• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Granulometri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II Granulometri"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

BAB II

GRANULOMETRI

2.1 Pendahuluan a. Maksud

a. Memisahkan fraksi butiran pasir pada ukuran (diameter) butir tertentu. b. Menentukan nilai koefisien sortasi, skewness dan kurtosis baik dengan

cara grafis maupun cara matematis.

c. Melakukan identifikasi distribusi ukuran sedimen b. Tujuan

a. Dapat memisahkan fraksi butiran sedimen pada ukuran (diameter) butir tertentu.

b. Dapat menghitung dan menentukannilai dari median diameter, koefisien sortasi, skewness dan kurtosis baik dengan cara grafis maupun cara matematis.

c. Dapat mengetahui proses-proses geologi yang berperanan terhadap pembentukan dan deposisi sedimen tersebut berdasarkan variasi ukuran butirannya..

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Pengertian Granulometri

Granulometri atau sering diterjemahkan dengan analisa besar butir adalah salah satu dari sekian banyak metoda yang sering dipakai untuk menganalisa batuan sedimen klastik.

Dalam granulometri ini lebih mengutamakan bagaimana sebaran butiran batuan sedimen klastik tersebut. Metoda – metoda perhitungan secara statistik sering pula banyak dipakai, hal ini sebernarnya hanya untuk mengetahui apakah dengan metoda statistik tersebut kita dapat melihat adanya bentuk kurva yang sangat khas atau proses tertentu.

Friedman ( 1979 ), mengatakan analisa besar butir dapat dipakai untuk mengetahui proses – proses selama sedimentasi dan dapat dipakai

(3)

untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan dan bahkan analisa besar butir sama pentingnya dengan metode – metode yang lain.

2.2.2 Proses Analisis Granulometri

Ukuran butir partikel sedimen penting dalam beberapa hal. Ukuran butir mencerminkan :

 Resistensi partikel terhadap pelapukan, erosi dan abrasi. Partikel-partikel yang lunak seperti batugamping dan fragmen-fragmen batuan makin lama makin mengecil, bahkan partikel kuarsa yang besar dan resistensi akan terabrasi dan berubah ukurannya.

 Proses transportasi dan deposisi seperti kemampuan air angin untuk menggerakakn dan mengendapkan partikel.

Material-material yang diangkut oleh media pengangkut (air, angin) akan terdistribusi menjadi berbagai macam ukuran butir seperti gravel (boulder, coble, dan pebble), pasir dan mud. Distribusi ukuran butir ini menunjukkan :

 Terdapatnya bermacam-macam ukuran butir dari batuan induknya.  Proses yang terjadi selama sedimentasi terutama kompetensi

(kemampuan arus untuk membawa suatu beban sesuia ukurannya. Jika ada beban yang lebih berat maka beban tersebut akan diendapkan).

Dengan banyaknya variasi ukuran butir tersebut maka perlu diadakna klasifikasi ukuran butir. Dikenal beberapa klasifikasi ukuran butir yang dibuat oleh bebrapa ahli. Tetapi skala penentuan ukuran butir yang diajukan oleh J.A Udden dan C.K Wentworth yang sering digunaka, selanjutnya disebut skala Udden-Wentworth sebagai skala geometri (1,2,4,8, .…..). pada perkembangan selanjutnya ditambah skala aritmetik (1,2,3,4,…) sebagai unit phi () oleh W.C Krumbein, dimana phi merupakan transformasi logaritma dari skala Udden-Wentworth, yaitu :  = -log2 d, dengan d adalah ukuran butir dalam

(4)

Tabel 2.1 Skala Ukuran Butir Udden-Wenworth

Dalam acara ini akan dilakukan pemisahan ukuran butir dari suatu contoh pasir lepas. Seperti diketahui analisis ini untuk mengetahui

(5)

koefisien sortasi, skewness dan kurtosis. Untuk mengetahui harga-harga tersebut dapat dilakukan dengan cara grafis dan matematis.

1) Cara Grafis

Cara grafis ini prinsipnya adalah menggunakan data hasil pengayakan dan penimbangan yang diplot sebagai kurva kumulatif untuk mengetahui parameter-parameter statistiknya. Kurva kumulatif dibedakan menjadi dua, yaitu kurva kumulatif aritmetik (arithmetic ordinate) dan kurva kumulatif probabilitas (probability ordinate).Kurva kumulatif aritmetik digambarkan secara smooth melewati semua data (kurva berbentuk S), sehingga semua parameter statistic dapat terbaca. Sedang kurva probabilitas digambarkan dengan garis lurus untuk mengetahui probabilitas normalnya. Pada kurva ini memungkinkan untuk membaca parameter statistic lebih akurat karena mengurangi interpolasi dan ekstrapolasi dalam penggambaran. Tetapi yang sering digunakan adalah kurva kumulatif aritmetik karena lebih mencerminkan distribusi ukuran butirnya. Kurva kumulatif dibuat dengan absis ukuran butir dalam millimeter ( untuk kertas semilog) atau unit phi dan ordinat prosentase berat (skala 1 – 100%).

(6)

Gambar 2.1.A.Tabel data ukuran butir, B. Gambar histogram dan kurva frekuensi ukuran butiran dari pada tabel A, C. Kurva

kumulatif aritmatik, D. Kurva kumulatif probabilitas

Setelah dilakukan pengayakan dan penimbangan hasilnya dapat disajikan dalam bentuk table. Dan untuk mengetahui distribusi tiap frekuensi dapat dibuat histogram. Harga-harga median diameter, koefisien sortasi, skewness dan kurtosis diturunkan dari kurva kumulatif.

Gambar 2.2 Kurva Hasil Perhitungan Metode Grafis

Dalam pembuatan kurva pada metode grafis kita menggunakan nilai tengah diameter (phi) sebagai sumbu x dan persentase kumulatif sebagai sumbu y (lihat contoh table perhitungan) sehingga menghasilkan kurva seperti diatas.Selanjutnya untuk memenuhi semua nilai phi yang ada pada setiap rumus maka cari nilai diameter phi yang terkait (5, 16, 25, 50, 75, 84, dan 95).

Nilai phi dicari dengan cara menarik garis mendatar dari sumbu y sesuai besaran nilai yang dicari, sentuhkan pada kurva yang telah dibuat. Selanjutnya pertemuan antara garis horizontal dan kurva, ditarik garis vertical hingga mendapatkan nilai diameter.

(7)

Setelah didapatkan nilai diameter cari nilai phi dengan rumus Phi (x) = - Log d(x)

Log 2

Ket : (x) merupakan nilai phi yang dicari (5, 16, 25, 50, 75, 84, dan 95). a. Koefisien Sortasi (So)

Folk menetukan koefisien sortasi sebagai defiasi standar grafis: σG = Φ84 – Φ25

2

Kemudian disempurnakan sebagai deviasi standar grafis inklusif dengan rumus :

σ1 = Φ84 – Φ16 + Φ95 – Φ5

4 6,6

Tabel 2.2 Klasifikasi Koefisien Sortasi < 0.35 Very well sorted 0.35 – 0.50 Well sorted 0.50 – 0.71 Moderetely well sorted 0.71 – 1.00 Moderetely sorted 1.00 – 2.00 Poorly sorted 2.00 – 4.00 Very poorly sorted

> 4.00 Extremely poorly sorted

b. Skewness (Sk)

Skewness menyatakan derajat ketidaksimetrian suatu kurva yang menyatakan persebaran dan kecenderungan nilai frekuensi yang dilihat berdasarkan ”ekor” atau bagaian kurva yang melandai. Bila Sk berharga positif maka sedimentyang bersangkutan mempunyai mode (kelas dg frekuensi terbanyak) butir halus dan sebaliknya jika berharga negative maka sediment tersebut mempunyai mode (kelas dg frekuensi terbanyak) butir kasar

(8)

Menurut sam bogg jr, 2009 skewness dirumuskan sebagai:

Gambar 2.3 Ilustrasi Skewness (Sam Bogg jr, 2009)

Tabel 2.3 Klasifikasi Skewnessmenurut Folk dan Ward (1957) >+0.3 strongly fine skewed

+0.3 - +0.1 fine skewed +0.1 - -0.1 near symmetrical

-0.1 - -0.3 coarse skewed <-0.3 strongly coarse skewed

(9)

c. Kurtosis (K)

Kurtosis menunjukan harga perbandingan antara pemilahan bagian tengah terhadap bagian tepi dari suatu kurva. Untuk menentukan harga K digunakan rumus yang diajukan oleh Folk (1968), yaitu :

Tabel 2.4 Harga K menurut Folk dan Ward (1957) adalah : < 0.67 very platy kurtic

0.67 - 0.90 platy kurtic 0.90 – 1.11 meso kurtic 1.11 – 1.50 lepto kurtic 1.50 – 3.00 very lepto kurtic

> 3.00 extremly lepto kurtic

Gambar 2.4 Ilustrasi Nilai Kurtosis (Sumber: Sam Bogg Jr, 2009)

2) Cara Matematis

Cara matematis dalam analisis ukuran butir akan memberikan gambaran yang lebih baik daripada cara grafis, karena dalam cara matematis semua harga ukuran butir dalam klas interval diikutsertakan

(10)

dalam perhitungan. Kelemahan cara matematis ini adalah ruwetnya perhitungan dalam pengolahan data. Untuk memahami cara matematis ini adalah dengan memahami distribusi normal dari suatu kurva distribusi frekuensi yaitu kurva hasil pengeplotan ukuran butir (dalam skala phi) dengan frekuensi yang disajikan dalam beberapa klas interval. Perhitungan tersebut adalah perhitungan statistic. Ukuran butir diplot pada absis dan frekuensinya pada ordinat. Kurva normal akan berbentuk simetri.

Dalam statistik distribusi normal ini disebut moment. Istilah moment dalam mekanika yaitu jarak dikalikan massanya. Jadi momen suatu benda terhadap suatu titik adalah besar massa tersebut dikalikan jarak terhadap titik tersebut. Dalam statistik massa digantikan dengan frekuensi suatu klas interval ukuran butir dan jarak yang dipakai adalah jarak terhadap titik tertentu (arbitrary point) yaitu suatu titik awal dari suatu kurva atau dapat juga titik rata-rata ukuran butir tersebut.

Tiap klas interval dicari momennya, kemudian setelah momen masing-masing klas sudah dicari dijumlahkan dan dibagi total jumlah sample (jika frekuensi dalam % maka jumlahnya 100, hal ini memberikan harga momen per unit 1% frekuensi) yang dirumuskan sebagai:

Momen pertama ini identik dengan harga rata-rata ukuran butir (mean). Frekwensi (F) dalam prosen dan m adalah mid point tiap interval klas dalam unit phi stelah diketahui harga Xmaka dapat dijadikan titik tumpu dimana jarak disebelah titik kanannya positif dan sebelah kirinya negative. Distribusi dikatakan normal dengan jika selisih jumlah kedua kelompok tersebut nol.

Harga momen yang lebih besar dicari dengan titik tumpu menggunakan Xatau dengan kata lain jarak mθ, jadi jaraknya

(11)

X).Momen kedua ini merupakan kuadrat dari standart deviasi (σθ). Standar deviasi ini menunjukkan besar kecilnya selisih dari harga X dan ini merupakan konsep sortasi, sehingga koefisien sortasi adalah

Karena harga (mθ-X) positif disebelah kanan X dan negative disebelah kirinya harga momen ketiga yang normal adalah nol. Jika harganya tidak nol maka kurvanya tidak simetris dan ini merupakan konsep dari skweness. Hal ini dapat menunjukkan apakah suatu sample kelebihan butir yang kasar atau yang halus. Harganya skweness dihitung dengan membagi momen ketiga dengan pangkat tiga dari standart deviasi (σθ).

Skweness ini mencerminkan deviasi dari kesimetrian suatu kurva dan peka terhadap yang kasar atau halus dalam suatu populasi ukuran butir sedimen. Sehingga dapat digunakan untuk interpretasi pengendapan dari sediment tersebut.

Momen keempatdigunakan untuk menghitung tinggi rendahnya puncak suatu kurva distribusi (peakkedness) atau kurtosis. Kurtosis dicari dengan membagi momen keempat dengan pangkat empat dari standart deviasi.

Sk=

Sumber: Sam Bogg Jr, 2009

Sumber: Sam Bogg Jr, 2009 Sumber: Sam Bogg Jr, 2009

(12)

2.3 Alat dan Bahan

a. Bahan : Sampel sedimen yang sudah dikeringkan b. Alat :

1. Ayakan dan penyering menurut skala Wentworth 2. Kuas

3. Kantong plastik 4. Timbangan

5. Kertas grafik dan Kertas Semi Log 6. Buku Catatan Lapangan

7. Sample Splitter

2.4 Cara Kerja

a. Cara Kerja di Lapangan

Cara kerja di lapangan untuk mengambil pasir yang akan dianalisis, prinsipnya pasir diambil pada bagian tengah sungai (pada channel), untuk sungai yang lurus, dengan anggapan bahwa pasir yang terambil tersebut adalah pasir yang berasal dari sumbernya, bukan berasal dari hasil rombakan tanah disekitarnya.

b. Cara Kerja di Laboratorium

Analisis besar butir dikerjakan di laboratorium dalam beberapa tahap, yaitu :

1. Sample splitting 2. Pengayakan

3. Penyusunan fraksi dan penimbangan 4. Pembuatan pagar, histogram dan grafik 5. Perhitungan harga : median, So, Sk, dan K

1. Sample Splitting

Untuk mendapatkan contoh pasir yang representatif dan mewakili seluruh fraksi butir untuk analisis dilakukan splitting. Contoh yang

(13)

diperoleh dari hasil disagregration dituangkan secara hati-hati dalam sample splitter secara serempak (uniform). Lakukanlah splitting ini secara terus menerus sampai fraksi berat contoh untuk analisis sekitar 100 gram.

Cara lain adalah dengan quatering yaitu dengan menggunakan karton yang disilangkan tegak lurus. contoh pasir dituangkan secara merata melalui corong yang diletakkan diatas persilangan karton, maka pasir akan terbagi menjadi empat bagian sesuai dengan kuadran dari persilangan karton tersebut sama banyak.

Contoh pasir dari kuadran yang berlawanan dicampur menjadi satu. Bagian yang lain disisipkan. Misalkan kuadran I dicampur dengan kuadran III atau dari kuadran II dari IV. Salah satu pencampuran ini ditaburkan lagi melalui corong dan lakukan pekerjaan yang sama sampai sample terakhir kira-kira seberat 1000 gram untuk dianalisis.

2. Pengayakan

Sebelum pengayakan dilakukan semua saringan ayakan yang akan dipakai harus dibersihkan dahulu dari kororan-kotoran atau butir-butir yang menempel dari kawat saringan dengan kuas secara hati-hati, terutama ayakan dengan nomer mesh besar. Setelah dibersihkan susunlah ayakan tersebut secara berturut-turut dari bawah dengan nomer mesh yang terbesar sampai nomer terkecil pada bagian paling atas.pada bagian dasar dipakai bottom pam (panci) sebagai alas. Contoh pasir yang akan dianalaisis kemudian dimasukkan kedalam ayakan tersebut dari susunan tersebut kemudian dimasukkan kedalam mesin pengayak bagian atas ayakan ditutup dan mesin dihidupkan. Lama pengayakan 10 - 30 menit.

3. Penyusunan Fraksi dan Penimbangan

Pengambilan fraksi butir dilakukan dari saringan terkasar sampai yang tertampung pada bottom pan. Pengambilan dilakukan denan menuangkan butiran yang tertampung ditiap saringan secara hati-hati dengan kuas yang halus. Usahakan agar tidak ada butiran yang tertinggal dalam saringan dan kehilangan berat tidak boleh lebih besar dari 5%.

(14)

Setelah frasi butiran tiap-tiap ayakan dikeluarkan, lakukanlah penimbangan dari masing-masing fraksi tersebut dan disimpan dalam tabung (bekas film) atau kantong plastic ber-klip yang telah diberi nomer mesh sesuai nomor ayakan yang digunakan ukuran butirnya.

4. Pembuatan Tabel, Histogram dan Grafik

Setelah selesai ditimbang hasilnya disajikan dalam bentuk tabel. Dari tabel ini selanjutnya dibuat histogram dengan kertas millimeter dan kertas kurva kumulatif dengan kertas semilog.

5. Perhitungan Harga : Md, So,Sk, dan K

Dari grafik kumulatif yang telah dibuat dapat ditentukan parameter-parameter statistic yang dibutuhkan (Q1,Q2,Q3, dan seterusnya). Hasil penghitungan tersebut kemudian dimasukkan kedalam rumus yang ada untuk menentukkan nilai Md, So, Sk, dan K. Sedangkan untuk cara matematis gunakan persamaan-persamaan momen dari tabel matematis yang telah dibuat.

(15)

No. Klasifikasi Butir Diameter (mm) Diameter Phi (Ф ) Mid poin frekuensi % frekuensi f.m m-x (m-x) 2 f.(m-x)2 (m-x)3 f.(m-x)3(m-x)4f.(m-x)4 (m) (gr) 2 -1

1 Pasir sangat kasar 1

1 0 2 Pasir kasar 0.75 0.5 1 3 Pasir sedang 1.5 0.25 2 4 Pasir halus 2.5 0.125 3

5 Pasir sangat halus 3.5

0.0625 4

1000 100 Ket: kelas klasifikasiukuran butir diurutkan dari kasar ke halus.

(16)

No. Klasifikasi Butir Diameter (mm)

Diameter Phi (Ф )

Mid poin frekuensi

% frekuensi % Kumulatif (mm) (gr) 0.0625 4 1 Pasir sangat halus 0.09375 0.125 3 2 Pasir halus 0.1875 0.25 2 3 Pasir sedang 0.375 0.5 1 4 Pasir kasar 0.75 1 0 5 Pasir sangat kasar 1.5 2 -1 1000 100

Gambar

Tabel 2.1 Skala Ukuran Butir Udden-Wenworth
Gambar 2.1.A.Tabel data ukuran butir, B. Gambar histogram dan kurva frekuensi ukuran butiran dari pada tabel A, C
Tabel 2.2 Klasifikasi Koefisien Sortasi
Gambar 2.3 Ilustrasi Skewness (Sam Bogg jr, 2009)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tutor memberikan penjelasan tentang cara cara menentukan ukuran kemiringan dan ukuran keruncingan dari kurva normal.. Tutor memberikan soal kepada mahasiswa sebagai

Rumus Kolmogrov-Smirnov untuk mencari nilai signifikansi, distribusi yang diharapkan merupakan distribusi frekuensi berbentuk kurva.. Kriterianya adalah pada taraf

Setelah mengikuti matakuliah ini mahasiswa dapat memahami konsep-konsep statistika, menyajikan data dalam distribusi frekuensi, menghitung ukuran pusat data,

Tabel 4.19 Distribusi Frekuensi dan Persentase Kreteria Ketuntasan Menghafal Pre-test Kelas Eksperimen ...127. Tabel 4.20 Distribusi Frekuensi dan Persentase Nilai Pre-test

Berdasarkan hasil data yang telah terkumpul dari kuesioner mengenai variabel pembiayaan consumer yaitu bahwa distribusi frekuensi dari tiap-tiap butir pertanyaan

Untuk menentukan luas daerah di bawah kurva normal standar, telah dibuat daftar distribusi normal standar, yaitu tabel luas kurva normal standar dengan nilai- nilai Z

Stepp (1973) mengajukan kriteria untuk menganalisis periode yang lengkap untuk independent event dari beberapa magnitude gempa dengan cara membuat kurva hubungan antara

Rumus menghitung intensitas curah hujan I menggunakan hasil analisa distribusi frekuensi yang sudah dirata – rata, untuk menghitung intensitas hujan digunakan rumus mononobe sebagai