IV RENCANA IMPLEMENTASI
4.1. Rencana Implementasi
Dari hasil analisis yang dilakukan di Bab 3, penulis mencoba menyusun rencana implementasi. Rencana implementasi tersebut mencakup penerapan CPFR pada Chevron Indonesia Company. Langkah penerapan terdiri dari lima langkah, yaitu:
1. Evaluasi kondisi saat ini
2. Tentukan ruang lingkup dan sasaran 3. Persiapan untuk kolaborasi
4. Pelaksanaan
5. Evaluasi hasil dan menentukan langkah berikutnya
Untuk penjabaran lebih lanjut mengenai rencana implentasi CPFR tersebut dapat melihat Tabel 4.1 di bawah ini.
Tabel 4.1. Road Map penerapan CPFR
Urutan Aktivitas Keterangan Penilaian keberhasilan • Memberikan penjelasan tentang keuntungan
CPFR (meningkatkan akurasi forecast, penurunan jumlah inventory
• Mempelajari sistem yang sudah ada • Harapan perusahaan terhadap penerapan
CPFR
• Pengaruhnya terhadap organisasi • Ruang lingkup CPFR Langkah 1 Evaluasi kondisi saat ini
• Apakah pemasok dapat dipercaya
• Apakah pemasok memiliki komitmen dan sumber daya untuk menerapkan CPFR • Apakah pemasok memiliki pengalaman
sebelumnya dengan CPFR
• Semua aspek diidentifikasi dengan jelas sehingga nantinya terlihat keuntungan yang didapat dari CPFR • Pemasok lebih fleksibel
dalam menentukan dimana nantinya CPFR dilakukan Langkah 2 Tentukan ruang lingkup dan sasaran
• Komitmen dari pemasok
• Menentukan tugas dan tanggung jawab dari masing masing pihak
• Pemilihan barang stok yang akan di
Semua pihak yang terlibat mengerti tugas dan tanggung jawab dalam penerapan CPFR
simulasikan CPFR
• Penentuan lokasi kegiatan (gudang dan pertemuan)
• Membuat metrik KPI
• Jenis barang dan lokasi untuk kolaborasi telah ditentukan dan pelaksana
Tabel 4.1. Roadmap penerapan CPFR (lanjutan)
Urutan Aktivitas Keterangan Penilaian keberhasilan • pengurangan jumlah
inventory dan stock out telah dibuat
• Kejelasan sumber data untuk Forecast
• Pemberian training CPFR dan penjadualan pertemuan pihak yang terkait Langkah 3 Persiapan untuk kolaborasi
• User, Inventory Control, Buyer dan pemasok sudah mendapatkan training
• Jumlah kebutuhan awal dan besarnya order telah serta lokasi pengiriman telah disetujui bersama Langkah
4
Pelaksanaan • Kolaborasi Forecast
• Kolaborasi dalam penggunaan teknologi • Koloborasi dalam review meeting
• Partisipasi semua pihak selama 4 kuartal (satu tahun)
• Semua masalah dan masukkan selama pertemuan/kolaborasi
dicatat dan di review bersama
• Penentuan penggunaan alat bantu koordinasi (berupa sistem IT )
• Hasil dari review meeting di laksanakan (review forecast)
• Managemen CICO meriview hasil yang dicapai dalam penerapan CPFR Langkah 5 Evaluasi hasil dan menentukan langkah berikutnya
• Evaluasi KPI metrik
• Evaluasi bisnis proses dalam hal forecasting • Evaluasi teknologi yang dipakai (JDE dan
ARIBA)
• Penentuan langkah berikutnya, tetap melaksanakan CPFR atau tidak
• Semua pihak yang terlibat menghadiri review meeting • Manajemen IBU menyetujui langkah berikutnya yang dilakukan.
• Hasil dari semua kegiatan CPFR dibuat reportnya dan disosialisasikan ke semua pihak. • Senior manajer memberikan rekomendasi untuk langkah berikutnya.
Dari hasil analisis solusi pada bab tiga, maka penulis mencoba menyusun rencana implementasi dengan mengkaji kesiapan CICO dan pemasok untuk beralih dari kondisi yang ada saat ini ke kondisi sesuai dengan solusi. Penulis mencoba mengkaji kesiapan dari masing-masing pihak, dalam hal ini user, Procurement dan pemasok untuk menerapkan solusi.
Tabel 4.2. Keadaan User, Procurement dan pemasok
User Procurement Pemasok
Sumber Daya Manusia
Masih perlu pengkajian ulang, terutama untuk
pemasok lokal.
Infrastruktur IT
Masih perlu pengkajian mengenai tingkat keamanan jaringan Sistem yang dipakai
saat ini
Tahap awal pengenalan sistem JDE dan ARIBA
Forecasting
Masih perlu pengkajian berkaitan dengan
kemampuan forecasting Memerlukan jadual pertemuan
yang tepat karena kesibukan di lapangan
Siap untuk melakukan kolaborasi
Masih perlu pengkajian berkaitan dengan kemampuan SDM
Networking
Meningkatkan informasi mengenai barang-barang yang dipakai (baik informasi manual dari perusahaan-perusahaan
atau pemasok) sehingga memiliki alternatif-alternatif
barang
Peningkatan hubungan dengan pemasok nasional
dan internasional, serta pihak manufaktur untuk mendapatkan harga yang lebih baik dan kinerja yang
terjamin
Pemasok rata-rata pemain lama yang memiliki jaringan luas
dan ada juga agen tunggal
Kesiapan Gudang
-Perlu pengkajian dalam hal kapasitas gudang. Tetapi
secara umum siap menerapkan sistem baru
Masih perlu pengkajian ulang. Dalam tahap pemantapan sistem baru, karena baru
mengimplementasikan JDE dan ARIBA
Perlu adanya pengenalan metode forecasting dan bagaimana membuat forecasting
Koordinasi
Mekanisme koordinasi yang belum berjalan efektif. Information sharing belum maksimal
Aspek Keadaan/ Kesiapan
SDM dengan rata-rata lulusan S1, masih muda, maka CICO siap menerapkan CPFR. Tetapi mungkin untuk pihak procurement masih perlu penjelasan pembagian tugas dan
wewenang.
Infrastruktur IT yang mendukung CPRF yaitu akses internet tanpa batas dengan kecepatan tinggi dengan jaringan yang
aman
Dari tabel di atas, aspek yang harus ditingkatkan oleh User dan procurement adalah
Untuk menerapkan langkah-langkah kolaborasi CPFR di atas, penulis memperkirakan kebutuhan waktu sekitar 3 sampai 4 tahun untuk dapat berjalan dengan lancar. Diagram waktu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.1 Waktu pelaksanaan kolaborasi
Pada tahap awal persiapan, diperlukan waktu dua tahun untuk CICO dan Pemasok untuk melakukan langkah pertama, kedua dan ketiga. Beberapa hal yang perlu dipersiapkan antara lain bentuk kerja sama, mempersiapkan infrastruktur dan sistem IT, kebijakan pendukung dan sumber daya manusia (Langkah 1,2,3).
Kemudian tahap kedua adalah langkah keempat, yaitu penerapan tahan awal dari CPFR. Pada tahap ini, CPFR mulai dilaksanakan. Semua pihak bekerja dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan CPFR. Penerapan tahap awal membutuhkan waktu lebih kurang satu tahun.
Tahap akhir adalah langkah kelima, yaitu koreksi dan pemantapan. Pada tahap ini, apabila ada permasalahan dalam tahap awal penerapan akan dibahas disini. Semua persoalan akan dicari jalan keluarnya. Apabila semua persoalan dapat diatasi, maka proses pemantapan pelaksanaan CPFR dilaksanakan.
Langkah 1,2,3
Persiapan SDM, Infrastruktur IT dan Sistem IT,serta kebijakan pendukung (CICO dan Pemasok) Langkah 4 Penerapan tahan awal CPFR Langkah 5 Koreksi dan pemantapan CPFR 1 2 3 4 Tahun K e g i a t a n
Tabel 4.3. Langkah Penerapan
No Masalah Solusi Langkah Penerapan
a. Pembuatan SOP 1. Tentukan tujuan atau alasan dalam membuat forecast
2. Kumpulkan dan analisis data masa lalu
3. Tentukan Forecast model yang cocok 4. Evaluasi faktor internal
5. Evaluasi faktor eksternal
b. Training
1.) Memberikan training forecasting ke inventory control, User, dan pemasok serta pihak-pihak yang berkepentingan 2.) Evaluasi periodik untuk kegiatan forecasting yang dilakukan oleh Inventory control
c. Pemanfaatan Teknologi
1.) Menambahkan sistem forecasting kedalam sistem yang telah ada. Sistem dapat berupa excel yang membantu inventory control untuk menentukan nilai ROP,ROQ dan SS
2.) Sosialisasi sistem forecasting ke User, Inventory Control, Procurement, pemasok sehingga semua pihak dapat menggunakan, memonitor dan membantu jalannya forecasting
d. Mekanisme koordinasi
1.) Pembuatan form baru yang lebih rinci untuk usage plan. Form baru tersebut lebih terperinci dalam hal waktu penggunaan dan jumlah penggunaan. 2.) Mengadakan review meeting secara teratur per kuartal antara inventory control dengan user
3.) Review meeting dapat dilakukan di lapangan untuk menghemat waktu user dan mendapatkan informasi yang lebih akurat 1 Tingkat akurasi Foecasting a. Melakukan seleksi pemasok
Kriteria yang harus dipenuhi oleh pemasok
a. Kemampuan untuk berbagi informasi
b. Kontrak yang fleksible
c. Keinginan untuk berbagi informasi 2 Koordinasi
d. Kesiapan untuk melakukan kerjasama untuk CPFR
b. Pembuatan kontrak
Menggunakan mekanisme kontrak yang baru, dimana mengatur:
• Pembelian minimum
• Kolaborasi Estimasi nilai kontrak antara user, inventory control dan pemasok
Tabel 4.3. Langkah Penerapan (lanjutan)
No Masalah Solusi Langkah Penerapan c. Order management a.) Melengkapi informasi barang di
katalog sehingga mempercepat proses pengorderan barang
b.) Standarisasi pengkodean barang yang dapat diterima semua sistem
c.) Pemberian akses ke katalog bagi pemasok untuk pengecekan kode dan informasi barang
d.) Pemberian akses ke inventory bagi pemasok untuk melihat kondisi stok di gudang
d. Bekerjasama dalam perencanaan kerja
a.) Membuat rencana kerja antara inventory control dengan pemasok untuk proses pengisian ulang stok
b.) Membuat Key Performance Indicator (KPI) antara pemasok dengan
procurement berupa Service Level (SL)
c.) Secara berkelanjutan berkerjasama antara user, inventory control dan pemasok untuk mengurangi lead time, jumlah inventory, dan meningkatkan kualitas pelayanan
e. Pengembangan kerjasama
a.) Peningkatan kepercayaan CICO terhadap pemasok dengan cara bertemu muka, mengunjungi pemasok,
mengaudit kinerja pemasok.
b.) Memberikan rasa aman kepada pemasok dengan cara pembayaran tepat waktu, 2 Koordinasi
c.) Membicarakan semua persoalan yang berkaitan dengan supply chain secara terbuka dan adil
4.2. Kebutuhan Sumber Daya
Sumber daya yang perlu dipersiapkan dalam penerapan CPFR adalah
1. Sumber daya manusia.
Sumber daya manusia disini meliputi pegawai untuk User, Inventory Control, dan Procurement. Untuk jumlah pegawai, penulis melihat tidak perlu penambahan pegawai baru. Dengan jumlah pegawai yang ada, penulis mengusulkan adanya pembagian kerja yang lebih jelas. Sabagian tugas
Inventory Control akan dibantu oleh pemasok dalam hal forecast dan replenishment (lihat Tabel 4.3).
2. Infrastruktur Information Technology (IT).
Untuk infrastruktur IT, CICO telah memiliki pondasi yang kuat. Permasalahannya ada pada pemasok. Kesiapan pemasok dalam hal infrastruktur perlu dipersiapkan lebih matang.
3. Sistem IT
Untuk pelaksanaan CPFR, penulis menilai bahwa sistem JDE dan ARIBA bisa dipakai dalam penerapan CPFR di internal CICO. Sedangkan untuk pemasok, perlu adanya sistem yang dapat berhubungan dengan sistem JDE dan ARIBA sehingga pertukaran informasi dapat dilakukan.
4. Kebijakan dan Peraturan
Kebijakan dan peraturan mengenai inventory management perlu di review kembali. Terutama menyangkut masalah hubungan dengan pemasok. Karena pada sistem CPFR, pemasok akan terlibat lebih banyak dalam hal perencanaan, forecast, dan replenishment.
5. Keuangan
Untuk masalaha keuangan, pada tahap awal lebih kepada pemberian training ke pihak terkait. Selain itu, dari sisi pemasok persiapan infrastruktur dan sistem IT juga memerlukan dana yang tidak sedikit. Pada tahap awal, kebutuhan dana mungkin belum begitu besar. Tetapi pada saat proses perubahan sistem, biasanya kebutuhan dana yang tidak terduga dapat terjadi. Semua pihak harus bisa meminimalisasi kebutuhan yang tidak terduga dengan cara perencanaan yang matang.
Tabel 4.4. Kebutuhan sumber daya
No Aspek Rencana implementasi Kebutuhan sumber daya 1 Persiapan • Pemisahan order/procurement
proses untuk kebutuhan rutin dan kebutuhan untuk proyek.
• Kebutuhan rutin harus di cover dengan Blanked Order Contract. • Adanya komitment dari manajemen
IBU untuk melakukan CPFR • Training untuk Inventory Control,
User dan pemasok
• Keterlibatan pemasok ditingkatkan untuk mewujudkan komitmen pemasok dalam mendukung visi dan misi CICO.
• Penjelasan ke semua pihak mengenai tanggung jawab dalam melaksanakan CPFR
• Human resource dari CICO (user, inventory control, procurement) dan pemasok.
• Infrastruktur IT dan sistem IT
2. Penerapan tahan awal CPFR
• Forecasting melibatkan semua pihak seperti user, inventory control, procurement dan pemasok
• Proses pemilihan pemasok berdasarkan kinerja yang terbaik
• Human resource dari CICO (user, inventory control, procurement) dan pemasok.
• Infrastruktur IT dan sistem IT 3. Koreksi dan
pemantapan CPFR
• Koreksi dari semua kegiatan CPFR • Pemecahan setiap permasalahan
yang dihadapi selama
• Human resource dari CICO (user, inventory control, procurement) dan pemasok.
• Infrastruktur IT dan sistem IT
Untuk kesuksesan CPFR ini diterapkan di CICO dan pemasoknya, maka diperlukan kerja sama semua pihak. Kedisiplinan dalam melakukan tanggung jawab, seperti review meeting, kepercayaan terhadap rekan kerja, komitmen yang kuat, dan usaha untuk perbaikan terus-menerus harus terus dilakukan oleh semua pihak.
4.3. Manajemen Risiko
Dari penjelasan solusi bisnis dan rencana implementasi, penulis mencoba melakukan analisis manajemen risiko terhadap solusi yang diambil. Untuk sasaran dan risiko yang mungkin terjadi dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Tabel Sasaran dan Risiko
No Sasaran Risiko
1 Keuangan o Kurangnya dana untuk pelaksanaan Program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok.
o Tidak tersedianya dana untuk pelaksanaan program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok.
2 Information Technology o Adanya kerusakan dalam hal infrastruktur IT
3 Supply o Ketidaksiapan pemasok untuk memenuhi
permintaan/order.
4 SDM o Koordinasi karyawan dalam inventory
management tidak berjalan lancar o Motivasi karyawan turun
5 External Environment o Regulasi yang tidak memihak
o Kondisi politik dan sosial yang tidak stabil
Penetapan Level Risiko 4 Tingkat Risiko Ekstrim E Risiko Tinggi T Risiko Moderat M Risiko Rendah R
Level Risiko = diukur dari kemungkinan dan akibat
Gambar 4.2. Level Risiko 4 Tingkat
Kriteria Kuantitatif dan Kualitatif dari Akibat
Tabel 4.6. Kriteria Kuantitatif dan Kualitatif dari akibat Rating Akibat Kualitatif (% deviasi atas target) Kualitatif
1. Tidak Berat s.d 5% CPFR masih bisa dilakukan 2. Agak Berat > 5% s.d 10% Information sharing masih
belum berjalan dengan baik 3. Berat > 10% s.d 15% Kualitas pelayanan menurun 4. Sangat Berat > 15% s.d 20% Penerapan CPFR terhambat 5. Malapetaka > 20% Kegiatan operasional
Kriteria Kuantitatif Kemungkinan
Tabel 4.7. Kriteria Kuantitatif kemungkinan Rating kemungkinan I Sangat besar > 80% II Besar > 60% s.d 80% III Sedang > 40% s.d 60% IV Kecil > 20% s.d 40% V Sangat Kecil s.d 20%
Kriteria Kualitatif Kemungkinan
Tabel 4.8. Kriteria Kualitatif kemungkinan Rating Kemungkinan
I Sangat Besar Dipastikan sangat mungkin terjadi II Besar Kemungkinan besar dapat terjadi
III Sedang Sama kemungkinannya antara terjadi atau tidak terjadi IV Kecil Kemungkinan kecil dapat terjadi
V Sangat kecil Dipastikan sangat tidak mungkin terjadi
Matriks Analisis Risiko untuk Menentukan Level Risiko
Tabel 4.9. Matriks Analisis Risiko dan Level Risiko Rating Akibat Rating Kemungkinan Tidak berat 1 Agak Berat 2 Berat 3 Sangat Berat 4 Malapetaka 5 I. Sangat Besar T T E E E II. Besar M T T E E III. Sedang R M T E E IV. Kecil R R M T E V. Sangat Kecil R R M T T
Penggabungan dari hasil Risk Assessment dan Matriks Probabilitas – Dampak akan menghasilkan tingkatan atau level dari risiko yang masing-masing risiko tersebut akan diberikan penanganan yang berbeda sesuai tingkatan dan prioritasnya.
Tabel 4.10. Tabel Risiko dan Prioritas Risiko
No
Peristiwa Akibat Kemungkinan
Faktor positif yang ada Rating Akibat Rating
Kemungkinan Risiko Level Prioritas 1 Kurangnya dana
untuk pelaksanaan Program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok. Program berjalan tidak lancar Sama kemungkinann nya terjadi dan tidak terjadi
Pinjaman 4 III E 2
2 Tidak tersedianya dana untuk pelaksanaan program
CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok. Program terhenti Sama kemungkinann nya terjadi dan tidak terjadi Pinjaman 4 III E 4 3 Adanya kerusakan dalam hal infrastruktur IT Penurunan Kualitas Pelayanan Kemungkinan kecil dapat terjadi Asuransi 3 IV M 2 4 Ketidaksiapan pemasok untuk memenuhi permintaan/order Penurunan Kualitas Pelayanan Sama kemungkinann nya terjadi dan tidak terjadi Alternatif pemasok dan barang 4 II E 2 5 Koordinasi karyawan dalam inventory management tidak berjalan lancar Penurunan Kualitas Pelayanan Sama kemungkinann nya terjadi dan tidak terjadi Pelatihan dan kebijakan 3 III T 1 6 Motivasi karyawan turun Penurunan Kualitas Pelayanan Kemungkinan kecil dapat terjadi Kebijakan reward dan punishment 2 V R 3 7 Regulasi yang tidak memihak Tidak kompetitif Sama kemungkinann nya terjadi dan tidak terjadi Mulai tercipta iklim usaha yang baik 3 IV M 4 8 Kondisi politik dan sosial yang tidak stabil Program berjalan tidak lancar Sama kemungkinann nya terjadi dan tidak terjadi Kondisi saat ini yang stabil 3 III T 4
Penanganan dari masing-masing risiko tergantung dari jenis risikonya sendiri yang bisa dikelompokkan menjadi berikut:
1. Risiko yang bisa dihindari
2. Risiko yang bisa dikurangi kemungkinannya 3. Risiko yang bisa dikurangi akibatnya
Tabel 4.11. Opsi keputusan dan Penanganan Risiko Risiko
No
Peristiwa Akibat Kemungkinan
Opsi yang dipilih
Penanganan
1 Kurangnya dana untuk pelaksanaan Program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok. Program berjalan tidak lancar Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi
Dihindari Negosiasi dengan manajemen
2 Tidak tersedianya dana untuk pelaksanaan program CPFR, baik dari pihak CICO maupun pemasok.
Program terhenti Sama
kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi
Dihindari Negosiasi dengan manajemen
3 Adanya kerusakan dalam hal infrastruktur IT Penurunan Kualitas Pelayanan Kemungkinan kecil dapat terjadi Dikurangi akibat Asuransi 4 Ketidaksiapan pemasok untuk memenuhi permintaan/order Penurunan Kualitas Pelayanan Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi
Dihindari Penyeleksian pemasok yang lebih ketat dan
menjalin kerjasama yang lebih baik 5 Koordinasi karyawan dalam inventory management tidak berjalan lancar Penurunan Kualitas Pelayanan Sama kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi Dihindari Pendekatan persuasif, pelatihan dan kebijakan 6 Motivasi karyawan turun Penurunan Kualitas Pelayanan Kemungkinan kecil dapat terjadi Dikurangi akibatnya Menciptakan lingkungan kerja yang baik
7 Regulasi yang tidak memihak
Tidak kompetitif
Sama
kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi Dikurangi akibatnya Hubungan yang baik dengan pemerintah dan pembuat regulasi
8 Kondisi politik dan sosial yang tidak stabil
Program berjalan tidak lancar
Sama
kemungkinannnya terjadi dan tidak terjadi Dikurangi akibatnya Penyusunan langkah-langkah antisipasi terkait kondisi sosial dan politik
4.4. Usulan untuk riset berikutnya
Pada proyek akhir ini, penulis melihat masih banyak objek permasalahan dalam
inventory management yang bisa diangkat untuk dijadikan usulan riset selanjutnya.
Objek permasalahan tersebut di antaranya:
a. Benefit Cost analysis untuk CPFR dan VMI.
pada awal persiapan (seperti pemberian training, persiapan sistem IT dan infrastrukturnya dan lain-lain), pada tahap implementasi (yaitu biaya Change
management) dan juga pada tahap akhir pemantapan dan koreksi sistem. Dari benefit cost analysis ini CICO akan dapat membandingkan biaya antara
sistem yang dijalankan sekarang dengan biaya penerapan sistem baru (CPFR atau VMI). Informasi perbandingan biaya ini menjadi dasar keputusan bagi CICO untuk memilih mekanisme koordinasi mana yang dapat diterapkan.
b. Kajian mengenai kesiapan infrastruktur Information Technology (IT) dan transpotasi dalam penerapan CPFR dan VMI.
Untuk menerapkan CPFR dan VMI diperlukan dukungan dari pihak-pihak terkait, diantaranya adalah infrastruktur IT dan transportasi. Infrastruktur IT akan menjadi back bone dalam CPFR dan VMI. Apabila infrastruktur IT tidak kuat, maka akan menggangu kelancaran dari pelaksanaan CPFR dan VMI. Infrastruktur disini bagi dari pihak CICO maupun dari pihak pemasok. Selain itu juga masalah trasnportasi pengiriman barang dari pemasok ke
warehouse CICO. Keterbatasan transportasi di lingkungan CICO harus dikaji
lebih lanjut karena apabila CPFR dan VMI dilaksanakan, maka transportasi harus siap setiap saat untuk mengirim barang ke warehouse. Pemilihan alat transportasi yang tepat membuat pelaksanaan CPFR dan VMI lebih maksimal.
c. Kajian mengenai penerapan CPFR dan VMI untuk jenis barang stok yang tidak kritikal item dan barang non stok.
Pada proyek akhir ini, penulis hanya membahas mengenai penerapan CPFR dan VMI untuk barang-barang stok yang kritikal. Riset selanjutnya bisa melihat kemungkinan penerapan CPFR dan VMI untuk barang stok yang non kritikal dan barang non stok. Apabila CPFR dan VMI bisa diterapkan pada kedua jenis barang tersebut, maka CICO akan mendapat lebih banyak keuntungan terutama dari penurunan biaya procurement dan jumlah inventory.
d. Rasionalisasi Inventory.
dilakukan oleh CICO untuk rasionalisasi inventory yang menumpuk tersebut. Apakah mekanime penghapusan/write-off hanya satu-satunya cara untuk mengurangi inventory yang berlebih tersebut atau ada cara lain.
e. Periodic review
Penulis juga melihat adanya potensi untuk melakukan Periodic review untuk baran-barang stok. Tetapi perlu pengkajian lebih lanjut mengenai lamanya periode review, jenis barang yang bisa diterapkan, perjanjian atau kerjasama dengan pemasok, kesiapan pihak warehouse dalam hal mengupdate informasi level inventory serta kesiapan pemasok untuk mengirim barang dengan jumlah yang tidak sama (sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai
level maksimum dari inventory).
Akhir kata, penulis berharap apa yang dibahas pada proyek akhir ini dapat menjadi masukkan bagi Chevron Indonesia Company (CICO) untuk mengatasi permasalahan yang ada di Inventory Management. Hubungan bisnis yang baik dan akan bertahan lama apabila dilandasi dengan saling percaya, komitmen yang kuat dari masing-masing pihak, dan usaha untuk mendukung kesuksesan kerjasama tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
• Arshinder, Arun, Kanda & S.G. Deshmukh, 2006, ”A Coordination-Based Perspective on The Procurement Process in The Supply Chain”, International
Journal Value Chain Management, Vol.1, No.2. pp.117-138.
• BPMIGAS 2004, Peraturan 007/PTK/VI/2004 Tentang Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak Kerja Sama, Dikutip 1 Februari, 2007 dari
http://www.bpmigas.com/SOP-007-PTK-VI-2004.asp
• Chopra, Sunil & Meindl, Peter, 2005, Supply Chain Management, Second Edition, Parson Prentice Hall.
• Simchi-Levi, David, Kaminsky, Philip & Simchi-levi, Edith, 2003, Designing
& Managing The Supply Chain, Second Edition, McGraw Hill.
• Chevron, Dec 2006, Business Process Procedure (BPP) for Procurement IndoAsia.
• Unocal Indonesia Oil & Gas, 2005, Inventory Control Procedure.
• Chevron Fact Sheet, 2007, Dikutip 30 Maret, 2007 dari Http://www.chevron.com/operations/docs/indonesia.pdf • Henry, C.Co, CPFR Guideline, Dikutip 27 April, 2007 dari
1. Koordinasi dalam Supply Chain
Koordinasi dapat didefinisikan yaitu mengatur ketergantungan atau kegiatan dalam bekerja sama. Definisi tersebut tidak unik untuk definisi dalam Supply Chain, tetapi pandangan yang berbeda tentang hal tersebut di utarakan oleh beberapa penulis, seperti pada Tabel 1
Penekanan lebih kepada bagaimana mencapai koordinasi di Supply Chain dari pada mendefinisikannya di dalam konteks Supply Chain. Definisi yang bisa diterima adalah koordinasi antara anggota Supply Chain dapat dicapai ketika mereka bekerjasama untuk mengoptimalisasi dan mengontrol kinerja bersama di dalam pembuatan, distribusi, dan mendukung untuk produk akhir. Ada dua parameter yang dibutuhkan untuk koordinasi ini adalah kolaborasi dan pembagian informasi dengan dukungan dari teknologi informasi. Dua parameter ini berada pada bidang yang berbeda, dimana kolaborasi (menggabungkan beberapa rencana dari kegiatan promosi dan bekerjasama dalam menyamakan perkiraan untuk menentukan proses produksi dan penggantian) adalah lebih kepada proses interaksi / sosial dan pembagian informasi adalah proses teknologi.
Tabel 1. Definisi Koordinasi
Perspektif Penulis (Tahun) Definisi Keterangan
Goal Sharing NSF-IRIS (1989) Usaha dari semua pihak dalam menentukan
tujuan bersama Koordinasi
Logistic
Alliance Bowersox (1990)
Kerjasama di bidang logistic, dimana memberikan kesempatan untuk meningkatkan customer service dan pada saat yang sama juga menurunkan biaya distribusi dan operasional.
Koordinasi di operasional
logistik
Dependency Malone and
Crowston (1994) Mengatur keterkaitan / kerjasama antara pihak Teori koordinasi
Sharing resources and
rewards
Narus and Anderson (1996)
Kerjasama antar perusahaan yang saling berhubungan untuk berbagi sumber daya dan kemampuan untuk memenuhi permintaan yang tidak biasanya dari konsumen
Kooridinasi dengan kerjasama
Tabel 1. Definisi Koordinasi (lanjutan) Sharing data and behavior aspect Ramdas and Spekman (2000)
Kemampuan pemasok untuk berkerjasama dengan kantor pusat dari organisasi dan keinginannya untuk berbagi data terkait dengan cost structure dan penjadwalan logistic. Ini berhubungan dengan integritas dari pemasok kepercayaan, keinginan untuk membantu dalam mengurangi biaya, dan sejalan dengan manajemen pusat serta mendukung customer service. It manifests itself in attitude that relate
Koordinasi dengan kolaburasi dan pembagian informasi Joint decision-making Larsen et al. (2003)
Ada dua atau lebih pihak dalam Supply chain bergabung dalam perencanaan kegiatan promosi dan bekerja dengan dasar forecast yang sama, dimana kegiatan produksi dan penggantian barang berpedoman kepadanya.
Koordinasi dengan kolaborasi
(Sumber: Arshinder dan Deshmukh, 2006, p.121)
Mekanisme koordinasi adalah cara atau proses yang dirancang untuk melakukan koordinasi Ada beberapa mekanisme koordinasi yang digunakan dalam organisasi, yaitu
Tabel 2. Mekanisme koordinasi
Nomor Mekanisme koordinasi Definisi
CM1 Mutual adjustment Koordinasi dengan proses sederhana dari informal komunikasi
CM2
Direct supervision Koordinasi dengan memiliki satu orang yang mengeluarkan order atau instruksi kepada beberapa orang lainnya yang bekerja di bawahnya
CM3 Standardisation of plan Koordinasi melalui jadwal yang ada dimana kegiatan organisasi itu dilakukan
CM4 Standardisation of work processes
Koordinasi dengan menspesifikasikan proses kerja dari orang-orang yang melakukan tugas yang saling berkaitan
CM5 Standardisation of output Koordinasi dengan hasil kerja yang spesifik
CM6 Standardisation of skill and knowledge
Koordinasi kerja dengan jenis pelatihan yang telah didapat oleh pekerja
CM7
Standardisation of norms Koordinasi dengan mengontrol norma dari kegiatan, biasanya untuk semua organisasi, dimana pekerjaan setiap orang bertolak
Berbagai macam konsep dan model analisis telah dikemukakan berkenaan dengan koordinasi dari Supply Chain. Model konseptual seperti kolaborasi dari perencanaan, peramalan dan isi ulang (Collaborative Planning Forecasting and Replenishment /
CPFR), Supply Chain Operations Reference (SCOR), dan Multiagent-based system
telah mendiskusikan kompleksitas dari supply chain dengan diikuti oleh mengintegrasikan supply chain tersebut.
Ada beberapa isu dan mekanisme dari koordinasi yang berhubungan dengan beberapa model analitis. Model-model ini membatasi untuk pemecahan masalah koordinasi hanya pada satu aspek dari supply chain dan dibahas terpisah. Koordinasi dapat dicapai dengan adanya kontrak yang meningkatkan profit dari supply chain dan membagi resiko kepada rekanan dari supply chain. Koordinasi dengan kontrak dapat dilakukan dengan pengusulan kontrak buy-back, kontrak bagi hasil, fleksibilitas dari jumlah, dan kontrak jangka panjang. Koordinasi yang didapat dari kontrak akan memberikan insentif kepada semua anggota dari supply chain dan meningkatkan
service level.
Kinerja dari supply chain dapat ditingkatkan ketika pihak-pihak yang terkait dapat berbagi informasi yang berhubungan dengan permintaan, pesanan, inventory dan POS data di antara mereka. Informasi permintaan yang tepat atau komitmen yang kuat dari konsumen dapat membantu mengurangi biaya inventory dengan adanya penawaran harga diskon dan informasi ini dapat berpengaruh pada lead time dan
inventory.
Dengan perkembangan teknologi informasi, seperti internet, EDI (Electronic Data Interchange, ERP (Enterprise Resource Planning) dan e-business dapat membantu perusahaan untuk berbagi produk, informasi dan keuangan, serta memanfaatkan metode kolaborasi untuk mengoptimalisasikan supply chain operation. Dengan teknologi ini maka kita bisa menangkap data dari penjualan (POS / Point of Sales) dan menyediakan data yang real-time untuk semua pihak yang terkait dalam supply
chain. Dengan cara tersebut, maka pihak inventory dapat menggunakan informasi
2. Kolaborasi di supply chain
Kolaborasi dalam management supply chain lebih kepada pertukaran informasi antara pemasok dan pembeli serta termasuk taktikal pengambilan keputusan bersama dalam hal kolaborasi perencanaan, perkiraan akan datang, distribusi dan design produk. Kolaborasi dalam managemen supply chain di desain untuk mendukung pertukaran informasi dan kolaborasi dalam perencanaan akan dapat mengurangi informasi yang tidak sesuai dalam supply chain, dimana dapat menyebabkan
bullwhip effect serta kelebihan dari inventory.
Walaupun demikian dalam sebuah literatur disebutkan bahwa koordinasi dapat meningkatkan kinerja supply chain, dan juga, tidak selalu menguntungkan untuk mengkoordinasikan semua pihak yang terkait dalam supply chain. Biaya yang tinggi pada mengabungkan sistem informasi organisasi dan pembagian informasi dalam kondisi operasional organisasi yang berbeda dapat memberatkan beberapa pihak dalam supply chain. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyelidiki kondisi yang bagaimana kolaborasi dari supply chain dapat menguntungkan, sehingga tidak menimbulkan biaya yang tinggi dalam supply chain dan juga menghindari adanya informasi yang tidak tepat.
3. Procurement atau model manajemen Supply
Proses Procurement sudah lama di anggap sebagai kelemahan fungsi dari organisasi. Ini di dukung dengan fakta bahwa 60% dari cost of good sold di peruntukkan untuk proses Procurement (Sumber: Arshender, Arunkanda dan S.G. Deshkumkh, 2006, p 123), jadi ini merupakan potensial yang besar dalam hal pengurangan biaya. Jika diatur dengan benar, maka proses ini akan membuat organisasi menjadi sukses.
a. Electronic Data Interchange (EDI)
Merupakan awal dari teknologi yang memulai pergerakan untuk menghubungkan perusahaan. Defininya adalah spesifikasi khusus untuk pertukaran dokumen standar
mentransfer informasi (dapat melalui pihak ketiga) antar organisasi yang berbeda. Keuntungan dari EDI adalah dapat mengurangi
• Error pada saat mengirim data • Kegiatan administrasi
• Investasi di inventory
• EDI juga dapat meningkatkan fleksibilitas dalam merespon perubahan yang cepat dari permintaan konsumen
b. Efficient Consumer Response (ECR)
ECR merupakan inisiatif untuk mengurangi perubahan dan ketidakpastian. Ide dari ECR adalah penambahan dalam reenginering dalam proses manajemen order. Ini juga termasuk pembagian data penjualan di antara pihak terkait dalam supply chain, mempermudah dalam hal pergantian kembali, dalam perencanaan, perkenalan produk, dan promosi melalui media teknologi serta proses bisnis.
Continuous Replenishment Process (CRP)
Data transaksi pembelian diteruskan dengan komputer ke pemasok sehingga memperbolehkan mereka untuk melakukan penggantian dan melakukan just in time. In CRP, penggantian produk bedasarkan data aktual dan perkiraan dari permintaan. Dalam CRP, proses dimulai dengan menerima laporan keadaan stok harian melalui repot EDI. Data ini dianalisis, evaluasi, diisi dan di proses untuk ramalan dan proposal order. Tujuan dari sistem adalah mengurangi biaya dan memungkinkan efisiensi dalam sistem respon terhadap konsumen dan menambah nilai ke konsumen.
c. Vendor-Managed Inventory (VMI)
Strategi supply chain ini dimana pemasok diberi tanggungjawab untuk mengatur
inventory dari perusahaan. Pemasok memiliki akses ke inventory pabrik dan
bertanggung jawab untuk mengeluarkan order permintaan. Pemasok mendapatkan data elektronik (melalui internet atau EDI) yang menginformasikan seberapa banyak
• Keterbukaan dalam inventory pabrik mempermudah dalam melakukan peramalan
• Mengurangi biaya order
• Mengurangi biaya perencanaan dan order
• Secara keseluruhan dapat meningkatkan service level dengan memiliki produk yang tepat pada waktu yang tepat pula.
d. Collaborative Planning, Forecasting and Replenishment (CPFR)
CPFR adalah model proses bisnis yang digunakan oleh mitra dari supply chain untuk mengkoordinasikan rencana dalam hal mengurangi variasi antara suplai dan permintaan. CPFR merupakan model bisnis dimana perusahaan dapat mengoptimalkan kegiatan supply chain nya, seperti VMI, dengan memanfaatkan internet dan EDI untuk mengurangi inventory dan biaya serta meningkatkan pelayanan ke konsumen.
Tabel 3. Jenis koordinasi Koordinasi
Performance
Measurement EDI ECR CRP VMI CPRF
Response time Lebih cepat Lebih cepat
Inventory Berkurang Berkurang Berkurang Berkurang
Cost Berkurang Berkurang
Flexibility Bertambah
Bullwhip effect Berkurang Berkurang Berkurang Berkurang
Order fulfillment rate Lebih baik Terbaik Terbaik
(Sumber: Arshinder dan Deshmukh,, 2006, p.130)
Dari beberapa alternatif di atas, maka penulis memutuskan untuk memilih menerapkan Collaboration Planning Forecasting and Replenishment (CFPR) untuk membantu Chevron Indonesia Company (CICO) dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi saat ini.
a. Pemilihan dan pengembangan pemasok
Pemilihan pemasok merupakan salah satu kunci keberhasilan dari inventory management. Pemasok dengan kinerja yang baik dalam hal kualitas barang yang sesuai permintaan, pengiriman tepat waktu, contract person yang jelas,
customer service yang siap membantu, kemampuan dan keinginan untuk
berbagi informasi, kontrak yang fleksibel serta kesiapan dalam bekerja sama untuk membuat keputusan merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi. Karena kesiapan pemasok juga menentukan keberhasilan dalam penerapan CPFR nantinya. Apabila salah satu syarat tidak terpenuhi, maka CPFR tidak bisa berjalan dengan lancar.
b. Kontrak
Dengan adanya kontrak yang lebih baik, dimana menguntungkan bagi kedua belah pihak, maka pelaksanaan CPFR dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya penerapan target-target bersama, seperti penurunan jumlah inventory, maka kegiatan inventory control pun dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien. Terlebih lagi dengan adanya reward/penghargaan apabila target tersebut tercapai. Selain itu, dengan adanya kontrak yang pasti dan mengikat, maka pemasok pun dapat mempersiapkan diri untuk memenuhi kontrak tersebut. Pemasok juga dapat melakukan koordinasi baik secara horizontal, yaitu antar pemasok, dan secara vertikal, yaitu dengan manufaktur, sehingga menjamin adanya ketersediaan barang.
c. Manjemen order
Dengan adanya internet dan sistem IT yang canggih, seperti ARIBA dan JDE yang dimiliki CICO, maka manajemen order dapat dilakukan dengan waktu lebih singkat dan juga penghematan biaya operasi. Selain itu juga, dengan adanya sistem IT tersebut, maka tingkat kesalahan dapat diminimalisasi. Koordinasi yang dilakukan user, baik secara horizontal dengan sesama user maupun secara vertical dengan atasan, dapat berjalan lebih baik karena semua pihak dapat mengakses sistem dan dapat memberikan masukkan/usul dan perbaikan apabila ada kesalahan.
kolaborasi yang dilakukan antara user, inventory control, procurement dan pemasok adalah dalam bentuk CFPR. Semakin banyak pihak yang terlibat dalam pembuatan forecast semakin banyak pula informasi yang didapat berkaitan dengan estimasi kebutuhan. Forecast menjadi pedoman bagi kegiatan-kegiatan lain, seperti kegiatan perawatan mesin, perbaikan fasilitas, kegiatan projek dan lain-lain. Inventory dapat di rencananakan lebih efisien dengan bantuan forecast. Adanya satu keputusan bersama dalam hal pengisian ulang akan membuat lead time menjadi lebih pendek serta biaya dapat dikurangi.
e. Pengembangan hubungan
Salah satu dampak dari kolaborasi dan pembagain informasi adalah terjalinnya satu hubungan yang baik dengan semua pihak. Parameter utama dari itu semua adalah kerjasama, komitmen, keinginan berkoordinasi, pandangan yang sama dalam mencapai tujuan, kepercayaan dan tingkah laku. Kepercayaan dapat didefinisikan sebagai kemauan untuk menerima resiko dari kegiatan dan percaya terhadap rekan kerja. Kepercayaan ini timbul karena kredibiltas dari rekan kerja itu sendiri. Kredibilitas itu ditunjang oleh kejujuran, kebajikan, keinginan membantu, rasa tanggung jawab, dan kemampuan berkompetisi.
Supplier Management Supply Contracts Order Management Joint Operation Planning Relationship Development Coordination capability Supplier selection Willingness to coordinate Type of contract Contracts Information Sharing Coordination Enablers Horizontal Coordination With other supplier Joint Decision-making Information System Profit achieved Parameters mentioned in contract Traditional parameters Parameter related to coordination Mode of communication Collaborative Forecasting Collaborative replenishment Point of sales information Sharing forecasted data and demand Coordination enablers Information sharing regarding inventory, capacity, production schedule, advance demand information and design collaboration (3PL) Trust Commitment Cooperation Type of information system Information about of orders Compatible information system to
achieve vertical and horizontal coordination Sharing risks and rewards Supplier Development Design Collaboration Providing assistance in improving the supply performance Coordination Procurement Diagram
Gambar 1. C Procurement Model
(Sumber: Arshinder dan Deshmukh,, 2006, p. 134 )
4. Forecast
Jika kita ingin menyediakan barang sesuai dengan waktu yang diinginkan konsumen maka kita juga harus memiliki prediksi mengenai kebutuhan akan barang tersebut sehingga total lead time dapat dikurangi.
Prediksi atau proses forecasting merupakan dasar bagi stabilitas bisnis. Hal tersebut menjadi blueprint dimana semua kegiatan mengacu kepadanya. Demand
Forecasting tidak bisa berdasarkan data penggunaan masa lalu saja. Karena data
penggunaan masa lalu tidak menampilkan adanya back order, dimana permintaan konsumen tidak dapat terpenuhi.
Di dalam menyusun Forecast, sangatlah penting jika semua pihak yang terkait mengetahui tujuan dari forecast tersebut. Dengan begitu maka operating level dan
inventory dapat lebih optimal dalam prakteknya. Forecast tidak dibuat untuk
kepentingan politik atau membuat orang lain merasa nyaman. Forecast dibuat untuk karena adanya kebutuhan untuk memprediksi sedekat mungkin dengan apa yang akan terjadi kemudian hari. Dengan seperti itu maka keputusan manajemen dapat tercipta.
Karakteristik dari Forecast adalah
1. Forecast selalu salah, dimana di dalamnya ada expected value dari forecast dan juga pengukuran tingkat kesalahan dari forecast. Tingkat kesalahan dari
Forecast (ketidakpastian permintaan) harus menjadi salah satu dasar dalam
penentuan keputusan. Estimasi dari ketidakpastian permintaan terkadang tidak dimasukkan dalam perhitungan forecast, dimana pada akhirnya menghasilkan estimasi yang berbeda-beda pada setiap bagian dari supply
chain dan itu bukan merupakan kolaboratif forecast.
2. Forecast jangka panjang kurang akurat dibandingkan forecast jangka pendek. Forecast jangka panjang memiliki Standar deviasi dari kesalahan yang lebih
besar dibandingkan jangka pendek.
3. Aggregate Forecast biasanya lebih akurat dibandingkan disaggregate forecast dimana aggregate forecast memiliki standar deviasi yang relative
4. Secara umum, semakin panjang rantai dari supply chain sebuah perusahaan (semakin jauh dari konsumen) semakin besar distorsi dari informasi yang didapat. Sebagai contoh adalah bullwhip effect dimana variasi dari order akan semakin bervariasi ketika order semakin jauh dari konsumen akhir. Akibatnya, semakin panjang rantai dari supply chain sebuah perusahaan, semakin tinggi tingkat kesalahan dari forecast. Koraborasi dari forecasting berdasarkan penjualan ke konsumen akhir dapat membantu supply chain dari perusahaan untuk mengurangi tingkat kesalahan forecast.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan forecast dari permintaan adalah • Data permintaan sebelumnya
• Lead time dari produk • Rencana kerja
• Keadaan ekonomi
Metode forecasting dapat dikelompok menjadi empat jenis, yaitu 1. Kualitatif
Metode kualitatif forecasting sangat subjektif dan didasari oleh penilaian manusia. Metode ini sangat tepat ketika data masa lalu yang tersedia sangat sedikit atau adanya informasi bahwa ada hal yang kritial dalam forecasting. 2. Time series
Metode ini menggunakan data masa lalu untuk membuat forecast. Ini semua berdasarkan asumsi bahwa data permintaan masa lalu merupakan indikator yang baik untuk demand akan datang. Metode ini tepat ketika suatu pola permintaan tidak berbeda jauh dari tahun ketahun. Metode ini merupakan metode yang paling sederhana untuk diimplementasikan dan dapat menjadi dasar dalam memulai perhitungan forecast.
3. Kausal
Metode kausal forecasting mengasumsikan forecast dari permintaan berhubugan erat dengan beberapa faktor di lingkungannya. Metode ini mencari korelasi antara pemintaan dan faktor dari kondisi lingkungan dan mengestimasikan faktor-faktor lingkungan tersebut ke dalam forecast dari
4. Simulasi
Metode ini menggambarkan pilihan dari konsumen yang dapat meningkatkan permintaan dikemudian hari. Dengan metode ini dapat mengkombinasikan
metode time series dengan kausal.
Penyebab kesalahan dalam Forecast 1. Usaha dari satu orang saja
Proses Forecasting dilakukan berdasarkan pengumpulan data dari banyak
sumber. Karena semakin banyak pihak yang terlibat dan berkomitmen maka semakin baik pula proses forecasting nya.
2. Target / harapan yang tidak realistik
Terkadang pihak manajemen memberikan target / harapan yang tidak realistik dalam proses forecasting. Satu hal yang perlu diingat adalah Forecast tidak akan pernah benar. Variasi dari forecast selalu terjadi. Satu hal yang penting adalah selalu mencoba meningkatkan tingkat akurasi dari forecast.
3. Adanya perkiraan kedua.
Sering terjadi Forecast yang telah di ada kemudian disesuaikan kembali oleh
pihak ketiga yang kemudian mengeluarkan forecast baru. Akibatnya ada dua
forecast yang dapat membingungkan bagi pihak lain forecast mana yang
harus dipakai sebagai dasar. 4. Konflik dari objektif.
Forecast mencoba memprediksi sedekat mungkin dengan kenyataan yang
akan terjadi kemudian hari, bukan untuk membuat sebahagian orang merasa nyaman karenanya.
PERJANJIAN HARGA
(PRICE AGREEMENT)
A. TUJUAN
Tujuan pengadaan dengan Perjanjian Harga (Price Agreement) adalah untuk memudahkan dan mempercepat pengadaan barang dan jasa tertentu dengan cara mengadakan perjanjian harga untuk suatu jangka waktu tertentu dengan 1 (satu) Penyediaan Barang/Jasa.
B. DEFINISI
Perjanjian Harga (Price Agreement) adalah perjanjian dengan 1 (satu) penyedia barang/jasa yang bertindak sebagai Agen Tunggal, yang dibuat berdasarkan harga satuan (unit price) barang/jasa yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk 1 (satu) kelompok barang/jasa yang bersifat spesifik, untuk suatu jangka waktu tertentu.
C. PERSYARATAN
Perjanjian Harga (Price Agreement) dapat dilakukan bila memenuhi persyaratan-persyaratan berikut:
1. Tersedianya Agen Tunggal yang dibuktikan dengan perjanjian keagenan atau surat penunjukan dari pabrikan atau pihak yang diberi kewenangan oleh pabrikan dan sesuai ketentuan yang berlaku;
2. Barang/jasa bersifat spesifik;
3. Tersedianya daftar harga barang (Price list) yang dikeluarkan oleh prinsipal yaitu pabrikan atau pihak yang diberi kewenangan oleh pabrikan.
D. TATA CARA
1. Kontraktor KKS menetapkan jenis barang/jasa yang akan diadakan dengan cara Perjanjian Harga (Price Agreement).
2. Penawaran
a. dalam hal pengadaan barang Panitia/Pejabat Pengadaan mengundang Agen Tunggal untuk mengajukan penawaran harga yang dilampiri dengan daftar harga (price list) yang dikeluarakan oleh prinsipal. Panitia/Pejabat Pengadaaan melakukan evaluasi kewajaran harga penawaran antara lain dengan melakukan perhitungan normalisasi dengan basis daftar harga dari principal.
b. Dalam hal pengadaan jasa, Panitai/Pejabat Pengadaan mengundang Penyedia Jasa Spesifik untuk mengajukan daftar harga jasa. Panitia/Pejabat Pengadaan melakukan evaluasi atas kewajaran harga yang ditawarkan antara lain dengan cara membandingkan dengan harga jasa sejenis di dalam maupun luar negeri.
3.Dilakukan negosiasi atas penawaran yang diajukan E. PEMBUATAN PERJANJIAN
1. Harga satuan yang berlaku untuk perjanjian adalah harga berdasarkan harga penawaran akhir dari Penyedia Barang/Jasa.
3. Minimum order tidak ditetapkan dalam Perjanjian Harga (Price
Agreement).
4. Di dalam perjanjian dicantumkan ketentuan tentang sanksi dan terminasi dini.
F. PELAKSANAAN KONTRAK
1. Permintaan untuk memasok barang atau melaksanakan pekerjaan jasa dilakukan dengan menerbitkan Surat Pemesanan (SP)/Purchase Order (PO) atau Service Order (SO).
2. Apabila Penyedia Barang/Jasa bersangkutan tidak mampu menyediakan barang atau melaksanakan pekerjaan maka kepada Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku
3. Apabila Penyedia Barang/Jasa gagal memnuhi kewajiban atas PO/SO secara berkesinambungan, dikatergorikan sebagai kelompok merah dan perjanjian dapat diakhiri lebih awal.