• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN STRUKTUR TEGAKAN VEGETASI DAN KOMPOSISI JENIS TUMBUHAN PADA HABITAT JENIS BURUNG PARUH BENGKOK (PSITTACIDAE) DI PULAU ALOR, NUSA TENGGARA TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN STRUKTUR TEGAKAN VEGETASI DAN KOMPOSISI JENIS TUMBUHAN PADA HABITAT JENIS BURUNG PARUH BENGKOK (PSITTACIDAE) DI PULAU ALOR, NUSA TENGGARA TIMUR"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN STRUKTUR TEGAKAN VEGETASI DAN

KOMPOSISI JENIS TUMBUHAN PADA HABITAT

JENIS BURUNG PARUH BENGKOK (PSITTACIDAE)

DI PULAU ALOR, NUSA TENGGARA TIMUR

Asep Sadili

Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

e-mail; asep.sadili@gmail.com Abstrak

Alor adalah sebuah pulau di Propinsi Nusa Tenggara Timur, di areal Tutiadigae, Kamot, Irawuri, serta Probur sebagai habitatnya burung paruh bengkok dipilih untuk lokasi penelitian struktur dan komposisi vegetasi tumbuhannya. Seluruh pohon yang ada dalam petak 100 x 20 meter dicatat diameter batangnya, termasuk tinggi total tutupannya.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa struktur, komposisi jenis, dan kerapatan tumbuhannya lebih rendah dari hutan tropis (28 jenis, 23 marga, 16 suku, dan 268 individul). Jenis dominan di Tutiadigae adalah Naucle orientalis L. sementara di Kamot dan Probur adalah jenis Canarium commune L. dan jenis Alstonia scholaris (L.) R.Br. adalah jenis dominan di Irawuri.

Kata kunci: Vegeasi, komosisi, habitat, burung, burung Alor. NTT. Abstract

Alor is an island within the Nusa Tenggara Timur Province, where the Tutiadigae, Kamot, Irawuri, and Probur are selected as the birds understudy habitats covering their plant structures and species composition. All tree found inside a plot of 100 x 20 square meters were recorded including their bark diameter, and total height canopy. The result indicates that the plant structure, species composition, and density are evidently lower than in the ordinary tropical forests (28 species, 23 genus, 16 famili, and 268 individul). Naucle orientalis L. is the dominant plant species found in Tutiadigae, while in Kamot and Probur is Canarium commune L., Alstonia scholaris (L.) R.Br. is the dominant species in Irawuri.

Key Words: Vegetation, composition, habitat, birds, Alor. NTT.

(2)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Tegakan jenis-jenis tumbuhan adalah masyarakat penghuni kawasan hutan yang menjadikan komponen utama dan tidak bisa digantikan oleh komponen lain bagi jenis-jenis fauna terutama jenis-jenis burung. Kawasan hutan pulau Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu habitat dan daerah persebaran beberapa jenis-jenis burung di Indonesia bagian timur yang khas dan unik 16).

Di Alor tercatat dua jenis burung paruh bengkok, yaitu kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea parvula) dan perkici kepala kuning (Trichoglossus euteles). Jenis perkici kepala kuning statusnya termasuk katagori endemik pulau Alor, sedangkan kakatua kecil jambul kuning sebarannya relatif luas hingga menyeluruh di wilayah Nusa Tenggara Timur terkadang di pulau Sumba. Kajian mengenai keragaman jenis-burung telah banyak dilakukan diwilayah ini, yakni ditandai dengan adanya laporan-laporan kegiatan ekspedisi diwilayah Nusa Tenggara dan Maluku. Namun untuk kajian terhadap kawasan hutannya sebagai habitat utama bagi kehidupan burung masih jarang dilakukan khususnya dikawasan hutan di pulau Alor 15, 16, 7).

J e n i s b u r u n g p a r u h b e n g k o k mempunyai mobilitas relatif tinggi dan cepat dari kawasan hutan ke hutan lainnya. Kesehariannya aktif pada pagi dan siang hari, berpasangan atau dalam kelompok kecil. Umumnya ditemui di kawasan hutan primer atau sekunder tua di puncak tajuk pohon yang rapat. Karena mobilitasnya tinggi itu, maka hidupnya itu akan bergantung pada keadaan struktur tegakan pohon-pohon yang ada disekitarnya dengan dukungan iklim mikro yang sangat berperan penting bagi kehidupannya itu, sehingga burung tersebut akan merasa betah bermain, bertengger, mencari pakan, bersarang, berkembang biak serta beraktivitas lainnya pada kawasan

hutan tersebut yang dijadikan sebagai habitat paling utama 1, 18).

1.2. Tujuan

Tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui keadaan struktur vegetasi tumbuhan dan komposisi jenis dibeberapa lokasi pulau Alor yang menjadi habitat utama jenis burung tersebut, sehingga diharapkan dapat berguna untuk mendukung program-program pengembangan konservasi ek-situ atau in-situ jangka panjang selanjutnya, yang akhirnya akan mendukung kelangsungan hidup jenis-jenis burung terutama bagi jenis yang endemik, khususnya di pulau Alor dan umumnya di NTT.

2. METODOLOGI 2.1. Lokasi penelitian

Pulau Alor adalah salah satu wilayah Kabupaten di NTT dengan luas ± 2.125 km2. Posisi geografinya terletak diantara 123.4o-125.8o bujur timur dan 8.8o-8.36o lintang selatan dengan ketinggian tempat dari 0-400m dpl. Kondisi alamnya secara umum terdiri dari daerah perbukitan dan berlereng, mulai dari curam sampai sangat curam terutama pada daerah berkarang pinggiran pantai. Iklim di Alor tidak berbeda dengan pulau-pulau lainnya di NTT, yaitu beriklim kering katagori tipe D. Musim hujan biasanya dimulai pada bulan Nopember sampai Pebruari dengan rata–rata curah hujan kurang dari 1.000mm/tahun. Pada bulan Maret sampai Oktober dikenal sebagai musim kering, sehingga banyak tumbuhan yang daunnya berguguran dan hanya beberapa jenis tumbuhan yang dapat hidup masih berdaun terutama pada daerah-daerah yang keadaan airnya cukup tinggi seperti pada pinggiran aliran sungai atau di tempat yang cekungannya relatif luas. Di pulau Alor Sinar Matahari siang sangat terik (panas), tetapi pada malam hari cukup menyejukan dan saat menjelang pagi terasa

(3)

cukup dingin 7).

Type kawasan hutan dipulau Alor mengacu pada definisinya Kaho 5) dan Smith 13) termasuk kawasan hutan savana terbuka berbelukar dan kawasan hutan savana padang rumput berbelukar yang dipengaruhi oleh kelembaban. Lokasi yang dipilih untuk dijadikan kajian sebagai habitat burung yaitu Tutiadigae, Kamot, Irawuri dan Probur. Lokasi kajian tersebut secara administrasif pemerintahan termasuk Kabupaten Alor, Kecamatan Alor Timur, Desa Persiapan Air Mancur untuk lokasi Tutiadigae dan Kamot, dan Desa Tanglapui untuk lokasi Irawuri. Untuk lokasi Wormanem termasuk Desa Probur, Kecamatan Alor Barat (Gambar 1).

diletakan memanjang dari pinggiran hutan ke arah bagian dalam kawasan yang sering dijumpai beberapa jenis burung dengan masing-masing satu petak cuplikan. Setiap petak cuplikan dibagi menjadi petak-petak kecil berukuran 10 m x 10 m. Kemudian jenis-jenis tumbuhan yang berdiameter ≥10 cm diukur pada lingkar batang pohon setinggi ±1.3 m (dbh). Setiap jenis yang diukur dicatat nama lokalnya dan ditaksir tinggi total pohon (tt). Jenis-jenis tumbuhan yang tercatat dan belum teridentifikasi nama ilmiahnya sebagian ranting dengan daun, dan jika ada bunga serta buah dikumpulkan untuk dibuat herbarium, yang selanjutnya diidentifikasi nama jenis ilmiahnya sebagai

Gambar 1. Lokasi kajian pada habitat jenis-jenis burung di pulau Alor, NTT (Sumber: Dep. Pendidikan dan Kebudayaan 2008 dan dimodifikasi)

2.2. Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan pada kajian ini yaitu membuat petak-petak cuplikan di empat lokasi yang dipilih sebagai habitat beberapa jenis burung. Petak cuplikan yang dibuat berukuran 100x20m (2.000m2) yang

spesimen bukti (voucher).

Analisis data yang dilakukan pada kajian ini mengacu pada Odum 10), Mueller-Ellenberg 8); dan Greig-Smith 3) meliputi; kerapatan (K) yaitu jumlah individu pohon per satuan luas; frekuensi (F) yaitu jumlah unit sampling berisi suatu jenis per jumlah seluruh unit sampling;

(4)

dan dominansi (D) yaitu jumlah basal area suatu jenis. Dengan diperolehnya data-data tersebut, maka dapat ditentukan jenis utama dari hutan tersebut berupa indek nilai penting (INP) yang terdiri dari hasil penjumlahan KR, FR dan DR (KR=kerapatan relative, FR=frekuensi relative, dan DR=dominansi relatif. Untuk analis keanekaragaman jenis dihitung mengunakan formula indek Shannon-Wiener (H’).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Keanekaragaman dan Komposisi Jenis Tumbuhan

Keanekaragaman dan komposisi jenis tumbuhan adalah salah satu penyusun keberadaan banyaknya jenis tumbuhan dalam suatu komunitas vegetasi kawasan hutan, oleh karena itu kajian ini dapat mengetahui jenis-jenis tumbuhan sebagai penyusun utama pada tegakan maupun jenis-jenis yang jarang pada komunitas tersebut, khusunya pada habitat utama jenis-jenis burung di pulau Alor. Berdasarkan hasil identifikasi spesimen bukti maupun hasil analisisnya pada masing-masing lokasi kajian menunjukkan tidak bervariasi. Komposisi jenis tertinggi terdapat dilokasi Irawuri sebanyak 20 jenis, 16 marga dari 13 suku; di lokasi Tutiadigae sebanyak 15 jenis, 13 marga dari 12 suku; di lokasi Probur sebanyak 10 jenis 9 marga dari 6 suku; dan untuk lokasi Kamot sebanyak 7 jenis 7 marga dari 6 suku (Gambar 2).

Total kekayaan jenis tumbuhan dari tabel 1 yang disajikan dari empat lokasi kajian yaitu sebanyak 28 jenis, 23 marga dari 16 suku. Dengan demikian lokasi kajian sebagai habitat beberapa jenis burung menunjukan sangat rendah atau miskin akan jenis, apabila dibandingkan dengan kekayaan jenis di hutan tropis lainnya, khususnya yang ada di Indonesia, bahkan lebih rendah lagi dari komposisi jenis tumbuhan dihutan alami pegunungan 12).

Di Kalimantan sebagai pulau terkaya

untuk jumlah jenisnya >150 jenis/ha. Dengan miskinnya akan jenis dikawasan hutan pulau Alor berkaitan erat dengan keadaan geografinya, yaitu berada pada kawasan hutan dataran kering dengan curah hujan sangat rendah <1.000mm/tahun, sehingga lebih didominasi oleh iklim Australia yang kurang muatan airnya dibandingkan dengan iklim Asia yang kaya akan muatan air pada saat datang musim penghujan tiba, yang akhirnya hanya jenis-jenis tertentu saja yang dapat hidup normal dan beregenerasi 7, 17).

Gambar 2. Komposisi jumlah jenis, marga dan suku tumbuhan pada habitat jenis-jenis burung di pulau Alor, NTT. Pada kawasan hutan savana khususnya di Alor ini ada jenis yang bisa tumbuh dan berkembang dengan berbagai penyesuaian diri untuk hidup dan berkembang secara alami dengan adaptasi terhadap lingkungan sudah cukup lama, yaitu jenis pei-bata (Eucalyptus alba Reinw. Ex Blume) (Myrtaceae). Jenis ini hidup dipadang savana dengan menggurkan daun pada saat musim kemarau tiba dengan rantingnya merangrang, yakni untuk mengurangi penguapan air oleh panasnya sinar matahari pada waktu musim kemarau. Namun dalam kajian ini untuk jenis pei-bata (Eucalyptus alba) tidak tercatat, karena pada lokasi kajian merupakan habitat utamanya yang sering digunakan sebagai tempat bermain, mencari pakan, istirahat dan yang lainnya oleh beberapa jenis burung di pulau Alor.

(5)

No. Jenis Nama lokal

Lokasi

Tutiadigae Kamot Irawuri Probur

DR KR FR INP DR KR FR INP DR KR FR INP DR KR FR INP

1 Canarium

commune L. Kanal 4.07 8.16 9.76 21.99 61.12 54.90 53.19 169.21 60.80 44.44 43.10 148.35

2 Inocarpus fagiferus

(Parkison) Fosberg. Kayang 14.26 6.12 7.32 27.70 28.28 31.37 31.91 91.56 1.65 3.17 3.45 8.27

3 Syzygium javanica

Miq. Jambu air 6.46 16.33 17.07 39.86 2.58 3.92 4.26 10.76 4.83 6.33 7.35 18.51 8.51 7.94 8.62 25.07

4 Albizia lebbeck (L.)

Benth. Sengon 13.75 6.12 4.88 24.75 8.88 8.86 8.82 26.57 1.96 3.17 3.45 8.58

5 Mangifera laurina

Blume Mangga utan 4.32 4.08 4.88 13.28 4.73 6.33 7.35 18.41 1.38 4.76 5.17 11.31

6 Schleichera oleosa

(Lour.) Oken. Kusambi 3.98 4.08 4.88 12.94 5.88 3.80 4.41 14.09

7 Dysoxylum

acutangulum Miq. - 1.23 4.08 4.88 10.19 0.30 1.27 1.47 3.03

8 Barringtonia

racemosa Roxb. Ketapang air 1.12 2.04 2.44 5.60 4.14 8.86 7.35 20.35

9 Ficus racemosa L. Ara 0.68 2.04 2.44 5.16 11.94 11.39 11.76 35.09 10 Nauclea orientalis L. Jati hutan 29.48 22.45 19.51 71.44 13.53 7.59 7.35 28.48 11 Alstonia scholaris (L.) R.Br. Taduk 6.76 6.12 4.88 17.76 17.80 13.92 11.76 43.48 12 Tamarindus indica L. Pina 3.60 2.53 2.94 9.08 0.17 1.59 1.72 3.48 13 Aleurites moluccana (L.) Willd. Waile 4.71 3.92 4.26 12.89 18.82 20.63 20.69 60.15 14 Artocarpus communis J.R.Forst.&G.Forst. Lopore 0.96 1.96 2.13 5.05 3.71 4.76 5.17 13.64 15 Ceiba pentandra Gaertn. Kepok 1.69 1.96 2.13 5.78 16 Ficus variegata

Blume Pohon lilin 0.64 1.96 2.13 4.73

17 Celtis hildebrandii

E.Soepadmo Kayu klereng 0.32 1.27 1.47 3.06

18 Moringa oleifera kokol 0.55 1.27 1.47 3.29

19 Aegle marmelos (L.) Correa ex Roxb. Dilak 0.47 2.53 2.94 5.94 20 Canarium decumanum Gaertn. Kenay 3.02 3.80 4.41 11.23

21 Toona sureni Merr. Kayu beo 3.63 3.80 4.41 11.84

22 Casuarina

equisetifolia L. Kasuari 16.38 16.46 14.71 47.55 Tabel 1. Daftar jenis tumbuhan pada habitat jenis-jenis burung di pulau Alor, NTT.

(6)

23 Drypetes neglecta

(Kds.) Pax & Hoffm.

Kayu merah 12.08 10.20 7.32 29.60 24 Drypetes longifolia

Pax & K.Hoffm. Iwingdeh 0.17 4.08 4.88 9.13

25 Sterculia foetida L. Nitas 1.47 2.04 2.44 5.95 26 Ficus benjamina L. Sameboy 0.17 2.04 2.44 4.65 27 Artocarpus

heterophyllus Lam. Ton 1.56 7.94 6.90 16.39

28 Erythrina sp Danbong 1.44 1.59 1.72 4.75

Berdasarkan jumlah jenis anggotanya, suku-suku terbanyak dimiliki oleh Moraceae dan Fabaceae masing-masing sebanyak 5 jenis, kemudian disusul suku Euphorbiaceae sebanyak 3 jenis, dan suku Burseraceae sebanyak 2 jenis. Kemudian untuk hasil analisa indeks keanekaragaman jenis menggunakan formula Shannon-Wiener (H’) dari masing masing lokasi kajian menunjukan tertinggi dilokasi Irawuri (H’=3,60) dan terendah di Kamot (H’=1,70) dengan rata-rata sebesar 2,82 (tabel 3).

Jenis-jenis tumbuhan pada kawasan hutan habitat beberapa jenis burung di Alor tersebut tercatat jenis-jenis umum yang ditanam masyarakat sebagai komoditi perdagangan yang telah didomestikasi dan telah berproduksi. Jenis tersebut adalah waile

(Aleurites moluccana L.), kenay (Canarium decumanum Gaertn), kanal (C. commune L.), kepok (Ceiba pentandra Gaertn.), lopore (Artocarpus communis J.R.Forst.&G. Forst.), ton (A. heterophyllus Lam.) dan lain-lain. Selain jenis yang telah didomestikasi Gambar 3. Keadaan jumlah individu (populasi) setiap lokasi kajian pada habitat jenis burung di pulau Alor, NTT.

tetapi masih ditemukan jenis-jenis tumbuhan liar lainnya seperti dilak (Aegle marmelos (L.) Correa ex Roxb.), kusambi (Schleichera oleosa (Lour.) Oken.), jambu air (Syzygium javanica Miq.), Dysoxylum acutangulum Miq., jati hutan (Nauclea orientalis L., dan ketapang air (Barringtonia racemosa Roxb.). Jenis jambu air (Syzygium javanica Miq.) mempunyai persebaran cukup luas yakni terdapat di 4 lokasi kajian. Jenis sengon (Albizia lebbeck (L.) Benth.), kayang (Inocarpus fagiferus (Parkinson) Fosberg.), mangga utan (Mengifera laurina Blume) terdapat di tiga lokasi kajian, sedangkan jenis waile (Aleurites moluccana L.), taduk (Alstonia scholaris (L.) R.Br.), lopore (Artocarpus communis J.R.Forst.&G.Forst.), ketapang air (Barringtonia racemosa Roxb.), cempaka (Dysoxylum acutangulum Miq.), ara (Ficus racemosa L.), jati hutan (Nauclea orientalis L.), kusambi (Schleichera oleosa (Lour.) Oken), dan pina (Tamarindus indica L.) terdapat di dua lokasi kajian dan jenis lainnya hanya terdapat di satu lokasi saja. 3.2. S t r u k t u r Te g a k a n Ve g e t a s i

Tumbuhan.

Definisi struktur tegakan vegetasi tumbuhan pohon dalam suatu kawasan hutan adalah sebaran individu tumbuhan dalam lapisan tajuk dan dapat diartikan sebagai sebaran pohon persatuan luas dengan berbagai kelas diameter 4). Kemudian individu kelas diameter batang itu dijadikan sebagai salah satu indikator dalam menelaah struktur tegakan hutan tropika, yang umumnya

(7)

sebaran kelas diameter batang jumlah individu terbesar dicapai oleh kelompok ukuran diameter batang paling kecil, sedangkan jumlah individu sedikit biasanya terdapat pada kelas diameter batang lebih besar. Hasil kajian dari empat lokasi ini memperlihatkan pola umum hutan tropika, tetapi pada lokasi hutan Kamot menunjukkan ada sedikit perbedaan, dimana terdapat jumlah individu

Gambar 4. Sebaran kelas diameter batang setiap lokasi pada habitat jenis burung di pulau Alor, NTT.

No. Lokasi Jenis Basal Area (m)

1 Tutiadagae Nauclea orientalis L. 27,47

Inocarpus fagiferus (Parkison) Fosb. 13.29

2 Kamot Canarium commune L. 15,09

Inocarpus fagiferus (Parkison) Fosb. 6.96

3 Irawuri Alstonia scholaris (L.) R.Br. 2,27

Casuarina equsetifolia L. 2.09

4 Probur Canarium comunne L. 9,34

Aleurites moluccana (L.) Willd. 2.89

Tabel 2. Jenis-jenis tumbuhan dominan dan subdominan pada habitat jenis burung di pulau Alor, NTT.

No. Lokasi Indek Keanekaragaman (H’)

1 Tutiadagae 3.49

2 Kamot 1.70

3 Irawuri 3.60

4 Probur 2.49

Rata-rata 2.82

Tabel 3. Nilai indek keanekaragaman jenis tumbuhan (H’) pada habitat jenis burung di pulau Alor, NTT.

diameter batang >100cm menunjukan lebih banyak (Gambar 4).

Dengan rendahnya variasi jenis hasil kegiatan kajian ini diiringi juga oleh rendahnya jumlah populasi pohon setiap lokasi kajian. Pada gambar 2, menunjukan ada perbedaan jumlah individu setiap lokasi kajian dan tertinggi dilokasi Irawuri sebanyak 79 individu dan terendah dilokasi Tutiadigae sebanyak 49 individu dengan rata-rata 268 individu. Populasi ini ternyata jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan populasi dikawasan hutan alami tropis basah lainnya, yang umumnya dihuni oleh jenis tumbuhan berkisar 500-700 individu pohon/ha

Jenis-jenis tumbuhan dominan setiap lokasi pada tabel 2 menunjukan ada perbedaan juga. Jenis tertingggi dimiliki oleh jati hutan (Nauclea orientalis L.) dengan nilai basal area sebesar 27,47m2/ha yang terdapat dilokasi Tutiadigae dan terendah dimiliki jenis taduk (Alstonia scholaris (L.) R.Br.) dengan nilai basal area sebesar 2,27m2 yang terdapat dilokasi Irawuri.

(8)

Dari beberapa jenis tumbuhan liar pada lokasi Irawuri tercatat jenis yang dikatagorikan sebagai tumbuhan langka (Rifai dkk., 1992), jenis tersebut adalah taduk [Alstonia scholaris (L.) R.Br]. Jenis taduk ini mendominasi tetapi nilai pentingnya masih di bawah jenis kasuari (Casuarina equisetifolia L.). Kaho (2006) menyatakan untuk jenis taduk dan kasuari merupakan jenis dominan dikawasan hutan padang rumput savana sekitar Nusa Tenggara Timur , disamping jenis gewang (Corypha utan Lam.) dan jenis nitas (Sterculia foetida L.).

Keadaan nilai indek penting pada suatu kawasan akan menggambarkan pola dominansi suatu jenis utama dalam suatu tegakan hutan, yaitu menujukan suatu tegakan hutan hanya dikuasai oleh satu jenis saja atau terjadi pemusatan pada satu jenis pohon (Odum, 1971). Kemudian Soerianegara dan Indrawan (1998) menjelaskan, salah satu penentu dalam kajian tegakan dari seluruh jenis yang ada pada kawasan hutan yakni dihasilkannya indek nilai penting (INP). Dari hasil analisis setiap lokasi kajian pada tabel 2 menujukan berbeda-beda, tertinggi dimiliki jenis kenay (Canarium decumanum Gaertn.) sebesar 169,21 (INP) yang berada di lokasi Kamot, dan terendah adalah jenis jati utan (Nauclea orientalis L.) sebesar 39.97 (INP) di lokasi Tutiadigae. Dengan adanya perbedaan jenis utama dari setiap lokasi kajian diprediksi karena keadaan Gambar 5. Sebaran tajuk pohon pada habitat jenis-jenis burung di pulau Alor, NTT.

atau kondisi lingkungan habitat yang dikaji berbeda. Pada lokasi Kamot yang terendah jumlah jenisnya disebabkan oleh pohon kenay (C. decumanum Gaertn.) yang hidup lebih rapat dengan tegakan sangat tinggi, sehingga sinar matahari kurang masuk ke lantai hutan untuk merangsang jenis-jenis lain dapat tumbuh (seed bank). Sedangkan untuk lokasi yang mempunyai jumlah jenis tertinggi seperti lokasi Irawuri kondisi tanahnya cukup berair karena berdekatan dengan aliran sungai yang relatif besar.

Jenis-jenis komoditi buah-buahan, yang tercacah pada habitat burung ini, untuk indek nilai pentingnya cukup rendah. Jenis tersebut ada yang tumbuh liar dan ada pula yang ditanam seperti waile (Aleurites molucana (L.) Willd.) untuk diambil buahnya yang ditanam masyarakat sebagai komoditi perdagangan disamping jenis kopi, coklat dan kelapa khususnya dilokasi sekitar Probur.

3.3. Stratifikasi Tajuk Pohon.

Tajuk pohon dibeberapa kawasan hutan yang dikaji umumnya digunakan untuk melihat pola pemanfaatan cahaya oleh jenis-jenis dominan di bawah naungan yang dibagi menjadi beberapa strata 9). Namun pada kawasan hutan di Alor ini selain melihat pola pemanfaatan cahaya oleh jenis-jenis dominan, tajuk pohon digunakan juga untuk aktivitas jenis-jenis burung sehari-hari seperti untuk bertengger, bermain, mencari pakan, lokasi transit, berlindung dan lain sebagainya.

Data tajuk yang dikaji berupa pohon tegakan cukup tinggi, dan didukung oleh informasi masyarakat setempat, bahwa jenis burung-burung biasanya singgah atau bermain pada ranting-ranting pohon yang diinginkan (tidak spesifik), kecuali untuk jenis burung kakatua jambul kuning (Cacatua sulphurea parvula) yang selalu beraktifitas pada permukaan tajuk tertinggi. Kemudian jenis perkici kepala kuning (Trichoglossus euteles) berstatus endemik

(9)

Alor ditemukan hidup selalu bergerombol di lokasi Tutiadagae 16).

Tinggi total pohon hasil dari empat lokasi kajian setinggi ±15m termasuk strata D tercatat sebanyak 5 individu, dan tertinggi ±42m termasuk strata A sebanyak 7 individu, Secara umum pada gambar 5 dari hasil kajian ini kurang relevan dengan keadaan tajuk yang diharapkan oleh burung alam paruh bengkok tersebut, karena burung tersebut umumnya lebih banyak bermain, istirahat, atau hinggap pada kanopi tertinggi dari setiap lokasi kajian 18). Dari hasil analisis tajuk pohon ternyata rata-rata tingginya ±24.56m atau termasuk stratum C yakni terdapat dilokasi Kamot, Irawuri dan Probur, tetapi dilokasi Tutiadigae hampir merata dan jumlah pohon lebih rendah diantara lokasi lain sehingga kurang disukai oleh burung paruh bengkok dan hanya beberapa ekor saja yang sering dijumpai sebagai lokasi transit (wawancara penduduk lokal) 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan

Kawasan hutan Tutiadigae, Kamot, Irawuri, dan Probur di pulau Alor NTT habitatnya burung paruh bengkok termasuk kawasan hutan sekunder tua yang kerapatan pohon dan jenisnya sangat rendah. Secara keseluruhan vegetasi tersebut kurang memadai sebagai habitat jenis burung paruh bengkok.

4.2. Saran.

Masih adanya tegakan-tegakan pohon sangat tinggi dengan diameter batang besar yang sering dijadikan habitat burung paruh bengkok supaya dijaga keberadaanya agar kelangsungan hidupnya akan lestari.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. IPB. Bogor.

2. Dep. Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Atlas Indonesia dan Sekitarnya. untuk SD, SMP, SMA, dan Umum. Direktur Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. CV Buana Raya.

3. Greig-Smith P. 1964. Quantitative Plant Ekology. Second Ed. Butterworths. London.

4. Heriyanto NM. 2003. Komposisi dan Struktur Tegakan Hutan Bekas Terbakar di Berau, Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Hutan. 22. 639:. 5. Kaho R KLM. 2005. Api dalam Ekosistem

Savana dan Pengendaliannya Melalui Pengaturan Waktu Membakar. Kajian pada Savana Eucalyptus ekateta, Kabupaten Kupang. Disertasi pada UGM Bidang Ilmu Kehutanan. Yogyakarta.

6. Kaho R KLM. 2006. Studi Dampak Program Kehutanan Multi Pihak di Region NusaTenggara. Departemen Kehutanan. Jakarta.

7. Monk, Kathryn A, Yance De Fretes dan Gayatri Reksodihardjo-Lilley. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Seri Ekologi Indonesia. Buku V. Jakarta. Prenhallindo.

8. Mueller–Dombois D & Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley & Sons, New York.

(10)

9. Misra K. 1973. Ecological Work Book. Oxford & IBH Publishing Ltd. New Delhi.

10. Odum PW. 1971. Fundamental of Ecologycal 3rd ED.W.B. Sounder. Coy. Philadelphi. London Toronto.

11. Rifai MA, Rugayah dan EA Widjaya (Peny.). 1992. Tiga Puluh Jenis Tumbuhan Obat Langka Indonesia. Sisispan Floribunda 2 . Bogor.

12. Sadili A, K Kartawinata, A Kartonegoro, H Soedjito dan A Sumadijaya. 2009. Floristic composition and structure of subalpine summit habitats on Mt. Gede Pangrango Complex, Cibodas Biosphere Reserve, West Java. Indonesia. Reinwardtia. 12 (5). 391-404.

13. Smith RL and TM Smith. 2000. Elements of Ecology. Community Science Publising, San Fransisco. 14. Soerianegara I dan A Indrawan. 1998.

Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium

Ekologi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

15. White CMN dan MD Bruce. 1986. The Birds of Wallacea (Sulawesi), The Moluccan & Lesser Sunda Island, Indonesian An Annotated Checklist. Checklist 7. Britis Ornithologist’s Union. 16. Widodo W. 2009. Population Status

of Cacatua sulphurea parvula and Trichoglossus euteles in Alor East Nusa Tenggara. Biodiversitas. 10 (2). 81-87. 18. Yusup R. 2003. Penelitian Ekologi Jenis

Pohon Di Kawasan Hutan Bulungan, Kabupaten Bulungan–Kalimantan Timur. Berita Biologi. 6 (6). 767-780. 18. Dep. Kehutanan, 2007. Direktorat Jendral

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Balai Konservasi Sumber daya Alam Nusa Tenggrara Barat. Laporan Kajian Sebaran habitat Burung Paruh Bengkok di Suaka Margasatwa Gn. Tambora. bksda-ntb@dephut.go.id. com. Diakses tanggal 19 Juli 2012.

Gambar

Gambar 1. Lokasi kajian pada habitat jenis-jenis burung di pulau Alor, NTT (Sumber: Dep
Gambar 2. Komposisi jumlah jenis, marga dan  suku tumbuhan pada habitat  jenis-jenis burung di pulau Alor, NTT.
Tabel  1. Daftar jenis tumbuhan pada habitat jenis-jenis burung di pulau Alor, NTT.
Gambar 4. Sebaran kelas diameter batang  setiap lokasi pada habitat jenis  burung di pulau Alor, NTT.

Referensi

Dokumen terkait

Grafik Hubungan Torsi dan Putaran Poros Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4.4 maka dapat dibuat grafik hubungan antara torsi T dan putaran poros n yang dihasilkan kincir

Penyakit Covid-19 secara primer diketahui berdampak terhadap mortalitas dan morbiditas karena menyerang sistim pernafasan, yang dikenal dalam bentuk berat sebagai severe acute

 Ruh dari puasa adalah menahan diri dari melakukan perbuatan dosa dan perbuatan haram, serta mengerjakan amalan fardhu dan

Standardized coefficients beta digunakan untuk persamaan regresi yang berfungsi untuk mengetahui pengaruh dan sumbangan efektif yang diberikan antara variabel

atas dasar saling merelakan. Dalam jual beli terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli tersebut dapat dikatakan sah oleh syara‟. Salah satu

Dimana pada film ini memperlihatkan sebuah alur cerita yang menarik dan penokohan yang akan dianalisis keunikannya, seorang wanita yang berprofesi sebagai wartawan

Pengamatan secara visual di lapangan diarahkan pada faktor yang patut diduga sebagai penyebab terjadinya bencana gerakan tanah untuk merekomendasikan dan saran tindak mitigasi

Perkembangan teknologi selalu terbaharui sesuai dengan kebutuhan manusia dalam berbagai aspek kehidupan yang tidak ada habisnya. Salah satu teknologi yang kini hampir digunakan