• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Belajar

Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan dalam kepustakaan. Yang dimaksud belajar yaitu perubahan murid dalam bidang material, formal serta fungsional pada umumnya dan bidang intelektual pada khususnya. Jadi belajar merupakan hal yang pokok. Belajar merupakan suatu perubahan pada sikap dan tingkah laku yang lebih baik, tetapi kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih buruk. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan harus merupakan akhir dari pada periode yang cukup panjang. Berapa lama waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaklah merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari- hari, berminggu-minggu, berbulan- bulan atau bertahun- tahun.

Belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi pada diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud dengan belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi proses terjadi secara internal di dalam diri indvidu dalam mengusahakan memperoleh hubungan-hubungan baru. Agar belajar dapat diperoleh hasil yang baik, siswa harus mau belajar sebaik mungkin. Supaya mereka mau belajar dengan baik yaitu belajar dengan baik dan teratur secara sendiri-sendiri, kelompok dan berusaha memperkaya bahan pelajaran yang diterima di sekolah dengan bahan pelajaran ditambah dengan usaha sendiri.

(2)

Belajar dengan baik dapat diciptakan, apabila guru dapat mengorganisir belajar siswa, sehingga minat dan motivasi belajar dapat ditumbuhkan dalam suasana kelas yang menggairahkan. Tugas siswa mengorganisir terletak pada si pendidik, oleh sebab itu bagaimana cara membantu si pendidik dalam menggunakan alat pelajaran yang ada. Belajar merupakan aktivitas atau usaha perubahan tingkah laku yang terjadi pada dirinya atau diri individu. Perubahan tingkah laku tersebut merupakan pengalaman- pengalaman baru. Dengan belajar individu mendapatkan pengalaman-pengalaman baru. Perubahan dalam kepribadian yang menyatakan sebagai suatu pola baru dan pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Untuk mempertegas pengertian belajar penulis akan memberikan kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses lahir maupun batin pada diri individu untuk memperoleh pengalaman baru dengan jalan mengalami atau latihan.

B. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan suatu proses atau cara berpikir yang dapat membantu memperoleh hasil yang diharapkan. Melalui pembelajaran guru dapat memilih atau menentukan salah satu alternatif dari beberapa alternatif yang secara segaja dianalisis, dirasa paling efektif untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Disamping itu dengan adanya pembelajaran yang sistematis akan dapat dihindari adanya kegiatan atau aktivitas yang untung-untungan dalam kegiatan pembelajaran.

(3)

Hasan berpendapat bahwa pembelajaran adalah salah satu bentuk manifestasi akuntabilitas karena melalui pembelajaran guru dapat mempertanggung jawabkan apa yang akan dilakukan. aspek-aspek yang terkandung dalam aktivitas pembelajaran meliputi:

a) Pembelajaran dipandang sebagai suatu proses yang secara kuat diarahkan pada tindakan mendatang, misalnya untuk pengembangan diri dan mungkin akan melibatkan orang lain seperti team guru.

b) Fakta pada pembelajaran diarahkan pada tindakan masa mendatang yang diharapkan pada masalah-masalah yang tidak menentu/tidak pasti, sementara itu pengetahuan kita tentang masa depan sedikit dan kompleksitas interaksi sosial membuat prediksi khususnya kegiatan dalam kelas adalah sulit.

c) Aktivitas pembelajaran erat hubungannya dengan bagaimana sesuatu dapat dikerjakan. Sunal Hass (dalam Warni, 2008:12) .

Berpijak dari aspek-aspek di atas, pembelajaran seperti yang telah dikemukakan oleh R. Ibrahim dan Syaodih. S (dalam Warni, 2008:12) secara garis besar mencakup kegiatan merumuskan tujuan-tujuan apa yang dicapai oleh suatu kegiatan pembelajaran, cara apa yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi atau bahan yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikan bahan, serta media atau alat apa yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran tersebut.

(4)

C. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif sebagai salah satu strategi belajar mengajar adalah suatu cara mengajar dimana siswa dalam kelas dipandang sebagai kelompok atau dibagi dalam beberapa kelompok.

Untuk mencapai hasil maksimal, ada lima unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif yaitu :

a) Saling ketergantungan positif

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Guru menciptakan suasana yang mendorong siswa merasa saling dibutuhkan.

b) Tanggung jawab perseorangan

Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran kooperatif membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanankan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

c) Tatap muka

Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

(5)

d) Komunikasi antar anggota

Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

e) Evaluasi proses kelompok

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan efektif.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif untuk mengajar mempunyai tujuan agar siswa mampu bekerjasama dengan teman lain dalam mencapai tujuan bersama.

Adapun keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif adalah :

a) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah.

b) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penelitian mengenai suatu masalah.

c) Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.

d) Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan sebagai individu serta kebutuhannya dalam belajar.

e) Siswa lebih aktif bergabung dengan teman mereka dalam pelajaran, mereka lebih aktif berpartisipasi dalam berdiskusi.

(6)

f) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar siswa, dimana mereka telah saling bekerja sama dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama.

Tetapi disamping adanya keuntungan dalam pembelajaran kooperatif, pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan-kelemahan antara lain sebagai berikut :

a) Kerja sama kelompok seringkali hanya melibatkan kepada siswa yang mampu, sebab mereka cukup memimpin dan mengarahkan kepada mereka yang kurang mamapu.

b) Strategi ini kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula.

c) Keberhasilan strategi kelompok ini bergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja sendiri.

Pembelajaran kooperatif menurut Slavin (dalam Iskandar, 2008:23) model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang mengatur supaya siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai lima orang dengan struktur kelompok yang heterogen. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar proses pembelajaran tidak bergantung pada satu orang, melainkan setiap anggota kelompok memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang sama dalam menyelesaikan masalah kelompok. Dengan demikian perlu diperhatikan beberapa hal berikut:

(7)

a) Siswa yang berada dalam satu kelompok harus bisa merasakan bahwa dirinya merupakan bagian dari tim yang bersama-sama ingin mewujudkan suatu tujuan yang sama.

b) Setiap anggota kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka hadapi adalah masalah kelompok dan berhasil tidaknya suatu kelompok merupakan tanggung jawab semua anggota kelompok. Sehingga setiap anggota kelompok harus berbicara satu sama lain dan mendiskusikan masalah yang dihadapi.

Lundgren (dalam Iskandar, 2008:23) menyarankan agar pembelajaran kooperatif dapat lebih efektif maka dalam pembelajaran sebaiknya ditanamkan unsur-unsur dasar belajar kooperatif, yaitu:

a) Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama.

b) Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c) Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.

d) Siswa harus berbagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok.

e) Siswa akan diberi suatu evaluasi atau penghargaan, yang lain ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh kelompok.

(8)

f) Siswa bernbagi kepemimpinan, sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

g) Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang dipelajari dalam kelompok kooperatif.

D. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran Kooperatif 1. Teori Belajar Piaget

Piaget merupakan salah satu pioner konstruktivis, ia berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.

Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu 1) memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud, 2) mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge )

(9)

anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan, 3) memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal, 4) mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.

2. Teori Belajar Vygotsky

Tokoh kontruktivis lain adalah Vygotsky. Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakekatnya pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek “internal” dan “eksternal” dari pebelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pebelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing – masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas – tugas yang belum dipelajari namun tugas- tugas itu berada dalam “zone of proximal development” mereka. Zone of proximal development adalah jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah secara

(10)

mandiri dan tingkat kemampuan perkembangan potensial yang ditunjukkan dalam kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap – tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.

Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu 1) menghendaki setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi – strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing – masing zone of proximal development mereka; 2) Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep – konsep dan pemecahan masalah.

E. Pembelajaran Kooperatif Dengan Teknik Think-Pair-Square

Ibrahim, dkk. (2000) mengemukakan beberapa tipe dari pembelajaran kooperatif, yaitu Student-Teams-Achievement Division (STAD),

(11)

Teams-Games-Tournaments (TGT), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan structural.

Pembelajaran kooperatif tipe Student-Team-Achievement-Division (STAD). Tipe ini dikembangkan Slavin, dan merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktifitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui 5 tahapan yang meliputi: 1) tahap penyajian materi, 2) tahap kegiatan kelompok, 3) tahap tes individual, 4) tahap penghitungan skor perkembangan individu, dan 5) tahap pemberian penghargaan kelompok. Slavin (dalam Sabilulungan,2008:10).

TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok – kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing – masing. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada setiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama – sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggungjawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Menurut Slavin (dalam Iskandar, 2008:51) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu : tahap penyajian kelas

(12)

(class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (geams), pertandingan (tournament), dan perhargaan kelompok ( team recognition).

Pembelajaran kooperatif Tipe Jigsaw. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson. dkk di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerjasama positif dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Keunggulan kooperatif tipe jigsaw meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.

Pembelajaran investigasi adalah model pembelajaran yang perencanaannya disesuaikan agar siswa bekerja dalam kelompok, dengan menggunakan penemuan secara kooperatif. Dengan menggunakan berbagai sumber belajar, diskusi kelompok, merencanakan dan mempersiapkan lembar presentasi, kemudian mempresentasikan penemuan mereka.

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran investigasi ini adalah sebagai berikut: 1) Memilih Topik, 2) Merencanakan Kerjasama, 3) Impelementasi., 4) Analisis dan Sintesis, 5) Penyajian Hasil Akhir, 6)Evaluasi.

Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural lebih menekankan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Salah satu struktur yang terkenal adalah teknik Think-pair-share yang dikenalkan oleh Frank Lyman pada tahun 1981. Pada teknik ini, anggota

(13)

kelompok terdiri dari 2 orang. Tahap pertama yang harus dilakukan adalah think, pada tahap ini siswa diberikan kesempatan untuk berpikir dan merespon pertanyaan atau masalah yang diberikan. Tahap kedua adalah pait, siswa diminta untuk mendiskusikan jawaban dengan pasangannya. Kemudian pada tahap terakhir yaitu share, siswa berbagi jawaban dengna seluruh kelas. Curry (dalam Sabilulungan, 2008:12).

Pembelajaran kooperatif dengan teknik think-pair-square (TPS) merupakan modifikasi dari pendekatan kooperatif dengan teknik think-pair-share, dan dikembangkan oleh Spancer Kagan pada tahun 1993. Kagan (dalam Sabilulungan, 2008:12) menyarankan penggunaan teknik think-pair-square ini untuk meningkatkan kemampuan berpikir konunikasi, dan mendorong siswa untuk berbagi informasi dengan siswa lain.

Ada beberapa persamaan pada teknik think-pair-share dengan teknik think-pair-square, yaitu :

1. Memberikan kesempatan kepad setiap siswa untuk memikirkan sendiri (think) jawaban dari permasalahan yang diberikan oleh guru.

2. Berdiskusi dengan pasangan untuk memperoleh suatu solusi (pair) 3. Diadakan diskusi kelas

Sedangkan perbedaan teknik share dengan teknik think-pair-square adalah:

1. Pada teknik think-pair-square siswa membentuk sebuah kelompok kecil yang heterogen (4-6 orang) untuk mendiskusikan solusi dari permasalahan yang diberikan oleh guru.

(14)

2. Setelah selesai melakukan pair, siswa akan berdiskusi kembali dengan pasangan lain dalam kelompoknya masing-masing, sehingga dalam proses tersebut siswa akan saling berargumen tentang jawabannya masing-masing 3. Setelah siswa selesai diskusi kelompok dilanjutkan dengan diskusi kelas, guru

akan berperan sebagai moderator.

Dalam teknik Think-Pair-Square guru membagi siswa dalam kelompok heterogen yang beranggotakan 4 orang sebagai kegiatan awal adalah think atau tahap berpikir, yaitu sebelum bekerja sama dan berdiskusi, setiap siswa akan diberi kesempatan untuk membaca memahami, memikirkan kemungkinan jawaban dan membuat catatan tentang hal-hal yang tidak dipahami atau informasi yang berhubungan dengan tugas. Kegiatan ini bertujuan agar setiap siswa dapat memberikan respon terhadap ide-ide yang terdapat dalam Lembar Kerja Siswa untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa sendiri.

Setelah think, dilanjutkan dengan pair atau tahapan berpasangan. Pada tahap ini siswa akan diminta untuk berpasangan dengan salah satu teman dalam kelompoknya untuk mendiskusikan kemungkinan jawaban atau hal-hal yang telah ditulis dalam catatan pada waktu think. Dengan berpasangan, partisipasi aktif siswa dalam kelompok dapat lebih dioptimalkan sehingga kemampuan penalaran dan komunikasi matematik siswa dapat lebih ditingkatkan. Pada tahapan ini siswa juga akan belajar untuk mengerti bahwa setiap orang dapat memiliki jawaban yang berbeda dengan alas an sendiri. Siswa juga dapat mencoba semua kemungkinan secara berbeda dengan pasangannya, dan menyaring kembali jawaban serta memformulasikan jawaban berdasarkan hasil diskusi.

(15)

Setelah selesai tahap berpasangan, dilanjutkan dengan penggabungan pasangan siswa dengan pasangan siswa lain dalam suatu kelompok untuk membentuk sebuah kelompok ulang beranggotakan 4 orang (Square). Kedua pasangan ini mendiskusikan tugas-tugas yang belum dapat diselesaikan atau hal-hal yang belum dipahami ketika diskusi dengan pasangan dan menetapkan hasil akhir jawaban kelompoknya, pada tahap ini, siswa saling memberikan idea tau informasi yang mereka ketahui tentang soal yang diberikan untuk memperoleh kesepakatan dari penyelesaian soal tersebut.

Dengan adanya tahap pair dan square terjadi lebih banyak diskusi sehingga dapat lebih meningkatkan dan mengoptimalisasi partisipasi aktif siswa dalam kelompok. Selain itu, siswa juga akan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkontribusi dalam kelompoknya, dan interaksi antara siswa juga menjadi lebih mudah. Lie (dalam Sabilulungan, 2008:14).

Pada saat think siswa akan belajar berpikir dan meningkatkan kemampuan penalaran dengan mengkonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga siswa akan belajar untuk membangun sebuah pemecahan atau alternative jawaban serta hal-hal yang kurang dipahami untuk dipikirkan cara penyelesaiannya. Setelah berpikir dan bernalar maka siswa akan berdiskusi dengan pasangannya untuk menggali kembali atau melihat kembali jawaban dan alternatif pemecahan.

Jika tahap think, pair, square telah selesai maka diadakan diskusi kelas. Kelompok dengan jawaban benar tetapi memiliki penyelesaian yang berbeda, mempersentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas. Siswa atau kelompok lain diberi kesempatan untuk menanggapi dan mengemukakan pendapatnya.

(16)

Dengan kegiatan ini, siswa dapat melihat bahwa solusi yang sama dapat dinyatakan dalam cara yang berbeda, dan bagi kelompok atau siswa yang tidak dapat menyelesaikan tugasnya tidak akan tertinggal. Dengan demikian melalui kegiatan seperti ini siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir, bernalar dan berkomunikasi matematik dengan benar.

Pembelajaran kooperatif dengan teknik think-pair-square memiliki kelebihan, diantaranya:

1) Merupakan teknik yang paling sederhana dalam pembelajaran kooperatif dan mudah dilaksanakan dalam kelas, sehingga model pembelajaran dengan teknik ini dapat dilakukan secara mendadak dan mudah digunakan di dalam kelas dengan jumlah siswa yang banyak. Instructional Strategies Online (dalam Sabilulungan, 2008:15).

2) Dengan anggota kelompok berempat maka guru akan lebih mudah memonitor dan mudah dipecah menjadi berpasangan, dan lebih banyak tugas yang dapat dilakukan. Lie (dalam sabilulungan, 2008:15).

3) Siswa diberik kesempatan untuk berdiskusi dan berpasangan dengan siswa yang lebih pintar atau lemah.

4) Partisipasi siswa akan lebih optimal dan pada saat berpasangan dan berkelompok maka akan muncul banyak ide sehingga terjadi komunikasi yang partisipatif.

5) Guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab. Oleh karena itu kegiatan guru dalam proses belajar mengajar menjadi berkurang.

(17)

Pembelajaran kooperatif dengan teknik think-pair-square juga memiliki kekurangan yaitu membutuhkan waktu dan sosialisasi yang baik, serta dapat menyulitkan proses pengambilan suara. Lie (dalam sabilulungan, 2008:16). Untuk menutupi kekurangan tersebut maka, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

1) Guru harus pandai dalam pengaturan waktu yang tersedia dengan tingkat kesulitan materi.

2) Meminta siswa untuk mempelajari materi pelajaran terlebih dahulu di rumah. 3) Guru harus memberikan gambaran terlebih dahulu dengan baik tentang

manfaat, tujuan, keuntungan yang diperoleh, dan tahap-tahap yang harus dilalui agar siswa memahami dan tertarik untuk melakukan proses pembelajaaran dengan menggunakan teknik think-pair-square.

F. Kemampuan Penalaran matematis

Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses berpikir. Seseorang dikatakan berpikir matematika apabila orang tersebut melakukan kegiatan mental, yang dalam prosesnya selalu menggunakan abstraksi dan/atau generalisasi (dalam Ester, 2007:76).

Penalaran matematis adalah proses yang dilakukan dengan cara menarik kesimpulan-kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus-kasus yang bersifat individual, tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang individual. Suherman dan Winataputra (dalam Maesarah, 2007:21).

(18)

Menurut Shurter dan Pierce, istilah penalaran sebagai terjemahan dari reasoning yang didefinisikan proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan (Sumarmo,1987:31). Keraf mendefinisikan penalaran sebagai proses berpikir berusaha menghubungkan fakta dan evidensi-evidensi yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan (dalam Nuriyanti, 2008:22).

Baroody (dalam Sabilulungan, 2008:23) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa keuntungan apabila siswa diperkenalkan dengan penalaran, keuntungan tersebut secara langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa, keuntungan tersebut adalah : jika siswa diberi kesempatan untuk menggunakan keterampilan bernalarnya dalam melakukan pendugaan-pendugaan berdasarkan pengalamannya sendiri, maka siswa akan lebih mudah memahami konsep. Misalnya siswa diberikan permasalahan dengan menggunakan benda-benda nyata melihat pola, mereformulasikan dugaan tentang pola yang sudah diketahui dan mengevaluasinya, sehingga hasil yang diperoleh bersifat lebih informatif. Hal ini akan lebih membantu siswa dalam memahami proses yang telah disiapkan dengan cara doing mathematics dan eksplorasi matematika.

Sementara itu Depdiknas (dalam Maesarah, 2007:24) menyatakan bahwa “materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika”. Jika siswa dituntut untuk menggunakan kemampuan bernalarnya, maka akan mendorong mereka untuk melakukan guessing atau dugaan-dugaan. Hal ini akan

(19)

menimbulkan rasa percaya diri dan menghilangkan rasa takut salah dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Menurut Ross (dalam purwanto, 2008:45) indikator dari penalaran adalah: 1. Memberikan alasan mengapa sebuah jawaban atau pendekatan terhadap suatu

masalah adalah masuk akal

2. Membuat dan mengevaluasi kesimpulan umum berdasarkan penyelidikan dan penelitianmeramalkan dan menggambarkan kesimpulan atau putusan dari informasi yang sesuai

3. Menganalisis pernyataan-pernyataan dan memberikan contoh yang dapat mendukung atau bertolak belakang

4. Mempertimbangkan validitas dari argumen yang menggunakan berpikir deduktif dan induktif

5. Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan sserta jawaban adalah benar

Sedangkan untuk keperluan penelitian, indikator yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

1. Memberikan alasan mengapa sebuah jawaban atau pendekatan terhadap suatu masalah adalah masuk akal

2. Menganalisis pernyataan-pernyataan dan memberikan contoh yang dapat mendukung atau bertolak belakang

3. Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan serta jawaban adalah benar

(20)

Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran, yaitu panalaran dedukatif dan penalaran indultif.

1. Penalaran Dedukatif

Penalaran dedukatif diidentifikasikan sebagai proses penarikan kesimpulan dari hal umum ke hal yang khusus. Penalaran dedukatif merupakan bentuk pemikiran yang kesimpulanya muncul secara signifikan setelah ada pernyataan-pernyataan. Pernyataan dalam pemikiran tersebut disebut premis-premis menghasilkan kesimpulan (konklusi) maka hubungan tersebut dikiatakan Valid.Suzana (dalam Nuriyanti, 2008:22)

2. Penalaran induktif

Penalaran induktif adalah suatu proses berfikir yang berupa penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/banyak) atas dasar pengetahuan tentang hal yang khusus/fakta ( Alamsyah, 2000: 11). Dengan kata lain dari fakta-fakta diturunkan suatu kesimpulan. Penggabungan kedua penalaran tersebut dikenal sebagai penalaran ilmiah. Wahidin (dalam Nuriyanti,2008:22). Manakala kita menggunakan metode ilmiah sebenarnya kita menggunakan penalaran dedukatif dan induktif secra bergantian.

a. Memberikan alasan mengapa sustu jawaban/pendekatan terhadap suatu masalah adalah masuk akal.

b. Membuat dan mengevaluasi kesimpulanumum berdasarkan atas penyelidikan dan penelitian.

c. Menganalisis pernyataan-pernyataan dan memberikan contoh yang dapat mendukung atau yang bertolak belakang.

(21)

d. Meramalkan atau mengembarakan kesimpulan /putusan dari informasi yang sesuai.

e. Mempertimbangkan validitas dari argumen denngan, menggunakan berfikir induktif dan deduktif.

f. Menggunakan data yang mendukung untuk menjelaskan mengapa cara yang digunakan serta jawaban adalah benar.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapatkan dari penelitian etika komunikasi dalam kearifan lokal tradisi temanten kucing adalah rumusan-rumusan beserta datum (kumpulan data) yang akan

Data pra-riset 70 mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang menyatakan bahwa ada 27 responden merasa senang/puas dengan produk Indomie, ada 13 responden yang tetap setia

Tujuan dari kegiatan perawatan peralatan mekanik Unit Sementasi adalah memperoleh kondisi peralatan mekanik yang maksimal dengan pertimbangan masa operasi peralatan yang

3.2.2 Tugas dan Fungsi Bidang Deposit Badan Perpustakaan Provinsi Sumatera Selatan. Bidang Deposit, Pengadaan dan Pengolahan Bahan

Kerangka penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi perilaku perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial dimana perilaku perawat terdiri pengetahuan, sikap, keterampilan, dan

Apabila unit dalam 3 alternatif kavling tersebut sudah tidak tersedia/habis, maka Pemesan boleh memilih unit lain yang tersedia atau mundur dan uang Tiket Pemesanan (TIP) akan

Dalam Islam pada masa al-makmun dibangun alat observasi besar yang dikenal Astrolab, tapi tidak selesai kemudian pondasi bangunan ini lenyap, dan dilupakan Karya

Menimbang, bahwa dari fakta sebagaimana telah di uraikan di atas, Majelis Hakim tingkat banding berpendapat bahwa apabila terjadi perselisihan antara suami isteri