eceran. Meskipun ada juga pasar tradisional yang menjual secara grosir/bukan eceran, tetapi sebagian besar menjual secara eceran. Adapun pengertian dari perdagangan eceran itu sendiri adalah semua kegiatan yang terlibat di dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi, bukan bisnis (Kotler, 1983 : 50).

Jenis-jenis pedagang eceran adalah :

a. Store retailer yaitu pedagang eceran yang menyediakan berbagai macam barang dan jasa untuk konsumen dalam berbagai macam toko.

b. Non store retailer yaitu pedagang eceran yang tidak menggunakan bentuk toko untuk menjual barang dan jasa.

c. Retailer organization yaitu pedagang eceran yang diorganisir dibawah satu perusahaan. Pasar swalayan/supermarket merupakan salah satu jenis store retailer yang dapat didefinisikan sebagai berikut : merupakan toko yang beroperasi dengan skala relatif besar dengan biaya dan margin rendah, volume penjualan tinggi dan menggunakan sistem swalayan (self

service). Swalayan/supermarket didesain untuk melayani kebutuhan total konsumen terhadap

makanan dan produk-produk tertentu, sehingga minimarket juga termasuk dalam golongan swalayan. Inilah yang membedakan swalayan dengan toko konvensional.

Menurut Philip Duncan (1987) karakteristik, kekuatan dan kelemahan swalayan sebagai berikut :

a. Sebagian besar barang yang diperdagangkan adalah shooping good, yaitu barang yang harus dibeli dengan mencari dahulu dan didalam membelinya harus mempertimbangkan masak-masak, misalnya dengan membandingkan mutu, harga, kemasan, dan sebagainya. Termasuk dalam barang shooping yaitu tekstil, perabot rumah tangga, dan sebagainya. b. Volume penjualan tinggi, karena ragam dan jumlah barang yang dijual relatif banyak. c. Kegiatannya dikelola menjadi kegiatan perdagangan dan kegiatan non perdagangan

(13)

13

Kekuatan swalayan :

1. Kemampuan menarik konsumen, karena : a. Kelengkapan barang dagangan yang dijual. b. Keleluasaan memilih barang yang diinginkan. c. Mutu barang terjamin.

d. Penataan barang terjamin.

e. Kenyamanan berbelanja, karena ruangan yang luas, terang, bersih, dan sebagainya. 2. Pembagian tenaga kerja yang terspesialisasi.

3. Kemampuan finansial dalam melakukan pembelian secara besar-besaran sehingga mendapatkan potongan harga yang besar dan pada akhirnya harga yang dijual kepada konsumen menjadi rendah.

Kelemahan swalayan : adalah anggapan sebagian orang menyorot masalah pelayanan yang kaku dan kurang ramah. Selain itu harga operasi yang cukup tinggi terutama listrik dan gaji pegawai.

Baik pasar tradisional maupun swalayan terdapat atribut di dalamnya. Atribut ini akan mempengaruhi konsumen dalam menentukan suatu pasar sebagai tempat pilihan dalam berbelanja. Menurut Dunne (1990 : 10), macam-macam atribut tempat belanja/pasar yang sering digunakan adalah : harga, barang dagangan (kualitas, model, macam-macam barang), karakteristik fisik (dekorasi, layout, ruang), kenyamanan (jam kerja, lokasi, kemudahan mencari barang dan tempat parkir), pelayanan, personil tempat belanja/pasar (keramahan, kesopanan), dan promosi penjualan.

1.5.1.4 Teori Lokasi Pasar

Penyebaran pelayanan menyangkut aspek sosial dan keruangan. Aspek sosial berkaitan dengan tingkat kemudahan dicapai oleh berbagai kelompok sosial dalam masyarakat, sedangkan aspek keruangan berkaitan erat dengan tingkat kemudahan dicapai per wilayah/daerah. Sejak dari proses perencanaan sampai pelaksanaan dari suatu pelayanan sosial ekonomi tidak dapat terlepas dari partisipasi masyarakat (Huisman dan Purbo, 1987 : 12).

(14)

14

Salah satu teori yang membahas tentang lokasi pasar adalah teori yang dikemukakan oleh Christaller-Losch. Teori ini didasarkan pada dua konsep pokok yaitu :

1. “The range of good”, yaitu jarak tempuh yang masih dapat ditolerir untuk satu jenis atau pelayanan tertentu, disamping unsur jarak, penentuan pilihan oleh pengguna dipengaruhi oleh jenis, kualitas, dan harga barang dan pelayanan yang ada di tempat sentral mempunyai harga yang berbeda sesuai dengan jauh dekatnya konsumen tinggal. Ada hubungan positif antara jarak dari pusat dengan peningkatan harga. Sehingga perilaku konsumen akan mencari pusat yang terdekat untuk mendapatkan barang atau pelayanan dengan kualitas dan harga asli yang sama.

2. “The threshold value”, yaitu jumlah penduduk atau sumberdaya minimum yang dibutuhkan untuk menciptakan permintaan yang cukup atas barang dan pelayanan yang ditawarkan. The threshold value juga menentukan jenis jumlah, harga barang atau pelayanan yang ditawarkan daerah pusat.

Berdasarkan jangkauan barang, Christaller menganggap bahwa bentuk wilayah layanan yang paling ideal adalah segi enam (heksagonal), yang memberikan layanan optimal dan merata tanpa adanya tumpang tindih. Selanjutnya dibedakan atas tiga asas atau prinsip, yaitu asas pasar, asas pengangkutan, dan asas pemerintahan. Penelitian ini cenderung mengarah pada asas pasar/pemasaran (the marketing or supply principle).

1.5.2 Penelitian Sebelumnya

Suwarti (1981) mengemukakan bahwa pengelompokan persebaran penduduk erat sekali hubungannya dengan terjadinya kota dan kegiatan yang mereka lakukan. Hal tersebut berpengaruh terhadap kegiatan perdagangan, pemilihan wilayah untuk tempat tinggal yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka yang berakibat penyebaran penduduk dan fasilitas tidak merata.

Masih tentang hasil penelitian dari Suwarto (1981), disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku belanja penduduk antara lain :

(15)

15

2. Faktor lingkungan sosial ekonomi : lingkungan tetangga, kelompok arisan, tingkat pendapatan keluarga.

3. Faktor lingkungan fisikal : jarak tempat tinggal konsumen ke pasar.

Kemudian dalam mengelola kehidupan keluarga, maka ibu rumah tangga mempunyai peranan yang cukup penting karena ibu rumah tangga merupakan pemrakarsa, pengambil keputusan dan pelaksana belanja kebutuhan sehari-hari.

Susiyanti Nugroho (2002) dalam penelitiannya tentang lokasi belanja mahasiswa UNWAMA menyebutkan bahwa pemilihan lokasi belanja mahasiswa dipengaruhi oleh tingkat pemasukan, jarak yang ditempuh untuk membeli barang yang dibutuhkan, jenis barang kebutuhan yang dibeli apakah barang-barang kebutuhan tingkat rendah atau tingkat tinggi, dan harga barang yang akan dibeli. Ada pula faktor lain yang mempengaruhi mahasiswa untuk memilih lokasi belanja yaitu faktor rekreasi (non ekonomi). Oleh karena sebagian besar mahasiswa memilih belanja di Malioboro karena barang yang disediakan lengkap dan variasinya banyak sehingga polanya menyebar.

Menurut penelitian dari Sari Asih (2000) tentang pola perjalanan penduduk kawasan permukiman baru di Kecamatan Kasihan Kabupaten Dati II Bantul, disebutkan bahwa perjalanan dengan tujuan ke pusat kota sebagian besar adalah untuk maksud pendidikan (sekolah/kuliah). Sedangkan suatu rumah tangga dalam melakukan perjalanan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan dan jumlah pemilikan kendaraan bermotor. Semakin tinggi tingkat pendapatan maka perjalanan yang dilakukan juga lebih tinggi, dan semakin banyak jumlah kendaraan yang dimiliki maka perjalanan yang dilakukan akan lebih banyak pula.

Nanik Suprapti (1993) dalam skripsinya tentang pemanfaatan fasilitas pelayanan pasar di Kecamatan Piyungan Kabupaten Bantul menjelaskan bahwa kepergian konsumen ke pasar (frekuensi ke pasar) dipengaruhi oleh jarak tempuh konsumen dan tingkat pendapatan rumah tangga. Hubungan antara jarak tempuh konsumen dengan frekuensi ke pasar baik ke pasar tingkat desa maupun ke pasar tingkat kecamatan kuat tetapi pengaruhnya lemah. Tingkat pendapatan ternyata tidak mempunyai hubungan dengan frekuensi ke pasar tingkat desa tetapi untuk pasar tingkat kecamatan terdapat hubungan positif yang kuat antara tingkat pendapatan dengan frekuensi ke pasar. Adapun sebagian penduduk di Kecamatan Piyungan lebih memilih tempat belanja di warung, toko, dan pedagang keliling untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

(16)

16

dan membeli sarana pertanian. Sedangkan untuk membeli alat-alat rumah tangga, sebagian besar penduduk membeli ke pasar tingkat desa.

1.6 Kerangka Pemikiran

Peningkatan jumlah penduduk di kota menyebabkan meningkatnya perkembangan kota secara spasial. Oleh karena di kota sudah tidak mampu lagi menampung penduduk karena harga lahannya tinggi. Kondisi inilah yang menyebabkan penduduk kota kemudian berpindah ke daerah pinggiran kota. Dampak dari pemekaran kota yang ditandai dengan berpindahnya penduduk ke daerah pinggiran inilah yang menyebabkan timbulnya daerah masyarakat desa di daerah pinggiran. Dengan demikian maka terjadi perkembangan daerah masyarakat desa di daerah pinggiran. Daerah pinggiran kota yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten.

Semakin berkembangnya daerah masyarakat desa di Kecamatan Jatinom juga menimbulkan masalah baru yaitu semakin meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan hidup penduduk, tetapi sarana/tempat belanja seperti pasar tradisional dan swalayan untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut terbatas jumlahnya. Kondisi seperti inilah yang mempengaruhi penduduk di daerah pinggiran untuk belanja ke luar wilayahnya atau ke pusat kota yang lebih banyak tersedia sarana pasar tradisional maupun swalayannya. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa asumsi yang mendasari penelitian ini adalah penduduk masyarakat desa di Kecamatan Jatinom melakukan kegiatan belanja tidak hanya di pasar tradisional dan swalayan di daerahnya tetapi juga berbelanja ke pasar tradisional dan swalayan di luar daerahnya maupun di pusat Kota Klaten. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penelitian gejala sosial ini diharapkan dapat membentuk suatu pola ruang belanja penduduk masyarakat desa tersebut.

Masalah-masalah baru di Kecamatan Jatinom seperti yang telah diuraikan di atas secara tidak langsung menjadi latar belakang perlunya mempelajari perilaku belanja penduduk masyarakat desa di Kecamatan Jatinom. Perilaku belanja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam memilih tempat belanja, mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut (Basu Swatha, 1982). Berdasarkan pengertian tersebut, maka penelitian ini akan menguraikan perilaku belanja

(17)

17

penduduk masyarakat desa yang meliputi jenis barang, apa saja yang biasa dibeli di pasar tradisional dan di swalayan; dimana saja tempat belanja lainnya (toko, warung, pedagang keliling, dan sebagainya); bagaimana cara belanjanya, yaitu siapa yang menyarankan belanja, yang mengambil keputusan, dan yang melaksanakan belanja ke pasar tradisional maupun ke swalayan, jenis kendaraan yang digunakan untuk belanja ke pasar tradisional maupun ke swalayan; frekuensi belanja ke pasar tradisional dan frekuensi belanja ke swalayan; serta pengeluaran rumah tangga per bulan.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku belanja penduduk masyarakat desa (frekuensi belanja ke pasar tradisional maupun ke swalayan), dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu faktor intern dan faktor ekstern (Basu Swastha, 1982). Adapun faktor-faktor intern yang dimaksud adalah karakteristik sosial ekonomi rumah tangga, meliputi : umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan utama, dan tingkat mobilitas ibu rumah tangga, tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah anggota rumah tangga. Sedangkan faktor ekstern dibatasi pada faktor aksesibilitas yaitu jarak tempuh ke pasar tradisional maupun ke swalayan, tingkat kemacetan jalan menuju pasar tradisional maupun swalayan, waktu tempuh ke pasar tradisional maupun ke swalayan; dan faktor interaksi sosial yaitu sumber informasi dari luar tentang tempat perbelanjaan (teman, tetangga, iklan TV/radio, media cetak, spanduk, baliho, pamflet, dan lain-lain), dan tingkat keaktifan dalam organisasi/kelompok sosial.

Dalam penelitian ini, perilaku belanja penduduk masyarakat desa tidak lepas dari bagaimana preferensi penduduk masyarakat desa dalam memilih pasar tradisional dan swalayan sebagai tempat belanja mereka. Adapun pasar yang dimaksud dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu pasar tradisional dan pasar modern (swalayan). Penelitian ini berusaha mengetahui mengapa penduduk masyarakat desa memilih berbelanja di pasar tradisional maupun swalayan, kaitannya dengan studi geografi yaitu bahwa variasi wilayah sebagai wadah aktivitas manusia dalam hal berbelanja merupakan salah satu variabel keruangan. Selanjutnya preferensi penduduk masyarakat desa terhadap pasar tradisional dan swalayan ini menjelaskan tentang hal-hal yang lebih disukai/diprioritaskan penduduk masyarakat desa dalam memilih pasar tradisional dan swalayan sebagai tempat belanja. Preferensi tersebut dapat dipengaruhi oleh preferensi personal dan preferensi lokasi geografis. Preferensi personal meliputi harga barang yang murah (ekonomis), kualitas dan kelengkapan barang, kemudahan mencari barang (praktis), dan

(18)

18

sebagainya. Dengan kata lain penelitian mengenai preferensi penduduk masyarakat desa sebagai konsumen pasar tradisional dan swalayan ini diperlukan untuk mengetahui preferensi mereka terhadap atribut maupun lokasi pasar tradisional dan swalayan itu sendiri, sehingga dapat diketahui pengelolaan terhadap atribut tersebut secara kolektif.

Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor yang lebih disukai/diprioritaskan dalam memilih pasar tradisional dan swalayan sebagai tempat belanja tersebut maka akan terlihat lokasi pasar tradisional dan swalayan yang paling sering dikunjungi penduduk masyarakat desa di Kecamatan Jatinom. Dengan demikian maka variabel manusia sebagai konsumen dapat menjadi faktor geografi jika dikaitkan dengan proses menetapkan suatu lokasi pasar tradisional dan swalayan sebagai tempat belanja. Dari lokasi pasar tradisional dan swalayan yang paling sering dikunjungi tersebut, maka dapat diketahui pola ruang belanja penduduk masyarakat desa apakah mengumpul atau menyebar. Pola menyebar apabila penduduk masyarakat desa lebih banyak berbelanja ke pasar tradisional dan swalayan di luar daerahnya, sedangkan pola mengumpul apabila mereka lebih banyak berbelanja ke pasar tradisional dan swalayan di wilayah setempat atau di Kecamatan Jatinom. Pola tersebut dapat dilihat dari peta pola ruang belanja penduduk masyarakat desa di Kecamtan Jatinom.

Setelah diketahui pola ruang belanja tersebut, apabila pola menyebar maka hal ini menjadi pertimbangan dalam kebijakan pengembangan ekonomi lokal. Preferensi penduduk masyarakat desa di Kecamatan Jatinom terhadap pasar tradisional, yang ditinjau dari faktor-faktor yang lebih disukai/diprioritaskan dalam memilih pasar tradisional juga menjadi masukan penting bagi pemerintah daerah dalam hal pembangunan pasar tradisional dan swalayan . Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam kebijakan pembangunan daerah masyarakat desa. Implikasi kebijakan pembangunan tersebut diharapkan dapat mendukung kebijakan pengembangan wilayah Kecamatan Jatinom dimana di dalamnya ditegaskan bahwa Kota Kecamatan Jatinom sebagai pusat pertumbuhan dan diarahkan sebagai daerah perdagangan yang mampu menyediakan berbagai macam kebutuhan penduduknya. Lebih jelasnya tentang diagram alir kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :

(19)

19

Berupa pasart

Gambar 2. Diagram alir Kerangka Pemikiran Penelitian

Implikasi Kebijakan Pembangunan Pasar dan Swalayan Masyarakat Desa Pola Ruang Belanja

Preferensi Masyarakat Desa Terhadap Pasar

Pasar Modern (Swalayan) Masyarakat Desa di

Kecamatan Jatinom

Pasar Tradisional

Faktor Ekstern yang Mempengaruhi Perilaku Belanja Masyarakat Desa Faktor Interaksi Sosial - Tingkat Keaktifan Dalam

Organisasi/Kelompok Sosial

- Sumber informasi dari Luar Tentang Tempat Perbelanjaan

Masalah di Kecamatan Jatinom

Jumlah penduduk bertambah, kebutuhan hidup meningkat, namun sarana/tempat belanja berupa pasar tradisional dan swalayan terbatas jumlahnya

Preferensi Sosial/Personal - Harga Barang Murah

- Kualitas dan Kelengkapan Barang - Kemudahan Mencari Barang (Praktis) - Pelayanan Yang memuaskan - Ruangan yang Luas - Dan Lain sebagainya

Lokasi Pasar Tradisional yang Paling Sering Dikunjungi Masyarakat Desa di Kecamatan jatinom

Faktor Intern yang Mempengaruhi Perilaku Belanja Masyarakat Desa Karakteristik Sosial ekonomi Masyarakat Desa

- Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga

- Jenis Pekerjaan Ibu Rumah Tangga

- Pendapatan Rumah

Tangga

- Jumlah Kendaraan

Bermotor

Preferensi Lokasi Geografis

- Kemudahan Untuk Dijangkau - Kedekatan Dengan Tempat Kerja - Kedekatan Dengan Tempat Tinggal - Kedekatan Dengan Sekolah Anak - Dilalui Kendaraan Umum - Kedekatan Dengan Tempat Perbelanjaan Lainnya

Perilaku Belanja Masyarakat Desa

- Jenis Barang yang Akan Dibeli di Pasar Tradisional dan Swalayan

- Tempat Belanja Lainnya (Toko, Warung, Pedagang

Keliling, dan Lain

Sebagainya)

- Cara Belanja ke Pasar Tradisional dan swalayan . Proses Belanja

. Jenis Kendaraan yang Digunakan Untuk Belanja

- Frekuensi Belanja ke Pasar Tradisional dan Swalayan

Lokasi Swalayan yang Paling Sering Dikunjungi

Masyarakat Desa di Kecamatan jatinom

(20)

20

Pemikiran di atas dapat dituangkan secara rinci sebagai hubungan antar variable penelitian yang akan diacu pada metodologi, yaitu :

Keterangan :

: Hubungan timbal balik

: Hubungan searah

Gambar 3. Hubungan Antar Variabel Penelitian

Faktor Intern (Karakteristik Sosial Ekonomi Penduduk Perumahan) Faktor Ekstern (Aksesibilitas Tempat

Tinggal & Interaksi Sosial) Strata Mata Pencaharian Lokasi Permukiman Perilaku Belanja Penduduk Masyarakat Desa Preferensi Lokasi Geografis Preferensi Penduduk Perumahan Terhadap

Pasar Tradisional & Swalayan

Gambar

Gambar 2. Diagram alir Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 3. Hubungan Antar Variabel Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Catatan: Tahapan penambahan modal (baik modal dasar atau modal ditempatkan): RUPS yang menyetujui peningkatan modal tersebut – hasil RUPS dituangkan kedalam Akta

Mengetahui pengaruh perkembangan rasio likuiditas, rasio profitabilitas dan keputusan investasi (dilihat dari sudut investor) pada perusahaan sektor pertambangan yang

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian informasi obat oleh farmasis terhadap kepatuhan minum obat, mengetahui pengaruh pemberian informasi obat

Tampaknya dugaan dapat dikembangkan dari adanya temuan papan perahu, dayung, dan kemudi yang menunjukkan penggunaan peralatan transportasi untuk beraktivitas di areal

Untuk mendapatkan keyakinan yang lebih tinggi terhadap kelayakan penggunaan paket program COOLOD-N, PLTEMP, PARET-ANL dan HEATHYD sebagai alat penganalisis keselamatan

Program Magister Penelitian dan Evaluasi Pendidikan adalah program akademik yang mengacu kepada pohon ilmu pendidikan. Oleh karena itu, lulusan Program Studi Penelitian dan

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

4 Bagi masyarakat yang mempunyai hak eigendom verponding, dan pemerintah melalui kantor pertanahan (BPN) masih melayani konversi eigendom verponding menjadi sertifikat