• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENELITIAN. Chairil Anwar Siregar Esrom H. Panjaitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENELITIAN. Chairil Anwar Siregar Esrom H. Panjaitan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

1

LAPORAN PENELITIAN

RISET TATA KELOLA AIR DI HUTAN LINDUNG MENDAWAK, KESATUAN HIDROLOGI

GAMBUT SUNGAI KAPUAS - SUNGAI DURIAN DAN SUNGAI KAPUAS – SUNGAI

JENUH, KALIMANTAN BARAT:

Analisis Karakteristik, Ketebalan Gambut, Tinggi Muka Air Tanah-Kelengasan,

Peta Hidrotopografi dan Estimasi Distribusi Air Pada Skala Landskap

Chairil Anwar Siregar

Esrom H. Panjaitan

KERJASAMA: BADAN LITBANG DAN INOVASI (BLI), PUSAT PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN HUTAN DENGAN BADAN RESTORASI GAMBUT KEDEPUTIAN

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

BOGOR, Desember 2018

(2)

2 1. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pemerintah Republik Indonesia melalui kebijakan Presiden Joko Widodo telah mencanangkan untuk melakukan restorasi lahan gambut terdegradasi akibat terjadinya kesalahan kelola dan bencana kebakaran hutan dan lahan. Sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2020 Pemerintah menargetkan Restorasi Gambut seluas 2,4 juta Ha. Luas areal tersebut tersebar di 7 provinsi yaitu di Provinsi Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Papua. Selanjutnya ada 4 kabupaten yang menjadi prioritas pelaksanaan restorasi gambut yaitu Ogan Komering Ilir (OKI), Musi Banyuasin, Kepulauan Meranti dan Pulang Pisau. Dari target restorasi tersebut, terdapat 1,4 juta Ha yang merupakan kawasan hutan dibebani hak, sehingga kegiatan restorasi di kawasan ini menjadi kewajiban pemegang ijin. Kemudian seluas 600 ribu Ha merupakan hutan lindung dan kawasan konservasi yang juga merupakan target restorasi gambut. Sisa areal dari target restorasi gambut seluas 400 ribu Ha merupakan areal penggunaan lain (APL) dimana kegiatan restorasi dapat melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat.

Pendekatan yang diterapkan dalam kegiatan merestorasi hamparan gambut mencakup 3 faktor utama yaitu kegiatan rewetting (pembasahan kembali lahan gambut), revegetasi (penanaman kembali areal yang terbakar) dan revitalisasi (dengan tujuan memperbaiki tingkat perekonomian masyarakat). Untuk melaksanakan tiga kegiatan utama restorasi tersebut dibutuhkan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang ditopang dari hasil penelitian dan dapat di implementasikan (scientifically based technology). Program Riset restorasi gambut di Badan Restorasi Gambut (BRG) dititikberatkan pada riset terapan dan riset aksi dengan mengacu pada riset terdahulu yang dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi dan/atau Institusi Penelitian. Oleh karena itu dibutuhkan kerjasama penelitian dengan institusi riset baik di Perguruan Tinggi maupun di Kementerian yang dapat memberikan dukungan terhadap pelaksanaan kegiatan BRG.

Kegiatan penelitian dengan judul utama: RISET PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI LAHAN GAMBUT YANG BERMANFAAT BAGI PEMBANGUNAN KEHUTANAN INDONESIA (kegiatan tahun 2017), diarahkan menjadi RISET TATA KELOLA AIR DI HUTAN LINDUNG MENDAWAK, KESATUAN HIDROLOGI GAMBUT SUNGAI KAPUAS - SUNGAI DURIAN DAN SUNGAI KAPUAS – SUNGAI JENUH, KALIMANTAN BARAT (kegiatan tahun 2018). Rangkaian kegiatan penelitian ini telah dimulai pada tahun 2017 dengan capaian sebagai berikut:

a. Pembuatan Peta Topografi Gambut Hutan Lindung Mendawak Dengan Skala 1:50.000 Mencakup Luas Lebih Kurang 20.000 Ha.

(3)

3 b. Peta Kedalaman Gambut HL Mendawak Berdasarkan Estimasi Dengan Menggunakan

Persamaan Y=0.9235X–0.6619, R2=0.82733, dimana Y = Ketebalan Gambut dan

X = Elevasi Muka Gambut.

c. Beberapa Sifat Penting Karakteristik Gambut Hutan Lindung Mendawak. d. Estimasi Kemampuan HL Mendawak Sebagai Gudang Penyimpan Air.

Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Tim Ahli BRG yaitu Prof. Ir. Indratmo Sukarno, M.Sc., PhD., Ir. Hanni Adiati, M.Si. dan Ir. L Budi Triadi, Dipl. HE pada tanggal 10 April 2018, riset pengelolaan sumber daya air yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran 2018 diarahkan untuk dilanjutkan dengan fokus kegiatan yang mencakup sebagai berikut:

a. Analisis Karakteristik, Ketebalan Gambut, Tinggi Muka Air-Kelengasan, b. Peta hidrotophografi dan

c. Estimasi Distribusi Air di kesatuan hidrologi gambut (KHG) Hutan Lindung Mendawak Kegiatan penelitian Analisis karakteristik, Ketebalan Gambut, Tinggi Muka Air-Kelengasan seperti pada poin (a) merupakan kegiatan lanjutan yang sebagian sudah mulai dilaksanakan pada tahun 2017, dengan tujuan untuk memperluas cakupan spasial yang lebih detail.

Analisis karakteristik, ketebalan gambut, tinggi muka air-kelengasan merupakan parameter penting dalam upaya memformulasi pengelolaan tata air pada landskap KHG sehingga cita-cita restorasi gambut terdegradasi dapat dicapai dengan baik.

Dibawah ini adalah siklus hidrologi yang menggambarkan pergerakan air dari laut, udara dan kembali ke bumi (Gambar-1)

(4)

4 Gambar 1 Siklus hidrologi dan neraca air.

1.2. Tujuan

Kegiatan penelitian tahun 2018 ini dirancang dengan tujuan sebagai berikut:

a. Pengukuran kedalaman gambut (ground truthing), tinggi muka air tanah (TMAT), dan validasi model peta kedalaman gambut.

b. Analisis dan penyusunan peta hidrotopografi;

c. Analisis dan estimasi distribusi air (water sharing) untuk tanaman kehidupan di KHG HL Mendawak.

(5)

5 Berdasarkan tujuan penelitian a, b dan c, semua data dan informasi yang terkumpul akan dapat dimanfaatkan dalam memformulasi tata kelola air yang optimal untuk menunjang tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan restorasi gambut yang terintegratif. Selanjutnya, pelaksanaan kegiatan penelitian restorasi yang bersinergi dengan beberapa pihak terkait seperti Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) dapat diarahkan dengan tujuan untuk menguatkan sistem monitoring tinggi muka air dan analisis model kelembaban atau kelengasan tanah (Soil Moisture) dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh (Satellite Imagery Technology). Pada akhirnya, kegiatan-kegiatan penelitian ini akan menghasilkan data dan informasi yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan di dalam penyusunan pedoman pengelolaan hamparan lahan gambut sehingga cita-cita restorasi dapat dicapai yang tercermin dari bagusnya penampilan vegetasi dan rendahnya resiko kebakaran hutan dan lahan.

1.3 Luaran

1) Tersedianya peta hidrotopografi yang dapat digunakan dalam manajemen tata kelola air hutan lindung terutama pada saat musim kemarau.

2) Kuantifikasi dan distribusi air dari hutan lindung ke landskap lahan gambut yang ada disekitarnya, yaitu areal hutan tanaman industri, perkebunan dan persentase jumlah air (water sharing) yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan tanaman kehidupan bagi masyarakat.

3) Bahan acuan dalam mengevaluasi, keseimbangan air yaitu hubungan antara besarnya input air (curah hujan, inflow dan aliran sungai) dan output (evapotranspirasi, aliran permukaan dan aliran bawah permukaan tanah) pada skala makro.

4) Memformulasikan kondisi optimum (kadar air dan tinggi muka air tanah) yang dapat mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

5) Pada tahun ketiga penelitian ini (2019) akan dihasilkan luaran IPTEK mengenai pembangunan data dan sistem monitoring kesehatan landskap Kesatuan Hidrologi Gambut (KHG).

2. METODE PENELITIAN 2.1.Lokasi Penelitian

Kerjasama penelitian tahun anggaran 2018 merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan penelitian tahun anggaran 2017 yang secara spasial merupakan landskap HL Mendawak (KHG Sungai Kapuas dan Sungai Durian serta KHG Sungai Kapuas dan Sungai Jenuh), dan difokuskan untuk menghasilkan data sifat fisika gambut, perilaku air; peta hidrotopografi; dan estimasi distribusi air dari hutan lindung ke areal disekitarnya. Dengan demikian penelitian ini dilaksanakan pada lokasi yang sama yaitu KHG HL Mendawak dan yang berbatasan langsung

(6)

6 dengan hutan produksi, kebun sawit dan areal penggunaan lain (lihat Gambar 2). HL Mendawak dalam KHG ini mencakup areal seluas 20.000 ha dengan tutupan lahan hutan rawa gambut primer dan sekunder dimana di beberapa tempat telah mengalami perambahan (illegal logging). Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, HL Mendawak merupakan hamparan lahan gambut dengan topografi bergelombang atau lereng landai (lereng 3-7%), dan berada pada posisi 4,5 meter dpl. sampai dengan 13 meter dpl. serta dengan ketebalan gambut berkisar 3 – 11 meter. Pada KHG ini terdapat tiga kubah gambut (peat dome) yang merupakan areal konservasi yang harus dilindungi secara ketat (Hasil penelitian tahun 2017).

HL Mendawak merupakan hamparan gambut yang diapit oleh hamparan hutan tanaman industri (HTI) PT. WSL dan MTI di sebelah selatan, dan areal perusahaan perkebunan sawit di sebelah utara. Lokasi penelitian ini terletak di HL Mendawak seperti terlihat dalam Gambar 2.

Gambar 2. Peta Pelaksanaan Penelitian di lokasi HL Mendawak berbatasan dengan Areal Kerja PT.WSL/MTI dan Kebun Sawit.

(7)

7 2.2.Metode Penelitian

Tahapan kegiatan penelitian yang dilakukan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan alur tahapan penelitian. 2.2.1 Persiapan

Pada tahapan ini dilakukan studi pustaka (desk study) dan diskusi grup terfokus (FGD) untuk menentukan metoda yang tepat dalam pengumpulan dan/atau pengambilan data yang akan diolah pada skala makro dalam lingkup KHG pada hamparan HL Mendawak. Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di lapangan akan dilakukan koordinasi ke beberapa Instansi terkait

Studi pustaka

Metoda pengambilan, pengolahan data dan permodelan hidrologi

Pengumpulan data

Data spasial, data meteorologi dan hidrologi

Pekerjaan lapangan

Survei topografi, karakteristik sifat fisik dan kimia tanah, verifikasi penggunaan dan

tutupan lahan, dan pengambilan data hidrologi

Analisa data

Data spasial, data tanah, meteorologi dan hidrologi, serta remote sensing

Optimal sistem tata kelola air

Best Management Practices (BMPs)

Neraca air skala makro Optimal TMAT dan soil moisture

content

Pedoman sistem tata kelola air Perbandingan areal dengan dan tanpa sistem tata kelola air

(8)

8 seperti Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat, KPH Kubu Raya, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Barat, BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam), BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) Wilayah III Pontianak dan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura.

Untuk tujuan a "Pengukuran kedalaman gambut (ground truthing), tinggi muka air tanah (TMAT), dan validasi model peta kedalaman gambut".

2.2.2 Pengumpulan data dan analisa

Data iklim dikumpulkan dari stasiun meteorologi yang telah tersedia di areal kerja PT.WSL/MTI, ditambah dengan data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait seperti BMKG. Pengambilan data mengenai karakteristik gambut dan perilaku air dilakukan sebagai berikut :

a. Waktu pengambilan data

Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2018 dengan kondisi cuaca cerah, tidak terdapat hujan (25 hari tidak hujan) sehingga diindikasikan pada saat itu tidak terdapat aliran permukaan (run off) namun masih terdapat aliran di bawah permukaan (subsurface flow).

b. Pengambilan data

- Pengukuran kedalaman gambut dan tinggi muka air tanah (TMAT)

Pengambilan data diawali dengan membuat 2 jalur transek yang tegak lurus satu sama lain dan memotong garis kontur. Jalur transek yang memotong kontur tersebut dibuat sedemekian sehingga mewakili masing-masing topografi daerah kajian. Total transek untuk pengambilan data kedalaman gambut dan TMAT adalah sepanjang 32 km, dengan rincian bahwa transek pertama sepanjang 18 km (jalur A-B) dan transek kedua sepanjang 14 km (jalur C-D). Interval titik pengambilan data kedalaman gambut adalah setiap 1 km dengan menggunakan alat peat auger. Pada saat yang bersamaan dilakukan juga pengambilan data tinggi muka air tanah yaitu setiap titik interval 250 meter.

Terdapat 31 titik pengukuran kedalaman gambut dan 129 titik pengamatan tinggi muka air tanah (TMAT). Pembacaan TMAT dilakukan secara manual dengan menggunakan peat auger (membuat lubang [dipwell]) dan tongkat ukur (stick) dari kayu dengan diameter 7 mm sebagai alat bantu ukur.

- Data hasil survei topografi diolah menjadi peta kontur (garis yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama).

- Dengan bantuan software GIS, peta kontur tersebut diolah menjadi peta model topografi (interpolasi data). Kegiatan survei ini dilakukan pada tahun 2017.

(9)

9 - Membuat model regresi linear, hubungan antara elevasi (x) dan kedalaman gambut (y)

berdasarkan 1.400 titik pengamatan yang dilakukan di PT. WSL/MTI.

- Dengan bantuan software GIS, dibuat model peta sebaran kedalaman gambut berdasarkan model regresi dan peta model topografi.

- Peta kelas kedalaman gambut dibuat dengan mengklasifikasikan peta model sebaran kedalaman gambut secara arbitrary dengan menggunakan software GIS (Map Algebra). - Setelah peta kelas kedalaman gambut diperoleh, dilakukan validasi kedalaman gambut

dengan pengukuran langsung di lapangan (ground truthing)

- Hasil pengukuran (ground truthing) kemudian dibandingkan dengan peta kelas kedalaman gambut dan titik kedalaman gambut untuk melihat deviasi yang muncul. - Perbandingan ground truthing dengan peta kelas kedalaman gambut disajikan pada satu

tabel, kemudian perbandingan ground truthing dengan titik kedalaman gambut disajikan pada table satu lainnya (terdapat 31 pengamatan).

- Dari hasil validasi terdapat pencilan (anomaly) kedalaman gambut yaitu pada titik dengan elevasi tinggi, namun dihasilkan kedalaman gambut yang tidak tebal, dan fenomena ini terobservasi pada daerah di sempadan sungai (river bank).

Untuk tujuan b "Analisis dan penyusunan peta hidrotophografi" 2.2.3 Pembuatan Peta Hidrotopografi

a. Waktu pengambilan data

Pengambilan data dilakukan pada bulan Juli 2018 dengan kondisi cuaca cerah, tidak terdapat hujan (25 hari tidak hujan) sehingga diindikasikan pada saat itu tidak terdapat aliran permukaan (run off) namun masih terdapat aliran di bawah permukaan (subsurface flow).

b. Pengambilan data

- Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan 2 jalur transek yang tegak lurus memotong garis kontur. Jalur transek yang memotong kontur dibuat sedemekian sehingga mewakili masing-masing topografi daerah kajian. Total transek pengambilan data adalah sepanjang 32 km, dengan transek pertama sepanjang 18 km (Jalur A-B) dan transek kedua sepanjang 14 km (Jalur C-D). Interval titik pengambilan data kedalaman gambut adalah setiap 1 km dengan menggunakan alat peat auger. Pada saat yang bersamaan dilakukan pengambilan data tinggi muka air tanah yaitu pada titik setiap interval 250 meter. Dengan demikian terdapat 129 titik pengamatan tinggi muka air tanah (TMAT) yang akan digunakan dalam pembuatan peta model hidrotopografi.

(10)

10 Pembacaan TMAT dilakukan secara manual dengan menggunakan peat auger (membuat lubang [dipwell]) dan tongkat ukur (stick) dari kayu dengan diameter 7 mm sebagai alat bantu ukur.

- Setelah mendapatkan data TMAT (ground water level, GWL) kemudian dilakukan pembuatan model hidrotopografi yaitu menghubungkan data TMAT tersebut dengan pengukuran langsung tinggi permukaan tanah, ground elevation (GE). Hubungan tersebut diekspresikan dalam bentuk regresi antara ground elevasi (x) dan TMAT (y). Untuk sementara, data yang digunakan adalah data yang diambil dari jalur transek D-C (14 km). Hal ini dilakukan dengan alasan pada jalur transek A-B terdapat banyak anak sungai yang dapat mengganggu hubungan linearitas antara kedua variabel bebas X dan Y.

- Setelah mendapatkan model regresi, dibuat peta model hidrotopografi dengan bantuan software GIS (Map Algebra). Bentuk regresinya adalah linear dengan Y = -3,4545 X + 12.773; R² = 0.34; r = 0.58 dan regresi polynomial adalah Y = -1.0975 X2 + 18.141 X

-89.412; R² = 0.49; r = 0.7. Dalam hal ini model regresi linear selanjutnya digunakan untuk membuat peta hidrotopografi.

- Perbandingan TMAT antara ground truthing dengan peta model hidrotopografi untuk kasus linear disajikan pada satu tabel, kemudian perbandingannya pada kasus polynomial disajikan pada tabel lainnya.

- Perbandingan model linear (dengan ground truthing) menunjukan deviasi pada kisaran 4-29 m dimana deviasi terbesar terjadi pada kasus titik-titik sampel di daerah sempadan sungai dengan nilai ground elevation tinggi disertai dengan TMAT yang relatif rendah (minus) dimana level permukaan air berada di atas permukaan tanah.

- Regresi polynomial tidak digunakan untuk pembuatan peta model hydrotopografi. Hal ini akan dikaji lebih lanjut.

Untuk tujuan c "Analisis dan estimasi distribusi air (water sharing) untuk tanaman kehidupan di KHG HL Mendawak".

2.2.4 Pengukuran data debit

-Pendekatan untuk mengetahui aliran air (termasuk subsurface flow) dilakukan dengan mencermati peta topografi dan membuat estimasi arah aliran berdasarkan sub daerah aliran air (sub DAS) di lanskap Hutan Lindung Mendawak dan sekitarnya.

-Berdasarkan temuan lapangan ditemukan adanya saluran air (kanal perimeter) pada perbatasan antara HL Mendawak dan Oil Palm Plantation, dan oleh sebab itu maka

(11)

11 pengukuran debit tidak hanya dilakukan di sungai, melainkan juga dilakukan di beberapa titik tertentu di saluran air tersebut yang menjadi pintu (simpul) pembuangan. Pada kondisi seperti ini maka dibuat 16 stasiun titik pengamatan debit air di saluran-saluran air tersebut, dan selanjutnya dibuat 3 stasiun titik pengamatan debit air yang berada di sungai.

- Untuk pemantauan debit air di saluran digunakan alat current meter jenis flow watch (di saluran drainase dengan lebar 2-6 meter). Pemantauan debit air di sungai yang lebar, dalam dan tidak ada halangan, digunakan alat river surveyor (lebar sungai 10-100 meter). Sedangkan pada sungai yang lebarnya kurang dari 10 meter, dangkal dan banyak halangan, maka digunakan alat current meter jenis flow watch.

- Hasil pemantauan debit air di saluran air yang berbatasan langsung antara HL Mendawak dan Oil Palm Plantation di bagian Utara dan Barat adalah sejumlah 9,85 m³/detik. Kemudian hasil pemantauan debit air di bagian selatan pada sungai Sapar Kiri, yaitu sebesar 4,53 m³/detik dan sungai Kelabau sebesar 7,37 m³/detik, serta tidak ditemukan aliran yang nyata (0 m³/detik) pada areal hutan tanaman PT. WSL. Kondisi tidak nyatanya aliran air di areal hutan tanaman tersebut dapat terjadi karena perusahaan telah mengatur tinggi permukaan air gambut pada level setinggi mungkin, yaitu pada kisaran TMAT + 40 cm.

- Adapun hasil pengukuran debit air di bagian Timur, yaitu di Sungai Mendawak, didapat debit air sebesar 4 m³/detik (dengan asumsi bahwa debit air hasil pengukuran sebesar 8 m³/detik dibagi 2, dari sub DAS MTI Blok H dan Hutan Lindung Mendawak bagian Timur), serta tidak ditemukan aliran air yang nyata (0 m³/detik) pada areal hutan tanaman MTI (karena kondisi tinggi muka air tanah tetap dijaga setinggi mungkin). - Total hasil pengukuran debit dari sungai dan saluran air yang berbatasan dengan HL

(12)

12 Tabel 1 Kegiatan survei di HL Mendawak dengan cakupan luas 20.000 ha.

Jenis survei Keterangan

Survey kedalaman gambut Pengukuran kedalaman gambut menggunakan peat auger dengan interval 1 km pada 2 jalur transek (sepanjang 32 km yang tegak lurus memotong kontur). Terdapat 31 titik pengukuran kedalaman gambut.

Survei Tinggi Muka Air (Hidrotopografi)

Pengambilan data ketinggian muka air dengan interval 250 m pada 2 jalur transek sepanjang 32 km yang tegak lurus memotong kontur. Pekerjaan ini dilakukan bersamaan dengan pengukuran kedalaman gambut. Terdapat 129 titik pengukuran TMAT yang akan digunakan dalam membuat peta hidrotopografi.

Survey Karakteristik gambut

Pengambilan sampel berdasarkan perbedaan ketinggian kontur dengan total 5 titik dan 4 kedalaman (0-5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm, 15-20 cm).

Pengambilan contoh kelengasan gambut

Pengambilan sampel berdasarkan perbedaan ketinggian kontur, mengikuti titik survey karakteristik gambut, 5 titik dan 4 kedalaman (20 contoh tanah).

Pengamatan perubahan tinggi muka air dan kelengasan

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan 7 data logger yang dipasang pada batas luar HL Mendawak.

Pengambilan data curah hujan

Pengambilan data curah hujan dilakukan setiap hari pada rain gauge manual. Kemudian pada rain gauge otomatis data direkam setiap 10 menit. Data primer berupa data curah hujan di ambil dari stasiun cuaca terdekat yaitu yang telah terpasang di areal PT. WSL/MTI. Data sekunder curah hujan diambil dari stasiun cuaca BMKG di Pontianak.

Pengukuran debit air Dengan mempertimbangkan topografi dan sub DAS maka dibuat 16 stasiun titik pengamatan debit air di saluran-saluran air, dan dibuat 3 stasiun titik pengamatan debit air yang berada di sungai.

(13)

13 3. Hasil dan Pembahasan

Pengukuran parameter hidrologi dilakukan pada medio Juli 2018, yaitu pada saat 25 hari berturut-turut tidak turun hujan. Data curah hujan bulan Juli disajikan pada gambar 4 yaitu data yang dikumpulkan dari stasiun meteorologi yang berada di areal konsesi PT. WSL (stasiun Jetty Blok E) dan PT. MTI (stasiun Basecamp Blok H) yang dapat digunakan sebagai representasi iklim untuk kawasan Hutan Lindung Mendawak.

Gambar 4. Curah hujan selama periode 1 Juli 2018 sampai dengan 19 September 2018 Penentuan titik nol di atas permukaan laut (sea level) sebagai acuan dasar di dalam pekerjaan penyusunan peta topografi dilakukan di pantai Batu Ampar, ke arah selatan dari HL Mendawak yang berjarak + 50 km. Pengukuran atau monitoring tinggi permukaan air laut dilakukan setiap jam selama 30 hari dengan bantuan alat water pass (jenis auto level). Berdasarkan observasi tercatat bahwa rata-rata fluktuasi harian tinggi permukaan air laut adalah sebesar + 3 m. Dengan menggunakan mistar panjang berskala 1 cm, perubahan tinggi muka air laut di baca, dan nilai pembacaan tinggi muka air laut yaitu sebanyak 8.640 data di rata-ratakan dan kemudian ditentukan sebagai titik nol di atas permukaan laut (zero above sea level) dan dijadikan sebagai titik acuan topografi nol (reference point). Dalam pekerjaan pengukuran tinggi permukaan tanah gambut atau pengukuran titik-titik topografi, reference point tersebut digunakan sebagai patokan titik nol di atas permukaan laut.

(14)

14 Di bawah ini disajikan Peta model topografi HL. Mendawak (Gambar 5), Peta model kedalaman gambut HL. Mendawak (Gambar 6), Peta kelas kedalaman gambut HL. Mendawak (Gammbar 7), Jalur survey pengukuran langsung kedalaman gambut dan TMAT (Gambar 8)

Gambar 5. Peta model topografi HL. Mendawak (Topography model map of Mendawak protection forest)

Gambar 6. Peta model kedalaman gambut HL. Mendawak (Peat depht model map of Mendawak protection forest)

(15)

15 Gambar 7. Peta kelas kedalaman gambut HL. Mendawak (Peat depht class map of Mendawak

protection forest)

Gambar 8. Jalur survey pengukuran langsung kedalaman gambut dan TMAT (Transect lines of peat depth and GWL ground truthing)

Peta Kelas Kedalaman Gambut Hutan Lindung Mendawak Badan Litbang dan Inovasi (BLI) Pusat Litbang Hutan

D

C

A

(16)

16 Tabel 2. Validasi kedalaman gambut pada peta kelas kedalaman gambut

362,120 9,963,809 8.8 7-9 m 362,297 9,963,515 8.9 7-9 m 363,185 9,963,033 8.5 >9 m 364,066 9,962,562 8.1 7-9 m 364,927 9,962,016 8.9 7-9 m 365,815 9,961,553 8.9 7-9 m 366,707 9,961,071 8.6 7-9 m 367,634 9,960,531 6.9 7-9 m 369,344 9,959,623 2.5 5-7 m 368,525 9,960,082 8.6 7-9 m 370,272 9,959,099 6.1 5-7 m 371,150 9,958,625 8.5 7-9 m 376,815 9,965,775 9.9 >9 m 376,283 9,964,918 9.4 >9 m 375,767 9,964,046 10.4 >9 m 375,216 9,963,204 10.0 >9 m 374,668 9,962,367 10.1 >9 m 374,136 9,961,506 9.6 >9 m 373,607 9,960,657 8.9 7-9 m 373,095 9,959,803 8.8 7-9 m 372,570 9,958,954 8.1 7-9 m 372,037 9,958,132 6.4 7-9 m 372,912 9,957,640 8.9 7-9 m 373,788 9,957,169 5.9 7-9 m 374,667 9,956,685 7.6 7-9 m 375,547 9,956,199 8.9 7-9 m 376,421 9,955,718 8.8 7-9 m 371,521 9,957,275 7.6 5-7 m 370,946 9,956,450 6.2 5-7 m 370,446 9,955,588 6.7 5-7 m 369,915 9,954,745 4.7 5-7 m Std Deviasi 1.70 Rata-rata (m) 8.07 Min (m) 2.52 Maks (m) 10.35

X-UTM 49s Y-UTM 49s Peat depth point Depth class (model) (ground truthing), m

(17)

17 Tabel 3. Validasi model kedalaman gambut berdasarkan pengukuran lapangan

362,120 9,963,809 8.84 8.33 (0.5) 362,297 9,963,515 8.92 8.81 (0.1) 363,185 9,963,033 8.48 9.04 0.6 364,066 9,962,562 8.08 8.54 0.5 364,927 9,962,016 8.85 8.37 (0.5) 365,815 9,961,553 8.90 7.87 (1.0) 366,707 9,961,071 8.64 7.89 (0.8) 367,634 9,960,531 6.93 7.84 0.9 368,525 9,960,082 8.57 7.18 (1.4) 369,344 9,959,623 2.5 4.8 2.3 River bank 370,272 9,959,099 6.14 6.86 0.7 371,150 9,958,625 8.46 7.52 (0.9) 376,815 9,965,775 9.90 9.87 (0.0) 376,283 9,964,918 9.38 10.80 1.4 375,767 9,964,046 10.35 11.73 1.4 375,216 9,963,204 10.02 9.88 (0.1) 374,668 9,962,367 10.05 9.52 (0.5) 374,136 9,961,506 9.59 9.20 (0.4) 373,607 9,960,657 8.86 8.68 (0.2) 373,095 9,959,803 8.80 8.18 (0.6) 372,570 9,958,954 8.13 8.11 (0.0) 372,037 9,958,132 6.36 7.70 1.3 372,912 9,957,640 8.86 7.45 (1.4) 373,788 9,957,169 5.94 7.70 1.8 River bank 374,667 9,956,685 7.61 8.21 0.6 375,547 9,956,199 8.89 8.19 (0.7) 376,421 9,955,718 8.80 7.99 (0.8) 371,521 9,957,275 7.63 6.95 (0.7) 370,946 9,956,450 6.21 6.44 0.2 370,446 9,955,588 6.68 5.79 (0.9) 369,915 9,954,745 4.72 5.28 0.6 Std Deviation 1.70 1.46 Average 8.07 8.09 CV 21.12 18.07 Min 2.52 4.79 Max 10.35 11.73 Remarks

X-UTM 49s Y-UTM 49s Peat depth point

(ground truthing),

Peat depth point (model), m

Deviation (m)

(18)

18 Gambar 9. Peta Hidrotopografi Hutan Lindung Mendawak

Gambar 10. Posisi relatif tinggi muka air dan tinggi permukaan gambut

1&2

1

2

2

1

A

B

D

C

(19)

19 Tabel 4. Hubungan antara tinggi permukaan gambut (ground elevation, GE) dengan

pengukuran langsung tinggi muka air tanah, TMAT (ground water level, GWL) dan TMAT model linear (Relationship of peat ground elevation-ground water level measurement and ground water level base on linear model)

jalur survey (Line survey) GE, dpl (above sea level) + m TMAT pengukuran (GWL ground truthing) cm

Titik TMAT linear (GWL linear) cm Deviasi (Deviation) cm D 3,78 -7,00 0,30 7,30 D 3,73 12,00 0,10 -11,90 D 4,01 -2,00 1,09 3,09 D 3,78 -5,00 0,27 5,27 D 3,99 19,00 1,02 -17,98 D 5,21 11,00 5,22 -5,78 D 7,03 34,00 11,50 -22,50 D 8,10 38,00 15,20 -22,80 D 8,77 25,00 17,52 -7,48 D 9,94 10,00 21,57 11,57 DC 9,94 11,00 21,57 10,57 DC 10,29 2,00 22,76 20,76 DC 10,30 4,00 22,82 18,82 DC 10,39 16,00 23,12 7,12 DC 10,47 10,00 23,39 13,39 DC 10,51 16,00 23,54 7,54 DC 10,43 28,00 23,27 -4,73 DC 10,45 33,00 23,34 -9,66 DC 10,12 25,00 22,19 -2,81 DC 9,98 24,00 21,72 -2,28 DC 10,16 28,00 22,33 -5,67 DC 10,02 26,00 21,84 -4,16 DC 9,91 25,00 21,46 -3,54 DC 9,77 29,00 20,99 -8,01 DC 9,57 41,00 20,29 -20,71 DC 9,52 20,00 20,11 0,11 DC 9,48 5,00 19,96 14,96 DC 9,23 17,00 19,12 2,12 DC 9,13 10,00 18,76 8,76 DC 9,20 20,00 19,01 -0,99 DC 9,26 7,00 19,22 12,22 DC 9,40 23,00 19,69 -3,31 DC 9,30 26,00 19,35 -6,65

(20)

20 ... lanjutan jalur survey (Line survey) GE, dpl (above sea level) + m TMAT pengukuran (GWL ground truthing) cm

Titik TMAT linear (GWL linear) cm Deviasi (Deviation) cm DC 9,30 17,00 19,35 2,35 DC 9,30 5,00 19,34 14,34 DC 9,14 8,00 18,79 10,79 DC 9,07 5,00 18,54 13,54 DC 8,90 15,00 17,97 2,97 DC 8,76 17,00 17,48 0,48 DC 8,20 16,00 15,55 -0,45 DC 7,61 10,00 13,53 3,53 DC 6,50 17,00 9,69 -7,31 DC 5,91 -22,00 7,64 29,64 DC 5,93 2,00 7,70 5,70 DC 6,94 6,00 11,20 5,20 DC 7,58 11,00 13,42 2,42 DC 8,05 8,00 15,03 7,03 DC 8,26 6,00 15,75 9,75 DC 8,49 13,00 16,54 3,54 DC 8,64 9,00 17,07 8,07 DC 8,84 2,00 17,77 15,77 DC 8,91 14,00 18,02 4,02 DC 9,01 3,00 18,34 15,34 DC 8,90 17,00 17,97 0,97 AB-G 11,23 36,00 26,02 -9,98 AB-G 11,35 38,00 26,44 -11,56 AB-G 11,54 31,00 27,10 -3,90 AB-G 12,00 40,00 28,69 -11,31 AB-G 12,35 23,00 29,90 6,90 AB-G 12,73 30,00 31,22 1,22 AB-G 12,88 43,00 31,71 -11,29 AB-G 13,32 35,00 33,24 -1,76 AB-G 13,74 37,00 34,70 -2,30 AB-G 13,03 29,00 32,22 3,22 AB-G 12,67 45,00 31,01 -14,00 AB-G 11,77 27,00 27,88 0,88 AB-G 11,37 28,00 26,49 -1,51 AB-G 10,99 42,00 25,18 -16,82 AB-G 10,64 37,00 23,97 -13,03 AB-G 10,91 35,00 24,90 -10,10

(21)

21 ... lanjutan jalur survey (Line survey) GE, dpl (above sea level) + m TMAT pengukuran (GWL ground truthing) cm

Titik TMAT linear (GWL linear) cm Deviasi (Deviation) cm AB-G 11,02 27,00 25,30 -1,70 AB-G 11,06 30,00 25,43 -4,57 AB-G 11,15 39,00 25,76 -13,24 AB-G 10,81 28,00 24,57 -3,43 AB-G 10,70 11,00 24,20 13,20 AB-G 10,30 9,00 22,82 13,82 AB-G 10,19 12,00 22,42 10,42 AB-G 10,23 11,00 22,55 11,55 AB-G 10,09 10,00 22,08 12,08 AB-G 10,05 4,00 21,93 17,93 AB-G 9,79 9,00 21,05 12,05 AB-G 9,84 12,00 21,22 9,22 AB-G 9,73 13,00 20,85 7,85 AB-G 9,66 11,00 20,59 9,59 AB-G 9,47 10,00 19,95 9,95 AB-G 9,61 12,00 20,42 8,42 AB-G 9,47 10,00 19,93 9,93 AB-G 9,49 9,00 20,01 11,01 AB-G 9,40 19,00 19,70 0,70 AB-G 9,26 12,00 19,22 7,22 DC 9,06 9,00 18,53 9,53 DC 9,07 14,00 18,56 4,56 DC 9,11 10,00 18,70 8,70 DC 8,96 12,00 18,17 6,17 DC 8,91 8,00 18,00 10,00 DC 8,80 9,00 17,63 8,63 DC 8,67 4,00 17,19 13,19 DC 7,95 7,00 14,67 7,67 DC 8,74 12,00 17,43 5,43 DC 9,24 10,00 19,16 9,16 DC 9,43 7,00 19,79 12,79 DC 9,57 5,00 20,28 15,28 DC 9,58 4,00 20,31 16,31 DC 9,65 11,00 20,56 9,56 DC 9,62 8,00 20,45 12,45 DC 9,61 13,00 20,41 7,41 DC 9,57 8,00 20,29 12,29

(22)

22 ... lanjutan jalur survey (Line survey) GE, dpl (above sea level) + m TMAT pengukuran (GWL ground truthing) cm

Titik TMAT linear (GWL linear) cm Deviasi (Deviation) cm DC 9,56 7,00 20,25 13,25 DC 9,54 9,00 20,18 11,18 DC 9,44 16,00 19,83 3,83 DC 9,35 21,00 19,52 -1,48 DC 9,34 9,00 19,50 10,50 AB-G 8,93 10,00 18,06 8,06 AB-G 8,62 14,00 16,99 2,99 AB-G 8,28 7,00 15,84 8,84 AB-G 8,24 12,00 15,71 3,71 AB-G 8,15 12,00 15,38 3,38 AB-G 8,05 14,00 15,02 1,02 AB-G 7,92 17,00 14,60 -2,40 AB-G 7,78 18,00 14,11 -3,89 AB-G 7,64 13,00 13,62 0,62 AB-G 7,55 20,00 13,31 -6,69 AB-G 7,19 15,00 12,05 -2,95 AB-G 7,06 20,00 11,60 -8,40 AB-G 6,93 23,00 11,18 -11,82 AB-G 6,89 24,00 11,01 -12,99 AB-G 6,61 27,00 10,07 -16,93 AB-G 6,48 18,00 9,62 -8,38 AB-G 6,35 10,00 9,17 -0,83 Std dev 11,45 6,42 Avg 16,29 18,90 8,44* Min -22,00 0,10 Max 45,00 34,70

Keterangan (note): *= angka rataan mutlak (positifkan angka negatif) (+) Dibawah permukaan tanah

(-) Diatas permukaan tanah

Pada kasus di sempadan Sungai hubungan ground truthing dengan poin TMAT (model) selalu berdeviasi lebih besar (elevasi tinggi dan TMAT diatas permukaan tanah)

Koefisien determinasi (R2) = 0,35

(23)

23 Tabel 3. Hubungan antara tinggi permukaan gambut (ground elevation, GE) dengan

pengukuran langsung tinggi muka air tanah, TMAT (ground water level, GWL) dan TMAT model polynomial (Relationship of peat ground elevation-ground water level measurement and ground water level base on polynomial model)

jalur survey (Line survey) GE, dpl (above sea level) + m TMAT pengukuran (GWL ground truthing) cm

Titik TMAT polynomial (GWL Polynomial) cm Deviasi (Deviation) cm D 3,78 -7,00 -20,8 -13,76 D 3,73 12,00 -21,8 -33,79 D 4,01 -2,00 -16,6 -14,60 D 3,78 -5,00 -20,9 -15,89 D 3,99 19,00 -17,0 -35,97 D 5,21 11,00 5,1 -5,93 D 7,03 34,00 38,0 4,04 D 8,10 38,00 57,5 19,49 D 8,77 25,00 69,6 44,65 D 9,94 10,00 91,0 80,96 DC 9,94 11,00 91,0 79,96 DC 10,29 2,00 97,2 95,18 DC 10,30 4,00 97,5 93,51 DC 10,39 16,00 99,1 83,05 DC 10,47 10,00 100,5 90,51 DC 10,51 16,00 101,3 85,30 DC 10,43 28,00 99,9 71,87 DC 10,45 33,00 100,2 67,22 DC 10,12 25,00 94,2 69,22 DC 9,98 24,00 91,7 67,71 DC 10,16 28,00 94,9 66,92 DC 10,02 26,00 92,4 66,36 DC 9,91 25,00 90,4 65,38 DC 9,77 29,00 87,9 58,87 DC 9,57 41,00 84,2 43,24 DC 9,52 20,00 83,3 63,29 DC 9,48 5,00 82,5 77,48 DC 9,23 17,00 78,0 61,05 DC 9,13 10,00 76,2 66,19 DC 9,20 20,00 77,5 57,51 DC 9,26 7,00 78,6 71,62 DC 9,40 23,00 81,1 58,08 DC 9,30 26,00 79,3 53,29 DC 9,30 17,00 79,3 62,29

(24)

24 ... lanjutan jalur survey (Line survey) GE, dpl (above sea level) + m TMAT pengukuran (GWL ground truthing) cm

Titik TMAT polynomial (GWL Polynomial) cm Deviasi (Deviation) cm DC 9,30 5,00 79,2 74,23 DC 9,14 8,00 76,3 68,32 DC 9,07 5,00 75,0 70,04 DC 8,90 15,00 72,0 57,03 DC 8,76 17,00 69,4 52,44 DC 8,20 16,00 59,3 43,33 DC 7,61 10,00 48,7 38,69 DC 6,50 17,00 28,5 11,53 DC 5,91 -22,00 17,8 39,77 DC 5,93 2,00 18,1 16,12 DC 6,94 6,00 36,5 30,50 DC 7,58 11,00 48,1 37,14 DC 8,05 8,00 56,6 48,59 DC 8,26 6,00 60,4 54,36 DC 8,49 13,00 64,5 51,53 DC 8,64 9,00 67,3 58,29 DC 8,84 2,00 71,0 68,97 DC 8,91 14,00 72,3 58,28 DC 9,01 3,00 74,0 70,96 DC 8,90 17,00 72,0 55,05 AB-G 11,23 36,00 114,3 78,33 AB-G 11,35 38,00 116,5 78,49 AB-G 11,54 31,00 120,0 88,95 AB-G 12,00 40,00 128,3 88,32 AB-G 12,35 23,00 134,7 111,68 AB-G 12,73 30,00 141,6 111,60 AB-G 12,88 43,00 144,2 101,19 AB-G 13,32 35,00 152,2 117,23 AB-G 13,74 37,00 159,9 122,89 AB-G 13,03 29,00 146,9 117,88 AB-G 12,67 45,00 140,5 95,48 AB-G 11,77 27,00 124,1 97,06 AB-G 11,37 28,00 116,8 88,79 AB-G 10,99 42,00 109,9 67,87 AB-G 10,64 37,00 103,6 66,56 AB-G 10,91 35,00 108,4 73,42 AB-G 11,02 27,00 110,5 83,53 AB-G 11,06 30,00 111,2 81,21

(25)

25 ... lanjutan jalur survey (Line survey) GE, dpl (above sea level) + m TMAT pengukuran (GWL ground truthing) cm

Titik TMAT polynomial (GWL Polynomial) cm Deviasi (Deviation) cm AB-G 11,15 39,00 112,9 73,93 AB-G 10,81 28,00 106,7 78,71 AB-G 10,70 11,00 104,8 93,77 AB-G 10,30 9,00 97,5 88,52 AB-G 10,19 12,00 95,4 83,39 AB-G 10,23 11,00 96,1 85,09 AB-G 10,09 10,00 93,6 83,60 AB-G 10,05 4,00 92,8 88,83 AB-G 9,79 9,00 88,2 79,21 AB-G 9,84 12,00 89,1 77,12 AB-G 9,73 13,00 87,1 74,13 AB-G 9,66 11,00 85,8 74,79 AB-G 9,47 10,00 82,4 72,44 AB-G 9,61 12,00 84,9 72,88 AB-G 9,47 10,00 82,3 72,35 AB-G 9,49 9,00 82,7 73,74 AB-G 9,40 19,00 81,1 62,12 AB-G 9,26 12,00 78,6 66,61 DC 9,06 9,00 75,0 65,95 DC 9,07 14,00 75,1 61,10 DC 9,11 10,00 75,9 65,87 DC 8,96 12,00 73,1 61,09 DC 8,91 8,00 72,2 64,18 DC 8,80 9,00 70,2 61,24 DC 8,67 4,00 68,0 63,95 DC 7,95 7,00 54,7 47,72 DC 8,74 12,00 69,2 57,21 DC 9,24 10,00 78,3 68,27 DC 9,43 7,00 81,6 74,57 DC 9,57 5,00 84,2 79,18 DC 9,58 4,00 84,3 80,34 DC 9,65 11,00 85,6 74,61 DC 9,62 8,00 85,1 77,07 DC 9,61 13,00 84,9 71,86 DC 9,57 8,00 84,2 76,21 DC 9,56 7,00 84,0 77,00 DC 9,54 9,00 83,6 74,62 DC 9,44 16,00 81,8 65,78

(26)

26 ... lanjutan jalur survey (Line survey) GE, dpl (above sea level) + m TMAT pengukuran (GWL ground truthing) cm

Titik TMAT polynomial (GWL Polynomial) cm Deviasi (Deviation) cm DC 9,35 21,00 80,2 59,18 DC 9,34 9,00 80,1 71,08 AB-G 8,93 10,00 72,5 62,50 AB-G 8,62 14,00 66,9 52,89 AB-G 8,28 7,00 60,8 53,83 AB-G 8,24 12,00 60,1 48,14 AB-G 8,15 12,00 58,4 46,41 AB-G 8,05 14,00 56,5 42,55 AB-G 7,92 17,00 54,3 37,34 AB-G 7,78 18,00 51,8 33,78 AB-G 7,64 13,00 49,2 36,19 AB-G 7,55 20,00 47,6 27,58 AB-G 7,19 15,00 41,0 25,95 AB-G 7,06 20,00 38,6 18,60 AB-G 6,93 23,00 36,4 13,38 AB-G 6,89 24,00 35,5 11,50 AB-G 6,61 27,00 30,5 3,54 AB-G 6,48 18,00 28,2 10,17 AB-G 6,35 10,00 25,8 15,80 Std dev 11,45 33,74 Avg 16,29 76,90 62,47* Min -22,00 -21,79 Max 45,00 159,89

Keterangan: *= angka rataan mutlak (positifkan angka negatif) (+) Dibawah permukaan tanah

(-) Diatas permukaan tanah

Pada kasus di sempadan Sungai hubungan ground truthing dengan poin TMAT (model) selalu berdeviasi lebih besar (elevasi tinggi dan TMAT diatas permukaan tanah)

Koefisien determinasi (R2) = 0,50

(27)

27 Seratus dua puluh sembilan (129) data tinggi muka air tanah (GWL) dan berbarengan dengan 129 data elevasi permukaan gambut, dituangkan dalam formula matematis yaitu regresi, hubungan antara tinggi muka air dengan elevasi permukaan gambut, dan kemudian digunakan untuk menyiapkan peta hidrotopografi. Regresi yang didapatkan adalah y = 3,4545x – 12.773; R2 = 0,35; r = 0,6, untuk kasus linear pada transek D-C. Sedangkan pada transek A-B

persamaan regresinya adalah y = 2,2056x – 6,3556; R2 = 0,13; r = 0,36 (lihat Gambar 10 dan

tabel 2). Oleh karena hubungan matematis antara variabel x (elevasi permukaan gambut) dan variabel y (tinggi muka air tanah) lebih bermakna pada kasus transek D-C dibandingkan dengan transek A-B, maka hubungan linearitas antara x dan y pada kasus transek D-C yang digunakan didalam menyiapkan peta hidrotopografi. Kemudian, persamaan regresi terpilih dan dengan bantuan software GIS (Map Algebra) maka disusun peta hidrotopografi yang disajikan dalam Gambar 9.

Perubahan tinggi muka air tanah pada hamparan gambut selama periode bulan Juli – November 2018 disajikan dalam bentuk ringkasan dan dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan perubahan tingkat kelengasan atau kelembaban gambut selama periode yang sama disajikan dalam bentuk ringkasan dan dapat dilihat pada Gambar 13. Dari ketujuh data logger yang dipasang, masing-masing data logger merekam 24 data yaitu pembacaan data setiap jam dari jam 00.00 sampai dengan jam 23.00 selama periode 1 bulan. Data yang terekam mencakup tinggi muka air tanah (7 data logger, lihat Gambar 11) dan tingkat kelengasan gambut (1 data logger). Sensor kelembaban tanah hanya dipasang pada satu data logger.

Secara umum tinggi muka air tanah gambut di HL Mendawak cenderung menurun dimulai dari periode minggu pertama bulan Juli 2018 sampai dengan minggu pertama bulan September 2018. Selanjutnya pada periode minggu kedua bulan September 2018 sampai dengan minggu kedua bulan November 2018 tinggi muka air tanah pada hamparan gambut cenderung naik.

Menarik untuk memperhatikan bahwa ketujuh data logger yang diletakkan pada posisi topografi yang berbeda-beda yang diharapkan dapat mewakili topografi HL Mendawak secara umum, setiap data logger memberikan seri data tinggi muka air tanah yang berbeda satu sama lainnya. Arah atau kecenderungan osilasi tingkat kelengasan atau kelembaban tanah gambut pada HL Mendawak dalam periode bulan Juli sampai dengan bulan November 2018 mengikuti osilasi tinggi muka air tanah, dan hal ini dapat dimengerti karena sumbangan kadar air tanah berasal dari besarnya badan air yang tercermin dari tinggi rendahnya permukaan air gambut.

Kadar air kapasitas lapang menunjukkan kandungan air yang ada pada tanah saat kondisi drainase berhenti karena gaya gravitasi setelah sebelumnya mengalami jenuh sempurna. Kadar air kapasitas lapang disajikan pada Gambar 14. Kadar air kapasitas lapang di titik A berkisar antara 62.51% hingga 69.72%, di titik B berkisar antara 32.44% hingga 38.21%. Untuk titik C kadar air kapasitas lapang berkisar antara 41.345% hingga 59.285%, sedangkan untuk titik D kisaran nilai kadar airnya yaitu 69.185% hingga 77.64% dan untuk titik E kadar air kapasitas lapang berkisar antara 63.97% hingga 67.585%. Nilai kadar air kapasitas lapang di Hutan Lindung Mendawak sangat bervariasi, mulai dari 32.44% hingga 77.64%. Hal tersebut

(28)

28 mengindikasikan bahwa tingkat kematangan gambut di 5 lokasi titik pengambilan contoh dengan 4 kombisi kedalaman sangat beragam, dimana titik lokasi A, D dan E didominasi oleh gambut relatif lebih matang dibandingkan dengan titik lokasi B dan C.

Gambar 11. Peta lokasi 7 data logger dengan 2 sensor kelembaban pada kedalaman 5 dan 10 cm

Gambar 12. Tinggi muka air tanah berdasarkan pembacaan data logger otomatis, periode Juli – November 2018

(29)

29 Gambar 13. Perubahan kelengasan tanah gambut pada 2 kedalaman pada periode Juli –

November 2018

(30)

30 Gambar 15 Grafik kadar air kapasitas lapang

4. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan sementara dari kegaiatan penelitian sampai bulan November tahun 2018 dapat dirinci sebagai berikut:

- Model dalam bentuk fungsi linear, yaitu Y=0.9235X–0.6619 dan nilai R2=0.82733,

dimana Y adalah kedalaman gambut dan X adalah elevasi permukaan gambut, telah divalidasi (titik kedalaman gambut) melalui pengukuran lapangan dan terbukti tepat pada tingkat sebesar 94%.

- Model hubungan antara variabel X yaitu elevasi permukaan gambut dengan variabel Y yaitu tinggi muka air tanah di ekspresikan dalam regresi y = 2,2056x – 6,3556; R2 = 0,13;

r = 0,36 (transek A-B) telah divalidasi dengan rataan deviasi sebesar 8,44 + 5,54 cm. Deviasi sebesar ini masih di anggap memadai, namun demikian persamaan ini akan terus di perbaiki melalui penambahan transek yang akan di kerjakan pada tahun 2019. Model regresi tersebut di atas kemudian digunakan untuk memproduksi peta hidrotopografi.

- Total hasil pengukuran debit dari sungai dan saluran air yang berbatasan dengan HL Mendawak adalah sebesar 25,71m ³/detik.

(31)

31 - Peta hidrotopografi sementara telah dihasilkan dan dapat dilihat pada Gambar 9, peta

ini akan disempurnakan pada kegiatan tahun 2019.

Daftar Bacaan

Agus F, Subiksa IGM. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF).

Bermana I. 2006. Klasifikasi geomorfologi untuk pemetaan geologi yang telah dibakukan. Bulletin of Scientific Contribution. 4(2): 161-173.

Basuki TM, Laake PE, Skidmore AK, Hussin YA. 2009. Allometric equations for estimating the above-ground biomass in tropical lowland Dipterocarp Forest. For Ecol Manag. 257:1684-1694.

Darwo, Bogidarmanti R. 2016. Prospek budidaya bintangur (Callophyllum soulastri) untuk dikembangkan di lahan gambut. Prosiding Sem Nas Masy Biodiv Indon. 2(2):267-270. Dendang B, Handayani W. 2105. Struktur dan komposisi tegakan hutan di Taman Nasional

Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Pros Semnas Masy Biodiv Indon. 1(4):691-695. Dharmawan IWS. 2013. Persamaan alometrik dan cadangan karbon vegetasi pada hutan

gambut primer dan bekas terbakar. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 10(2):175-191.

Dharmawan IWS, Siregar CH. 2008. Karbon tanah dan pendugaan karbon tegakan Avicennia marina (Forsk) Vierh di Ciasem Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 5(4):317-328.

Djufri, Wardiah, Muchlisin ZA. 2016. Plant diversity of the deforested peat-swamp forest of Tripa, Indonesia. Biodiversitas. 17(1):372-376.

Gunawan H, Kobayashi S, Mizuno K, Kono Y. 2012. Peat swamp forest types and their regeneration in Giam Siak Kecil-Bukit Batu Biosphere Reserve, Riau, East Sumatra, Indonesia. Mires and Peat.10(5):1-17.

Hardjowigeno S. 1996. Pengembangan Lahan Gambut Untuk Pertanian. Suatu Peluang dan Tantangan. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. 22 Juni 1996.

Haridjaja O, Baskoro DPT, Setianingsih M. 2013. Perbedaan nilai kadar air kapasitas lapang berdasarkan metode Alhricks, drainase bebas, dan pressure plate pada berbagai tekstur tanah dan hubungannya dengan pertumbuhan bunga matahari (Helianthus annuusL.). J Tanah Link. 15(2):52-59.

Hidayat S. 2001. Keragaan beberapa sifat dimensi tegakan pada hutan rawa gambut yang dikelola dengan sistem tebang pilih tanam Indonesia (TPTI) (Studi kasus areal HPH PT. Inhutani II, Kalimantan Barat). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ismaini L, Lailati M, Ristandi, Sunandar D. 2015. Analisis komposisi dan keanekaragaman

tumbuhan di Gunung Dempo Sumatera Selatan. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. 1(6):1397-1402.

(32)

32 Istomo. 1994. Hubungan antara struktur, komposisi, dan penyebaran ramin (Gonystilus bancanus) dengan sifat-sifat tanah gambut di area hph PT Inhutani III, Kalimantan Tengah. [Tesis]. Sekolah Pascasarjan Insitut Pertanian Bogor.

Mirmanto E. 2009. Forest dynamics of peat swamp forest in Sebangau, Central Kalimantan. Biodiversitas. 10(4):187-194.

Mirmanto E. 2010. Vegetation analyses of Sebangau peat swamp forest Central Kalimantan. Biodiversitas. 11(2):82-88.

Muslihat L. 2003. Teknik pengukuranbobot isi tanah gambut di lapangan dan di laboratorium. Buletin Teknik Pertanian. 8(2): 69-71.

Noor M. 2001. Pertanian Lahan Gambut: Potensi dan Kendala. Yogyakarta (ID): Kanisius. Nugroho S. 2008. Dasar-Dasar Metode Statistika. Jakarta (ID): Grasindo.

Nurhayati AD. 2002. Respon ekosistem hutan rawa gambut sekunder akibat pembakaran limbah vegetasi di Desa Pelalawan Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Insituti Pertanian Bogor.

Nurmaulani M. 2001. Hubungan antara komunitas vegetasi dengan kesuburan tanah dan kedalaman gambut (studi kasus di HPH PT. Diamond Raya Timber, Bagan Siapi-api, Riau). [Skripsi]. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Rais DS dan Kurnianto S. 2015. Hidrologi lahan gambut Indonesia [Presentasi Power Point]. IPN Toolbox tema C subtema C2. www.cifor.org/ipn-toolbox.

Radjagukguk B. 2000. Perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah gambut akibat reklamasi lahan gambut untuk pertanian. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 2(1):1-15.

Rahayu S, Widodo RH, van Noordwijk M, Suryadi I, Verbist B. 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor (ID): World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Risdiyanto I, Wahid AN. 2017. Valuasi jumlah air di ekosistem lahan gambut dengan data lansat

8 oli/tirs. Jurnal Penginderaan Jauh. 14(1):11-24.

Saharjo BH, Cornelio G. 2011. Suksesi alami paska kebakaran pada hutan sekunder di Desa Fatuquero, Kecamatan Railaco, Kabupaten Ermera Timor Leste. Jurnal Silvikultur Tropika. 2(1): 40-45.

Saharjo dan Nurhayati. 2006. Domination and composition structure change at hemic peat natural regeneration following burning: A case study in Pelalawan, Riau Province. Biodiversitas. 7(2):154-158.

Sidiyasa K. 2012. Karakteristik hutan rawa gambut di Tuanan dan Katunjung, Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 9(2):125-137.

Soerianegara I dan Indrawan A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

Sudirman. 2002. Permudaan alam dan tegakan tinggal di hutan rawa gambut bekas tebangan (Studi kasus di BKPH Duri, Kabupaten Bengkalis, Riau). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sulaksana J, Jaka J, Dadang I. 2005. Kemuning dan Jati Belanda: Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Susandi, Oksana, Arminudin AT. 2015. Analisis sifat fisika tanah gambut paada hutan gambut di Kecamatan Tambang kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Agroteknologi. 5(2): 23-28.

(33)

33 Suswati D, Hendro BS, Shiddieq D, Indradewa D. 2011. Identifikasi sifat fisik lahan gambut Rasau Jaya III Kabupaten Kubu Raya untuk pengembangan jagung. J. Tek. Perkebunan & PSDL. 1: 31-40.

Tata MHL, Pradjadinata S. 2013. Regenerasi alami hutan rawa gambut terbakar dan lahan gambut terbakar di Tumbang Nusa, Kalimantan Tengah dan implikasinya terhadap konservasi. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 10(3): 327-342.

Widyati E. 2011. Kajian optimasi pengelolaan lahan gambut dan isu perubahan iklim. Tekno Hutan Tanaman. 4(2):57-68.

Gambar

Gambar 2. Peta Pelaksanaan Penelitian di lokasi HL Mendawak berbatasan dengan Areal Kerja  PT.WSL/MTI dan Kebun Sawit
Gambar 3. Bagan alur tahapan penelitian.
Gambar 4. Curah hujan selama periode 1 Juli 2018 sampai dengan 19 September 2018
Gambar 6. Peta model kedalaman gambut HL. Mendawak (Peat depht model map of  Mendawak protection forest)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian sistem yang dilakukan adalah cara kerja aplikasi secara keseluruhan, yaitu dimana sistem dapat mengirimkan sms pengingat sesuai dengan jadwal yang

Kuadran I adalah posisi yang sangat bagus, dimana terdapat indikasi peluang yang begitu besar bagi Account officer dalam hal melakukan salah satu tugasnya yaitu

Baik data tersebut adalah data internal maupun eksternal, sebelum dipergunakan untuk pengambilan keputusan perlu dievaluasi, karena tujuan pengumpulan data oleh

(3) Pengaruh interaksi antara pola latihan dengan power otot tungkai terhadap kemampuan menggiring bola dalam perminan sepak bola. Penelitian dilaksanakan dengan metode eksperimen

Tujuan Penelitian Tindakan Kelas ini untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas XII MIA 3 materi

Orang yang sangat berperan dalam nengatur aktifitas proses belajar mengajar adalah kepala sekolah sebagai pemimpin serta bertanggungjawab terhadap pelaksanaan semua

Jurusan Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Semarang Saptianing, Dra. Bisnis Anggota Rif'ah Dwi Astuti, Dra.. NO JUDUL JURUSAN JABATAN JML. BIAYA. NAMA NIP/GOL DLM.

Kajian ini dijalankan dengan tujuan untuk membangunkan Modul Pendekatan Pengajaran Berasaskan Otak dengan Integrasi i-Think dan Brain Gym dan menilai