• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V FUNGSI DAN MAKNA KHAZANAH VERBAL KEPADIAN. Khazanah verbal kepadian sebagai suatu komponen bahasa memiliki fungsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V FUNGSI DAN MAKNA KHAZANAH VERBAL KEPADIAN. Khazanah verbal kepadian sebagai suatu komponen bahasa memiliki fungsi"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

149

Khazanah verbal kepadian sebagai suatu komponen bahasa memiliki fungsi dan makna. KVK terdiri atas ekoleksikon kepadian dan ekowacana kepadian dipengaruhi oleh tiga dimensi logis, yaitu dimensi ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis. Ketiga dimensi logis dapat dipandang sebagai dasar pemahaman dan penjelasan tentang lingkungan bahasa. Ketiga dimensi tersebut saling menentukan atau saling berhubungan satu sama lain. Dimensi ideologis terkait dengan mental individu, mental kolektif, kognitif, sistem ideologi, dan sistem psikis. Dimensi sosiologis mencakup cara manusia mengatur hubungannya atau keterkaitannya satu sama lain. Dimensi biologis berhubungan dengan kolektivitas biologis manusia yang hidup berdampingan dengan spesies yang lainnya (hewan, tumbuhan, tanah, laut, dan lain-lain) (Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 11). Oleh karena itu, perlu digambarkan fungsi dan makna bahasa dalam tiga dimensi ini. Keterkaitan antara dimensi ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis terdapat dalam bahasa yang diwujudkan dalam fungsi dan makna bahasa. Fungsi dan makna khazanah verbal kepadian saling berhimpitan. Oleh karena itu, fungsi dan makna khazanah verbal kepadian merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan yang terbagi menjadi fungsi dan makna ideologis, fungsi dan makna sosiologis, dan fungsi dan makna biologis.

(2)

5.1 Fungsi dan Makna Ideologis

Fungsi dan makna ideologis yang didasarkan pada dimensi ideologis menurut Lindø dan Bundsgaard (eds), (2000: 11) terkait dengan mental individu, mental kolektif, kognitif, sistem ideologi, dan sistem psikis. Fungsi dan makna ideologis dimiliki oleh komunitas tutur Kodi dalam bentuk kegiatan penanaman padi ladang tradisional yang tersirat dalam leksikon dan tuturan kepadian. Dalam benaknya, peladang Kodi menginginkan hasil yang melimpah dengan melaksanakan setiap tahapan pratanam, tanam, dan pascatanam dengan baik. Fungsi dan makna ideologis dalam tuturan kepadian bersifat pengharapan yang dimohonkan kepada Tuhan Maha Pencipta, arwah leluhur, dewi padi, dan arwah di sekitar ladang agar hasil panen berlimpah. Makna pengharapan terungkap dalam setiap tuturan dalam masa pratanam, tanam, dan pascatanam. Berikut ini adalah fungsi dan makna ideologis yang dibedakan atas pengharapan hujan, pengharapan padi tumbuh dengan baik, pengharapan bebas hama penyakit, pengharapan kelancaran dalam proses pascatanam, dan pengharapan hasil panen berlimpah.

5.1.1 Pengharapan Hujan

Peladang menggantungkan hidup dengan berladang padi. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, hal terpenting adalah air yang didapatkan melalui hujan dengan adanya gabungan kata hamburu-nggama-ni a ura ‘menurunkan hujan kepada kami’ pa-kedhu-nggama-ni a weiyo ‘menurunkan air kepada kami’ yang terkandung dalam data sebagai berikut.

(3)

(51) Nggengge milla ate-nggama laba-laba miskin hati-1JMK-G ha-mburu-nggama-ni a ura KAUS-turun-1JMK-G-3TG-D ART hujan

‘Kami adalah orang miskin yang membutuhkan pengasihan dengan memberikan hujan pada kami’

(PRA/2-9)

Rawa tabhangahu-nggama burung dara berhenti terbang-1JMK-G pa-kedhu-nggama-ni a weiyo terjun-POSS-1JMK-3TG-D ART air

‘kami adalah orang yang tidak berdaya yang butuh pengasihan dengan memberikan air pada kami’

(PRA/2-10)

Hujan dan air adalah unsur-unsur kehidupan yang ada pada alam dan lingkungan yang berarti dalam kehidupan peladang. Peladang memantau musim, mempersiapkan segala sesuatu untuk tanam sebelum hujan, dan setelah hujan turun proses tanam bisa dilaksanakan. Hal tersebut dilakukan karena padi yang ditanam adalah padi di lahan yang kering (ladang) yang berbeda dengan padi sawah di lahan yang basah dan selalu dialiri air. Ide yang didapatkan dari contoh data ini adalah betapa pentingnya hujan dan air untuk kehidupan peladang Kodi. Untuk mendapatkan hal tersebut, para peladang sebagai orang miskin dan tak berdaya memerlukan belas kasihan Tuhan Pemilik Alam dan melalui restu Marapu dengan menurunkan hujan dan air untuk kehidupan peladang.

5.1.2 Pengharapan Padi Tumbuh dengan Baik

Berikut ini adalah realitas fungsi dan makna ideologis yang berisikan harapan agar padi tumbuh dengan baik yang ditandai dengan bulir padi padat dan batang padi rimbun serta bertunas banyak.

(4)

(52) Tana pa-nokoto-ngga-ni a-manege wuli supaya KAUS-beri-1TG-D-3TG-D 3JMK-REL-padat bulir a-madhapo pola

3JMK-REL-berpelukan batang

‘Supaya memberikan saya dan dia bulir padi yang padat dan batang pohon yang rimbun’

(PRA/1-18)

(53) Na-paheba a kale-na 3TG-N-membawa di pinggang ART kiri-3TG-G ‘Padi bertunas banyak di bagian kirinya’

(PARA/3-6)

Na-paloro a kawana-na 3TG-N-menggendong di punggung ART kanan-3TG-G ‘Padi bertunas banyak di bagian kanannya’

(PRA/3-7)

Dalam data (52) terkandung gabungan kata manege wuli ‘padat bulirnya’ mandapo pola ‘berpelukan batangnya’. Berdasarkan gabungan kata tersebut penutur mengharapkan padi yang ditanamnya memiliki bulir padi yang padat dan batang pohon yang rimbun. Selain itu, dalam data berikutnya, yaitu data (53) terkandung gabungan kata na-paheba a kale-na ‘membawa di pinggang di bagian kirinya’ dan na-pa-loro a kawana-na ‘menggendong di punggung di bagian kanannya’. Ungkapan tersebut menyiratkan harapan penutur agar tanaman padi bertunas banyak di bagian kanan dan kirinya.

5.1.3 Pengharapan Bebas Hama Penyakit

Contoh bentuk lingual yang berfungsi dan bermakna ideologis yang menggambarkan pengharapan tanaman padi terbebas dari hama penyakit adalah sebagai berikut.

(5)

(54) Tana amba we-ki-ngo mburu ta malogho supaya jangan kata-REF-PEN turun bencana tikus kedu ta manguno

terjun bencana burung pipit

‘Supaya tidak diserang hama tikus dan burung pipit’ (TAN/5A-7)

(55) Tana amba kapore panda supaya jangan hama pandan kaka-nggama-ni a pare putih-1JMK-G-3TG-D ART padi

‘Supaya jangan ada wereng putih yang menyerang padi’ (TAN/8-3)

(56) Tana amba pare mate geha a pare supaya jangan pare mati layu kehitaman ART padi

‘Supaya tidak ada hama oenyakit yang menyebabkan ujung daun padi layu kehitaman’

(TAN/8-9)

Data di atas mengandung gabungan kata mburu ta malogho ‘turun bencana tikus’ kedu ta manguno ‘terjun bencana burung pipit’. Ta malogho ‘bencana tikus’ dan ta manguno ‘bencana burung pipit’ menyebabkan penderitaan dan kesusahan bagi peladang di Kodi. Peladang mengharapkan agar tanaman padinya terbebas dari serangan hama tikus dan hama burung pipit. Kedua hewan ini adalah hama yang sangat merugikan peladang. Tikus menyerang bagian bawah padi, sedangkan burung pipit menyerang bagian atas tanaman padi dengan memakan bulir padi. Selain hama berupa serangan tikus dan burung pipit, keberlangsungan tanaman padi juga dipengaruhi oleh kapore panda kaka ‘wereng putih’ dan pare mate geha ‘hama penyakit yang menyebabkan ujung daun padi layu kehitaman’ seperti data (55 dan 56) di atas. Data di atas menunjukkan harapan peladang yang ditandai dengan penggunaan konjungsi tana supaya’. Peladang berharap agar tanaman padi yang menjadi tumpuan hidup peladang terbebas dari ta malogho ‘bencana tikus’,

(6)

ta manguno ‘bencana burung pipit’, kapore panda kaka ‘wereng putih’, dan pare mate geha ‘hama penyakit yang menyebabkan ujung daun padi layu kehitaman’. Ta malogho ‘bencana tikus’, ta manguno ‘bencana burung pipit’, kapore panda kaka ‘wereng putih’ dan pare mate geha ‘hama penyakit yang menyebabkan ujung daun padi layu kehitaman’ adalah bentuk-bentuk khusus yang termasuk dalam hama penyakit yang menyerang tanaman padi.

5.1.4 Pengharapan Kelancaran dalam Proses Pascatanam

Kelancaran proses pascatanam juga diperhitungkan oleh peladang. Berikut ini adalah data yang berfungsi dan bermakna ideologis yang merealisasikan harapan peladang supaya proses pascatanam menjadi lancar.

(57) Amba wa-ngo a-palodha-ni kaloro jangan DEF-PEN 3JMK-REL-bentang-3TG-D tali ‘Jangan ada yang merintangi berupa tali’

(PAS/15B-3)

A-palaka-ni kariga 3JMK-REL-palang-3TG-D kayu lembing ‘Yang merintangi berupa kayu lembing’ (PAS/15B-4)

Data di atas terdiri atas gabungan kata a palodha-ni kalorro ‘yang merintangi berupa tali’ dan a palaka-ni kariga ‘yang merintangi dengan kayu lembing’. Gabungan kata di atas dipertegas dengan konjungsi amba wango ‘jangan ada’. Dalam hal menanam padi banyak aral dan rintangan. Halangan dan rintangan yang melanda proses pascatanam padi berupa tali dan lembing seperti pada ungkapan di atas. Tuturan di atas menyiratkan harapan peladang supaya tidak ada halangan dan rintangan berupa tali dan kayu lembing dalam proses pascatanam.

(7)

Selain halangan berupa tali dan kayu lembing, penutur juga mengharapkan supaya tidak ada rayuan orang yang mengajak ke tebing dan hutan seperti kutipan di bawah ini.

(58) Bha-ne-ngo a-dhudhughu kalembu lingo loro 3JMK-ASP-ada-PEN 3JMK-REL-mengajak lambung gua laut ‘Kalau ada yang mengajak ke hutan’

(PAS/15B-7)

Bha-ne-ngo a-kaleghu karaha woya nggoko 3JMK-ASP-ada-PEN 3JMK-REL-mengajak rusuk buaya belang ‘Kalau ada yang mengajak ke tebing’

(PAS/15B-8)

Data di atas berisikan ungkapan a dhudhughu kalembu lingo loro ‘yang mengajak ke hutan’ dan a kaleghu karaha woya nggoko ‘yang mengajak ke tebing’. Ungkapan kalembu lingo loro ‘lambung gua tanah’ berarti hutan, sedangkan karaha woya nggoko berarti tebing. Kedua ungkapan tersebut diperjelas dengan kata pengandaian bha-ne-ngo ‘kalau ada’. Halangan dalam ungkapan di atas berupa ajakan atau rayuan untuk pergi ke hutan dan tebing. Penutur melalui tuturan di atas mengingatkan dewi padi agar tidak terpaku dan terbujuk oleh rayuan dan ajakan orang yang tidak dikenal yang nantinya membawa hal buruk.

Data di bawah ini adalah halangan diibaratkan dengan kuda yang tiba-tiba berhenti di jalan dan anjing yang pergi dalam perjalanan.

(59) Tana ambu ndara ruka tana supaya jangan kuda berhenti tanah

‘Supaya jangan seperti kuda yang tiba-tiba berhenti di jalan’ (PAS/15B-9)

(8)

Tana ambu bangga paga lara supaya jangan anjing pergi jalan

‘Supaya jangan seperti anjing yang pergi dalam perjalanan’ (PAS/15B-10)

Data di atas berisikan ungkapan ndara ruka tana ‘kuda yang tiba-tiba berhenti di jalan’ dan bangga paga lara ‘anjing yang berhenti dalam perjalanan’. Kedua ungkapan tersebut ditekankan dengan adanya konjungsi yang menandai harapan tana ambu ‘supaya jangan’. Kedua ungkapan tersebut bermakna halangan dan rintangan. Penutur mengharapkan agar dewi padi tidak seperti kuda dan anjing yang tiba-tiba berhenti di jalan karena ada yang menghadang. Penutur mengharapkan proses pascatanam berlangsung dengan lancar tanpa hambatan apa pun.

(60) Tana hebhongoko nekulongoko supaya bila ada kalau ada na-kapedekogu mata 3TG-REL-mengedipkan mata

‘Kalau ada yang memberikan isyarat dengan mengedipkan mata’ (PAS/17A-4)

Na-gabitugu lima 3TG-REL-melambaikan tangan

‘Kalau ada yang memberikan isyarat dengan melambaikan tangan’ (PAS/17A-5)

Ungkapan yang menarik dalam data di atas adalah na-kapedekogu mata ‘yang mengedipkan mata’ dan na-gabitugu lima ‘yang melambaikan

tangan’. Selain halangan dan hambatan yang sudah disebutkan di atas, halangan juga diwujudkan dengan adanya isyarat yang diberikan lewat kedipan mata dan lambaian tangan. Bagi komunitas tutur bahasa Kodi, bahasa tubuh dari orang yang mengedipkan mata dan melambaikan tangan dianggap sebagai orang yang jahat

(9)

dan bisa menghambat segala kegiatan yang sudah direncanakan. Penutur mengharapkan agar berhati-hati dengan orang yang memberikan isyarat lambaian tangan dan kedipan mata yang bisa menjerumuskan ke hal-hal yang tidak baik. (61) Tana inda ndiki watu ambu ngero

tanah tidak pindah batu jangan geser

‘Tetap kokoh seperti tanah dan batu yang tidak berpindah dan bergeser’ (PAS/17A-6)

Data di atas mengandung ungkapan tana inda ndiki ‘tanah tidak berpindah’ dan watu ambu ngero ‘batu jangan bergeser’. Dengan adanya halangan dan rintangan yang telah dideskripsikan pada data-data di atas, peladang mengharapkan agar dewi padi seperti tanah yang tidak berpindah dan seperti batu yang tidak bergeser yang bermakna ketegaran dan keteguhan. Hal tersebut dilakukan agar semuanya berjalan dengan lancar, terhindar dari segala halangan, tidak terpancing dengan situasi yang terjadi, dan tetap waspada.

(62) We-nggu tana koro-bha-ka witi kata-1TG-G supaya pagar-3JMK-ASP-PEN kaki ‘Supaya dalam lindungan kaki’

(PAS/21A-5)

Tana galu-bha-ka lima supaya pagar-3JMK-ASP-PEN tangan ‘Supaya dalam lindungan tangan’

(PAS/21A-5)

Data di atas adalah kelanjutan dari ungkapan sebelumnya. Ungkapan koro-bha-ka witi ‘lindungan kaki’ dan galu-koro-bha-ka lima ‘lindungan tangan’ mencerminkan dan bermakna bahwa segala hal yang akan dan sedang dilakukan dalam hal kegiatan penanaman padi ladang selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa dan roh leluhur. Dengan adanya lindungan tangan dan kaki dari Tuhan

(10)

Yang Maha Esa dan para roh leluhur maka peladang akan mendapatkan hasil yang maksimal.

5.1.5 Pengharapan Hasil Panen Berlimpah

Dengan teratasinya serangan hewan pengganggu, hama, dan halangan dan rintangan, maka peladang bisa menikmati hasil panen yang maksimal dan berlimpah seperti data sebagai berikut.

(63) Tana na-pa-witi ana manu supaya 3TG-N-KAUS-kaki anak ayam ‘Supaya padi meningkat berkaki anak ayam’ (PRA/3-4)

mono na-pa-wongo ana ghobhongo KONJ 3TG-N-KAUS-leher anak kerbau jantan ‘dan supaya padi meningkat berleher anak kerbau’ (PRA/3-5)

(64) Enga-wa-ndi mbare wulu ghale tetap-DEF-3JMK-D berhias bulu ayam jantan handana tumba wini

cendana NOM bibit

‘Tetap berhias ekor ayam jantan, tempat menyimpan bibit’ (PAS/14B-8)

Enga rere moto kaka tetap sama jambul kakatua kalidi lara hada

nyiru jalan keramat

‘Tetap berjambul kakatua, nyiru yang dikeramatkan’ (PAS/14B-9)

(65) Enga-wa-ndi bhi-mi-jeta witi wondo tetap- DEF-3JMK-D 2JMK-ASP-2JMK-N-meningkat kaki maleo ‘Tetap meningkat berkaki burung maleo’

(11)

Enga-wa-ndi bhi-mi-jangga tara manu tetap- DEF-3JMK-D 2JMK-ASP-2JMK-N-berkembang taji ayam ‘Tetap berkembang bertaji ayam’

(PAS/16A-4)

(66) Tana pa-deta menge ro-na supaya KAUS-naik sudah daun-3TG-G ‘Supaya menaikkan semua daunnya’

(PAS/14B-5)

Tana wuti menge pola-na

supaya muat sudah batang-3TG-G ‘Supaya memuat semua batangnya’

(PAS/14B-6)

(67) Tana na-ta-wa-bha-ndi-ka

supaya 3TG-N-simpan-DEF-3JMK-ASP-3JMK-D-PEN bhoko panda-na bhoko mboro-na

lumbung pandan-3TG-G lumbung lontar-3TG-G

‘Supaya dia menyimpan padi di lumbung pandan dan lumbung lontar’ (PAS/14B-7)

Dalam data (63--65) mengandung ungkapan na-pa-witi ana manu ‘berkaki anak ayam’ na-pa-wonggo ana ghobhongo ‘berleher anak kerbau’, mbare wulu ghale ‘berhias bulu ayam jantan’ rere moto kaka ‘berjambul kakatua’, dan bhi-mi-jeta witi wondo ‘meningkat berkaki burung maleo’ bhi-mi-jangga tara manu ‘berkembang bertaji ayam’. Ketiga pasang ungkapan di atas menunjukkan hasil panen padi yang melimpah. Setelah semua tahapan berlangsung dengan baik, penutur berharap hasil panennya berlimpah dan meningkat seperti ungkapan di atas. Dalam data (66) terkandung gabungan kata pa-deta menge ro-na ‘menaikkan semua daunnya’ dan wuti menge pola-na ‘memuat semua batangnya’. Setelah memanen padinya, peladang dapat menaikkan dan memuat semua hasil panennya yang digambarkan dengan gabungan kata menge ro-na ‘semua daunnya’ dan menge pola-na ‘semua batangnya’. Setelah selesai memanen, peladang dapat

(12)

memasukkannya ke lumbung seperti dalam data (67) yang menjelaskan bahwa hasil panen yang berlimpah dan meningkat supaya dimasukkan ke lumbung yang ditandai dengan kalimat na-tawa-bha-ndi-ka bhoko panda-na bhoko mboro-na ‘dia menyimpan padi di lumbung pandan dan lumbung lontar’.

5.2 Fungsi dan Makna Sosiologis

Fungsi dan makna sosiologis yang didasarkan pada dimensi sosiologis menurut Lindø dan Bundsgaard (eds), (2000: 11) mencakup cara manusia mengatur hubungannya atau keterkaitannya satu sama lain, baik dalam bidang sosial maupun religi. Satuan lingual yang merepresentasikan fungsi dan makna sosiologis, antara lain tondo pare ‘menanam padi’, tondo kalehu-ngo ‘menanam dengan cara melingkar’, nguti pare ‘panen padi’, nguti wote-ngo ‘panen dengan cara berkumpul, dan ndali pare ‘merontokkan butir padi dengan tangkainya’. Contoh satuan lingual di atas merealisasikan kegiatan atau proses yang mencakup hubungan peladang padi dengan peladang yang lain untuk memupuk kebersamaan dan keselarasan antarpeladang padi. Fungsi dan makna sosiologis terungkap dalam keselarasan hubungan antara manusia dan tuhan, keselarasan hubungan antara manusia dan arwah leluhur, keselarasan hubungan antara manusia dan dewi padi, keselarasan hubungan antara manusia dan arwah-arwah di sekitar ladang, keselarasan hubungan antara manusia dan seluruh isi ladang, keselarasan hubungan antarmanusia, dan keselarasan hubungan antara manusia dan seluruh isi ladang. Peladang Kodi dengan kepercayaan tradisionalnya memiliki keyakinan

(13)

akan keberadaan Tuhan, percaya dengan Imam Adat, percaya dengan adanya roh leluhur, dewi padi, dan arwah-arwah lainnya.

Realisasi fungsi dan makna sosiologis khazanah verbal kepadian dapat dilihat pada data berikut.

5.2.1 Keselarasan Hubungan antara Manusia dan Tuhan

Tuhan adalah entitas yang diyakini keberadaannya sebagai yang Mahakuasa. Peladang Kodi sebagai manusia yang memiliki banyak keterbatasan hanya bisa memohon kepada Tuhan untuk memberikan karunia-Nya seperti pada kutipan data berikut.

(68) Rongo-bha-ka inya wolo bapa rawi dengar-3JMK-ASP-PEN ibu gulung bapak buat ‘Dengarkanlah Tuhan Maha Pencipta’

(PRA/2-6)

(69) Mate-ka ana madhuyo

mati-PEN anak pohon yang tumbuh sendiri di hutan ‘Mati semua anak pohon yang tumbuh di hutan’

(PRA/2-7)

Mate-ka ana madhanu

mati-PEN anak pohon yang baru tumbuh ‘Mati anak pohon yang baru tumbuh’

(PRA/2-8)

(70) Nggengge milla ate-nggama laba-laba miskin hati-1JMK-G ha-mburu-nggama-ni a ura KAUS-turun-1JMK-G-3TG-D ART hujan

‘Kami adalah orang miskin yang membutuhkan pengasihan dengan memberikan hujan pada kami’

(14)

Rawa tabhangahu-nggama burung dara berhenti terbang-1JMK-G pa-kedhu-nggama-ni a weiyo terjun-POSS-1JMK-3TG-D ART air

‘kami adalah orang yang tidak berdaya yang butuh pengasihan dengan memberikan air pada kami’

(PRA/2-10)

Kepercayaan tradisional orang Kodi menyebut Tuhan dengan sebutan Inya Wolo Bapa Rawi ‘Tuhan Yang Mahaesa’. Ungkapan Inya Wolo Bapa Rawi ‘Tuhan Yang Mahaesa’ terdiri atas nomina inya ‘ibu’, verba wolo ‘gulung’, nomina bapa ‘ayah’, dan verba rawi ‘buat’. Sebutan Inya Wolo Bapa Rawi ‘Tuhan Yang mahaesa’ terdiri atas dua hal penting, yaitu Inya Wolo ‘ibu yang menggulung’ dan Bapa Rawi ‘bapak yang membuat’. Tuhan diasosiasikan seperti ayah dan ibu yang menciptakan segalanya. Data di atas menunjukkan kepercayaan dan keyakinan akan keberadaan Tuhan Yang mahaesa. Dalam hal proses penanaman padi ladang tradisional, penutur memohon kepada Tuhan dalam bentuk Inya Wolo Bapa Rawi agar selalu memberikan karunia-Nya kepada para peladang dengan menurunkan hujan yang dinantikan. Permohonan turunnya hujan diperjelas dengan tuturan berikutnya, yaitu mate-ka ana madhuyo ‘mati semua anak pohon yang tumbuh sendiri di hutan’ mate-ka ana madhannu ‘mati semua anak pohon yang baru tumbuh’ dan gabungan kata ha-mburu-nggama-ni a ura ‘menurunkan hujan kepada kami’ dan pa-kedhu-nggama-ni a weiyo ‘menurunkan air kepada kami’ pada data (70). Penutur dalam hal ini peladang Kodi memperlihatkan penderitaan yang dialaminya karena hujan tidak juga turun. Penutur mengharapkan anugerah dari Inya Wolo Bapa Rawi ‘Tuhan Yang

(15)

Mahaesa’ berupa turunnya hujan sehingga semua tanaman bisa tumbuh dengan baik dan proses tanam bisa dimulai.

5.2.2 Keselarasan Hubungan antara Manusia dan Arwah Leluhur

Berikut ini adalah bentuk keselarasan hubungan antara manusia dan arwah leluhur yang terdapat pada data (71--73).

(71) Rongo-bha-ka ndewa inya ndewa bapa dengar-3JMK-ASP-PEN arwah ibu arwah bapak ‘Dengarkanlah arwah ibu dan bapak’

(PRA/2-1)

(72) Oro inda mburu a ura karena tidak turun ART hujan ‘Karena hujan tidak turun’

(PRA/2-4)

(73) Oro inda kedu a weiyo karena tidak terjun ART air ‘Karena air tidak ’

(PRA/2-5)

Manusia dalam hal ini peladang tradisional juga menjalin hubungan baik dengan roh leluhur yang dalam tuturan di atas disebut dengan ndewa inya ndewa bapa ‘arwah ibu dan bapak’. Gabungan kata ndewa inya ndewa bapa ‘arwah ibu dan bapak’ terdiri atas nomina ndewa ‘arwah’, nomina inya ‘ibu’, dan nomina bapa ‘ayah’. Tuturan di atas dimaksudkan agar leluhur mau menyertai segala hal yang dikerjakan oleh masyarakat Kodi, terutama penanaman padi ladang. Penutur menginginkan turunnya hujan yang dipertegas dengan adanya tuturan oro inda mburu a ura ‘karena hujan tidak turun’ oro inda kedu a weiyo ‘karena air tidak terjun’. Tuturan ini disampaikan karena hujan tidak turun juga, padahal tahap

(16)

tanam sudah bisa dimulai. Jika hujan tidak turun, masyarakat peladang tidak bisa menanam padi ladang sesuai dengan musim dan kebiasaan yang telah dilakukan setiap tahunnya.

5.2.3 Keselarasan Hubungan antara Manusia dan Dewi Padi

Hubungan antara manusia dan dewi padi perlu dijalin dengan baik. Contoh data berikut ini menggambarkan keselarasan hubungan antara manusia dengan dewi padi yang disebut mbiri ndandi peha koni wu kaniha.

(74) Rongo-bha-ka mbiri ndandi peha dengar-3JMK-ASP-PEN NOM lahir satu koni wu kaniha

NOM NUM tunggal ‘Dengarkanlah wahai dewi padi’ (PAS/19A-1)

(75) Nduki-ndi-ka ha-kabhambango mboro tiba-3JMK-D-PEN NUM-JMK-lumbung lontar ha-kabambango panda

NUM-JMK-lumbung pandan

‘Menuang padi di lumbung lontar dan lumbung pandan’ (PAS/19A-2)

(76) Hiri-bha-ka kuta bhidi-bha-ka winyo raut-3JMK-ASP-PEN sirih kupas-3JMK-ASP-PEN pinang ‘Makanlah sirih pinang ini’

(PAS/19A-3)

Satu hal yang juga penting adalah hubungan baik antara manusia dengan dewi padi. Hal tersebut tersirat dalam data (74) dengan adanya harapan kepada dewi padi untuk mendengar yang disampaikan oleh imam adat. Peladang menjalin hubungan keselarasan dengan dewi padi atau roh penguasa padi. Hubungan baik terjalin antara manusia dan padi karena padi sudah selesai dipanen dan siap untuk

(17)

dituang ke dalam lumbung seperti cuplikan data (75). Harmoni antara manusia dan padi dapat dilihat dalam data (76) dengan menyebutkan hiri-bha-ka kuta bhidi-bha-ka winyo ‘makanlah sirih pinang ini’. Penyuguhan sirih pinang adalah bentuk jalinan hubungan kedekatan antara manusia dan dewi padi. Keselarasan hubungan antara dewi padi dan peladang melalui tuturan yang disampaikan oleh imam adat bertujuan agar setiap kegiatan berjalan dengan lancar. Peladang Kodi percaya bahwa kedekatannya dengan dewi padi membawa hal-hal positif pada kegiatan penanaman padi ladang yang dilaksanakan.

5.2.4 Keselarasan Hubungan antara Manusia dan Arwah-arwah di Sekitar Ladang

Keselarasan hubungan antara manusia dan arwah-arwah di sekitar ladang sangat diperlukan untuk memperlancar segala sesuatu yang dikerjakan di ladang. Berikut ini adalah bentuk keselarasan hubungan antara manusia dan arwah-arwah di sekitar ladang.

(77) Rongo-bha-ka lodha ligha kadhu padha pakahiku dengar-3JMK-ASP-PEN NOM-2TG NOM-2TG

‘Dengarkanlah arwah di padang dan hutan (lodha ligha kadhu dan padha pakahiku)’

(PRA/1-1)

(78) Rongo-bha-ka lingo tana ngamba watu dengar-3JMK-ASP-PEN gua tanah tebing batu ‘Dengarkanlah arwah pada gua tanah dan tebing batu’ (PRA/1-2)

(18)

(79) Rongo-bha-ka kalele lagha deta kawuku tana dhalo dengar-3JMK-ASP-PEN lingkaran pohon atas ikatan tanah dalam ‘Dengarkanlah arwah yang berada di atas pohon dan arwah yang berada di dalam tanah’

(PRA/1-3)

(80) Bha-ne-ngo-ka marada pa-kalogongo kandaghu pa-kawukugu 3JMK-ASP-ada-PEN-PEN padang KAUS-berlubang hutan KAUS-buku ‘Kalau ada halangan berupa liang tanah di padang dan hutan belantara’

(PRA/1-4)

(81) Ta-ndende ere ndende 1JMK-N-berdiri sama berdiri ‘Kita sama-sama berdiri’

(PRA/1-5)

ta-londo ere londo 1JMK-N-duduk sama duduk ‘Kita sama-sama duduk’

(PRA/1-6)

(82) Tana amba weiha-nggama kapa ana manu supaya jangan buka-1JMK-D sayap anak ayam ‘Supaya jangan membuka sayap anak ayam’

(PRA/1-7)

Amba bunggero-nggama halili ana wawi jangan buka-POSS-1JMK-D ketiak anak babi ‘Jangan membuka ketiak anak babi’

(PRA/1-8)

Peladang tidak hanya menjalin hubungan dengan Tuhan, roh leluhur, dan dewi padi, tetapi juga menjalin hubungan dengan arwah-arwah yang ada di sekitar ladang seperti pada tuturan di atas. Arwah-arwah di ladang berpengaruh terhadap keberlangsungan setiap pekerjaan yang dilakukan di ladang. Arwah-arwah tersebut, antara lain lodha ligha kadhu padha pakahiku ‘arwah padang dan hutan’, lingo tana ngamba watu ‘arwah pada gua tanah dan tebing batu’, dan kalele lagha geta kawuku tana dhalo ‘arwah yang berada di atas pohon dan arwah yang berada

(19)

di dalam tanah’. Tuturan di atas menyiratkan harmoni antara peladang melalui imam adat dengan arwah-arwah tersebut yang dipertegas lagi dengan tuturan ta-ndende ere ta-ndende ‘kita sama-sama berdiri’ ta londo ere londo ‘kita sama-sama duduk’. Tuturan tersebut bermaksud untuk menyamakan kedudukan dan menjalin hubungan baik antara peladang dengan arwah-arwah tersebut. Hubungan baik itu terjalin supaya arwah-arwah tersebut mengawasi arwah-arwah jahat yang mengganggu kegiatan berladang yang dilakukan oleh peladang.

5.2.5 Keselarasan Hubungan antara Manusia dan Seluruh Isi Ladang

Mango ‘ladang, huma’ adalah lingkungan buatan berupa tanah yang luas tempat peladang menanam padi atau tanaman pangan lain yang tidak dialiri dengan air. Masyarakat Tradisional Kodi percaya bahwa ada roh-roh yang menghuni suatu tempat tertentu, begitu juga dengan ladang. Masyarakat Kodi percaya bahwa di ladang ada roh-roh yang dapat menolong manusia jika manusia mampu menjalin hubungan baik dengan roh-roh tersebut. Berikut ini adalah bentuk keselarasan hubungan antara manusia dan seluruh isi ladang.

(83) Rongo-bha-ka tilu wu patuku dengar-3JMK-ASP-PEN pinggir NUM patuk londo wu pa-wini

duduk NUM KAUS-bibit ‘Dengarkanlah seluruh isi ladang’ (TAN/6B-1)

(84) Mburu-ka a ura turun-PEN ART hujan ‘Turunkanlah hujan’ (TAN/6B-2)

(20)

Kedu-ka a weiyo terjun-PEN ART air ‘terjunkanlah air’ (TAN/6B-3) (85) Woka-nggu-hi-ka pare tanam-2TG-G-3JMK-A-PEN padi ‘Menanam padi’ (TAN/6B-4) Tondo-ka a wini tanam-PEN ART bibit ‘Menanam bibit’

(TAN/6B-5)

Dalam tuturan di atas terkandung ungkapan tilu wu patuku ‘pinggir sebuah patuk’ londo wu pawini ‘batu tempat persembahan’. Tilu wu patuku dan londo wu pa-wini adalah sebutan untuk ladang. Tuturan di atas terdapat unsur rongo-bha-ka yang berarti dengarkan. Jadi, tuturan tersebut ditujukan kepada seluruh isi ladang. Hubungan baik harus dibangun oleh peladang dengan seluruh isi ladang karena proses tanam dilakukan di ladang. Selain hubungan baik yang diwujudkan dengan tuturan rongo-bha-ka tilu wu patuku londo wu pa-wini, hubungan baik juga diwujudkan dengan tuturan berikut.

(86) Kalihu-ni-bha lodo mengelilingi-3TG-D-3JMK-ASP terang ‘Menjaganya pada saat siang hari’

(TAN/11-1)

kaniki-ni-bha hudo mengelilingi-3TG-D-3JMK-ASP gelap ‘Menjaganya pada saat malam hari’ (TAN/11-2)

(21)

(87) Tana pa-era-wa-ndi kiku-na ‘supaya KAUS-umum-DEF-3JMK-D ekor-3TG-G lodha pakaniki

NOM

‘Supaya menggerakkan ekornya di suatu tempat yang memberikan berkah’ (TAN/11-3)

Tana pa-wala-wa-ndi ngora-na supaya KAUS-umum-DEF-3JMK-D mulut-3TG-G padha pakahiku

NOM

‘Supaya menggerakkan mulutnya di suatu tempat yang memberikan berkah’ (TAN/11-4)

(88) Tana dagha-wa-ndi koni wu kaniha supaya menjaga-DEF-3JMK-D NOM NUM tunggal la tilu wu patuku

KONJ pinggir NUM patuk

‘Supaya menjaga semua padi di pinggir sebuah patuk’ (TAN/11-5)

Tana uruho-wa-ndi mbiri ndandi peha Supaya menjaga- DEF-3JMK-D NOM lahir tunggal la londo wu pa-wini

KONJ duduk NUM KAUS-bibit

‘supaya menjaga semua padi di batu tempat persembahan’ (TAN/11-6)

(89) Weiyo raka inu we-do-ngo-mu

air sedikit minum kata-REF-PEN-2TG-G bhana-rara a ro-na

3TG-ASP-menguning ART daun-3TG-G

‘Sedikit air untukmu untuk diminum saat daunnya telah menguning’ (TAN/11-9)

Ngagha raka mu-mu we-do-ngo-mu makanan sedikit makan-2TG-G kata-REF-PEN-2TG-G bhana-madhu a wu-na

3TG-ASP-berisi ART buah-3TG-G

‘Sedikit makanan untukmu untuk dimakan saat buahnya berisi (matang)’ (TAN/11-10)

(22)

Tuturan di atas ditujukan kepada watu kareka ‘marapu di ladang’ yang diibaratkan memiliki ekor dan mulut seperti pada data (87) yang menggerakkan ekor dan mulutnya seperti tuturan paera-wa-ndi kiku-na pawala-wa-ndi ngora-na. Watu kareka bertugas menjaga keberadaan padi di ladang siang dan malam seperti data (86) dan (88) yang dipertegas dengan tuturan kaliku-ni-bha lodo kaniki-ni-bha hudo ‘mengelilingi pada saat siang hari dan malam hari’ dan tuturan dagha-wa-ndi koni wu kaniha uruho-dagha-wa-ndi mbiri ndandi peha ‘menjaga padi’ yang dijaga bukanlah manusia melainkan dewi padi yang disebut koni wu kaniha dan mbiri ndandi peha. Hubungan baik antara peladang dan watu kareka ‘marapu di ladang’ terwujud dengan adanya tuturan (89) yang intinya akan ada sedikit air dan makanan untuknya saat daun padi telah menguning dan bulir padi telah matang berisi.

5.2.6 Keselarasan Hubungan antarmanusia

Manusia sebagai makhluk sosial juga menjalin hubungan baik antarmanusia seperti pada kutipan berikut.

(90) La ngali Leti Patana DEM panggil imam adat ‘Pergi untuk memanggil Imam Adat’ (TAN/4A-1)

Nduki Leti Patana sampai imam adat

‘Sesampainya pada Imam Adat’ (TAN/4A-2)

(91) Himba-ya manu padu mono manu pala terima-3TG-A ayam pahit KONJ ayam getir ‘Terimalah ayam yang kami persembahkan ini’ (TAN/4A-3)

(23)

Tuturan di atas mengisyaratkan adanya hubungan baik antara peladang dan imam adat dengan adanya tuturan la ngali leti patana ‘pergi memanggil imam adat’ dan nduki leti patana ‘sesampainya pada imam adat’ dengan mengundang dan memohon kehadiran imam adat untuk memimpin doa. Imam adat adalah perantara peladang dengan Tuhan, roh leluhur, roh sekitar ladang, isi ladang, dan sebagainya. Imam adat selalu menyampaikan segala hal yang dimohonkan dan diinginkan oleh peladang berkenaan dengan penanaman padi ladang. Permohonan akan didahului dengan persembahan ayam bakaran yang dalam bahasa Kodi disebut dengan manu padu ‘ayam pahit’ dan manu pala ‘ayam getir’. Tidak sembarang orang bisa menjadi imam adat karena seorang calon imam adat harus belajar dengan imam adat yang sudah sepuh dan selalu ikut dalam setiap kegiatan adat. Peladang percaya kepada imam adat sebagai pemimpin upacara yang mengucapkan doa berupa tuturan yang menyampaikan maksud dan tujuan peladang dalam kegiatan penanaman padi tradisional. Hubungan antara peladang dan imam adat harus dijaga dengan baik karena segala yang diucapkan oleh imam adat bersifat magis dan dengan hubungan baik ini diharapkan segala hal yang diinginkan dan dimohonkan bisa terwujud dengan adanya persembahan yang dihaturkan.

5.2.7 Keselarasan Hubungan antara Manusia dan Kampung Halaman

Kampung adalah tempat yang memberi pengaruh besar terhadap kehidupan peladang Kodi. Data (92--94) berikut ini adalah bentuk keselarasan hubungan antara manusia dan kampung halaman.

(24)

(92) Himba-ya manu padu mono manu pala terima-3TG-A ayam pahit KONJ ayam getir ‘Terimalah ayam yang kami persembahkan ini’ (TAN/4A-3)

(93) Mbondoliha kalimbatu kampung kampung ‘Kampung halaman’ (TAN/4A-4)

(94) Wudi pa-ha-ngula watu pa-pandende

NOM KAUS-NUM-JMK-tunas batu KAUS-KAUS-berdiri ‘Pohon wudi bertunas dan batu tempat menyembah Tuhan (moritana)’ (TAN/4A-5)

Setiap tuturan kepadian pasti menyebutkan kampung halaman di dalamnya dalam bentuk mbondoliha kalimbatu ‘kampung halaman’. Harmoni antara manusia dan kampung halaman dapat dilihat dalam data (92) dengan adanya persembahan ayam yang tersirat dalam teks himba-ya manu padu mono manu pala ‘terimalah ayam yang kami persembahkan ini’. Manusia menjalin hubungan baik dengan kampung halaman sebagai tempat yang melekat dalam kehidupan orang Kodi. Kampung halaman adalah tempat tinggal masyarakat Kodi, tempat masyarakat Kodi berlindung dari panas terik matahari dan dinginnya malam. Segala kegiatan dilakukan di rumah. Kampung halaman dalam bentuk mbondoliha kalimbatu adalah tempat yang paling penting sehingga tidak terlupakan dalam tuturan. Selain mbondoliha kalimbatu, juga disebutkan wudi pahangula watu papandende ‘pohon wudi bertunas dan batu tempat menyembah Tuhan’ dalam tuturan di atas. Wudi pahangula watu papandende ‘pohon wudi bertunas dan batu tempat menyembah Tuhan’ adalah sebutan bagi mori tana ‘marapu di rumah’. Mori tana secara harfiah disebut dengan tuan tanah. Mori

(25)

tana adalah penjaga kampung yang berwujud wudi pahangula ‘pohon wudi bertunas’ dan watu papandende ‘batu yang diberdirikan’. Biasanya mori tana ‘marapu penjaga rumah’ diletakkan di tengah kampung.

5.3 Fungsi dan Makna Biologis

Fungsi dan makna biologis didasarkan pada dimensi biologis yang berhubungan dengan keterikatan manusia yang hidup berdampingan dengan spesies yang lainnya (hewan, tumbuhan, tanah, laut, dan lain-lain). Satuan lingual yang menandakan keterikatan antara manusia dan tanaman padi dapat dilihat dalam leksikon-leksikon kepadian yang telah disajikan dalam 4.1. Tuturan kepadian menunjukkan interaksi yang baik antara manusia dan lingkungan, terutama lingkungan kepadian. Dalam fungsi dan biologis akan dijelaskan hubungan yang saling berkesinambungan antara manusia dan lingkungan kepadian yang terungkap dalam proses penanaman padi ladang tradisional. Bahasa berfungsi untuk membangun interaksi antarindividu dalam suatu masyarakat. Keterikatan manusia dengan lingkungan kepadian memiliki makna saling ketergantungan yang terungkap dalam tuturan. Berikut ini adalah contoh data yang menunjukkan fungsi dan makna biologis.

(95) Walico maghana nogolo manerro selesai anyam selesai mencangkul

‘Kami sudah selesai menganyam lumbung dan mencangkul’ (PAS/17A-3)

Dalam data di atas terdapat penggunaan verba manerro ‘mencangkul’. Manerro ‘mencangkul’ adalah kegiatan menggemburkan tanah dengan menggunakan tondo ‘cangkul’. Kegiatan ini dilakukan saat persiapan ladang

(26)

sebelum proses tanam dimulai. Setelah ladang siap untuk digunakan petani menunggu turunnya hujan agar proses tanam dapat dilakukan seperti pada kutipan berikut.

(96) Tana mangga bhana-kabho-ndi a ndoyo supaya tunggu 3TG-ASP-muncul-3JMK-D ART tahun ‘Supaya menunggu musim tanam pada awal tahun’

(PAS/22-2)

(97) Bhana-kawunga a ura 3TG-ASP-Awal ART hujan ‘Musim tanam pada waktu hujan pertama’ (PAS//22-3)

Persiapan ladang dilakukan sebelum hujan pertama, sedangkan proses tanam dilakukan setelah hujan. Hal tersebut dijelaskan dalam kutipan data (96) dan (97) di atas. Jika hujan tidak kunjung turun, maka semua tanaman akan mati yang dijelaskan dengan adanya data di bawah ini yang ditunjukkan dengan tuturan mateka ana madhuyo ‘mati semua anak pohon yang tumbuh di hutan’ mateka ana madhanu ‘mati anak pohon yang baru tumbuh’.

(98) Mate-ka ana madhuyo

mati-PEN anak pohon yang tumbuh sendiri di hutan ‘Mati semua anak pohon yang tumbuh di hutan’

(PRA/2-7)

Mate-ka ana madhanu

mati-PEN anak pohon yang baru tumbuh ‘Mati anak pohon yang baru tumbuh’

(PRA/2-8)

Contoh data di atas adalah akibat dari tidak turunnya hujan yang menyebabkan pohon-pohon yang ada di sekitar ladang mati. Setelah hujan turun dan lahan sudah siap untuk ditanami, maka bibit padi siap untuk ditanam, seperti kutipan di bawah ini.

(27)

(99) Bha-ngandi-ya wei huhu wei baba 3JMK-ASP-bawa-3TG-A air susu air pangkuan ‘mereka sudah membawa bibit padi’

(PRA/3-2)

Tilu wu patuku londo wu pawini pinggir NUM patuk duduk NUM bibit ‘Di ladang’

(PRA/3-3)

(100) Ha-mburu-ngo-ka koni wu kaniha KAUS-turun-PEN-PEN NOM NUM tunggal mbiri ndandi peha

NOM lahir tunggal ‘Menanam padi’

(TAN/6B-7)

(101) Ta-ngo-ya-ka la tilu wu patuku simpan-PEN-3TG-A-PEN PREP pinggir NUM patuk la londo wu pa-wini

PREP duduk NUM KAUS-bibit ‘Menyimpan padi di ladang’

(TAN/5A-6)

(102) Woka pare tondo wini tanam padi tanam bibit ‘Menanam bibit padi’

(TAN/7B-3)

(103) Pa-noto-ni ndalu tana KAUS-kena-3TG-D lembah tanah ‘Menanamnya di ladang’

(TAN/7B-5)

Pa-ghene-ni hoho watu KAUS-kena-3TG-D celah batu ‘menanamnya di ladang’

(TAN/7B-6)

Semua kutipan di atas terdiri atas bentuk bha-ngandi-ya ‘sudah membawanya’, ha-mburu-ngo-ka ‘menurunkan’, ta-ngo-ya-ka ‘menyimpannya’,

(28)

woka ‘tanam’, tondo ‘tanam’, pa-noto-ni ‘mengenakannya’, dan pa-gene-ni ‘mengenakannya’. Bentuk-bentuk yang telah disebutkan di atas memiliki makna yang sama, yaitu menanam bibit padi. Bahasa Kodi memiliki perbendaharaan kata yang kaya sehingga bentuk tanam saja bisa diwakili oleh banyak bentuk verba yang disesuaikan dengan konteksnya, seperti verba ngandi ‘bawa’, mburu ‘turun’, ta ‘simpan’, woka ‘tanam’, tondo ‘tanam’, noto ‘kena’, gene ‘kena’ pada data (99--103) di atas. (104) Rara-ka ro-na menguning-PEN daun-3TG-G ‘Menguninglah daunnya’ (PAS/14B-1) Madhu-ka wu-na berisi-PEN buah-3TG-G ‘Berisilah buahnya’ (PAS/14B-2)

Setelah proses tanam, kemudian dilanjutkan dengan proses perkembangan tanaman padi yang dijelaskan seperti kutipan di atas. Tuturan di atas tidak menjelaskan proses perkembangan padi seperti pada tahapan perkembangan padi pada subbab sebelumnya yang menjelaskan perkembangan padi dari baru tumbuh sampai dengan siap untuk dipanen. Tuturan perkembangan padi hanya berupa tuturan di atas rara-ka ro-na ‘menguninglah daunnya’ dan madhu-ka wu-na ‘berisilah buahnya’. Tuturan di atas menandakan padi telah menguning dan buahnya telah berisi sehingga siap untuk dipanen.

Setelah padi menguning, maka padi siap untuk dipanen seperti kutipan berikut ini.

(29)

(105) La ndeke-bha-ka tilu wu patuku pergi ambil-3JMK-ASP-PEN pinggir NUM patuk londo wu pa-wini

duduk NUM KAUS-bibit ‘Pergi dan ambillah padi di ladang’ (PAS/14B-3)

La ngali-bha-ka handana tumba wini pergi ambil-3JMK-ASP-PEN cendana NOM bibit kalidhi lara hadha

nyiru jalan keramat

‘Pergi dan ambillah padi di tempat bibit dan nyiru yang dikeramatkan’ (PAS/14B-4)

Setelah padi menguning dan berisi serta siap untuk dipanen, maka nguti pare ‘panen padi’ bisa dilakukan. Kegiatan panen dalam tuturan dijelaskan seperti kutipan di atas. Kegiatan panen dalam tuturan ditandai dengan pergi mengambil padi di ladang dan pergi mengambil tempat bibit adat yang nantinya digunakan sebagai tempat pertama yang menampung bulir padi saat panen. Kemudian tempat bibit yang berisikan bulir padi dibawa ke rumah dan dirangkai membentuk kalimbya ‘rangkaian padi yang memuncak’. Kalimbya ‘rangkaian padi yang memuncak’ yang sudah dirangkai di dalam rumah dibongkar kembali. Hal tersebut ditegaskan dalam kutipan di bawah ini.

(106) Henggoro-ya a kalimbya

bongkar-3TG-A ART rangkaian padi yang memuncak ‘Membongkar rangkaian padi yang memuncak’

(PAS/16A-1)

Setelah proses panen, dilanjutkan dengan proses ndali pare ‘merontokkan butir padi dari tangkainya’. Proses merontokkan butir padi dari tangkainya ditandai dengan tuturan (106) di atas henggoro-ya a kalimbya ‘membongkar

(30)

rangkaian padi yang memuncak’. Kalimbya ‘rangkaian padi yang memuncak’ yang tersusun dengan rapi dibongkar untuk merontokkan butir padi dari tangkainya. Setelah bulir padi dirontokkan dari tangkainya, maka butir padi dapat dikumpulkan dan dituang ke lumbung. Penyimpanan padi ke lumbung dapat dilihat dalam kutipan berikut.

(107) Ta-wa-ndi kabambango mboro kabambango panda simpan-DEF-3JMK-D lumbung lontar lumbung pandan ‘Menyimpan padi dalam lumbung lontar dan pandan’

(PAS/16A-2)

Contoh data di atas menggambarkan proses penyimpanan padi ke lumbung lontar dan pandan. Proses ini adalah proses terakhir dalam masa pascatanam. Untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari, masyarakat dapat mengambil padi di lumbung dan mengolahnya dahulu menjadi beras dengan beberapa proses dan beras siap untuk dimasak dan disajikan untuk keluarga.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan percobaan, siswa dapat mengidentifikasi bangun datar yang memiliki simetri lipat dengan tepat.. Dengan membuat sumbu simetri, siswa dapat menentukan banyak simetri

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Illahi Robbi atas semua berkat dan rahmatNya hingga penyusun dapat menyelasaikan penyusunan Proposal Penelitian Dosen Madya, yang

Metode terstruktur adalah pengembangan sebuah model dari hasil analisa pemecahan masalah dengan menggunakan sebuah sistem komputer yang memiliki komponen-komponen

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan model sistem deteksi dini (early warning system) keadaan krisis dan sistem manajemen kontrol yang dapat digunakan oleh

International Oil Palm Conference, Indonesian Oil Palm Reseacrh Institute (IOPRI).Yogyakarta, Indonesia 1-3 June 2010.. The Insects Structure

Dari seluruh eksperimen posisi bukaan inlet yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi eksisting memiliki performa ventilasi alami yang sudah cukup baik dengan

Suatu usaha dalam mengembangkan dunia usaha ternyata banyak menemui kendala terutama dalam masalah terbatasnya jumlah modal atau dana yang akan digunakan untuk mengembangkan

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, maka permasalahan yang diajukan adalah apakah tindakan imigrasi paksa penduduk sipil Palestina oleh