• Tidak ada hasil yang ditemukan

terhadap suasana kerja yang menyenangkan dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "terhadap suasana kerja yang menyenangkan dan"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Pendidikan sebagai Organisasi Formal

Lembaga pendidikan sebagai suatu organisasi,

mem-punyai tatanan dan aturan yang harus ditaati oleh

semua

fihak yang terlibat di dalamnya.

Pimpinan organisasi pendidikan sebagai pengendali

staf dalam melaksanakan tugas, diharapkan dapat

menumbuh-kan suatu kondisi kerjasama yang baik. Kerjasama

itu

akan baik, kalau hubungan yang terjalin merupakan hubung

an saling mengisi untuk mencapai tujuan secara

efektif,

tetapi apabila hubungan tersebut kurang harmonis,

maka

organisasi pendidikan akan berjalan secara kurang wajar.

Hubungan pimpinan organisasi dengan

staf

akan

mempunyai pengaruh pada produktivitas, baik ditinjau da

ri segi kuantitas (jumlah) maupun dari segi

kualitas

(mutu), lebih-lebih apabila ditinjau dari segi

efektifi-tasnya.

Hubungan yang baik dan harmonis juga akan

ber-pengaruh terhadap suasana kerja yang menyenangkan

dan

iklim organisasi yang sehat, lebih-lebih dalam

organi

sasi pendidikan hal ini sangat dibutuhkan.

Organisasi

(2)

pendidikan mengelola manusia dengan berbagai ragam

si-fat dan latar belakangnya, baik kultur, ekonomi dan so-sialnya. Suasana kerja yang menyenangkan adalah suatu situasi kerja yang saling membantu antara anggota staf,

tanpa menimbulkan rasa takut dan curiga mencurigai anta

ra sesama anggota.

Sedangkan iklim organisasi yang sehat ialah kon-disi organisasi yang berjalan sesuai dengan tatanan or

ganisasi, serta nasing-masing pihak menduduki posisinya.

Kondisi-kondisi yang telah peneliti paparkan di atas akan menunjukkan kepada kita, apakah seorang kepala

organisasi itu juga seorang pemimpin organisasi. Studi

tentang kepemimpinan menunjukkan bahwa ada perbedaan an tara seorang kepala (pimpinan) dengan seorang pimpinan . Seorang pemimpin organisasi dituntut untuk memiliki ke-mampuan mengorganisir staf dan menggerakkan serta

mem-pengaruhinya untuk melakukan hal-hal yang harus dilaksa-nakan atau tidak melakukan hal-hal yang dilarang untuk

dilakukan agar tujuan organisasi dapat dicapai. Kemampu-an-kemampuan demikian disebut dengan istilah kepemimpin

an. Sedangkan seorang Kepala hanyalah seorang yang se

cara formal diangkat untuk mengepalai suatu organisasi. Pungsi utama kepemimpinan terutama mengarah kepa da dua hal, yaitu:

(3)

dicapai oleh organisasi.

Fungsi yang bertalian dengan penciptaan suasana kerja un

tuk mencapai tujuan tersebut.

Fungsi yang bertalian dengan pencapaian tujuan meliputi:

Merumuskan tujuan dengan jelas berdasarkan

kesepakatan

organisasi, sehingga setiap anggota merasa

berkepenti-ngan dan turut bertanggung jawab.

Pembagian tugas sesuai dengan kemampuan masing

- masing

anggota secara adil dan merata. Dalam pembagian

tugas

tersebut harus jelas:

siapa yang melaksanakan tugas-tugas tertentu (who),

kapan tugas itu harus selesai (when),

kepada siapa dia harus bertanggung jawab (to whom).

Menyusun rencana kerja yang mantap, yang berarti rencana

kerja tersebut harus sudah dipertimbangkan dengan

baik,

dengan memperhatikan:

faktor-faktor penunjang dan penghambat yang

diperkira-kan bakal terjadi,

memperhatikan tingkat kemampuan para pelaksana

yang

diberi tugas,

memperhitungkan waktu yang tersedia,

memperhitungkan dana yang tersedia, serta faktor-faktor

lain yang datangnya tiba-tiba di luar dugaan.

Menyusun kriteria keberhasilan (evaluasi keberhasilan)

(4)

ketepatan pelaksanaan kerja dengan perintah yang

di-berikan,

ketepatan waktu kerja yang sesuai dengan waktu

yang

sesuai dengan waktu yang disediakan,

kerapihan kerja,

kerjasama antara anggota. «

Fungsi yang bertalian dengan penciptaan suasana

kerja yang harmonis dalam mencapai tujuan meliputi:

Menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara pimpinan

dengan staf (hubungan vertikal), serta hubungan kerjasa

ma antara anggota (hubungan horisontal).

Menciptakan suasana kerja yang tanang, sehingga

menimbul-kan gairah kerja. Staf amenimbul-kan bekerja dengan rasa aman,

tanpa merasa adanya tekanan-tekanan dan rasa takut untuk

berinisiatif dan takut untuk mendapatkan hukuman.

Menciptakan kepuasan kerja bagi para anggota, mereka me

rasa dihargai hasil kerjanya, mendapatkan imbalan

yang

sesuai dengan beban tugasnya dengan waktu yang

tepat

tanpa potongan-potongan yang tidak resmi (sah).

Menghindarkan diri dari janji-janji yang sukar

dipenuhi

atau bahkan tidak mungkin dipenuhi, yang akhirnya -

jus-tru akan menimbulkan kekecewaan anggota.

Janji-janji tersebut misalnya tentang promosi untuk sua

tu jabatan tertentu.

(5)

Disiplin kerja yang baik, berarti bukan suatu

disiplin

yang kaku

(rigid)

tanpa mau menerima suatu

alasanpun

untuk setiap kesalahan stafnya.

Dalam hal yang demikian maka tugas pimpinan adalah

meng-adakan perbaikan terhadap setiap kesalahan, karena

hu-kuman adalah merupakan jalan terakhir apabila semua usa-ha perbaikan menemui kegagalan.

Pada Sekolah Dasar Negeri, tatanan yang demikian

telah diatur oleh Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri

dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia

No. 33 tahun 1983 dan No. 026a/U/l983, tentang

Petunjuk

Administrasi Sekolah Dasar.

Garis besar keputusan tersebut berisl:

Petunjuk Umum Administrasi Sekolah Dasar terdapat

dalam

Buku I;

Administrasi Program Pengajaran, terdapat dalam Buku II;

Administrasi Kemuridan, terdapat dalam Buku III; Administrasi Kepegawaian, terdapat-dalam;-Buku IV; Administrasi Keuangan, terdapat dalam Buku V;

Administrasi Perlengkapan/Barang, terdapat dalam Buku

VI.

Sebenarnya Kepala Sekolah Dasar dalam hal ini

hanya sebagai pelaksana peraturan yang sudah

disusun

atasan. Walaupun demikian tidak menutup kemungkinan un

(6)

suasana kerja yang berbeda antara sekolah dasar satu de

ngan yang lain.

Suasana kerja yang demikian, akhir-akhir ini me-nyelubungi situasi pendidikan kita pada umumnya.

Sekolah Dasar-Sekolah Dasar dituntut meningkatkan

produktivitasnya, dalam arti jumlah lulusan yang banyak,

sehingga para guru dihadapkan pada dilema antara

jumlah

dan mutu lulusan.

Kesulitan yang dihadapi para peneliti pada

Seko

lah Dasar, ialah apabila kita mengadakan pelacakan

mela-lui nilai guru dalam DP3 (Daftar Penilaian

Pelaksanaan

Pekerjaan). Obyektivitas penilaian penilaian sangat

di-ragukan, disebabkan DP3 lebih cenderung diartikan

seba

gai persyaratan kenaikan pangkat bagi guru daripada

ke-adaan-nyata dari setiap individu.

Dalam Buku IV Petunjuk Administrasi Sekolah Dasar

(halaman 10), dituliskan bahwa persyaratan kenaikan pang

kat seorang guru antara lain:

Lampiran yang diperlukan:

- Salinan sah Surat Keputusan Pengangkatan dalam pangkat terakhir.

- Salinan sah Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan tahun terakhir.

Pada halaman berikutnya (halaman 11) tertulis: "Dan

mem-punyai nilai rata-rata baik, tidak ada nilai kurang da

lam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan 2 (dua) tahun

(7)

Adapun sebaran nilai dalam Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan ialah sebagai berikut:

1. Amat baik dengan nilai 91 s.d 100

2. Baik, dengan nilai 76 s.d. 90 3. Cukup, dengan nilai 61 s.d. 75 4. Sedang, dengan nilai 51 s.d. 60 5. Kurang dengan nilai 50 ke bawah.

Memperhatikan sebaran nilai yang telah ditentukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan serta persya ratan tersebut, maka Kepala Sekolah dihadapkan kepada suatu dilema, yaitu memberi nilai secara obyektif dalam

mengisi DP3 yang berarti ada kemungkinan menghambat

ke

naikan pangkat, atau hanya memperhatikan unsur kemanu-siaan demi kenaikan pangkat para bawahan, yang berarti penilaian dilakukan tidak secara obyektif.

2. Kekuasaan (Power) dan Otoritas (Authority)

Kepala Sekolah Dasar di Indonesia juga dianggap sebagai seorang pemimpin. Pemimpin di sini akan

mem-punyai konotasi kekuasaan (power) dan otoritas

(autho

rity). Kekuasaan (power) merupakan kemampuan seseorang

atau kelompok untuk mengubah tingkah laku orang lain se

suai dengan yang dia inginkan (Materi Dasar Pendidikan

Program Akta V, Buku II C, Administrasi Pendidikan 1983/

(8)

8

Otoritas (authority) adalah kekuasaan yang

sah

yang dipunyai seseorang dan diakui oleh kelompoknya.Oto

ritas (authority) biasanya lebih ditaati bawahan, karena

dia mempunyai dasar hukum yang sah. Keterpaduan kekuasa

an dengan otoritas akan lebih menguatkan kedudukan

se

orang pemimpin atau Kepala Sekolah Dasar.

Terjadinya pola-pola perilaku yang berbeda

pada

guru, sebagai anggota suatu organisasi pendidikan

salah

satu sebabnya ialah kurang mempunyai Kepala Sekolah

me-madukan kekuasaan dan otoritas (Materi Dasar

Pendidikan

Program Akta Mengajar V, 1983/1984: 58).

Pola perilaku yang berbeda tersebut tentu

saja

akan menghambat tercapainya tujuan organisasi,

karena

antara pimpinan dengan anggota tidak serasi,

sehingga

seolah-olah pemimpin akan berusaha sendiri mencapai

tu

juan yang diharapkan tanpa mendapat dukungan dari

ang

gota.

Tidak terpadunya kekuasaan (power) dengan

oto

ritas. (authority), akan mengakibatkan beberapa

kemungkin-an, yaitu:

Lembaga akan berjalan dengan baik, dengan kondisi

hu

bungan yang baik.

Lembaga akan berjalan dengan baik, dengan kondisi

hu

bungan yang buruk.

(9)

hubungan yang buruk.

Lembaga akan berjalan dengan buruk, dengan kondisi hu

bungan yang baik.

Lembaga berjalan dengan baik, artinya bahwa guru guru menunaikan tugas dengan rasa tanggung jawab.

Lembaga berjalan dengan buruk, apabila guru-guru melaksanakan tugas kurang bertanggung jawab, sehingga tu gas-tugasnya menjadi terbengkalai.

Kondisi hubungan yang baik, artinya hubungan ker

ja antara guru dengan Kepala Sekolah harmonis, akrab dan

saling mempercayai.

Kondisi hubungan yang buruk artinya hubungan ker

ja Kepala Sekolah dengan guru-guru kurang harmonis dan

saling mencurigai.

Sebagai akibat hal-hal tersebut di atas, maka da

lam pelaksanaannya di Sekolah Dasar akan terjadi empat

kemungkinan:

Kemungkinan kondisi pertama: guru tetap melaksanakan tu

gasnya dengan rasa tanggung jawab, hubungan kerja Kepala

Sekolah dengan guru-guru akrab, sehingga menghasilkan jumlah lulusan yang banyak dengan nilai yang baik.

Kemungkinan kondisi kedua: guru melaksanakan tugasnya de ngan rasa tanggung jawab, tetapi hubungan kerja terjalin kurang akrab, produktivitas lulusan dapat tetap tinggi jumlahnya, tetapi nilai yang didapat rata-rata cukup.

(10)

10

Kemungkinan kondisi kedua: guru melaksanakan tugasnya de ngan rasa tanggung jawab, tetapi hubungan kerja terjalin kurang akrab, produktivitas lulusan dapat tetap tinggi

jumlahnya, tetapi nilai yang didapat rata-rata cukup.

Kemungkinan kondisi ketiga: guru melaksanakan tugas ku rang bertanggung jawab, hubungan kerja dengan Kepala Se kolah kurang akrab, hasil yang didapat kurang memuaskan baik dalam jumlah maupun nilainya.

Kemungkinan keempat: Guru melaksanakan tugas kurang ber tanggung jawab, tetapi hubungan kerja cukup akrab jumlah

lulusan tetapi tinggi namun nilainya kurang memuaskan.

Apabila kita hubungkan dengan kriteria

penggolong-an nilai hasil belajar siswa, maka sebarpenggolong-an tersebut ada

lah sebagai berikut:

Kategori nilai hasil belajar baik terdiri dari: Angka 10 dengan pengertian nilai istimewa. Angka 9 dengan pengertian nilai baik sekali.

Angka 8 mempunyai pengertian nilai baik.

Kategori nilai belajar cukup terdiri dari:

Angka 7 mempunyai pengertian nilai lebih dari cukup. Angka 6 mempunyai pengertian nilai cukup.

Angka 5 mempunyai pengertian nilai hampir cukup. Kategori nilai hasil belajar kurang terdiri dari:

Angka 4 mempunyai pengertian nilai kurang.

(11)

11

Kategori nilai hasil belajar buruk terdiri dari:

Angka 2 mempunyai pengertian nilai buruk.

Angka 1 mempunyai pengertian nilai buruk sekali.

Kondisi-kondisi yang peneliti ungkapkan di rauka

merupakan kondisi yang umum terjadi pada setiap lembaga

pendidikan. Kepala sekolah harus mampu memantau

kondisi

lembaga yang dipimpinnya, terutama tentang

pelaksanaan

tugas guru serta hubungan kerja yang terjadi antara

Ke

pala Sekolah itu sendiri dengan guru-guru yang dipimpin

nya. Adakalanya Kepala Sekolah terjebak oleh

keadaan

yang terselubung, yaitu hubungan kerja yang tidak

riil,

sebagai contoh: apabila Kepala Sekolah hadir di

sekolah

maka kelihatan, bahwa guru-guru bersungguh-sungguh dalam

melaksanakan tugasnya, dan akrab dengan Kepala Sekolah,

tetapi hal ini akan berubah sekali apabila Kepala

Seko

lah sedang berhalangan sehingga tidak dapat hadir di se kolah, guru-guru akan bekerja semaunya dan kurang ber

tanggung jawab.

Berdasarkan kenyataan tersebut, maka latar bela

kang masalah penelitian ini ialah berpangkal dari

ren-dahnya nilai EBTANAS yang disebabkan oleh belum

berfung-sinya Kepala Sekolah dalam melaksanakan tugas

kepemimpin-annya, sehingga berpengaruh kepada pelaksanaan tugas gu

(12)

12

B. Identifikasi Masalah

Pendidikan di Sekolah Dasar dihadapkan pada dilema

antara jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Jumlah lu

lusan yang banyak dengan nilai rata-rata yang banyak de

ngan nilai rata-rata yang tinggi merupakan idaman semua

lembaga pendidikan, tetapi biasanya hal tersebut sukar

dicapai secara bersamaan.

Nilai-nilai lulusan siswa yang tinggi dapat ter jadi apabila diawali dengan seleksi nilai kenaikan kelas yang ketat. Tetapi biasanya Kepala Sekolah lebih menekan-kan kepada jumlah yang banyak untuk setiap kenaimenekan-kan kelas

tetapi kurang memperhatikan nilai-nilai siswa.

Berpijak pada situasi yang demikian, maka timbul-lah persaingan antara sekotimbul-lah satu dengan sekotimbul-lah lain-nya, baik dalam jumlah siswa yang naik kelas maupun dalam

jumlah kelulusan (output). Hal yang demikian akan merupa kan kebanggaan tersendiri baik Kepala Sekolah maupun gu

ru- gurunya.

Hal tersebut akan terlihat pada data pra peneliti an Hasil EBTANAS Sekolah Dasar di Kotamadya Bandar Lam

(13)

TABEL 1

REKAPITULASI PENGELOMPOKAN NILAI MATA PELAJARAN HASIL EBTANAS SEKOLAH DASAR NEGERI DAN SWASTA

DI KOTAMADYA BANDAR LAMPUNG, 1986/1987

13

S t a t u s Jumlah Jumlah Mat a Kip. Jumlah

£ S.D. S.D. P e s e r t a Pljr n i l a i siswa Negeri 168 9.875 P.M.P 6,01 6,00 5,99 7.463 271 2.141 76 3 21 Swasta 34 2.402 P.M.P 6,01 6,00 5,99 1.953 85 364 81 4 15 Negeri 168 9.875 B.Ind. 6,01 6,00 5,99 7.559 159 2.157 77 2 21 Swasta 34 2,402 B.Ind 6,01 6,00 5,99 1.356 48 498 77 2 21 Negeri 168 9.875 Mat em 6,01 6,00 5,99 1.752 408 7.725 18 4 78 Swasta 34 2,402 Mat em 6,01 6,00 5,99 882 134 1.386 37 6 57 Negeri 168 9.875 I . P . S 6,01 6,00 5,99 3.297 244 6.33 A 34 2 64 Swasta 34 2,402 I . P . S 6,01 6,00 5,99 1.209 131 1.062 50 5 45 Negeri 168 9.875 I . P . A 6,01 6,00 5,99 4.001 360 5.514 41 4 55 Swasta 34 2.4P2 I . P . A 6,01 6,00 1.103 75 47 3 5,99 1,224 50

Slumber deit a: Laporsin Penyedenggar*lan EBTi

•>-. T l n v

INAS

Lampung" 1986/1987 hal. 121, 122

(14)

14

Berdasarkan data tersebut, maka apabila dirata-ra-takan adalah sebagai berikut: Sekolah Dasar Negeri:

*T-n • a o-. 76 + 77 + 18 + 34 + 41 Nxlax 6,01 = _____ x i £ = 49,2 £ 5 3 + 2 + 4 + 2 + 4

6,00 =

— x 1 £ - 3 $>

5 2 1 + 2 1 + 7 8 + 6 4 + 5 5 — x 1 + = 47,8 £

Sekolah Dasar Swasta:

81 + 77 + 37 + 50 + 46

6,01 =

x 1 <$> = 58,2

5 4 + 2 + 6 + 5 + 3 6,00 = — xl^= 4 % 1 5 + 2 1 + 5 7 + 5 0 + 4 5

5,99 _

x 1 $> = 37,8 #

Nilai-nilai tersebut di atas ialah untuk melihat bobot

pengetahuan siswa pada Nilai EBTANAS Murni (NEM), sedang

kan untuk menentukan nilai dalam STTB digunakan rumus sebagai berikut :

P + Q + nR

(15)

15 Keterangan:

P = Nilai Rapor Caturwulan I kelas VI

Q - Nilai Rapor Caturwulan II kelas VI R = Nilai EBTANAS Murni

n = Koefisien R yang nilainya bergerak antara 2 - 0,5 yaitu: 2, 1, 0, 9, 8, 0, 7, 0, 6,

0, 5).

Sedangkan untuk menentukan nilai bidang studi yang

di-cantumkan dalam STTB yang diperoleh dari EBTA digunakan rumus sebagai berikut :

P + Q + 2R

Keterangan:

P = nilai rapor Caturwulan I kelas VI Q = nilai rapor caturwulan II kelas VI

R = nilai rapor yang diperoleh pada EBTA

(SK Kakanwil DEPDIKBUD Propinsi Lampung, 1986: 17-18)

Memperhatikan ketentuan tersebut di atas, makin jelaslah bahwa EBTA maupun EBTANAS lebih cenderung me nentukan bobot pengetahuan seorang siswa pada

kelompok-nya dan bukan menentukan lulus atau tidakkelompok-nya seorang sis

wa Sekolah Dasar.

Kondisi hasil EBTA siswa Sekolah Dasar tersebut

secara organisasi menurut Warren Benis (1978: 281-193 )

dapat disebabkan oleh tiga dimensi, yaitu dimensi teknis,

(16)

16 dimensi konsep dan dimensi manusia.

Dimensi teknis lebih cenderung berhubungan dengan

tatanan organisasi berdasarkan organisasi, yaitu yang

berhubungan dengan mekanisme organisasi, jalur tatakerja,

jalur informasi, pembagian tugas dan wewenang.

Dimensi konsep lebih cenderung berhubungan dengan

filsafat organisasi, tujuan organisasi, alasan

didirikan-nya suatu organisasi serta kriteria keberhasilan organi

sasi .

Dimensi manusia erat hubungannya dengan unsur pa ra pelaksana. Unsur pelaksana merupakan unsur yang sa

ngat menentukan.

Masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin or ganisasi dalam hubungan ini ialah:

Masalah organisasional, masalah motivasi kerja dan masa

lah suasana kerja.

1. Masalah Organisasional

Masalah ini menyangkut usaha memadukan kepen-tingan organisasi dan kepenkepen-tingan anggota. Seorang mema-suki suatu organisasi disebabkan oleh adanya

kepentingan-kepentingan tertentu, demikian juga suatu organisasi

di-dirikan karena adanya maksud-maksud tertentu juga.

Seorang Kepala Sekolah Dasar Negeri merupakan wakil Pemerintah untuk mengelola sekolah yang dipimpin

nya, 0leh sebab itu wajarlah kalau kalau

Kepala Sekolah

(17)

17

berupaya untuk memajukan Sekolah yang dipimpinnya.

Upaya

tersebut tercermin dalam perilaku kepemimpinannya yang

dapat terlihat dalam cara memberi perintah kepada

guru-guru, membagi tugas, membimbing guru-guru maupun tindakan

tindakan yang lain.

Dalam melaksanakan tugas, baik guru-guru maupun

Kepala Sekolah, mempunyai keterbatasan

yaitu

karakteris-tik individu dan karakteriskarakteris-tik organisasi.

Karakteristik individu meliputi : Tingkat kemampuan individu, Tingkat kebutuhan individu, dan

Kepercayaan individu terhadap dirinya,

Pengalaman,

Sifcap individu.

Sedangkan karakteristik organisasi menyangkut

masalah

yang berhubungan dengan:

hirargi, tugas-tugas,

wewenang,

imbalan, kontrol.

2. Masalah Motivasi Kerja

Tidak akan dimungkiri, bahwa sebagian besar orang

bekerja, mengharapkan suatu imbalan, biasanya

imbalan

yang paling dominan ialah bersifat materi.

(18)

18

Tingkat pencapaian prestasi individu dalam bekerja

pada

suatu lembaga tidak seluruhnya tergantung dari

imbalan

yang diterima.

Motiv berprestasi ini akan menjadi makin tinggi

apabila :al tersebut dapat menimbulkan kebahagiaan

ter-sendiri (kepuasan kerja). Pengakuan pimpinan terhadap

prestasi kerja staf akan menarnbah gairah kerja staf,

se-baliknya apabila pimpinan kurang dapat menghargai

pres

tasi kerja staf, maka secara tidak langsung akan

menira-bulkan motivasi kerja yang^bergairah. Hal xnx akan mem

punyai akibat terlambatnya pencapaian tujuan yang

diha

rapkan, hasil kerja yang kurang bermutu, serta

hambatan-hambatan lain yang senantiasa mengganggu kelancaran orga

nisasi.

Teori Thorndike yang diterapkan dalam organisa

si tentang konsep penguatan (reinforcement concept),

sa

ngat erat hubungannya dengan motivasi. Perbedaannya

ada

lah apabila motivasi cenderung timbul

dari dalam

diri

individu, maka teori penguatan (reinforcement)

merupakan

perilaku yang ditimbulkan oleh adanya pendorong dari luar

atau adanya rangsangan tertentu (Edgar H. Schein,

1983:

101).

Ada tiga unsur penguat (reinforce) yang dapat me nimbulkan penguatan (reinforcement) tindakan individu :

(19)

19

Adanya unsur-unsur yang menyenangkan.

Adanya unsur-unsur yang membuahkan kenaikan hubungan

(association) antara respon dan stimulus yang dihasilkan-nya. Sifat konsep yang ketiga ini dapat bersifat menye

nangkan atau tidak menyenangkan (Edgar H. Schein,

1983:

101-102).

McClelland dalam hal yang demikian mengemukakan teori kebutuhan yang dihubungkan dengan n Ach ( need for

achievement), yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan

akan afiliasi dan kebutuhan akan kekuasaan. Kesan yang

diperoleh dari hasil penelitiannya ialah :

Orang yang mempunyai n Ach tinggi lebih senang

menghindari tujuan hasil karya yang mudah dan sukar.

Mereka sebenarnya lebih menyenangi tujuan yang seba-tas kemampuannya yang dapat mereka capai.

Orang yang mempunyai n Ach tinggi lebih menyenangi umpan balik yang cepat, tampak dan efisien mengenai

hasil karya mereka.

Orang yang mempunyai n Ach tinggi senang bertanggung

jawab akan pemecahan persoalan.

(Djurban Wahid, 1984: 100).

3. Masalah Suasana Kerja

Suasana kerja timbul sebagai akibat dari adanya iklim organisasi. Sedangkan iklim organisasi itu sendiri timbul sebagai akibat hubungan kerja yang harmonis atau

tidak harmonis dalam suatu organisasi.

Iklim organisasi yang menunjang akan dapat menim bulkan suasana kerja.yang sehat dan baik, dan sebaliknya suasana kerja yang buruk dapat timbul sebagai akibat

(20)

20

iklim organisasi yang buruk. Hubungan kerja yang

buruk

apabila pimpinan organisasi bersifat birokratis,

kurang

memperhatikan situasi stafnya pada saat tertentu.

Kondisi-kondisi seperti tersebut di atas akan mem

punyai pengaruh kepada sikap dan perilaku staf dalam

me

laksanakan tugasnya. Sikap senang akan menimbulkan

ke-cenderungan staf untuk bekerja secara sungguh-sungguh

serta penuh tanggung jawab.

Suasana kerja yang penuh gairah, sebenarnya akan

sangat menguntungkan bagi pimpinan organisasi,

terutama

bagi pencapaian tujuan organisasi itu sendiri. Staf

yang

kurang bergairah dalam bekerja sukar diharapkan

untuk

mencapai target tertentu. Guru-guru beranggapan bahwa

ke-berhasilannya dalam bekerja lebih c nderung hanya

untuk

kepentingan Kepala Sekolah, karena guru-guru

mendapat

perlakuan yang sama baik guru yang raj in maupun yang ku

rang raj in, misalnya dalam hal kenaikan pangkat

pangkat

ataupun nilai guru dalam DP3.

4. Kepemimpinan dan Administrasi Pendidikan

Administrasi merupakan alat, alat tersebut dapat

membantu kelancaran usaha organisasi untuk mencapai tuju

an dengan efektif. Untuk kelancaran usaha tersebut diper

lukan aturan-aturan tertentu, yang mengikat semua anggo

ta yang terlibat di dalamnya untuk memahami dan

(21)

melaksa-21

nakan tugasnya dengan tanggung jawab.

Keberhasilan atau kegagalan dalam mencapai tujuan

yang diharapkan adalah menjadi tanggung jawab

sepenuhnya

pimpinan yang mengatur pelaksanaan administrasi tersebut.

Pemimpin harus mampu mengatur tiga unsur pokok administra

si yang dikenal dengan sebutan "the 3. M_sM, yaitu : Man,

Material and Money.

Untuk kelancaran pelaksanaan tugasnya,seorang pe

mimpin membagi-bagi tugas yang ada pada anggota

stafnya

sesuai dengan kemampuan staf tersebut masing-masing.

Da

lam hal yang demikian maka tugas seorang pemimpin

hanya-lah membagi tugas, mengawasi dan mengevaluasi hasil kerja

yang didapat.

Administrasi pendidikan mempunyai prinsip-prinsip

dan aturan-aturan yang tidak jauh berbeda dengan

prinsip

prinsip serta aturan administrasi pada umumnya.

Administrasi pendidikan mencakup semua kegiatan

dan pengurusan masalah pendidikan, termasuk juga kegiatan

dan pengaturan tentang administrasi sekolah. Administrasi

pendidikan tidak akan menjadi baik, kalau pengelolaan ad

ministrasi sekolahnya kurang baik, oleh sebab itu peran seorang Kepala Sekolah sangat penting.

Kepala Sekolah sebagai pengelola administrasi

se

kolah yang dipimpinnya dituntut untuk menguasai

tugas-tu-gas administrasi yang menjadi tanggung jawab.

(22)

22

Tugas-tugas administrasi sekolah yang

menjadi

tanggung jawabnya meliputi:

Administrasi keuangan. Administrasi kepegawaian Administrasi pengajaran Administrasi kesiswaan Administrasi perlengkapan Administrasi umum.

Secara operasional maka Kepala Sekolah hanya se

bagai pengatur terhadap pelaksana administrasi sekolah,

sedangkan pelaksana yang sebenarnya ialah para guru-guru.

Tugas Kepala Sekolah adalam hal ini ialah:

mengorganisa-sikan guru dalam tugas-tugas tertentu, mengawasi

pelak-sanaannya dan mengevaluasi hasil kerja yang

dilakukan

oleh guru-guru tersebut.

C. Perumusan Masalah

Kepemimpinan Kepala Sekolah Dasar yang dimaksud

dalam penelitian ini ialah pelaksanaan tugas-tugas Kepa

la Sekolah Dasar yang berhubungan dengan guru,untuk men

capai tujuan pendidikan.

Seperti telah diungkapkan di muka tugas-tugas Ke

pala Sekolah Dasar tersebut meliputi:

Melaksanakan proses belajar mengajar (P.B.M), melaksana

kan bimbingan siswa dan melaksanakan administrasi kelas.

(23)

23

Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan pokok

dalam penelitian ini ialah: pelaksanaan kepemimpinan Ke

pala Sekolah dan pelaksanaan tugas guru, sedangkan

pe-rumusan masalahnya ialah: Bagaimana pendapat guru tentang

pelaksanaan Kepemimpinan Kepala Sekolah, dan

bagaimana

pendapat guru tentang tugas-tugasnya.

Komponen pembahasan yang berhubungan dengan masa

lah tersebut meliputi:

Pendapat guru tentang supervisi yang dilakukan Kepala Se

kolah;

Pendapat guru tentang pengawasan yang dilakukan

Kepala

Sekolah;

Pendapat guru tentang evaluasi yang dilakukan Kepala Se

kolah;

Pendapat guru tentang pelaksanaan proses belajar

meng

ajar yang dilakukannya;

Pendapat guru tentang bimbingan siswa yang dilakukannya;

Pendapat guru tentang administrasi kelas yang dilakukan

nya;

Berdasarkan komponen-komponen tersebut di atas,

maka tujuan penelitian ini ialah:

Mengungkapkan pendapat guru tentang supervisi yang dila

kukan oleh Kepala Sekolah;

Mengungkapkan pendapat guru tentang pengawasan yang di

(24)

24

Mengungkapkan pendapat guru tentang penilaian yang

di

lakukan oleh Kepala Sekolah;

Mengungkapkan pendapat guru tentang proses belajar meng

ajar yang dilakukannya.

Mengungkapkan pendapat guru tentang bimbingan kepada sis

wa yang dilakukannya;

Mengungkapkan pendapat guru tentang administrasi

kelas

yang dilakukannya;

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi para

Kepala Sekolah di Bandar Lampung khususnya untuk

lebih

raeningkatkan diri sebagai pemimpin sekolahnya, sedangkan

bagi guru-guru diharapkan untuk lebih memahami dan

meng-hayati tugas-tugasnya sebagai suatu kewajiban dan bukan

sebagai suatu beban yang memberatkan dirinya,

sehingga

akan timbul suatu hubungan yang harmonis antara

Kepala

Sekolah dengan guru-guru yang dipimpinnya.

(25)

Referensi

Dokumen terkait

MANAJEMEN MUTU TERPADU BERBASIS KARAKTER (Studi Multi Kasus pada Madrasah Aliyah Negeri Model Malang, SMA BPPT Darul Ulum dan MAN Unggulan Tambakberas Jombang. UIN

Hasil dari data diatas menunjukan bahwa secara deskriptif kuantitatif, Pajak Bumi dan Bangunan pada Dinas Bapenda Kabupaten Lebak rata-rata mengalami fluktuatif

(4) Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama menindaklanjuti keputusan keberatan BPHTB dan keputusan permohonan pelayanan BPHTB lainnya

Dengan pendekatan Scientific dan Model Pembelajaran Problem Based Learning serta menggunakan Metode pembelajaran Cooperative Learning (Think-Pair Share) melalui

Berbagai jalur pendidikan muncul ditengah-tangah masyarakat, salah satunya adalah pendidikan keagamaan luar sekolah.Tentu saja keberadaan dari lembaga pendidikan ini

Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2020 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya Tahun 2020 kepada Pegawai Negeri

Merupakan satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi Merupakan satu tumor yang secara histologis kelihatannya jinak, akan tetapi klinis

• Tidak ada notasi baku dalam penulisan teks algoritma (notasi algoritmik) sebagaimana pada notasi bahasa