• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL (TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL

(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI BALI

DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI DI KORIDOR EKONOMI BALI – NUSA TENGGARA

KABUPATEN BADUNG

LAPORAN AKHIR

TAHUN ANGGARAN 2013

(2)

PRAKATA

Laporan Akhir ini diajukan untuk memenuhi ketentuan pekerjaan Studi Sistranas pada

Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Bali dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara,

yang merupakan laporan terakhir dari beberapa laporan yang disiapkan dalam melaksanakan pekerjaan ini.

Pada Laporan Akhir ini dibahas beberapa hal, yaitu: (1) Pendahuluan, (2) Tinjauan Pustaka, (3) Metodologi Studi, (4) Kondisi wilayah dan jaringan transportasi saat ini, (5) Perkiraan Kondisi Mendatang dan (6) Arah Pengembangan Jaringan. Seluruh pembahasan tersebut telah disesuaikan dengan Panduan Penyusunan Sistranas pada Tatralok.

Pada kesempatan ini, konsultan menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu pelaksanaan kegiatan ini, serta mengharapkan kritik dan saran untuk pelaksanaan kegiatan‐kegiatan pada tahap selanjutnya.

Jakarta, Desember 2013

(3)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ...v

DAFTAR GAMBAR ... vii BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-1 1.1 Latar Belakang... 1‐1 1.2 Perumusan Masalah ... 1‐3 1.3 Maksud dan Tujuan ... 1‐3 1.4 Ruang Lingkup Studi ... 1‐4 1.4.1 Lingkup Wilayah ... 1‐4 1.4.2 Lingkup Kegiatan ... 1‐4 1.5 Hasil yang Diharapkan ... 1‐5 1.6 Sistematika Pembahasan ... 1‐5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 2-1

2.1 Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi ... 2‐1 2.1.1 Landasan dan Asas Penyusunan Tatralok ... 2‐1 2.1.2 Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal ... 2‐2 2.1.3 Kajian Terhadap Tata Ruang ... 2‐5 2.1.4 Kebijakan Tata Ruang Provinsi Bali... 2‐9 2.1.5 Kajian Terhadap Tatrawil Provinsi Bali ... 2‐33 2.1.6 Kajian terhadap MP3EI ... 2‐42 2.2 Kedudukan Kabupaten Badung dalam Konstelasi Wilayah Provinsi Bali ... 2‐49 2.3 Arahan Peruntukan Ruang di Kabupaten Badung... 2‐52 2.4 Kerangka Pemikiran ... 2‐54 BAB 3 METODOLOGI STUDI ... 3-1

3.1 Kajian Literatur... 3‐1 3.2 Pengumpulan dan Kompilasi Data Sekunder ... 3‐2 3.3 Pengumpulan dan Kompilasi Data Primer ... 3‐2

(4)

3.4 Tahap Analisis ... 3‐2 3.4.1 Skematik Penyusunan Tataran Transportasi Lokal ... 3‐2 3.4.2 Perencanaan Transportasi Yang Akan Datang ... 3‐6 3.4.3 Proses Pemodelan Transportasi ... 3‐9 3.4.4 Komponen Pemodelan Transportasi ... 3‐13 3.5 Rapat Konsultasi Teknis dan Koordinasi ... 3‐16 3.6 Diskusi dan Pemaparan Hasil Kegiatan ... 3‐16 3.6.1 Diskusi internal ... 3‐16 3.6.2 Diskusi Eksternal... 3‐16 3.7 Pengumpulan Data dan Desain Kuesioner ... 3‐17 3.7.1 Pengumpulan Data ... 3‐17 3.7.2 Desain Kuesioner dan Wawancara ... 3‐20 BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI ... 4-1

4.1 Kondisi Sosio Ekonomi Kabupaten Badung ... 4‐1 4.1.1 Kondisi Geografis ... 4‐1 4.1.2 Kondisi Topografi... 4‐3 4.1.3 Kondisi Geologi... 4‐5 4.1.4 Kondisi Penggunaan Lahan ... 4‐5 4.1.5 Kondisi Kependudukan ... 4‐7 4.1.6 Potensi Sumber Daya Alam ... 4‐10 4.2 Pola Aktivitas ... 4‐25 4.3 Kondisi Transportasi Kabupaten Badung... 4‐26 BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG ... 5-1

5.1 Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang ... 5‐1 5.2 Bangkitan dan Distribusi Arus Barang/Penumpang ... 5‐3 5.2.1 Sistem Zona ... 5‐3 5.2.2 Bangkitan/Tarikan dan Distribusi Perjalanan ... 5‐4 5.3 Model Pengembangan Jaringan Transportasi ... 5‐7 5.3.1 Matriks Asal Tujuan Tahun 2013 ... 5‐7 5.3.2 Prediksi Pembebanan dan Kinerja Jalan Tahun 2017, 2022 dan 2032 5‐14 5.4 Alternatif Pengembangan Jaringan Transportasi ... 5‐21 5.4.1 Jaringan Pelayanan Transportasi ... 5‐21 5.4.2 Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Regional ... 5‐23

(5)

5.4.3 Rencana Pengembangan Jaringan Jalan di Kabupaten Badung ... 5‐26 5.4.4 Rencana Sistem Jaringan Jalan di Kawasan Samigita ... 5‐31 5.5 Prioritas Pengembangan Jaringan Transportasi ... 5‐35 BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN ... 6-1

6.1 Arah Pengembangan Jaringan Transportasi ... 6‐1 6.1.1 Jaringan Pelayanan Transportasi ... 6‐1 6.1.2 Jaringan Transportasi Jalan ... 6‐7 6.2 Kebijakan dan Program Pengembangan Jaringan Transportasi ... 6‐7 6.2.1 Kebijakan Pengembangan Jaringan Transportasi... 6‐7 6.2.2 Program Pengembangan Jaringan Transportasi ... 6‐8 DAFTAR PUSTAKA ... 6-14

(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 3‐1 Jenis Penanganan Penanganan Permasalahan Transportasi ... 3‐9 Tabel 3‐2 Daftar Data Yang Dibutuhkan ... 3‐18 Tabel 4‐1 Administrasi Kabupaten Badung ... 4‐3 Tabel 4‐2 Luas Wilayah, Ketinggian, dan Luas Terbangun per Kecamatan

Kabupaten Badung ... 4‐4 Tabel 4‐3 Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Badung Tahun 2011... 4‐6 Tabel 4‐4 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan

Kepadatan Penduduk di Kabupaten Badung Tahun 2011 ... 4‐7 Tabel 4‐5 Penduduk Kabupaten Badung Berumur 15 Tahun Keatas yang

Bekerja Menurut Lapangan Usaha Hasil Sakernas Agustus Tahun

2010 – 2011 (000 orang)... 4‐8 Tabel 4‐6 Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Badung Tahun 2011 ... 4‐11 Tabel 4‐7 Produksi Tanaman Buah‐Buahan Kabupaten Badung Tahun 2011 ... 4‐13 Tabel 4‐8 Produksi Tanaman Perkebunan Rakyat Kabupaten Badung Tahun

2011 ... 4‐15 Tabel 4‐9 Populasi Ternak Kabupaten Badung Tahun 2011 ... 4‐17 Tabel 4‐10 Populasi Unggas Kabupaten Badung Tahun 2011 ... 4‐19 Tabel 4‐11 Jumlah Produksi Tambang Galian C di Kabupaten Badung ... 4‐21 Tabel 4‐12 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Kerajinan Kabupaten Badung

Tahun 2011 ... 4‐22 Tabel 4‐13 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Industri Kabupaten Badung Tahun

2011 ... 4‐23 Tabel 4‐14 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Pertanian Kabupaten Badung

Tahun 2009 ... 4‐23 Tabel 4‐15 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Perkebunan Kabupaten Badung

Tahun 2011 ... 4‐24 Tabel 4‐16 Realisasi Ekspor Non Migas Hasil Komoditas Lain‐lain Kabupaten

(7)

Tabel 4‐17 Realisasi Jumlah Ekspor Non Migas Kabupaten Badung ... 4‐24 Tabel 4‐18 Kinerja Ruas Jalan di Kabupaten Badung (Selektif) ... 4‐31 Tabel 4‐19 Kinerja Ruas Jalan disekitar Samigita (Seminyak, Legian dan Kuta) ... 4‐32 Tabel 5‐1 Pembagian Zona di Kabupaten Badung ... 5‐5 Tabel 5‐2 Bangkitan/Tarikan Pergerakan Antar Zona (orang/Tahun)

Kabupaten Badung ... 5‐6 Tabel 5‐3 Jumlah sampel dan faktor pengembangan sampel home interview ... 5‐8 Tabel 5‐4 Matrik asal tujuan perjalanan dalam daerah studi pada tahun dasar

(2013) hasil survai home interview (orang/hari) ... 5‐9 Tabel 5‐5 Matrik asal tujuan perjalanan dalam daerah studi pada tahun dasar

(2013) setelah diekspanding (orang/hari) ... 5‐10 Tabel 5‐6 Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang‐km Pada Tahun rRncana

(2017) Hasil Model Furness ... 5‐11 Tabel 5‐7 Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang‐Km Pada Tahun Rencana

(2022) Hasil Model Furness ... 5‐12 Tabel 5‐8 Matrik Asal Tujuan Perjalanan Orang‐Km Pada Tahun Rencana

(2032) Hasil Model Furness ... 5‐13 Tabel 5‐9 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) Pada Tahun

2017 ... 5‐15 Tabel 5‐10 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (Samigita) Pada Tahun 2017 ... 5‐16 Tabel 5‐11 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) Pada Tahun

2022 ... 5‐17 Tabel 5‐12 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (Samigita) Pada Tahun 2022 ... 5‐18 Tabel 5‐13 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (diluar Samigita) Pada Tahun

2032 ... 5‐19 Tabel 5‐14 Kinerja Jalan di Kabupaten Badung (Samigita) Pada Tahun 2032 ... 5‐20 Tabel 5‐15 Rencana jaringan trayek angkutan umum Trans Sarbagita ... 5‐22 Tabel 5‐16 Ruas Jalan Utama di Kawasan SAMIGITA ... 5‐32

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2‐1 Kedudukan Tataran Transportasi Lokal dalam Sistranas ... 2‐4 Gambar 2‐2 Diagram Perumusan Visi ... 2‐9 Gambar 2‐3 Posisi MP3EI di dalam Rencana Pembangunan Pemerintah ... 2‐43 Gambar 2‐4 Koridor Ekonomi Prioritas ... 2‐44 Gambar 2‐5 Tema Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia ... 2‐44 Gambar 2‐6 Tema Pembangunan Kepulauan Indonesia ... 2‐45 Gambar 2‐7 Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara ... 2‐46 Gambar 2‐8 Pariwisata di Koridor Bali – Nusa Tenggara Penting Bagi

Perekonomian Indonesia ... 2‐47 Gambar 2‐9 Kedudukan Kabupaten Badung dalam konstelasi wilayah Provinsi

Bali ... 2‐51 Gambar 2‐10 Kerangka Pemikiran Penyusunan Sistranas pada Tatralok di Wilayah

Provinsi Bali ... 2‐55 Gambar 3‐1 Skema Tataran Transportasi Lokal ... 3‐3 Gambar 3‐2 Skematik Penyusunan Perencanaan Transportasi Jangka Pendek dan

Jangka Panjang ... 3‐4 Gambar 3‐3 Memperkirakan Kebutuhan Pelayanan dan Penilaian Kinerja

Pelayanan Transportasi Yang Akan Datang ... 3‐8 Gambar 3‐4 Mekanisme Estimasi Trip Ends dan MAT Wilayah Studi... 3‐10 Gambar 3‐5 Struktur Umum Model Pemilihan Rute ... 3‐12 Gambar 3‐6 Jaringan nyata/fisik ... 3‐14 Gambar 3‐7 Penyederhanaan Tampilan Jaringan ... 3‐14 Gambar 4‐1 Peta Orientasi Wilayah Kabupaten Badung ... 4‐2 Gambar 4‐2 Potensi Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Badung Tahun 2011... 4‐12 Gambar 4‐3 Potensi Produksi Perkebunan Rakyat Kabupaten Badung Tahun

2011 ... 4‐16 Gambar 4‐4 Potensi Populasi Ternak Kabupaten Badung Tahun 2011 ... 4‐18 Gambar 4‐5 Potensi Populasi Unggas Kabupaten Badung Tahun 2011 ... 4‐20

(9)

Gambar 4‐6 Grafik Potensi Produksi Pertambangan Kabupaten Badung Tahun

2011 ... 4‐21 Gambar 4‐7 Peta Pola Aktivitas Kabupaten Badung ... 4‐27 Gambar 5‐1 Rencana Jaringan Trayek Angkutan Umum Trans Sarbagita ... 5‐23 Gambar 5‐2 Rencana Jalan Arteri Primer/Tol di Provinsi Bali ... 5‐25

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi. Karena itu Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) diharapkan mampu menghasilkan jasa transportasi yang berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efisien dan efektif dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia dan barang serta jasa, mendukung pola distribusi nasional, serta mendukung pengembangan wilayah, peningkatan hubungan nasional dan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan.

Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat bergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut, MP3EI menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama) pembangunan ekonomi nasional. Konektivitas nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional, yang terdiri atas Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem

(11)

Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), serta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat‐pusat perekonomian lokal, regional, dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan keterhubungan lokal, regional, dan global/internasional.

Sebagai unsur pendorong dalam pengembangan, transportasi berfungsi menyediakan jasa transportasi yang efektif untuk menghubungkan daerah terisolasi, tertinggal, dan berbatasan dengan daerah berkembang yang berada di luar wilayahnya, sehingga terjadi pertumbuhan perekonomian yang sinergis.

Sistranas pada hakekatnya merupakan suatu Konsep Pembinaan Transportasi dalam pendekatan kesisteman yang mengintegrasikan sumber daya dan memfasilitasi upaya‐ upaya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam hal ini adalah penting untuk secara berkelanjutan memperkuat keterkaitan fungsi atau keterkaitan aktivitas satu sama lainnya baik langsung maupun tidak langsung dengan penyelenggaraan transportasi baik pada Tataran Transportasi Nasional (Tatranas), Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), maupun Tataran Transportasi Lokal (Tatralok).

Dalam kaitan tersebut perlu disusun sistem pada Tatralok sehingga diperoleh arah pembangunan jaringan pelayanan dan jaringan prasarana yang dapat berperan dalam mendukung perekonomian wilayah dan mendorong pertumbuhan wilayah yang belum berkembang, baik pada tataran‐tataran lokal, provinsi, hingga nasional/internasional.

(12)

1.2 Perumusan Masalah

Terkait dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011, Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011‐2025, diperlukan dukungan Undang‐Undang No.26 Tahun 2007, tentang Tata Ruang, dan Undang‐ Undang di Bidang Transportasi, yaitu UU No. 23 Tahun 2007, tentang Perekerataapian, Undang‐undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang‐Undang No. 1 Tahun 2009, tentang Penerbangan, dan Undang‐Undang No. 22 Tahun 2009, tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan. Dalam kaitan tersebut Sistranas diwujudkan dalam Tataran Transportasi Nasional (TATRANAS) yang dibuat oleh Pemerintah, Tataran Transportasi Wilayah (TATRAWIL) dibuat oleh Pemerintah Provinsi, dan Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dibuat oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Ketiga tataran tersebut berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, yang pada akhirnya akan menjadi acuan bagi semua pihak terkait dalam penyelenggaraan transportasi untuk perwujudan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien, baik pada tataran lokal, tataran wilayah, maupun tataran nasional.

Penyusunan Tatralok dilakukan dalam upaya peningkatan pelayanan transportasi, baik jaringan pelayanan maupun jaringan prasarana transportasi, serta peningkatan keterpaduan antar dan intramoda transportasi, yang disesuaikan dengan perkembangan ekonomi, tingkat kemajuan teknologi, serta kebijakan tata ruang dan lingkungan.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud studi ini adalah menyusun, mengevaluasi, dan meninjau ulang Tataran Transportasi Lokal sejalan dengan dinamika perkembangan ekonomi wilayah sebagai pedoman pengaturan dan pembangunan transportasi wilayah.

Tujuannya studi ini adalah agar rencana dan program pengembangan transportasi di wilayah lokal kabupaten/kota, provinsi, dan nasional efektif dan efisien sesuai dengan Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

(13)

1.4 Ruang Lingkup Studi

1.4.1 Lingkup Wilayah

Kegiatan studi ini dilaksanakan di 3 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Pada laporan ini kabupaten Badung sebagai lokasi studi.

1.4.2 Lingkup Kegiatan

Lingkup kegiatan studi Sistranas Pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) di Wilayah Provinsi Bali dalam Mendukung Prioritas Pembangunan Sentra Produksi di Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara, antara lain, adalah:

a. Menentukan identifikasi permasalahan yang ada pada sistem transportasi lokal; b. Melakukan evaluasi pelayanan, jaringan pelayanan dan jaringan prasarana

transportasi secara terpadu;

c. Melakukan analisis permintaan transportasi lokal terkait dengan rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana pembangunan dalam MP3EI, Tatranas, dan Tatrawil;

d. Mengkaji model pengembangan jaringan transportasi wilayah kabupaten; e. Merumuskan alternative‐alternatif pengembangan jaringan transportasi;

f. Menetapkan prioritas dan tahapan pengembangan jaringan transportasi lokal dalam kurun waktu 2014, 2019, 2025, dan 2030;

g. Merumuskan kebijakan pelayanan jaringan transportasi lokal;

h. Menyusun rancangan peraturan Bupati tentang Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal (Tatralok);

i. Mengadakan Focus Group Discussion (FGD) di Ibukota Kabupaten untuk mendapatkan masukan alternatif pengembangan jaringan transportasi lokal; j. Menyelenggarakan seminar penyempurnaan laporan akhir dan legalitas Tatralok

(14)

1.5 Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan diperoleh dari pekerjaan ini adalah tersedianya Dokumen Tataran Transportasi Lokal (TATRALOK) dan konsep penetapannya, yang disesuaikan dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011‐2025, Sistranas (Sistem Transportasi Nasional), serta Tatranas (Tataran Transportasi Nasional). Keluaran kegiatan adalah 1 (satu) laporan hasil penelitian.

1.6 Sistematika Pembahasan

BAB 1 PENDAHULUAN;

Bagian awal laporan ini berisi latar belakang studi, perumusan masalah, maksud dan tujuan, ruang lingkup studi, hasil yang diharapkan, dan sistematika pembahasan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA;

Pada bagian ini dikemukakan tentang hasil tinjauan kepustakaan terkait dengan masalah konsep dan model pengembangan jaringan transportasi dan kerangka pemikiran studi.

BAB 3 METODOLOGI STUDI

Pada bagian ini dipaparkan mengenai desain atau rancangan penelitian yang digunakan, menjabarkan sasaran penelitian, dan menguraikan teori/model analisis yang digunakan dan data/informasi yang diperlukan dalam penelitian.

BAB 4 KONDISI WILAYAH DAN JARINGAN TRANSPORTASI SAAT INI

Secara umum bagian ini menjabarkan kondisi sosio ekonomi wilayah studi, pola aktivitas, dan kondisi transportasi wilayah studi berdasarkan data hasil pengumpulan data.

BAB 5 PERKIRAAN KONDISI MENDATANG

Pada bagian ini membahas mengenai Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang, Pola Aktivitas, Bangkitan dan distribusi arus barang dan penumpang, model pengembangan

(15)

jaringan transportasi, alternatif pengembangan jaringan transportasi dan prioritas pengembangan jaringan transportasi

BAB 6 ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN

Bagian ini menjelaskan mengenai arah pengembangan jaringan transportasi, dan kebijakan, strategi, dan program pengembangan jaringan transportasi.

(16)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dan Model Pengembangan Jaringan Transportasi

2.1.1 Landasan dan Asas Penyusunan Tatralok

Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) adalah tataran transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, terdiri atas sarana dan prasarana yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis, yang berfungsi melayani perpindahan orang dan/atau barang antar simpul atau kota lokal (SKL) serta dari simpul atau kota lokal ke simpul atau kota wilayah (SKW) dan nasional (SKN) terdekat atau sebaliknya dan dalam kota.

Kota wilayah adalah kota‐kota yang memiliki keterkaitan dengan beberapa kabupaten dalam satu provinsi. Kota gerbang wilayah dan kota‐kota pusat kegiatan ekonomi adalah wilayah dan kota‐kota yang memiliki dampak strategis terhadap pengembangan wilayah kabupaten. Simpul wilayah adalah distribusi barang dan/atau orang atau sebagai pintu masuk (inlet) atau keluar (outlet) barang dan/atau orang yang bersifat wilayah, seperti terminal bus.

Beberapa landasan yang digunakan dalam penyusunan Tatralok, antara lain, adalah sebagai berikut:

a. Landasan idiil adalah Pancasila;

b. Landasan konstitusional adalah UUD 1945; c. Landasan visional adalah Wawasan Nusantara; d. Landasan konsepsional adalah Ketahanan Nasional;

e. Landasan operasional adalah kebijakan nasional yang relevan dan peraturan perundangan di bidang transportasi, Undang‐Undang No. 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintah Daerah, serta peraturan perundangan terkait lainnya.

(17)

Tatralok diselenggarakan berdasarkan asas yang tercantum dalam peraturan perundangan sektor transportasi, yaitu asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, asas manfaat, asas demokrasi Pancasila, asas adil dan merata, asas keseimbangan, asas keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan, asas hukum, asas kemandirian, asas kejuangan, asas ilmu pengetahuan dan teknologi, asas kepentingan umum, asas usaha bersama, serta asas keterpaduan.

2.1.2 Sistranas pada Tataran Transportasi Lokal

Perencanaan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dilakukan dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran Sistem Transportasi Nasional (Sistranas). Tujuan Sistranas adalah terwujudnya transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, meningkatkan mobilitas manusia, barang dan jasa, membantu terciptanya pola distribusi nasional yang mantap dan dinamis, serta mendukung pengembangan wilayah dan lebih memantapkan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara dan peningkatan hubungan internasional.

Sasaran Sistranas adalah terwujudnya penyelenggaraan transportasi yang efektif dan efisien. Efektif mengandung pengertian selamat, aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, teratur, lancar dan cepat, mudah dicapai, tepat waktu, nyaman, tarif terjangkau, tertib, aman, serta polusi rendah. Sedangkan efisien mengandung arti beban publik rendah dan utilitas tinggi dalam satu kesatuan jaringan transportasi nasional.

Tujuan dan Sasaran Sistranas, bersama dengan elemen kebijakan lain dalam Tatanan Makro Strategis Perhubungan dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, merupakan masukan utama dalam menyusun Tataran Transportasi Wilayah. Berpedoman pada tujuan sistranas tersebut, Sistranas tentunya perlu diwujudkan dalam beberapa bentuk perencanaan, yang salah satunya adalah perwujudan Tataran Transportasi Wilayah (Tatrawil), dengan tatarannya adalah wilayah provinsi, dan

(18)

perwujudan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok), yang tatarannya adalah wilayah kota atau kabupaten.

Sistranas dinilai sebagai langkah tepat untuk sistem transportasi yang kompetitif. Hal itu dimungkinkan karena yang dikedepankan dalam sistranas adalah sinergi dan interkoneksi antar moda transportasi, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota dengan mengakomodasi tata ruang setempat. Adanya suatu pergeseran, baik pada kewenangan maupun secara kelembagaan, serta perubahan struktur kewilayahan menyebabkan sektor transportasi harus tetap memandang suatu daerah sebagai wilayah fungsional sehingga mengharuskan dilakukannya penerapan kebijakan transportasi secara khusus yang berada dalam suatu kerangka nasional yang utuh.

Dikaitkan dengan potensi ekonomi wilayah, secara umum transportasi mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi pelayanan (servicing function) pada wilayah yang telah berkembang dan fungsi promosi (promoting function) pada wilayah yang belum berkembang. Dalam kaitan tersebut, proses pengembangan jaringan transportasi di suatu wilayah perlu mempertimbangkan kondisi potensi wilayah tersebut.

Keterkaitan Sistranas pada Tatralok secara hirarki adalah tataran transportasi yang terorganisasi secara kesisteman, yang terdiri atas transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, dan transportasi udara, yang masing‐masing terdiri atas sarana dan prasarana yang saling berinteraksi membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien, terpadu dan harmonis dan berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang antar simpul atau antar kota wilayah ke simpul atau kota provinsi atau sebaliknya.

Hubungan tersebut semakin menunjukkan bahwa keterkaitan antara Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) terhadap Sistranas tidak dapat dipisahkan karena pelayanan perpindahan orang dan/atau barang dari suatu wilayah ke kota provinsi

(19)

tidak dapat dilakukan dengan salah satu tataran transportasi saja, melainkan harus terpadu dengan tataran transportasi lainnya. Demikian sebaliknya, orang dan/atau barang dari kota provinsi menuju kota wilayah harus dilayani dengan tataran transportasi tersebut. Adapun kedudukan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok) dalam Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) dapat dilihat pada uraian berikut.

Gambar 2-1 Kedudukan Tataran Transportasi Lokal dalam Sistranas

Terhadap perwujudan Sistranas, Tatralok merupakan tataran transportasi yang terorganisasi secara kesisteman dan masing‐masing tataran mempunyai karakteristik fungsional yang saling terkait, antarmoda dan antarwilayah, dan berinteraksi membentuk sistem pelayanan transportasi yang berinteraksi secara sistemik pada setiap tahapan perumusan dan perwujudan tiap tataran transportasi, dalam menyediakan pelayanan transportasi yang efektif dan efisien.

(20)

2.1.3 Kajian Terhadap Tata Ruang

Dalam kaidah perencanaan transportasi, suatu perencanaan disusun secara berjenjang dengan urutan yang bersifat lebih makro disusun terlebih dahulu, yang kemudian menjadi payung atau referensi bagi penyusunan rencana yang lebih rinci. Berdasarkan kaidah perencanaan sebagaimana dikemukakan tersebut, rencana sistem transportasi merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Dalam menyusun rencana sistem transportasi, ketentuan normatif tersebut pada prinsipnya dapat dipenuhi karena RTRW Kabupaten/Kota telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah.

2.1.3.1 Landasan Konseptual Perencanaan

Ciri‐ciri umum suatu perencanaan adalah serangkaian tindakan beruntun yang dimaksudkan untuk suatu pemecahan masalah dan merealisasikan potensi di masa datang. Secara garis besar tindakan‐tindakan dalam perencanaan terdiri atas:

 Identifikasi permasalahan dan potensi;  Perumusan tujuan dan sasaran;

 Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pencapaian tujuan dan sasaran;

 Proyeksi keadaan masa datang;  Perumusan berbagai alternatif; dan

 Penyusunan rencana terpilih yang di dalamnya dapat tercantum rumusan kebijaksanaan strategi, program dan kegiatan untuk pencapaian tujuan dan sasaran.

2.1.3.2 Perencanaan Transportasi Dalam Pembangunan Daerah

Perencanaan Transportasi harus mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah dengan cara mengarahkan masyarakat untuk memanfaatkan setiap bagian ruang untuk kegiatan‐kegiatan yang produktif. Hal ini berarti bahwa rencana sistem transportasi harus menunjukkan bagian‐bagian kawasan yang tidak boleh dikembangkan untuk keperluan konservasi, kepentingan strategis, dan untuk cadangan masa depan.

(21)

Selebihnya adalah kawasan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluannya dengan batasan‐batasan yang minimal.

Pendekatan konvensional perencanaan transportasi yang dianut selama ini cenderung memandang masyarakat sebagai obyek pembangunan/perencanaan padahal kegiatan perencanaan transportasi tersebut sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Perencanaan transportasi merupakan dokumen pelaksanaan pembangunan yang harus dipatuhi oleh semua pihak termasuk masyarakat setempat, sehingga dalam penerapannya pemerintah bersama dengan masyarakat dapat berperan serta menjalankan fungsi kontrol.

Beberapa paradigma yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan sistem transportasi dalam pembangunan daerah adalah:

a. Otonomi Daerah yang Luas, Nyata, dan Bertanggung Jawab

Otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Karena itu dalam era otonomi luas seperti sekarang ini diperlukan perubahan pola pikir pendekatan penataan sistem transportasi. Pola pikir pendekatan penataan sistem transportasi ini memandang masyarakat sebagai subyek peraturan dengan keanekaragaman perilaku. Kondisi ini identik dengan pengaturan pemerintah daerah yang selama ini dianggap homogen, yang dalam era otonomi luas ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dirinya sendiri. Pendekatan baru dalam penataan sistem transportasi ini menuntut pemerintah berperan dalam menggali dan mengembangkan visi secara bersama antara pemerintah dan kelompok masyarakat di daerah dalam merumuskan wajah ruang di masa depan, standar kualitas ruang, dan aktivitas yang diinginkan dan yang dilarang pada suatu kawasan yang direncanakan.

Secara lebih rinci, fungsi penataan sistem transportasi kabupaten/kota adalah menyusun arahan, tujuan, dan kebijakan penataan sistem transportasi, merumuskan struktur dan proses‐proses penataan sistem transportasi,

(22)

menentukan peraturan hukum mengenai produk dan proses penataan sistem transportasi, mengkaji dan mengesahkan rencana, membuat sistem implementasi rencana, serta membentuk dukungan informasi untuk penataan yang dilakukan oleh masyarakat maupun institusi pemerintah.

Materi kebijakan penataan sistem transportasi kabupaten/kota, antara lain, meliputi: (1) kerangka sistem perencanaan, prinsip, tujuan, dan kebijakan strategis, (2) panduan penataan sistem transportasi kabupaten/kota, (3) institusi, program, dan prosedur untuk menyiapkan dan melaksanakan rencana sistem transportasi, dan kebijakan penataan ruang, (4) peraturan, ketentuan, dan standar pengelolaan sumber daya alam, serta (5) strategi sektoral penataan sistem transportasi dan indikator untuk mengukur tingkat ketercapaian tujuan penataan sistem transportasi.

Pemerintah Daerah Kabupaten juga perlu melakukan koordinasi untuk memadukan rencana‐rencana tata ruang dan kebijakan pengelolaan sektor‐sektor sumber daya alam serta berhubungan dengan institusi lain (internasional, pusat, Provinsi, lokal, penduduk asli) mengkoordinasikan hasil‐hasil penataan sistem transportasi dengan program‐program sosial‐ekonomi. Hubungan dengan Pemerintah Kabupaten/Kota lain dan dengan Pemerintah Provinsi juga mungkin perlu dibentuk untuk menyelesaikan konflik‐konflik pemanfaatan ruang yang terjadi.

b. Pelibatan Peran Serta Masyarakat dan Prinsip Transparasi

Bila dikaitkan dengan penataan sistem transportasi, tujuan peran serta masyarakat adalah:

 Meningkatkan mutu produk penataan sistem transportasi serta proses penyusunannya

 Meningkatan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya sumberdaya prasarana transportasi serta sumber daya lainnya demi terciptanya kemakmuran.

(23)

 Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan sistem transportasi (transparansi kebijakan).

 Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penataan sistem transportasi terutama membantu memberikan informasi tentang pelanggaran (kontribusi tanggung jawab). Era otonomi daerah sebenarnya juga menempatkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan memutuskan alternatif rencana. Hal ini merupakan suatu langkah untuk menjadikan rencana, khususnya rencana sistem transportasi, sebagai suatu rencana milik masyarakat. Sistem transportasi terkait erat dengan perencanaan tata ruang, pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebenarnya telah ditetapkan dalam PP No. 68 Tahun 2010, tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.

c. Prinsip Keberlanjutan

Pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tiang pendukung, yaitu pertumbuhan ekonomi, lingkungan biogeofisik (yang mendukung kehidupan masyarakat) yang sehat, dan lingkungan sosial yang harmonis. Untuk dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan, ketiga pendukung tersebut, yaitu pertumbuhan ekonomi, lingkungan yang sehat dan kondisi sosial yang harmonis, harus mendapat perhatian dan dilakukan secara terpadu. Tak ada pendukung yang lebih penting atau kurang penting, sehingga mengabaikan salah satu pendukung akan menyebabkan tidak tercapainya pembangunan berkelanjutan.

2.1.3.3 Pendekatan Perencanaan Transportasi Berbasis Keruangan

Secara diskriptif pendekatan penyusunan Tatralok Kabupaten/Kota dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama adalah dilakukan perumusan visi pengembangan ssstem transportasi yang

mencerminkan kondisi setempat dan konstribusinya dalam merealisasikan visi Provinsi.

(24)

Gambar 2-2 Diagram Perumusan Visi

Kedua adalah merumuskan hipotesis konseps sistem transportasi wilayah berdasarkan

visi yang ingin dicapai, arahan RTRW, serta kondisi wilayah dalam konteks intra maupun inter kawasan.

2.1.4 Kebijakan Tata Ruang Provinsi Bali 2.1.4.1 Tujuan Penataan Ruang

Penataan ruang Provinsi Bali mengacu pada arah pembangunan daerah jangka panjang serta permasalahan yang ada. Tujuan pengembangan penataan ruang Provinsi Bali pada dasarnya bertitik tolak dari tujuan pengembangan wilayah secara umum yang bertujuan untuk mewujudkan:

a. ruang wilayah provinsi yang berkualitas, aman, nyaman, produktif, berjatidiri, berbudaya Bali, dan berwawasan lingkungan berlandaskan Tri Hita Karana;

b. keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota;

c. keterpaduan pemanfaatan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi;

VISI RTRW KONDISI KAWASAN ASPIRASI STAKEHOLDER VISI PENGEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI

(25)

d. keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan dan budaya Bali akibat pemanfaatan ruang;

e. pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

f. keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah kabupaten/kota; g. keseimbangan dan keserasian kegiatan antarsektor; dan

h. pemanfaatan ruang yang tanggap terhadap mitigasi dan adaptasi bencana.

2.1.4.2 Rencana Struktur Ruang Provinsi Bali

Rencana struktur ruang wilayah Provinsi meliputi rencana sistem perkotaan dan rencana sistem jaringan. Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud terdiri atas sistem perkotaan nasional yang ada di wilayah provinsi terdiri atas PKN dan PKW, dan sistem perkotaan wilayah Provinsi, yaitu PKL.

2.1.4.2.1 Rencana Pusat Kegiatan

 Sistem perkotaan nasional yang ada di wilayah Provinsi terdiri atas PKN yang berada di Denpasar – Badung – Gianyar – Tabanan (Sarbagita) dan PKW yang berada di Kawasan Perkotaan Singaraja, Kawasan Perkotaan Semarapura, dan Kawasan Perkotaan Negara;

 Sistem perkotaan Provinsi, yaitu PKL yang berada di Kawasan Perkotaan Bangli, Kawasan Perkotaan Amlapura, dan Kawasan Perkotaan Seririt; dan

 PPK terdiri atas kawasan‐kawasan perkotaan Gilimanuk, Melaya, Mendoyo, Pekutatan, Lalanglinggah, Bajera, Megati, Kerambitan, Marga, Baturiti, Penebel, Pupuan, Petang, Nusa Dua, Tampaksiring, Tegalalang, Payangan, Sampalan, Banjarangkan, Dawan, Susut, Tembuku, Kintamani, Rendang, Sidemen, Manggis, Padangbai, Abang, Bebandem, Selat, Kubu, Tianyar, Gerokgak, Busungbiu, Banjar, Pancasari‐Candikuning, Sawan, Kubutambahan, Tejakula, Celukan Bawang, dan Pengambengan.

(26)

2.1.4.2.2 Rencana Kriteria Pusat Kegiatan

Rencana kriteria pusat kegiatan wilayah Provinsi Bali memiliki fungsi pusat kegiatan yang utamanya sebagai koleksi dan distribusi pelayanan barang dan jasa. Rencana kriteria berdasarkan sistem perkotaan Provinsi Bali adalah sebagai berikut:

a. PKN ditetapkan dengan kriteria:

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama kegiatan ekspor‐impor atau pintu gerbang menuju kawasan internasional;

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri dan jasa skala nasional atau yang melayani beberapa provinsi; dan

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul utama transportasi skala nasional atau melayani beberapa provinsi.

b. PKW ditetapkan dengan kriteria:

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul kedua kegiatan ekspor‐impor yang mendukung PKN;

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi

yang melayani skala provinsi atau beberapa kabupaten; dan

kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kabupaten di luar kawasan perkotaan yang berfungsi PKN.

c. PKL ditetapkan dengan kriteria:

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan;

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa kecamatan; dan

kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kabupaten di luar kawasan perkotaan yang berfungsi PKN dan PKW.

(27)

d. PPK ditetapkan dengan kriteria:

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai pusat kegiatan industri barang dan jasa yang melayani skala kecamatan atau sebagian wilayah kecamatan;

kawasan perkotaan yang berfungsi atau berpotensi sebagai simpul transportasi yang melayani skala kecamatan;

kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai ibukota kecamatan; dan

kawasan perkotaan yang berfungsi pelayanan khusus seperti kota pelabuhan dan pusat kegiatan pariwisata.

2.1.4.2.3 Rencana Sistem Jaringan

Rencana sistem jaringan Provinsi Bali meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan sumber daya air, dan sistem jaringan prasarana lingkungan.

a. Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi

Pengembangan sistem jaringan transportasi Provinsi Bali mencangkup pengembangan sistem jaringan transportasi darat, pengembangan sistem jaringan transportasi laut, dan pengembangan sistem jaringan transportasi udara.

1) Transportasi Darat

Pengembangan sistem jaringan transportasi darat diarahkan pada pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan jalan, pelabuhan penyeberangan, peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan angkutan umum, manajemen dan rekayasa lalulintas serta pengembangan sistem jaringan transportasi darat lainnya.

Pengembangan sistem jaringan transportasi darat mencakup:  jaringan jalan nasional;

 jaringan jalan Provinsi;  penyeberangan;

 jaringan pelayanan angkutan umum; dan  jaringan transportasi darat lainnya.

(28)

Jaringan jalan nasional terdiri atas jalan bebas hambatan, jalan arteri primer dan jalan kolektor primer. Pengembangan jalan bebas hambatan dilaksanakan setelah melalui kajian teknis, ekonomi dan budaya, mencakup:

 jalan bebas hambatan antar kota, mencakup: 1. Kuta – Tanah Lot – Soka;

2. Canggu – Beringkit – Batuan – Purnama; 3. Tohpati – Kusamba – Padangbai;

4. Pekutatan – Soka; 5. Negara – Pekutatan; 6. Gilimanuk – Negara; dan 7. Mengwitani – Singaraja.

 jalan bebas hambatan dalam kota, mencakup: 1. Serangan – Tanjung Benoa;

2. Serangan – Tohpati;

3. Kuta – Bandar Udara Ngurah Rai; dan 4. Kuta – Denpasar – Tohpati.

 Pengembangan jalan Jalan arteri primer, mencakup:

1. Gilimanuk–Negara–Pekutatan–Soka–Antosari–Tabanan– Mengwitani; 2. Mengwitani – Denpasar – Tohpati – Dawan – Kusamba – Angantelu –

Padangbai;

3. Tohpati – Sanur – Pesanggaran – Pelabuhan Benoa; dan 4. Pesanggaran – Tugu Ngurah Rai – Bandara Ngurah Rai.  Pengembangan jalan Jalan kolektor primer, mencakup:

1. Denpasar – Tohpati – Sakah – Blahbatuh – Semebaung – Gianyar – Sidan – Klungkung – Gunaksa;

2. Cekik – Seririt – Singaraja – Kubutambahan – Amed – Amlapura – Angantelu;

3. Mengwitani – Singaraja; 4. Soka – Seririt; dan

(29)

Jaringan jalan Provinsi terdiri atas jalan kolektor primer provinsi dan jalan strategis provinsi. Jalan kolektor primer provinsi terdiri atas sebaran ruas jalan yang menghubungkan antar PKW, antar PKW dengan PKL, antar PKL dengan PKL di seluruh wilayah kabupaten/kota. Jalan strategis Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), mencakup ruas jalan menuju Pura Sad Kahyangan dan Pura Dang Kahyangan.

Penyeberangan mencakup pelabuhan penyeberangan dan lintas penyeberangan.

1. Pelabuhan penyeberangan mencakup:

a) pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana dan Pelabuhan Padangbai di Kabupaten

b) Karangasem berfungsi untuk pelayanan kapal penyeberangan antar Provinsi;

c) rencana pengembangan Pelabuhan Amed di Kabupaten Karangasem berfungsi untuk

d) pelayanan kapal penyeberangan antar Provinsi melalui lintas Bali Utara (Jawa–Bali–NTB); dan

e) pelabuhan Mentigi di Nusa Penida dan Pelabuhan Gunaksa, sebagai pelabuhan untuk pelayanan kapal penyeberangan dalam Provinsi.

2. Lintas penyeberangan mencakup:

a) lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Bali antara Pelabuhan Ketapang (Provinsi Jawa Timur) dengan Pelabuhan Gilimanuk; b) lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Lombok antara

Pelabuhan Padangbai dengan Pelabuhan Lembar (Provinsi Nusa Tenggara Barat);

c) rencana lintas penyeberangan antar provinsi pada perairan Selat Lombok antara rencana Pelabuhan Amed dengan Pelabuhan Lembar (Provinsi Nusa Tenggara Barat); dan

d) lintas penyeberangan dalam provinsi pada perairan Selat Badung antara Pelabuhan Mentigi (Nusa Penida) dengan Pelabuhan Gunaksa.

(30)

Peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan angkutan umum sebagaimana dimaksud mencakup pengembangan angkutan umum antarkota, pengembangan angkutan umum perkotaan, pengembangan angkutan umum perdesaan, dan pengembangan terminal penumpang secara terpadu dan berhierarki.

1. Pengembangan angkutan umum mencakup:

a) pengembangan secara bertahap sistem terpadu angkutan umum massal antar kota dan Kawasan Metropolitan Sarbagita yang ramah lingkungan dan menggunakan energi terbarukan;

b) pengembangan sistem trayek terpadu dan terintegrasi baik antar kota, kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan; dan

c) pengembangan kebijakan untuk menekan pemanfaatan kendaraan pribadi.

2. Pengembangan terminal penumpang secara terpadu dan berhierarki mencakup:

a) Terminal tipe A terdiri atas Terminal Mengwi di Kabupaten Badung dan Terminal Banyuasri di Kabupaten Buleleng;

b) Terminal tipe B, mencakup:

Terminal Gilimanuk dan Terminal Negara di Kabupaten Jembrana; Terminal Pesiapan, Terminal Tanah Lot dan Terminal Pupuan di

Kabupaten Tabanan;

Terminal Pancasari, Terminal Seririt, Terminal Sangket, dan Terminal Penarukan di Kabupaten Buleleng;

Terminal Batubulan dan Terminal Gianyar di Kabupaten Gianyar; Terminal Klungkung di Kabupaten Klungkung;

Terminal Lokasrana dan Terminal Kintamani di Kabupaten Bangli; Terminal Ubung, Terminal Kreneng dan Terminal Tegal di Kota

Denpasar;

Terminal Karangasem dan Terminal Rendang di Kabupaten Karangasem; dan

(31)

c) terminal tipe C, tersebar di masing‐masing kabupaten/ kota; dan

d) terminal khusus pariwisata dalam bentuk sentral parkir di pusat‐pusat kawasan pariwisata yang telah berkembang.

Pengembangan sistem jaringan transportasi darat lainnya mencakup:

1. pengembangan terminal barang dan jaringan lintas angkutan barang, lokasinya ditetapkan setelah melalui kajian; dan

2. pengembangan jaringan perkeretaapian di Kawasan Metropolitan Sarbagita yang jenis dan jalur lintasannya ditetapkan setelah melalui kajian.

2) Transportasi Laut

Pengembangan sistem jaringan transportasi laut mencakup tatanan kepelabuhanan dan alur pelayaran. Tatanan Kepelabuhan meliputi pengembangan dan penataan fungsi dan jaringan pelabuhan laut, yang mencakup jaringan pelabuhan laut utama, jaringan pelabuhan laut pengumpul, jaringan pelabuhan laut pengumpan, dan jaringan pelabuhan laut khusus. 1. Jaringan pelabuhan laut utama mencakup:

a) Pelabuhan Benoa; sebagai jaringan transportasi laut untuk pelayanan kapal penumpang, pariwisata, angkutan peti kemas ekspor‐impor barang kerajinan, garmen, seni, sembilan bahan pokok dan ekspor ikan; b) Pelabuhan Celukan Bawang; berfungsi sebagai jaringan transportasi laut

untuk pelayanan kapal penumpang dan barang; dan

c) Pelabuhan Tanah Ampo; sebagai pelabuhan untuk pelayanan kapal cruise dan yatch.

2. Jaringan pelabuhan laut pengumpul mencakup:

a) Pelabuhan Sangsit; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan barang dan perikanan; dan

b) Pelabuhan Pegametan dan Pelabuhan Penuktukan di Kabupaten Buleleng; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan barang.

(32)

3. Jaringan pelabuhan laut pengumpan sebagaimana mencakup:

a) Pelabuhan Labuhan Lalang; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan penumpang; dan

b) Pelabuhan Kusamba, Pelabuhan Buyuk dan Sanur; untuk pelayanan kapal pelayaran rakyat angkutan penumpang dan barang.

4. Jaringan pelabuhan laut khusus mencakup:

a) Pelabuhan Manggis (Labuhan Amuk); sebagai jaringan transportasi laut khusus untuk pelayanan kapal angkutan minyak/energi; dan

b) Pelabuhan Pengambengan dan Pelabuhan Kedonganan; sebagai jaringan transportasi laut khusus pelayanan kapal ikan.

Alur pelayaran mencakup:

1. Alur pelayaran internasional yang terdapat di sekitar wilayah meliputi Selat Lombok yang termasuk dalam Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II;

2. Alur pelayaran nasional dan regional; dan 3. Alur pelayaran lokal.

3) Transportasi Udara

Pengembangan sistem jaringan transportasi mencakup tatanan kebandarudaraan dan ruang udara untuk penerbangan. Tatanan Kebandarudaraan dan Ruang Udara, yang mencakup bandar udara umum

internasional; bandar udara domestik; dan pembangunan bandar udara baru. 1. Bandar udara internasional mencakup Bandar Udara Internasional Ngurah

Rai di Kabupaten Badung; berfungsi sebagai bandar udara pengumpul (hub), untuk pelayanan pesawat udara rute penerbangan dalam negeri dan rute penerbangan luar negeri.

2. Bandar udara domestik adalah Lapangan Terbang Letkol Wisnu di Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng; berfungsi sebagai bandar udara umum, untuk pelayanan pesawat udara penerbangan dalam negeri, kegiatan pendidikan penerbang, olah raga dirgantara, kegiatan pertahanan dan keamanan.

3. Pembangunan bandar udara baru direncanakan di Kabupaten Buleleng; berfungsi sebagai bandar udara umum setelah melalui kajian.

(33)

Ruang udara untuk penerbangan mencakup:

1. Ruang udara di atas bandar udara yang dipergunakan langsung untuk kegiatan bandar udara;

2. ruang udara di sekitar bandar udara yang dipergunakan untuk operasi penerbangan; dan

3. ruang udara yang ditetapkan sebagai jalur penerbangan.

2.1.4.2.4 Rencana Pengembangan dan Kriteria Sistem Jaringan Energi Wilayah

Rencana pengembangan sistem jaringan energi mencakup pembangkit tenaga listrik, jaringan transmisi tenaga listrik, dan jaringan pipa minyak dan gas bumi.

1) Pembangkit tenaga listrik mencakup:

a) pembangkit tenaga listrik yang sudah beroperasi terdiri atas interkoneksi tenaga listrik Jawa‐Bali, PLTD dan PLTG Pesanggaran, PLTG Gilimanuk, PLTG Pemaron serta interkoneksi PLTD Kutampi (Nusa Penida) dengan PLTD Jungut Batu (Nusa Lembongan);

b) pengembangan pembangkit tenaga listrik baru terdiri atas PLTU Bali Timur, PLTU Celukan Bawang, PLTU Nusa Penida dan di lokasi lainnya setelah melalui kajian; dan

c) pengembangan pembangkit tenaga listrik (PLT) alternatif sumber energi terbarukan, yang terdiri atas PLT Mikro Hidro, PLT Biomasa, PLT Bayu, PLT Surya, dan PLT lainnya.

2) Pengembangan pembangkit tenaga listrik alternatif dari sumber energi terbarukan diarahkan untuk menghemat penggunaan energi yang tidak terbarukan dan mengurangi pencemaran lingkungan.

3) Jaringan transmisi tenaga listrik dikembangkan untuk menyalurkan tenaga listrik antarsistem, mencakup:

a) kawat saluran udara terbuka untuk Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT);

b) kabel digunakan untuk saluran bawah tanah dan/atau udara pada kawasan permukiman dan aktivitas pendukungnya; dan

(34)

4) Sistem jaringan pipa minyak dan gas dilakukan setelah melalui kajian, mencakup: a) sistem jaringan pipa minyak lepas pantai;

b) sistem jaringan pipa minyak dari pelabuhan ke depo minyak terdekat; dan c) rencana pengembangan interkoneksi jaringan energi pipa gas antar Pulau

Jawa‐Bali.

2.1.4.2.5 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi

Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi mencakup jaringan terestrial, yang meliputi sistem kabel dan sistem nirkabel serta jaringan satelit.

1. Pengembangan jaringan terestrial diarahkan pada:

a) pengembangan secara berkesinambungan untuk menyediakan pelayanan telekomunikasi di seluruh wilayah kabupaten/kota;

b) menata lokasi menara telekomunikasi dan Base Transceiven Station (BTS) untuk pemanfaatan secara bersama‐sama antar operator; dan

c) pemanfaatan jaringan terestrial sistem nirkabel dengan penutupan wilayah blankspot pada wilayah berbukit, pegunungan, atau wilayah terpencil.

2. Jaringan satelit dikembangkan untuk melengkapi sistem jaringan telekomunikasi melalui satelit komunikasi dan stasiun bumi untuk melayani terutama wilayah kepulauan dan terpencil.

2.1.4.2.6 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Sumber Daya Air

Pengembangan sistem jaringan sumber daya air diarahkan pada perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

1. Perlindungan dan pelestarian sumber daya air dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi dan budaya.

2. Pendayagunaan sumber daya air ditujukan untuk memanfaatkan sumber daya air secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat secara adil dan terpadu, mencakup:

a) air permukaan meliputi air sungai, waduk dan danau di Wilayah Sungai Bali– Penida yang terdiri atas 20 (dua puluh) Sub Wilayah Sungai (SWS); dan

b) cekungan air tanah lintas kabupaten/kota.

(35)

a) prasarana irigasi;

b) prasarana air minum; dan

c) prasarana pengendalian daya rusak air.

4. Pengembangan sistem jaringan prasarana irigasi diarahkan melalui:

a) pemeliharaan, peningkatan pelayanan dan efektivitas pengelolaan air pada sistem prasarana irigasi yang telah ada di seluruh wilayah;

b) pemeliharaan, peningkatan pelayanan waduk yang telah ada seperti; Waduk Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk Benel, Waduk Telaga Tunjung, Waduk Muara Nusa Dua , Embung Seraya, Embung Puragae, Embung Ban, Embung Datah, Embung Baturinggit, serta pembangunan waduk dan embung baru pada kawasan lainnya setelah melalui kajian;

c) pendayagunaan fasilitas irigasi air tanah dengan sumur bor yang telah dibangun di beberapa kawasan melalui pengembangan jaringan distribusi dan pemeliharaannya;

d) pendayagunaan sumber mata air Guyangan di Nusa Penida sebagai sumber air irigasi dan air minum di Kawasan Nusa Penida; dan

e) pengembangan sistem irigasi tetes pada beberapa kawasan yang mengalami kesulitan air baku.

5. Pengembangan sistem jaringan prasarana air minum diarahkan pada:

a) peningkatan dan pemerataan pelayanan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perpipaan dan non perpipaan di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;

b) pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) terpadu lintas wilayah di Kawasan Sarbagitaku (Denpasar, Badung, Gianyar, Tabanan dan Klungkung); dan

c) pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada kawasan yang relatif mengalami kesulitan air baku.

6. Prasarana pengendalian daya rusak air dilakukan pada alur sungai, danau, waduk dan pantai, diselenggarakan melalui:

a) sistem drainase dan pengendalian banjir; b) sistem penanganan erosi dan longsor; dan c) sistem pengamanan abrasi pantai.

(36)

2.1.4.2.7 Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Lingkungan

Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lingkungan mencakup sistem pengelolaan sampah dan sistem pengelolaan air limbah.

1. Jenis sampah yang dikelola mencakup sampah rumah tangga (tidak termasuk tinja), sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah spesifik.

2. Penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah mencakup:

a) pengurangan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pembatasan timbulan sampah (reduce), pendauran ulang sampah (recycle), dan/atau pemanfaatan kembali sampah (reuse);

b) penanganan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pemilahan, pegumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir; dan

c) pedoman pengelolaan sampah spesifik diatur dengan Peraturan Gubernur. 3. Sebaran Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, terdiri atas:

a) TPA Regional Sarbagita di Kota Denpasar; b) TPA Regional Bangli di Kabupaten Bangli; c) TPA Bengkala di Kabupaten Buleleng; d) TPA Jembrana di Kabupaten Jembrana; e) TPA Temesi di Kabupaten Gianyar; f) TPA Sente di Kabupaten Klungkung; dan g) TPA Linggasana di Kabupaten Karangasem.

4. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah, dengan skala pelayanan lebih kecil tersebar di seluruh kabupaten/kota.

2.1.4.3 Rencana Pola Ruang Provinsi Bali 2.1.4.3.1 Kawasan Lindung

Rencana pengembangan kawasan lindung untuk komponen kawasan lindung yang dapat dipetakan dan dihitung seluas 175.577 Ha atau 31,2% terhadap luas Daerah Provinsi Bali.

1. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya mencakup

(37)

a) Sebaran Hutan Lindung seluas 95.766,06 Ha atau 17% dari luas Daerah Provinsi Bali, yang terdiri atas Hutan Lindung Puncak Landep (590,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Mungsu (1.134,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Silangjana (415,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Batukaru (11.899,32 Ha), Hutan Lindung Munduk Pengajaran (613,0 Ha), Hutan Lindung Gunung Abang Agung (14.006,18 Ha), Hutan Lindung Seraya (1.111,0 Ha), Hutan Lindung Yeh Ayah (575,73 Ha), Hutan Lindung Yeh Leh Yeh Lebah (4.195,30 Ha) Hutan Lindung Bali Barat (54.710,98 Ha), Hutan Lindung Penulisan Kintamani (5.663,7 Ha), Hutan Lindung Nusa Lembongan (202,0 Ha), Hutan Lindung Bunutan (126,70 Ha), Hutan Lindung Gunung Gumang (22,0 Ha), Hutan Lindung Bukit Pawon (35,0 Ha), Hutan Lindung Kondangdia (89,50 Ha), Hutan Lindung Suana (329,50 Ha), dan Hutan Lindung Sakti (273,00 Ha).

b) Sebaran kawasan resapan air mencakup seluruh kawasan hutan dan kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Bali.

2. kawasan perlindungan setempat mencakup kawasan suci, kawasan tempat suci,

kawasan sempadan pantai, kawasan sempadan sungai, kawasan sempadan jurang, kawasan sekitar danau atau waduk, dan ruang terbuka hijau kota.

a) Kawasan suci mencakup:

Sebaran lokasi kawasan suci gunung mencakup kawasan dengan kemiringan sekurang‐kurangnya 45 derajat dari lereng kaki gunung menuju ke puncak gunung.

Sebaran lokasi kawasan suci danau mencakup Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, dan Danau Tamblingan.

Sebaran lokasi kawasan suci campuhan mencakup seluruh pertemuan aliran dua buah sungai di Bali.

sebaran lokasi kawasan suci pantai mencakup tempat‐tempat di pantai yang dimanfaatkan untuk upacara melasti di seluruh pantai Provinsi Bali. Sebaran lokasi kawasan suci laut mencakup kawasan perairan laut yang

difungsikan untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu di Bali.

Sebaran lokasi kawasan suci mata air mencakup tempat‐tempat mata air yang difungsikan untuk tempat melangsungkan upacara keagamaan bagi umat Hindu di Bali.

(38)

radius kesucian kawasan Pura Sad Kahyangan; radius kesucian kawasan Pura Dang Kahyangan; dan

radius kesucian kawasan Pura Kahyangan Tiga dan pura lainnya.

c) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Sad Kahyangan tersebar di Kabupaten Karangasem, Bangli, Tabanan, Badung, Klungkung, dan Gianyar. d) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Dang Kahyangan tersebar di

seluruh wilayah kabupaten/kota.

e) Sebaran lokasi radius kesucian kawasan Pura Kahyangan Tiga mencakup seluruh Pura Kahyangan Tiga di tiap‐tiap desa pakraman beserta purapura lainnya di seluruh Bali.

f) Sebaran kawasan sempadan pantai terletak pada sepanjang 610,4 km garis pantai wilayah.

g) Sebaran kawasan sempadan sungai terletak pada sungai di kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

h) Sebaran kawasan sempadan jurang terletak pada kawasan‐kawasan yang memenuhi kriteria sempadan jurang.

i) Sebaran kawasan sempadan danau/waduk terletak di Danau Batur, Danau Beratan, Danau Buyan, Danau Tamblingan, Waduk Gerokgak, Waduk Palasari, Waduk Telaga Tunjung, Waduk Muara, Waduk Titab, Embung Seraya, serta pada waduk‐waduk baru yang akan dikembangkan.

j) Sebaran ruang terbuka hijau kota tersebar di seluruh bagian kawasan perkotaan dengan luas minimal 30% dari luas kota.

3. Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, yang mencakup

kawasan suaka alam, kawasan pantai berhutan bakau, kawasan taman nasional dan taman nasional laut, kawasan taman hutan raya, kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut, kawasan konservasi pesisir dan pulau‐pulau kecil, dan kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

a) Sebaran lokasi kawasan suaka alam mencakup kawasan Cagar Alam Gunung Batukaru seluas 1.762,80 Ha, berlokasi di sebagian wilayah Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng dan sebagian Kecamatan Baturiti, Kecamatan Penebel, dan Kecamatan Pupuan Kabupaten Tabanan.

b) Sebaran lokasi kawasan pantai berhutan bakau mencakup lokasi di Kecamatan Negara Kabupaten Jembrana dan di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung dengan luas total 625 Ha.

(39)

c) Sebaran lokasi kawasan taman nasional dan taman nasional laut mencakup Taman Nasional Bali Barat seluas 19.002,89 Ha berlokasi di Desa Penginuman, Kecamatan Melaya Kabupaten Jembrana dan di Desa Sumberkima dan Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng mencakup wilayah daratan dan perairan laut.

d) Sebaran lokasi kawasan Taman Hutan Raya mencakup Taman Hutan Raya Prapat Benoa atau Taman Hutan Raya Ngurah Rai seluas 1.373,50 Ha berlokasi di sebagian wilayah Kecamatan Kuta Kabupaten Badung dan Kecamatan Denpasar Selatan Kota Denpasar.

e) Sebaran lokasi kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut mencakup TWA Buyan ‐ Tamblingan di Kabupaten Buleleng dan Tabanan seluas 1.491,16 Ha, TWA Batur‐Bukit Payang di Kabupaten Bangli seluas 2.075 Ha, TWA Penelokan di Kabupaten Bangli seluas 574,27 Ha, TWA Sangeh di Kabupaten Badung seluas 13,97 Ha, dan TWA Laut Nusa Lembongan seluas 300 Ha.

f) Sebaran lokasi kawasan konservasi pesisir dan pulau‐pulau kecil mencakup: kawasan konservasi pesisir dan pulau‐pulau kecil di perairan Nusa Penida

Kabupaten Klungkung, perairan Candidasa, Padangbai dan Bunutan di Kabupaten Karangasem, Tembok, Sambirenteng, Penuktukan, Les, Tejakula, Pejarakan, Sumberkima, dan Pemuteran di Kabupaten Buleleng, Kuta, Uluwatu, dan Ungasan di Kabupaten Badung, Sanur di Kota Denpasar, dan Sowan Perancak di Kabupaten Jembrana;

kawasan konservasi perairan di perairan Melaya Kabupaten Jembrana; dan kawasan konservasi maritim di Tulamben Kabupaten Karangasem.

4. Kawasan rawan bencana alam mencakup kawasan rawan tanah longsor, kawasan

rawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir.

a) Sebaran lokasi kawasan rawan tanah longsor mencakup kawasan‐kawasan dengan tingkat kerawanan sedang‐tinggi yang terletak pada daerah lereng bukit atau perbukitan, lereng gunung, pegunungan, dan tebing atau lembah sungai yang berada di Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Karangasem, dan Kabupaten Buleleng.

b) Sebaran lokasi kawasan rawan gelombang pasang pada sepanjang pantai Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten

(40)

Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, dan Kota Denpasar.

c) Sebaran lokasi kawasan rawan banjir mencakup kawasan‐kawasan dengan tingkat kerawanan sedang–tinggi yang terletak di Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Tabanan.

5. kawasan lindung geologi mencakup kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan

bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

a) Sebaran kawasan cagar alam geologi mencakup:

kawasan yang mempunyai keunikan batuan dan fosil, seperti pada batu gamping di daerah Prapat Agung, Nusa Penida, dan Bukit yang batuannya mengandung fosil foraminifera;

kawasan yang mempunyai keunikan bentang alam berupa kaldera, seperti Kaldera Gunung Agung, Kaldera Buyan– Beratan, dan Kaldera Batur;

kawasan bentang alam karst untuk daerah Semenanjung Bukit dan Nusa Penida yang ditandai sumber air yang mengalir sebagai sungai bawah tanah dan adanya goa bawah tanah; dan

kawasan keunikan proses geologi, yang terdapat pada Kaldera Gunung Batur dan Gunung Agung, seperti adanya gas solfatara atau gas beracun lainnya.

b) Kawasan rawan bencana alam geologi mencakup: kawasan rawan letusan gunung berapi;

kawasan rawan gempa bumi; kawasan rawan gerakan tanah;

kawasan rawan yang terletak di zona patahan aktif; kawasan rawan tsunami;

kawasan rawan abrasi;

kawasan rawan bahaya gas beracun; dan kawasan rawan intrusi air laut.

c) Sebaran kawasan rawan bencana alam geologi mencakup:

sebaran kawasan rawan letusan gunung berapi terdapat di kawasan gunung berapi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem dan Kabupaten

(41)

Klungkung dan kawasan gunung berapi Gunung Batur di Kabupaten Bangli beserta alur‐alur sungai yang berpotensi menjadi aliran lahar;

sebaran kawasan rawan gempa bumi terdapat pada kawasan di sekitar pusat‐pusat sumber gempa bumi merusak yang berada pada 4 (empat) titik lokasi terdiri atas lokasi di utara perairan kawasan Seririt, perairan di sebelah timur Pulau Bali, perairan di sebelah selatan Pulau Bali, dan perairan antara Pulau Bali dengan Nusa Penida;

sebaran kawasan rawan gerakan tanah adalah kawasan yang sering terjadi gerakan tanah pada kawasan perbukitan terjal di Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli;

sebaran kawasan yang terletak di zona patahan aktif tersebar di bagian tengah Pulau Bali di sepanjang pegunungan dari barat ke timur pada Gunung Sangyang, Gunung Merbuk, Gunung Mese, Gunung Patas sampai Gunung Kutul, dan di sebelah utara Kawasan Ababi, Kabupaten Karangasem;

sebaran kawasan rawan tsunami adalah kawasan pantai yang berada pada zona kerawanan tinggi dengan daerah topografi yang landai dengan ketinggian kurang dari 10 meter di atas muka laut, terutama di bagian selatan kawasan pesisir Pulau Bali yang memanjang dari arah pesisir barat (Kawasan Pekutatan dan Kabupaten Jembrana) sampai ke pesisir timur (Kawasan Ujung dan Kabupaten Karangasem) di luar kawasan Semenanjung Bukit, serta pada perairan utara Nusa Lembongan dan Nusa Penida;

sebaran kawasan rawan abrasi dan erosi pantai tersebar pada beberapa tempat sepanjang pantai Kabupaten Badung, Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Klungkung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Jembrana, dan Kabupaten Tabanan;

sebaran kawasan rawan bahaya gas beracun terdapat di sekitar Gunung Batur di Kabupaten Bangli dan Gunung Agung di Kabupaten Karangasem; dan

sebaran kawasan rawan intrusi air laut di kawasan pesisir Kabupaten Badung (Kawasan Kuta, Jimbaran, dan Nusa Dua), pesisir Kota Denpasar (Kawasan Sanur dan Benoa), pesisir Kabupaten Jembrana (Kawasan Tegalbadeng, Awen), pesisir Kabupaten Buleleng (sepanjang pantai Lovina,

(42)

Kecamatan Tejakula dan Kecamatan Gerokgak), dan sebagian pesisir Kabupaten Karangasem (kawasan Candidasa dan Tulamben).

d) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah mencakup: kawasan imbuhan air tanah; dan

sempadan mata air.

e) Sebaran kawasan imbuhan air tanah penyebarannya dari barat–timur Pulau Bali yang meliputi kawasan lereng kaki gunung dan puncak Gunung Batukaru, Gunung Sangiyang, Gunung Lesong, Gunung Pohen, Gunung Catur, Gunung Batur, Gunung Agung, Gunung Seraya di wilayah Kabupaten Jembrana, Kabupaten Buleleng, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, dan Kabupaten Karangasem.

f) Sebaran sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, terletak di seluruh lokasi mata air di kabupaten/kota.

6. Kawasan lindung lainnya, mencakup kawasan perlindungan plasma nutfah,

terumbu karang, dan kawasan koridor atau alur migrasi bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi.

a) Sebaran kawasan perlindungan plasma nutfah mencakup Kawasan Taro (Sapi Taro), Kawasan Tenganan (Kerbau Tenganan), Kawasan Kintamani (Anjing Kintamani), dan Kawasan Bali Barat (Jalak Putih) yang menjadi bagian dari Taman Nasional Bali Barat dengan tanaman Cemara Pandak menjadi bagian kawasan cagar alam Gunung Batukaru.

b) Kawasan terumbu karang mencakup:

kawasan terumbu karang di wilayah perairan Bali Utara; mencakup perairan pantai di Kecamatan Gerokgak (Patas, Pengulon, Celukan Bawang), Kecamatan Seririt (Kalisada, Banjarasem dan Umeanyar), Kecamatan Banjar (Kaliasem), Kecamatan Buleleng (Kalibukbuk, Anturan, Tukad Mungga), Kecamatan Tejakula (Pacung, Sembiran, Julah, dan Bondalem);

kawasan terumbu karang di wilayah perairan Bali Timur; mencakup kawasan perairan pantai Kecamatan Kubu (Tianyar Barat, Tianyar Tengah, Tianyar, Sukadana, Baturinggit dan Kubu), Kecamatan Abang (Datah), dan Kecamatan Karangasem (Seraya Timur, Seraya, dan Seraya Barat);

Gambar

Gambar 2-1  Kedudukan Tataran Transportasi Lokal dalam Sistranas
Gambar 2-8  Pariwisata di Koridor Bali – Nusa Tenggara Penting Bagi Perekonomian  Indonesia
Gambar 2-9  Kedudukan Kabupaten Badung dalam konstelasi wilayah Provinsi Bali
Gambar 2-10  Kerangka Pemikiran Penyusunan Sistranas pada Tatralok di Wilayah Provinsi  Bali
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang pertama yaitu ruas jalan arteri primer dengan menggunakan frontage road.Yang ke dua yaitu ruas jalan arteri primer tanpa menggunakan frontage road; (d)

Sistranas pada Tatrawil adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman dan antarmoda terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api,

Sistranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi

Sistranas: tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau,

Sistranas pada Tatranas adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman dan antar moda, terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api,

Tatralok adalah tatanan transportasi yang terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api, transportasi sungai dan danau,

Hirarki semua rencana pelabuhan di Kalimantan Timur adalah Pelabuhan Pengumpan Lokal PL yang berfungsi untuk melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah dan

Strategi peningkatan kinerja dan jangkauan pelayanan prasarana utama pelayanan sistem jaringan prasarana transportasi darat, transportasi udara, transportasi laut dan penyeberangan yang