5
2.1 Total Quality Management
Perusahaan yang sukses memahami untuk menguasai bisnis hal yang paling berpengaruh ditentukan oleh pelanggan yang kini sudah mengutamakan kualitas (Reid & Sanders, 2007). Oleh karena itu, perusahaan yang berkompetitif terus meningkatkan standar kualitas yang mereka miliki (Reid & Sanders, 2007). Jika perusahaan tidak mempertimbangkan kualitas, pelanggan tidak akan merasa puas. Berdasarkan Kumar, Choisne, Grosbois, dan Kumar (2009), improvement dalam hal kualitas berarti menurunnya biaya dan meningkatnya produktivitas. Total Quality Management telah diidentifikasikan sebagai faktor yang meningkatkan performa organisasi dari beberapa tahun yang lalu. Total Quality Management merupakan suatu pendekatan yang komprehensif untuk meningkatkan kualitas, produktifitas, market share, dan keuntungan. (Veeri Chettiar Arumugam.Rouhollah Mojtahedzadeh, 2011)
Menurut (Chia-Chia Lin, Huan-Ming Chuang and Dong-Her Shih, 2012), TQM didefinisikan berdasarkan pada situasi saat ini dan perkembangannya di masa yang akan datang, menggunakan analisis kuantitatif dan sumber daya manusia untuk meningkatkan penyedeiaan material dan jasa bagi organisasi, dan untuk meningkatkan keseluruhan
proses operasional perusahaan. Definisi ini menyebutkan analisis kuantitatif dan sumber daya manusia yang mencerminkan intefrasi manajemen ilmiah dalam manajemen total kualitas serta hubungan segitiga antara organisasi, kelompok, dan staff yang ditekankan pada pembelajaran hubungan manusia. (Chia-Chia Lin, Huan-Ming Chuang and Dong-Her Shih, 2012) juga menyatakan TQM sering juga disebut sebagai konsep "zero-defects". Konsep ini menggambarkan tujuan akhir dari TQM adalah untuk mengurangi defect product dan layanan yang mungkin timbul dalam rangka mencapai sepenuhnya term dimana tidak ada kekurangan.
Menurut R.Dan Reid dan Nada, R.Sanders, karakterisasi TQM adalah fokus pada identifikasi akar penyebab masalah kualitas dan melakukan perbaikan di inti permasalahan tersebut. Konsep dan ide utama dari TQM dapat dilihat berdasarkan tabel berikut ini :
Tabel 2.1 Konsep dan ide utama dari TQM
Penjelasan dari konsep utama TQM dapat dijabarkan sebagai berikut: • Customer Focus
Menurut R.Dan Reid dan Nada, R. Sanders, kualitas didefinisikan sebagai suatu pemenuhan terhadap ekspetasi yang diinginkan oleh pelanggan atau bahkan melebihi ekspetasi tersebut. Menurut TQM, kualitas didorong oleh keinginan pelanggan.
• Continous Improvement
Dalam bukunya R.Dan Reid dan Nada R.Sanders menyebutkan Kaizen dari Jepang menyatakan bahwa proses perbaikan yang terus menerus menuntut perusahaan untuk terus berusaha menjadi lebih baik melalui pembelajaran dan penyelesaian masalah di masa lalu. Karena itu perusahaan perlu secara terus menerus melakukan evaluasi kinerja yang ada dan mengambil langkah-langkah perbaikan. Dua pendekatan yang bisa dilakukan antara lain dengan metode Plan-Do-Check-Act dan benchmarking.
Gambar 2.1 Diagram PDCA
Hannum and Lyth(2010) mengatakan CMMI merupakan salah satu framework yang mengevaluasi seberapa efisien perusahaan bisa mendesain, membuat, dan mengirimkan hasil produknya.
Gambar 2.2 Area inti yang digunakan untuk mencapai continous process
improvement
• Employe Empowerment
Salah satu konsep TQM adalah memberdayakan semua karyawan untuk mencari masalah kualitas dan berusaha untuk memperbaikinya. Konsep TQM akan memberikan insentif atau penghargaan kepada karyawan untuk menemukan permasalah kualitas.
• Use of Quality Tools
Jika karyawan diberdayakan untuk mencari permasalahan kualitas yang ada, maka mereka perlu diberikan pelatihan terlebih dahulu tentang bagaimana variety dalam tools-tools Quality Control, bagaimana untuk menginterpretasikan penemuan mereka dan juga bagaimana menemukan solusi terhadap permasalahan tersebut. Ada 7 tools yang dapat digunakan, diantaranya adalah cause-and-effect
diagram(fishbone diagram), flowchart, checklist, control chart, Scatter Diagram, Pareto Chart, dan Histogram
• Product Design
Aspek penting dalam membuat sebuah produk yang berkualitas adalah dengan memastikan desain produk yang dibuat sudah memenuhi ekspektasi pelanggan. Salah satu tools yang berguna untuk mentranslate keinginan dari pelanggan menjadi persyaratan teknis yang spesifik adalah Quality Function Deployment (QFD).
• Process Management
Pada TQM, kualitas produk berasal dari proses yang berkualitas. Ini berarti kualitas harus dibangun ke dalam proses. “Quality at the
Source” merupakan sebuah keyakinan dimana akan lebih baik untuk
menemukan permasalahan kualitas dari sumbernya langsung dibandingkan hanya dengan membuang produk yang tidak/kurang berkualitas di akhir produksi.
• Managing Supplier Quality
Pada TQM, sebelum pemilihan supplier dilakukan, maka perlu diberlakukan pemeriksaan apakah produk supplier tersebut sudah memenuhi standar kualitas yang ditentukan oleh perusahaan atau belum.
2.2 CMMI
Dua tujuan yang ingin dicapai dalam software engineering adalah bagaimana mengurangi biaya produksi sebuah software namun di saat yang bersamaan meningkatkan kualitas dari software tersebut. (Manish A. and Kaushal C., 2007) menyatakan mengembangkan sebuah software yang
memenuhi kebutuhan fungsional dengan kualitas yang disetujui, jadwal yang terschedule, dan budget yang telah dianggarkan merupakan target yang ingin dikejar oleh setiap organisasi pembuat software.
Hal ini dapat dicapai dengan membentuk proses yang memiliki
high maturity. (Minghui, W., Jing, Y. and Chunyan, Y., 2004) CMMI
adalah maturity model untuk process improvement bagi pengembangan produk maupun service. CMMI dikembangkan sebagai jawaban atas kebutuhan lingkungan teknologi kontemporer yang kompetitif untuk mengontrol masuknya konsep teknologi baru dan praktek untuk pengembangan perangkat lunak. Tujuannya adalah untuk membantu organisasi meningkatkan proses pengembangan dan maintenance dalam pengembangan produk dan services.
CMMI menghubungkan proses, orang, dan teknologi untuk mengidentifikasikan kematangan dari peran koordinasi mereka dan dikembangkan untuk mengukur kemampuan software perusahaan dalam mengembangkan software berkualitas tinggi secara berulang, konsisten dan dapat diperkirakan. (Bicego, A. and Kuvaja, P.,1996). CMMI difokuskan pada kemampuan proses organisasi untuk menguraikan, memantau dan menilai rencana kualitas perangkat lunak, menciptakan produk yang tidak hanya sekedar memenuhi harapan pelanggan. CMMI dapat membantu untuk mengintegrasikan organisasi tradisional terpisah, menetapkan tujuan perbaikan proses dan prioritas, menyediakan panduan untuk proses kualitas, menyediakan ukuran untuk menilai praktek saat ini (cmmi-overview05).
Kematangan proses adalah derajat dimana suatu proses diatur, didefinisikan, dikontrol dan terus ditingkatkan. Hal ini meningkatkan keandalan sistem, produktivitas development, kepatuhan terhadap jadwal dan anggaran, kualitas produk, kepuasan pelanggan dan efisiensi proses dan mengurangi kesalahan sistem. Kematangan proses menunjukkan seberapa baik proses ini dilakukan.
Setiap tahap pengembangan software disebut tingkat kematangan dan mencirikan kemampuan organisasi untuk merespon kebutuhan pengembangan software yang berbeda(Paulk, M.C., 1995). Capability adalah atribut bisnis yang didefinisikan oleh tingkat kematangan proses, menciptakan nilai pelanggan dan mengukurnya.
Setiap tingkat kematangan CMMI dapat dilihat sebagai alur yang didefinisikan dengan baik terhadap pencapaian kedewasaan proses dan membangun sistem manajemen kualitas tambahan yang menjadi perhatian semua pemangku kepentingan organisasi(Van Der Pijl, G. J., Swinkels, G. J. P. and Verrijdt, J. G).
CMMI memiliki 3 jenis model, yaitu : (5)
1. CMMI for Services (CMMI-SVC), fokus pada delivery services. CMMI-SVC adalah model dirancang untuk mengcover kegiatan yang dibutuhkan dalam mengelola, menetapkan, dan memberikan services. CMMI-SVC menyediakan panduan untuk penerapan praktik terbaik CMMI dan mengintegrasikan pengetahuan yang penting untuk penyedia services. SVC memberikan best practices yang fokus pada
kegiatan untuk menyediakan services yang berkualitas kepada pelanggan dan pengguna akhir.
2. CMMI for Acquisition (CMMI-ACQ). CMMI-ACQ memberikan panduan kepada organisasi akuisisi untuk memulai dan mengelola akuisisi produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan. Model ini berfokus pada proses pengakuisisi dan mengintegrasikan pengetahuan yang penting untuk keberhasilan sebuah akuisisi. Tujuan dari model CMMI-ACQ adalah untuk mempengaruhi hasil dari proses akuisisi, memberikan kemampuan yang tepat untuk pengguna operasional sesuai jadwal dan dengan biaya yang diprediksi melalui penerapan disiplin dari proses akuisisi yang efisien dan efektif.
3. CMMI for Development (CMMI-DEV) . CMMI-DEV adalah maturity
model perbaikan proses untuk pengembangan produk. CMMI-DEV
terdiri dari praktek terbaik yang membahas pengembangan dan pemeliharaan kegiatan yang mencakup siklus hidup produk mulai dari konsep sampai delivery dan pemeliharaan. CMMI-DEV mengintegrasikan pengetahuan yang penting untuk pengembangan dan pemeliharaan.
2.2.1 CMMI DEVELOPMENT
CMMI terdiri dari rangkaian practices. Dalam rangkaian
practices ini ada rambu-rambu atau rekomendasi yang dapat
diikuti. Practices dalam CMMI dibagi menjadi dua, yaitu Generic Practices (GP) dan Specific Practices (SP). Bila kita sudah
mengimplementasikan practices dengan sempurna, kita dianggap sudah memenuhi Goals. Sama seperti practices, ada Generic Goals (GG) dan Specific Goals (SG). SG dan SP dikelompokkan menjadi Process Area (PA). Total ada 22 Proses Area dalam CMMI for
Development versi 1.2 yang dapat dikelompokkan menjadi 4
kategori, yaitu:
1. Manajemen Proses, terdiri dari 5 proses area. Proses area manajemen proses meliputi proses area yang berhubungan dengan mendefinisikan, merencanakan, men-deploy, implementasi, monitoring, mengontrol, mengukur, dan meningkatkan proses. Proses area untuk kategori manajemen proses meliputi Organizational Training (OT), Organizational
Process Development (OPD), Organizational Process Focus
(OPF), Organizational Process Performance (OPP), dan
Organizational Innovation and Definition (OID).
2. Manajemen Proyek, terdiri dari 6 proses area. Proses area manajemen proyek meliputi proses area yang berhubungan dengan perencanaan, monitoring, dan mengontrol proyek. Proses area untuk kategori manajemen proyek terdiri dari
Supplier Agreement Management (SAM), Project Monitoring and Control (PMC), Project Planning (PP), Risk Management
(RSKM), Integrated Project Management (IPM) dan
3. Engineering, terdiri dari 6 proses area. Meliputi kegiatan pengembangan dan pemeliharaan produk. Proses area untuk kategori engineering meliputi Requirement Managemen (RM),
Verification (VER), Validation (VAL), Product Integration
(PI), Technical Solution (TS) dan Requirement Development (RD).
4. Support, terdiri dari 5 proses area. Proses area ini mengcover kegiatan yang mendukung pengembangan dan maintenance produk. Proses ini menargetkan pada proyek dan proses yang berlaku secara umum bagi organisasi. Proses area untuk kategori support meliputi Process and Product Quality
Assurance (PPQA), Measurement and Analysis (MA), Configuration Management (CM), Decision Analysis and Resolution (DAR) dan Causal Analysis and Resolution (CAR).
Model CMMI menempatkan organisasi pada lima level proses pendewasaan yang memiliki indikasi kenyamanan dan kualitas produk. Lima level tersebut adalah :
1. Maturity level 1 - Initial. Pada ML1 ini proses biasanya berbentuk ad hoc. Sukses pada level ini didasarkan pada kerja keras dan kompetensi yang tinggi orang-orang yang ada didalam organisasi tersebut.
2. Maturity level 2 - Managed. Pada ML2 ini sebuah organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals pada Level 2.
Dengan kata lain seluruh proses dalam organisasi telah direncanakan, dilaksanakan, diukur, dan dikontrol dengan baik. 3. Maturity level 3 - Defined. Pada ML3 ini sebuah organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals pada Level 2 dan Level 3. Proses dicirikan dan dipaparkan dalam standar, prosedur, tool, dan metode.
4. Maturity level 4 - Quantitatively Managed. Pada ML4 ini, sebuah organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals yang ada pada Level 2, 3, dan 4. Sebuah subproses dipilih yang secara signifikan terlibat dalam keseluruhan proses. Subproses yang terpilih ini kemudian dikontrol dengan menggunakan statistik atau teknik kuantitative lainnya.
5. Maturity level 5 - Optimizing. Pada ML5 ini suatu organisasi telah mencapai seluruh specific dan generic goals yang ada di Level 2, 3, 4, dan 5. ML 5 fokus kepada peningkatan proses secara berkesinambungan melalui inovasi teknologi.
Gambar 2.3 Maturity Level dalam CMMI-DEV
Kategorisasi proses area berdasarkan kategori dan maturity level dapat dilihat dari table di bawah ini.
Tabel 2.2 Proses Area berdasarkan proses kategori dan maturity level
Notes : tambahkan dari dokumen 110812.doc
Berikut penjelasan mengenai process area yang ada di level 3 dan level 4, yaitu :
• Organization Process Fokus (OPF). Tujuannya adalah untuk merencanakan dan menerapkan peningkatan proses organisasi berdasarkan pengertian yang menyeluruh terhadap kekuatan dan kelemahan dari proses dan aset proses yang dimiliki oleh organisasi.
• Organizational Process Development (OPD). Tujuannya adalah untuk membangun dan mempertahankan sebuah kumpulan aset proses organisasi yang dapat digunakan.
• Organization Process Focus bekerja sama dengan
Organization Process Definition dimana Organization Process Definition menyediakan panduan untuk membuat proses dan
aset-aset yang mendukungnya, dan Organization Process
Focus menyediakan panduan untuk mengidentifikasi dan
merencanakan peningkatan proses.
• Organizational Training (OT). Tujuannya adalah untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan dari sumber daya manusia yang dimiliki organisasi agar mereka dapat melakukan peranan mereka secara efisien dan efektif. Pelatihan Organisasi memiliki dua tujuan spesifik, yaitu untuk membangun sebuah kemampuan pelatihan organisasi, dan untuk menyediakan pelatihan-pelatihan yang diperlukan.
• Integrated Project Management (IPM). Tujuannya adalah untuk membangun dan mengelola proyek dan keterlibatan dari
terdefinisi dan terintegrasi yang dibuat dari kumpulan proses standar dari organisasi.
• Risk Management (RSKM). Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi masalah-masalah potensial sebelum mereka muncul, sehingga aktivitas penanganan resiko dapat direncanakan dan digunakan sesuai kebutuhan sepanjang waktu pemakaian produk atau proyek untuk meringankan resiko-resiko berbahaya dalam meraih tujuan. Pengelolaan Resiko dibangun berdasarkan proses area Project Planning, dan sebagai tindakan spesifik di dalam Project Planning, mengidentifikasikan dan menganalisa resiko-resiko proyek, dan rencana proyek seharusnya mendokumentasikan resiko-resiko ini. Namun, Perencanaan Proyek kurang sistematik dan kurang proaktif apabila dibandingkan dengan persyaratan-persyaratan yang dicatat oleh Pengelolaan Resiko. Lebih lagi, Pengelolaan Resiko dapat diterapkan di luar konteks proyek untuk mengelola resiko-resiko organisasi yang tidak dicakup di dalam proyek.
• Requirement Development (RD). Terdapat tiga tujuan pada proses area Requirement Development yaitu untuk mengembangkan kebutuhan pelanggan, mengembangkan kebutuhan produk, dan menganalisa serta menguji kebutuhan untuk mendefinisikan fungsi-fungsi yang diperlukan. Proses area ini mengandung semua praktek yang terkait dengan
definisi kebutuhan produk dan komponen produk. Proses area ini merupakan proses yang rekursif dengan proses area Technical Solution, dengan solusi alternatif yang dikembangkan untuk membantu menentukan kebutuhan produk yang tingkatnya lebih rendah.
• Technical Solution (TS). Tujuannya adalah untuk merancang, mengembangkan, dan mengimplementasikan solusi ke kebutuhan yang telah didefinisikan. Solusi, rancangan, dan implementasi menghubungkan produk, komponen produk, dan proses life cycle yang terkait dengan produk, baik itu berdiri sendiri, ataupun dikombinasikan dengan tepat. Pada tujuan pertama, memilih solusi komponen produk, solusi alternatif dikembangkan dan dianalisa dan memilih yang paling memuaskan. Alternatif yang dipilih mungkin digunakan untuk mengembangkan kebutuhan yang lebih detil di proses area
Requirement Development, atau dirancang pada tujuan kedua
dari Technical Solution. Setelah komponen produk dirancang, komponen produk diimplementasikan bersama-sama dengan dokumentasi yang mendukungnya, sebagaimana yang terdapat di tujuan ketiga Technical Solution.
• Product Integration (PI). Tujuannya adalah untuk merakit produk dari komponen-komponen, memastikan bahwa fungsi-fungsi produk (setelah jadi) berjalan baik, dan melepas produk.
• Verification (VER). Verification berfungsi untuk memastikan bahwa produk yang terpilih dapat memenuhi kebutuhan yang telah didefinisikan. Verification memiliki tiga tujuan spesifik, yaitu persiapan untuk melakukan verifikasi, melakukan peer review pada produk yang terpilih, dan menguji produk tersebut. • Validation (VAL). Validation berfungsi untuk
mendemonstrasikan bahwa sebuah produk atau komponen produk memenuhi maksud pembuatannya ketika ditempatkan di lingkungan yang semestinya. Tujuan-tujuan spesifik dari validation adalah untuk mempersiapkan proses pengesahan dan mengesahkan produk dan komponen produk. Validation hampir mirip dengan Verification, namun berbeda pada penekanan topik. Verification lebih menunjukkan sebuah produk memenuhi kebutuhan yang telah didefinisikan, sedangkan validation lebih terlibat di dalam aktivitas-aktivitas yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa sebuah produk memenuhi tujuan sebuah produk itu dibuat ketika ditempatkan pada lingkungan yang memang sudah disediakan untuknya. • Decision Analysis and Resolution (DAR). Tujuannya adalah
untuk menganalisa keputusan-keputusan yang mungkin dengan menggunakan proses evaluasi formal yang mengevaluasi solusi alternatif yang bertentangan dengan kriteria yang ada.
• Organizational Process Performance (OPP). Tujuannya adalah untuk membangun dan mempertahankan pengertian kuantitatif
terhadap kinerja dari kumpulan proses standar yang dimiliki oleh organisasi untuk mendukung kualitas dan kinerja proses yang baik, dan untuk menyediakan data kinerja proses, titik awal, dan model-model untuk mengelola secara kuantitatif proyek-proyek dari organisasi.
• Quantitative Project Management (QPM). Tujuan dari
Quantitative Project Management adalah untuk mengelola
proses-proses terdefinisi di dalam suatu proyek secara kuantitatif untuk meraih kualitas dan tujuan kinerja proses.
Quantitative Project Management memiliki dua tujuan spesifik
yang dibuat berdasarkan Project Planning, Project Monitoring
and Control, dan Integrated Project Management, yaitu
menggunakan tujuan kinerja untuk mengelola proyek secara kuantitatif dan mengelola subproses-subproses yang terpilih secara statistik. Tujuan pertama dicapai dengan menerapkan tindakan-tindakan spesifik yang membangun tujuan kinerja, menganalisa dan memiliki subproses, dan memantau tujuan kinerja proyek untuk menentukan apakah tujuan tersebut telah dicapai. Tujuan kedua dicapai dengan melakukan pemilihan teknik-teknik pengukuran dan analitik, mengerti akan variasi, memantau subproses yang terpilih, dan merekam data-data output di dalam sebuah tempat penyimpanan (reprository) organisasi. Dengan demikian, Quantitative Project
Control dengan memastikan bahwa organisasi mempraktekkan
pengelolaan secara statistik dan juga menggunakan data histori untuk menentukan tujuan dan menentukan subproses yang akan dikelola secara kuantitatif.
2.2.2 CMMI High Level Maturity
Banyak yang mendebatkan apakah high level maturity memiliki keuntungan yang sama besarnya dengan biaya investasi yang telah dikeluarkan. Michael Compo memaparkan bukti bahwa high level maturity menawarkan pengembalian ROI yang besar. CMMI Maturity Level 2 dan level 3 fokus pada pencegahan bencana dan mendapatkan kontrol dari cara kerja yang dilakukan dalam sebuah organisasi:
• Maturity level 2 fokus pada pencegahan bencana akibat rencana yang tidak realistis, kurangnya manajemen requirement, manajemen konfigurasi dan kualitas, manajemen yang tidak terukur dan manajemen dengan supplier yang tidak efektif.
• Maturity level 3 fokus pada konsistensi peningkatan kinerja menggunakan proses organisasi umum disesuaikan dengan program individu, dan teknik manajemen yang semakin proaktif.
CMMI Maturity level 4 dan 5 menawarkan fokus yang lebih strategis yang membangun dan mengelola kualitas dan kinerja proses yang sejalan dengan tujuan bisnis :
• Maturity level 4 menetapkan kualitas dan tujuan proses kinerja yang langsung tertuju pada tujuan bisnis. Organisasi mengembangkan pemahaman statistik mengenai kemampuannya untuk menghasilkan kualitas dan menghasilkan kinerja proses dengan menggunakan baseline model dan kinerja proses
• Maturity Level 5 membangun sistem evaluasi yang berkelanjutan dan maintenance terhadap tujuan bisnis dan kualitas serta tujuan kinerja proses yang terasosiasi di dalamnya. Kemajuan terhadap tujuan-tujuan ini di analisa dan improvement proses diidentifikasi berdasarkan kontribusinya terhadap pencapaian tujuan tersebut. Analisis kausal dan teknik resolusi biasanya digunakan untuk mendukung aktifitas-aktifitas tersebut.
Maturity Level 2 dan 3 mengatur mengenai bagaimana memiliki rencana project, mengatur berdasarkan rencana yang telah dibuat dan melakukan identifikasi improvement proses. Namun, maturity level 4 dan 5 fokus pada kualitas dan proses performance yang berfokus pada tujuan bisnis. Pada maturity level 2 dan 3 telah disadari bahwa kualitas dan tujuan kinerja proyek merupakan dasar dari kegiatan improvement proses dan
akan berdampak pada ROI yang akan lebih besar. Namun, di maturity level 4 dan 5, keseluruhan perusahaan ikut bertanggung jawab membantu bisnis untuk mencapai tujuannya. Selain itu, untuk maturity level di bawah level 4, tidak bisa mengukur seberapa baik performance yang telah dilakukan. Apakah sudah memenuhi harapan dari customer atau end user. Namun hal ini bisa diukur di maturity level 4.
2.2.3 Hasil implementasi CMMI
Dennis R.Goldenson, Diane L.Gibson, Robert W.Ferguson melakukan penelitian dampak implementasi CMMI terhadap beberapa perusahaan. Mereka mengkategorikan dampak implementasi CMMI menjadi beberapa kategori pengukuran kinerja, yaitu : • Kepatuhan proses • Biaya • Schedule • Produktivitas • Kualitas • Kepuasan pelanggan
Gambar 2.4 Tinjauan umum dampak CMMI
Dalam laporan tersebut juga disebutkan bahwa implementasi CMMI berbasiskan proses menghasilkan kemajuan kinerja yang baik. Tabel 2.2 menggambarkan bukti yang kuat mengenai hal tersebut.
Tabel di atas diambil berdasarkan observasi dari 35 perusahaan namun tidak semuanya memiliki detail kategori dan pengukuran sama antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Beberapa variasi pengukuran yang dilakukan berdasarkan tiap kategori dapat dilihat dari table di bawah ini.
Table 2.4 Variasi kategori pengukuran berdasarkan biaya
Table 2.6 Variasi pengukuran berdasarkan produktivitas
Table 2.7 Variasi pengukuran berdasarkan Return on Investment (ROI)
Berikut ini akan dijabarkan lebih detail mengenai 6 kategori kinerja yang digunakan dalam menilai dampak dari implementasi CMMI.
• Biaya. Kategori biaya mencakup kasus di mana organisasi melaporkan perubahan dalam biaya produk kerja di akhir atau pertengahan, perubahan dalam biaya proses yang digunakan untuk menghasilkan produk, dan biaya yang bisa disimpan terkait dengan model perbaikan proses. Ini juga mencakup prediktabilitas peningkatan biaya yang terjadi. Contoh, pengurangan biaya untuk menemukan dan memperbaiki defect, meningkatkan dan menstabilkan Cost Performance Index dan meningkatkan akurasi dalam estimasi biaya.
• Schedule. Kategori ini meliputi perbaikan dalam prediktabilitas jadwal dan pengurangan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan. Dari gambar dibawah ini dapat dilihat
bahwa perusahaan dengan tingkat maturity yang rendah lebih menunjukkan perbaikan kinerja yang lebih besar.
Gambar 2.5 Perubahan berdasarkan Schedule
Beberapa contoh perusahaan yang melaporkan adanya perbaikan dalam kategori penjadwalan, diantaranya Systematic Software Engineering yang melaporkan kenaikan persentase untuk delivery software yang tepat waktu dari 79% menjadi 89% setelah berhasil naik ke level maturity 5 dari level 3. • Produktifitas. Kategori ini mencakup berbagai pengukuran
berdasarkan jumlah pekerjaan yang dicapai dalam periode waktu tertentu. Sebagian besar keuntungan peningkatan produktivitas jatuh dalam kisaran antara 10 dan 100 persen. Hasil yang paling terlihat adalah deteksi defect pada
perusahaan yang sedang bergerak menuju level maturity CMMI 4. Ini menunjukkan peningkatan produktivitas yang ditandai dalam organisasi yang juga telah mengalami penurunan biaya kualitas selama tahun pertama dari CMM berbasis improvement dengan menggunakan proses area Measurement and Analysis untuk upaya improvement. Sama halnya dengan biaya dan kinerja penjadwalan, sebagian besar laporan produktivitas dilaporkan oleh perusahaan yang meraih gigh level maturity. Ex. IBM Austria
Gambar 2.6 Perbedaan pada high Level maturity perusahaan • Kualitas.
Peningkatan kualitas produk paling sering diukur dengan penurunan jumlah cacat. Contohnya dapat dilihat pada IBM
Australia Application Management Services yang mengalami penurunan masalah produksi sebesar 40 persen ketika perusahaan tersebut bergerak dari level3 CMMI menuju level 5 CMMI. Contoh lain, Siemens Information System, Ltd berhasil meningkatkan pengurangan defect yang terjadi sebelum test dilakukan dari 50% menjadi 70%.
Gambar 2.7 : Peningkatan Kualitas pada perusahaan IBM Austria • Kepuasan pelanggan
Yang termasuk dalam kategori ini berdasarkan pada survey pelanggan. Umumnya hal ini lebih mudah dinilai pada perusahaan yang tingkat maturity nya diatas level 3 atau high level maturity. Hal ini dikarenakan untuk menilai kepuasan pelanggan, maka perusahaan harus mampu untuk mengumpulkan data secara regular, melakukan analisis dan pengukuran kuantitatif dari kepuasan pelanggan. Inilah
sebabnya tidak ada data yang berasal dari perusahaan yang memiliki level maturity rendah.
2.3 Hubungan antara TQM dan CMMI
Hannum and Lyth(2010) mengatakan ada sejumlah model dan standarisasi yang berfokus pada perbaikan proses terus menerus yang merupakan konsep dari Total Quality Management yang berlaku di dalam berbagai industry dan fungsi bisnis, baik itu manufacturing, lembaga administrative, layanan kesehatan, lembaga keuangan dan lain-lainnya. Hannum and Lyth(2010) menyatakan beberapa framework-framework continous process improvement yang efektif dalam mengarahkan kualitas produk yang tinggi, kinerja proses dan performa bisnis, seperti Lean, Six Sigma, dan Capability Maturity Model Integration (CMMI). CMMI merupakan salah satu framework yang mengevaluasi seberapa efisien perusahaan bisa mendesain, membuat, dan mengirimkan hasil produknya.
Mapping antara TQM dengan CMMI dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2.8 Mapping antara TQM dengan CMMI
TQM Low Maturity High Maturity CMMI Level 1 Initial CMMI Level 2 Managed CMMI Level 3 Defined CMMI Level 4 Quantitatively Managed CMMI Level 5 Continous Improvement
Define ‐ Project dan Proses yang terdefinisi belum dilakukan ‐ Performance Proses kacau dan penyelesaian dilakukan melalui tindakan heroik ‐ Infrastruktur telah ada untuk mendukung proses ‐ Deskripsi Proses didefinisikan secara luas ‐ Infrastruktur telah ada untuk mendukung proses ‐ Standar Proses telah dideskripsikan secara tepat ‐ Sudah ada kuantitatif objectives untuk project/perusaha an terhadap kualitas produk dan kinerja proses ‐ Sudah ada pemahaman kuantitatif terhadap variasi yang ada di dalam proses ‐Terus menerus merevisi quantitative process improvement perusahaan Measure Tidak ada pengukuran yang berarti terhadap waktu, biaya aktivitas, alur proses dan parameter proses Sudah ada pengukuran terhadap proses yang terdefinisi Pengukuran terhadap standar proses yang ditentukan oleh perusahaan berdasarkan pedoman yang dibuat oleh perusaahaan itu sendiri ‐Pengukuran kualitas dan kinerja proses dalam istilah statistik untuk sub‐proses tertentu ‐ Detail pengukuruan kinerja proses dikumpulkan dan dianalisa secara statistik ‐ Menggunakan metode pengukuran seperti dideskripsikan pada Level4 ‐Dampak/hasil diukur dan dievaluasi terhadap tujuan kuantitatif process improvement
Analyze Tidak ada analisa nilai dan peluang
‐Analisis pasif terhadap krisis ‐ Tidak ada detail pengukuran sehingga mengurangi kemungkinan untuk menganalisa data penting Terdapat beberapa analisa pro aktif, menggunakan pemahaman hubungan antar proses kegiatan dan detail pengukuran proses proaktif, analisis kualitas secara statistik dan process data repository ‐ Analisis seperti pada level 4 ‐ Defined Process dan standar proses perusahaan merupakan target perbaikan yang terukur Improve Tidak ada target pengukuran kesalahan yang tinggi dan proses tidak dirancang untuk mengurangi kesalahan tersebut Hanya menghasilkan output berdasarkan proses yang terdefinisi, banyak proses yang tidak efektif dan menghasilkan kualitas yang buruk ‐ Memberikan hasil sesuai dengan standarisasi proses ‐ Terdapat beberapa proses yang tidak efektif dan menghasilkan kualitas yang buruk Penyebab khusus variasi proses diidentifikasi dan sumber‐sumber khusus penyebab masalah diperbaiki untuk mencegah kejadian yang sama terulang di mendatang. Mengambil keputusan berdasarkan fakta untuk peningkatan terus menerus menggunakan teknologi yang inovatif ddengan mengatasi penyebab umum dari variasi proses
Control Tidak ada kontrol dan disiplin proses Kontrol sebagai kepatuhan terhadap proses deskripsi ‐Kontrol sebagai bentuk kepatuhan terhadap standar proses ‐Mengarahkan kepada prediktabilitas secara kualitatif dari kinerja proses Kontrol yang mengarah kepada kuantitatif prediktabilitas dari kinerja proses melalui perbaikan yang terus menerus ‐prediktabilitas secara kuantitatif dari kinerja proses melalui perbaikan terus‐ menerus. Mengalamatkan pada penyebab umum variasi proses dan perubahan proses
2.4 Fuzzy Multi-Expert Multi-Attribute Decision Making
Teori himpunan fuzzy sangat cocok digunakan untuk proses pengambilan keputusan dalam suatu kelompok karena dengan menggunakan teori himpunan fuzzy, proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dalam kerangka yang lebih fleksibel. Fleksibelitas ini salah satunya ditujukan dengan kemampuannya dalam mensimulasikan proses pengambilan keputusan dengan konsistensi yang bersifat kabur.
Metode-metode dalam pengambilan keputusan secara kelompok (terutama yang terkait dengan MCDM) biasanya akan mengalami kendala ketika setiap pengambil keputusan memberikan preferensinya secara individual (Kwok, 2005). Secara umum, ada 2 tahap yang harus dilakukan dalam Group Support System (GSS) yaitu membangkitkan preferensi pengambil keputusan secara terpisah; dan melakukan agregasi kelompok terhadap setiap preferensi yang diberikan.
Gambar 2.8 Bentuk linguistik : Sangat Yakin
Gambar 2.9 Bentuk linguistik : Yakin
Gambar 2.10 Bentuk Linguistic : Tidak Yakin
Gambar 2.11 Bentuk Linguistic : Tidak SangatYakin
Pada GDSS, salah satu masalah yang sering dihadapi adalah bagaimana mengagregasikan opini-opini dari para pakar untuk menghasilkan suatu keputusan yang tepat. Operator-operator agregasi
digunakan dengan mempertimbangkan format preferensi yang diberikan oleh para pengambil keputusan dalam memberikan referensinya.
Secara umum, masalah GDM dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu homogen dan heterogen. Suatu GDM dapat dikatakan GDM apabila setiap keputusan memiliki derajat kepentingan yang sama; dan dikatakan heterogen jika setiap pengambil keputusan memiliki tingkat kepentingan yang tidak sama (Herrera, 2004).
Ada beberapa agregasi pada relasi preferensi fuzzy, antara lain : • Ordered Weighted Averaging (OWA)
OWA merupakan operator yang bersifat komutatif, kontinu, menoton, netral, kompensatif, dan stabil pada transformasi linear. Prinsip dasar dari operator OWA ini adalah mengurutkan argument-argumen untuk diagregasikan berdasarkan besarnya nilai tanggapan yang dibesarkan. • Induced Ordered Weighted Averaging (I-IOWA)
Operator IOWA merupakan perluasan dari operator OWA yang diusulkan olej Yager dan Filev(1998). Operator IOWA mengijinkan adanya urutan yang berbeda dari nilai-nilai yang diagregasikan.
• Importance Induced Ordered Weighted Averaging (I-IOWA)
Operator I-IOWA merupakan operator agregasi yang melibatkan derajat kepentingan dari para pakar, yang digunakan dalam bentuk GSS heterogen.
• Consistency Induced Ordered Weighted Averaging (C-IOWA)
Apabila setiap pengambil keputusan memiliki derajat kepentingan yang sama, maka permasalahan seperti ini disebut sebagai GDM
homogen. Oleh karena itu, operator I-IOWA akan direduksi menjadi operator Averaging Mean(AM). Pada masalah GDM Homogen, setiap pengambil keputusan memiliki nilai indeks konsistensi yang diperoleh dengan cara menganalisa relasi preferensi fuzzy kemudian menggunakan hasil analisa tersebut pada proses agregasi preferensi (Herrera, 2000).
Untuk membentuk relasi prefensi fuzzy yang konsisten , dari relasi
preferensi fuzzy yang tidak konsisten , dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Hitung
2. Jika matriks tidak terletak pada interval [0,1], maka perlu dilakukan suatu fungsi transformasi yang bersifat additive consistency yaitu :
3. Hitung ukuran konsistensi dengan :
Apabila nilai semakin dekat dengan 1-CIk, mengindikasikan bahwa informasi yang diberikan oleh pengambil keputusan ke-k, ek, lebih konsisten. Urutkan nilai tersebut.
4. Relasi preferensi fuzzy kolektif, diperoleh dengan menggunakan operator Consistency Induced Ordered Weighted Averaging (C-IOWA) dengan menggunakan linguistic quantifier “most” yaitu :
Dengan T adalah jumlah total kepentingan.
Setelah didapat matrik preferensi yang konsisten, selanjutnya akan dilakukan tahap eksploitasi. Tahap eksploitasi dilakukan dalam rangka memilih alternative terbaik dari sekumpulan alternative, dengan mempertimbangkan matriks agregasi yang telah diperoleh dari para pengambil keputusan.
Ada beberapa cara untuk menyeleksi alternative terbaik pada relasi preferensi kolektif, antara lain (Herrera, 2000):
1. Quantifier Guided Dominance Degree (QGDD), akan
mengkuantifikasikan dominasi suatu alternative terhadap alternative yang lainnya.
2. Quantifier Guided non-Dominance Degree (QGNDD), akan
memberikan derajat dimana setiap alternative tidak mendominasi terhadap alternative-alternative yang lainnya.