• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Orientasi kancah dan Perencanaan Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Orientasi kancah dan Perencanaan Penelitian"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

 

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi kancah dan Perencanaan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian

Pengambilan data penelitian diawali dengan orientasi kancah mengenai pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan melibatkan sejumlah siswa sekolah dasar yang ada di salah satu sekolah swasta “H” di Yogyakarta. SDIT “H” merupakan salah satu sekolah dasar islam terpadu yang yang didirikan oleh yayasan As Sakinah pada tahun 1998. Sekolah ini berlokasi di daerah Sleman, Yogyakarta, dan memiliki misi kelembagaan untuk dapat mewujudkan sekolah berkualitas yang peduli pada kalangan miskin. Sedangkan misi kependidikannya yaitu menyelenggarakan pendidikan islam secara integral dalam aspek ruhiyah, aqliyah, dan jismiyah, sehingga dapat menghantarkan generasi islam yang memiliki karakteristik taqwa, cendekia, terampil, dan kuat. Sekolah ini memiliki 4 tingkatan jenjang kependidikan, mulai dari TK, SD, SMP, serta SMA. Sekolah ini memiliki sarana dan prasarana berupa 7 buah gedung utama yang terdiri dari beberapa kelas sebagai sarana pembelajaran, masjid, ruang guru, ruang perpustakaan, kantor, kantin, ruang aula, serta halaman sekolah. Sekolah ini menerapkan sistem pembelajaran yang dipisah, antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Sehingga memungkinkan bagi siswa laki-laki untuk lebih rentan memunculkan perilaku agresif mereka di dalam kelas.

2. Perencanaan Penelitian a. Persiapan administrasi

(2)

Peneliti mengawali penelitian dengan mengajukan surat izin penelitian kepada pihak sekolah di SDIT “H”. Perizinan untuk melaksanakan penelitian didapatkan melalui surat izin nomor 355/Ketua_M.Psi./20/Akd/XI/2015 Ketua Program Magister Profesi Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Setelah mendapatkan persetujuan dari pihak sekolah untuk dapat melakukan penelitian di sekolah tersebut, peneliti kemudian melakukan asesmen kebutuhan di SDIT “H” untuk memastikan permasalahan agresivitas siswa di sekolah tersebut.

b. Persiapan Alat ukur Penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala perilaku agresif yang dibuat oleh Murtiningtyas (2009) yang mengacu pada aspek-aspek perilaku agresif oleh Anderson dan Huesmann (2007) yaitu agresi fisik dan agresi verbal. Skala ini memiliki koefisien reliabilitas α sebesar 0.958. Skala ini terdiri dari lima kategori respon yang diamati selama 2 minggu yaitu : nilai (0) untuk perilaku agresif yang tidak pernah muncul pada anak, nilai (1) untuk perilaku yang Nampak sebanyak 1 – 3 kali, nilai (2) untuk perilaku yang muncul sebanyak 4 – 6 kali, nilai (3) untuk perilaku yang muncul sebanyak 7 – 9 kali, dan nilai (4) untuk perilaku agresif yang nampak sebanyak lebih dari 10 kali.

c. Persiapan Modul Pelatihan

Penelitian ini menggunakan modul social emotional learning “Aku anak baik” yang telah diadaptasi sebelumnya oleh Zwagery (2012) berdasarkan aspek-aspek pembelajaran sosial emosional dari Denham dan Weissberg (2004), antara lain: (1)

(3)

hubungan dengan orang lain, dan (5) Membuat keputusan yang bertanggung jawab. Modul yang digunakan merupakan modul yang disusun dan dimodifikasi oleh peneliti dengan disesuaikan berdasarkan kebutuhan subjek, sehingga membutuhkan adanya penilaian profesional oleh seorang ahli yang telah memahami pelatihan dan perkembangan perilaku pada anak, khususnya siswa sekolah dasar. Professional Judgement dilakukan untuk mengetahui apakah materi pelatihan sudah cukup tepat sehingga sesuai dengan tujuan pelatihan. Professional Judgment dalam validasi modul pelatihan ini adalah bapak Nur Widiasmara, S.Psi., M.Psi., Psikolog. Hasil penilaian modul menunjukkan perlunya perbaikan mengenai waktu pelaksanaan, prosedur penyajian serta penggunaan bahasa dalam materi pelatihan.

Selain pengujian melalui professional judgment, pengujian modul juga dilakukan dengan ujicoba pelatihan terhadap tiga orang siswa mengenai dua sesi yang ada di dalam pelatihan, yaitu mengenalkan teknik mengatasi rasa marah dalam diri serta mengajarkan bagaimana meredam konflik antar teman (memecahkan masalah dengan orang lain). Adapun alasan peneliti hanya melakukan uji coba terhadap dua sesi pelatihan ialah peneliti berasumsi bahwa dua sesi tersebut belum pernah diberikan di dalam penelitian sebelumnya, selain itu peneliti menganggap bahwa dua sesi tersebut merupakan sesi yang sulit untuk diterapkan, sehingga peneliti memutuskan hanya mengujicobakan dua sesi saja untuk melihat sejauh mana anak dapat memahami isi materi yang akan disampaikan.

Hasil uji coba modul sendiri menunjukkan bahwa sebagian besar siswa mampu memahami dan mempraktekkan isi materi yang ada di dalam modul tersebut. Sebelumnya, peneliti lebih banyak menggunakan metode bercerita sebagai pengantar untuk memasuki inti materi yang akan diberikan, namun setelah dilakukan uji coba,

(4)

anak terlihat lebih mudah mengingat melalui tayangan video, sehingga peneliti berinisitif untuk menggantinya dengan tayangan video sebagai pengantar materi. Pada bagian lembar kerja, peneliti mendapatkan masukan untuk dapat memberikan pengantar dan penjelasan singkat sebelum anak mulai mengerjakan, hal ini dilakukan agar anak lebih dapat memahami dan tidak merasa bingung ketika diminta untuk mengerjakan lembar kerja di setiap akhir sesi dalam pelatihan. Selain itu, peneliti juga memasukan lebih banyak gambar agar lembar kerja terlihat lebih menarik. Berdasarkan hasil konsultasi dan uji coba modul yang telah dilakukan, peneliti mendapatkan banyak masukan yang dapat dijadikan evaluasi untuk menyempurnakan modul pelatihan social emotional learning yang akan diberikan dalam penelitian ini.

d. Penentuan subjek

Penentuan subjek dalam penelitian ini ialah siswa sekolah dasar SDIT “H” Yogyakarta yang memiliki rentang usia antara 9 sampai 11 tahun, berjenis kelamin laki-laki, dan memiliki karakteristik berperilaku agresif berdasarkan hasil screening yang telah dilakukan peneliti melalui peer nomination. Berdasarkan hasil penyebaran kuisioner peer nomination, peneliti mendapatkan 20 siswa yang memiliki karakteristik perilaku agresif, pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Peneliti kemudian melakukan prates kepada dua kelompok tersebut dengan menyebarkan skala kepada tiga orang guru kelas yang sering terlibat berinteraksi dengan siswa di sekolah. Pelaksanaan prates dilakukan pada tanggal 26 November 2015 sampai dengan 10 Desember 2015. Skala yang telah disebar,

(5)

kemudian dilakukan perhitungan lebih lanjut berdasarkan kategorisasi tinggi, sedang, dan rendah,

Perhitungan kategori subjek penelitian adalah sebagai berikut :

1) Jumlah butir aitem adalah 22 butir, dengan nilai skala yang bergerak dari 0 sampai 4.

2) Skor maksimum hipotetik adalah : Jumlah butir x nilai maksimum butir

22 x 4 = 88

3) Skor minimum hipotetik adalah : Jumlah butir x nilai minimum butir

22 x 0 = 0

4) Range hipotetik :

Skor maksimum – skor minimum

88 – 0 = 88

5) Standar deviasi hipotetik adalah

Range : 6 = 88 : 6 = 14, 67

6) Mean hipotetik adalah : Nilai tengah x jumlah butir

(6)

Kategorisasi asertivitas siswa : a. Rendah

X < Mean – 1 SD (Standar Deviasi) X < 44 – 14,67 X < 29,33 b. Sedang M – 1 SD ≤ x ≤ M + 1 SD (44 – 14,67) ≤ x ≤ 44 + 14,67 29,33 ≤ x ≤ 58,67 c. Tinggi X > M + 1 SD X > 44 + 14,67 X > 58,67

Data prates subjek penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Kategorisasi subjek penelitian kelompok eksperimen

Kategori Rentang Hasil Jumlah Persentase

Rendah X < 29,33 2 20 %

Sedang 29,33 ≤ x ≤ 58,67 6 60 %

Tinggi X > 58,7 2 20 %

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa terdapat 2 siswa yang memiliki karakteristik berperilaku agresif dengan kategori tinggi, 6 siswa dengan ketegori sedang, dan 2 siswa dengan kategori rendah. Sehingga pada kelompok eskperimen, awalnya didapatkan 8 siswa yang akan dijadikan subjek dalam proses penelitian.

(7)

Namun diantara 8 siswa tersebut, terdapat 2 siswa pada kategori tinggi yang tidak bisa diikutkan proses penelitian lebih lanjut dikarenakan salah satu siswa tersebut pindah sekolah, sedangkan satu siswa lainnya sudah mendapatkan penanganan khusus dari psikolog, sehingga pihak sekolah tidak mengizinkan siswa tersebut untuk dapat mengikuti proses pelatihan.

Tabel 6. Kategorisasi subjek penelitian kelompok kontrol

Kategori Rentang Hasil Jumlah Persentase

Rendah X < 29,33 4 40 %

Sedang 29,33 ≤ x ≤ 58,67 6 60 %

Tinggi X > 58,7 0 0 %

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa pada kelompok kontrol yang telah disebarkan hasil prates, diketahui bahwa terdapat 6 orang siswa yang memiliki karakteristik perilaku agresif dengan kategori sedang dan 4 orang siswa yang memiliki karakteristik perilaku agresif dengan ketegori rendah. Pada kelompok ini, tidak terdapat siswa yang memiliki tingkat agresivitas dengan kategori tinggi. Sehingga jumlah antara kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol bisa dikatakan sama/seimbang.

d. Mempersiapkan Informed consent

Setelah didapatkan subjek yang akan diikutkan dalam proses intervensi, maka peneliti meminta izin langsung kepada pihak sekolah melalui penandatanganan informed consent yang diisikan oleh wali kelas di SDIT “H”. Peneliti juga memberikan penjelasan tentang prosedur pelatihan, waktu pelaksanaan pelatihan, serta apa saja yang perlu dipersiapkan untuk melaksanakan pelatihan di sekolah. Lembar informed consent disusun dengan mengacu pada Kode Etik Psikologi Indonesia (2010).

(8)

3. Pelaksanaan Penelitian

a. Deskripsi Subjek Penelitian

Setelah dilakukan prates, peneliti mendapatkan data mengenai 12 orang subjek yang akan dijadikan subjek dalam penelitian. Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada sistem matching, dengan karakteristik yang sama antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dengan Subjek dibagi menjadi dua kelompok yang terdiri dari 6 orang. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah tabel yang menjelaskan gambaran singkat tentang subjek yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini :

Tabel 7. Deskripsi Subjek Penelitian

Kelompok Subjek Usia JK Tingkat

Agresivitas Eksperimen Subjek 1 10 th 1 bulan Laki-laki Sedang

Subjek 2 10 th 2 bulan Laki-laki Sedang Subjek 3 9 th 10 bulan Laki-laki Sedang Subjek 4 10 th 2 bulan Laki-laki Sedang Subjek 5 10 th 3 bulan Laki-laki Sedang

Subjek 6 10 th Laki-laki Sedang

Kontrol Subjek 1 10 th 11 bulan Laki-laki Sedang

Subjek 2 11 tahun Laki-laki Sedang

Subjek 3 11 th 4 bulan Laki-laki Sedang Subjek 4 11 th 2 bulan Laki-laki Sedang Subjek 5 10 th 9 bulan Laki-laki Sedang

Subjek 6 11 tahun Laki-laki Sedang

(9)

Setelah melakukan koordinasi dengan pihak sekolah dan pelatih, pelaksanaan pelatihan dilaksanakan pada 4 kali pertemuan yang berlangsung pada tanggal 12 , 14, 18 dan 21 Januari 2016. Pelatihan dilakukan di ruang perpustakaan sekolah. Dan berlangsung dengan rentang waktu antara 1,5 jam sampai 2,5 jam. Pelatih dalam pelatihan social emotional learning ini merupakan seorang psikolog yang telah cukup berpengalaman dalam memberikan pelayanan psikologi, khususnya dalam bidang psikologi pendidikan

Adapun penjelasan tentang proses pelaksanaan pelatihan adalah sebagai berikut: 1) Pertemuan I (sesi I dan II)

Pertemuan pertama dimulai pada tanggal 12 Januari 2016, berlangsung pada pukul 10.20 sampai dengan pukul 11.45. Pertemuan ini terdiri dari dua sesi, yakni sesi pertama dan sesi kedua. Sesi pertama pelatihan dimulai dengan pembukaan salam dan perkenalan yang dipandu oleh pendamping pelatih. Selama perkenalan, masing-masing peserta maupun pelatih dan pendamping pelatih saling berdiri dan menyebutkan nama serta hobbi masing-masing. Setelah perkenalan, pelatih mulai mengajak para peserta untuk membaca doa terlebih dahulu sebelum materi dimulai. Pembacaan doa dipimpin oleh salah satu peserta. Setelah itu, pelatih mulai menjelaskan gambaran pelatihan, tujuan, serta aturan yang telah disepakati bersama agar proses pelatihan dapat berjalan dengan lancar dan mencapai target yang diinginkan.

Pada sesi kedua, pelatih mulai memberikan materi tentang “memahami perasaan”. Pelatih mengawali sesi ini dengan memberikan cerita singkat berjudul “meminta maaf”. Selama membacakan cerita, para peserta terlihat duduk dengan tenang, dan menyimak cerita yang disampaikan tersebut, sehingga saat diberikan

(10)

pertanyaan, seluruh peserta mampu menjawab pertanyaan yang diajukan. Seusai membacakan cerita, pelatih memberikan materi berupa jenis-jenis perasaan, seperti marah, senang, sedih, takut dan terkejut. Ketika diberikan materi, para peserta terlihat antusias memperhatikan pelatih dan melihat gambar-gambar pada slide, sembari ikut menirukan beberapa ekspresi wajah tersebut. Pelatih kemudian menanyakan kepada masing-masing peserta tentang hal apa saja yang dapat membuat peserta merasakan beberapa emosi tersebut. Setelah itu, pelatih meminta peserta untuk mengisi lembar kerja 1 (LK1) dengan cara menempelkan gambar emote icon yang merepresentasikan perasaan mereka pada hari itu. Seusai mengerjakan LK1, pelatih menayakan kepada peserta tentang hal apa saja yang telah mereka dapatkan selama pelatihan berlangsung. Pendamping pelatih kemudian memberikan hadiah berupa bintang dan snack kepada tiga orang peserta yang berhasil melaksanakan aturan yang telah disepakati. Setelah itu, pelatih menutup pertemuan pertama dengan pembacaan doa yang dipandu oleh salah satu peserta.

2) Pertemuan II (sesi III dan IV)

Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 14 Januari 2016 pada pukul 08.40 sampai dengan pukul 10.30, di ruang perpustakaan sekolah. Saat dimulai, awalnya hanya terdapat 5 orang peserta yang hadir, sedangkan satu orang peserta sempat tidak mau ikut pelatihan karena sedang bertengkar dengan salah satu peserta lainnya. Namun setelah beberapa menit dibujuk oleh observer, peserta tersebut akhirnya bersedia untuk ikut. Untuk mencairkan suasana, pendamping pelatih memberikan ice breaking berupa chicken dance, dan meminta seluruh peserta untuk

(11)

mengikuti gerakan tersebut. Para peserta mulai terlihat ceria dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan yang ada.

Sesi ketiga dimulai dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh salah satu peserta. Kemudian, pelatih menanyakan tentang materi apa saja yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya. Pelatih juga mengingatkan para peserta tentang aturan yang harus disepakati bersama. Sebelum memberikan materi, pelatih memberikan kuis tentang beberapa macam ekspresi muka seseorang, lalu meminta mereka untuk dapat menyebutkan nama perasaan berikut ciri-ciri yang ditunjukkan. Setelah itu, pelatih memberikan penjelasan singkat tentang materi yang akan dibahas pada pertemuan kedua ini. Memasuki materi, pada sesi III, pelatih memberikan tayangan video yang berjudul “Igo and Friends”, lalu memberikan tanya jawab tentang video tersebut.

Usai membahas tentang video, pelatih mulai memberikan materi tentang cara-cara yang baik dan tidak baik dalam menunjukkan perasaan. Kemudian pelatih menunjuk masing-masing peserta untuk berdiri dan saling menceritakan cara-cara yang baik dan tidak baik yang mereka lakukan ketika merasakan perasaan tertentu. Setelah saling bercerita, pelatih meminta para peserta untuk mengisi lembar kerja 2 (LK2), dan mengumpulkannya ketika sudah selesai. Sebelum memasuki sesi keempat, pendamping pelatih memberikan ice breaking berupa senam jari kepada para peserta agar tidak bosan.

Sesi keempat dimulai pada pukul 09.20. Sesi ini menjelaskan tentang “saat kamu marah”. Sebelumnya, pelatih memberikan tayangan video tentang kisah seorang anak yang pemarah, kemudian melakukan tanya jawab seputar tokoh, perasaan dan hal apa saja yang dilakukan tokoh tersebut dalam mengatasi

(12)

perasaannya. Setelah melakukan tanya jawab, pelatih lalu menanyakan pengalaman masing-masing peserta ketika merasa marah. Pelatih mulai memberikan materi tentang cara dan teknik dalam mengatasi rasa marah dalam diri. Pelath dan pendamping pelatih lalu meminta para peserta untuk berdiri dan mempraktekkan teknik tersebut. Pertama-tama peserta diminta untuk bersikap diam dan tenang sembari mengucap istighfar. Kedua, peserta berhitung 1 sampai dengan 10. Ketiga, peserta bersama-sama menarik nafas dalam-dalam, lalu keempat peserta menghembuskan nafas secara perlahan. Agar lebih ingat, pelatih meminta para peserta mempraktekkan ulang teknik tersebut secara sendiri-sendiri. Selama mempraktekkan, para peserta terlihat senang dan antusias dalam memperagakannya.

Menjelang penutupan sesi keempat, pelatih meminta para peserta untuk berpasangan dan secara bergantian maju ke depan ruangan untuk memperagakan adegan tentang cara yang baik dan tidak baik dalam mengatasi rasa marah. Peserta yang tidak maju, diminta untuk menjawab apakah cara tersebut sudah merupakan cara yang tepat ataupun sebaliknya. Setelah itu, pelatih membagikan lembar kerja 3 (LK3) dan meminta mengisi lembar kerja tersebut berdasarkan materi yang telah disampaikan. Sesi keempat ditutup dengan menyimpulkan materi, membaca doa, serta memberikan hadian berupa bintang dan snack kepada tiga orang peserta yang berhasil mentaati peraturan yang ada selama sesi berlangsung

3) Pertemuan III (sesi V dan VI)

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2016 pukul 10.20 sampai dengan pukul 11.50. Pelaksanaan pertemuan ketiga berlangsung dengan

(13)

tepat waktu dan sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan sebelumnya. Sesi kelima kegiatan dimulai dengan pembukaan salam, serta pembacaan doa yang dipimpin oleh salah satu peserta, Sebelum memasuki materi, pelatih memberikan kuis kepada para peserta yang berisi pertanyaan tentang kegiatan dan materi apa saja yang telah diajarkan kepada para peserta mulai dari sesi kedua hingga sesi keempat. Pelatih juga memberikan bonus bintang kepada para peserta yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar. Materi kelima menjelaskan tentang “memahami perasaan orang lain”. Sebelumnya, pelatih memberikan video yang berisi kumpulan ekspresi wajah seseorang ketika merasakan sesuatu. Kemudian, pelatih mulai memberikan materi tentang ciri-ciri yang ditunjukkan oleh seseorang ketika merasakan perasaan tertentu. Pelatih juga menanyakan alasan mengapa kita perlu memahami perasaan orang lain. Kemudian pelatih membagi peserta secara acak untuk berpasangan, kemudian meminta mereka untuk maju ke depan ruangan dan saling memperagakan sekaligus menebak perasaan yang dialami oleh pasangannya secara bergantian. Pelatih mengakhiri sesi kelima dengan tepukan tangan dan meminta peserta untuk mengisi lembar kerja 5 (LK5).

Sesi ke enam dimulai dengan memberikan ice breaking berupa “simon says” agar suasana lebih ceria. Setelah itu, pelatih memberikan video yang berjudul “persahabatan”, dan menanyakan beberapa pertanyaan kepada para peserta tentang makna dalam video tersebut. Setelah mereview video, pelatih kemudian mulai memberikan materi tentang “menjadi teman yang baik”. Pelatih memberikan cara-cara menjadi seorang teman yang baik, seperti : berbicara-cara yang baik, belajar mendengarkan, serta belajar mendekati dan saling berbagi. Pelatih kemudian membagi peserta menjadi dua kelompok, yang terdiri dari tiga orang peserta.

(14)

Masing-masing kelompok diminta untuk saling berlomba menyusun potongan puzzle menjadi sebuah gambar yang utuh dan menarik. Dalam hal ini, setiap peserta diwajibkan untuk saling bekerjasama dengan timnya, dengan menerapkan beberapa aturan, seperti: berbicara dengan tutur kata yang baik, saling mendengarkan, saling berbagi, mengerjakan dengan tenang/tidak berisik, serta tidak saling bertengkar satu sama lainnya. Bagi kelompok yang menang, masing-masing peserta akan mendapatkan bintang sekaligus hadiah, dan bagi kelompok yang tidak dapat menerapkan aturan yang diterapkan, akan mendapatkan sanksi berupa pengurangan jumlah bintang. Pada kegiatan ini, para peserta terlihat merangkai puzzle dengan sungguh-sungguh dan saling berusaha untuk bekerja sama dengan kelompoknya.

Usai memberikan permainan, pelatih kemudian mengumumkan kelompok yang menang, dan peserta yang berhak mendapatkan bintang. Kemudian, pelatih memberikan review singkat dengan menanyakan makna dari permainan tersebut, serta hal baik maupun hal buruk apa saja yang telah mereka lakukan dalam permainan tersebut. Setelah itu, pelatih memberikan lembar kerja 6 (LK6) kepada para peserta dan meminta mereka untuk mengisinya. Pelatih mengakhiri sesi keenam dengan membaca doa bersama, memberikan kesimpulan tentang materi dan kegiatan yang telah dilakukan pada pertemuan ini, serta memberikan bintang dan hadiah kepada peserta yang aktif dan berhasil mengikuti aturan yang telah disepakati.

4) Pertemuan IV (sesi VII dan VIII)

Pertemuan ke empat dilaksanakan pada tanggal 21 Januari 2016 di ruang perpustakaan. Waktu pelaksanaan kegiatan sempat mundur 30 menit dari waktu yang telah ditentukan, karena kurangnya koordinasi antara pihak guru dengan

(15)

pengelola perpustakaan. Sehingga sesi ketujuh dimulai pada pukul 09.00 sampai dengan pukul 10.30. Pada pertemuan terakhir, para peserta terlihat semangat dalam mengikuti kegiatan yang ada. Peserta juga hadir dalam jumlah yang lengkap. Pembukaan kegiatan diawali dengan salam dan pembacaan doa. Pelatih juga menanyakan materi apa saja yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya. Setelah itu pelatih memberikan materi tentang “memecahkan masalah dengan orang lain”. Pada materi ini, pelatih memberikan ulasan singkat tentang perselisihan dengan teman, dan memberikan upaya-upaya yang bisa dilakukan dalam menghindari perselisihan dengan teman, seperti: saling memahami teman, meminta maaf ketika bersalah, tidak bersikap kasar dengan teman, menunggu dan saling bergantian, serta menjauh ketika ada teman yang ingin melukai. Pelatih kemudian membagi peserta secara berpasangan. dan meminta mereka untuk satu persatu maju ke depan ruangan dan memperagakan adegan tentang bagaimana menghindari perselisihan dengan teman secara bergantian. Setelah itu, pelatih membagikan lembar kerja keenam (LK6) dan meminta peserta untuk mengisinya.

Memasuki sesi ke delapan, pendamping pelatih memberikan ice breaking berupa senam jari kepada peserta agar suasana lebih hidup dan semangat. Pelatih memulai sesi ke delapan dengan membacakan cerita singkat, kemudian meminta peserta untuk saling menyebutkan judul dan tokoh cerita, serta apa yang dilakukan tokoh tersebut. Pelatih kemudian memberikan ulasan tentang materi-materi yang telah disampaikan pada pertemuan sebelumnya, mulai dari sesi pertama hingga sesi ketujuh. Pelatih kemudian memberikan kuis kepada para peserta tentang materi-materi yang telah dibahas pada pertemuan awal hingga pertemuan akhir. Pelatih meminta para peserta satu persatu untuk maju ke depan ruangan dan mengutarakan

(16)

apa saja yang telah mereka dapatkan selama pelatihan sosial emosional berlangsung dari pertemuan awal hingga pertemuan terakhir. Para peserta juga diminta untuk memperagakan ekspresi tubuh, dan teknik dalam mengatasi rasa marah. Setelah masing-masing peserta maju ke depan ruangan, pelatih dan pendamping pelatih saling memberikan feedback kepada peserta agar mereka lebih dapat mengingat sekaligus mempraktekkannya secara tepat. Para peserta secara bersama-sama saling memperagakan kembali ekpresi tubuh, cara yang baik dan tidak baik, serta teknik dan upaya yang bisa dilakukan dalam mengatasi rasa marah dan menghindari perselisihan dengan teman. Setelah selesai mengulas semua materi, pelatih meminta peserta untuk mengisi lembar kerja ketujuh (LK7), dan mengumpulkannya kepada pendamping pelatih. Pendamping pelatih kemudian mulai mengumumkan tiga orang peserta yang berhak menjadi juara karena telah berhasil mengumpulkan jumlah bintang terbanyak, mulai dari pertemuan awal hingga pertemuan akhir, lalu membagikan hadiah kepada tiga peserta yang menjadi juara tersebut. Pelatih menutup sesi terakhir dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh salah satu peserta, serta ucapan terimakasih kepada seluruh peserta yang telah bersedia ikut dan aktif dalam kegiatan yang telah dilakukan.

4. Pelaksanaan Pascates

Pascates diberikan kepada kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Pengambilan data pascates dilaksanakan selama dua minggu setelah sesi pelatihan pembelajaran sosial emosional berakhir, yakni pada tanggal 21 Januari hingga 4 Februari 2016.

(17)

Tindak lanjut pelatihan dilakukan selama 15 hari setelah pengukuran pascates dilakukan, yakni tanggal 4 Februari hingga 18 Februari 2016. Proses tindak lanjut dilakukan oleh peneliti dengan cara menggunakan alat ukur yang sama dengan alat ukur yang telah digunakan untuk pratest maupun pascates. Pengambilan data tersebut dilakukan untuk mengetahui gambaran perilaku agresif siswa di SDIT “H” pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah tahap intervensi dan pascates dilakukan.

6. Pelaksanaan pelatihan pada kelompok kontrol (waiting list)

Pelaksanaan pelatihan pada kelompok kontrol dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan modul yang sama dengan modul yang digunakan pada kelompok eksperimen, yang mencangkup 8 sesi pelatihan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, kelompok kontrol akan diberikan dalam satu kali pertemuan saja mengingat keterbatasan waktu dan tempat yang akan disediakan. Pelaksanaan pelatihan pada kelompok kontrol rencananya akan dilakukan dengan dipandu oleh peneliti sendiri sebagai pelatih peserta pelatihan.

B. Hasil Penelitian 1. Analisis Kuantitatif

a. Deskripsi Subjek Penelitian

Data dalam penelitian ini disusun berdasarkan pengisian skala perilaku agresif siswa antara sebelum pelatihan (prates), setelah pelatihan (pascates), dan 2 minggu setelah pelatihan (tindak lanjut). Data ini sebelumnya diisikan oleh tiga orang guru

(18)

yang bertindak sebagai penilai untuk memberikan penilaian terhadap enam subjek penelitian. Kemudian peneliti mengambil mean atau nilai tengah dari ketiga pengisi tersebut yang hasilnya nanti akan dianalisis lebih lanjut dalam pengolahan data statistik. Untuk lebih jelasnya, data dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 8. Deskripsi Data Subjek Penelitian

Subjek Prates Kategori Pascates Kategori Tindak lanjut Kategori Kelompok Eksperimen Subjek 1 35 S 20 R 20 R Subjek 2 38 S 18 R 18 R Subjek 3 31 S 15 R 15 R Subjek 4 32 S 16 R 14 R Subjek 5 39 S 18 R 16 R Subjek 6 33 S 15 R 12 R Kelompok Kontrol Subjek 1 35 S 33 S 34 S Subjek 2 32 S 29 R 27 R Subjek 3 35 S 31 S 34 S Subjek 4 32 S 33 S 34 S Subjek 5 33 S 30 S 27 R Subjek 6 32 S 29 R 28 R Keterangan : R : Rendah S : Sedang

(19)

T : Tinggi

ST : Sangat Tinggi

b. Deskripsi Data Penelitian

Tabel 9. Deskripsi Data Penelitian

Klasifikasi Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax Mean SD

Prates 31 39 34.67 3.266 32 35 33.17 1.472

Pascates 15 20 17.00 2.000 29 33 30.83 1.835

Tindak lanjut 12 20 15.83 2.858 12 20 30.17 4.215

Berdasarkan tabel di atas, diketahu bahwa terdapat penurunan tingkat agresivitas pada keenam subjek penelitian setelah diberikan perlakuan (pascates). Hasil ini juga tetap signifikan setelah diukur pengukuran ulang selama 2 minggu pada saat tindak lanjut. Dari tabel di atas, terlihat bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata (mean) atara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Nilai rata-rata kelompok eksperimen pada saat prates sebesar 34.67 dan mengalami penurunan menjadi 17.00. Hal ini menunjukkan terjadi penurunan tingkat agresivitas kelompok eksperimen dari prates ke pascates. Begitupun pada saat dilakukan tindak lanjut, nilai rata-rata juga mengalami penurunan menjadi 15.83. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat adanya penurunan tingkat agresivitas siswa pada kelompok eksperimen dari pascates ke tindak lanjut.

Pada kelompok kontrol, hal yang serupa juga dirasakan, dimana terdapat perbedaan nilai rata-rata (mean) pada saat prates sebesar 33.17 menjadi 30.83.

(20)

Perbedaan nilai rata-rata ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan tingkat agresivitas dari prates ke pascates. Begitupun pada saat dilakukan tindak lanjut, nilai rata-rata turun menjadi 30.17. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat agresivitas pada kelompok kontrol pada saat dilakukan tindak lanjut.

c. Hasil Uji Asumsi 1) Uji Normalitas

Uji normalitas dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat normal tidaknya penyebaran data variable penelitian. Teknik pengujian normalitas yang digunakan adalah One sample Kolmogorov Smirnov Test. Adapun hasil uji normalitas skala agresivitas yang telah disebarkan pada saat prates dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 10. Uji Normalitas

PRATES

Kolmogorov-Smirnov

.195

Asymp. Sig.

(2-tailed)

. 200

c,d

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai K-SZ sebesar 0.195, sehingga dapat dijelaskan bahwa sebaran skor pada data prates pada kedua kelompok terdistribusi normal dengan nilai p>0.05.

(21)

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk menentukan frekuensi ataupun proporsi antara kedua kelompok yang diujikan tersebut tidak berbeda secara signifikan. Untuk hasil uji homogentias dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 11. Uji Homogenitas

Levene Statistik df1 df2 Sig.

4.993 1 10 .049

Berdasarkan tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa tingkat homogenitas dalam kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol mendapatkan nilai levene statistik = 4.993 dengan nilai p= 0.049. Hal ini menunjukkan bahwa data pada skala agresivitas yang telah disebarkan, bersifat tidak homogen karena nilai p<0.05. Oleh karena itu, metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini ialah non parametrik.

d. Uji Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis statistik nonparamterik dengan menggunakan uji statistik Mann-Whitney U antara hasil prates, pascates dan tindak lanjut. Sugiyono (2012) mengemukakan bahwa Mann-Whitney digunakan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hipotesis diterima jika nilai yang diperoleh lebih kecil dari 0.05 untuk taraf signifikansi 5%.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara pelatihan social emotional learning pada penurunan tingkat agresivitas siswa. Dimana terdapat perbedaan penurunan tingkat agresivitas siswa pada kelompok eksperimen

(22)

dan kelompok kontrol setelah mendapatkan pelatihan. Adapun hasil analisis data uji Mann Whitney dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 12. Hasil Uji Mann Whitney Kelompok Ekeperimen dan Kelompok Kontrol

Pratest

Pascatest

Tindaklanjut

Z

-.658

-2.903

-2.908

Asymp. Sig.

(2-tailed)

.511

.004

.004

Exact Sig.

[2*(1-tailed Sig.)]

.589

b

.002

b

.002

b

a. Grouping Variable: KELOMPOK

b. Not corrected for ties.

Hasil uji analisis Mann-Whitney U pada tabel di atas menunjukkan adanya perubahan tingkat agresivitas yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat pascates, yang ditunjukkan dengan skor Z sebesar -2.903. dengan p sebesar 0.004 (p<0.05). Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat agresivitas pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol antara sebelum dan setelah pelatihan social emotional learning diberikan. Pada kelompok eksperimen yang mendapatkan pelatihan social emotional learning

(23)

memiliki skor tingkat agresif yang lebih menurun secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol, yang tidak diberikan perlakuan.

Pada saat dilakukan proses tindak lanjut, hasil uji Mann-Whitney menunjukkan tidak adanya perbedaan skor yang signifikan antara skor tingkat agresivitas di kelompok ekperimen maupun kelompok kontrol saat sesudah pelatihan hingga masa tindak lanjut. Ini ditunjukkan dengan nilai Z = -2.908, dengan p sebesar 0.004 (p<0.05). Hal ini menjelaskan bahwa baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol memiliki tingkat agresivitas yang cenderung ajeg, dari saat prates dilakukan hingga masa tindak lajut berakhir. Berdasarkan uji hipotesis di atas, dapat disimpulkan bahwa pelatihan social emotional learning dapat memberikan pengaruh pada penurunan tingkat agresivitas siswa. Sehingga dalam hal ini bisa dikatakan bahwa hipotesis diterima.

e. Grafik Perbandingan Antar Kelompok Penelitian

Perbandingan skor prates dan pascates pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada grafik berikut ini :

(24)

Grafik 1. Perubahan rata-rata skor tingkat agresivitas kelompok eksperimen

Berdasarkan gambaran grafik di atas, dapat diketahui bahwa tingkat agresivitas seluruh subjek sebelum diberikan pelatihan, berada pada kategori sedang. Namun setelah diberikan pelatihan, diketahui bahwa terdapat penurunan skor tingkat agresivitas siswa menjadi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan skor tingkat perilaku agresif yang cukup signifikan pada seluruh peserta di dalam kelompok eksperimen, baik pada saat prates, pascates, maupun tindak lanjut dilakukan.

(25)

Grafik 2. Perubahan rata-rata skor tingkat agresivitas kelompok kontrol

Berdasarkan gambaran grafik di atas, dapat diketahui bahwa, tingkat agresivitas sebagian besar subjek pelatihan antara sebelum dilakukan pelatihan maupun setelah dilakukan pelatihan, tetap berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat adanya perubahan perilaku agresif yang signifikan pada sebagian besar peserta kelompok kontrol.

2. Analisa Kualitatif

Selain menggunakan analisa secara kuantitatif, penelitian ini juga menggunakan analisa kualitatif yang dilakukan pada kelompok eksperimen berdasarkan hasil observasi, wawancara, maupun pada saat pelaksanaan pelatihan dan pengisian lembar kerja. Tujuan analisa kualitatif adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan

(26)

perilaku agresivitas subjek selama mengikuti seluruh rangkaian kegiatan pelatihan. Analisis kualitatif yang dilakukan pada seluruh subjek dalam kelompok eksperimen antara lain :

a. Subjek 1 (H)

Subjek 1 merupakan seorang siswa sekolah dasar berusia 10 tahun. Berdasarkan hasil skala perilaku agresif yang telah diisikan oleh ketiga guru, subjek memiliki tingkat agresivitas yang berada pada kategori sedang dengan perolehan skor sebesar 35. Subjek mengikuti seluruh rangkaian sesi pelatihan sebanyak 4 kali pertemuan. Pada saat pelatihan, subjek terlihat aktif dalam mengikuti setiap sesi yang ada. Dari awal hingga akhir pelatihan berlangsung, subjek cenderung bersikap reaktif serta dominan.

Dari hasil pengamatan pada pertemuan pertama, subjek sempat beberapa kali memukul teman-temannya dengan menggunakan buku, memukul-mukul meja dan memainkan LCD, mengejek temannya dengan mengatakan “goblok”, serta mengusili temannya dengan menendang-nendangkan kaki saat mengerjakan lembar kerja. Pada pertemuan kedua, subjek sempat bertengkar dengan salah satu peserta pelatihan, sehingga subjek sempat tidak mood dalam mengikuti awal sesi. Sesi selanjutnya membahas mengenai mengatasi rasa marah. Dalam hal ini subjek sempat merasa bahwa dirinya merupakan anak yang pemarah, sehingga dirinya sempat merasa malu dan mengatakan bahwa dirinya ingin berubah menjadi tidak pemarah agar teman-temannya tidak takut terhadap dirinya. Pada pertemuan ketiga, subjek terlihat semangat dalam mengikuti pelatihan, hal ini terlihat pada saat pelatih memberikan kuis, subjek selalu berusaha menjawabnya. Pada pertemuan

(27)

di meja, serta meneriaki siswa lain yang berada di luar ruangan dengan bahasa yang cukup kasar, sehingga terdapat pengurangan jumlah bintang. Pada pertemuan terakhir, subjek mulai terlihat lebih anteng dibandingkan pertemuan sebelum-sebelumnya. Ketika diberikan lembar kerja, subjek terlihat fokus mengerjakan tanpa mengganggu temannya. Pada saat kuis, subjek mampu menjawab pertanyaan yang diajukan dengan benar. Subjek juga mampu mempraktekkan cara-cara yang bisa dilakukan dalam mengatasi rasa marah maupun permasalahan dengan teman. Walaupun subjek tidak mendapatkan hadiah, namun subjek mau berjanji untuk meruba sikap agresifnya tersebut agar lebih disukai oleh teman-temannya.

Selang 2 minggu setelah mendapatkan pelatihan, subjek mengalami penurunan tingkat perilaku menjadi 20. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mengalami penurunan perilaku agresif sebesar 15 antara sebelum diberikan perlakuan pada saat prates, dengan setelah diberikan perlakuan pada saat pascates. Pengukuran yang sama dilakukan kembali pada saat 1 bulan pasca pelatihan, dimana subjek 1 memperoleh nilai skor sebesar 20. Dalam hal ini, subjek mendapatkan perolehan tingkat agresivitas yang berada pada kategori rendah dan cenderung ajeng dengan pengkuran sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, perkembangan perilaku subjek 1 dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

(28)

Grafik 3. Perubahan skor agresivitas subjek 1 b. Subjek 2 (Nz)

Subjek kedua berinisial Nz merupakan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun. Berdasarkan hasil skala perilaku agresif yang telah diisikan oleh ketiga guru, subjek memiliki tingkat agresivitas yang berada pada kategori sedang dengan perolehan skor sebesar 38. Subjek mengikuti selurunh rangkaian sesi pelatihan sebanyak 4 kali pertemuan. Dari awal hingga akhir pelatihan, subjek terlihat aktif dan semangat dalam mengikuti setiap sesi yang ada, hal ini ditunjukkan dengan inisiatifnya dalam memimpin doa, selalu berusaha menjawab pertanyaan yang diberikan pada saat kuis berlangsung, aktif bertanya ketika ada materi yang tidak dipahami, serta selalu menyimak pelatih ketika membacakan cerita dan memberikan video. Pada pertemuan kedua pelatihan, subjek terlihat mampu menjelaskan sekaligus memperagakan cara-cara yang baik dan tidak baik dalam mengatasi perasaan marah. Subjek juga mampu menebak perasaan apa yang muncul pada teman pasangannya dengan tepat. Pada pertemuan ketiga, subjek sempat terlihat memukul meja dan berteriak-teriak saat tidak dapat menjawab pertanyaan yang diberikan, sehingga subjek tidak mendapatkan bintang. Pada saat pengisian lembar kerja, subjek menuturkan keinginannya menjadi teman yang baik, dengan melakukan cara-cara yang benar dalam berteman. Pada pertemuan keempat, subjek terlihat aktif dalam menjawab kuis dengan cepat. Ketika diminta untuk maju ke depan untuk menyebutkan dan memperagakan hal apa saja yang sudah di dapatkan selama pelatihan berlangsung, subjek terlihat percaya diri dan mampu menyebutkan dengan tepat. Karena keaktifan subjek serta perilakunya

(29)

yang cukup stabil, subjek mendapatkan hadiah sebagai juara ketiga dalam pelatihan.

Selang 2 minggu setelah mendapatkan pelatihan, subjek mengalami penurunan skor tingkat perilaku agresif menjadi 18. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mengalami penurunan perilaku agresif sebesar 20 antara sebelum diberikan perlakuan pada saat prates, dengan setelah diberikan perlakuan pada saat pascates. Ketika dilakukan tindak lanjut, subjek juga memperoleh nilai skor yang sama yakni sebesar 20. Dimana dalam hal ini,tidak terdapat perbedaan antara setelah dilakukannya pelatihan (prates) dengan hasil tindak lanjut. Artinya, subjek 2 cukup menerapkan apa yang disampaikan dalam materi pelatihan, memiliki tingkat agresivitas yang relatif menurun dibandingkan dengan sebelum pelatihan, namun tetap memiliki skor yang ajeg setelah 1 bulan diberikan pelatihan. Untuk lebih jelasnya, perkembangan rata-rata tingkat agresivitas subjek 2 dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Grafik 4. Perubahan skor agresivitas subjek 2

(30)

Subjek ketiga berinisial D merupakan seorang anak laki-laki berusia 9 tahun 10 bulan. Berdasarkan hasil skala perilaku agresif yang telah diisikan oleh ketiga guru, subjek memiliki tingkat agresivitas yang berada pada kategori sedang dengan perolehan skor sebesar 31. Subjek mengikuti selurunh rangkaian sesi pelatihan sebanyak 4 kali pertemuan. Di awal sesi pelatihan, subjek terlihat diam dan memiliki suara yang cukup pelan ketika ditanya mengenai nama serta hobbi. Memasuki sesi kedua, subjek mulai terlihat lebih aktif. Subjek juga sempat memainkan LCD yang ada di meja, serta mengejek teman yang ada di sampingnya dengan sebutan “telek” sembari tertawa. Pada pertemuan kedua, subjek sempat bertengkar dengan salah satu peserta. Ketika ada salah satu teman yang mengusilinya, subjek cenderung membalasnya dengan cara mendorong dan menduduki punggung temannya. Namun, setelah dinasehati, subjek mau berinisiatif untuk meminta maaf dan berjanji untuk tidak bertengkar. Pada sesi ketiga, subjek terlihat pasif dan sempat beberapa kali menolak saat dimintai untuk maju ke depan dan memperagakan adegan. Namun, ketika temannya menunjukkan mimik dan bahasa tubuh yang mewakili suatu perasaan tertantu, subjek mampu menebaknya dengan tepat. Saat pelatihan berlangsung, subjek sempat mengusili temannya dengan mengetuk-ngetuk kepala temannya dan mengatakan “pikun”. Pada pertemuan terakhir, subjek terlihat pasif dalam mengikuti kegiatan yang ada. Ketika pelatih memberikan pertanyaan, subjek terlihat lebih banyak diam dan tidak bisa menjawab, sehingga banyak dari temannya yang akhirnya menjawab pertanyaan yang diajukan kepada subjek. Dalam lembar kerja, subjek melusikan keinginannya untuk dapat menjadi teman yang baik. Subjek juga mampu menyebutkan cara-cara apa saja yang dapat dilakukan dalam menghindari pertengkaran dengan teman. Walaupun tidak mendapatkan bintang

(31)

maupun hadiah, subjek tetap terlihat ceria dan bersedia untuk menjadi teman yang lebih baik lagi agar tidak dijauhi oleh teman-temannya.

Setelah mendapatkan pelatihan, subjek mengalami penurunan skor perilaku menjadi 15. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mengalami penurunan perilaku agresif sebesar 16 antara sebelum diberikan perlakuan pada saat prates, dengan setelah diberikan perlakuan pada saat pascates. Selang 2 minggu setelah dilakukannya pascates, subjek 3 juga memperoleh nilai skor yang sama yakni sebesar 15. Dimana dalam hal ini,tidak terdapat perbedaan antara setelah dilakukannya pelatihan (prates) dengan hasil tindak lanjut. Artinya, subjek 3 cukup menerapkan apa yang disampaikan dalam materi pelatihan, memiliki tingkat agresivitas yang relatif menurun dibandingkan dengan sebelum pelatihan, namun tetap memiliki skor yang ajeg setelah 1 bulan diberikan pelatihan. Untuk lebih jelasnya, perkembangan rata-rata tingkat agresivitas subjek 3 dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

(32)

d. . Subjek 4 (M)

Subjek keempat merupakan seorang anak laki-laki berinisial M dengan usia 10 tahun. Berdasarkan hasil skala perilaku agresif yang telah diisikan oleh ketiga guru, subjek memiliki tingkat agresivitas yang berada pada kategori sedang dengan perolehan skor sebesar 32. Subjek mengikuti seluruh rangkaian sesi pelatihan sebanyak 4 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, subjek terlihat pasif dan lebih banyak diam dalam mengikuti kegiatan yang ada. Saat pelatih membacakan cerita, subjek terlihat duduk diam dan menyimak dengan baik. Ketika diajukan pertanyaan, subjek mampu menjawab dengan tepat, walaupun dengan suara yang cukup pelan. Selama pertemuan pertama, subjek terlihat kalem dan mampu mengikuti aturan yang diterapkan, sehingga subjek memperoleh bintang. Pada pertemuan kedua, subjek mulai terlihat lebih aktif berbicara. Saat pelatihan berlangsung, subjek sempat beberapa kali menyeletuk, mengejek teman, serta memotong pembicaraan pelatih ketika sedang memberikan materi. Ketika diminta maju ke depan untuk memperagakan teknik mengatasi rasa marah, subjek sempat menolak dengan alasan malu. Pada pertemuan ketiga, subjek sempat mengangkat kakinya di atas meja dan beberapa kali mengejek teannya. Ketika ditegur, awalnya subjek sempat membantah dan selalu menjawab ketika dinasehati, namun setelah diingatkan tentang pengurangan jumlah bintang, subjek mulai terlihat lebih menurut. Pada saat permainan puzzle, subjek bersama dengan kelompoknya terlihat menyusun potongan puzzle sesuai dengan aturan yang diterapkan. Subjek juga mulai terlihat tenang, tidak berisik dan tidak memunculkan agresi fisik, sehingga pada pertemuan ini,m subjek mendapatkan bintang. Pada pertemuan terakhir, ketika diberikan kuis, subjek terlihat ikut berebut untuk menjawab pertanyaan. Ketika diminta untuk maju ke

(33)

depan, subjek terlihat malu, namun ia mampu mengurtarakan hal apa saja yang telah ia dapatkan selama pelatihan berlangsung. Pada lembar kerja, subjek menyatakan keinginannya untuk dapat menjadi teman yang baik agar mendapatkan teman yang lebih banyak. Subjek juga berjanji untuk tidak mengejek dan membantah nasehat gurunya ketika ia berbuat suatu kesalahan. Karena sikapnya tersebut, subjek mendapatkan bintang dan terpilih menjadi juara kedua dalam pelatihan.

Selang 2 minggu setelah mendapatkan pelatihan, subjek mengalami penurunan skor tingkat perilaku agresif menjadi 16. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mengalami penurunan perilaku agresif sebesar 18 antara sebelum diberikan perlakuan pada saat prates, dengan setelah diberikan perlakuan pada saat pascates. Pada saat dilakukan tindak lanjut, subjek memiliki skor tingkat agresivitas yang relatif semakin menurun dari sebelumnya menjadi 14. Ini menujukkan bahwa subjek cukup menerapkan materi yang ada di dalam pelatihan tentang cara mengendalikan emosi dan perilaku. Dari hasil wawancara yang dilakukan, guru menilai adanya perubahan perilaku yang cukup signifikan dialami oleh subjek, dimana subjek cenderung tidak memunculkan adanya perilaku agresif fisik. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek 4 memiliki tingkat agresivitas yang semakin menurun antara sebelum diberikan pelatihan, setelah diberikan pelatihan, maupun pada saat tindak lanjut yang dilakukan 1 bulan setelah pelatihan. Untuk lebih jelasnya, perkembangan rata-rata tingkat agresivitas subjek 4 dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

(34)

Grafik 6. Perubahan skor agresivitas subjek 4

e. Subjek 5 (Naf)

Subjek kelima merupakan seorang anak laki-laki berinisial M dengan usia 10 tahun. Berdasarkan hasil skala perilaku agresif yang telah diisikan oleh ketiga guru, subjek memiliki tingkat agresivitas yang berada pada kategori sedang dengan perolehan skor sebesar 39. Dari awal hingga akhir pertemuan, subjek cenderung aktif dalam mengikuti seluruh rangkaian sesi pelatihan sebanyak 4 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, subjek terlihat memperkenalkan diri dengan suara yang cukup lantang. Subjek juga terlihat menyimak saat dibacakan cerita. Di sesi kedua, subjek sempat terlihat membalas teman yang memukul dirinya dengan cara menindih temannya tersebut. Pada saat mengerjakan lembar kerja, subjek juga terlihat merebut lem yang sedang dipakai oleh temannya. Pada pertemuan kedua, saat diputarkan video tentang seorang anak yang pemarah, subjek terlihat memperhatikan sembari tersenyum dan meledek salah satu temannya yang sering marah-marah. Memasuki sesi selanjutnya, sembari menunggu giiran untuk memperagakan teknik mengatasi rasa marah, Subjek sempat terlihat

(35)

memukul-mukul meja, mendorong dan menendang teman yang ada disampingnya. Namun pada saat mengerjakan lembar kerja, subjek terlihat mengerjakan dengan tenang dan fokus. Pada pertemuan ketiga, saat diputarkan video tentang persahabatan, subjek terlihat menyimak dengan tenang dan tidak mengganggu temannya. Memasuki sesi selanjutnya saat permainan puzzle, subjek bersama dengan kelompoknya terlihat merangkai puzzle dengan mengikuti aturan yang disepakati bersama, sehingga pada sesi ini, subjek memeproleh bintang. Pada pertemuan ke empat, saat diberikan kuis, subjek selalu berusaha menjawab pertanyaan yang diajukan dengan semangat. Subjek juga tidak malu untuk dapat menjabarkan sekaligus mempraktekkan hal apa saja yang telah didapatkan selama pelatihan berlangsung. Pada lembar kerja, subjek mampu menyebutkan cara-cara baik apa saja yang dapat dilakukan untuk dapat menjaga pertemanan. Subjek juga mampu menunjukkan mimik dan bahasa tubuh yang sesuai ketika merasakan perasaan marah ataupun takut. Dibandingkan dengan pertemuan pertama, subjek mulai menunjukkan perilaku yang lebih baik dalam menghargai teman. Dengan keseluruhan sikap yang ditunjukkan tersebut. Diakhir pelatihan, subjek mendapatkan hadiah sebagai juara pertama.

Selang 2 minggu setelah mendapatkan pelatihan, subjek mengalami penurunan skor tingkat perilaku agresif menjadi 21. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mengalami penurunan perilaku agresif sebesar 18 antara sebelum diberikan perlakuan pada saat prates, dengan setelah diberikan perlakuan pada saat pascates. Pada saat dilakukan tindak lanjut, subjek memiliki skor tingkat agtresivitas yang relatif semakin menurun dari sebelumnya menjadi 16. Ini menujukkan bahwa subjek cukup menerapkan materi yang ada di dalam pelatihan tentang cara mengendalikan emosi dan perilaku. Dari hasil wawancara yang dilakukan, guru

(36)

menilai adanya perubahan perilaku yang cukup signifikan dialami oleh subjek, dimana perilaku agresi fisik subjek ke lima cenderung berkurang secara signifikan. Dalam mengerjakan tugas di dalam kelas, subjek juga tidak terlihat berjalan-jalan. Ketika diberikan nasehat, subjek cenderng lebih menurut dibandingkan sebelumnya. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek 5 memiliki tingkat agresivitas yang semakin menurun antara sebelum diberikan pelatihan, setelah diberikan pelatihan, maupun pada saat tindak lanjut setelah pelatihan. Untuk lebih jelasnya, perkembangan rata-rata tingkat agresivitas subjek 5 dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

(37)

Grafik 7. Perubahan skor agresivitas subjek 5

f. Subjek 6 (I)

Subjek keenam berinisial I merupakan seorang anak laki-laki berusia 10 tahun. Berdasarkan hasil skala perilaku agresif yang telah diisikan oleh ketiga guru, subjek memiliki tingkat agresivitas yang berada pada kategori sedang dengan perolehan skor sebesar 33. Subjek mengikuti seluruh rangkaian sesi pelatihan sebanyak 4 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama, subjek terlihat pasif dan lebih banyak diam. Saat pelatih membacakan cerita, subjek terlihat menyimak dengan baik, dan ketika diberikan pertanyaan, subjek terlihat malu-malu untuk menjawab. Di sesi kedua, subjek juga sempat terlihat memukul salah satu temannya dan membalas pukulan temannya tersebut dengan saling menindih. Ketika pelatih memnbacakan lembar perasaan, subjek terlihat bercanda dan saling mengejek teman yang ada disebelahnya, sehingga pada pertemuan pertama, subjek tidak mendapatkan bintang tambahan. Pada pertemuan kedua, subjek mulai terlihat lebih aktif dan mulai ikut menjawab pertanyaan yang diberikan dengan suara yang lebih lantang. Pada lembar kerja, subjek mampu menyebutkan cara yang baik dan tidak baik dalam mengatasi

(38)

rasa marah dalam diri. Ketika diminta untuk maju ke depan dan memperagakan teknik mengatasi rasa marah, subjek terlihat tersenyum dan malu-malu untuk dapat mempraktekkan. Pada pertemuan ketiga, saat diminta untuk memperagakan salah satu perasaan, serta menebak perasaan teman lainnya, subjek mampu melakukannya dengan tepat. Ketika pelatih menerangkan materi tentang mengatasi masalah dengan teman, subjek sempat terlihat mengobrol sembari mengusili salah satu temannya tersebut. Namun, pada saat permainan menyusun puzzle, subjek bersama dengan angggota kelompoknya terlihat tenang dan mampu mengikuti aturan yang ada, sehingga subjek mendapatkan bintang pada sesi ini. Para pertemuan keempat, saat pelatih memberikan kuis, subjek terlihat beberapa kali ikut menunjuk tangan dan berusaha menjawab pertanyaan yang diberikan. Subjek juga mampu menuliskan serta menyebutkan hal-hal apa saja yang telah ia dapatkan selama pelatihan berlangsung. Walaupun diakhir pelatihan subjek tidak mendapatkan juara dan hadiah, namun subjek tetap terlihat ceria dan bersedia untuk menjadi teman yang lebih baik lagi dengan tidak mengganggu ataupun melakukan hal-hal yang buruk kepada teman.

Selang 2 minggu setelah mendapatkan pelatihan, subjek mengalami penurunan skor tingkat perilaku agresif menjadi 15. Hal ini menunjukkan bahwa subjek mengalami penurunan perilaku agresif sebesar 18 antara sebelum diberikan perlakuan pada saat prates, dengan setelah diberikan perlakuan pada saat pascates. Pada saat dilakukan tindak lanjut, subjek memiliki skor tingkat agresivitas yang relatif semakin menurun dari sebelumnya menjadi 12. Ini menujukkan bahwa subjek cukup menerapkan materi yang ada di dalam pelatihan tentang cara mengendalikan emosi dan perilaku. Dari hasil wawancara yang dilakukan, guru

(39)

menilai adanya perubahan perilaku yang cukup signifikan dialami oleh subjek, dimana subjek cenderung bersikap lebih anteng dan mulai mengurangi perilaku agresi fisiknya terhadap teman. Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa subjek 6 memiliki tingkat agresivitas yang semakin menurun antara sebelum diberikan pelatihan, setelah diberikan pelatihan, maupun pada saat tindak lanjut. Untuk lebih jelasnya, perkembangan rata-rata tingkat agresivitas subjek 6 dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

(40)

D. Pembahasan

Pelatihan social emotional learning yang diberikan dalam penelitian ini bertujuan untuk menurunkan tingkat agresivitas yang dimiliki oleh siswa sekolah dasar. Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat agresivitas siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan social emotional learning. Hasil uji Mann-Whitney U pada kedua kelompok menunjukkan adanya perbedaan skor tingkat agresivitas siswa antara prates, pascates, dan tindak lanjut dengan nilai Z = 2.903, dengan taraf signifikan sebesar 0.004 (p<0.05). Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa pelatihan social emotional learning mampu menurunkan tingkat agresivitas pada siswa sekolah dasar. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Kauffman (2005) yang menyatakan bahwa pembelajaran sosial emosional merupakan suatu cara yang efektif dalam menangulangi permasalahan emosi dan perilaku pada siswa, seperti perilaku agresif. Senada dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Merrel, Whitcomb dan Parisi (2009) serta Caldarella, et all (2009) juga menyatakan bahwa intervensi berbasis pembelajaran sosial emosional sangatlah cocok diterapkan untuk anak dengan permasalahan perilaku agresif.

Data yang dihasilkan melalui analisia kuantitatif menunjukkan adanya penurunan tingkat agresivitas pada seluruh peserta pelatihan. Dari pengukuran awal siswa yang memiliki tingkat agresivitas pada kategori sedang, menjadi kategori rendah. Hasil ini juga diperkuat melalui analisia kualitatif dengan pengamatan dan wawancara yang dilakukan pada saat sebelum, pelaksanaan, maupun setelah pelatihan berlangsung, dimana terdapat penurunan perilaku yang cukup signifikan untuk tingkat agresi fisik verbal maupun fisik

(41)

pada masing-masing subjek penelitian. Penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh Zwagery (2012) juga menunjukkan hasil yang sama, dimana pelatihan belajar sosial emosional terbukti efektif dapat menurunkan tingkat agresivitas pada anak.

Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan, terdapat dua hal yang cukup berperan mengapa pelatihan social emotional learning ini dapat menurunkan tingkat agresivitas siswa. Pertama secara teknis, yaitu bagaimana proses intervensi dilakukan. Berdasarkan lembar evaluasi, diketahui adanya penilaian yang baik dalam hal fasilitas pelatihan, proses pelaksanaan pelatihan, maupun kualitas dari pelatih dapat menjalin keakraban dengan anak. Kedua, secara konseptual, yakni bagaimana pelatihan yang diberikan dapat memberikan pengaruh kepada subjek penelitian atau dengan kata lain sejauh mana peserta memperoleh pengetahuan dan dapat menerapkan apa yang telah disampaikan dalam materi pelatihan, sehingga menyebabkan tingkat agresivitas siswa pada kelompok eksperimen menjadi semakin menurun.

Seperti yang pernah dijabarkan sebelumnya, pemberian intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan berbagai macam metode, seperti bercerita, menonton video, role play, maupun permainan. Dengan begitu, peserta lebih mudah menyerap materi yang diajarkan dalam hal pembelajaran sosial emosional. Selain itu, pelatih dan pendamping pelatih juga selalu berusaha memantau dan mengingatkan para peserta untuk selalu menerapkan apa yang telah diajarkan, sehingga dengan begitu, diharapkan para peserta dapat terus mengingat dan mampu menerapkan apa saja yang telah didapatkan selama pelatihan berlangsung.

Denhamm dan Weissberg (2004) mengemukakan 5 aspek pembelajaran sosial emosional yang akan diajakan dalam pelatihan ini, diantaranya ialah : kesadaran diri (self

(42)

awareness), manajemen diri (self management), kesadaran sosial (sosial awareness), kemampuan membangun hubungan dengan orang lain (relationship skill), serta kemampuan membuat keputusan yang bertanggung jawab (responsible decision making). Diantara kelima aspek yang telah diajarkan tersebut, peneliti melihat adanya peningkatan aspek yang cukup menonjol pada aspek self management dan relationship skill. Dimana pada aspek ini, peserta diajarkan teknik-teknik apa saja yang dapat dilakukan dalam mengatasi rasa marah, menghindari pertengkaran, serta bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Pada sesi mengatasi rasa marah maupun menghindari pertengkaran, peserta mulai terlihat mendapatkan pengetahuan bahwa ketika seseorang marah-marah, berkata dan bersikap kasar kepada orang lain, tentunya hal ini akan dapat melukai hati orang lain, sehingga yang terjadi adalah teman akan semakin menghindar dan takut untuk dapat berteman dengan peserta. Oleh karena itu, banyak diantara peserta saling berjanji untuk menjadi seorang teman yang baik dengan cara menghargai teman, saling memafkan, saling berbagi, serta berusaha untuk tidak berperilaku dan berkata kasar terhadap teman lainnya.

Pada aspek self awareness dan sosial awareness, para peserta diajak untuk saling mengenal dan mengekspresikan perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat. Berdasarkan pelatihan yang telah dilakukan, para peserta terlihat mampu menguraikan perasaan yang mereka rasakan pada hari itu, beserta alasan yang melatarbelakanginya. Beberapa peserta mampu menyebutkan peraaan senang karena mendapatkan hadiah, beberapa peserta juga menyebutkan perasaan takut dan sedih karena ada teman yang mengganggunya. Selain itu, mereka juga mampu menebak perasaan yang sekiranya dirasakan oleh temannya pada hari itu, dilihat dari ekspresi wajah serta bahasa tubuh yang

(43)

mengekpresikannya kepada orang lain. Sehingga bisa dikatakan, aspek ini juga dapat memberikan sedikit banyak pengaruh pada pengelolaan emosi dan perilaku agresif subjek penelitian.

Untuk aspek responsible decision making, peserta diajarkan mengenai bagaimana caranya mengatasi konflik dan memecahkan masalah dengan teman. Dalam hal ini, beberapa peserta terlihat mampu mengurtarakan hal apa saja yang dapat dilakukan untuk menghindari permasalahan dengan teman. Misalnya dengan menarik nafas panjang dan bersikap sabar, saling memakai barang secara bergantian, saling meminta maaf, serta saling berusaha menghindar ketika ada teman yang mengusili dan menakali. Peserta juga saling memperagakan adegan-adegan tentang cara-cara yang baik dalam mengindari pertengkaran dengan teman. Namun pada saat pelaksanaan pelatihan, terlihat beberapa peserta yang masih saja saling berebut dalam memakai barang, serta saling berusaha membalas perilaku buruk dari temannya. Namun, hasil tersebut nampaknya mulai menunjukkan adanya sedikit perubahan. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan terhadap salah satu guru yang menyatakan adanya pengurangan intensitas pertengkaran fisik antar siswa di kelas pasca diberikannya pelatihan.

E. Evaluasi Penelitian

Hasil penelitian ini secara umum menunjukkan adanya penurunan tingkat agresivitas pada siswa sekolah dasar setelah diberikan pelatihan social emotional learning. Namun demikian terdapat beberapa evaluasi yang dilakukan mulai dari awal hingga akhir penelitian, diantaranya :

(44)

1. Fasilitas Pelatihan

Berdasarkan lembar evaluasi yang diisikan oleh para observer, untuk fasilitas pelatihan sudah dinilai baik. Selama proses pelatihan, peneliti menggunakan ruangan perpustakaan, dimana sudah terdapat beberapa sarana dan prasarana yang lengkap, seperti ruangan yang cukup luas, nyaman, sejuk, serta pencahayaan yang bagus. Kelengkapan fasilitas juga terbilang lengkap dengan adanya LCD, Speaker, Laptop, lembar kerja serta alat tulis.

2. Kualitas Pelatih

Kemampuan pelatih dalam menyajikan materi pelatihan dinilai baik dalam melaksanakan pelatihan. Pelatih cukup menguasai materi yang ada dalam pelatihan, serta mampu merespon pertanyaan dari para peserta dengan respon yang tepat dan mudah dipahami. Pelatih juga mampu berinteraksi dan menjalin kedekatan dengan para peserta dengan cara yang hangat, ramah, namun juga sedikit tegas agar pelaksanaan pelatihan berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pelatih dan pelatih pendamping selalu berusaha memastikan bahwa peserta sudah mengerti dengan tugas dan materi yang diberikan. Pada setiap akhir pelatihan, pelatih dan pelatih pendamping mampu merangkum materi dan hasil diskusi peserta pada setiap sesinya. Pelatih dan pelatih pendamping pun mampu berkomunikasi secara aktif dengan peserta pada setiap sesi pelatihan dengan cara yang menyenangkan.

3. Proses pelatihan

Pelaksanaan pelatihan dilakukan dalam 8 sesi. Metode panyajian materi yang disampaikan diberikan dengan cara story telling, role play, menenonton video, tanya jawab (kuis), serta permainan. Cara-cara tersebut dinilai memberikan efek yang cukup baik yang dapat mempengaruhi jalannya proses pelatihan. Sehingga peserta dapat

(45)

dengan mudah mengingat materi yang disampaikan, selalu terlihat aktif dan tidak mudah merasa bosan. Mengenai ketepatan waktu, terdapat salah satu sesi pelatihan yang mudur dengan waktu yang telah disepakati. Hal ini disebabkan karena kurangnya koordinasi anatara pihak sekolah dengan pengelola sarapan dan prasarana.

4. Keadaan Peserta

Seluruh peserta pelatihan hadir secara lengkap dalam pelatihan yang berlangsung dalam 4 kali pertemuan. Selama pelatihan berlangsung, para peserta terlihat aktif dan semangat dalam mengikuti sesi yang ada. Ketika diberikan kuis, banyak peserta yang terlihat antusias dalam menjawab ataupun mengemukakan pendapat mereka. Pada saat permainan puzzle dan menonton video, para peserta terlihat fokus menyimak dan mengikuti kegiatan yang ada. Begitupun saat dimintai untuk mengisi lembar kerja, para peserta terlihat saling mengisi dengan sungguh-sungguh, walaupun sempat saling bertanya dan mencontek jawaban teman ketika tidak diberikan pengawasan.

Namun, disamping hal tersebut, berdasarkan uji deskriptif terlihat bahwa terdapat tiga orang subjek pada kelompok kontrol yang mengalami penurunan tingkat agresivitas. Hal tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari faktor internal dalam diri siswa tersebut, maupun faktor eksternal yang melatrbelakangi, seperti pola asuh orang tua, sikap guru, lingkungan, dan sebagainya. Untuk mengkroscek lebih lanjut, peneliti melakukan wawancara terhadap guru kelas yang bersangkutan mengenai perubahan perilaku yang dialami oleh siswa. Setelah dilakukan wawancara, diketahui bahwa pada saat peneliti melaksanakan kegiatan pelatihan pada kelompok eksperimen, pihak sekolah juga melibatkan adanya guru pendamping baru yang bertugas membantu mendampingi siswa di kelas tanpa sepengetahuan peneliti.

(46)

Sehingga dalam hal ini, peneliti tidak bisa mengontrol adanya penurunan tingkat agresivitas pada tiga orang siswa di kelompok kontrol akibat dari pengaruh yang di dapat dari lingkungannya. Oleh sebab itu, hal ini menjadi salah satu kelemahan dari penelitian ini.

Gambar

Tabel 5.  Kategorisasi subjek penelitian kelompok eksperimen
Tabel 6.  Kategorisasi subjek penelitian kelompok kontrol
Tabel 7. Deskripsi Subjek Penelitian
Tabel 8. Deskripsi Data Subjek Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sesuai dengan penelitian Priatama, dkk., (2014) menyatakan bahwa permainan monopoli dapat berperan sebagai media alternatif untuk menciptakan kondisi

Mengisi formulir permintaan pemeriksaan laboratorium sesuai dengan jenis pemeriksaan untuk laborat luar jika hari libur atau Cito 24 jam (dilakukan oleh perawat ruangan atau

Pada kehamilan dizygotik, janin yang satu dapat meninggal (fetus papiraseus) atau diresorbsi sempurna, dan lainnya tumbuh terus sampai matur.. Letak &amp;

Tujuan penelitian ini dilakukan yaitu, untuk mengetahui eksistensi grup musik Gurindam Lamo dalam melestarikan seni tradisi tari balanse madam dan musik gamad di Kota

• Gross NPL meningkat ke 4,21% dan Net NPL ke 2,70% dikarenakan Bank mengalami penurunan kualitas aset dari beberapa portofolio korporasi, sementara itu kualitas aset Perbankan

3) Peserta didik mengamati, melihat, mendengar tentang materi taktik dan strategi permainan (pola menyerang dan bertahan) salah satu permainan bola besar melalui permainan

Dengan demikian nilai t dinyatakan secara statistik tidak signifikan pada 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa kepemilikan publik yang semakin besar berpengaruh positif

Krim ekstrak etanol daun kelor ( Moringa oleifera L.) dibuat dalam dua formula dengan basis yang sama, yaitu vanishing cream dengan perbedaan konsentrasi 2 %