• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN SELATAN PULAU RUPAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN SELATAN PULAU RUPAT"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN SELATAN PULAU RUPAT

ANALYSIS OF BIOMASS AND CARBON RESERVES

IN THE SOUTH PART OF RUPAT ISLAND MANGROVE ECOSYSTEM

Eddy Handoko1), Bintal Amin2), Sofyan Husein Siregar2) Email : eddhan93@gmail.com

Department of Marine Science, Faculty of Fisheries and Marine Sciences Universitas Riau, Pekanbaru, 28293

ABSTRACT

The research was conducted in December 2015-February 2016 on mangrove ecosystems in the coastal area of South part of Rupat Island, Riau Province. The aim of research was to analyze the content of biomass and carbon in mangrove ecosystems as well as the ability to store carbon in the forest area. The survey method was applied in this research and carbon analysis was carried out in the Marine Chemistry Laboratory of Faculty of Fisheries and Marine Science of University of Riau. The results showed that the potential mangrove biomass was directly proportional to mangrove carbon stocks. The average yield of carbon stocks of biomass and organic carbon reserves of soil amounted to 58.8 tons/ha and 920.12 tons/ha, while the average yield of total carbon stocks was 978,92 tons/ha.

Keyword : Mangrove, Biomass, Carbon Stocks, Rupat Island

1) Student of the Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Universitas Riau. 2) Lecturers of the Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Universitas Riau.

PENDAHULUAN

Pemanasan global (global warming) menjadi topik yang hangat untuk dibahas bahkan dalam kancah internasional. Meskipun juga terdapat sebab secara alamiah, tetapi tidak ada yang meragukan bahwa gas-gas rumah kaca yang dilepaskan ke atmosfer dalam aktifitas manusia melalui pembakaran bahan bakar fosil di sektor transportasi, industri dan rumah tangga juga menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan global dan perubahan iklim itu sudah terasa dan sudah ada tanda-tanda yang terlihat. Misalnya mencairnya es di daerah kutub, naiknya permukaan air laut, berubahnya pola cuaca secara tidak menentu dan lain sebagainya.

Deforestasi dan perubahan tata guna lahan saat ini menyebabkan emisi karbondioksida (CO2) sekitar 8-20% yang bersumber dari kegiatan manusia di tingkat global telah membuat deforestasi dan perubahan tata guna lahan

(2)

menempati posisi kedua setelah pembakaran bahan bakar fosil sebagai penyebab emisi karbondioksida terbesar (Werf et. al., 2009 dan IPCC, 2007). Mengingat hutan berperan sangat penting tidak hanya sebagai penyimpan karbon, tetapi secara alami juga berfungsi sebagai penyerap karbon yang paling efisien di bumi (Manuri et. al., 2011) sekaligus menjadi sumber emisi gas rumah kaca pada saat tidak dikelola dengan baik. Sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki hutan tropis terluas di dunia, Indonesia menjadi negara penting yang dapat mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, sekaligus melalui penyerapan karbon oleh hutan.

Donato et.al. (2011) telah merangkum dari berbagai macam bukti dan literatur yang menyatakan bahwa mangrove memiliki kemampuan asimilasi dan laju penyerapan karbon yang tinggi, walaupun begitu ternyata data tentang simpanan karbon untuk keseluruhan ekosistem sangat sedikit, yaitu hanya data mengenai emisi karbon yang terkait dengan konversi lahan. Laporan tentang simpanan karbon untuk beberapa komponen terutama untuk biomassa pohon juga terbatas, namun fakta bahwa tanah mangrove yang dalam kaya kandungan organik menunjukkan bahwa dalam estimasi tersebut sejumlah besar karbon keseluruhan ekosistem justru terlewatkan. REDD+ (Reduced Emissions from Deforestation and Degradation) dan beberapa program serupa menuntut adanya pemantauan yang ketat atas simpanan dan emisi karbon, yang menggarisbawahi pentingnya estimasi simpanan karbon secara tepat untuk berbagai tipe hutan, khususnya tipe-tipe yang memiliki cadangan karbon yang tinggi dan yang mengalami perubahan tata guna lahan yang tak terkendali seperti hutan mangrove.

Penelitian yang berkaitan dengan fungsi ekologis hutan mangrove telah banyak dilakukan. Namun, penelitian mengenai peran ekologis lain sebagai ekosistem yang mampu menyerap karbon (CO2) dari atmosfer masih jarang dilakukan. Disisi lain, penelitian ini belum pernah dilakukan di Pulau Rupat, sehingga data mengenai cadangan karbon hutan mangrove di daerah ini masih minim. Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui seberapa besarkah cadangan karbon yang terdapat pada biomassa dan tanah yang terdapat pada hutan mangrove yang ada di kawasan Selatan Pulau Rupat.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan ekosistem mangrove menyimpan karbon pada suatu satuan luas area. Selain itu juga untuk menganalisis perbedaan biomassa, cadangan karbon dan serapan gas CO2 antar stasiun pada kondisi hutan mangrove yang diteliti. Hasil penelitian ini bermaanfaat dalam memberikan informasi mengenai potensi menyimpan karbon pada ekosistem mangrove, sehingga data tersebut dapat menjadi bahan acuan dalam pembuatan kebijakan tentang pengelolaan, perlindungan serta pelestarian mangrove bagi instansi pemerintah terkait.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2015-Februari 2016. Pengambilan sampel dilakukan pada ekosistem mangrove di bagian Selatan Pulau Rupat, Provinsi Riau (Gambar 1). Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Laut Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.

(3)

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey, yaitu pengamatan dan pengambilan sampel langsung di lapangan. Selanjutnya sampel dianalisis di laboratorium, kemudian data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik serta dibahas secara deskriptif dengan merujuk kepada literatur yang berkaitan dengan penelitian tersebut.

Penentuan stasiun penelitian dilakukan dengan metode purposive, yakni menentukan lokasi penelitian secara sengaja dengan mempertimbangkan serta memperhatikan kondisi daerah penelitian. Sampel penelitian diambil dari 4 stasiun sampling yang berada pada Kelurahan Tanjung Kapal, Desa Darul Aman, Kelurahan Batu Panjang, dan Kelurahan Terkul. Stasiun penelitian terdiri dari tiga garis yang tegak lurus terhadap daratan dan garis tersebut ditarik lurus dari pantai ke arah darat dengan panjang ≈ 100 meter. Masing-masing garis berjarak 50 meter. Setiap garis memiliki satu plot/petakan kuadran berukuran 9x9 m, dan setiap plot terbagi menjadi 9 sub plot berukuran 3x3m.

Pengambilan sampel untuk mengetahui cadangan karbon pada ekosistem mangrove pada penelitian ini difokuskan pada analisis biomassa mangrove dan bahan organik tanah yang diambil dari 3 sub plot yang ditentukan secara acak. Jenis mangrove yang ditemukan serta jumlahnya dicatat untuk mengetahui kerapatan tegakan mangrove, kemudian dicatat diameter setinggi dada (DBH) tanaman mangrove pada sub plot yang telah ditentukan tersebut sesuai dengan kondisi pohon di lapangan. Selain itu, sampel mangrove dan tanah diambil dan disimpan pada wadah yang telah disiapkan.

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan dan analisis di laboratorium kemudian dianalisis dengan uji ANOVA untuk membandingkan kandungan biomassa, cadangan karbon dan serapan gas CO2 antar stasiun dan dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significance Different). Uji Regresi dilakukan

(4)

untuk melihat seberapa besar pengaruh kerapatan tegakan mangrove terhadap biomassa, cadangan karbon dan serapan CO2 antar stasiun. Data diolah dengan menggunakan software pengolahan data SPSS (Statistical Package for the Social Science) versi 16.

Pengukuran Biomassa Mangrove, Kandungan Karbon Organik Tanah, Kandungan Karbon Biomassa, Kandungan Karbon Organik Tanah, Cadangan Karbon Biomassa per Hektar, Cadangan Karbon Organik Tanah per Hektar dan Cadangan Karbon Total dapat dilakukan dengan mengacu pada SNI 7724 (Badan Standardisasi Nasional, 2011), Lugina et. al. (2011), Komiyama et. al. (2008) dan Sutaryo (2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian

Kecamatan Rupat yang beribukota di Batu Panjang merupakan salah satu dari 8 kecamatan yang menjadi bagian wilayah Kabupaten Bengkalis. Kecamatan ini, terdiri dari empat kelurahan meliputi: Batu Panjang, Pergam, Tanjung Kapal dan Terkul, serta terdiri dari delapan desa yang meliputi: Darul Aman, Hutan Panjang, Makeruh, Pangkalan Nyirih, Parit Kebumen, Sukarjo Mesin, Sungai Cingam dan Teluk Lecah. Jenis tanah didominasi oleh gambut, endapan sungai dan rawa. Daerah ini mempunyai iklim tropis basah dengan udara agak lembab. Kecamatan Rupat memiliki beberapa sungai dan langsung bermuara ke laut, di sepanjang tepi sungai yang dekat dengan laut terdapat berbagai jenis tumbuhan mangrove. Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terletak didaerah teluk dan muara sungai dengan ciri: tidak dipengaruhi iklim, ada pengaruh pasang surut air laut, tanah tergenang air laut, tanah rendah pantai, tidak memiliki struktur tajuk dan memiliki jenis pohon yang khas.

Parameter Kualitas Lingkungan

Parameter lingkungan merupakan salah satu faktor penting bagi setiap organisme, termasuk dalam hal ini kawasan hutan mangrove yang berada pada area yang mendapatkan pengaruh dari darat dan laut. Faktor-faktor lingkungan yang diukur meliputi: Suhu, pH dan Salinitas. Adapun hasil pengukuran parameter kualitas lingkungan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter Kualitas Lingkungan Setiap Stasiun S tasiun Suhu Air (oC) pH Salinitas Air Tanah 1 29 7 6,3 14 2 30 7 6,0 13 3 31 8 6,5 14 4 30 7 6,1 14

Berdasarkan nilai parameter kualitas lingkungan pada stasiun 1 hingga 4 diperoleh nilai yang relatif sama atau tidak berbeda jauh pada parameter suhu, pH dan salinitas. Seluruh parameter yang diukur masih berada dalam kisaran yang dapat ditolerir oleh organisme perairan untuk hidup, termasuk mangrove.

(5)

Komposisi Vegetasi dan Kerapatan Tegakan Mangrove

Vegetasi mangrove yang ditemukan di stasiun penelitian terdiri atas 8 spesies, yang meliputi: tiga spesies dari genus Rhizophora (Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata dan Rhizophora stylosa) dan yang lainnya Sonneratia alba, Lumnitzera littorea, Xylocarpus granatum, Ceriops tagal, serta Bruguiera gymnorhiza. Jenis mangrove dan jumlah individu yang ditemukan pada setiap stasiun sampling dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Mangrove dan Jumlah Individu pada Setiap Stasiun

NO. JENIS Stasiun

1 2 3 4 1 R. apiculata 7 8 12 10 2 S. alba 11 20 5 6 3 R. mucronata 8 10 3 0 4 R. stylosa 10 17 20 3 5 L. littorea 1 2 2 4 6 X. granatum 0 5 0 13 7 C. tagal 0 0 3 0 8 B. gymnorhiza 0 0 0 1 Total 37 62 45 37

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa Stasiun 2 memiliki jumlah individu yang paling banyak, diikuti Stasiun 3, Stasiun 1 dan Stasiun 4. Adapun hasil perhitungan kerapatan tegakan mangrove pada setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kerapatan Tegakan Mangrove pada Setiap Plot dan Stasiun Stasiun Plot Rata-rata

(Individu/m2) Rata-rata (Individu/Ha) Rata-rata (Individu/Ha) 1 1 0,26 2592,59 4814,81 2 0,48 4814,81 3 0,70 7037,04 2 1 0,74 7407,41 7654,32 2 0,81 8148,15 3 0,74 7407,41 3 1 0,44 4444,44 5555,55 2 0,48 4814,81 3 0,74 7407,41 4 1 0,74 7407,41 4567,90 2 0,22 2222,22 3 0,41 4074,07 Biomassa Mangrove

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kawasan Selatan Pulau Rupat menunjukkan bahwa rata-rata biomassa mangrove pada Stasiun 1 lebih besar daripada stasiun yang lainnya dengan rata-rata biomassa bernilai 14,96 kg/m2. Stasiun yang memiliki rata-rata biomassa terendah terdapat pada Stasiun 4, dengan rata-rata biomassa bernilai 8,5 kg/m2 (Gambar 1).

(6)

Gambar 1. Perbandingan Rata-rata Biomassa Mangrove pada Setiap Stasiun Ekosistem mangrove pada bagian Selatan Pulau Rupat yang memiliki nilai rata-rata biomassa mangrove sebesar 12,51 kg/m2, ternyata jauh lebih rendah daripada nilai kandungan biomassa yang diperoleh oleh Andreas (2014) di Desa Blongko Minahasa Selatan dengan rata-rata sebesar 40,95 kg/m2. Hal ini dikarenakan mangrove yang ditemukan di Pulau Rupat di dominasi oleh pohon-pohon yang berdiameter kecil. Adinugroho (2006) mengatakan bahwa secara umum biomassa bagian-bagian pohon (Biomassa daun, Biomassa cabang, Biomassa batang dan Biomassa akar) berkorelasi positif dengan diameter dan tinggi total pohon tersebut. Korelasi positif biomassa bagian pohon lebih besar terjadi dalam hubungan dengan diameter pohon dibandingkan dengan tinggi total. Dari korelasi positif tersebut dapat diartikan bahwa peningkatan diameter pohon atau tinggi total pohon akan diikuti pula dengan peningkatan biomassa pada setiap bagian-bagian pohon tersebut.

Menurut Rahayu et al. (2007) biomassa pada suatu sistem penggunaan lahan (hutan primer, hutan bekas tebangan, maupun agroforestri) dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomassanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah.

Kandungan Karbon Biomassa Mangrove

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kawasan Selatan Pulau Rupat, didapatkan hasil rata-rata kandungan karbon mangrove pada Stasiun 1 lebih besar dari Stasiun lainnya, dengan nilai 7,03 kg/m2. Stasiun yang memiliki rata-rata kandungan karbon terendah terdapat pada Stasiun 4, dengan nilai 4 kg/m2. Secara sederhana perbandingan kandungan karbon biomassa mangrove pada setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 2.

(7)

Gambar 2. Perbandingan Kandungan Karbon Biomassa Mangrove pada Setiap Stasiun

Rata-rata karbon biomassa mangrove yang terdapat di bagian Selatan Pulau Rupat adalah sebesar 5,88 kg/m2, nilai ini sedikit lebih tinggi daripada yang ditemukan oleh Afiati et. al. (2013) di Tanjung Lesung Banten dengan rata-rata bernilai 5,78 kg/m2, akan tetapi jauh lebih rendah daripada yang ditemukan Murdiyarso (2009) di Taman Nasional Bunaken dengan rata-rata sebesar 10,36 kg/m2

dan yang ditemukan Andreas (2014) di Desa Blongko Minahasa Selatan dengan rata-rata sebesar 19,24 kg/m2. Hal ini juga dipengaruhi oleh kandungan biomassa yang terkandung pada mangrove tersebut. Nilai biomassa pohon berbanding lurus dengan nilai karbonnya, dimana semakin tinggi nilai biomassa, maka semakin tinggi juga nilai karbonnya. Hal ini disebabkan nilai kandungan karbon suatu bahan organik adalah 47 % dari total biomassanya (Badan Standardisasi Nasional, 2011).

Tingginya kandungan karbon pada Stasiun 1 dan Stasiun 3 dibandingkan Stasiun 2 dan Stasiun 4 diduga karena pada lokasi ini kawasannya masih terjaga dengan baik, belum mengalami penebangan ataupun aktifitas pembukaan lahan yang tinggi oleh masyarakat, walaupun daerah ini dekat dengan pelabuhan dan pemukiman penduduk. Sedangkan pada Stasiun 2 dan Stasiun 4, sebagian kawasannya telah mengalami penebangan dan pembukaan lahan. Purnobasuki (2012) menyatakan bila hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian atau perkebunan atau ladang penggembalaan atau tambak maka karbon karbon tersimpan akan terus berkurang.

Kandungan Karbon Organik Tanah

Potensi penyimpanan karbon pada substrat lumpur mangrove sangatlah besar. Oleh karena itu estimasi penyimpanan karbon pada substrat lumpur mangrove dapat dijadikan acuan dasar dalam penilaian manfaat ekonomis mangrove dalam bentuk komoditi jasa lingkungan C-Sequestration (Purnobasuki, 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan karbon tanah di Stasiun 4 lebih besar daripada total kandungan karbon organik tanah pada stasiun lainnya, dengan nilai 10,33 g/cm². Stasiun yang memiliki total kandungan karbon organik tanah terendah terdapat pada Stasiun 2, dengan nilai 8,16 g/cm² (Gambar 3).

(8)

Gambar 3. Perbandingan Kandungan Karbon Organik Tanah pada Setiap Transek dan Stasiun

Tingginya total cadangan karbon organik tanah pada Stasiun 4 dan Stasiun 1 diduga karena banyak ditemukannya mangrove yang memiliki DBH relatif lebih besar dan secara langsung nilai biomassanya pun relatif lebih besar pula daripada stasiun lainnya, dengan besarnya pohon mangrove yang ditandai dari besarnya DBH yang ditemukan maka produksi serasah pada kawasan tersebut juga akan meningkat. Selain itu pada Stasiun 4 juga ditemukan banyaknya pohon mangrove yang mati akibat penebangan dan pembukaan lahan. Hal ini didukung pula oleh Heriyanto dan Amin (2013) yang menyatakan bahwa sumber karbon organik tanah berasal dari serasah (daun dan cabang), nekromassa dan bagian tubuh tanaman yang mati seperti akar. Potensi kandungan karbon organik tanah ini akan semakin meningkat atau semakin tinggi seiring dengan pertambahan biomassa.

Bila nilai cadangan karbon organik tanah tersebut dikonversi dan dirata-ratakan, diperoleh nilai cadangan karbon organik tanah sebesar 920,12 ton/ha. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Heriyanto dan Amin (2013) yang mendapatkan rata-rata cadangan karbon organik tanah sebesar 1.399 ton/ha di hutan mangrove Pesisir Pantai Kelurahan Purnama Kota Dumai, Provinsi Riau maupun penelitian yang dilakukan Masugito (2015) yang mendapatkan nilai sebesar 1.476,4 ton/ha pada hutan mangrove di kawasan pesisir Kuala Indragiri, Provinsi Riau. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa ekosistem hutan mangrove yang terdapat di Kawasan Selatan Pulau Rupat perlu diberikan perhatian secara khusus karena telah terjadi pembukaan lahan yang mengakibatkan ekosistem hutan mangrove terdegradasi, sehingga kemampuan ekosistem hutan mangrove di Kawasan Selatan Pulau Rupat sebagai tempat penyerap karbon semakin berkurang, tidak hanya pada biomassa mangrovenya saja melainkan juga pada substrat tanahnya.

Serapan Gas CO2

Tumbuhan menyerap karbon dari udara dan mengkonversinya menjadi senyawa organik melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis digunakan untuk pertumbuhan secara vertikal dan horizontal. Semakin besarnya diameter pohon disebabkan oleh penyimpanan biomassa hasil konversi karbon yang semakin bertambah besar seiring dengan semakin banyaknya karbon yang diserap pohon tersebut.

(9)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata serapan gas CO2 pada Stasiun 1 lebih besar daripada rata-rata serapan gas CO2 pada stasiun lainnya, dengan nilai 25,78 kg/m². Stasiun yang memiliki rata-rata serapan gas CO2 terendah terdapat pada Stasiun 4, dengan nilai 14,66 kg/m² (Gambar 4).

Gambar 4. Perbandingan Serapan Gas Karbon Dioksida pada Setiap Stasiun Mangrove yang terdapat pada bagian Selatan Pulau Rupat didominasi oleh pohon-pohon yang tidak terlalu besar, sebagian besar memiliki ukuran DBH dibawah 10 cm dan sedikit sekali yang berukuran diatas 10 cm, sehingga hanya sedikit persediaan karbon yang tersimpan pada mangrove tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Retnowati dalam Afiati et. al. (2013), secara umum hutan dengan net growth (pohon-pohon yang sedang berada dalam fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak karbon, sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil menahan dan menyimpan persediaan karbon tetapi tidak dapat menyerap karbon secara ekstra.

KESIMPULAN DAN SARAN

Cadangan karbon biomassa dan cadangan carbon organik tanah di kawasan mangrove bagian Selatan Pulau Rupat yaitu sebesar 58.8 ton/ha dan 920.12 ton/ha, sedangkan untuk hasil rata-rata cadangan karbon total yaitu sebesar 978,92 ton/ha. Besarnya potensi cadangan karbon pada tiap komponen, baik karbon biomassa maupun karbon organik tanah akan memberikan potensi yang besar pula terhadap cadangan karbon total. Potensi biomassa mangrove berbanding lurus dengan cadangan karbon mangrove dan potensi serapan gas CO2, dimana semakin tinggi nilai biomassa maka semakin tinggi pula nilai karbon dan kemampuan menyerapnya.

Diharapkan adanya penelitian lanjutan mengenai potensi karbon ini pada tiap jenis mangrove di daerah lainnya dan analisis kandungan karbon tanah berdasarkan kedalamannya. Selain itu, perlu juga dilakukan penelitian pada sumber karbon lainnya seperti biomassa di bawah tanah dan pohon mati yang terdapat di Kawasan Selatan Pulau Rupat.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Adinugroho, W. C. 2006. Persamaan Alometrik Biomassa dan Faktor Expansi Biomassa Vegetasi Hutan Sekunder Bekas Kebakaran di PT. Inhutani Batu Ampar, Kalimantan Timur. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. Afiati, R. N., A. Rustam.,T. L. Kepel., N. Sudirman., M. Astrid., A. Daulat., D.

D. Suryono., Y. Puspitaningsih., P. Mangindaan., A. Hutahaean. 2013. Karbon Stok Dan Struktur Komunitas Mangrove sebagai Blue Carbon Di Tanjung Lesung, Banten. Keltibang Karbon Biru, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pesisir & Laut, Balitbang Kelautan & Perikanan, Kementerian Kelautan & Perikanan Republik Indonesia.

Andreas, A. T. S. 2014. Pendugaan Karbon Tersimpan di Hutan Mangrove Desa Blongko Kecamatan Sinonsayang Kabupaten Minahasa Selatan. Skripsi pada Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi. Manado. (Tidak diterbitkan).

Badan Standardisasi Nasional. 2011. SNI 7724 – Pengukuran dan Penghitungan Cadangan Karbon – Pengukuran Lapangan untuk Penaksiran Cadangan Karbon Hutan (Ground Based Forest Carbon Accounting). Badan Standarisasi Nasional.

Donato, D.C., J.B. Kauffman, D. Murdiyarso, S. Kurnianto, M. Stidham and M. Kanninen. 2011 Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics. Nature Geoscience.

Heriyanto, T dan B. Amin. 2013. Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon pada Ekosistem Hutan Mangrove di Pesisir Pantai Kelurahan Purnama Kota Dumai Provinsi Riau. Prosiding Seminar Nasional, Hotel Pangeran Pekanbaru.

IPCC. 2007. The Fourth Assessment Report Climate Change.Pachauri, R. K. dan Reisinger, A. (eds). IPCC.

Komiyama, A., J. E. Ong dan S. Poungparn. 2008. Allometry, biomass, and productivity of mangrove forests: A review. Aquatic Botany 89 Elsevier: 128-137.

Lugina, M., K. L, Ginoga., A, Wibowo., A, Bainnaura dan T, Partiani. 2011. Prosedur Operasi Standar (SOP) untuk Pengukuran Stok Karbon di Kawasan Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. 28 hal.

Massugito. 2015. Analisis Cadangan Karbon pada Ekosistem Hutan Mangrove di Kuala Indragiri Provinsi Riau. Skripsi pada Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau (tidak diterbitkan).

(11)

Manuri, S., C.A.S. Putra dan A.D. Saputra. 2011. Tehnik Pendugaan Cadangan Karbon Hutan. Merang REDD Pilot Project, German International Cooperation – GIZ. Palembang.

Murdiyarso. 2009. Carbon storage in mangrove and peatland ecosystems: A preliminary account from plots in Indonesia. Working Paper. Center for International Forestry Research.

Purnobasuki, H. 2012. Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Penyimpan Karbon. Buletin PSL Universitas Surabaya Vol.28 : 3-5.

Rahayu, S., B, Lusiana dan M. V, Noordwijk. 2007. Pendugaan Cadangan Karbon di atas Permukaan Tanah pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur: Monitoring Secara Spasial dan Pemodelan.World Agroforestry Centre. Bogor. 34 hal.

Sutaryo, D. 2009. Penghitungan Biomassa Sebuah Pengantar untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesia Programme. 39 hal (tidak diterbitkan).

Werf, Van der G. R., Morton, DC., DeFries, R.S., Olivier, J.G.J., Kasibhatla, P.S., Jackson, R.B., Collatz, G.J., and Randerson, J.T. 2009. CO2 emissions from forest loss. Nature Geoscience 2: 737–738.

(12)

ANALISIS BIOMASSA DAN CADANGAN KARBON PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN SELATAN PULAU RUPAT

Eddy Handoko1), Bintal Amin2), Sofyan Husein Siregar2) Email : eddhan93@gmail.com

Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau, Pekanbaru, Riau

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Desember 2015-Februari 2016 pada ekosistem mangrove di kawasan pesisir bagian Selatan Pulau Rupat Provinsi Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kandungan biomassa dan karbon pada ekosistem mangrove sebagaimana kemampuannya untuk menyimpan karbon di kawasan hutan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode surveydan analisis karbon dilaksanakan di laboraturium Kimia Laut Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Potensi biomassa mangrove berbanding lurus dengan cadangan karbon. Rata-rata yang dihasilkan dari cadangan karbon dari biomassa dan kandungan karbon organik tanah bernilai 58,8 ton/ha dan 920,12 ton/ha, sedangkan rata-rata yang dihasilkan dari cadangan karbon total adalah 978,92 ton/ha.

Kata Kunci : Mangrove, Karbon, Biomassa, Cadangan Karbon, Pulau Rupat 1). Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau 2). Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 1. Perbandingan Rata-rata Biomassa Mangrove pada Setiap Stasiun  Ekosistem mangrove pada bagian Selatan Pulau  Rupat  yang  memiliki nilai  rata-rata  biomassa  mangrove  sebesar  12,51  kg/m 2 ,  ternyata  jauh  lebih  rendah  daripada  nilai  kand
Gambar  2.  Perbandingan  Kandungan  Karbon  Biomassa  Mangrove  pada  Setiap  Stasiun
Gambar 3. Perbandingan Kandungan Karbon Organik Tanah pada Setiap Transek  dan Stasiun
+2

Referensi

Dokumen terkait

Edible coating pati ganyong dengan variasi konsentrasi bubuk kunyit putih (1, 2, dan 3 %) memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap masa simpan pada susut bobot,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa amilum umbi gadung, gembili dan porang memiliki bentuk bulat tidak beraturan serta tipe konsentris, sedangkan amilum umbi uwi

Sebagai salah satu objek penciptaan dalam film fiksi “Toilet” ini, mahasiswa merupakan tokoh utama dalam cerita, di mana pengembangan cerita dan konflik yang

171 pembelajaran, (3) keaktifan mahasiswa dalam proses perkuliahan sangat kurang, hal ini ditunjukkan dari rendahnya kemauan mahasiswa baik untuk menjawab pertanyaan dari

Dinas Pendapatan Kota Dumai yang juga merupakan pelaksana Otonomi Daerah di bidang Pendapatan Daerah, adapun kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Dumai

Bahwa antara Penggugat dengan Tergugat telah pisah tempat tinggal 24 Juni 2012; Menimbang, bahwa oleh karena masalah ini adalah masalah perceraian sehingga meskipun Tergugat

)ekapitulasi dan analisa seder'ana dilaksanakan ole' Kepala )uang rawat inap+ se%agai in*ormasi awal untuk unitn&a+ kemudian akan dikoordinasikan dengan Komite

Lapisan dinding esofagus musang luak secara umum sama seperti pada mamalia lainnya yang terdiri atas empat lapisan, yaitu mukosa, submukosa, tunika muskularis, dan tunika