BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
1. Pendidikan sebagai Organisasi Formal
Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi,
mem-punyai tatanan dan aturan yang harus ditaati oleh
semua
fihak yang terlibat di dalamnya.
Pimpinan organisasi pendidikan sebagai pengendali
staf dalam melaksanakan tugas, diharapkan dapat
menumbuh-kan suatu kondisi kerjasama yang baik. Kerjasama
itu
akan baik, kalau hubungan yang terjalin merupakan hubung
an saling mengisi untuk mencapai tujuan secara
efektif,
tetapi apabila hubungan tersebut kurang harmonis,
maka
organisasi pendidikan akan berjalan secara kurang wajar.
Hubungan pimpinan organisasi dengan
staf
akan
mempunyai pengaruh pada produktivitas, baik ditinjau da
ri segi kuantitas (jumlah) maupun dari segi
kualitas
(mutu), lebih-lebih apabila ditinjau dari segi
efektifi-tasnya.
Hubungan yang baik dan harmonis juga akan
ber-pengaruh terhadap suasana kerja yang menyenangkan
dan
iklim organisasi yang sehat, lebih-lebih dalam
organi
sasi pendidikan hal ini sangat dibutuhkan.
Organisasi
pendidikan mengelola manusia dengan berbagai ragam
si-fat dan latar belakangnya, baik kultur, ekonomi dan so-sialnya. Suasana kerja yang menyenangkan adalah suatu situasi kerja yang saling membantu antara anggota staf,
tanpa menimbulkan rasa takut dan curiga mencurigai anta
ra sesama anggota.
Sedangkan iklim organisasi yang sehat ialah kon-disi organisasi yang berjalan sesuai dengan tatanan or
ganisasi, serta nasing-masing pihak menduduki posisinya.
Kondisi-kondisi yang telah peneliti paparkan di atas akan menunjukkan kepada kita, apakah seorang kepala
organisasi itu juga seorang pemimpin organisasi. Studi
tentang kepemimpinan menunjukkan bahwa ada perbedaan an tara seorang kepala (pimpinan) dengan seorang pimpinan . Seorang pemimpin organisasi dituntut untuk memiliki ke-mampuan mengorganisir staf dan menggerakkan serta
mem-pengaruhinya untuk melakukan hal-hal yang harus dilaksa-nakan atau tidak melakukan hal-hal yang dilarang untuk
dilakukan agar tujuan organisasi dapat dicapai. Kemampu-an-kemampuan demikian disebut dengan istilah kepemimpin
an. Sedangkan seorang Kepala hanyalah seorang yang se
cara formal diangkat untuk mengepalai suatu organisasi. Pungsi utama kepemimpinan terutama mengarah kepa da dua hal, yaitu:
dicapai oleh organisasi.
Fungsi yang bertalian dengan penciptaan suasana kerja un
tuk mencapai tujuan tersebut.Fungsi yang bertalian dengan pencapaian tujuan meliputi:
Merumuskan tujuan dengan jelas berdasarkan
kesepakatan
organisasi, sehingga setiap anggota merasa
berkepenti-ngan dan turut bertanggung jawab.
Pembagian tugas sesuai dengan kemampuan masing
- masing
anggota secara adil dan merata. Dalam pembagian
tugas
tersebut harus jelas:
siapa yang melaksanakan tugas-tugas tertentu (who),
kapan tugas itu harus selesai (when),
kepada siapa dia harus bertanggung jawab (to whom).
Menyusun rencana kerja yang mantap, yang berarti rencana
kerja tersebut harus sudah dipertimbangkan dengan
baik,
dengan memperhatikan:
faktor-faktor penunjang dan penghambat yang
diperkira-kan bakal terjadi,memperhatikan tingkat kemampuan para pelaksana
yang
diberi tugas,
memperhitungkan waktu yang tersedia,
memperhitungkan dana yang tersedia, serta faktor-faktor
lain yang datangnya tiba-tiba di luar dugaan.
Menyusun kriteria keberhasilan (evaluasi keberhasilan)
ketepatan pelaksanaan kerja dengan perintah yang
di-berikan,
ketepatan waktu kerja yang sesuai dengan waktu
yang
sesuai dengan waktu yang disediakan,
kerapihan kerja,
kerjasama antara anggota. «
Fungsi yang bertalian dengan penciptaan suasana
kerja yang harmonis dalam mencapai tujuan meliputi:
Menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara pimpinan
dengan staf (hubungan vertikal), serta hubungan kerjasa
ma antara anggota (hubungan horisontal).
Menciptakan suasana kerja yang tanang, sehingga
menimbul-kan gairah kerja. Staf amenimbul-kan bekerja dengan rasa aman,
tanpa merasa adanya tekanan-tekanan dan rasa takut untuk
berinisiatif dan takut untuk mendapatkan hukuman.
Menciptakan kepuasan kerja bagi para anggota, mereka me
rasa dihargai hasil kerjanya, mendapatkan imbalan
yang
sesuai dengan beban tugasnya dengan waktu yang
tepat
tanpa potongan-potongan yang tidak resmi (sah).
Menghindarkan diri dari janji-janji yang sukar
dipenuhi
atau bahkan tidak mungkin dipenuhi, yang akhirnya -jus-tru akan menimbulkan kekecewaan anggota.
Janji-janji tersebut misalnya tentang promosi untuk sua
tu jabatan tertentu.Disiplin kerja yang baik, berarti bukan suatu
disiplin
yang kaku
(rigid)
tanpa mau menerima suatu
alasanpun
untuk setiap kesalahan stafnya.
Dalam hal yang demikian maka tugas pimpinan adalah
meng-adakan perbaikan terhadap setiap kesalahan, karena
hu-kuman adalah merupakan jalan terakhir apabila semua usa-ha perbaikan menemui kegagalan.Pada Sekolah Dasar Negeri, tatanan yang demikian
telah diatur oleh Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri
dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
No. 33 tahun 1983 dan No. 026a/U/l983, tentang
Petunjuk
Administrasi Sekolah Dasar.
Garis besar keputusan tersebut berisl:
Petunjuk Umum Administrasi Sekolah Dasar terdapat
dalam
Buku I;
Administrasi Program Pengajaran, terdapat dalam Buku II;
Administrasi Kemuridan, terdapat dalam Buku III; Administrasi Kepegawaian, terdapat-dalam;-Buku IV; Administrasi Keuangan, terdapat dalam Buku V;
Administrasi Perlengkapan/Barang, terdapat dalam Buku
VI.
Sebenarnya Kepala Sekolah Dasar dalam hal ini
hanya sebagai pelaksana peraturan yang sudah
disusun
atasan. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan unsuasana kerja yang berbeda antara sekolah dasar satu de
ngan yang lain.Suasana kerja yang demikian, akhir-akhir ini me-nyelubungi situasi pendidikan kita pada umumnya.
Sekolah Dasar-Sekolah Dasar dituntut meningkatkan
produktivitasnya, dalam arti jumlah lulusan yang banyak,
sehingga para guru dihadapkan pada dilema antara
jumlah
dan mutu lulusan.
Kesulitan yang dihadapi para peneliti pada
Seko
lah Dasar, ialah apabila kita mengadakan pelacakan
mela-lui nilai guru dalam DP3 (Daftar Penilaian
Pelaksanaan
Pekerjaan). Obyektivitas penilaian penilaian sangat
di-ragukan, disebabkan DP3 lebih cenderung diartikan
seba
gai persyaratan kenaikan pangkat bagi guru daripada
ke-adaan-nyata dari setiap individu.
Dalam Buku IV Petunjuk Administrasi Sekolah Dasar
(halaman 10), dituliskan bahwa persyaratan kenaikan pang
kat seorang guru antara lain:Lampiran yang diperlukan:
- Salinan sah Surat Keputusan Pengangkatan dalam pangkat terakhir.
- Salinan sah Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tahun terakhir.
Pada halaman berikutnya (halaman 11) tertulis: "Dan
mem-punyai nilai rata-rata baik, tidak ada nilai kurang da
lam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan 2 (dua) tahun
Adapun sebaran nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan ialah sebagai berikut:
1. Amat baik dengan nilai 91 s.d 100
2. Baik, dengan nilai 76 s.d. 90 3. Cukup, dengan nilai 61 s.d. 75 4. Sedang, dengan nilai 51 s.d. 60 5. Kurang dengan nilai 50 ke bawah.
Memperhatikan sebaran nilai yang telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta persya ratan tersebut, maka Kepala Sekolah dihadapkan kepada suatu dilema, yaitu memberi nilai secara obyektif dalam
mengisi DP3 yang berarti ada kemungkinan menghambat
ke
naikan pangkat, atau hanya memperhatikan unsur kemanu-siaan demi kenaikan pangkat para bawahan, yang berarti penilaian dilakukan tidak secara obyektif.
2. Kekuasaan (Power) dan Otoritas (Authority)
Kepala Sekolah Dasar di Indonesia juga dianggap sebagai seorang pemimpin. Pemimpin di sini akan
mem-punyai konotasi kekuasaan (power) dan otoritas
(autho
rity). Kekuasaan (power) merupakan kemampuan seseorangatau kelompok untuk mengubah tingkah laku orang lain se
suai dengan yang dia inginkan (Materi Dasar Pendidikan
Program Akta V, Buku II C, Administrasi Pendidikan 1983/
8
Otoritas (authority) adalah kekuasaan yang
sah
yang dipunyai seseorang dan diakui oleh kelompoknya.Oto
ritas (authority) biasanya lebih ditaati bawahan, karena
dia mempunyai dasar hukum yang sah. Keterpaduan kekuasa
an dengan otoritas akan lebih menguatkan kedudukan
se
orang pemimpin atau Kepala Sekolah Dasar.
Terjadinya pola-pola perilaku yang berbeda
pada
guru, sebagai anggota suatu organisasi pendidikan
salah
satu sebabnya ialah kurang mempunyai Kepala Sekolah
me-madukan kekuasaan dan otoritas (Materi Dasar
Pendidikan
Program Akta Mengajar V, 1983/1984: 58).
Pola perilaku yang berbeda tersebut tentu
saja
akan menghambat tercapainya tujuan organisasi,
karena
antara pimpinan dengan anggota tidak serasi,
sehingga
seolah-olah pemimpin akan berusaha sendiri mencapai
tu
juan yang diharapkan tanpa mendapat dukungan dari
ang
gota.
Tidak terpadunya kekuasaan (power) dengan
oto
ritas. (authority), akan mengakibatkan beberapa
kemungkin-an, yaitu:Lembaga akan berjalan dengan baik, dengan kondisi
hu
bungan yang baik.
Lembaga akan berjalan dengan baik, dengan kondisi
hu
bungan yang buruk.
hubungan yang buruk.
Lembaga akan berjalan dengan buruk, dengan kondisi hu
bungan yang baik.
Lembaga berjalan dengan baik, artinya bahwa guru guru menunaikan tugas dengan rasa tanggung jawab.
Lembaga berjalan dengan buruk, apabila guru-guru melaksanakan tugas kurang bertanggung jawab, sehingga tu gas-tugasnya menjadi terbengkalai.
Kondisi hubungan yang baik, artinya hubungan ker
ja antara guru dengan Kepala Sekolah harmonis, akrab dan
saling mempercayai.
Kondisi hubungan yang buruk artinya hubungan ker
ja Kepala Sekolah dengan guru-guru kurang harmonis dan
saling mencurigai.
Sebagai akibat hal-hal tersebut di atas, maka da
lam pelaksanaannya di Sekolah Dasar akan terjadi empat
kemungkinan:
Kemungkinan kondisi pertama: guru tetap melaksanakan tu
gasnya dengan rasa tanggung jawab, hubungan kerja Kepala
Sekolah dengan guru-guru akrab, sehingga menghasilkan jumlah lulusan yang banyak dengan nilai yang baik.
Kemungkinan kondisi kedua: guru melaksanakan tugasnya de ngan rasa tanggung jawab, tetapi hubungan kerja terjalin kurang akrab, produktivitas lulusan dapat tetap tinggi jumlahnya, tetapi nilai yang didapat rata-rata cukup.
10
Kemungkinan kondisi kedua: guru melaksanakan tugasnya de ngan rasa tanggung jawab, tetapi hubungan kerja terjalin kurang akrab, produktivitas lulusan dapat tetap tinggi
jumlahnya, tetapi nilai yang didapat rata-rata cukup.
Kemungkinan kondisi ketiga: guru melaksanakan tugas ku rang bertanggung jawab, hubungan kerja dengan Kepala Se kolah kurang akrab, hasil yang didapat kurang memuaskan baik dalam jumlah maupun nilainya.
Kemungkinan keempat: Guru melaksanakan tugas kurang ber tanggung jawab, tetapi hubungan kerja cukup akrab jumlah
lulusan tetapi tinggi namun nilainya kurang memuaskan.
Apabila kita hubungkan dengan kriteria
penggolong-an nilai hasil belajar siswa, maka sebarpenggolong-an tersebut ada
lah sebagai berikut:
Kategori nilai hasil belajar baik terdiri dari: Angka 10 dengan pengertian nilai istimewa. Angka 9 dengan pengertian nilai baik sekali.
Angka 8 mempunyai pengertian nilai baik.
Kategori nilai belajar cukup terdiri dari:
Angka 7 mempunyai pengertian nilai lebih dari cukup. Angka 6 mempunyai pengertian nilai cukup.
Angka 5 mempunyai pengertian nilai hampir cukup. Kategori nilai hasil belajar kurang terdiri dari:
Angka 4 mempunyai pengertian nilai kurang.
11
Kategori nilai hasil belajar buruk terdiri dari:
Angka 2 mempunyai pengertian nilai buruk.
Angka 1 mempunyai pengertian nilai buruk sekali.
Kondisi-kondisi yang peneliti ungkapkan di rauka
merupakan kondisi yang umum terjadi pada setiap lembaga
pendidikan. Kepala sekolah harus mampu memantau
kondisi
lembaga yang dipimpinnya, terutama tentang
pelaksanaan
tugas guru serta hubungan kerja yang terjadi antara
Ke
pala Sekolah itu sendiri dengan guru-guru yang dipimpin
nya. Adakalanya Kepala Sekolah terjebak oleh
keadaan
yang terselubung, yaitu hubungan kerja yang tidak
riil,
sebagai contoh: apabila Kepala Sekolah hadir di
sekolah
maka kelihatan, bahwa guru-guru bersungguh-sungguh dalam
melaksanakan tugasnya, dan akrab dengan Kepala Sekolah,
tetapi hal ini akan berubah sekali apabila Kepala
Seko
lah sedang berhalangan sehingga tidak dapat hadir di se kolah, guru-guru akan bekerja semaunya dan kurang ber
tanggung jawab.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka latar bela
kang masalah penelitian ini ialah berpangkal dari
ren-dahnya nilai EBTANAS yang disebabkan oleh belum
berfung-sinya Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas
kepemimpin-annya, sehingga berpengaruh kepada pelaksanaan tugas gu
12
B. Identifikasi Masalah
Pendidikan di Sekolah Dasar dihadapkan pada dilema
antara jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Jumlah lu
lusan yang banyak dengan nilai rata-rata yang banyak de
ngan nilai rata-rata yang tinggi merupakan idaman semua
lembaga pendidikan, tetapi biasanya hal tersebut sukar
dicapai secara bersamaan.
Nilai-nilai lulusan siswa yang tinggi dapat ter jadi apabila diawali dengan seleksi nilai kenaikan kelas yang ketat. Tetapi biasanya Kepala Sekolah lebih menekan-kan kepada jumlah yang banyak untuk setiap kenaimenekan-kan kelas
tetapi kurang memperhatikan nilai-nilai siswa.
Berpijak pada situasi yang demikian, maka timbul-lah persaingan antara sekotimbul-lah satu dengan sekotimbul-lah lain-nya, baik dalam jumlah siswa yang naik kelas maupun dalam
jumlah kelulusan (output). Hal yang demikian akan merupa kan kebanggaan tersendiri baik Kepala Sekolah maupun gu
ru- gurunya.
Hal tersebut akan terlihat pada data pra peneliti an Hasil EBTANAS Sekolah Dasar di Kotamadya Bandar Lam
TABEL 1
REKAPITULASI PENGELOMPOKAN NILAI MATA PELAJARAN HASIL EBTANAS SEKOLAH DASAR NEGERI DAN SWASTA
DI KOTAMADYA BANDAR LAMPUNG, 1986/1987
13
S t a t u s Jumlah Jumlah Mat a Kip. Jumlah
£ S.D. S.D. P e s e r t a Pljr n i l a i siswa Negeri 168 9.875 P.M.P 6,01 6,00 5,99 7.463 271 2.141 76 3 21 Swasta 34 2.402 P.M.P 6,01 6,00 5,99 1.953 85 364 81 4 15 Negeri 168 9.875 B.Ind. 6,01 6,00 5,99 7.559 159 2.157 77 2 21 Swasta 34 2,402 B.Ind 6,01 6,00 5,99 1.356 48 498 77 2 21 Negeri 168 9.875 Mat em 6,01 6,00 5,99 1.752 408 7.725 18 4 78 Swasta 34 2,402 Mat em 6,01 6,00 5,99 882 134 1.386 37 6 57 Negeri 168 9.875 I . P . S 6,01 6,00 5,99 3.297 244 6.33 A 34 2 64 Swasta 34 2,402 I . P . S 6,01 6,00 5,99 1.209 131 1.062 50 5 45 Negeri 168 9.875 I . P . A 6,01 6,00 5,99 4.001 360 5.514 41 4 55 Swasta 34 2.4P2 I . P . A 6,01 6,00 1.103 75 47 3 5,99 1,224 50
Slumber deit a: Laporsin Penyedenggar*lan EBTi
•>-. T l n v
INAS
Lampung" 1986/1987 hal. 121, 122
14
Berdasarkan data tersebut, maka apabila dirata-ra-takan adalah sebagai berikut: Sekolah Dasar Negeri:
*T-n • a o-. 76 + 77 + 18 + 34 + 41 Nxlax 6,01 = _____ x i £ = 49,2 £ 5 3 + 2 + 4 + 2 + 4
6,00 =
— x 1 £ - 3 $>
5 2 1 + 2 1 + 7 8 + 6 4 + 5 5 — x 1 + = 47,8 £Sekolah Dasar Swasta:
81 + 77 + 37 + 50 + 46
6,01 =
—
x 1 <$> = 58,2
5 4 + 2 + 6 + 5 + 3 6,00 = — xl^= 4 % 1 5 + 2 1 + 5 7 + 5 0 + 4 55,99 _
x 1 $> = 37,8 #
Nilai-nilai tersebut di atas ialah untuk melihat bobot
pengetahuan siswa pada Nilai EBTANAS Murni (NEM), sedang
kan untuk menentukan nilai dalam STTB digunakan rumus sebagai berikut :P + Q + nR
15 Keterangan:
P = Nilai Rapor Caturwulan I kelas VI
Q - Nilai Rapor Caturwulan II kelas VI R = Nilai EBTANAS Murni
n = Koefisien R yang nilainya bergerak antara 2 - 0,5 yaitu: 2, 1, 0, 9, 8, 0, 7, 0, 6,
0, 5).
Sedangkan untuk menentukan nilai bidang studi yang
di-cantumkan dalam STTB yang diperoleh dari EBTA digunakan rumus sebagai berikut :
P + Q + 2R
Keterangan:
P = nilai rapor Caturwulan I kelas VI Q = nilai rapor caturwulan II kelas VI
R = nilai rapor yang diperoleh pada EBTA
(SK Kakanwil DEPDIKBUD Propinsi Lampung, 1986: 17-18)
Memperhatikan ketentuan tersebut di atas, makin jelaslah bahwa EBTA maupun EBTANAS lebih cenderung me nentukan bobot pengetahuan seorang siswa pada
kelompok-nya dan bukan menentukan lulus atau tidakkelompok-nya seorang sis
wa Sekolah Dasar.
Kondisi hasil EBTA siswa Sekolah Dasar tersebut
secara organisasi menurut Warren Benis (1978: 281-193 )
dapat disebabkan oleh tiga dimensi, yaitu dimensi teknis,
16 dimensi konsep dan dimensi manusia.
Dimensi teknis lebih cenderung berhubungan dengan
tatanan organisasi berdasarkan organisasi, yaitu yang
berhubungan dengan mekanisme organisasi, jalur tatakerja,
jalur informasi, pembagian tugas dan wewenang.
Dimensi konsep lebih cenderung berhubungan dengan
filsafat organisasi, tujuan organisasi, alasan
didirikan-nya suatu organisasi serta kriteria keberhasilan organi
sasi .
Dimensi manusia erat hubungannya dengan unsur pa ra pelaksana. Unsur pelaksana merupakan unsur yang sa
ngat menentukan.
Masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin or ganisasi dalam hubungan ini ialah:
Masalah organisasional, masalah motivasi kerja dan masa
lah suasana kerja.
1. Masalah Organisasional
Masalah ini menyangkut usaha memadukan kepen-tingan organisasi dan kepenkepen-tingan anggota. Seorang mema-suki suatu organisasi disebabkan oleh adanya
kepentingan-kepentingan tertentu, demikian juga suatu organisasi
di-dirikan karena adanya maksud-maksud tertentu juga.
Seorang Kepala Sekolah Dasar Negeri merupakan wakil Pemerintah untuk mengelola sekolah yang dipimpin
nya, 0leh sebab itu wajarlah kalau kalau
Kepala Sekolah
17
berupaya untuk memajukan Sekolah yang dipimpinnya.
Upaya
tersebut tercermin dalam perilaku kepemimpinannya yangdapat terlihat dalam cara memberi perintah kepada
guru-guru, membagi tugas, membimbing guru-guru maupun tindakan
tindakan yang lain.Dalam melaksanakan tugas, baik guru-guru maupun
Kepala Sekolah, mempunyai keterbatasan
yaitu
karakteris-tik individu dan karakteriskarakteris-tik organisasi.
Karakteristik individu meliputi : Tingkat kemampuan individu, Tingkat kebutuhan individu, dan
Kepercayaan individu terhadap dirinya,
Pengalaman,
Sifcap individu.
Sedangkan karakteristik organisasi menyangkut
masalah
yang berhubungan dengan:
hirargi, tugas-tugas,
wewenang,
imbalan, kontrol.
2. Masalah Motivasi Kerja
Tidak akan dimungkiri, bahwa sebagian besar orang
bekerja, mengharapkan suatu imbalan, biasanya
imbalan
yang paling dominan ialah bersifat materi.
18
Tingkat pencapaian prestasi individu dalam bekerja
pada
suatu lembaga tidak seluruhnya tergantung dari
imbalan
yang diterima.Motiv berprestasi ini akan menjadi makin tinggi
apabila :al tersebut dapat menimbulkan kebahagiaan
ter-sendiri (kepuasan kerja). Pengakuan pimpinan terhadap
prestasi kerja staf akan menarnbah gairah kerja staf,
se-baliknya apabila pimpinan kurang dapat menghargai
pres
tasi kerja staf, maka secara tidak langsung akan
menira-bulkan motivasi kerja yang^bergairah. Hal xnx akan mempunyai akibat terlambatnya pencapaian tujuan yang
diha
rapkan, hasil kerja yang kurang bermutu, serta
hambatan-hambatan lain yang senantiasa mengganggu kelancaran organisasi.
Teori Thorndike yang diterapkan dalam organisa
si tentang konsep penguatan (reinforcement concept),
sa
ngat erat hubungannya dengan motivasi. Perbedaannya
ada
lah apabila motivasi cenderung timbul
dari dalam
diri
individu, maka teori penguatan (reinforcement)
merupakan
perilaku yang ditimbulkan oleh adanya pendorong dari luar
atau adanya rangsangan tertentu (Edgar H. Schein,
1983:
101).Ada tiga unsur penguat (reinforce) yang dapat me nimbulkan penguatan (reinforcement) tindakan individu :
19
Adanya unsur-unsur yang menyenangkan.
Adanya unsur-unsur yang membuahkan kenaikan hubungan
(association) antara respon dan stimulus yang dihasilkan-nya. Sifat konsep yang ketiga ini dapat bersifat menye
nangkan atau tidak menyenangkan (Edgar H. Schein,
1983:
101-102).McClelland dalam hal yang demikian mengemukakan teori kebutuhan yang dihubungkan dengan n Ach ( need for
achievement), yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan
akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan. Kesan yang
diperoleh dari hasil penelitiannya ialah :
Orang yang mempunyai n Ach tinggi lebih senang
menghindari tujuan hasil karya yang mudah dan sukar.
Mereka sebenarnya lebih menyenangi tujuan yang seba-tas kemampuannya yang dapat mereka capai.
Orang yang mempunyai n Ach tinggi lebih menyenangi umpan balik yang cepat, tampak dan efisien mengenai
hasil karya mereka.
Orang yang mempunyai n Ach tinggi senang bertanggung
jawab akan pemecahan persoalan.
(Djurban Wahid, 1984: 100).
3. Masalah Suasana Kerja
Suasana kerja timbul sebagai akibat dari adanya iklim organisasi. Sedangkan iklim organisasi itu sendiri timbul sebagai akibat hubungan kerja yang harmonis atau
tidak harmonis dalam suatu organisasi.
Iklim organisasi yang menunjang akan dapat menim bulkan suasana kerja.yang sehat dan baik, dan sebaliknya suasana kerja yang buruk dapat timbul sebagai akibat
20
iklim organisasi yang buruk. Hubungan kerja yang
buruk
apabila pimpinan organisasi bersifat birokratis,
kurang
memperhatikan situasi stafnya pada saat tertentu.Kondisi-kondisi seperti tersebut di atas akan mem
punyai pengaruh kepada sikap dan perilaku staf dalam
me
laksanakan tugasnya. Sikap senang akan menimbulkan
ke-cenderungan staf untuk bekerja secara sungguh-sungguh
serta penuh tanggung jawab.Suasana kerja yang penuh gairah, sebenarnya akan
sangat menguntungkan bagi pimpinan organisasi,
terutama
bagi pencapaian tujuan organisasi itu sendiri. Staf
yang
kurang bergairah dalam bekerja sukar diharapkan
untuk
mencapai target tertentu. Guru-guru beranggapan bahwa
ke-berhasilannya dalam bekerja lebih c nderung hanya
untuk
kepentingan Kepala Sekolah, karena guru-guru
mendapat
perlakuan yang sama baik guru yang raj in maupun yang ku
rang raj in, misalnya dalam hal kenaikan pangkat
pangkat
ataupun nilai guru dalam DP3.
4. Kepemimpinan dan Administrasi Pendidikan
Administrasi merupakan alat, alat tersebut dapat
membantu kelancaran usaha organisasi untuk mencapai tuju
an dengan efektif. Untuk kelancaran usaha tersebut diper
lukan aturan-aturan tertentu, yang mengikat semua anggota yang terlibat di dalamnya untuk memahami dan
melaksa-21
nakan tugasnya dengan tanggung jawab.
Keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan
yang diharapkan adalah menjadi tanggung jawab
sepenuhnya
pimpinan yang mengatur pelaksanaan administrasi tersebut.
Pemimpin harus mampu mengatur tiga unsur pokok administra
si yang dikenal dengan sebutan "the 3. M_sM, yaitu : Man,
Material and Money.
Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya,seorang pe
mimpin membagi-bagi tugas yang ada pada anggota
stafnya
sesuai dengan kemampuan staf tersebut masing-masing.
Da
lam hal yang demikian maka tugas seorang pemimpin
hanya-lah membagi tugas, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja
yang didapat.Administrasi pendidikan mempunyai prinsip-prinsip
dan aturan-aturan yang tidak jauh berbeda dengan
prinsip
prinsip serta aturan administrasi pada umumnya.
Administrasi pendidikan mencakup semua kegiatan
dan pengurusan masalah pendidikan, termasuk juga kegiatan
dan pengaturan tentang administrasi sekolah. Administrasi
pendidikan tidak akan menjadi baik, kalau pengelolaan ad
ministrasi sekolahnya kurang baik, oleh sebab itu peran seorang Kepala Sekolah sangat penting.Kepala Sekolah sebagai pengelola administrasi
se
kolah yang dipimpinnya dituntut untuk menguasai
tugas-tu-gas administrasi yang menjadi tanggung jawab.
22
Tugas-tugas administrasi sekolah yang
menjadi
tanggung jawabnya meliputi:Administrasi keuangan. Administrasi kepegawaian Administrasi pengajaran Administrasi kesiswaan Administrasi perlengkapan Administrasi umum.
Secara operasional maka Kepala Sekolah hanya se
bagai pengatur terhadap pelaksana administrasi sekolah,
sedangkan pelaksana yang sebenarnya ialah para guru-guru.
Tugas Kepala Sekolah adalam hal ini ialah:
mengorganisa-sikan guru dalam tugas-tugas tertentu, mengawasi
pelak-sanaannya dan mengevaluasi hasil kerja yang
dilakukan
oleh guru-guru tersebut.
C. Perumusan Masalah
Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar yang dimaksud
dalam penelitian ini ialah pelaksanaan tugas-tugas Kepa
la Sekolah Dasar yang berhubungan dengan guru,untuk men
capai tujuan pendidikan.
Seperti telah diungkapkan di muka tugas-tugas Ke
pala Sekolah Dasar tersebut meliputi:
Melaksanakan proses belajar mengajar (P.B.M), melaksana
kan bimbingan siswa dan melaksanakan administrasi kelas.
23
Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan pokok
dalam penelitian ini ialah: pelaksanaan kepemimpinan Ke
pala Sekolah dan pelaksanaan tugas guru, sedangkan
pe-rumusan masalahnya ialah: Bagaimana pendapat guru tentang
pelaksanaan Kepemimpinan Kepala Sekolah, dan
bagaimana
pendapat guru tentang tugas-tugasnya.
Komponen pembahasan yang berhubungan dengan masa
lah tersebut meliputi:Pendapat guru tentang supervisi yang dilakukan Kepala Se
kolah;
Pendapat guru tentang pengawasan yang dilakukan
Kepala
Sekolah;
Pendapat guru tentang evaluasi yang dilakukan Kepala Se
kolah;Pendapat guru tentang pelaksanaan proses belajar
meng
ajar yang dilakukannya;
Pendapat guru tentang bimbingan siswa yang dilakukannya;
Pendapat guru tentang administrasi kelas yang dilakukan
nya;
Berdasarkan komponen-komponen tersebut di atas,
maka tujuan penelitian ini ialah:
Mengungkapkan pendapat guru tentang supervisi yang dila
kukan oleh Kepala Sekolah;
Mengungkapkan pendapat guru tentang pengawasan yang di
24
Mengungkapkan pendapat guru tentang penilaian yang
di
lakukan oleh Kepala Sekolah;Mengungkapkan pendapat guru tentang proses belajar meng
ajar yang dilakukannya.
Mengungkapkan pendapat guru tentang bimbingan kepada sis
wa yang dilakukannya;