• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI DESKRIPTIF MUSIK TRADISIONAL LAGIA PADA KEBUDAYAAN NIAS DI SANGGAR MUSEUM PUSAKA NIAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI DESKRIPTIF MUSIK TRADISIONAL LAGIA PADA KEBUDAYAAN NIAS DI SANGGAR MUSEUM PUSAKA NIAS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI DESKRIPTIF MUSIK TRADISIONAL LAGIA PADA

KEBUDAYAAN NIAS DI SANGGAR MUSEUM PUSAKA NIAS

Priska Eunike Putri Zebua

Institut Agama Kristen Negeri Tarutung

priskazebua@gmail.com

The purpose of this research is to identify a descriptive study of traditional Lagia music at the Sanggar Museum Pusaka Nias on Nias culture.The results showed that the Lagia is a single-stringed musical instrument made from the roots of salak, with a resonator made of palm sugar, string handles made of pieces of palm wood, strings made of Futura (rattan), and bow made of wood made of has flexible properties like bamboo which is classified into the classification Chordophone. The author determines the location in the Nias Heritage Museum studio and interview figures who understand and understand in this field. The musical Lagia instrument is played using a bow, which must first be smeared with water (in ancient times using saliva).

Keywords: Studi Deskriptif, Musik Tradisional, Lagia

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai keragaman budaya dan suku didalamnya. Di Sumatera Utara terdapat beberapa suku yaitu Suku Batak Toba, suku Batak Karo, suku Nias, suku Melayu, suku Batak Pakpak, suku Batak Simalungun, dan lainnya. Kebudayaan yang mendukung peradaban di Indonesia adalah kebudayaan suku Nias. Suku nias dikenal sebagai Ono Niha dan berasal dari suatu pulau di bagian sebelah barat pulau Sumatra yang disebut dengan Tanö Niha, memiliki banyak keragaman yang dapat kita lihat dari sisi keseniannya terutama pada seni musik.

Kebudayaan Nias, memiliki banyak musik tradisional tapi keindahan dan keunikan tersebut secara pelan

menuju kepunahan. Sutardi (2007:12) mengatakan, bahwa melestarikan suatu budaya tradisi diperlukan sikap konservatif yakni sikap cenderung mempertahankan akar budaya tradisi yang telah mapan dan tetap mempertahankan nilai-nilai lama seperti ajaran nenek moyang yang menghasilkan produk budaya yang berpijak pada masa lalu sebagai bentuk-bentuk nostalgia. Pemerintah maupun masyarakat terkadang tidak bisa menjaga kelestarian musik tradisional padahal warisan budaya tersebut sangat berharga.

Instrumen Lagia merupakan salah satu alat musik yang memiliki nilai keindahan dan keunikan tersendiri, tetapi saat ini sudah jarang ditemui dan digunakan bahkan masyarakat sekarang hampir tidak mengetahui keberadaan alat

(2)

musik ini. Lagia adalah alat musik berdawai tunggal yang terbuat dari akar salak, dengan resonator yang terbuat dari bongkahan pohon aren dan busur terbuat dari rotan. Menurut pengamatan subjektif penulis bahwa Sanggar Museum Pusaka Nias merupakan organisasi yang masih mempertahankan dan menjadi tempat penyimpanan instrumen Lagia. Sehingga Lagia hanya menjadi pajangan, cagar budaya dan hanya sesekali instrumen Lagia ini diperdengarkan ke khayalak luas. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keberadaan musik tradisional Lagia Nias pada Sanggar Museum Pusaka Nias Kota Gunungsitoli.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini meneliti tentang studi deskriptif musik tradisional Lagia pada kebudayaan Nias di sanggar Museum Pusaka Nias, metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan mendeskripsikan seluruh isi skripsi secara detail, jelas dan menyeluruh sesuai data yang telah didapatkan. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara, dokumentasi, dan studi pustaka.

Observasi pada penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data. Lalu pengambilan data wawancara kepada beberapa narasumber yang dianggap memahami dan mengerti masalah yang diteliti seperti tokoh adat, tokoh

masyarakat, pemusik tradisional, dan pemerhati seni. Setelah itu dokumentasi yang bertujuan untuk mengumpulkan data yang dilakukan dengan cara mengumpulakan bahan dan dokumen yang mendukung penelitian, yaitu foto, video dan transkip lagu. Dan pengambilan data terakhir berupa studi pustaka yang merupakan alat pendukung yang digunakan untuk mendukung memberikan penjelasan dan melengkapi hal-hal yang berkaitan dengan penelitian seperti buku-buku, jurnal, hasil-hasil penenelitian (skripsi, tesis, dan disertasi) dan sumber-sumber lainnya seperti internet. Teknik analisi data dilakukan dengan menggunakan teknik data Reduction (reduksi data), data display (penyajian data), conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan dan verifikasi).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Musik Lagia merupakan alat musik gesek yang ada dipulau Nias yang keberadaannya sudah jarang ditemui. Proses penelitian ini memfokuskan kepada keberadaan musik Lagia di sanggar Museum Pusaka Nias.

Sejarah Instrumen Lagia

Sejarah mengenai asal-usul instrumen Lagia tidak diketahui secara pasti oleh masyarakat Nias. Konon, ada seorang anak yatim bernama ba’uruna,

(3)

anak dari seorang janda bernama Bulu Mbagoa. Sejak dia ditinggal oleh ibunya, tidak ada lagi yang menjaganya. Suatu hari, ia kena penyakit kulit yang sangat menjijikkan. Penyakit itu membuatnya dijauhi oleh orang banyak. Lalu, ia dibuang ditengah hutan. Saat ia dibuang, ia membawa sebuah kapak kecil, dengan kapak kecil itu, ia memahat kayu yang sudah kian berlubang, dan membentuknya, dan Ia menggunakan tali dari tumbuhan merambat “Waifo” . setelah selesai, ia menamakan benda hasil buatannya dengan sebutan Lagia. Lalu, ia menggesek Lagia dengan nyanyian ‘balada’ sebagai ungkapan segala kesedihannya, yang sangat menggugah hati siapapun yang mendengarnya. Mendengar itu, warga kampung iba hati padanya dan membawanya pulang kerumah. Sejak itu, Lagia buatan Bu’uruna selalu dipinjam bila ada suasan pilu, ketika ada yang meninggal sebagai pelupur lara Lagia Fondrara dödö (Ensiklopedia Pusaka Pulau Nias, 14-15). Hal ini sejalan dengan pernyataan Bapak Ama Detra Laia (Narasumber) yang mengungkapkan bahwa ada seorang yang berpenyakit Sobou auri (kusta) yang diasingkan dari kelompok masyarakat, pada saat itu ia tinggal di pondok kebun dan disana ia tidak mempunyai teman, sahabat sehingga ia membuat satu alat musik, yang dulu nama alat musik tersebut belum diberi nama. tetapi yang

mempunyai nama adalah yang membuat alat musik tersebut, yaitu Lagia. Saat itu, di hari-harinya, ia selalu memainkan alat musik itu, jadi bila ada keluh kesah karna tidak ada teman berbicara, jadi dia hanya menyampaikannya dengan alat musik tersebut, katakan sebagai ungkapan ekspresi hatinya. Setelah ia meninggal, orang menyebut alat musik yang sering dipakai oleh lagia ini tadi, adalah Lagia. Dan itulah kenapa alat musik Lagia itu di sebut lagia hingga sekarang.

Pembuatan Instrumen Lagia

Pembuatan alat musik Lagia yang biasa dibuat oleh Bapak Ama Elsa Ndruru menggunakan bahan baku batang aren atau batang kayu lainnya seperti Sineu, tali rotan atau tarara (pohon akar) dan pelepah pinang. Dengan cara pembuatannya yaitu Batang aren yang digunakan biasanya berdiameter 15 - 18 cm dipotong menjadi bongkahan-bongkahan yang memiliki panjang 30 cm, setelah itu bagian dalam dikerok dan pertengahan batang aren dilubangi sampai bawah, sebagai tempat tiang/senar (jarak antara ujung resonator dengan lubang tempat gagang senar adalah 11 cm) Setelah itu, pelepah disesuaikan lebarnya dari besar diameter batang aren, dibagian tengah pelepah dilubangi dengan ukuran ±2 cm sebagai tempat keluarnya udara dan juga sebagai hasil bunyi. Rotan/ tarara

(4)

yang telah dipotong dengan ukuran panjang 88,5 cm dan kayu penyangga dengan panjang 100 cm dengan ketebalan kayu sekitar ±2 cm dipasang dibagian ujung bawah tiang dan di ikat pada bagian ujung atas tiang. Selanjutnya kayu kecil dipotong sebagai penyanggah senar dan dibagian tengah tiang yang sudah terpasang tali, dibuat Nasa sebagai pengatur nada Lagia. Pada penggesek diambil sepotong kayu ± 20-25 cm (kayu bulat) sebesar jari jempol dan tali diikatkan pada ujung yang telah dipotong sehingga dapat terbentuk setengah lingkaran.

Cara Memainkan Instrumen Lagia Instrumen Lagia dimainkan dengan menggunakan busur penggesek yang senarnya terbuat dari tutura (rotan) . Pada saat memainkan Instrumen Lagia, posisi badan adalah duduk dilantai dan kayu penyangga senar disandarkan pada bahu sebelah kiri, sementara resonator diletakkan menyentuh lantai. Jari-jari sebelah kiri diletakkan diatas kayu penyangga senar fungsi untuk menekan senar dan memainkan tangga nada instrumen Lagia. Posisi tangan kanan pemain memegang ujung kiri bawah busur penggesek, sebelum memainkan Lagia, terlebih dahulu baik senar maupun busur penggesek harus diolesi dengan air (pada zaman dulu menggunakan air liur).

Untuk mengatur tinggi rendahnya bunyi dari instrumen Lagia, dapat diatur melalui Nasa. Apabila nasa digeser semakin kebawah, maka nada yang dihasilkan Lagia akan semakin tinggi dan sebaliknya, pada saat nasa digeser ke atas makanya nada yang dihasilkan akan semakin rendah.

Penggunaan Musik Lagia

Keberadaan musik Lagia di museum Pusaka Nias sebenarnya telah lama ada. Namun, karena tidak adanya pemain lagia yang mampu memainkan lagia, maka instrumen ini pada awalnya hanya dipajang saja sebagai salah satu alat musik tradisional suku Nias yang telah jarang ditemukan. Tetapi para pemerhati seni di suku Nias khususnya staf di museum pusaka Nias yang begitu mencintai budayanya tak berhenti pada pencarian alat musik lagia, namun mereka selalu berusaha untuk mencari informasi tentang alat musik lagia, sehingga pada tahun 2011 tepatnya di desa Gomo para pemerhati ini menemukan seorang kakek yang memiliki keahlian dalam memainkan lagia tersebut. Tak hanya sampai disitu beberapa staf mulai belajar memainkan instumen Lagia tersebut.

Keberadaan Lagia yang menjadi salah satu jenis alat musik suku Nias, sebenarnya bukan alat musik yang dapat dikategorikan sebagai alat musik yang sangat diperlukan dalam acara tertentu misalnya pada upacara adat dalam suku

(5)

Nias. Namun, walaupun demikian alat musik Lagia merupakan salah satu alat musik yang sering dimainkan pada suatu acara hiburan yang sering ditampilkan kepada para tamu,wisatawan dan lain sebagainya. Ada beberapa kegiatan yang pernah memunculkan alat musik Lagia yaitu :

a) Hiburan yang ditampilkan kepada Tamu/wisatawan di museum Pusaka Nias

Sebagai salah satu destinasi wisata yang terdapat di kota Gunungsitoli, museum pusaka Nias banyak dikunjungi oleh wisata-wisatawan yang datang baik dari dalam negeri maupun luar negeri, pada kunjungan tersebut biasanya museum pusaka Nias sering menyajikan berbagai ragam hiburan kepada para wisatawan tersebut. Baik itu pada penampilan musiknya, ataupun tarinya dan lain sebagainya. Lagia menjadi salah satu instrumen yang juga ditampilkan pada acara tersebut dimana Bapak Ama Elsa Ndruru selaku staf di museum pusaka nias tersebut yang akan memainkan instrumen Lagia dan musik Lagia ini tidak hanya bermain tunggal tetapi terkadang dapat dikolaborasikan dengan beberapa alat musik lainnya seperti doli-doli, sigu

lewuö, mage-mage, dan tutuhao.

Meskipun pada awalnya dulu, musik Lagia tidak pernah dikolaborasikan dengan alat musik lain, tetapi seiring dengan perkembangan sekarang, Lagia

telah dikolaborasikan dengan beberapa alat musik tradisonal lainnya, guna agar musik Lagia itu sendiri tidak membosankan ketika sedang pertunjukan. Pada permainan tersebut, Lagia akan menjadi pembawa melodi utama meskiipun dikolaborasikan dengan alat musiik lainnya.

b) Pekan Raya Sumatera Utara

Pekan Raya Sumatera Utara merupakan kegiatan tahunan yang selalu dilaksanakan di sumatera utara yang dipusatkan di ibu kota provinsi yakni Medan. Pada acara ini banyak kegiatan yang dilaksanakan mulai dari pameran kebudayaan, pentas seni hingga pada hiburan modern selama 1 bulan antara bulan maret sampai bulan April. Pada kegiatan ini, berbagai daerah yang berada pada wilayah Sumatera Utara akan menampilkan berbagai macam kebudayaan masing-masing dari daerah tersebut. Demikian halnya dengan suku Nias yang menjadi salah satu suku yang berada di wilayah Sumatera Utara akan diberikan kesempatan untuk menampilkan budayanya seperti alat musiknya, tariannya hingga pada kebudayaan suku Nias yang paling terkenal di nusantara yakni Lompat Batu Nias. Pada kesempatan inilah alat musik Lagia akan ditampilkan dimana bertujuan untuk memperlihatkan dan memperkenalkan alat musik yang sudah langka ini. Permainan musik lagia biasanya akan juga diiringi

(6)

dengan alat musik lainnya dan juga dengan lagu lagianya.

c) Kegiatan Sanggar museum Pusaka Nias

Museum pusaka Nias tidak hanya sebagai destinasi wisata, namun museum ini juga memiliki sanggar dimana sanggar ini menjadi tempat bernaung bagi pemuda-pemudi Nias di Gunungsitoli yang ingin belajar kebudayaan suku Nias seperti tari, alat musik dan lain sebagainya. Kegiatan latihan di sanggar ini sudah menjadi rutinitas pemuda-pemudi yang bergabung di dalamnya yang dilaksanakan setiap hari selasa pukul 19.30 wib sampai dengan selesai tiap minggunya. Pada kegiatan di sanggar inilah, musik Lagia juga diajarkan bagi pemuda-pemudi yang ingin belajar tentang musik Lagia.

Makna teks lagu Lagia

Dalam permaianan sebuah musik biasanya tidak hanya musik yang dapat diperdengarkan (permainan instrumental saja) namun dalam sebuah permainan musik juga sering sekali atau hampir semua permainan musik tersebut dibarengi dengan lirik lagu dimana lirik ini akan bertujuan untuk menyampaikan pesan dengan mudah kepada pendengarnya.

Pada setiap lirik yang ditulis atau diungkapkan biasanya ada yang dapat tersampaikan secara gamblang tetapi ada juga yang susah dimengerti. Biasanya lirik

lagu yang seperti ini memakai berbagai macam gaya bahasa misalnya gaya bahasa majas personifikasi, majas ironi dan lain sebagainya. Demikian pada lagu lagia ini juga, kita dapat melihat makna atau pesan yang ingin disampaikan oleh seseorang yang menyanyikannya.

BAIT I

Teks/syair Makna

Haöyö Lagia 2x Alai ndrao wa’a wa’a numanagu Fa’a numanaga ‘e ga mbaöri de’u U wai omo sebua, sebua narö zawu U wai osali na ‘e na rögö lömbu

Kao khöu he Lagia

Pada bagian bait ini si penyair ingin menyampaikan bahwa kehidupannya

begitu menderita. Maksud yang tersirat

dalam lirik lagu ini yaitu kehidupan terkadang sangatlah

susah.

Pada bagian ini jelas terlihat bahwa si penyair begitu menderita dengan kehidupannya, penyair bahkan merasa hidupnya sangat susah hal ini terlihat dengan kalimat “U wai omo sebua, sebua narö zawu, U wai osali na ‘e na rögö lömbu” yang artinya ia beranggapan bahwa rumah yang terbuat dari sabuk kelapa pun sudah sangat layak untuknya. Penyair ingin menyampaikan kepada kita bahwa hidup ini tidaklah mudah, banyak kesusahan-kesusahan yang akan kita hadapi selama perjalanan hidup kita.

Bait II

(7)

Haöyö Lagia 2x Alai ndrao wa’a wa’a numanagu Fa’a numana mbo

‘e mbo rokoa dambu Nalö nikoriga ‘e

ga helö nidou Nalö nidou balö

balö buso dalu Kao khöu he

Lagia

Pada bagian bait ini penyair menyampaikan bahwa hidup itu sangat keras artinya, kalau ia tidak bekerja

maka ia tidak dapat makan. Makna yang tersirat dalam bait ini

yakni penyair ingin menyampaikan kepada kita bahwa jika ingin hidup lebih

layak maka beriusahalah, carilah

sesuatu untuk kehidupanmu Kemudian pada bait yang kedua ini penyair menggambarkan hidupnya ibarat seekor burung atau unggas yang mencari makan di sawah. Kalau ia tak mengais tanah dan mencari sesuatu di tanah itu maka burung tersebut tidaklah kenyang. Si penyair berusaha menyampaikan kepada setiap orang yang mendengar bahwa dalam hidup ini dibutuhkan sebuah perjuangan dalam mempertahankan hidup. Haruslah kita bekerja keras, karna jikalau tidak demikian maka kita btidak mampu bertahan. Seseorang harus memperjuangkan hidupnya, jika ingin yang baik terjadi dalam hidupnya maka seseorang itu haruslah berusaha.

Bait III Teks/syair Makna Haöyö Lagia 2x Daö zangala-ngala dödögu Na u fatou-tou ba dödögu Ba Lagia, Lagia Fondrara dödögu Haöyö Hu He Haöyö Hu He! Fondrara dödögu

Pada bagian syair ini penyair ingin menyampaikan bahwa segala keluh

kesahnya tentang kehidupannya yang

begitu susah ini hanyalah dipendamnya dalam

hati. Makna yang ingin disampaikan yakni bahwa tidak perrlu kita bercerita banyak kepada orang

lain tentang segala kehidupan kita. Kita

harus mampu membuat diri kita

terhibur dengan segala yang kita

punya.

Walaupun demikian pada bait yang ketiga ini penyair mengungkapkan bahwa semua keluh kesah, masalah ataupun rintangan yang sedang ia jalani hanyalah ia keluh kesahkan dalam hati atau ia renungkan dalam hati, artinya penyair ingin mengungkapkan bahwa sesulit apapun kehidupan kita, kita tidak perlu bergantung pada orang lain. Kita tidak perlu menceritakan segala sesuatunya kepada orang lain. Diri kita sendiri juga mampu menjadi penghibur atau pelipur lara bagi diri kita sendiri.

(8)

KESIMPULAN

Kebudyaan Nias memiliki banyak kesenian meliputi seni tari, seni suara, seni rupa, seni sastra, dan seni musik. Musik Tradisional Nias dapat dikelompokkan dalam beberapa bagian, berdasarkan kegunaannya dan alat musik Lagia merupakan salah satu dari jenis alat musik tradisional Nias yang masuk dalam kelompok alat musik hiburan, yang sudah sangat langka. Lagia memiliki empat bagian penting yaitu resonator yang terbuat dari batang aren, gagang senar yang terbuat dari potongan kayu aren, senar yang terbuat dari tutura (rotan) dan busur penggesek yang terbuat dari kayu yang memiliki sifat lentur seperti bambu. Musik Lagia di sanggar Museum Pusaka Nias menjadi hiburan yang akan ditampilkan kepada tamu/wisatawan di Museum Pusaka Nias, menjadi salah satu penampilan di PRSU, dan menjadi kegiatan rutin sanggar.

Alat musik Lagia pada awalnya hanya berdiri sendiri/tunggal, tetapi seiring dengan berjalannya waktu alat musik Lagia pada saat ini sudah dapat dikolaborasikan dengan beberapa alat musik tradisional lainnya. Dan Lagu Lagia yang dinyanyikan bersama dengan alat musik Lagia merupakan sebuah lagu rakyat yang menceritakan tentang kisah hidup yang malang ataupun lagu untuk mengungkapkan segala kesedihan.

SARAN

Dari kesimpulan diatas, maka diharapkan bahwa :

1. Diharapkan Kepada Pemerintah untuk melakukan upaya pelestarian alat musik tradisional Nias khususnya Lagia, agar tidak terjadi kepunahan secara perlahan-lahan. Dan mengembangkan bakat dan potensi pemuda/i untuk dapat mengenal dan memainkan alat musik tradisional. 2. Sebagai masyarakat yang kaya akan

kebudayaan dan tradisi, seluruh masyarakat Nias tetap menjaga dan mempertahankan kesenian Nias khususnya musik tradisional Nias. 3. Sanggar Museum Pusaka Nias dapat

menjalin kerjasama terhadap sekolah-sekolah yang ada di Kotamadya Gunungsitoli untuk dapat bergiliran mengikuti kegiatan sanggar ataupun kegiatan yang sudah disepakati dalam hal untuk memperkenalkan kepada pemuda/i tentang kesenian-kesenian Nias.

4. Karna Pentingnya mengetahui dan melestarikan Kebudayaan Nusantara khususnya alat musik tradisional, penulis mengharapkan bahwa Jurusan Pendidikan Musik Gereja (PMG) melalui mata kuliah musik tradisional mahasiswa dapat lebih mengenal alat-alat musui setiap daerah.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Arikanto, suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Gunungsitoli. 2017. Folaya Ba Gowasa. Gunungsitoli: Lembaga Budaya Nias

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Nias. 2003. Himpunan Karya seni Budaya Nias. Nias: Tim Penata Karya Seni Budaya Nias Harefa, Man. 2003. Musik Daerah Nias.

Nias: Tim Penata Karya Seni Budaya Nias

Kunt, Japp. 1939. Music In Nias. Amsterdam

Lase, Apolonius. 2011. Kamus Li Niha Nias-Indonesia. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology Of Music. Chicago: Northwestern University Press Moleong, Lexy J. 1996. Metodologi

Penelitian Kualikatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Prasetya, Arif Budi. 2019. Analisis Semiotika Film dan Komunikasi. Malang: Intrans Publishing Wisma Kalimetro

Sachs, Curt. 2006. The History of Musical Instrumen. New York: Dover Publication, Inc.

Sihombing, Lince. 2016. Buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Desertasi). Tarutung : Institut Agama Kristen Negeri. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian

Kuantitatif Kualikatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta

Sutardi, Tedi. 2007. Antropologi: Mengungkap Kebudayaan Daerah. Bandung: PT. Setia Purna Inves Yayasan Pusaka Nias. Ensiklopedia

Pusaka Pulau Nias. Nias: PNPM-R2PN

Yusuf, A. Muri. 2014. Metode Penelitian : Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan. Jakarta : PT. Fajar Interpratama Mandiri

Zebua, Hs., dan Zebua, Yaser. 1984. Kumpulan Catatan Pra Survei Benda Benda Koleksi Kebudayaan Daerah Kabupaten Nias

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui instrumen musik apa saja yang digunakan dalam memainkan musik Gual Porang pada Tor-Tor Dihar Elak-Elak oleh sanggar tor-tor elak- elak Simalungun pada

Dengan demikian seorang guru musik klasik yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi diharapkan mampu mengajar musik klasik dengan baik, yakni mampu mengenali emosi

Tujuan dari penekanan studi pada proyek museum dan tempat pertunjukan musik tradisional di Bantul adalah terwujudnya konsep perencanaan dan perancangan bangunan museum

Untuk menganalisis aspek struktur musik keyboard sebagai alat musik pengiring tari Maena pada pesta pernikahan masyarakat Nias di kota Medan, penulis mengacu kepada teori

Pekerjaan: Budayawan/Pemain Musik Gereja BNKP Hilisawato Alamat: Jalan Pala Perumnas Simalingkar Kec. Pintu

Museum musik tradisional nusantara ini menggunakan penekanan desain arsitektur humanisme, diharapakan dapat merubah persepsi masyarakat tentang museum sebagai tempat yang

ANALISIS MUSIK VOKAL PADA PERTUNJUKAN MAENA DALAM PESTA ADAT FALÖWA (PERKAWINAN) MASYARAKAT NIAS DI KOTA

Namun jumlah pemain dan instrumen berbeda pada saat kedua gending tersebut dibunyikan oleh korps musik keprajuritan gabungan (keraton) dalam kegiatan sidang senat wisuda