BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Pengetahuan 1.1. Definisi
Pengetahuan adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007). Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku
baru), dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek), Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau
objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul, Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, Trial dimana
subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus, Adoption dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
1.2. Tingkat Pengetahuan
a. Tahu (know)
Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mengidentifikasi, menyatakan, dan sebagainya. b. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Menerapkan (application)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti: dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
yang baru dari formulasi-formulasi yang ada. f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada.
1.3.Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Pengalaman
Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah di peroleh dapat memperluas pengetahuan seseorang.
b. Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya
rendah. c. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
d. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya: radio, televisi, majalah, koran, dan buku.
e. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas informasi.
f. Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap terhadap sesuatu.
2. Konsep Sikap 2.1. Definisi
Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif tetap, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan
Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih
tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sedangkan menurut Sunaryo (2004) sikap adalah kecenderungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu.
2.2. Struktur Sikap
Menurut Azwar Saifuddin (1995) dalam Sunaryo (2004) sikap memiliki tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yang ketiganya saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif.
a. Komponen kognitif (cognitive)
Dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi kepercayaaan
individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal-hal bagaimana individu mempersepsikan terhadap objek sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan
emosional, dan informasi dari orang lain. b. Komponen afektif (komponen emosional)
Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu, terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa tidak senang).
c. Komponen konatif
Disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang berkaitan
2.3. Fungsi Sikap
Menurut Attkinson, R.L dalam Sunaryo 2004 Sikap memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi Instrumental
Fungsi sikap ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan menggambarkan keadaan keinginan.
b. Fungsi pertahanan ego
Sikap ini diambil individu dalam rangka melindungi diri dari kecemasan atau ancaman harga dirinya.
c. Fungsi nilai ekspresi
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu. Sistem nilai
apa yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap nilai tertentu.
d. Fungsi pengetahuan
Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia, yang membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi yang perlu diasimilasikan
dalam kehidupan sehari-hari. e. Fungsi penyesuaian sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari masyarakat.
Sedangkan menurut Katz, 1960 dalam Maramis, (2006) fungsi sikap
antara lain:
a. Fungsi penyesuaian: suatu sikap dapat dipertahankan karena mempunyai nilai menolong yang berguna, memungkinkan individu untuk mengurangi hukuman
dan menambah ganjaran bila berhadapan dengan orang-orang disekitarnya. Fungsi ini berhubungan dengan teori proses belajar.
b. Fungsi pembelaan ego: fungsi ini berhubungan dengan teori Freud. Disini sikap itu “membela” individu terhadap informasi yang tidak menyenangkan atau yang mengancam, kalau tidak ia harus menghadapinya.
c. Fungsi ekspresi nilai: beberapa sikap dipegang seseorang karena mewujudkan nilai-nilai pokok dan konsep diri.
d. Fungsi pengetahuan: kita harus dapat memahami dan mengatur dunia sekitar kita.
2.4. Tingkatan Sikap
Menurut Notoatmodjo (1997) dalam Sunaryo (2004) sikap memiliki 4
tingkat, dari yang terendah hingga yang tertinggi, yaitu: a. Menerima (receiving)
Pada tingkat ini, individu ingin dan memperhatikan rangsangan (stimulus)
yang diberikan.
b. Merespon (responding)
c. Menghargai (valuing)
Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.
2.5. Determinan Sikap
Menurut Walgito (2001) dalam Sunaryo (2004) ada 4 hal penting yang
menjadi determinan (faktor penentu) sikap individu, yaitu: a. Faktor fisiologis
Faktor yang penting adalah umur dan kesehatan, yang menentukan sikap individu.
b. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap
Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap, berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut.
c. Faktor kerangka acuan
Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan sikap objek, akan menimbulkan sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut.
d. Faktor komunikasi sosial
Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan
2.6. Ciri-ciri sikap
Menurut Sunaryo (2004), ciri-ciri sikap yaitu:
a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnability) dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam
hubungan dengan objek.
b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk itu
sehingga dapat dipelajari.
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap. d. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan/
banyak objek.
e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan dengan pengetahuan.
2.7. Pembentukan dan perubahan sikap
Menurut Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) ada beberapa cara untuk
membentuk atau mengubah sikap individu, yaitu: a. Adopsi
Adopsi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui
kejadian yang terjadi berulang dan terus-menerus sehingga lama kelamaan secara bertahap hal tersebut akan diserap oleh individu, dan akan memengaruhi
b. Diferensiasi
Diferensiasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena sudah dimilikinya pengetahuan, pengalaman, intelegensi, dan bertambahnya umur.
c. Integrasi
Integrasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap yang terjadi
secara tahap demi tahap, diawali dari macam-macam pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan objek sikap tertentu sehingga pada akhirnya akan terbentuk sikap terhadap objek tersebut.
d. Trauma
Trauma adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap melalui suatu
kejadian secara tiba-tiba dan mengejutkan sehingga meninggalkan kesan mendalam dalam diri individu tersebut. Kejadian tersebut akan membentuk atau mengubah sikap individu terhadap kejadian sejenis.
e. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap karena
pengalaman traumatik pada diri individu terhadap hal tertentu, dapat menimbulkan sikap negatif terhadap semua hal yang sejenis atau sebaliknya.
3. Konsep Keluarga 3.1. Definisi
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental emosional serta sosial dari tiap anggota keluarga. Reisner (1980) juga mendefinisikan keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan
kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek, nenek. Sedangkan menurut BKKBN (1992), keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang
terdiri dari suami-istri atau suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya.
3.2. Tipe keluarga
Menurut Setyowati dan Murwani (2008) ada beberapa tipe keluarga,
antara lain:
1. Tipe keluarga tradisional
a) Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan
anak (kandung atau angkat).
b) Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang
mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek, nenek, keponakan, paman, bibi.
c) Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan
istri tanpa anak.
d) “Single Parent”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
e) “Single Adult”, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang
dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).
2. Tipe keluarga non tradisional
a) The unmarriedteenege mather
Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b) The stepparent family
Keluarga dengan orang tua tiri.
c) Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama: sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok atau membesarkan anak bersama. d) The non marital heterosexual cohibitant family
Keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa pernikahan.
e) Gay and lesbian family
f) Cohibing couple
Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertantu.
g) Group marriage family
Beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk seksual dan
memperbesarkan anaknya.
h) Group network family
Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup bersama atau
berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan
anaknya. i) Foster family
Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara
didalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
j) Homeless family
Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan
k) Gang
Sebuah bentuk keluarga yang dekstruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupan.
3.3. Fungsi keluarga
Secara umum fungsi keluarga (Friedman 1998 dalam Suprajitno 2004) adalah sebagai berikut:
a. Fungsi Afektif (the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama
untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan
individu dan psikososial anggota keluarga.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak
untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
c. Fungsi reproduksi (the reproductive function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk
memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
e. Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan (the health care function), yaitu
fungsi untuk mempertahan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
Namun, dengan berubahnya pola hidup agraris menjadi industrialisasi,
fungsi keluarga dikembangkan menjadi:
a. Fungsi ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif
yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya keluarga.
b. Fungsi mendapatkan status sosial, yaitu keluarga yang dapat dilihat dan
dikategorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berada di sekitarnya. c. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga yang mempunyai peran dan tanggung jawab
yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya untuk menghadapi kehidupan dewasa.
d. Fungsi sosialisasi bagi anaknya, yaitu orang tua atau keluarga diharapkan
mampu menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan luar rumah.
e. Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan kesehatan yang primer dalam rangka melindungi dan pencegahan terhadap penyakit yang mungkin dialami keluarga.
f. Fungsi religius, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama dan
mengamalkan ajaran keagamaan.
g. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan
h. Fungsi reproduksi, bukan hanya mengembangkan keturunan, tetapi juga
merupakan tempat mengembangkan fungsi reproduksi secara universal (menyeluruh), diantaranya: seks yang sehat dan berkualitas, pendidikan seks pada anak, dan yang lain.
i. Fungsi afeksi, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk pemenuhan kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah.
4. Narkoba
4.1 Definisi Narkoba
Menurut Partodiharjo (2010) narkoba adalah kepanjangan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Atau sering dikenal dengan sebutan
NAPZA yang kepanjangannya adalah narkotika, psikotropika, zat adiktif lainnya. Sedangkan menurut Praswato (2006), kata narkotika berasal dari bahasa Yunani (Narkoun) yang berarti membuat lumpuh atau mati rasa. Menurut Undang-undang
R.I No.22/1997, narkoba (narkotika dan obat-obatan berbahaya) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik buatan maupun semi
buatan yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi sampai menghilangkan nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan atau kecanduan.
4.2. Jenis-jenis Narkoba
Menurut Partodiharjo (2010), narkoba dibagi dalam 3 jenis, yaitu
1. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun bukan sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran atau hilangnya rasa. Berdasarkan undang-undang No.
22 tahun 1997, jenis narkotika dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu narkotika golongan I, golongan II, dan golongan III.
a. Narkotika golongan I
Narkotika golongan I adalah narkotika yang paling berbahaya. Daya adiktifnya sangat tinggi. Golongan ini tidak boleh digunakan untuk
kepentingan apapun, kecuali untuk penelitian atau ilmu pengetahuan. Contohnya adalah ganja, heroin, kokain, morfin, opium, dan lain-lain.
b. Narkotika golongan II
Narkotika golongan II adalah narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah
petidin dan turunannya, benzetidin, betametadol, dan lain-lain. c. Narkotika golongan III
Narkotika golongan III adalah narkotika yang memiliki daya adiktif ringan, tetapi bermanfaat untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah kodein dan turunannya.
Berdasarkan cara pembuatannya, narkotika dibedakan kedalam 3 golongan
a. Narkotika Alami
Narkotika alami adalah narkotika yang zat adiktifnya diambil dari tumbuh-tumbuhan (alam). Contohnya: ganja, hasis, koka, opium.
b. Narkotika semisintetis
Narkotika semisintetis adalah narkotika alami yang diolah dan diambil zat
aktifnya (intisarinya) agar memiliki khasiat yang lebih kuat sehingga dapat dimamfaatkan untuk kepentingan kedokteran. Contohnya: Morfin, Kodein, Heroin, Kokain.
c. Narkotika sintetis
Narkotika sintetis adalah narkotika palsu yang dibuat dari bahan kimia.
narkotika ini digunakan untuk pembiusan dan pengobatan bagi orang yang menderita ketergantungan narkoba (substitusi). Contohnya: Petidin, methadon, naltrexon.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintetis, yang memiliki khasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas normal dan perilaku. Psikotropika adalah obat yang digunakan oleh dokter untuk mengobati
a. Golongan I adalah psikotropika dengan daya adiktif yang sangat kuat,
belum diketahui manfaatnya untuk pengobatan, dan sedang diteliti khasiatnya. Contohnya adalah MDMA, Ekstasi, LSD, STP.
b. Golongan II adalah psikotropika dengan daya adiktif kuat serta berguna
untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah amfetamin, metamfetamin, metakualon, dan sebagainya.
c. Golongan III adalah psikotropika dengan daya adiktif sedang serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah lumibal, buprenorsina, fleenitrazepam, dan sebagainya.
d. Golongan IV adalah psikotropika yang memiliki daya adiktif ringan serta berguna untuk pengobatan dan penelitian. Contohnya adalah nitrazepam,
diazepam, dan lain-lain.
Berdasarkan ilmu farmakologi, psikotropika dikelompokkan ke dalam 3
golongan: depresan, stimulan, dan halusinogen.
a. Kelompok depresan/penekan saraf/penenang/obat tidur
Contohnya adalah valium, rohipnol, mogadon, dan lain-lain. Jika diminum, obat ini memberikan rasa tenang, mengantuk, tentram, damai. Obat ini juga menghilangkan rasa takut dan gelisah.
b. Kelompok stimulan/perangsang saraf pusat/anti tidur Contohnya adalah amfetamin, ekstasi, dan shabu.
Halusinogen adalah obat, zat, tanaman, makanan, atau minuman yang
dapat menimbulkan khayalan. 3. Bahan adiktif lainnya
Golongan adiktif Lainnya adalah zat-zat selain narkotika dan psikotropika
yang dapat menimbulkan ketergantungan. Contohnya: rokok, kelompok alkohol dan minuman lainnya yang memabukkandan menimbulkan ketagihan, thinner dan
zat-zat lain, seperti lem kayu, penghapus cair, aseton, cat, bensin, yang bila dihisap, dihirup, dan dicium dapat memabukkan.
4.3. Ciri-ciri umum pengguna narkoba
Menurut Partodiharjo (2010) ciri-ciri umum pengguna narkoba adalah
sebagai berikut:
1. Tahapan pemakaian
a. Tahap awal : coba-coba
Mulanya hanya coba-coba, kemudian karena terjebak oleh 3 sifat narkoba, ia menjadi mau lagi dan lagi. Sangat sulit mengenali gejala awal
pemakaian narkoba. Gejala awal ini hanya diketahui oleh ibu yang benar-benar dekat dengan anaknya. Gejala psikologisnya: rasa takut, anak menjadi sensitif, jiwanya resah dan gelisah,ia merasa berdosa. Gejala fisik:
b. Tahap kedua: pemula
Setelah tahap eksperimen atau coba-coba, lalu meningkat menjadi terbiasa. Anak mulai memakai narkoba secara insidentil. Ia memakai narkoba karna sudah merasakan kenikmatannya. Pada tahap ini akan muncul gejala
psikologis: sikap anak menjadi tertutup, banyak hal yang tadinya terbuka kini jadi rahasia. Jiwanya resah, gelisah, kurang tenang, dan lebih sensitif.
Pada fisik: tidak tampak perubahan yang nyata, gejala pemakaian berbeda-beda sesuai dengan jenis narkoba yang dipakai.
c. Tahap ketiga adalah tahap berkala
Setelah beberapa kali memakai narkoba sebagai pemakai insidentil, pemakai narkoba terdorong untuk memakai lebih sering lagi. Selain
merasa nikmat, ia juga mulai merasakan sakaw kalau terlambat atau berhenti menggunakan narkoba. Ia memakai narkoba pada saat tertentu secara rutin.pemakaian sudah menjadi lebih sering dan teratur, misalnya
setiap malam minggu, sebelum pesta, sebelum tampil, atau sebelum belajar agar tidak mengantuk. Ciri mental: sulit bergaul dengan teman
baru, pribadinya menjadi lebih tertutup, lebih sensitif, dan mudah tersinggung. Ia sering bangun siang, agak malas, dan mulai gemar berbohong. Keakraban dengan orang tua mulai berkurang. Pada fisik
d. Tahap keempat adalah tahap tetap (madat)
Setelah menjadi pemakai narkoba secara berkala, pemakai narkoba akan dituntut oleh tubuhnya sendiri untuk semkin sering memakai narkoba dengan dosis yang semakin tinggi pula. Bila tidak, ia akan mengalami
penderitaan (sakaw). Pada tahap ini, pemakai tidak dapat lagi lepas dari narkoba. Tanda psikis: sulit bergaul dengan teman baru, ekslusif, tertutup,
sensitif, mudah tersinggung, egois, mau menang sendiri, malas, sering bangun siang, lebih menyukai hidup dimalam hari. Tanda fisik: biasanya kurus dan lemah (loyo).
2. Multiple drugs
Pemakai narkoba tahap 3 dan 4 sudah tergolong pemakai tetap lanjut. Pemakai
ini tergolong “senior” di kalangan mereka. Pemakai senior biasanya tidak mengkonsumsi 1 jenis narkoba. Ia dapat memakai 2, 3, 4, atau 5 macam narkoba sekaligus secara bergantian atau bersamaan.
3. Kewaspadaan orang tua
Orang tua perlu mewaspai adanya tanda awal pemakaian narkoba oleh anaknya dengan memerhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Kewaspadaan terhadap manusianya: sikap dan tingkah lakunya mengalami
perubahan, sering meminta uang, bepergian, atau menginap di rumah teman, sering meminjam uang kepada siapa pun, sering menjual
b. Waspada terhadap narkoba yang dikonsumsi , orang tua perlu mewaspadai
adanya narkoba di kamar anaknya, di tas, lemari, di kantong baju atau di kendaraan (motor/mobil). Bentuk narkoba yang perlu diwaspadai ,antara lain : pil atau kapsul berbentuk atau berwarna apa pun, bubuk berwarna
putih atau berwarna apa pun, daun kering apa pun, rokok, cairan pelarut penghapus cair.
c. Terhadap peralatan, orang tua juga perlu mewaspadai adanya alat-alat yang mungkin dipakai unntuk mengonsumsi narkoba, seperti : gelas dengan pengaduk/sendok, alat suntik, kertas timah, korek api, selang
kecil/sedotan limun, corong, lampu kecil/lilin.
4. Perubahan sikap dan perilaku
a. Jarang mau makan bersama dengan keluarga. Suka makan menyendiri. b. Jarang mengikuti kegiatan keluarga, punya agenda kegiatan sendiri.
c. Melupakan tanggung jawab dirumah, tidak merasa ikut bertanggung jawab atas kesejahteraan keluarga.
d. Bila dimarahi orang tua semakin membangkang, mudah emosional. e. Sering menginap di rumah teman.
f. Mulai malas beribadah padahal biasanya rajin.
g. Bicaranya banyak basa-basi, formalitas, miskin makna. h. Gemar memasang musik keras-keras.
i. Sensitif, mudah tersinggung, dan mudah marah.
k. Sering kedapatan mencuri barang-barang berharga di rumah.
l. Sering batuk-batuk atau pilek.
m. Sering ingkar janji dengan berbagai alasan. n. Kebiasaan merokok yang semakin meningkat.
4.4. Upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba
Menurut Partodiharjo (2010), upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba antara lain:
a. Promotif (Pembinaan)
Disebut juga program preemtif atau program pembinaan. Program ini ditujukan kepada masyarakat yang belum memakai narkoba, atau bahkan
belum mengenal narkoba. Prinsipnya adalah dengan meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk memperoleh kebahagiaan semu dengan memakai
narkoba.
b. Preventif (Pencegahan)
Disebut juga program pencegahan. Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakan.
c. Kuratif (Pengobatan)
Disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada pemakai
penyakit sebagai akibat dari penggunaan narkoba, sekaligus menghentikan
pemakaian narkoba. d. Rehabilitatif ( Pemulihan)
Rehabilitasi adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan
kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh
bekas pemakaian narkoba. e. Represif (Penindakan)
Program represif adalah program penindakan terhadap produsen, bandar,
pengedar, dan pemakai berdasarkan hukum.
5. Konsep Remaja 5.1 Definisi
Ada beberapa definisi remaja yang di kutip dalam buku Soetjiningsih
(2004), yaitu: pada buku-buku pediatric, pada umumnya mendefinisikan remaja adalah: bila seorang anak telah mencapai umur 10 – 18 tahun untuk anak
perempuan dan 12 – 20 tahun untuk anak laki-laki. Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. Menurut UU perkawinan No 1 tahun
1974, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki.
tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah, dan menurut WHO,
remaja bila anak telah mencapai umur 10 – 18 tahun. 5.2. Tugas perkembangan remaja
a. Kebebasan dan ketergantungan
Pada masa remaja sering terjadi adanya kesenjangan dan konflik antara remaja dengan orang tuanya. Pada saat ini ikatan emosional menjadi berkurang
dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari orang tua, misalnya hal memilih teman atau pun melakukan aktifitas. Sifat remaja yang ingin memperoleh kebebasan emosional dan sementara orang tua yang masih ingin
melindungi anaknya dapat menimbulkan konflik diantara mereka. b. Pembentukan identitas diri
Proses pembentukan identitas diri adalah merupakan proses yang panjang dan kompleks, yang membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang dari kehidupan individu, dan hal ini akan membentuk kerangka
berfikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan perilaku kedalam berbagai bidang kehidupan.
c. Tugas perkembangan masa remaja
Memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa, memperoleh peranan sosial, menerima keadaan tubuhnya dan
menggunakan secara efektif, memperoleh kebebasan emosional dari orang tua, mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, memiliki dan