• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI DAYANI PANDANWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii) PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN SKRIPSI DAYANI PANDANWATI"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS

MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii)

PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN

SKRIPSI

DAYANI PANDANWATI

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(2)

RINGKASAN

DAYANI PANDANWATI. D24104087. 2009. Perilaku yang Berhubungan dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna (Callosciurus prevostii) pada Siang Hari di Penangkaran. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan

Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, MRur.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Wartika Rosa Farida

Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) termasuk satwa liar yang perlu dilindungi dari kepunahan. Salah satu cara untuk mencegah penurunan populasi dan kepunahan bajing tiga warna diperlukan usaha penangkaran. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara deskriptif mengenai perilaku yang berhubungan dengan aktivitas makan bajing tiga warna pada siang hari di penangkaran.

Materi yang digunakan dalam penelitian adalah tiga ekor bajing tiga warna berjenis kelamin betina (1 ekor) dan jantan (2 ekor). Penelitian ini menggunakan analisis data secara deskriptif dengan menggunakan metode one zero sampling yaitu memberikan nilai satu apabila terjadi aktivitas dan nilai nol apabila tidak terjadi aktivitas. Pengamatan dimulai dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 18.00 WIB dengan interval waktu pengamatan selama 15 menit.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh bajing tiga warna pada siang hari dari yang tertinggi ke terendah adalah istirahat (68,62%), lokomosi (13,34%), makan (8,10%), minum (4,05%), grooming (4,53%), defekasi (1,22%) dan urinasi (0,15%). Bajing betina merupakan bajing yang paling aktif jika dibandingkan dengan kedua bajing jantan. Bajing jantan A lebih sedikit melakukan aktivitas daripada kedua bajing lainnya. Jenis pakan yang diberikan selama penelitian adalah biji bunga matahari, jagung, jambu, kelapa, markisa, pepaya. Dari jenis pakan yang disajikan, jambu biji dan pepaya merupakan pakan yang paling disukai. Kata kunci : Bajing tiga warna, perilaku makan, penangkaran

(3)

ABSTRACT

Behaviour related to feeding Activity of Prevost's Squirrel (Callosciurus

prevostii) during Daylight in the Captivity D. Pandanwati, A. S. Tjakradidjaja, and W. R. Farida

Prevost's squirrel (Callosciurus prevostii) is included in protected wild species list. Concervation is an alternative way to save this species from being extinct. The purpose of this experiment was to obtain information about behaviour that related to feeding activity of prevost's squirrel. The experiment was conducted at capture breeding, Zoology Division, Research Centers for Biology – LIPI, Cibinong. The observation were divided into three periods, that were morning, afternoon, and evening. Each of the observation period was further divided into interval time in every 15 minutes. Data were analyzed using one zero sampling method. The results indicated that the activites of prevost's squirrel during daylight from the highest to the lowest are resting activity (68.62%), locomotion (13.34%), eating (8.10%), drinking (4.05%), grooming (4.53%), defecation (1.22%) and urination (0.15%). Resting activity is the highest activity which is done by the squirrel. During daylight feeds given are sunflower seed, sweet corn, guava, coconut, poison fruit and papaya. From all of these feeds, squirrel likes guava and papaya very much.

(4)

PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS

MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii)

PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN

DAYANI PANDANWATI D24104087

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

(5)

PERILAKU YANG BERHUBUNGAN DENGAN AKTIVITAS

MAKAN BAJING TIGA WARNA (Callosciurus prevostii)

PADA SIANG HARI DI PENANGKARAN

Oleh :

DAYANI PANDANWATI D24104087

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 10 September 2009

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. Anita S. Tjkradidjaja, MRur. Sc. Dr. Wartika Rosa Farida NIP. 131 624 189 NIP. 320 004 822

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. NIP. 131 955 531

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 21 Januari 1986 dan merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Djonny Harijanto dan Ibu Nanik Hariani. Pendidikan Penulis diawali dari Sekolah Dasar Negeri Kandangan V Kediri pada tahun 1992 kemudian dilanjutkan ke SDN Jombang 2 Ciputat pada tahun 1996. Penulis menempuh pendidikan lanjutan di SLTP Negeri 3 Kediri tahun 1998 dan lulus dari SMUN 1 Kediri tahun 2004.

Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah atas, Penulis melanjutkan pendidikan untuk memperoleh gelar sarjana pada tahun 2004 di Institut Pertanian Bogor, program studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur SPMB.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas karunia dan nikmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Perilaku yang Berhubungan dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna (Callosciurus prevostii) pada Siang Hari di Penangkaran” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian di Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Cibinong mulai dari bulan Juli 2008 sampai bulan Agustus 2008.

Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) termasuk dalam daftar satwa liar yang dilindungi. Penangkaran sebagai salah satu upaya penyelamatan satwa liar dari kepunahan, namun informasi mengenai perilaku bajing tiga warna di penangkaran masih terbatas sehingga mendorong dilakukannya penelitian ini. Informasi mengenai aktivitas makan dan pemilihan pakan dapat membantu keberhasilan dan pemeliharan satwa liar selama di penangkaran. Apabila keberhasilan tersebut tercapai maka secara tidak langsung dapat membantu kelestarian dari ekosistem satwa liar yang ada di Indonesia.

Akhir kata Penulis berharap semoga skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sehingga nantinya dapat dijadikan pembanding bagi penelitian – penelitian mengenai perilaku bajing tiga warna lebih lanjut maupun sebagai referensi bagi pembaca. Amin.

Bogor, Agustus 2009

(8)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... ii ABSTRACT... iii RIWAYAT HIDUP ... iv KATA PENGANTAR ... v DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 2 Tujuan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Bajing tiga warna ... 3

Perilaku ... 4

Konsumsi Pakan... 5

Jenis Pakan... 6

Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus) ... 6

Jagung Manis (Zea mays)... 7

Jambu Biji (Psidium guajava) ... 7

Kelapa (Cocos nucifera)... 7

Markisa (Passiflora flavicarva)... 8

Pepaya (Cacarica papaya)... 8

Penangkaran ... 9

METODE... 10

Waktu dan Lokasi ... 10

Materi ... 10 Hewan Penelitian ... 10 Kandang... 10 Peralatan ... 10 Bahan Pakan ... 10 Rancangan... 11

Peubah Yang Diamati ... 11

Prosedur Pengamatan ... 11

Analisis Data ... 12

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

(9)

Aktivitas Bajing Tiga Warna ... 13

Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan ... 15

Aktivitas makan... 16

Aktivitas Minum... 18

Aktivitas Defekasi ... 19

Aktivitas Urinasi... 20

Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan ... 22

Aktivitas Istirahat ... 23

Aktivitas Lokomosi ... 24

Aktivitas Grooming ... 25

Pemilihan Pakan... 26

KESIMPULAN DAN SARAN ... 29

Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

UCAPAN TERIMA KASIH ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Urutan Pemilihan Pakan Bajing Tiga Warna selama

di Penangkaran ... 26 2. Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian Bajing Tiga Warna... 27

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bajing Tiga Warna di Penangkaran ... 3 2. Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna (C. prevostii)

Selama Pengamatan ... 14 3. Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna (C. prevostii)

Jantan dan Betina ... 14 4. Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung

Dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna ... 15 5. Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung

Dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan

dan Betina ... 16 6. Persentase Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan

dan Betina ... 17 7. Persentase Aktivitas Minum Bajing Tiga Warna Jantan

dan Betina ... 18 8. Persentase Aktivitas Defekasi Bajing Tiga Warna Jantan

dan Betina ... 20 9. Persentase Aktivitas Urinasi Bajing Tiga Warna Jantan

dan Betina ... 21 10. Persentase Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas

Makan Bajing Tiga Warna ... 22 11. Persentase Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas

Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina ... 22 12. Persentase Aktivitas Istirahat Bajing Tiga Warna

Jantan dan Betina ... 23 13. Persentase Aktivitas Lokomosi Bajing Tiga Warna ... 24 14. Persentase Aktivitas Grooming Bajing Tiga Warna ... 25

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan ………. 36 2. Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Betina di Penangkaran …… 37 3. Persentase Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Betina

di Penangkaran ……… 37 4. Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan A di Penangkaran …. 38 5. Persentase Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan A

di Penangkaran ………. 38 6. Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan B di Penangkaran ….. 39 7. Persentase Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan A

di Penangkaran ………. 39 8. Rataan Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina di

Penangkaran ………. 40 9. Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina di

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan yang luas. Keragaman flora dan fauna menyebar secara merata di seluruh kepulauan Indonesia. Perkembangan zaman, pertambahan jumlah penduduk dan pembukaan hutan telah menyebabkan populasi satwa liar di hutan semakin menurun. Penyebab lainnya adalah pemanfaatan hutan sebagai lahan pertanian, pemukiman, pemburuan liar yang tidak terkontrol, pembalakan hutan dan kebakaran hutan yang telah merusak ekosistem hutan. Pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan menjadi ancaman utama dalam kepunahan satwa liar.

Satwa liar merupakan salah satu komponen dalam ekosistem hutan sehingga kerusakan hutan akan mempunyai dampak yang besar terhadap kelestarian satwa liar. Pola konservasi satwa liar bertujuan untuk melestarikan kehidupannya melalui sistem pengelolaan yang berimbang antara habitat dengan populasinya. Kehidupan satwa dapat dilestarikan apabila memiliki habitat yang cocok, baik untuk tempat tinggal, mencari makan, minum, tempat berlindung maupun untuk berkembang biak. Bagi beberapa daerah, satwa liar bebas diburu dan dianggap sebagai hama yang sering mengganggu tanaman di lading. Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) termasuk jenis satwa liar yang dilindungi dari kepunahanan.

Penangkaran merupakan salah satu cara penyelamatan satwa liar dari kepunahan. Pemeliharaan hewan di dalam penangkaran merupakan salah satu sistem pelestarian secara ex situ. Dalam hal ini perlu diupayakan habitat yang mendekati habitat aslinya yang meliputi lingkungan untuk tempat tinggal, berlindung, istirahat dan tersedia pakan yang sesuai dengan kebutuhan.

Satwa liar mempunyai tingkah laku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Tingkah laku makan secara umum meliputi menangkap, makan, mengunyah dan menelan. Tingkah laku makan meliputi aktivitas makan dan minum. Informasi mengenai perilaku makan bajing di penangkaran hingga saat ini sangat terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai aktivitas makan bajing tiga warna.

(14)

Perumusan Masalah

Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) merupakan satwa liar yang dilindungi dari kepunahan. Penangkaran merupakan salah satu cara untuk mencegah penurunan populasi dan kepunahan bajing tiga warna. Informasi mengenai perilaku yang berhubungan dengan aktivitas makan bajing tiga warna di penangkaran sangat terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat menunjang sistem pemeliharaan bajing tiga warna agar menjadi lebih baik sehingga dapat mempertahankan populasinya di masa yang akan datang.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran secara deskriptif mengenai perilaku yang berhubungan dengan aktivitas makan bajing tiga warna pada siang hari di Penangkaran Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Cibinong.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA Bajing Tiga Warna

Bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) merupakan jenis mamalia pengerat yang termasuk famili Sciuridae. Bajing tiga warna dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama Prevost’s squirrel atau Asian tri-colored squirrel (Oakland Zoo, 2001). Bajing dan tupai memiliki perbedaan, tupai sepintas mirip dengan bajing, tetapi berbeda anatomi dan perilakunya. Tupai mempunyai moncong lebih panjang (bagian muka, mulut dan hidung), sedangkan bajing tidak demikian (Agus, 2007). Menurut Hoffman (2003), klasifikasi bajing tiga warna adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Rodentia Famili : Sciuridae Genus : Callosciurus

Species : Callosciurus prevostii (Desmarest, 1822)

Gambar 1. Bajing tiga warna di Penangkaran

Foto : Dayani (2008)

Bajing ini tersebar luas di bagian selatan Thailand, di beberapa bagian kepulauan Indonesia, terutama Sumatera dan Kalimantan, dan banyak pulau kecil di Asia Tenggara serta Semenanjung Malaysia (Corbett dan Hill, 1992). Bajing juga ditemukan di utara Sulawesi dimana telah diperkenalkan oleh Musser pada tahun 1987 (Duckworth dan Hedges, 2008).

(16)

Menurut Duckworth dan Hedges (2008), bajing tiga warna merupakan hewan diurnal yang aktif sepanjang pagi dan siang hari. Selain itu, bajing juga merupakan jenis hewan arboreal karena hampir sepanjang hidupnya dihabiskan di atas pohon. Bajing hanya akan turun ke bawah pada saat mencari makanan. Bajing membuat sarang di atas pohon dengan menggunakan ranting atau dedaunan.

Bajing tiga warna memiliki tiga macam warna rambut yang berbeda. Punggung berwarna hitam, dengan sisi berwarna putih, dan sisi bawah berwarna merah-coklat (Heaney, 1978). Bajing memiliki ukuran panjang tubuh antara 15 sampai 25 cm (Oakland Zoo, 2001). Bahan pakan bajing terdiri atas kacangan-kacangan, buah-buahan dan biji-bijian dan juga serangga beserta telurnya (Heaney, 1978). Musim perkawinan bajing tiga warna adalah sepanjang tahun, namun demikian puncaknya adalah antara bulan Juni dan Agustus. Lama kehamilannya adalah 40 hari dan tiap kali beranak menghasilkan 3-4 ekor anak (Nowak, 1999).

Perilaku

Perilaku satwa adalah respon atau ekspresi satwa oleh adanya rangsangan atau stimulus atau agent yang mempengaruhinya. Ada dua macam rangsangan yaitu rangsangan dalam dan rangsangan luar. Rangsangan dalam antara lain adalah faktor fisiologis sekresi hormon dan faktor motivasi, dorongan alat insentif sebagai akibat aktivititas. Rangsangan luar dapat berbentuk suara, pandangan, tenaga mekanis dan rangsangan kimia (Mukhtar, 1986). Perilaku hewan adalah gerak gerik hewan dan cenderung dianggap sebagai gerak atau perubahan gerak, termasuk dari bergerak ke tidak bergerak (Tinbergen, 1969). Perilaku merupakan cara hewan itu berinteraksi secara dinamik dengan lingkungannya, baik dengan mahluk lain maupun dengan benda-benda (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985).

Menurut Prijono dan Handini (1998), perilaku juga dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Salah satu yang mempengaruhi munculnya perilaku hewan adalah adanya rangsangan yang berasal dari dalam tubuh hewan tersebut ataupun dari lingkungannya. Perilaku seekor hewan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam (hormon dan sistem saraf) dan faktor dari luar (cahaya, suhu dan kelembaban). Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafez, 1969).

(17)

Menurut Alikodra (1990), fungsi utama tingkah laku adalah untuk memungkinkan seekor hewan menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan dari proses belajar. Satwa liar mempunyai tingkah laku dan proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk mempertahankan hidupnya, satwa liar melakukan kegiatan-kegiatan yang agresif, melakukan persaingan dan bekerja sama untuk mendapatkan makanan, perlindungan, pasangan untuk kawin, reproduksi dan sebagainya.

Mukhtar (1986) menyatakan bahwa pola perilaku dapat dikelompokkan ke dalam 9 sistem perilaku yaitu sebagai berikut :

1. Perlaku ingestif , yaitu perilaku makan dan minum

2. Shelter seeking (mencari perlindungan), yaitu kecenderungan mencari kondisi lingkungan yang optimum dan menghindari bahaya.

3. Perilaku agonistik, yaitu perilaku persaingan atau persaingan antara dua satwa sejenis, umum terjadi selama musim kawin.

4. Perilaku seksual, yaitu perilaku peminangan (courtship behaviour), kopulasi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan hubungan antara satwa jantan dan betina satu jenis.

5. Care giving atau epimelitik atau perilaku pemeliharaan, yaitu pemeliharaan terhadap anak (maternal behaviour) dan memberi bantuan kepada individu lain yang menderita tekanan (succorant behaviour).

6. Care soliciting atau et-epimelitik atau perilaku meminta dipelihara, yaitu perilaku individu muda untuk dipelihara dan diperhatikan oleh yang dewasa.

7. Perilaku eliminatif, yaitu perilaku membuang kotoran.

8. Perilaku allelometik, yaitu perilaku meniru salah satu anggota kelompok untuk melakukan pekerjaan yang sama dengan beberapa tahap rangsangan dan koordinasi yang berbalas-balasan.

9. Perilaku investigatif, yaitu perilaku memeriksa lingkungan

Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan dan yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi (Tillman et al., 1991). Sedangkan Parakkasi (1999) menyatakan tingkat konsumsi (voluntary feed intake)

(18)

adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh hewan secara ad libitum. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi adalah hewan itu sendiri, pakan yang diberikan dan lingkungan.

Kategori sumber pakan menurut Fleagle (1988) ada tiga yaitu :

1. Struktural, yaitu bagian tumbuhan yang meliputi daun, batang, cabang dan materi tumbuhan lainnya yang mengandung struktur karbohidrat (selulosa);

2. Bagian reproduktif, yaitu organ tumbuhan seperti tunas bunga, bunga dan buah (matang atau mentah);

3. Materi dari hewan, yaitu makanan yang berasal dari hewan baik vertebrata maupun invertebrata.

Menurut Tilman et al. (1991), nutrisi yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi akan sangat penting bagi setiap bentuk kehidupan, karena dapat digunakan untuk bertahan hidup, pertumbuhan, produksi dan reproduksi. Dari segi nutrisi perlu diperhatikan bahan kering, protein, energi dan mineral. Kebutuhan hewan untuk tumbuh normal, tergantung pada banyak hal seperti spesies, umur, jenis kelamin, fase pertumbuhan dan fase reproduksi.

Menurut Sutardi (1980), selera makan hewan mempengaruhi konsumsi, dimana selera makan merupakan faktor internal yang merangsang rasa lapar pada hewan, faktor lain yang mempengaruhi konsumsi adalah kesehatan hewan. Ditambahkan pula oleh Parakkasi (1986) bahwa faktor makanan yang meliputi sifat fisik dan komposisi kimia akan mempengaruhi tingkat konsumsi.

Jenis Pakan

Pakan memegang peranan penting dalam suatu usaha penangkaran. Menurut Prijono dan Handini (1998), untuk menjaga kesehatan dan mempertahankan hingga umur yang panjang, dibutuhkan pakan yang kaya akan zat makanan. Beberapa zat makanan utama yang terdapat dalam bahan makanan adalah karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta air. Oleh karena itu, pemberian pakan yang bervariasi sangat dianjurkan daripada hanya satu atau dua jenis pakan.

Biji Bunga Matahari (Helianthus annuus)

Bagian yang paling banyak dimanfaatkan dari bunga matahari adalah bijinya. Selain itu bagian akar, bunga dan daun juga mempunyai khasiat tersendiri. Biji dari

(19)

tanaman bunga matahari kaya akan serat dan asam lemak tak jenuh, kandungan senyawa yang terdapat di dalamnya antara lain : minyak, tannin, vitamin B1, vitamin B3, dan vitamin B6, juga vitamin E yang sangat penting untuk kesehatan dan juga kaya akan kalsium dan zat besi. Komposisi gizi biji bunga matahari per 100 gram adalah air 1 g, energi 619 kcal, protein 17,21 g, total lemak 56,8 g, karbohidrat 20,59 g, serat 11,5 g dan ampas 4,4 g (Dewayanie, 2007) .

Jagung (Zea mays)

Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda. Kandungan nutrisi jagung manis per 100 gram adalah kadar air 75,9 %, protein 3,22 g, lemak 1,18 g, energi 86 (kkal) (Maynard dan Loosli, 1993).

Jambu Biji (Psidium guajava)

Buah jambu biji bulat menyerupai bentuk pir atau berry, berdiameter 5 cm. Kulit buah jambu biji tipis, berwarna kuning kehijauan. Daging buah dapat berwarna putih, kuning, merah muda atau dapat pula berwarna merah. Buah bervariasi dalam ukuran, intensitas aroma dan rasa (Bourke, 1976).

Jambu biji mengandung berbagai zat gizi yang dapat digunakan sebagai obat untuk menyembuhkan beberapa penyakit. Kandungan kadar gizi yang terdapat dalam 100 g buah jambu biji masak segar adalah kalori 49 kal, vitamin A 25 SI, vitamin B1 0,05 mg, vitamin C 87 mg, kalsium 14 mg, hidrat arang 12,2 g, fosfor 28 mg, besi 1,1 mg, protein 0,9 mg, lemak 0,3 g, dan air 86 g (Departemen Pertanian, 2002).

Kelapa (Cocos nucifera)

Kelapa (Cocos nucifera) termasuk jenis tanaman palma yang mempunyai buah berukuran cukup besar. Batang pohon kelapa umumnya berdiri tegak dan tidak

(20)

bercabang, dan dapat mencapai 10 - 14 meter lebih. Daunnya berpelepah, panjangnya dapat mencapai 3 - 4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang setiap helaian. Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang cukup kuat sehingga untuk memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih dahulu. Kelapa yang sudah besar dan subur dapat menghasilkan 2 - 10 buah kelapa setiap tangkainya (Ronans, 2009). Kandungan gizi kelapa per 100 g adalah air 83,3 g, protein 1 g, lemak 0,9 g, energy 68 kcal, karbohidrat 14 g, dan vitamin 4 g (Rindengan dan Novarianto, 2004).

Markisa (Passiflora flavicarva)

Markisa adalah tanaman yang menjalar. Buah markisa mengeluarkan sulur paut dari pangkal daun. Bentuk daunnya bulat membujur dan rata di tepi, berukuran kira-kira 6-7 cm dan mempunyai berat sebesar 8 g. Warna buah berwarna hijau muda pada mulanya dan kemudian akan berubah menjadi ungu tua atau kuning ketika masak. Markisa mempunyai rasa dan bau yang sedap apabila matang (Ahmad, 1999).

Markisa banyak mengandung asam-asam organik seperti sitrat, malat, suksinat, malonat, askorbat, dan asam-asam volatile (mudah menguap). Setiap 100 g markisa mengandung : air 75 g, protein 2,2 2,5 g, karbohidrat 15 20 g, kanji 2,5 -3,5 g, lemak 0,75 - 1,5 g, abu 0,6-0,8 g, unsur surih 1,5 - 2,5 g, vitamin A 500 i.u, vitamin B1,8 mg, vitamin C20 - 30 mg, gula penurun 6,5 - 8,0 g, gula bukan penurun 1,5 - 3,0 g (Ahmad, 1999). Selain mempunyai citarasa dan aroma yang unik, markisa merupakan sumber pro-vitamin A, vitamin C, niacin, dan riboflavin. Kulit buah markisa dapat dijadikan makanan ternak (Ahmad, 1999).

Pepaya (Carica papaya)

Buah pepaya dimakan dagingnya, baik ketika muda maupun masak. Pepaya dimanfaatkan pula daunnya sebagai sayuran dan pelunak daging. Getah pepaya (dapat ditemukan di batang, daun, dan buah) mengandung enzim papain, semacam protease, yang dapat melunakkan daging dan mengubah konformasi protein lainnya. Daun pepaya juga berkhasiat obat dan perasannya digunakan dalam pengobatan tradisional untuk menambah nafsu makan (Setiawan, 2006).

Buah pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, pseudo karpaina, glikosid, karposid, saponin, beta karotene, pectin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain,

(21)

papayotimin papain, vitokinose, glucoside cacirin, karpain, papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, siklotransferase (Setiawan, 2006).

Penangkaran

Penangkaran satwa liar adalah pembiakan dan pemeliharaan satwa liar dalam keadaan terkurung oleh manusia untuk mencapai sasaran tertentu (Alikodra, 1993). Penangkaran adalah salah satu proses menuju domestikasi yang prinsipnya adalah pemeliharaan dan perkembangan sejumlah satwa liar yang sampai batas-batas tertentu dapat diambil dari alam, tetapi untuk selanjutnya pengembangannya hanya diperkenankan mengambil dari keturunan-keturunan yang berhasil ditangkarkan.

Menurut Thohari (1987), penangkaran adalah suatu kegiatan untuk mengembangbiakkan jenis-jenis satwa liar dan tumbuhan alam yang tujuannya untuk memperbanyak populasi dengan mempertahankan kemurnian jenisnya sehingga kelestarian dan keberadaanya di alam dapat dipertahankan.

Jenis satwa liar yang perlu ditangkarkan adalah yang secara alami populasinya mengalami penurunan secara tajam dari waktu ke waktu sehingga terancam punah. Satwa yang mempunyai nilai potensi ekonomi dan tingkat pemanfaatan bagi manusia terus bertambah sehingga terancam kelestariannya. Berdasarkan tujuannya penangkaran dibagi menjadi dua yaitu penangkaran untuk budidaya dan penangkaran untuk konservasi (Kartika, 2000).

(22)

METODE Waktu dan Lokasi

Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Juli hingga akhir Agustus 2008 di Penangkaran Mamalia Kecil, Bidang Zoologi, Pusat Penelitian Biologi – LIPI, Cibinong.

Materi Hewan Penelitian

Hewan penelitian yang digunakan adalah tiga ekor bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) berjenis kelamin betina (1 ekor) dan jantan (2 ekor). Ketiga bajing tiga warna berasal dari pulau Belitung dengan umur rata - rata 1,5 tahun.

Kandang

Kandang yang digunakan berbentuk kandang individu sebanyak tiga buah kandang. Kandang tersebut memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi masing-masing adalah 2 X 2 X 2,5 m. Sistem perkandangan yang digunakan adalah sistem kandang setengah tertutup (semi closed). Udara dapat keluar masuk dengan bebas. Sinar matahari pun dapat masuk kandang. Setiap kandang dilengkapi dengan tempat pakan, tempat minum, batang bambu yang dipasang bersilang untuk bermain dan kotak tidur yang berukuran panjang x lebar x tinggi yaitu 37 X 32 X 41 cm.

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah termohigrometer (untuk mengukur suhu dan kelembaban udara), tempat pakan, tempat minum, jam atau pencatat waktu (untuk membatasi interval pengamatan), peralatan untuk kebersihan, timbangan digital dan alat tulis.

Bahan Pakan

Bahan pakan yang diberikan berupa buah-buahan segar dan biji-bijian seperti biji bunga matahari (Helianthus annuus), jagung (Zea mays), jambu biji (Psidium guajava), kelapa (Cocos nucifera), markisa (Passiflora flavicarva) dan pepaya (Carica papaya). Pakan diberikan untuk memenuhi kebutuhan bajing tiga warna. Bahan pakan ini berasal dari pasar tradisional yang ada di sekitar pusat penangkaran.

(23)

Pakan dan air minum diberikan satu kali dalam sehari saat pagi hari dan diberikan ad libitum.

Rancangan Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati selama penelitian adalah :

1. Aktivitas yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan, meliputi : Makan : Memilih, mencium, menggigit pakan, memasukkan makanan ke mulut, mengunyah, menelannya, kemudian memuntahkan dan memakannya kembali

Minum : Memasukkan cairan ke dalam mulut dan menelannya Urinasi : Mengeluarkan kotoran dalam bentuk cairan

Defekasi : Mengeluarkan kotoran dalam bentuk padat 2. Aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan, terdiri dari :

Lokomosi : Bergerak atau melompat, bergelayutan, berpindah tempat, bergeser, berjalan, bangun tidur, menguap, meregangkan tubuh, bersuara

Grooming : Membersihkan atau merawat diri, menggaruk-garuk dan menjilati setiap bagian tubuh

Istirahat : Diam, sama sekali tidak melakukan aktivitas

3. Pengamatan pemilihan dan urutan pengambilan jenis pakan yang dikonsumsi

Prosedur Pengamatan

Penelitian diawali terlebih dahulu penelitian preliminary yaitu penelitian pendahuluan yang dilakukan selama satu minggu. Pengamatan dilakukan mulai pukul 06.00 - 18.00 WIB. Waktu pengamatan dibagi tiga periode yaitu pagi (06.00 – 10.00 WIB), siang (10.00 – 14.00 WIB) dan sore hari (14.00 – 18.00 WIB). Setiap periode pengamatan dibagi lagi dengan interval waktu selama 15 menit. Aktivitas yang diamati kemudian dicatat.

Pencatatan suhu dan kelembaban dilakukan setiap hari pada pagi, siang, dan sore hari. Pengamatan pada pemilihan pakan dilakukan dengan cara melihat urutan

(24)

jenis pakan yang dimakan dari semua jenis pakan yang diberikan. Preferensi bajing terhadap pakan yang diberikan juga diamati dan kemudian dicatat.

Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif. 1. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif digunakan untuk mengetahui persentase aktivitas bajing tiga warna dengan menggunakan metode one zero sampling yaitu angka satu apabila ada aktivitas dan angka nol apabila tidak ada aktivitas pada periode pengamatan (Martin dan Bateson, 1988). Penghitungan persentase aktivitas setiap individu adalah sebagai berikut :

X

Persentase perilaku = X 100 % Y

Keterangan :

X = Frekuensi satu perilaku yang diamati dalam pengamatan Y = Frekuensi seluruh perilaku yang diamati dalam pengamatan

2. Analisis Deskriptif

Data yang sudah dianalisis secara kuantitatif kemudian dianalisis secara deskriptif dengan cara dibuat dalam bentuk tabel dan grafik. Hasil tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam suatu kalimat yang dapat menjelaskan dan menyimpulkan hasil penelitian.

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Penangkaran

Secara umum kondisi lingkungan yang ada di sekitar kandang mempengaruhi aktivitas bajing tiga warna, seperti kondisi kandang, cuaca, suhu, kelembaban dan tingkat kebisingan. Penangkaran terletak di Desa Sampora, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Letak kandang bajing tiga warna dekat dengan perkampungan penduduk, namun cukup jauh dari jalan utama yang sering dilalui kendaraan dan pejalan kaki. Keadaan ini tidak terlalu berpengaruh pada aktivitas bajing tiga warna, karena satwa tersebut telah beradaptasi dengan lingkungan kandang.

Ukuran kandang yang luas dengan ruang ventilasi yang cukup membuat bajing tiga warna bebas bergerak dan udara bebas keluar masuk kandang sehingga tidak menimbulkan kepengapan di dalam kandang. Menurut Tillman et al. (1991), kandang yang berventilasi baik dapat menjamin aliran udara yang terus menerus melewati kandang dan sekitar hewan. Menurut Anggraeni (2006), ventilasi yang baik juga akan mencegah seminimal mungkin debu dan kadar bau-bauan yang dapat mempengaruhi kesehatan hewan secara langsung.

Rataan suhu yang tercatat selama penelitian adalah pada pagi 25,3 0C, siang 30,8 0C dan sore 30,1 0C serta kelembaban masing - masing sebesar 82,2%; 63,7% dan 65%. Kondisi suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada pagi hari serta suhu tinggi dan kelembaban rendah pada siang hari akan berpengaruh terhadap kondisi dan aktivitas bajing tiga warna. Suhu di penangkaran hampir mendekati suhu asal bajing tiga warna hidup yaitu Pulau Belitung dimana suhu maximum 29,9 0C dan suhu minimumnya 24,9 0C serta kelembaban sebesar 83,1%.

Aktivitas Bajing Tiga Warna

Peubah yang diamati selama pengamatan bajing tiga warna di penangkaran meliputi aktivitas makan, minum, urinasi, defekasi, grooming, lokomosi, dan istirahat. Secara keseluruhan aktivitas bajing tiga warna yang diamati terdiri dari dua macam yaitu aktivitas yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan (makan, minum, urinasi, dan defekasi) dan aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan (lokomosi, grooming, dan istirahat). Gambar 2 menunjukkan persentase aktivitas bajing tiga warna.

(26)

1,22 4,53 68,62 13,34 8,10 4,05 0,15 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 Pe rse nt as e A kt iv ita s (% ) Defek asi Groo ming Istira hat Loko mosi Mak an Minu m Urina si Aktivitas Harian

Gambar 2. Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna (C. prevostii) Selama Pengamatan

Aktivitas harian tertinggi bajing tiga warna selama pengamatan adalah istirahat sebesar 68,62% dari total seluruh aktivitas (Gambar 2). Anggraeni (2006) menyatakan perilaku istirahat yang dominan tidak mengindikasikan rendahnya aktivitas selama di penangkaran. Hal ini dikarenakan setiap kali bajing tiga warna melakukan aktivitas makan, minum, defekasi, urinasi, grooming dan lokomosi selalu diselingi dengan aktivitas istirahat. Selain itu, mungkin disebabkan pengaruh suhu yang tinggi sebesar 30,82% sehingga udara terasa panas pada siang hari. Kondisi ini menyebabkan bajing lebih banyak menghabiskan waktunya untuk beristirahat. Lokomosi merupakan aktivitas tertinggi kedua yang kemudian diikuti dengan aktivitas makan, minum, grooming, defekasi dan aktivitas terendah adalah urinasi sebesar 0,15 %. 1,64 0,5 8 1,29 6 ,661,08 5,06 64,4 6 82 ,56 62,1 4 15,5 8 9,1014,3 7 10,1 1 6,33 7,48 1,45 0,14 9,4 9 0,110,21 0,1 6 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 Pe rs en ta se A kt iv ita s ( % ) Defek asi Groo ming Istira hat Loko mosi Makan Minu m Urina si Aktivitas Harian Betina Jantan A Jantan B

(27)

Selama pengamatan diketahui persentase aktivitas istirahat merupakan yang tertinggi dari semua aktivitas yang dilakukan oleh ketiga bajing tiga warna tersebut. Bajing jantan A lebih sedikit melakukan aktivitas jika dibandingkan ke dua bajing lainnya. Aktivitas istirahat jantan A lebih besar dibandingkan jantan B dan betina. Ini dikarenakan sifat jantan A berbeda dengan kedua bajing lainnya. Bajing A lebih banyak menghabiskan waktunya dengan bersembunyi di dalam kotak tidur dan akan keluar jika merasa lapar.

Berdasarkan Gambar 3 diketahui bajing betina merupakan bajing yang aktif jika dibandingkan dengan kedua ekor bajing jantan. Ini dibuktikan dengan tingginya aktivitas lokomosi bajing betina daripada kedua bajing jantan. Tingginya aktivitas lokomosi ini diimbangi dengan meningkatnya aktivitas makan dan grooming. Aktivitas lokomosi yang tinggi menyebabkan peningkatan aktivitas makan (Indarwati, 2007). Kondisi ini dikarenakan kebutuhan energi bajing yang banyak terkuras setelah aktivitas lokomosi sehingga melakukan aktivitas makan. Hal ini juga akan mempengaruhi peningkatan aktivitas grooming dikarenakan saat melakukan aktivitas makan selalu diselingi dengan aktivitas grooming.

Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan

Aktivitas yang berhubungan langsung dengan aktivitas makan meliputi aktivitas makan, minum, urinasi dan defekasi. Persentase aktivitas yang berhubungan dengan aktivitas makan yang tertinggi merupakan aktivitas makan sebesar 8,10%, kemudian diikuti dengan aktivitas minum, defekasi dan yang terendah urinasi sebesar 0,15% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.

8,1 4,05 1,22 0,15 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 Pe rse nt as e A kt iv ita s ( % )

Makan Minum Defekasi Urinasi Aktivitas Harian

Gambar 4. Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna

(28)

10,1 1 6,33 7,48 1,45 0,14 9,49 1,640,581,29 0,11 0,21 0,16 0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 Pe rse nt as e A kt iv ita s ( % )

Makan Minum Defekas i Urinas i Aktivitas Harian

Betina Jantan A Jantan B

Gambar 5. Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung dengan Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina

Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa aktivitas makan bajing betina merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan kedua jantan yaitu sebesar 10,11% dari total seluruh aktivitas harian dan kemudian diikuti dengan aktivitas defekasi, minum dan urinasi. Aktivitas minum jantan B merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jantan A dan betina. Sedangkan jantan A lebih sering melakukan aktivitas urinasi daripada jantan B dan betina. Hal ini dapat dikarenakan sifat dari jantan A yang mudah terkejut sehingga menimbulkan aktivitas urinasi.

Aktivitas Makan

Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia dan habitat (Warsono, 2002). Sebelum melakukan aktivitas makan, biasanya bajing tiga warna akan memilah pakan terlebih dahulu. Untuk pakan jenis buah-buahan terlebih dahulu digigit dan dijilati untuk menyerap air buah, setelah itu bajing akan menyemburkan biji-bijian yang ada dalam buah. Biji bunga matahari sebelum dimakan terlebih dahulu dipegang dengan kedua tangannya, kemudian kulitnya dikelupas dengan bantuan gigi.

Menurut Fraser (1974), perilaku makan pada hewan umumnya meliputi aktivitas makan dan minum, mencari sumber pakan yang potensial, pemilihan pakan, memakan dan menelannya. Bajing tiga warna betina lebih senang makan dengan posisi menggantung terbalik di atas tempat pakan. Berbeda dengan jantan A yang sebelum makan selalu melihat sekeliling terlebih dahulu. Jantan ini sangat pemalu karena itu aktivitas makannya lebih cepat dari kedua bajing lainnya. Sedangkan

(29)

jantan B, lebih suka makan dengan posisi duduk (berjongkok). Biasanya hewan ini akan makan di samping tempat pakan.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 Pe rse nt as e A kt iv ita s ( % ) 06.0 0 - 0 7.00 07.0 0 - 0 8.00 08.0 0 - 0 9.00 09.0 0 - 1 0.00 10.0 0 - 1 1.00 11.0 0 - 1 2.00 12.0 0 - 1 3.00 13.0 0 - 1 4.00 14.0 0 - 1 5.00 15.0 0 - 1 6.00 16.0 0 - 1 7.00 17.0 0 - 1 8.00 Waktu Pengamatan Betina Jantan A Jantan B

Gambar 6. Persentase Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Aktivitas makan bajing tiga warna selama di penangkaran sebesar 8,10% dari total seluruh aktivitas harian. Pada Gambar 6 diketahui aktivitas makan tertinggi yang diamati selama di penangkaran terjadi pada pukul 08.00 – 11.00 WIB. Tingginya aktivitas makan ini berhubungan erat dengan waktu pemberian pakan yang diberikan pada pagi hari. Kondisi ini juga dapat disebabkan pada malam hari bajing tiga warna tidak melakukan aktivitas makan sehingga merasakan rasa lapar pada pagi hari dan mendorong terjadinya aktivitas makan yang tinggi pada pagi hari. Alikodra (1990) menyatakan bahwa terjadinya aktivitas makan disebabkan oleh adanya makanan (rangsangan dari luar) dan rasa lapar (rangsangan dari dalam).

Pada pukul 11.00 – 14.00 WIB aktivitas makan ketiga bajing mengalami penurunan. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi suhu lingkungan yang tinggi sehingga mengurangi aktivitas makan bajing tiga warna. Menurut Hafez (1968), kebutuhan zat makanan pada hewan dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, pada suhu dan kelembaban tinggi dapat menyebabkan penurunan konsumsi pakan. Sedangkan Williamson dan Payne (1978) menyatakan penurunan konsumsi pakan akan disertai dengan menurunnya daya cerna diikuti kehilangan berat badan dan menurunnya resistensi terhadap penyakit. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Sutardi (1980) bahwa suhu lingkungan yang tinggi akan menyebabkan selera makan menurun.

(30)

Pada sore hari sekitar pukul 16.00 – 18.00 WIB, aktivitas makan bajing akan kembali meningkat. Menurut Ratnaningrum (2002), peningkatan aktivitas makan pada sore hari dapat dikarenakan penurunan suhu lingkungan dan kondisi perut yang kosong. Pada sore hari suhu lingkungan yang mulai turun dapat menjadi salah satu alasan bajing untuk melakukan aktivitas makan. Aktivitas makan betina lebih tinggi daripada kedua jantan.

Aktivitas Minum

Konsumsi air minum bajing tiga warna sangatlah sedikit. Aktivitas minum bajing tiga warna selama di penangkaran adalah 4,05% dari total seluruh aktivitas harian. Aktivitas minum jantan B merupakan yang tertinggi daripada aktivitas minum betina dan jantan A. Berdasarkan Gambar 7 memperlihatkan aktivitas minum tertinggi jantan B terjadi pada pukul 14.00 – 15.00 WIB dan betina pada sore hari pukul 17.00 – 18.00 WIB. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Pe rs en ta se A kt iv ita s ( % ) 06.0 0 - 0 7.00 07.0 0 - 0 8.00 08.0 0 - 0 9.00 09.0 0 - 1 0.00 10.0 0 - 1 1.00 11.0 0 - 1 2.00 12.0 0 - 1 3.00 13.0 0 - 1 4.00 14.0 0 - 1 5.00 15.0 0 - 1 6.00 16.0 0 - 1 7.00 17.0 0 - 1 8.00 Waktu Pengamatan Betina Jantan A Jantan B

Gambar 7. Persentase Aktivitas Minum Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina

Rendahnya aktivitas minum bajing tiga warna disebabkan kadar air dalam buah-buahan yang dimakan cukup untuk mengganti kebutuhan air dalam tubuh bajing tiga warna. Rendahnya aktivitas minum pada bajing tiga warna ini mirip dengan yang terjadi pada bajing kelapa sesuai dengan yang diungkapkan Bandanaji (2009) bahwa rendahnya bahan kering pakan bajing kelapa dikarenakan bahan pakan berupa buah-buahan segar sehingga kadar air yang terkandung pada setiap bahan pakan tinggi. Hal ini menyebabkan bajing kelapa tidak banyak minum karena kebutuhan airnya sudah terpenuhi dari bahan pakan berupa buah-buahan segar

(31)

seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2. Menurut McDonald et al. (1995), air dalam tubuh hewan berasal dari tiga sumber yaitu air yang berasal dari air minum, air yang terkandung dari bahan pakan, dan air metabolik yang didapat sebagai hasil dari oksidasi makanan. Suhu dan kelembaban kandang yang berubah-ubah juga dapat menyebabkan konsumsi air minum yang sedikit.

Pada saat akan melakukan aktivitas minum, biasanya bajing terlebih dahulu mendekati tempat minum perlahan – lahan kemudian memegang bagian depan wadah dan sedikit memiringkan posisi wadah supaya memudahkan bajing untuk minum. Oleh karena itu, tempat minum harus diikat atau dikaitkan pada kawat dinding dengan kuat sehingga tidak mudah tumpah. Terkadang bajing jantan B melakukan aktivitas minum dengan posisi menggantung di atas tempat minum. Menurut Mahardika (2008), aktivitas minum sangat berhubungan dengan aktivitas makan dan juga aktivitas lokomosi. Semakin tinggi aktivitas makan maka aktivitas minumnya akan semakin kecil.

Aktivitas Defekasi

Menurut Indarwati (2007), aktivitas defekasi merupakan aktivitas membuang sisa pencernaan pakan yang sudah tidak digunakan dalam bentuk padat (feces). Defekasi terjadi setelah aktivitas makan atau pada saat aktivitas lokomosi. Terkadang juga terjadi saat terkejut dan merasakan adanya bahaya. Aktivitas defekasi dapat terjadi karena adanya akumulasi bahan pakan yang tidak dapat dicerna secara sempurna oleh organ pencernaan (Mahardika, 2008). Persentase aktivitas defekasi selama pengamatan sebesar 1,22% dari total seluruh aktivitas harian bajing tiga warna.

Pada saat melakukan aktivitas defekasi, bajing terkadang terlihat sedikit tegang dan sedikit mengangkat ekornya ke atas. Feces bajing tiga warna berwarna merah seperti warna daging buah pepaya. Berukuran sedang dan keras serta berbentuk lonjong. Setelah cukup lama, warna feces akan berubah menjadi kehitaman dan kering. Tempat bajing defekasi selama seharian tidak pernah berubah, selalu di pojok kandang atau di dekat tempat makan.

(32)

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 Pe rse nt as e A kt iv ita s ( % ) 06.0 0 - 0 7.00 07.0 0 - 0 8.00 08.0 0 - 0 9.00 09.0 0 - 1 0.00 10.0 0 - 1 1.00 11.0 0 - 1 2.00 12.0 0 - 1 3.00 13.0 0 - 1 4.00 14.0 0 - 1 5.00 15.0 0 - 1 6.00 16.0 0 - 1 7.00 17.0 0 - 1 8.00 Waktu Pengamatan Betina Jantan A Jantan B

Gambar 8. Persentase Aktivitas Defekasi Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina

Pada pagi hari pukul 06.00 – 07.00 WIB aktivitas defekasi jantan A merupakan yang tertinggi. Aktivitas defekasi meningkat pada pukul 08.00 - 09.00 WIB bersamaan dengan dilakukannya aktivitas makan pagi hari (Gambar 6 dan Gambar 8). Tingginya aktivitas defekasi, dikarenakan feces yang dikeluarkan merupakan sisa hasil pencernaan pakan pada hari sebelumnya yang tidak dicerna dan tidak digunakan lagi oleh tubuh sehingga harus dikeluarkan pada pagi hari (Indarwati, 2007). Pada siang hari mulai pukul 10.00 -14.00 WIB aktivitas defekasi bajing betina dan jantan B cukup tinggi dibanding dengan jantan A. Ini dikarenakan kedua bajing aktif lokomosi dan terkadang melakukan aktivitas makan juga pada siang hari. Sore hari pukul 14.00 – 18.00 WIB menunjukkan aktivitas defekasi betina yang tertinggi daripada kedua jantan. Tingginya aktivitas defekasi betina ini dapat dipengaruhi oleh besarnya aktivitas makan dan lokomosi yang terjadi pada sore hari.

Aktivitas Urinasi

Aktivitas urinasi adalah aktivitas membuang kotoran dalam bentuk cair (Indarwati, 2007). Bajing tiga warna jarang sekali melakukan aktivitas urinasi. Aktivitas urinasi terjadi pada siang hari pada saat istirahat atau bersamaan dengan aktivitas defekasi. Urinasi terjadi di atas kotak tidur dalam kandang atau di sekitar papan penyangga kotak tidur. Aktivitas urinasi merupakan aktivitas yang terendah dari seluruh aktivitas harian bajing tiga warna sebesar 0,15%. Hewan yang bergerak membutuhkan energi, untuk itu perlu perombakan zat-zat makanan dalam tubuh. Jika

(33)

kelembaban tinggi, umumnya hewan tidak dapat mengeluarkan keringat, akibat air metabolik yang didapat banyak dikeluarkan melalui urine (Anggraeni, 2006).

Aktivitas urinasi bajing jantan A merupakan yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jantan B dan betina, terutama pada pukul 11.00 – 13.00 dan 16.00 – 17.00 WIB. Tingginya aktivitas urinasi bajing A dikarenakan bajing tersebut mudah sekali terkejut sehingga mendorong terjadinya aktivitas urinasi. Kondisi ini biasa terjadi saat bajing jantan A keluar dari kotak tidur untuk mengambil pakan. Urinasi biasa terjadi pada siang dan sore hari atau terkadang pada pagi hari sebelum pengamatan dimulai. Selain tingkat konsumsi air minum, suhu dan kelembaban juga berpengaruh dalam tinggi rendahnya aktivitas urinasi.

0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 Pe rse nt as e A kt iv ita s (% ) 06.0 0 - 0 7.00 07.0 0 - 0 8.00 08.0 0 - 0 9.00 09.0 0 - 1 0.00 10.0 0 - 1 1.00 11.0 0 - 1 2.00 12.0 0 - 1 3.00 13.0 0 - 1 4.00 14.0 0 - 1 5.00 15.0 0 - 1 6.00 16.0 0 - 1 7.00 17.0 0 - 1 8.00 Waktu Pengamatan Betina Jantan A Jantan B

Gambar 9. Persentase Aktivitas Urinasi Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina Pada pagi hari aktivitas urinasi bajing tiga warna betina (07.00 – 08.00 dan 09.00 – 10.00 WIB) dan jantan B (06.00 – 07.00 dan 08.00 – 09.00 WIB) cukup tinggi sedangkan jantan A tidak menunjukkan adanya aktivitas urinasi pagi hari. Oleh karena aktivitas minum bajing cukup rendah maka aktivitas urinasi yang tinggi dapat berkaitan dengan pengeluaran produk metabolisme zat makanan. Aktivitas urinasi yang tinggi pada pagi hari diperkirakan merupakan sisa metabolisme pakan pada malam hari yang harus dikeluarkan pada pagi hari. Pengeluaran urin ini merupakan salah satu cara untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh (Indarwati, 2007). Pada siang hari bajing jantan B melakukan aktivitas urinasi pukul 15.00 – 16.00 WIB sebagai akibat dari adanya aktivitas minum yang tinggi pada pukul 14.00 – 15.00 WIB. Bajing betina sangat sedikit melakukan aktivitas urinasi pada siang hari dan sore hari. Banyaknya aktivitas urinasi pada bajing jantan A di siang hari

(34)

dikarenakan kondisi stress yang terjadi pada bajing sebagai akibat dari sifat bajing yang mudah terkejut.

Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan

Aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan meliputi aktivitas istirahat, lokomosi dan grooming. Persentase aktivitas yang dapat mempengaruhi aktivitas makan tertinggi merupakan aktivitas istirahat sebesar 68,62%, kemudian diikuti dengan aktivitas lokomosi dan aktivitas grooming yang terendah sebesar 4,53% seperti yang ditunjukkan Gambar 10.

68,62 13,34 4,53 0 10 20 30 40 50 60 70 Pe rse nt as e A kt iv ita s ( % )

Istirahat Lokomosi Grooming Aktivitas Harian

Gambar 10. Persentase Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna

Gambar 11 menunjukkan perbandingan aktivitas yang mempengaruhi aktivitas makan bajing jantan dan betina dimana aktivitas istirahat merupakan yang tertinggi daripada aktivitas lokomosi dan Grooming.

64,4 6 82 ,56 62,1 4 15,5 8 9,10 14,3 7 6,66 1,08 5,06 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 Pe rse nt as e A kt iv ita s ( % )

Istirahat Lokomosi Grooming Aktivitas Harian

Betina Jantan A Jantan B

Gambar 11. Persentase Aktivitas yang Mempengaruhi Aktivitas Makan

(35)

Aktivitas istirahat bajing jantan A lebih tinggi 82,56% jika dibandingkan jantan B dan betina. Bajing jantan A lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bersembunyi di dalam kotak tidur dibandingkan melakukan aktivitas lokomosi seperti kedua bajing lainnya karena itu aktivitas lokomosi bajing jantan A lebih rendah seperti yang terlihat pada Gambar 11. Rendahnya aktivitas lokomosi juga mempengaruhi rendahnya aktivitas grooming.

Aktivitas Istirahat

Persentase aktivitas istirahat merupakan aktivitas yang paling tinggi dari seluruh aktivitas bajing tiga warna selama di penangkaran sebesar 68,62%. Menurut Kinnaird (1997), istirahat merupakan kegiatan hewan tanpa melakukan aktivitas apapun dan terkadang diselingi dengan merawat tubuh (grooming). Perilaku istirahat bajing tiga warna dilakukan dengan cara merenggangkan semua bagian tubuh, berdiam diri di atas kotak tidur, di sela pintu kandang, dan di atas batang bambu serta di atas palang besi segitiga yang ada di bagian atas dalam kotak tidur. Aktivitas istirahat biasanya dilakukan setelah aktivitas makan, disela-sela aktivitas makan dan aktivitas lokomosi. 0 1 2 3 4 5 6 7 Pe rs en ta se A kt iv ita s ( % ) 06.0 0 - 0 7.00 07.0 0 - 0 8.00 08.0 0 - 0 9.00 09.0 0 - 1 0.00 10.0 0 - 1 1.00 11.0 0 - 1 2.00 12.0 0 - 1 3.00 13.0 0 - 1 4.00 14.0 0 - 1 5.00 15.0 0 - 1 6.00 16.0 0 - 1 7.00 17.0 0 - 1 8.00 Waktu Pengamatan Betina Jantan A Jantan B

Gambar 12. Persentase Aktivitas Istirahat Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina

Aktivitas istirahat bajing jantan A merupakan yang tertinggi dibandingkan kedua bajing lainnya. Pada Gambar 10 diketahui tingginya aktivitas istirahat dikarenakan selama aktivitas lain berlangsung selalu diselingi dengan istirahat.

(36)

Selain itu dikarenakan sifat bajing A yang relatif pemalu sehingga bajing selalu berada di dalam kotak tidur dan tidak melakukan aktivitas lainnya. Aktivitas istirahat dibagi menjadi dua kelompok yaitu aktivitas istirahat pada siang hari (istirahat pendek) dan istirahat pada menjelang malam hari (istirahat panjang atau tidur). Menurut Pasang (1989), terdapat perbedaan kuantitas antara istirahat dalam periode tidak aktif (malam hari) dan istirahat pada periode aktif (siang hari). Aktivitas istirahat malam hari dikatakan istirahat panjang, karena hanya aktivitas tidur yang dilakukan; sedangkan siang hari, aktivitas istirahat terjadi di sela aktivitas bersuara, makan dan bergerak (lokomosi). Istirahat demikian disebut istirahat pendek. Dengan demikian istirahat yang dilakukan oleh ketiga bajing ini adalah istirahat pendek karena dilakukan pada saat bajing dalam kondisi beraktivitas di siang hari.

Aktivitas Lokomosi

Lokomosi merupakan aktivitas yang sering dilakukan selain aktivitas makan, dan beristirahat. Lokomosi terjadi saat bajing tiga warna akan melakukan aktivitas makan, minum, bermain, atau saat berpindah tempat untuk istirahat. Bajing tiga warna dapat berjalan di antara kawat-kawat pembatas kandang dengan mengandalkan cengkraman kuku-kuku kakinya.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 Pe rse nt as e A kt iv ita s (% ) 06.0 0 - 0 7.00 07.0 0 - 0 8.00 08.0 0 - 0 9.00 09.0 0 - 1 0.00 10.0 0 - 1 1.00 11.0 0 - 1 2.00 12.0 0 - 1 3.00 13.0 0 - 1 4.00 14.0 0 - 1 5.00 15.0 0 - 1 6.00 16.0 0 - 1 7.00 17.0 0 - 1 8.00 Waktu Pengamatan Betina Jantan A Jantan B

Gambar 13. Persentase Aktivitas Lokomosi Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina

Aktivitas lokomosi terkadang diiringi juga dengan bermain. Aktivitas bermain termasuk kedalam aktivitas lokomosi. Aktivitas lokomosi bajing tiga warna

(37)

adalah berjalan, sedangkan aktivitas bermain lebih seperti berlari dan melompat dengan cepat mengelilingi kandang. Ukuran kandang yang cukup luas memungkinkan untuk bajing tiga warna bebas bergerak. Persentase aktivitas lokomosi betina merupakan yang tertinggi diikuti oleh bajing jantan. Tingginya aktivitas lokomosi betina dikarenakan bajing betina memiliki sifat yang lebih aktif dibandingkan jantan.

Aktivitas Grooming

Grooming merupakan tingkah laku pada hewan untuk merawat dirinya dari ektoparasit yang melekat pada rambut di permukaan tubuh (Mitchell dan Erwin, 1987). Prosentase aktivitas grooming sebesar 4,53% dari total aktivitas harian bajing tiga warna selama di penangkaran. Aktivitas grooming betina lebih besar daripada aktivitas grooming kedua jantan.

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 Pe rse nt as e A kt iv ita s (% ) 06.0 0 - 0 7.00 07.0 0 - 0 8.00 08.0 0 - 0 9.00 09.0 0 - 1 0.00 10.0 0 - 1 1.00 11.0 0 - 1 2.00 12.0 0 - 1 3.00 13.0 0 - 1 4.00 14.0 0 - 1 5.00 15.0 0 - 1 6.00 16.0 0 - 1 7.00 17.0 0 - 1 8.00 Waktu Pengamatan Betina Jantan A Jantan B

Gambar 14. Persentase Aktivitas Grooming Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina

Aktivitas grooming biasanya dilakukan saat istirahat atau setelah makan. Grooming pada bajing tiga warna dilakukan dengan cara menjilati tangan dan jari-jari tangan yang biasanya dilakukan setelah aktivitas makan, menggaruk-garuk bagian tubuh, mengasah gigi yang dilakukan dengan mengerat kayu untuk mempertajam gigi. Aktivitas grooming tertinggi terjadi pada pagi hari pukul 08.00 – 11.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 – 17.00 WIB. Hal ini dilakukan bersamaan dengan tingginya aktivitas makan pada waktu tersebut.

(38)

Pemilihan Pakan

Hewan umumnya mempunyai sifat seleksi terhadap bahan pakan yang tersedia. Ada bahan pakan tertentu yang lebih disukai daripada pakan lainnya, karena hewan mempunyai daya seleksi yang cukup tinggi (Church, 1976). Pemberian pakan di penangkaran menggunakan sistem cafetaria feeding yaitu hewan diberi kebebasan untuk memilih pakan yang telah disediakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Leeson dan Summer (1978) bahwa cara pemberian pakan di penangkaran dilakukan dengan sistem bebas pilih (cafetaria). Pemberian pakan dengan sistem ini akan memberikan peluang bagi hewan untuk menyesuaikan konsumsi zat makanannya, terutama protein dan energi sesuai kebutuhannya. Selain itu pemilihan jenis pakan juga dapat dilihat dari banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi dan dari urutan pengambilan pakan yang dilakukan. Kadar air, warna buah, rasa, tekstur, aroma dan temperatur dapat mempengaruhi faktor pemilihan pakan.

Jenis pakan yang diberikan selama pengamatan adalah biji bunga matahari, jagung, jambu biji, kelapa, markisa, dan pepaya. Urutan pemilihan pakan bajing tiga warna selama di penangkaran seperti yang terlihat pada Tabel 1. Dari urutan pemilihan jenis pakan diketahui bahwa bajing betina lebih memilih pepaya terlebih dahulu untuk dikonsumsi dibandingkan kedua jantan yang memilih untuk mengkonsumsi jambu biji terlebih dahulu.

Tabel 1. Urutan Pemilihan Pakan Bajing Tiga Warna selama di Penangkaran

Keterangan : angka 1 sampai dengan angka 6 menunjukkan nomor urutan pemilihan pakan dari pakan yang pertama kali dipilih sampai pakan yang terakhir dipilih untuk dikonsumsi.

Pakan yang diberikan hampir sama dengan pakan bajing di alam yang berupa kacang – kacangan, biji – bijian dan buah – buahan lunak serta beberapa jenis serangga kecil (Heaney, 1978; Nowak, 1999). Jambu biji merupakan jenis pakan

Bahan Pakan Urutan Pakan yang Disukai

Total Rangking Betina Jantan A Jantan B

Biji Bunga Matahari 2,3 3,9 5,5 11,7 6

Jagung 3,7 4,3 3,6 11,6 5

Jambu Biji 3,4 2,6 2,1 8,1 1

Kelapa 5,1 2,8 2,9 10,8 3

Markisa 4,5 3,9 2,8 11,2 4

(39)

yang paling disukai bajing tiga warna. Menurut Verheij dan Coronel (1997), jambu biji merah merupakan pakan yang paling disukai karena rasanya yang manis dan mengandung serat sehingga mudah untuk dimakan. Jambu biji merah juga memiliki kadar air yang tinggi (83,3 g/100 g) dan memiliki energi yang cukup tinggi. Jambu biji merah mengandung air dan karbohidrat yang tinggi sehingga diperlukan sebagai sumber energi (Bandanaji, 2009). Sedangkan biji bunga matahari merupakan jenis pakan yang kurang disukai. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bandanaji (2009), biji bunga matahari yang disajikan dalam bentuk kering memiliki kadar energi yang tinggi sehingga dapat menurunkan konsumsi biji bunga matahari seperti yang terlihat pada Tabel 2. Biji bunga matahari mempunyai PK yang paling tinggi dibanding jenis pakan lain sehingga dapat diberikan kepada bajing untuk memenuhi kebutuhan protein dalam tubuh. Tingginya kadar air dalam bahan pakan menyebabkan kurangnya konsumsi air minum karena kebutuhan airnya sudah terpenuhi dari bahan pakan berupa buah-buahan segar.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan Penelitian Bajing Tiga Warna *)

Nama Pakan (%)BK Abu LK PK SK BETN (kal/gr)GE ---%

BK---Biji Bunga Matahari 94,19 3,23 9,58 26,55 32,39 28,26 6049,07 Jagung 23,36 3,28 7,75 16,15 1,75 71,06 4775,67 Jambu Biji 28,07 4,13 1,46 4,66 34,06 55,68 4649,11 Kelapa 17,67 3,62 17,72 15,25 30,28 33,13 7575,44 Markisa 13,78 5,10 1,91 14,87 24,19 53,93 4932,05 Pepaya **) 6,7 5,8 1,1 8,9 6,1 78,10 5426,00

Keterangan : BK = Bahan Kering, BO = Bahan Organik, LK = Lemak Kasar, PK = Protein Kasar, SK = Serat Kasar, BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dan GE = Gross Energy

Sumber : *) Bandanaji (2009)

*) dan **) Analisa di Laboratorium Pengujian Nutrisi, Pusat Penelitian Biologi – LIPI

Bajing tiga warna sangat senang menyembunyikan makanan di dalam kotak tidur atau di pojok kandang terutama jagung dan kelapa. Ini mungkin disebabkan bajing yang senang mengumpulkan makanan sebagai cadangan yang biasa dilakukan bajing pada umumnya di alam. Menurut Becker et al. (1985) dalam Hoffman (2003), bajing senang membawa pakan yang didapatnya ke dalam sarang yang ditemukan di bawah atau di lubang – lubang pepohonan. Bajing tiga warna betina

(40)

lebih suka memakan pepaya terlebih dahulu. Berbeda dengan kedua bajing jantan yang lebih suka memakan jambu biji terlebih dahulu.

Perilaku yang ditunjukkan bajing tiga warna saat pemberian pakan adalah mendekati pakan terlebih dahulu, kemudian mengendusnya dengan menggunakan hidung untuk membedakan jenis pakan yang diberikan, dan mengambil dengan kedua tangannya. Pakan yang paling disukai akan langsung dimakan, sedangkan pakan yang kurang disukai hanya dicium, digigit, dan kemudian diletakkan kembali atau hanya diambil sarinya saja. Untuk pakan jenis buah-buahan terlebih dahulu digigit dan dijilati untuk menyerap air buah, setelah itu bajing akan menyemburkan biji-bijian yang ada dalam buah. Biji bunga matahari sebelum dimakan terlebih dahulu dipegang dengan kedua tangannya, kemudian kulitnya dikelupas dengan bantuan gigi.

(41)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Aktivitas yang paling dominan dari seluruh total aktivitas harian bajing tiga warna di penangkaran adalah aktivitas istirahat sebesar 68,62 %, kemudian diikuti aktivitas lokomosi (13,34%), aktivitas makan (8,10%), aktivitas grooming (4,53%), aktivitas minum (4,05%), aktivitas defekasi (1,22%) dan yang terendah adalah aktivitas urinasi (0,15%). Tingginya aktivitas istirahat ini disebabkan saat melakukan aktivitas lainnya seperti makan, minum, defekasi, urinasi, grooming dan lokomosi selalu diselingi dengan aktivitas istirahat.

Urutan pemilihan pakan berdasarkan jenis pakan yang paling disukai adalah jambu biji, papaya, kelapa, markisa, jagung dan yang terakhir biji bunga matahari. Jambu biji dan pepaya adalah yang paling disukai oleh bajing tiga warna. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam pengelolaan bajing tiga warna di penangkaran.

Saran

Penelitian perilaku yang berhubungan dengan aktivitas makan bajing tiga warna (Callosciurus prevostii) ini sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut, terutama pada malam hari sebagai pembanding dengan perlakuan dan peubah yang berbeda mengingat masih terbatasnya informasi tentang perilaku bajing tiga warna di penangkaran.

(42)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas karunia dan nikmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Anita Sardiana Tjakradidjaja, MRur.Sc sebagai pembimbing utama dan Dr. Wartika Rosa Farida sebagai pembimbing anggota yang telah memberikan bimbingan, dorongan, waktu, nasehat, kritik dan saran selama penulis mengerjakan tugas akhir. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Ir. Lilis Khotijah, MSi sebagai pembimbing akademik yang telah memberikan nasehat dan bimbingannya, kepada Ir. Lidy Herawati, MS yang telah bersedia menjadi dosen pembahas pada seminar penulis, Ir. Hotnida CH S, Msi dan Ir. Kukuh Budi Santoto, MS selaku dosen penguji sidang skripsi serta Ir. Dwi Margi Suci, MS selaku Wakil Departemen dalam ujian sidang skripsi.

Terima kasih Penulis ucapkan kepada Pak Umar yang telah banyak membantu selama penelitian di Penangkaran Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih atas kerjasamanya kepada teman-teman satu team penelitian, yaitu Rangga dan Wardi. Terima kasih atas bantuan dan dorongannya kepada Yesi (Eci), Ai Nuri, Iswatin, Puspita, Sada, Ratna, Ulya, Eva, Galih dan Nia dini serta kepada teman – teman INTP lainnya. Dan yang terakhir Penulis ucapkan terima kasih kepada teman dan keluarga besar Penulis atas dukungannya baik moril maupun materil.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amin.

Bogor, Agustus 2009

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2007. Bajing dan tupai Borneo. http://bebsic.bekantan.net/node/7. [17 Mei 2009].

Ahmad, 1999. Markisa, Malaysia. http://www.pkukmweb.ukm.htm. [18 Januari 2009].

Alikodra, H. S. 1988. Studi biologi satwa liar di hutan Bukit Soeharto. Laporan Penelitian. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alikodra, H. S . 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid 1. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alikodra, H. S. 1993. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid II. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anggraeni, R. 2006. Perilaku yang berhubungan dengan pola makan walabi kecil (Dorcopsulus vanheurni) betina di penangkaran pada siang hari. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bandanaji, R. 2009. Analisis kebutuhan nutrien dan kecernaan pakan bajing kelapa (Callosciurus notatus) di penangkaran. Skripsi.Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bourke, D. O’D. 1976. Psidium Guajava – Guava. Dalam: R. J. Garner and S. A. Chaudri (Eds). The Propagation of Tropical Fruit Tree. New York. p. 530-553

Church, D. C. 1976. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant. Vol. 1. Digestive Physiology. 2ndEdition. Metropolitan Point. Co, Portland.

Corbet, G. B. and J. E. Hill. 1992. The mammals of the Indomalayan region. A systematic review. Natural History Museum Publications. Oxford University Press. http://www.otterspecialistgroup.org/Bulletin/Volume10/Vol10Index. html. [11 Juni 2009].

Departemen Pertanian. 2002. Fact Sheet 4: Rahasia di balik kenikmatan buah dan sayuran.http://agribisnis.DepartemenPertanian.co.id/pustaka/teknopro/Leaflet %20Teknopro%20No.%2025.html. [18 Januari 2009].

Dewayanie. 2007. Bunga matahari (sun flower). http:// dewayanie .multiply. com /journal/item/9/Bunga Matahari Sun Flower [9 April 2009]

Duckworth, J. W. and S Hedges. 2008. Callosciurus prevostii. In: IUCN 2008. IUCN Red list of threatened species. http://www.iucnredlist.org. [14 Desember 2008].

Fleagle, J. G. 1988. Primate Adaptation and Evolution. Academic Press. Harcout Brace and Company, New York.

(44)

Fraser, A. F. 1974. Farm Animal Behavior. 2ndEdition. Bailliere Tindall, London. Hafez, E. S. 1968. Adaptation of domestic animals. Lea and Febinger, Philadelphia. Hafez, E. S. 1969. The Behavior of domestic animals. 2nd Edition by The Williams

and Withins Co, Baltinore.

Heaney, L. 1978. Island area and body size of insular mammals: Evidence from the tri - colored squirrel (Calloscuirus prevostii) of Southeast Asia. Evolution, 32(1): 29-44. http://www.jstor.org/pss/2407408. [10 juni 2009].

Hoffman, H. 2003. "Callosciurus prevostii" (On-line), Animal Diversity Web. http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Callosciuru s_prevostii.html. [3 juli 2008].

Indarwati, I. 2007. Pemilihan pakan dan aktivitas makan beruang madu (Helarctos malayanus) pada siang hari di Pusat Penyelamatan Satwa Gadog, Ciawi Bogor. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kartika, R. B. 2000. Studi banding perilaku kukang (Nycticebus coucang) di dua penangkaran. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kinnaird, M. F. 1997. Sulawesi Utara: Sebuah Panduan Sejarah Alam.

GEF-Biodiversity Collection Project, Pusat Penelitian dan Pegembangan Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

Leeson, S. and J. D. Summer. 1978. Voluntary self selection by laying hens mediated through dietary self selection. Poultry Science. 19: 417.

Mahardika, Y. 2008. Pemilihan pakan dan aktivitas makan owa jawa (Hylobates moloch) pada siang hari di penangkaran Pusat Penyelamatan Satwa, Gadog – Ciawi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Martin, P. and P. Bateson. 1988. Measuring Behavior an Introduction Guide. 2nd Edition. Cambridge University Press.

Maynard, L. A. and J. K. Loosli. 1993. Animal Nutrition. 7th Edition. McGraw-Hill Publishing Co. Ltd., New Delhi.

McDonald, P., R. A. Adward, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 1995. Animal Nutrition. 5thedition. New York.

Mitchell, G. and J. Erwin. 1987. Behavior cognition and motivation: Comparative primate biology, Part B. Vol. II. Alan R Liss. New York.

Mukhtar, A. S. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tingkah Laku Satwa (Ethologi). Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan, Bogor.

Gambar

Gambar 1. Bajing tiga warna di Penangkaran
Gambar 3.  Persentase Aktivitas Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina
Gambar 4.  Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung  dengan                       Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna
Gambar 5.  Persentase Aktivitas yang Berhubungan Langsung  dengan                    Aktivitas Makan Bajing Tiga Warna Jantan dan Betina
+7

Referensi

Dokumen terkait

2 "e#8n t5!<5han te$hada e$5<ahan ete$#ediaan #5h5 lin5nan "ertumbuhan dan prduksi tanaman dipengaruhi leh 'aktr iklim termasuk

Mikrognatia adalah suatu keadaan dimana ukuran rahang yang lebih kecil dari normal dan bentuknya abnormal, dapat terjadi pada maksila atau mandibula.. Mikrognatia

Dia juga telah berhasil menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan berbagai bangsa Asing, sehingga secara internasional Aceh tidak hanya dikenal sebagai sebuah

di atas, kalimat topik atau pikiran utama paragraf terletak pada bagian

[A cikk részben az Europa ismertetését foglalja össze Toldy Ferenc A magyar költészet története cím ű munkájának német fordításáról, részben a következ ő

Dengan mengacu pada dokumen yang diterbitkan oleh enGauge 21 st century skill (NCREL & Metiri Group, 2004), dapat diketahui setidaknya terdapat 4 domain

Syukur Alhamdulillaahi rabbil ‘alamin terucap ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat-Nya sehingga dengan segala keterbatasan waktu, tenaga, pikiran dan keberuntungan

Hasil penelitian berdasarkan enam tahapan tersebut yaitu 1 Hasil tes menulis artikel opini mahasiswa menunjukkan bahwa tingkat keterampilan menulis artikel opini mahasiswa masih