• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN METODE AHP INDEX MODEL UNTUK PEMILIHAN PROGRAM PEMELIHARAAN JARINGAN PIPA PRODUKSI DI PT X

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN METODE AHP INDEX MODEL UNTUK PEMILIHAN PROGRAM PEMELIHARAAN JARINGAN PIPA PRODUKSI DI PT X"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN METODE AHP –INDEX MODEL UNTUK PEMILIHAN

PROGRAM PEMELIHARAAN JARINGAN PIPA PRODUKSI

DI PT X

Seto Uditoyo Subagyo 1dan Udisubakti Ciptomulyono

Program Studi Magister Manajemen Teknologi Bidang Keahlian Manajemen Proyek Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Jl. Cokroaminoto 12A Surabaya Jawa Timur, Indonesia 60264

Email: 1setouds@gmail.com

ABSTRAK

Pengelolaan jaringan pipa penyalur di PT X belum memiliki prioritas program pemeliharaan yang terpadu dan efektif untuk mengatasi penurunan tingkat keandalan dan efektifitas investasi proyek peningkatan keandalan jaringan pipa penyalur produksi. Hal ini di karenakan pengambil keputusan sering kali kesulitan membedakan faktor kritis yang menentukan prioritas dengan tepat, Pertentangan inilah yang menyebabkan kegagalan dalam menyusun program pemeliharaan yang berdampak kepada keselamatan manusia, lingkungan, dan kehilangan aset. Penelitian ini menggunakan metode yang umum dan efektif untuk mengelola risiko-risiko jaringan pipa penyalur produksi, yaitu gabungan Indeks Model (Index

Model) - AHP (Analytical Hierarchy Process) untuk memperoleh pembobotan dan prioritas

terkini. Kemudian dikaji hasil prioritasnya dengan program di PT X, yaitu Matriks Pengelolaan Risiko (Risk Management Matrix). Hasil penelitian ini diperoleh bobot faktor-faktor kritis kegagalan rancangan (design index) = 0,13, korosi (corrosion index) = 0,47, operasi (operation failure index) = 0,25 , dan pihak ketiga (third party index) = 0,15. Faktor dan sub faktor kritis menjadi dasar acuan penyusunan program pemeliharaan untukt menurunkan risiko kegagalan jaringan pipa produksi sehingga diperoleh peningkatan keandalan pipa produksi di PT X. Keunggulan AHP – indeks model dapat lebih efektif dan spesifik menyusun program pemeliharaan jaringan pipa penyalur dan dengan prioritas yang lebih tersegmentasi dibandingkan menggunakan Matriks Pengelolaan Risiko.

Kata kunci: Loss Production Opportunity, Risk Management Matrix, AHP, index Model,

Program Pemeliharaan Jaringan Pipa

PENDAHULUAN

Keandalan Jaringan Pipa produksi yang mengalirkan produksi minyak dari sumur ke fasilitas stasiun pengumpul merupakan hal penting yang harus dijaga dan dimitigasi peningkatan risiko kemungkinan terjadinya kegagalan sistem (probability failure risk). Risiko utama dari kegagalan Jaringan Pipa Produksi adalah pencemarkan lingkungan, dikenal dengan istilah Tumpahan Minyak (Oil Spill), dampaknya kepada lingkungan dan penduduk di sekeliling fasilitas yang semakin lama semakin meningkat seiring dengan kepadatan populasinya dan kemudian melakukan pencegahan terhentinya produksi yang dikenal dengan Kesempatan Kehilangan Produksi (Loss Production Opportunity).

Pemilihan Program Pemeliharaan yang tepat dan cepat oleh pengambil keputusan sangat diperlukan untuk memperoleh metode yang lebih efektif dan akurat berdasarkan prioritas program pengelolaan faktor-faktor risiko (rancangan, korosi, operasi, dan pihak

(2)

ketiga) kegagalan Jaringan Pipa atau dikenal dengan Pipeline Integrity Management System (PIMS) (Mohitpour, dkk. 2010). Metoda yang umum dan banyak digunakan adalah analisa risiko kualitatif - Index model (indeks model) yang dikembangkan oleh Muhlbauer (2004) untuk pengambilan keputusan yang cepat dan tepat dalam menentukan Program Pemeliharaan Jaringan Pipa yang dapat mengelola risiko dan konsekuensinya sebelum terjadi kegagalan. Nilai Indeks didalam metode Indeks Model (design index, corrosion index, third party index, dan operation index) dapat diubah untuk mewakili kondisi lapangan melalui pendekatan setiap faktor yang berinteraksi sehingga memiliki bobot yang tepat dan sesuai melalui pendapat para ahli yang obyektif.

Penelitian ini menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP), karena kesederhanaan, fleksibilitas dan memungkinkan intuitiif Pengambil Keputusan secara lebih sistematis dan memberikan hasil yang obyektif dalam menentukan nilai bobot indeks menyesuaikan dengan kondisi lapangan operasi, mengakomodasi kriteria keputusan yang bersifat kualitatif dari penyederhanaan struktur hierarkhi dari problem yang kompleks sehingga diperoleh pembobotan terkini dengan tepat. Metode AHP memiliki keterbatasan jika digunakan secara terpisah karena tidak mengarahkan solusi yang member hasil optimal tetapi hanya berupa solusi “satisfied” (consistent) yang memaksimumkan preferensi pengambil keputusan (Ciptomulyono, 2006). Maka dengan penerapan Multi Criteria Decision Making - AHP dan Index Model dalam Pipeline Integrity Management System diharapkan pembobotan alternatif penyelesaian masalah setiap segmen pipa penyalur dapat dilakukan dengan prioritas yang tepat untuk perbaikan, program inspeksi, pengelolaan sumber daya dan investasi perbaikan jangka panjang yang dibutuhkan berdasarkan tingkat risikonya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka diharapkan urutan prioritas jaringan pipa penyalur yang memerlukan program pemeliharaan dapat lebih sistimatis untuk mencegah dampak polusi, kesehatan, keselamatan, dan penurunan keandalan sehingga mampu menurunkan LPO akibat kegagalan pipa penyalur. Dan rumusan masalah “Bagaimana menyusun program pemeliharaan Jaringan Pipa Produksi yang lebih efektif berdasarkan mitigasi faktor-faktor risiko kegagalan kualitatif yang mewakili kondisi Operasi” memerlukan kerangka batasan permasalahan dan asumsi-asumsi untuk merancang penelitian ini dapat terarah dan fokus, maka diperlukan informasi sistem Jaringan Pipa Produksi secara khusus, penentukan bobot faktor-faktor (kriteria) yang mempengaruhi tingkat risiko kegagalan Jaringan Pipa menggunakan metode Index Model (Qualitative Risk Assessment

method) dan Analystical Hirarchy Process. Dan membandingkan antisipasi metode pengambil

keputusan AHP – Indeks model dengan AHP – Matriks Pengelolaan Resiko dalam menyusun program pemeliharaan.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Menyusun program pemeliharaan Jaringan Pipa Produksi yang efektif berdasarkan mitigasi faktor-faktor risiko kegagalan kualitatif yang dapat mewakili kondisi Operasi 2. Menentukan parameter-parameter penyebab kegagalan atau penurunan keandalan dari

Jaringan Pipa Produksi di PT X

METODE

Penelitian ini menggunakan beberapa tahapan seperti digambarkan dalam Gambar 1 dimana metode AHP-Indeks Model diterapkan untuk menentukan prioritas dan mengembangkan program pemeliharaan yang berdasarkan nilai indeks yang dominan menentukan kegagalan pipa penyalur produksi yang merupakan hasil dari data primer kuisioner para ahli dan praktisi yang diolah dengan menggunakan metode AHP. Dilanjutkan dengan menggunakan data sekunder dan standar yang berlaku untuk mewakili kondisi dan

(3)

tingkat risiko segmen pipa penyalur (persamaan 1). Proses pemilihan metode pendekatan program pemeliharaan apakah lebih spesifik dapat mengelola risiko dan dapat menentukan program pemeliharaannya yang lebih efektif menurunkan risiko kegagalan pipa penyalur produksi dapat juga dilihat pada Gambar 1. Kemudian hasil dari metode yang saat ini dipakai, yaitu Matriks Pengelolaan Risiko dibandingkan dengan metode Indeks Model.

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian dan Evaluasi Perbaikan Metode

Matriks Pengelolaan Risiko yang digunakan PT X, diterapkan untuk pemeringkatan urutan dampak dan kemungkinan risiko terjadi kegagalan pipa penyalur, sedangkan Indeks Model digunakan untuk pemeringkatan urutan ketahanan terhadap risiko yang diwakili oleh nilai risiko relatif (persamaan 2). Nilai risiko relatif (RRS) dan Jumlah nilai indeks (PI) terendah akan dijadikan pedoman untuk menyusun program pemeliharaan untuk mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan jaringan pipa penyalur produksi .

FKo(LIF) = Product hazard xDispersion factor x Receptor x Spill Volume (persamaan 1) Relative Risk Score (RRS) =

(

persamaan 2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data primer diperoleh dari pendapat 8 responden yang merupakan praktisi dan para ahli dalam bidang jaringan pipa penyalur produksi di PT X untuk menentukan bobot indeks faktor yang memiliki pengalaman minimal 5 tahun, yaitu Manager Reliability Engineering

Maintenance, Team Leader Reliability Engineering, Team Leader PDM Pipeline Maintenance, TL Mechanical Integrity, Mechanical Integrity Engineer, Reliabilty Engineer, Analyst Data Managemen, Team Manager Field Management Team.

Hasil pengolahan data menunjukkan indeks korosi adalah faktor yang dominan (47%) menyebabkan kegagalan pipa penyalur terlihat pada Gambar 2, Urutan kedua adalah bobot Kegagalan Operasi sebesar 25%, dan Gambar 3 menunjukkan usaha mencegah kegagalan operasi yang dominan, yaitu 49% dan kurangnya usaha pencegahan terhadap korosi (24%) di PT X serta kondisi lingkungan yang mempengaruhinya.

(4)

Gambar 2 Bobot setiap Indeks Gambar 3 Komposisi Nilai Indeks

Gambar 4 menunjukkan Subfaktor Korosi Eksternal merupakan subfaktor yang paling dominan dalam faktor korosi yaitu sebesar 75% dari nilai faktor korosi dikarenakan kondisi pipa yang umumnya terletak di atas tanah. Sedangkan Korosi Internal tidak dominan hal ini dikarenakan masih dapat dikelola dengan pengelolaan operasi dan pemeliharaan karena selalu dilakukan pemeliharaan dan pengawasan.

Gambar 4 Komposisi Indeks Korosi Gambar 5 Faktor Dampak Kebocoran Pipa

Evaluasi faktor dampak kebocoran (LIF) menunjukkan segmen pipa 4 paling tinggi di bandingkan dengan segmen 1 -3, terlihat pada Gambar 5. Hal ini dikarenakan potensi yang diakibatkan jika terjadi kegagalan pipa penyalur produksi di segmen 4 akan menyebabkan pencemaran lingkungan yang lebih berdampak luas bagi lingkungan dan penduduk disekitar karena bersebelahan dan berdekatan dengan aliran air sungai yang menjadi sumber air untuk kebutuhan sehari-hari.

Hasil jumlah indeks setiap segmen di Gambar 6 menunjukkan bahwa segmen pipa 4 memiliki ketahanan terhadap risiko kegagalan lebih baik dari segmen pipa 1 – 3, hal ini dikarenakan ketahanan terhadap resiko pihak ketiga dan korosi lebih tinggi, yaitu segmen 4 yang terletak di atas penyanggah pipa dan segmen 3 memiliki perbedaan di indeks risiko rancangan yang sesuai dengan kebutuhan operasi. Sementara segmen 1- 2 memiliki tingkat ketahanan risiko yang sama sehingga perlu dilihat lebih jauh dari sisi produksi ataupun dampaknya secara lebih dalam dengan melakukan inspeksi lapangan dan perhitungan rancangan.

(5)

Gambar 6 Perbandingan akumulasi bobot nilai indeks setiap segmen pipa penyalur

Nilai Relatif Risiko menunjukkan ketahanan jaringan pipa terhadap perubahan risiko. Segmen 1 – 2 memiliki prioritas yang sama, sedangkan 3 memiliki prioritas 2 dan 4 memiliki prioritas 3 (Gambar 7). Berbeda dengan Nilai matrik Risiko Segmen 1 – 3 memiliki nilai yang sama (Gambar 8).

Gambar 7 Segmentasi Nilai Relatif Risiko Gambar 8 Segmentasi Nilai Matriks Risiko

KESIMPULAN

• Metode AHP – indeks model dapat membantu pengambil keputusan melakukan keputusan strategis yang lebih konsisten dan efektif dalam menentukan prioritas. • Parameter kritis yang paling mempengaruhi kegagalan jaringan pipa di PT X adalah

Korosi sebesar 0.47, diikuti faktor operasi – pemeliharaan 0.25, dan faktor pihak ketiga 0.15.

• Sub faktor Korosi eksternal dari jaringan pipa penyalur merupakan sub faktor yang paling kritis sebesar 0.75.

• Segmen pipa penyalur 4 memiliki ketahanan dan perlindungan yang paling baik dibandingkan segmen-segmen yang lain, yaitu memiliki indeks 109.96

• Segmen pipa penyalur 4 memiliki konsekuensi terbesar jika terjadi kegagalan. Dengan nilai konsekuensi faktor dampak kebocoran (LIF) sebesar 96.

• Segmen pipa 1 dan 2 memiliki tingkat ketahanan yang paling rendah terhadap risiko untuk mengalami kegagalan dengan nilai relatif risiko 1.059.

• Sensitivitas pembobotan data primer dan sekunder hasil kuesioner para praktisi dan ahli menunjukkan pembobotan indeks model dari 4 (empat) indeks dapat terlihat dengan menurunkan pengaruh masing-masing indeks. Indeks yang paling sensitive adalah indeks korosi, yaitu perubahan 5% dapat merubah prioritas pengambil keputusan untuk segmen 3 dan 4. Dan untuk segmen 1 dan 2 tidak berubah walaupun diubah secara signifikan bobot indeks dari 0% - 150%.

Segmen 1 ‐ 26" Segmen 2 ‐ 24" Segmen 3 ‐ 16" Segmen 4 ‐ 14"

‐ 20.00  40.00  60.00  80.00  100.00  120.00  Incorret Operation index 3rd Party damage Corrosion Index Design Index

(6)

• Metode Matriks Risiko tidak dapat menunjukkan prioritas lebih detail dan solusi yang lebih akurat dibandingkan dengan Metode AHP – indeks model. Dimana segmen 1 – 3 memiliki nilai risiko yang sama. Namun secara umum PT X sudah melakukan program pemeliharaan yang tepat dengan memperbaiki keandalan terhadap laju korosi. • Strategi pemeliharaan yang efektif untuk keempat segmen di bagi 2, yaitu segmen 1 – 3 dengan menerapkan pemasangan sleeve (patch), melakukan patrol lebih sering, dan inspeksi eksternal pipa penyalur. Segmen 4 masih cukup andal untuk dioperasikan dengan menerapkan inspeksi visual

SARAN

Penelitian dengan metode AHP – Indeks Model perlu ditindak lanjuti dengan pendekatan-pendekatan yang lebih baik, yaitu:

 Melakukan uji keterkaitan dari masing-masing faktor perlu dilakukan pengujian ketidak saling bergantungan (independent) yaitu dengan menggunakan Metode Decision Making Trial and Evaluation Laboratory (DEMATEL) (Falatoonitoosi, dkk., 2013).

 Penilaian nilai indeks didalam Penelitian nilai rata-rata rating masih bisa dikembangkan dengan menggunakan Metode Fuzzy AHP sehingga bisa mengakomodasi faktor-faktor yang tidak bisa dilihat korelasi hubungannya secara langsung dan tidak bisa dihitung secara kuantitatif menjadi dapat dihitung secara kuantitatif.

 Mengembangkan Penelitian dengan menggabungkan kedua metoda pengambil keputusan yaitu menggunakan metode AHP-matriks pengelolaan risiko terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan dengan AHP –indeks model agar diperoleh daerah yang kritis dan pengelolaan risiko yang lebih terarah kemudian menerapkan segmen-segmen pipa yang lebih pendek agar dapat meningkatkan akurasi dari program pemeliharaan yang dibutuhkan.

 Program pemeliharaan disusun berdasarkan indeks ketahanan segmen yang terendah dan peluang perbaikan nilai indeks hasil sekunder dan primer dibandingkan dengan nilai indeks ideal. Kesulitan bagi PT X membedakan peluang perbaikan dengan pengelolaan matriks risiko tidak terdefinisi dengan jelas sehingga diperlukan langkah tindakan inspeksi yang memerlukan biaya yang tidak sedikit.

 Menerapan hasil penelitian ini di PT X agar pengambil keputusan dapat membangun program pemeliharaan yang lebih efektif dan akurat untuk seluruh jaringan pipa penyalur sehingga dapat menurunkan kemungkinan peluang kehilangan produksi dengan lebih sistimatis dan terpola. Hal ini berdasarkan hasil penelitian dan analisa perbandingan kinerja metode seperti dalam lampiran 18 dan 19.

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Negara Lingkungan Hidup. (2003). Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor 128 tahun 2003. Jakarta: Kementrian Negara LH.

Menteri Pertambangan dan Energi. (1997). Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi. In M. Pertambangan dan Energi, Nomor 300.K/38/M. PE/1997 (pp. 1-12). Jakarta: Kementerian Pertambangan dan Energi.

Alessio, I., dan Labib, A. (2009). Analytic Hierarchy Process and Expert Choice: Benefits and Limitations. ORInsight , 201-220.

(7)

All Seas Corporation. (2005, May 22). Onshore Pipeline Quantified Risk Assessment. Retrieved December 24, 2012, from www.dcenr.gov.ie

Allister, E. M. (2009). Pipeline Rule of Thumb Handbook, 7th Edition. Burlington, USA: Gulf Professional.

American Petroleum Institute. (2009). API 570 3rd Edition - Inspection. USA: API.

American Petroleum Institute. (2002). API RP 580 1st Edition, Risk Based Inspection. US: API.

Baker Jr., M., dan Fessler, R. R. (November 2008). Pipeline Corrosion Final Report. U.S. Department of Transportation. USA: BAKER.

Brodjonegoro, S. B., dan Utama, B. S. (1992). Analisa Sensitivitas. Jakarta: PAU - EK - UI. Chevron Corporation. (2009). Risk Management . US: Chevron.

Darmapala dan Singgih, M. L. (Februari 2012). Risk Based Maintenance (RBM) untuk natural gas pipeline pada perusahaan X dengan menggunakan Metode Kombinasi AHP-INDEX MODEL. Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknology XV (p. 8). Surabaya: Program Studi MMT-ITS.

Dharma, N. G., dan R., D. M. (2011). Studi Pengambilan Keputusan dalam Pipeline Integrity

Mangement Systems Pada Offshore Pipeline Pertamina Hulu Energy Offshore North West Java (PHE-ONWJ). Surabaya: ITS Fakultas Kelautan.

Irankhahi, S. A. (2010). Combination of indexing system method with analytical hierarchy process to assesss the environmental risks in gas-transfer pipe lines. Journal of Food,

Agriculture and Environment Vol. 8 , 1226-1232.

James, I. D. (2001). Modelling pollution dispersion, the ecosystem and water quality in.

Journal Environmental modeling and Software , 363-385.

Malmasi, S., dan Fam, I. M. (2010). Health, safety, and environment risk assessment in gas pipelines. Journal of Scientific and Industrial Research , 662 - 666.

Maria Fernando D' Atri, Dario R., Ramon G.M. (2009). Improving Pipeline Risk Models by Using Data Mining Techniques. Worl Gas Comference (p. 663). Buenos Aires, Argentina: WGC 24th.

Mohitpour, M. (2005). Pipeline Operation and Maintenance - A Practical Approach. New York, NY: ASME Press.

Mohitpour, M., Murray, A., dan McManus, M.. (2010). Pipeline Integrity Management

System. New York: ASME Press.

Mora, M. (2009). Analisis Sensitivitas dan Pengaruhnya terhadap urutan prioritas dalam

metoda AHP. Medan, Sumatra Utara, Indonesia: USU - Medan.

Muhlbauer, K. (2004). Guidelines for Pipeline Risk Assessment. USA: Elsevier Inc. (Gulf professional publishing as an imprint of Elsevier).

Rahardjo, J., dan S., R. E. (2000). Penerapan Multi-Criteria Decision Making Dalam Pengambilan keputusan Sistem Perawatan. JURNAL TEKNIK INDUSTRI VOL 2. No

(8)

Saaty, T. L. (1999). Basic Theory Of The Analytic Hierarchy Process: How to Make a Decision. Rev.R.Acad.Cienc.Exact.Fis.Na (esp) , Vol. 93, No. 4, pp 395-423.

Saaty, T. L. (2008). Decision making with the analytic hierarchy process. Int. J. Services

Sciences, Vol. 1, No. 1 , 83-98.

Saaty, T. L. (1993). Memilih Suatu Portfolio. In T. L. Saaty, Pengambil Keputusan Bagi Para

Pemimpin (pp. 118 - 125). Jakarta: PT. Pustaka Binaman Pressindo, Gramedia.

Saaty, T. L. (1987). The Analytical Hierarchy Process:What It is and How It is used .

Pergamon Journal Ltd., Math. Modelling, Vol. 9, No. 3-5 , 161-176.

Santosa, J. K. (2010). Analisa Perencanaan dan Manajemen Risiko pada proyek

pembangunan Pipa Gas Jumper PT. Petrokimia Gresik. Surabaya: MMT ITS.

Schmidt, J. T. (2011). Pipe Integrity Management : External Corrosion direct assessment. API Inspection and Expo.

Sinaga, J. (2009). Penerapan Analytical Hierarchy process (AHP) Dalam Pemilihan

Perusahaan Badan Usaha Milik Negara Sebagai Tempat Kerja Mahasiswa Universitas Sumatra Utara. Medan: Universitas Sumatra Utara.

Singhal, S., dan Ghiocel, M. . (2005). Risk Assessment and Reliability-Based Maintenance for Large Pipelines. In S. A. Timashev, Engineering Design Reliability Handbook (p. Chapter 40). Russian: CRC Press 2004.

Suprapto, V. H., dan Pujawa, N. d. (2011). Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Loss

Production Opportunity Akibat Power Out Age untuk Merumuskan Rencana Operasi Di Departemen Transmisi Distribusi Listrik PT. CPI. Surabaya: MMT ITS.

Zhen Zhang. (2011). The Integrity Management Situation and Countermeasure of Buried Oil.

2011 International Conference on Agricultural and Natural Resources Engineering Advances in Biomedical Engineering, Vol.3-5 , 227-233.

Gambar

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian dan Evaluasi Perbaikan Metode
Gambar 2 Bobot setiap Indeks              Gambar 3  Komposisi Nilai Indeks
Gambar 6  Perbandingan akumulasi bobot nilai indeks setiap segmen pipa penyalur  Nilai Relatif Risiko menunjukkan ketahanan jaringan pipa terhadap perubahan risiko

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh promotion effects terhadap semua aspek switching barriers (interpersonal relationship, attractiveness of

Hasil ini dapat dijelaskan bahwa, Integritas adalah kepatuhan tanpa kompromi untuk kode nilai-nilai moral, dan menghindari penipuan, dalam hasil penelitian ini untuk

Peraturan perundang-undangan adalah yang pertama harus ditegakkan dalam upaya pengembangan program nuklir, yang mencakup pembentukan badan regulator independen yang

Analisis Implementasi Good Corporate Governance dan Penerapan PSAK 109 Tentang Akuntansi Zakat pada Lembaga Amil Zakat Dompet Dhuafa Cabang Sulawesi Selatan. AKMEN

Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil ekspresi yang lebih optimal, penelitian dilakukan menggunakan signal peptide AQ1 endoxilanase dengan vektor

Dari beberapa uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya Rumah Sakit Ibu dan Anak di Kota Semarang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pelayanan

Dalam produksi stick fungsional, terjadi peningkatan efisiensi dan kapasitas produksi dengan adanya diseminasi alih teknologi berupa Food Mixer, Sealer Kemasan Kontinyu dan

Dari gambar di atas, dapat kita lihat bahwa file-file framework Codeigniter yang digunakan untuk mengembangkan aplikasi web terdapat pada folder system.. Folder-folder ini