BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 BIOPLASTIK
Plastik telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita. Masalah dari plastik konvensional, terdegradasi di alam sampai puluhan tahun dan diproduksi oleh sumber-sumber non-terbarukan seperti minyak bumi, batubara dan gas alam. Tantangan lingkungan, ekonomi, dan keamanan telah memunculkan banyak ilmuwan untuk membuat pengganti polimer berbasis petrokimia dengan sesuatu yang dapat biodegradable yaitu bioplastik [9].
Plastik merupakan bahan yang bisa diolah dengan berbagai cara dan juga lebih ringan dan lebih murah daripada kebanyakan bahan lainnya. Oleh karena itu plastik adalah pilihan pertama dalam banyak aplikasi industri dan komersial [24]. Bioplastik atau plastik organik adalah bahan polimer yang diperoleh dari sumber biomassa terbarukan seperti minyak sayur, pati jagung, pati kentang dan pati kacang, tidak seperti plastik bahan bakar fosil yang berasal dari minyak bumi [2].
Kemasan makanan dan edible film (film yang dapat dimakan) adalah dua aplikasi utama dari polimer biodegradable berbasis pati dalam industri makanan. Persyaratan untuk produk kemasan makanan adalah mampu mengurangi kerugian makanan, menjaga makanan tetap segar, meningkatkan karakteristik organoleptik makanan seperti penampilan, bau dan rasa, dan menyediakan keamanan pangan. Dan terbukti, polimer biodegradable berbasis pati menarik untuk industri makanan [25]. Hingga hari ini, kapasitas produksi bioplastik telah diperluas dengan angka pertumbuhan dua digit setiap tahun [2]. Hal ini menunjukkan adanya potensi bagi industri bioplastik untuk berkembang menjadi industri besar dimasa yang akan datang.
Biobased plastics atau bioplastic terbuat dari sumber daya terbarukan yang dapat
secara alami didaur ulang oleh proses biologis, sehingga mengurangi pemakaian sumber daya tak terbarukan (bahan bakar fosil) dan mengurangi emisi gas rumah kaca (netral CO2) [26]. Bioplastik juga merupakan plastik yang dapat diperbaharui
karena senyawa-senyawa penyusunnya berasal dari tanaman seperti pati, selulosa, dan lignin serta hewan seperti kasein, protein dan lipid [4].
Bioplastik dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori berdasarkan komposisi kimianya, asal, dan metode sintesis, yaitu :
(1) polimer langsung dari biomassa (misalnya, pati, protein, selulosa);
(2) polimer yang dihasilkan oleh sintesis kimia dari monomer bioderived (misalnya, PLA, berbasis bio PE);
(3) polimer yang dihasilkan oleh mikroba fermentasi (misalnya, polyhydroxyalkanoates);
(4) polimer yang dihasilkan oleh bahan kimia sintesis dari kedua monomer bio yang diturunkan dan monomer berbasis minyak bumi (Misalnya, poli (butilena suksinat), atau PBS, poli (trimetilen terephthalate), atau PTT) [27][28]
Keuntungan dibidang lingkungan yang diperoleh apabila menggunaka biodegradable plastic jika dibandingkan terhadap bahan baku konvensional adalah sebagai berikut :
1. Pengomposan
Kompos diperoleh dari plastik yang bisa dibiodegradasi bersama dengan produk organik lainnya meningkatkan karbon organik tanah, air dan penyimpanan nutrisi, serta mengurangi pemasukan pupuk dan mencegah penyakit tanaman.
2. Degradasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Penggunaan film biodegradable plastic sebagai penutup TPA sehari-hari memiliki potensial untuk memperpanjang usia TPA, sebagai pengganti bahan penutup tanah tradisional yang menggunakan sekitar 25 % dari ruang TPA.
3. Energi yang digunakan untuk memproduksi bioplastik relatif rendah. 4. Emisi gas rumah kaca
Biodegradable plastic menghasilkan emisi gas rumah kaca yang relatif rendah
2.2 PATI
Pati adalah bahan alami yang sumbernya melimpah dan dapat diperbaharui [3]. Pati, (C6Hl0O5)n cadangan makanan utama tanaman, merupakan dua-pertiga
kalori dari asupan karbohidrat dari kebanyakan manusia tetapi hanya 47% kalori dari asupan karbohidrat oleh Amerika, yang juga mendapatkan sekitar 52% kalori dari karbohidrat dari gula. Pati komersial diperoleh dari benih, khususnya jagung, lilin jagung, amilosa tinggi jagung, gandum, dan beras, dan dari umbi atau akar terutama kentang, ubi jalar, dan tapioka (singkong). Penggunaan utama mereka adalah dalam makanan; penggunaan non-pangan utama dalam ukuran kertas dan tekstil, dan sebagai perekat [30].
Pati adalah polimer dengan bagian utama yaitu dua glukosa (amylase dan amylopectin) spasial yang diatur dalam butiran dan morfologi, komposisi kimia dan pengaturan yang relatif makromolekul dalam keadaan padat tergantung dari sumber botani [31]. Amilosa merupakan bagian polimer linier dengan ikatan α-(1→4) unit glukosa. Derajat polimerisasi amilosa berkisar antara 500−6.000 unit glukosa, bergantung pada sumbernya. Amilopektin merupakan polimer α-(1→4) unit glukosa dengan rantai samping (1→6) unit glukosa. Dalam suatu molekul pati, ikatan α-(1→6) unit glukosa ini jumlahnya sangat sedikit, berkisar antara 4−5%. Namun, jumlah molekul dengan rantai yang bercabang, yaitu amilopektin, sangat banyak dengan derajat polimerisasi 105 – 3 x 106 unit glukosa [32].
Sejumlah besar pati terakumulasi sebagai granula (butiran) yang tidak larut dalam air. Bentuk dan diameter granula ini tergantung pada asal tumbuhan [33]. Telah diketahui bahwa granula pati tersusun dari dua struktur polisakarida yang berbeda dari α-D-glukosa : amilosa dan amilopektin. Selain dari double helices amilosa, semikristalin alami dari pati ditentukan oleh komponen amilopektin. Rantai cabang amilopektin linear (~18-25 cabang) relatif pendek apabila dibandingkan dengan rantai amilosa tetapi keduanya bisa membentuk enam kali lipat double
helices-lengan kiri, yang akan bergabung untuk membentuk lamella kristalim dan
semikristalin [34].
Granula pati tersebut terdiri atas daerah amorf dan kristal. Di dalam pati yang terdapat pada umbi dan akar, daerah kristalin terdiri dari amilopektin, sedangkan amilosa terdapat di daerah amorf. Di dalam pati sereal, amilopektin juga merupakan
komponen yang paling penting dari daerah kristalin. Amilosa dalam pati sereal bergabung dengan lipid dari struktur kristal yang lemah dan memperkuat granula tersebut. Sementara amilopektin larut dalam air, amilosa dan granula pati sendiri tidak larut dalam air dingin. Hal ini meyebabkan relatif mudah untuk mengekstrak granula pati dari sumber tanaman. Ketika suspensi pati dalam air dipanaskan, butiran pertama membengkak sampai tercapai suatu titik di mana pembengkakan ireversibel. Proses pembengkakan ini disebut gelatinisasi. Selama proses ini, amilosa terekstrak keluar dari granul dan menyebabkan peningkatan viskositas suspensi. Peningkatan suhu lebih lanjut kemudian menyebabkan pembengkakan maksimum butiran dan meningkatkan viskositas. Akhirnya, butiran pecah menghasilkan dispersi koloid kental. Pendinginan selanjutnya koloid hasil dispersi pati tersebut menghasilkan bentuk gel yang elastik [35].
Gambar 2.1 Struktur Molekul Pati [25]
Pati adalah bahan baku yang paling menarik untuk pengembangan dan produksi bioplastik. Pati tidak hanya tersedia di mana-mana, tetapi penggunaan pati juga menawarkan rasio biaya-kinerja yang sangat baik. Pati tersimpan dalam berbagai tanaman dalam bentuk butiran mikroskopis. Dimana jagung, gandum dan kentang adalah persediaan yang paling penting dari pati di Eropa, Amerika dan Afrika Selatan, sementara tapioka merupakan sumber utama pati di Asia [36].
Pati secara keseluruhan dapat dibiodegradasi di berbagai macam lingkungan. Pati bisa dihidrolisis menjadi glukosa oleh mikroorganisme atau enzim, dan dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan air [37]. Sudah banyak penelitian yang menggunakan pati sebagai bahan baku pembuatan bioplastik, diantaranya yaitu
penelitian Bourtoom (2008), dimana meneliti tentang efek plasticizer pada sifat campuran film biodegradable dari pati beras dengan kitosan dengan variasi
plasticizer sorbitol, gliserol, atau polietilen glikol dengan konsentrasi 20%, 40%, dan
60% diperoleh hasil film dengan plasticizer sorbitol mempunyai tahanan mekanik yang paling tinggi (kekuatan tarik, 26,06 MPa) tapi paling buruk untuk kelenturan film sedangkan untuk film dengan plasticizer gliserol dan polietilen glikol mempunyai struktur yang lentur, tahanan mekanik yang rendah serta mempengaruhi permeabilitas uap air.
Pati adalah bahan baku yang paling menarik untuk pengembangan dan produksi bioplastik. Pati tidak hanya tersedia di mana-mana, tetapi penggunaan pati juga menawarkan rasio biaya-kinerja yang sangat baik. Pati tersimpan dalam berbagai tanaman dalam bentuk butiran mikroskopis. Dimana jagung, gandum dan kentang adalah persediaan yang paling penting dari pati di Eropa, Amerika dan Afrika Selatan, sementara tapioka merupakan sumber utama pati di Asia [36].
2.2.1 Gelatinasi Pati
Pati dengan struktur yang sangat teratur dikenal sebagai granula pati. Pati memiliki sifat termal yang unik dan telah digunakan secara luas pada produk makanan dan berbagai aplikasi industri lainnya. Ketika dipanaskan dalam air, pati mengalami sebuah proses transisi, dimana granula terpecah belah menjadi suatu campuran larutan polimer, dikenal sebagai gelatinisasi [38]. Gelatinisasi dalam arti sempit adalah suatu gangguan termal struktur kristal dalam granula pati asli, tetapi dalam arti yang lebih luas itu mencakup peristiwa yang berhubungan dengan pembengkakan butiran dan pelarutan polisakarida yang dapat larut [39].
Gelatinisasi dalam air yang berlebih merupakan sebuah pendorong proses pembengkakan yang utama. Pembengkakan ini bertindak untuk mentidakstabilkan kristal amilopektin dalam kristal lamellae yang terpecah belah (kristal yang lebih kecil terlebih dulu yang dihancurkan) selama proses. Proses ini terjadi secara cepat untuk sebuah kristal radikal, tetapi melampaui suatu area yang luas untuk keseluruhan granula. Mekanisme yang sama terjadi pada kondisi dimana air terbatas. Pada temperatur yang tinggi, kristal – kristal yang tersisa mudah meleleh. Suhu gelatinisasi dianggap sebagai suhu di mana transisi fase granula pati dari keadaan
yang teratur menjadi tidak teratur. Suhu gelatinisasi pati tergantung pada jenis tanaman dan jumlah air yang tersedia, pH, jenis dan konsentrasi garam, gula, lemak dan protein dalam campuran, derajat ikatan sambung silang dari amilopektin, jumlah butiran pati yang rusak juga sebagai teknologi yang digunakan [20].
2.2.2 Hidrolisis Pati
Hidrolisis pati adalah proses yang banyak digunakan dalam berbagai industri. produksi produk massa molekul rendah dari pati substrat mendasari gula, bir, tekstil, beberapa pengolahan makanan dan industri lainnya. Hidrolisis pati dilakukan dalam dua cara dasar - asam dan enzimatik [40].
Pati biodegradasi dilakukan dengan hidrolisis enzimatik hubungan asetal. Pada α-1,4 link diserang oleh amilase sedangkan α-1,6 dibelah oleh amylo-glucosidases, meruntuhkan struktur pati menjadi gula. Ketika α-amilosa digunakan, kombinasi maltotriosa, maltosa, dan dekstrin diperoleh karena α-amilosa menyerang struktur pati secara acak, sedangkan β-amilase bekerja pada akhir polimer hidrolisis kedua α-1,4 ikatan glikosidik memproduksi dua gula glukosa maltosa dan γ -amylase menyerang α-1,4 ikatan glikosidik pada akhir amilase memproduksi glukosa [41].
Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis pati : 1. Suhu reaksi
Dari kinetika reaksi kimia, semakin tinggi suhu reaksi makin cepat pula jalannya reaksi, seperti yang diberikan oleh persamaan Arhenius. Tetapi jika berlangsung pada suhu yang terlalu tinggi konversi akan menurun. Hal ini disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang (warna larutan hasil semakin tua)
2. Waktu reaksi
Semakin lama waktu hidrolisis konversi yang dicapai semakin besar sampai pada batas waktu tertentu akan diperoleh konversi yang relatif baik dan apabila waktu tersebut diperpanjang, pertambahan konversi kecil sekali. Karena pati tidak larut dalam air, maka pengadukan perlu sekali dilakukan agar persentuhan butir-butir pati dengan air dapat berlangsung dengan baik.
3. Pencampuran pereaksi
Penambahan katalisator bertujuan memperbesar kecepatan reaksi, sesuai dengan persamaan Arhenius. Jadi makin banyak asam yang dipakai makin cepat reaksi
hidrolisis, dan dalam waktu tertentu pati yang berubah menjadi glukosa juga meningkat. Tetapi penggunaan asam sengai katalisator sedapat mungkin terbatas pada nilai terkecil agar garam yang tersisa dalam hasil setelah penetralan tidak mengganngu rasa manis.
4. Kadar suspensi pati
Perbandingan antara air dan pati yang tepat akan membuat reaksi hidrolisis berjalan cepat. Penggunaan air yang berlebihan akan memperbesar penggunaan energi untuk pemekatan hasil. Sebaliknya, jika pati berlebihan, tumbukan antara pati dan air akan berkurang sehingga mengurangi kecepatan reaksi.
[42].
2.3 BIJI DURIAN
Produksi durian di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 602.694 ton/tahun dan pada tahun 2010, meningkat menjadi 797.798 ton/tahun. Produksi durian terbanyak adalah Provinsi Jawa Timur sebesar 141.522 ton/tahun, diikuti Provinsi Sumatera Utara dengan jumlah produksi 102.580 ton/tahun. Sementara Riau menempati urutan ke-19 dengan jumlah produksi hanya 11.510 ton/tahun durian. Provinsi Riau umumnya dan khususnya Pekanbaru dan sekitarnya dijadikan sebagai target pasar dalam pemasaran durian dari Sumatra Utara, sehingga buah ini tersedia setiap saat bagi konsumen. Biji durian kaya akan karbohidrat terutama patinya yang cukup tinggi sekitar 42,1% dibanding dengan pati ubi jalar 27,9% atau singkong 34,7% [10]. Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa kandungan pati biji durian cukup tinggi, sehingga biji durian berpotensi dijadikan bahan baku pembuatan bioplastik, mengingat selama ini biji durian masih belum banyak dimanfaatkan sehingga masih menjadi limbah yang mengganggu keseimbangan lingkungan.
Durian (Durio zibethinus) adalah sebuah buah musiman yang tumbuh di Asia Tenggara dan termasuk kedalam famili Bombacacea [43]. Di Indonesia, tanaman durian terdapat di seluruh pelosok Jawa dan Sumatera. Sedangkan di Kalimantan dan Irian Jaya umumnya hanya terdapat di hutan. Tiap pohon durian dapat menghasilkan 80 sampai 100 buah, bahkan hingga 200 buah terutama pada pohon yang tua. Tiap rongga buah terdapat 2 sampai 6 biji atau lebih [44].
Biasanya durian dimakan dalam keadaan segar. Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa durian sangat bergizi dan mengandung serat yang tinggi [45]. Bagaimanapun, hanya sepertiga bagian durian yang bisa dimakan, sedangkan biji dan cangkangnya biasany dibuang [46]. Padahal persentase berat bagian salut buah atau dagingnya ini termasuk rendah yaitu hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60-75%) dan biji (5-15%) belum bermanfaat secara maksimal [47].
Biji durian diketahui mengandung kadar pati yang cukup tinggi. Berikut merupakan kandungan nutrisi di dalam 100 gram biji durian yang disajikan dalam tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Biji Durian
Zat Per 100 gram Biji Segar (Mentah) tanpa Kulitnya Per 100 gram Biji Telah Dimasak tanpa Kulitnya Kadar Air 51,5 g 51,1 g Lemak 0,4 g 0,2-0,23 g Protein 2,6 g 1,5 g Karbohidrat Total 43,6 g 43,2 g Serat Kasar 0,7-0,71 g Nitrogen 0,297 g Abu 1,9 g 1,0 g Kalsium 17 mg 3,9-88,9 mg Pospor 68 mg 86,5-87 mg Besi 1,0 mg 0,6-0,64 mg Natrium 3 mg Kalium 962 mg Beta Karotin 250 μg Riboflavin 0,05 mg 0,05-0,052 mg Thiamin 0,03-0,032 mg Niacin 0,9 mg 0,89-0,9 mg [48]
Berdasarkan data yang ditunjukkan dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dalam 100 gram biji durian memiliki kadar karbohidrat (pati) 43,6 % untuk biji durian segar dan 46,2 % untuk biji durian yang sudah masak. Kadar pati biji durian tersebut cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat untuk berbagai keperluan.
2.4 KITOSAN
Pembuatan bioplastik juga memerlukan penambahan bahan adiktif. Pemanfaatan khitosan sebagai bahan tambahan pada pembuatan film plastik berfungsi untuk memperbaiki transparasi film plastik yang dihasilkan [16]. Semakin banyak khitosan yang digunakan maka sifat mekanik dan ketahanan terhadap air dari produk bioplastik yang dihasilkan semakin baik [17].
Kitosan adalah sebuah poliaminosakarida yang biasanya dibentuk oleh proses deasetilasi dari kitin. Kitosan merupakan biomaterial yang sangat menarik karena sifat kima dan biologinya yang unik [49]. Kitosan merupakan suatu senyawa poli amino-2 deoksi β-D-glukopiranosa) atau glukosamin hasil deasetilasi kitin/poli (N-asetil-2 amino-2-deoksi β-D glukopiranosa) yang diproduksi dalam jumlah besar di alam, yaitu terdapat pada limbah udang dan kepiting [50].
Proses deasetilasi kitin menggunakan NaOH pekat bertujuan mengubah gugus asetil dari kitin menjadi gugus amina pada kitosan. Perubahan ini dapat dideteksi dengan melihat perubahan spektrum IR kitin dengan hasil deasetilasinya pada panjang gelombang tertentu yang karakteristik [51]. Berikut reaksi deasetilasi kitin dengan basa kuat menjadi kitosan :
Gambar 2.2 Reaksi deasetilasi kitin dengan basa kuat menjadi kitosan
Pemanfaatan khitosan sebagai bahan tambahan pada pembuatan film plastik berfungsi untuk memperbaiki transparasi film plastik yang dihasilkan [16]. Semakin banyak khitosan yang digunakan maka sifat mekanik dan ketahanan terhadap air dari produk bioplastik yang dihasilkan semakin baik [17]. Pati akan dioksidasi pada tiga
tingkatan berbeda dan selanjutnya diasetilasi, pati yang telah termodifikasi tersebut akan bercampur dengan kitosan.
Selain itu, kitosan bersifat tidak beracun, bisa dimakan, bisa dibiodegradasi, biofungsional, dan biokompatibel. Fungsionalitas dari kitosan tergantung pada beberapa faktor seperti derajat deasetilasi, berat molekul, pH medium, dan temperatur [52]. Berikut spesifikasi kitosan yang digunakan dalam penelelitian ini disajikan dalam tabel 2.3.
Tabel 2.3 Spesifikasi Kitosan Industrial Grade
Parameter Spesifikasi
Warna Kuning muda-putih bening
Ukuran Partikel Serpihan-bubuk Derajat Deasetilasi ≥ 80-85 % Viskositas 20-500 Cps Kelembaban ≤ 10 % Kadar Abu ≤ 2 % Kadar Protein ≤ 1 % Ph (1 %) 7-8 Logam Berat < 10 ppm 2.5 SORBITOL
Pembuatan bioplastik juga sangat memerlukan penambahan platicizer. Platicizer sering digunakan untuk memperbaiki sifat elastisitas dan mengurangi sifat barrier
film dari pati [12]. Sorbitol sering digunakan sebagai plasticizer dalam pembuatan
bioplastik berbasis pati. Plasticizer didefinisikan sebagai bahan nonvolatil, bertitik didih tinggi yang jika ditambahkan pada material lain akan merubah sifat fisik material tersebut. Penambahan plasticizer dapat meningkatkan kekuatan intermolekuler, fleksibilitas dan menurunkan sifat-sifat penghalangan edible film (Astuti, 2010). Jenis dan konsentrasi dari plasticizer yang digunakan akan memberikan pengaruh terhadap kelarutan dari film berbahan dasar pati. Semakin banyak air yang masuk ke dalam struktur pati akan meningkatkan kelarutan dalam air dan asam. Kelarutan dalam air yaitu untuk memprediksi kestabilan bioplastik terhadap pengaruh air. Penambahan sorbitol pada film meningkatkan kelarutan dalam air. Hal ini karena sorbitol memiliki sifat hidrofil [14]. Menurut Wirawan dkk. (2012), pengaruh penambahan plasticizer sorbitol jika dibandingkan dengan
plasticizer gliserol adalah semakin banyak plasticizer yang ditambahkan maka nilai
naik dan sorbitol memberikan nilai kuat tarik yang lebih tinggi daripada gliserol, namun memberikan nilai elongation of break yang lebih rendah daripada gliserol karena sorbitol lebih bersifat rapuh (brittle) [15].
Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan gula alkohol yang paling banyak digunakan, terutama di Indonesia. Di Indonesia sorbitol (C6H14O6)
paling banyak digunakan sebagai pemanis pengganti gula karena bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah. Di Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi tanaman singkong (Manihot Utillissima Pohl) yang termasuk keluarga
Euphoribiaceae.16 Selain itu sorbitol juga dapat ditemui pada alga merah Bostrychia scorpiodes yang mengandung 13,6% sorbitol. Tanaman berri dari spesies Sorbus Americana mengandung 10% sorbitol. Famili Rosaceae seperti buah pir, apel, ceri, prune, peach, dan aprikot juga mengandung sorbitol. Sorbitol juga diproduksi dalam
jaringan tubuh manusia yang merupakan hasil katalisasi dari D-glukosa oleh enzim
aldose reductase, yang mengubah struktur aldehid (CHO) dalam molekul glukosa
menjadi alkohol (CH2OH) [53].
Gambar 2.3 Rumus Kimia Sorbitol
Sorbitol sering digunakan sebagai plasticizer dalam pembuatan bioplastik berbasis pati. Plasticizer didefinisikan sebagai bahan nonvolatil, bertitik didih tinggi yang jika ditambahkan pada material lain akan merubah sifat fisik material tersebut. Penambahan plasticizer dapat meningkatkan kekuatan intermolekuler, fleksibilitas dan menurunkan sifat-sifat penghalangan edible film [13]. Jenis dan konsentrasi dari
plasticizer yang digunakan akan memberikan pengaruh terhadap kelarutan dari film
berbahan dasar pati. Semakin banyak air yang masuk ke dalam struktur pati akan meningkatkan kelarutan dalam air dan asam. Kelarutan dalam air yaitu untuk memprediksi kestabilan bioplastik terhadap pengaruh air. Penambahan sorbitol pada
[14]. Menurut Wirawan dkk. (2012), pengaruh penambahan plasticizer sorbitol jika dibandingkan dengan plasticizer gliserol adalah semakin banyak plasticizer yang ditambahkan maka nilai kuat tarik cenderung menurun sedangkan persentase
elongation of break cenderung naik dan sorbitol memberikan nilai kuat tarik yang
lebih tinggi daripada gliserol, namun memberikan nilai elongation of break yang lebih rendah daripada gliserol karena sorbitol lebih bersifat rapuh (brittle).
2.6 METODE PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBAHAN BAKU PATI
Indonesia kaya akan sumberdaya alam, diantaranya pati-patian yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan plastik biodegradabel. Pengkajian pemanfaatan sumberdaya pati Indonesia untuk produksi plastik biodegradabel dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu :
1. Pencampuran (blending) antara polimer plastik dengan pati dimana pati yang digunakan dapat berupa pati mentah berbentuk granular maupun pati yang sudah tergelatinisasi, dan Plastik yang digunakan adalah PCL, PBS, atau PLA maupun plastik konvensional (polietilen). Pencampuran dilakukan dengan menggunakan
extruder atau dalam mixer berkecepatan tinggi (high speed mixer) yang
dilengkapi pemanas untuk melelehkan polimer plastik.
2. Modifikasi kimiawi pati.Untuk menambahkan sifat plastisitas pada pati, metode
grafting sering digunakan. Sifat biodegradabilitas dari produk plastik yang
dihasilkan tergantung daripada jenis polimer yang dicangkokkan pada pati. Jika polimer yang dicangkokkan adalah polimer yang bersifat biodegradabel, maka produk yang dihasilkan juga akan bersifat biodegradabel.
3. Penggunaan pati sebagai bahan baku fermentasi menghasilkan monomer/polimer plastik biodegradabel [54].
Penggunaan pati sebagai bahan baku pembuatan bioplastik yang ditambahkan pengisi kitosan dan pemlastis sorbitol/gliserol menurut metode Weiping Ban (2006) adalah sebagai berikut: Larutan pati dipanaskan di water bath sambil diaduk dengan
stirrer. Kemudian ditambahkan larutan kitosan dan diaduk selama 25 menit.
Ditambahkan larutan pemlastis dan diaduk hingga homogen. Setelah homogen larutan didinginkan dan dituang ke cetakan. Selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 24 jam. Setelah dikeringkan di dalam oven diangkat dan
dimasukkan ke dalam desikator (dikondisikan selama 72 jam). Plastik yang dihasilkan kemudian dikeluarkan dari cetakan. Kondisi optimum yang dihasilkan dari penelitian ini adalah pati : kitosan = 7 : 3, dengan konsentrasi pemlastis 20% dimasak pada suhu pemanasan 95 oC yang menghasilkan kekuatan tarik maksimum 6,9711 MPa, elongation 16,48%, modulus young 42,48 MPa, dan ketahanan air 36,825% [55].
2.7 PENGUJIAN KARAKTERISTIK PATI BIJI DURIAN
Berbagai pengujian pada karakteristik pati yang telah diekstraski dari biji durian adalah :
2.7.1 Uji Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi “acceptability”, kenampakan, kesegaran, tekstur, serta cita rasa pangan. Air dalam bahan pangan ada dalam tiga bentuk, yaitu air bebas, air terikat lemah atau air teradsorpsi, dan air terikat kuat. Kadar air perlu ditetapkan sebab sangat berpengaruh terhadap daya simpan bahan. Makin tinggi kadar air suatu bahan maka makin besar pula kemungkinan bahan tersebut rusak atau tidak tahan lama. Proses pengeringan sangat berpengaruh terhadap kadar air yang dimiliki bahan tersebut [56].
2.7.2 Uji Kadar Pati
Pati merupakan bahan yang diekstrak dari sumbernya sebagai bahan baku pembuatan bioplastik dalam pati ini. Banyaknya perolehan rendemen pati dapat dipengaruhi oleh adanya granula pati yang berukuran kecil yang jumlahnya sekitar 5% dari jumlah total pati, dimana ketika dilakukan proses ekstraksi dan pencucian maka granula berukuran kecil ini akan mudah membentuk koloid dan akan ikut terbuang bersama air pengekstrak [57]. Berdasarkan standar mutu pati menurut Standar Industri Indonesia, kadar pati yang diizinkan adalah minimum 75% [58].
2.7.3 Uji Kadar Amilosa Dan Amilopektin
Pati memiliki komponen penyusun utama, yaitu amilosa dan amilopektin. Kedua fraksi ini dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang terlarut disebut
amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin. Struktur amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket [54]. Amilosa merupakan bagian dari granula pati yang dalam proses gelatinasi mengalami proses pembengkakan oleh adanya air dan panas sehingga amilosa berdifusi keluar dari granula dan membentuk gel [59].
2.7.4 Uji Kadar Abu dengan Standar AOAC
Kadar abu menunjukan kandungan mineral suatu bahan pangan. Abu didefinisikan sebagai residu yang tertinggal setelah suatu bahan pangan dibakar hingga bebas karbon. Semakin besar kadar abu suatu bahan pangan menunjukan semakin tinggi kandungan mineral bahan pangan tersebut [56]. Berdasarkan standar mutu pati menurut Standar Industri Indonesia, kadar abu yang diizinkan adalah maksimal 1,5 %.
2.7.5 Uji Kadar Lemak
Lemak merupakan komponen samping yang terkandung dalam pati yang diekstrak.Lemak mampu membentuk kompleks dengan amilosa sehingga menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Selain itu sebagian besar lemak akan diabsorbsi oleh permukaan granula sehingga berbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Lapisan lemak tersebut akan menghambat pengikatan air oleh granula pati. Hal ini menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula pati [60].
2.7.6 Uji Kadar Protein
Pada protein, gugus karbonil asam amino terikat pada gugus amino asam amino lain dengan ikatan peptida / ikatan amida secara kovalen membentuk rantai polipeptida. Kadar protein juga menunjukkan analisis kadar nitrogen yang terdapat pada pati [56]. Kadar protein dari pati yang cukup tinggi dapat menyebabkan viskositas pati menurun [61]. Ini yang menyebabkan viskositas dari berbagai varietas pati berbeda-beda.
2.8 KARAKTERISTIK BIOPLASTIK 2.8.1 Penentuan Rapat Massa (Densitas)
Densitas bukan merupakan berat, tetapi densitas sebanarnya hasil perhitungan massa per satuan volume. Kerapatan suatu bahan berpengaruh terhadap sifat mekanik bahan tersebut, semakin rapat suatu bahan maka semakin meningkatkan sifat mekaniknya. Sehingga film bioplastik yang dihasilkan mempunyai kekuatan tarik yang baik [62]. Penentuan rapat massa (densitas) film dilakukan dengan cara film dipotong dengan ukuran dan tebal tertentu, kemudian dihitung volumenya. Potongan film ditimbang dan rapat massa film ditentukan dengan membagi massa potongan uji dengan volumenya (g/cm3) [14]. 𝜌 = 𝑚 𝑣 (2.1) Dimana : 𝜌 = rapat massa/densitas (g/cm3) m = massa sampel (g) v = volume sampel (cm3) [63]
2.8.2 Karakterisasi Sifat Kekuatan Tarik
Kekuatan tarik suatu bahan telah lama dianggap sebagai salah satu sifat penting yang diperlukan untuk design, produksi kualitas kontrol dan prediksi usian suatu pabrik [64]. Penentuan daya regang (tensile strength) atau sering dikenal juga sebagai kuat tarik merupakan gaya maksimum yang terjadi pada film selama pengukuran berlangsung. Hasil pengukuran ini berhubungan erat dengan jumlah
plasticizer yang ditambahkan pada proses pembuatan film [65].
Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [66].
Kuat tarik dapat diukur berdasarkan beban maksimum (Fmaks) yang digunakan
untuk mematahkan material dibagi dengan luas penampang awal (A0) yang
ditunjukkan pada persamaan berikut :
𝜎 = 𝐹𝑚𝑎𝑘𝑠
𝐴0 (2.2)
Dimana : 𝜎 = kuat tarik (kgf/cm2) Fmaks = beban maksimum (kgf)
A0 = luas penampang awal (cm2)
[67]
2.8.3 Karakterisasi Pemanjangan pada saat Putus
Pemanjangan saat putus adalah sebuah indikasi fleksibelitas dan kemampuan meregang (ekstensibilitas) suatu film, yang ditentukan sebagai titik ketika film putus pada saat uji kekuatan tarik. Dinyatakan sebagai persentase perubahan panjang asli dari spesimen antara grip dari film dengan tingkat peregangan [12].
Elastisitas suatu material (elongasi) dapat dicari dengan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang semula seperti pada persamaan berikut :
𝜀 = ∆𝑙
𝑙0 x 100 % (2.3)
Dimana :
𝜀 = elastisitas/regangan (%)
l0 = panjang mula-mula material yang diukur (cm)
∆𝑙 = pertambahan panjang (cm) [67]
2.8.4 Karakterisasi SEM (Scanning Electron Microscopy)
Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi sampel. Struktur morfologi dari campuran polimer merupakan sifat yang penting untuk memahami sifat-sifat campuran polimer, khususnya sifat mekanis [68]. SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan specimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron [69].
Hasil analisis SEM juga memperlihatkan penyebaran partikel pengisi pada matriks sehingga dapat diketahui distribusi partikel pada matriks tersebar dengan merata atau tidak [67].
2.8.5 Karakteristik FT-IR (Fourier Transform InfraRed)
Pada analisis dari Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR), spektrum dari campuran memungkinkan interaksi ikatan hidrogen teridentifikasi [70]. Sebagian radiasi inframerah diserap oleh sampel dan sebagian lagi dilewatkan/ditransmisikan. Hasil dari spektrum merupakan besarnya absorpsi molekul dan transmisi yang membentuk sidik jari molekul dari suatu sampel. Manfaat informasi/data yang dapat diketahui dari FT-IR untuk dianalisis adalah identifikasi material yang tidak diketahui, menentukan kualitas sampel dan menentukan banyaknya komponen dalam suatu campuran [71]
Keuntungan lain dari teknik ini adalah bahwa alat itu juga dapat memberikan informasi tentang unsur-unsur ringan (misalnya, H dan C) dalam zat anorganik [72].
2.8.6 Analisis Profil Gelatinisasi dengan RVA (Rapid Visco Analyzer)
Gelatinisasi menunjukkan perubahan dalam struktur kristal dan fungsi. Pada pembuatan sampel plastik melibatkan beberapa macam perubahan fasa, gelatinisasi menjadi suatu faktor yang penting karena sangat terkait dengan faktor yang lainnya, dan merupakan teknik dasar dalam konversi pati agar menjadi polimer termoplastik. Pati dengan kadar amilosa tinggi memiliki wilayah yang lebih amorf dan kurang kristal, menurunkan suhu gelatinisasi dan entalpi endotermik. Pada penelitian Faridah dkk., (2014), profil gelatinisasi pati garut alami dianalisis dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA) [73]. Sebanyak 3,0 gram sampel (berat kering) ditimbang dalam wadah RVA, lalu ditambahkan 25 gram akuades. Pengukuran dengan RVA mencakup fase proses pemanasan dan pendinginan pada pengadukan konstan (160 rpm). Pada fase pemanasan, suspense pati dipanaskan dari suhu 50 oC hingga 95 oC dengan kecepatan 6 oC/menit, lalu dipertahankan pada suhu tersebut (holding) selama 5 menit. Setelah fase pemanasan selesai, pasta pati dilewatkan pada fase pendinginan, yaitu suhu diturunkan dari 95 oC menjadi 50 oC dengan kecepatan 6 oC/menit, kemudian dipertahankan pada suhu tersebut selama 2
menit. Instrumen RVA memplot kurva profil gelatinisasi sebagai hubungan dari nilai viskositas (cP) pada sumbu y dengan perubahan suhu (oC) selama fase pemanasan dan pendi-nginan pada sumbu x. Beberapa data yang diperoleh dari hasil analisa RVA adalah pasting temperature, peak viscosity, hold viscosity, final viscosity,